• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DESKRIPSI DATA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DESKRIPSI DATA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

61

BAB III

HASIL PENELITIAN

DESKRIPSI DATA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS MEDIS.

Bab ini dimulai dengan deskripsi temuan di lapangan, berupa hasil wawancara langsung dan observasi partisipatif. Deskripsi bertujuan untuk menjelaskan dan memaparkan data sedemikian rupa sehingga mudah dipahami. Sesuai dengan sampel yang telah dipaparkan dalam Bab I, penulis membatasi diri dengan hanya meneliti 6 (enam) subjek pasien gagal ginjal kronik. Subjek adalah laki-laki dan perempuan dengan latar belakang yang berbeda, yang telah melakukan hemodialisa empat tahun ke atas. Untuk memberikan data subjek, penulis dalam hal ini memakai nama samaran sesuai dengan kode etik pelayanan pastoral dan identitas lengkap subjek ada pada data penulis.

3.1. SEKILAS TENTANG RUMAH SAKIT KHUSUS GINJAL, Ny.R.A.

HABIBIE BANDUNG.

Rumah Sakit Khusus Gagal Ginjal, Ny. R. A. Habibie-Bandung terletak di jalan Tubagus Ismail no. 46 B. Rumah Sakit ini berdiri pada tanggal 8 Agustus 1988. Ketua Yayasan adalah Ny. Sri Sudarsono Habibie. Pendiri Rumah Sakit Khusus Ginjal ini adalah Prof. dr. Rully Roesli SpPD-KGH.

(2)

62

Motto Rumah Sakit ini adalah “Feeling at Home.” Pelayanan yang di laksanakan adalah hemodialisa pada penderita gagal ginjal kronik, rawat inap pada penderita yang melaksanakan Hemodialisa, Poly Umum, Poly Spesialis Gigi.

Jumlah pasien yang cuci darah setiap hari rata-rata 60 orang. Rumah Sakit ini juga melayani Askes dan jaminan kesehatan warga miskin. Hemodialisa dilaksanakan 2-3 kali dalam satu minggu yaitu pada hari Selasa dan Kamis. Dalam satu hari waktu yang dijadwalkan untuk hemodialisa (cuci darah) ada 2 (dua) jadwal, yaitu jadwal pagi yang dimulai pada pukul 07.00-11.00 Wib dan jadwal siang dimulai pukul 11.00-16.00 Wib. Lama waktu dalam menjalani hemodialisa (cuci darah) 5 (lima) jam.

Rumah Sakit ini memiliki 80 buah mesin hemodialisa (cuci darah). Pasien yang cuci darah di Rumah Sakit ini tidak hanya dari Bandung atau Jawa Barat, tetapi juga dari propinsi lain, seperti Sumatera Utara dan Riau.

3.2. PENEMUAN MAKNA HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL YANG

HIDUP LEBIH LAMA DARI PROGNOSIS DOKTER.

3.2.1. Kebebasan Berkehendak (The Freedom of Will).

Kebebasan berkehendak adalah merupakan karakteristik unik dari keberadaan dan pengalaman eksistensial manusia. Kebebasan yang dimaksudkan bukan “bebas dari apa” tetapi “bebas untuk apa”. Kebebasan manusia adalah kebebasan yang terbatas. Manusia tidaklah bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosiologis akan tetapi manusia berkebebasan untuk mengambil

(3)

63

sikap terhadap kondisi-kondisi tersebut. Manusia tidak dapat bebas dari keadaan tetapi bebas mengambil sikap terhadap keadaan.

Subjek G mempunyai kebebasan untuk berkehendak. Bebas melaksanakan kehendak untuk beraktivitas, namun kebebasan itu dibatasi karena tergantung dengan mesin pencuci darah. Demikian juga dalam hal makanan mempunyai kebebasan untuk makan dan minum namun kebebasan itu dibatasi oleh ukuran yang telah ditentukan para medis. Namun dalam hal memahami penderitaan penyakit gagal ginjal kronik yang sedang dialami, subjek G memiliki kebebasan berkehendak untuk bersikap. Sebelumnya subjek G tidak dapat menerima keadaannya sebagai seorang penderita gagal ginjal kronik, hal itu dirasakan bagaikan disambar petir di siang bolong, namun dua tahun kemudian subjek G dapat menerima keadaannya.

Sebelum menderita gagal ginjal kronik, Subjek G pernah menderita gangguan di kepala karena mengalami kecelakan. Dalam proses pengobatan penyakit tersebut subjek G terlalu banyak makan dan minum obat-obatan. Selain obat-obatan tersebut subjek G juga tidak menjaga pola makan yang sehat. Obat-obatan dan pola makan yang tidak sehat akhirnya berdampak negatif terhadap kesehatan tubuh subjek G.

Menurut subjek G, penyakit gagal ginjal kronik adalah ujian dari Tuhan. Alasan subjek G mengatakan hal tersebut karena subjek G belum memberikan segala kemampuan (talenta) yang dimiliki selama ini kepada jemaat yang dia layani. Demikian penuturan subjek G: Saya tetap bekerja, melayani, pergi ke Siantar untuk memeriksa keuangan gereja walaupun saya sudah menderita gagal ginjal. Namun saya tidak dapat berlama-lama di satu tempat karena tergantung

(4)

64

kepada mesin pencuci darah. Makanan dan minuman bebas tetapi dibatasi ukurannya sesuai aturan medis. Penyakit gagal ginjal ini merupakan ujian dari Tuhan, karena selama ini saya belum menyampaikan semua parbinotoakku tu ruas (kemampuan/talenta kepada jemaat). Karena itu Tuhan menguji saya sekarang. Maka dengan demikian kesempatan ini saya akan pakai untuk melayani lebih baik dari sebelumnya.1

Subjek T, mempunyai kekebasan berkehendak untuk melakukan apa yang dia kehendaki, namun kebebasan itu dibatasi karena tergantung dengan mesin pencuci darah. Demikian juga makanan dan minuman mempunyai kebebasan untuk memakan dan meminumnya namun kebebasan itu dibatasi sesuai dengan aturan diet kesehatan pada penderita gagal ginjal kronik. Namun dalam hal bersikap terhadap penderitaan yang dia alami subjek T mempunyai kebebasan berkehendak untuk mengambil sikap terhadap keadaannya sebagai penderita gagal ginjal selama 5 (lima) tahun dan cuci darah selama 5 (lima) tahun. Menurut subjek T sakit ginjal kronik merupakan ujian dari Allah.

Memang pada awalnya subjek T, tidak dapat menerima keadaannya sebagai penderita gagal ginjal kronik. Subjek T kabur karena kurang pengetahuan dan pemahaman tentang cuci darah. Subjek T memahami bahwa cuci darah itu berarti dimasukkan ke dalam mesin, namun setelah mendapat penjelasan dari dokter akhirnya subjek T bersedia cuci darah dan ikhlas menerima keadaannya. Sebelum mengalami gagal ginjal kronik subjek T mempunyai kebiasaan buruk seperti kurang tidur, banyak merokok, minum kopi, dan teh botol. Demikian penuturan subjek T: Saya tetap bekerja, mengajar anak TK namun tidak dapat

1

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(5)

65

mengerjakan pekerjaan yang terlalu berat karena daya tahan tubuh saya menurun. Penyakit gagal ginjal kronik yang saya alami merupakan ujian dari Allah, supaya saya dapat mengubah pola hidup dan menghargai kesehatan.2

Subjek U, mempunyai kebebasan untuk berkehendak dalam melaksanakan aktivitasnya.Demikian juga dalam hal makanan dan minuman, Subjek U mempunyai kebebasan untuk makan dan minum sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan medis, namun dalam hal bersikap terhadap penderitaan penyakit gagal ginjal kronik subjek U mempunyai kebebasan untuk berkehendak. Penyakit gagal ginjal kronik merupakan peringatan dan ultimatum dari Tuhan supaya dia bertobat.

Pada awalnya subjek U, tidak dapat menerima keadaannya sebagai penderita gagal ginjal kronik, namun seiring berjalannya waktu subjek U dapat menerima keadaannya setelah menjalani cuci darah 2 (dua) tahun. Sebelum menderita gagal ginjal kronik, subjek U mempunyai kebiasaan buruk seperti sering keluar malam dan pulang subuh, banyak minum alkohol dan pola makan yang tidak sehat. Demikian penuturan subjek U: Saya tetap bekerja seperti biasanya namun saya memakai jaket supaya benjolan di tangan bekas suntikan tidak kelihatan. Saya bebas makan dan minum namun dibatasi sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan medis. Penyakit gagal ginjal ini karena perbuatan saya maka penderitaan ini merupakan peringatan dan lebih jelasnya ultimatum dari Allah supaya saya dapat bertobat dari sikap negatip kepada yang positif.3

2 Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

3

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(6)

66

Subjek C, mempunyai kebebasan untuk berkehendak. Bebas melakukan aktivitas namun tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang terlalu berat. Demikian juga makanan dan minuman, subjek C mempunyai kebebasan untuk makan dan minum sesuai ukuran yang telah ditetapkan medis. Dalam hal memahami penderitaannya Subjek C mempunyai kebebasan untuk berkehendak. Menurut subjek C penyakit gagal ginjal kronik merupakan takdir dari Allah. Pada awalnya subjek C, tidak dapat menerima keadaannya sebagai penderita gagal ginjal kronik, akhirnya subjek C down. Namun seiring berjalannya waktu, dua tahun kemudian sunjek C dapat menerima keadaannya, karena melihat teman-teman yang lebih muda dari subjek C menjalani cuci darah, hal ini turut memotivasi untuk cepat menerima keadaannya.

Sebelum mengalami gagal ginjal, subjek C mempunyai kebiasaan buruk seperti kurang tidur yang mengakibatkan pusing dan hipertensi. Demikian penuturan subjek C: Saya bebas melakukan aktivitas tetapi tidak sebebas sebelumnya karena tergantung pada mesin pencuci darah. Saya bebas makan dan minum tetapi dibatasi ukurannya sesuai dengan aturan medis. Pada awalnya saya mengalami hipertensi, mual-mual seperti sakit maag. Dokter mendiagnosa saya sakit jantung, dan gejala-gejala tadi terus tidak berhenti akhirnya saya bolak balik masuk Rumah Sakit. Kemudian pindah ke dokter yang lain akhirnya ditemukan bahwa saya bukan menderita penyakit maag dan jantung tetapi gagal ginjal kronik. Hal ini membuat saya shock dan down karena tidak dapat menerima vonis dokter tersebut. Tetapi seiring berjalannya waktu 2 (dua) tahun kemudian saya

(7)

67

dapat menerima dan penyakit ini adalah takdir dari Allah, karena itu saya jalani saja hidup ini.4

Subjek S, mempunyai kebebasan untuk melakukan aktivitas namun tidak sebebas yang sebelumnya karena tergantung dengan mesin pencuci darah. Dalam

hal menyikapi keadaannya subjek S mempunyai kebebasan untuk

berkehendak.Subjek S memahami penyakit gagal ginjal kronik merupakan cobaan dari Allah. Subjek S, mengalami gagal ginjal sejak berumur 14 tahun, karena pola hidup yang tidak sehat, makan mie instan 1 (satu) dooze dalam 2 (dua) hari dan terlalu banyak minum teh botol. Subjek S telah menjalani cuci darah selama 12 tahun 6 bulan. Demikian penuturan subjek S: Saya tetap bekerja, mau pergi ya pergi saja. Saatnya cuci darah saya pergi ke rumah sakit sendirian tanpa orang lain. Sudah saja penyakit gagal ginjal ini cobaan dari Allah, kalau Allah kasih cobaan pasti Allah juga kasih jalan keluar. Tidak perlu terlalu dipikikan, karena dipikirkan atau tidak dipikirkan toh tetap sakit, karena itu masa lalu tidak perlu disesali yang penting yang keadaan sekarang, jalani saja hidup ini dengan semangat.5

Subjek H, memiliki kebebasan untuk berkehendak seperti subjek lainnya. Bebas beraktivitas namun tidak sebebas sebelumnya karena tergantung dengan mesin pencuci darah. Dalam hal mengambil sikap terhadap keadaannnya, subjek H mempunyai kebebasan untuk berkehendak. Menurut Subjek H, penyakit gagal ginjal kronik merupakan cambuk dari Allah. Subjek H telah mengalami gagal ginjal 6 (enam) tahun dan menjalani cuci darah 6 (enam) tahun. Subjek H berbeda

4 Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung. 5

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00. Lantai 2, Rumah Sakit Khusus Ginjal, Bandung.

(8)

68

dengan subjek yang lain karena dia dapat menerima langsung keadaan nya, dia menyadari semua itu terjadi akibat dari perbuatannya yang buruk (keluar malam kurang tidur, pulang subuh, memakai narkoba, bermain perempuan, pola makan yang tidak sehat, tidak pernah sholat bahkan melecehkan orang-orang yang pergi sholat).

Demikian subjek H menuturkannya: sebelumnya hidupku terlalu capek, sering keluar malam bersama teman sekampus akibatnya saya kurang tidur. Play boy, dan memakai narkoba, pola makan yang tidak sehat. Makanan dan minuman yang saya senangi adalah nasi goreng dan botol. Hal ini membuat saya sering pusing, mual, lemas, dan sakit. Akhirnya saya pergi ke Rumah Sakit untuk cek up untuk mengetahui apa penyakit saya. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan saya menderita gagal ginjal kronik dan harus cuci darah. Pada awalnya saya berpikir cuci darah hanya satu kali atau dua kali. Untuk mengetahui kebenarannya saya kemudian informasi di internet, dan ternyata cuci darah itu seumur hidup. Saya kaget namun semua itu saya jalani karena saya sadar itu akibat perbuatan saya, tidak mungkin jagung yang di tanam lalu padi yang dituai. Maka saya pahami gagal ginjal ini sebagai cambuk dari Allah, supaya saya bertobat dan menghentikan segala yang jahat. Walaupun sudah gagal ginjal saya masih tetap pergi kemana saya suka hanya tidak bisa jauh-jauh karena tergantung dengan mesin pencuci darah. Demikian makanan dan minuman saya bebas memakannya tetapi ukurannya telah ditentukan oleh medis.6

6

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul, 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(9)

69

3.2.2. Kehendak Untuk Bermakna (The Will to Meaning).

Setiap manusia menginginkan dirinya untuk menjadi manusia yang bermartabat dan berguna untuk dirinya, keluarga, lingkungan kerja, masyarakat sekitar, dan berharga di mata Tuhan. Keinginan untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia. Makna dalam diri manusia merupakan kekuatan dan motivasi dalam diri manusia.

Subjek G mempunyai kehendak untuk bermakna dalam hidupnya walaupun menderita penyakit gagal ginjal kronik. Subjek G, berkehendak bermakna untuk gereja. Hal ini dia buktikan lewat semangat yang luar biasa untuk melakukan tugas di kebaktian minggu, persekutuan rumah tangga, aktif dalam pelayanan rutin gereja (rapat jemaat, sinode, pemeriksaan keuangan, dll.). Bahkan masih ikut serta menjadi calon ketua jemaat (guru huria) ketika ada periode pemilihan ketua jemaat. Demikian Subjek G menuturkannya: Selama ini saya belum menyampaikan semua parbinotoanku (kemampuan/talenta) yang saya miliki dalam pelayanan di gereja. Kesempatan yang diberikan Tuhan kepada saya sekarang, akan saya pergunakan untuk pelayanan di gereja. Setiap minggu saya masih aktif melayani seperti memimpin liturgi (liturgos), melaksanakan tugas kotbah sesuai jadwal, sermon rutin di gereja bahkan saya masih ikut pemeriksaan keuangan ke Sumatera Utara dalam rangka sidang Sinode Majelis se Indonesia. Saya tidak merasakan penyakit saya ketika melayani di gereja.7

Subjek T, mempunyai kehendak untuk bermakna walaupun menderita penyakit gagal ginjal kronik selama 5 (lima) tahun dan melakukan cuci darah selama 5 (lima) tahun. Subjek T, berkehendak untuk bermakna untuk suami, anak,

7

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(10)

70

dan orang lain. Demikian penuturan subjek T: Saya ingin bermakna bagi, suami dan anak-anak yang selalu mengatakan bahwa “mama harus sehat dan tetap semangat”. Saya juga mengajar TK, karena di sana saya enjoy, ada bawang putih bawang merah, asyik dan lucu-lucu. Saya juga ikut bermain, berlari dan senam dengan mereka. Saya lupa akan penyakitku jika bersama dengan mereka.8

Subjek U, mempunyai kehendak untuk bermakna walaupun menderita gagal ginjal kronik. Subjek U telah mengalami gagal ginjal 4 (empat) tahun dan cuci darah selama 4 (empat) tahun. Subjek U berkehendak untuk bermakna kepada orang tua dan saudara-saudaranya. Demikian penuturan subjek U: Saya ingin bermakna bagi orang tua dan saudara-saudara saya yang mencintai saya dengan tulus, mereka masih menerima keadaan saya walaupun sebelumnya saya telah menjauhi dan meninggalkan mereka. Ternyata selama ini saya salah memahami bahwa teman-teman hanya teman ketika senang saja,tetapi ketika saya sakit mereka menjauh.9

Subjek C, memiliki kehendak untuk bermakna walaupun menderita gagal ginjal kronik selama 10 (sepuluh) tahun dan telah menjalani cuci darah 10 (sepuluh) tahun. Subjek C ingin bermakna bagi isteri dan orang tuanya. Demikian penuturan subjek C: Saya tidak mau membebani keluarga dalam kondisi dan situasi saya seperti ini. Artinya saya harus semangat hidup dan menerima kenyataan ini. Saya pergi cuci darah sendiri dan kadang kami rombongan sesama penderita gagal ginjal kronik. Dengan demikian saya akan sehat maka isteri, orang tua, dan keluarga lainnya menjadi senang. Saya harus disiplin dalam hal makanan

8

Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

9

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 09.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(11)

71

dan minuman sesuai aturan medis supaya sehat. Saya juga memberi semangat dan dorongan kepada orang yang baru menjalani cuci darah khususnya yang masih muda. Saya selalu bilang, kalau yang tua saja mempunyai semangat dan masih dapat bekerja seperti biasanya apalagi kita yang masih muda, karena itu tetap semangat. 10

Subjek S, memiliki kehendak untuk mbermakna walaupun menderita gagal ginjal kronik. Subjek S telah menderita gagal ginjal kronik selama 13 (tiga belas) tahun dan telah menjalani cuci darah 12 (dua belas) tahun 6 (enam) bulan. Subjek S berkehendak untuk bermakna untuk Allah. Demikian Subjek S menuturkan: Saya tidak mau menyusahi keluarga dan tergantung kepada orang lain. Saya semangat untuk hidup dan cuci darah sendiri dengan naik angkot ke walau Rumah Sakit itu sangat jauh. Saya ingin bermakna untuk Allah dengan berbuat amal kepada orang lain, sabar, sholat, dan baca Alquran setiap hari, artinya nantinya kalau saya mati saya masuk penghuni sorga.11

Subjek H, mempunyai kehendak untuk bermakna walaupun menderita gagal ginjal kronik. Subjek H telah mengalami gagal ginjal kronik selama 5 (lima) tahun dan telah menjalani cuci darah selama 5 (lima) tahun. Subjek H ingin bermakna bagi orang tua dan saudaranya. Subjek H menyadari masa lalunya yang tidak baik. Subjek H sudah melakukan hubungan seksual dengan banyak perempuan.12 Demikian penuturan subjek H: Ketika saya menyadari semua perbuatan saya sebelumnya, membohongi orang tua, memaksa minta uang, keluar malam setiap malam (begadang), bermain perempuan, memakai narkoba, tidak

10

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 07.00, Lantai 2, Rumah Sakit Khusus Ginjal, Bandung.

11

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit khusus Ginjal, Bandung.

(12)

72

pernah sholat, bolos kuliah, senang dengan dunia malam, saya ingin meninggalkan itu semua. Stop semua yang jahat. Saya ingin bermakna kepada orang tua dan saudara, dan keluarga yang tulus mencintai saya. Merekalah yang merawat dan mendoakan saya ketika saya seperti ini, bukan teman-teman sepermainanku. Mereka tetap mengasihi walau pun saya telah menyakiti mereka sebelumnya.13

3.2.3. Makna Hidup (The Meaning of Life).

Makna hidup selalu tersedia bagi semua orang. Hidup selalu mengandung makna dalam setiap situasi, dalam setiap ekspresi hidup, dalam tindakan bahkan dalam keputusasaan terhadap masa depan dan ancaman kematian sekali pun hidup tetap bermakna. Ungkapan-ungkapan seperti segala sesuatu ada hikmahnya, menunjukkan bahwa segala peristiwa berpotensi melahirkan makna bagi setiap orang. Makna hidup ada dalam kehidupan itu sendiri dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Dengan demikian manusia (individu) memahami dan melaksanakan kehidupan bermakna melalui apa yang diberikan kepada hidup dengan memberikan nilai-nilai kreatif, melalui apa yang diambil dari hidup, menemukan keindahan, kebenaran maupun cinta, dengan memberikan nilai-nilai ekspresi dan melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan mengikat yang tidak bisa diubah dengan memberikan nilai-nilai bersikap.

Subjek G menemukan makna hidup dalam penderitaannya sebagai penderita gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis. Gagal

13

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(13)

73

ginjal kronik tidak menutup jalan bagi subjek G untuk menemukan makna hidupnya. Sebagaimana dikatakan Frankl bahwa dalam situasi menderita sekali pun makna hidup tetap dapat ditemukan. Subjek G menemukan makna hidupnya pada cucunya. Demikian subjek G menuturkannya: Makna hidupku sekarang ada pada cucu saya. Ketika saya melihatnya saya semangat dan dalam hatiku, saya lebih dahulu mempunyai cucu dan sudah di panggil oppung dibanding kawanku yang lebih tua dari saya. Mereka belum mempunyai cucu dan belum dipanggil oppung padahal jauh lebih tua dari saya. Kalau saya mati saya sudah dapat diadatkan. Itulah makna hidupku. Maka saya ingin melihat cucuku bertambah selama aku masih hidup. Saya senang sekali melihat cucuku, maka kalau cucuku datang saya selalu memangku dan menggendongnya.14

Subjek T, menemukan makna hidup setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Penyakit yang dia derita tidak membuat subjek T mengalami kehampaan eksistensial dalam hidupnya. Subjek T menemukan makna hidupnya pada saat suami dan anak-anaknya semakin mencintai dan mengasihi dia. Demikian subjek T menuturkannya: Ketika saya mengalami penyakit gagal ginjal kronik, suamiku semakin sayang kepada saya. Dia setia mengantar ke Rumah Sakit 2 kali dalam seminggu selama 5 jam setiap cuci darah. Suami juga menunggu di Rumah Sakit sampai cuci darah selesai dan kami bersama-sama pulang ke rumah. Anak-anak juga semakin mencintai dan menyayangi saya. Mereka selalu mengatakan kepada saya: ”Ibu harus sehat dan tetap semangat”.15

14

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

15

Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(14)

74

Subjek U, menemukan makna hidup setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Penyakit gagal ginjal kronik tidak membuat subjek U mengalami kehampaan eksistensial. Subjek U menemukan makna hidupnya ketika dia merasakan kasih sayang yang tulus ikhlas dari orang tua dan saudara-saudaranya walaupun sebelumnya dia telah menyakiti dan menjauhi orang tua dan saudaranya. Demikian subjek U menuturkannya: Sebelumnya saya adalah orang yang tidak pernah mendengarkan orang tua. Saya tidak pernah pulang ke rumah tepat pada waktunya. Saya pulang ke rumah pada waktu dini hari. Saya hidup dalam dunia malam bersama dengan teman-teman dan juga pacar saya. Namun ketika saya jatuh sakit dan divonnis dokter gagal ginjal kronik, orang tua dan saudara tetap mengasihi dan memperdulikan saya. Sebelumnya mereka telah saya sakiti,tidak pernah mendengarkan dan menghiraukan nasihat mereka. Namun mereka masih menerima keadaanku seperti ini dan mengampuni saya. Saya menemukan makna hidup ketika orang tua dan saudara saya masih mengasihi dan menerima saya dengan tulus ikhlas.16

Subjek C, menemukan makna hidup setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Penderitaaan tidak membuat subjek C mengalami kehampaan eksistensial. Subjek C telah menderita gagal ginjal kronik sejak umur 22 tahun. Subjek C menemukan makna hidupnya ketika isteri dan keluarga menopang dan mengasihinya. Demikian subjek C menuturkannya: Isteriku selalu mengasihi saya demikian juga keluarga. Isteriku selalu mendukung saya dan memberi semangat

16

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 09.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(15)

75

walaupun saya sudah seperti ini. Kami belum mempunyai anak namun isteri tetap mengasihi saya.17

Subjek S, menemukan makna hidupnya setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Sejak umur 14 tahun subjek S sudah menderita gagal ginjal kronik. Subjek S menemukan makna hidup di tempat dia bekerja. Menurut subjek S bahwa dokter pemilik klinik tempat dia bekerja sangat mengasihi dan memahami keadaannya dan memotivasi supaya tetap semangat hidup. Demikian subjek S menuturkannya: Saya sangat senang sekali, saat saya dikasihi dan dimengerti oleh dokter pemilik klinik tempat saya bekerja. Dokter selalu memberi ijin kepada saya untuk melakukan cuci darah ke Rumah Sakit. Saya tidak bekerja 2 kali dalam seminggu karena menjalani rutinitas cuci darah. Dokter selalu memberi semangat kepadaku. Dia selalu memberi nasihat dan wejangan spiritualitas. Dokter bilang hanya 4 resep hidup, dan itu menjadi motto hidupku sekarang. 4 S, Semangat, Sholat, Sabar, Sehat. Membaca Alquran tiap hari dan artikan dalam hidup setiap hari. Dokter itu juga mengatakan bahwa kesehatan seseorang tidak ditentukan oleh dokter tetapi diri kita sendiri. Dokter juga manusia biasa. Apa pun kata dokter kalau kita sendiri tidak disiplin kita tidak bisa sehat. Jadi dokter yang sebenarnya adalah diri sendiri. Kasih sayang dokter membuat hidupku bermakna dan juga tidak terlepas dari keluarga dan saudara-saudara juga.18

17

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

18

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00. Lantai 2, Rumah Sakit

(16)

76

Subjek H, yang mempunyai latar belakang hidup yang buruk, penuh dusta, kenajisan, tidak pernah sholat, dan pemakai narkoba. Menemukan makna hidupnya setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Makna hidup dia temukan saat orang tua dan sanak saudara masih menerima, mengasihi dan mendoakannya dengan tulus ikhlas.

Subjek H menjadi motivator bagi teman-temannya untuk tetap semangat dalam menjalani hidup. Mereka mempunyai group di Face book sesama penderita gagal ginjal sebagai tempat sharing atau berbagi pengalaman hidup. Demikian subjek H menuturkannya: Wah…kalau aku ingat masa lalu saya, benar benar suram. Ketika saya masih SMA saya sudah sering membohongi orang tua dan memaksa orang tua untuk memberi uang supaya ada biaya untuk jalan-jalan bersama teman. Alasan saya untuk biaya sekolah dan membeli buku. Kalau saya pulang ke rumah hanya mengantar baju kotor dan meminta uang. Saya tidak menghiraukan apa yang dinasehatkan orang tua. Saya benar-benar bebas. Kenakalan saya itu juga terus berlanjut sampai saya kuliah. Saya tetap memaksa orang tua untuk memberi uang kepada saya dengan alasan biaya kuliah, padahal saya jalan-jalan bersama teman dan menikmati dunia malam. Saya mengkonsumsi narkoba, main perempuan, keluar setiap malam dan menikmati dunia malam. Makanan dan minuman paporitku adalah nasi goreng dan teh botol. Pokoknya makanan yang tidak sehat. Masa lalu saya benar-benar suram. Namun ketika saya sakit dan divonnis gagal ginjal kronik, saya dapat menerimanya, bukan seperti yang lain karena saya sadar semua itu akibat perbuatan saya. Tidak mungkin jagung yang ditanam malah padi yang tumbuh dan dituai. Awalnya saya tidak mengerti apa itu cuci darah, lalu saya mengambil inisiatif untuk mencari informasi

(17)

77

di internet. Saya temukan penjelasannya bahwa cuci darah itu seumur hidup.Saya dapat menerimanya. Dalam kondisi seperti ini saya menemukan makna hidupku. Saya bersyukur karena Tuhan karena masih diberi kesempatan untuk hidup, supaya saya dapat bertobat dan menghentikan segala yang jahat. Saya mohon ampun kepada Tuhan. Saya bersyukur karena masih makanan dan minuman yang dibatasi dari pada umur dibatasi. Saya bersyukur keluarga saya masih menerima dan mengasihi saya. Ketika saya sakit yang datang mendoakanku semua keluarga bukan teman-temanku. Sejak itu saya mulai sadar, dan menemukan makna hidup betapa luar biasanya kasih sayang orang tua, saudara dan keluarga semua. Saya sangat berharga dimata mereka.19

3.2.3.1. Memaknai Penderitaan (Meaning in Suffering)

Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia maupun derita, karena hidup manusia tidak selamanya menyenangkan. Penderitaan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, karena eksistensi manusia senantiasa berkisar antara senang dan susah, tertawa dan menangis, menderita dan bahagia. Dalam pemahaman Frankl bahwa makna hidup selalu ada dalam semua situasi, bahkan dalam kehidupan terburuk sekali pun. Menurut Frankl makna dalam sebuah penderitaan merupakan sebuah kekuatan utama dalam kehidupan manusia dalam menghadapi/menyikapi penderitaan, diperlukan satu sikap yang tepat. Suatu sikap nilai yang menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, keberanian, segala

19 Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(18)

78

bentuk penderitaan yang tidak mungkin dihindarkan lagi. Itu berarti jika kita tidak dapat merubah keadaan yang tragis yang kita hadapi, ubahlah sikap kita terhadap keadaan tersebut supaya tidak jatuh ke dalam keputusasaan.

Subjek G, memaknai penderitaan sebagai ujian dari Tuhan. Dengan demikian dia dapat hidup lebih baik. Lebih baik melayani, pola makan, dan menjaga kesehatan. Demikian subjek G menuturkannya: Ketika saya sakit gagal ginjal kronik saya dapat menahan nafsu untuk tidak makan daging babi (mangorom mangallang jagal babi) dan lebih banyak makan vegetarian supaya tubuh sehat. Sekarang saya bertambah semangat untuk hidup dan lebih baik melayani di jemaat, karena masih banyak kemampuan/talenta yang belum saya sampaikan kepada jemaat selama ini. Saya bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan karena masih memberi kesempatan untuk hidup.20

Subjek T, memaknai penderitaan setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Subjek T penderitaan yang dia alami membuat dia bertobat, dan mengubah, segala yang negatif ke positif. Sebelumnya subjek T tidak perduli kepada semua orang, tetapi setelah menderita gagal ginjal kronik berubah menjadi orang yang perduli, rajin sholat, hidup disiplin, dan dapat menahan hawa nafsu. Demikian subjek T menuturkannya: Dulu saya orangnya cuek bangat, sekarang sudah perduli kepada orang lain, dulu saya jarang sholat, sekarang menjadi rajin sholat, dapat menahan nafsu terhadap makanan yang dapat mengganggu kesehatan saya. Mematuhi aturan diet dari dokter, karena saya tidak

20

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(19)

79

dapat buang air kecil secara normal. Bersyukur pada Allah karena masih diberi kesempatan untuk hidup dan kesehatan sampai hari ini. 21

Subjek U telah mengalami gagal ginjal kronik selama empat tahun dan menjalani cuci darah selama empat tahun memaknai penderitaan untuk semakin dekat kepada orang tua dan saudaranya. Tuhan masih memberi kesempatan untuk hidup. Menurut subjek U, kesempatan yang diberikan Tuhan kepadanya dipergunakan untuk memperbaiki segala yang tidak baik. Demikian subjek U menuturkannya: Hikmah dari penderitaan ini kepada saya sangat banyak. Saya sadar bahwa ternyata teman saya selama ini hanya teman untuk senang saja tetapi ketika menderita mereka tidak ada yang perduli. Saya baru menyadari bahwa cinta yang tulus adalah cinta orang tua kepada saya bukan teman-teman. Ketika saya sakit merekalah yang merawat saya. Hal ini membuat saya semakin dekat dengan orang tua dan saudara. Saya bersyukur kepada Tuhan yang masih memberi kesempatan untuk hidup dan kesempatan ini saya pergunakan untuk merubah sikap negatif menjadi positif. Maka Saya jalani saja hidup ini seperti air mengalir.22

Subjek C, yang hidup lebih lama dari prognosis medis dapat memaknai penderitaan dalam hidupnya. Penderitaan yang dia alami tidak menghalanginya untuk memaknai hidup. Walaupun subjek C menderita tetapi dia tetap semangat untuk hidup dan sudah siap kapan pun dipanggil Tuhan. Disamping itu Subjek C juga mampu memberi motivasi kepada orang-orang yang baru menjalani cuci darah supaya tetap semangat. Demikian subjek C menuturkannya: Banyak hikmah

21

Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

22

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 09.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(20)

80

yang dapat dipelajari dari penderitaan ini. Penderitaan ini membuat saya bertambah semangat untuk hidup ketika melihat orang tua yang sedang menjalani cuci darah di Rumah Sakit ini penuh semangat dalam menjalani hidup. Apalagi saya yang masih muda dibandingkan dengan mereka. Mereka saja kuat, mengapa saya tidak. Saya cuci darah ke Rumah Sakit ini tidak diantar keluarga tetapi berangkat bersama teman-teman atau rombongan sesama penderita gagal ginjal. Syukur pada Allah masih memberi kesempatan kepada saya untuk hidup. Karena itu waktu dan kesempatan ini, saya pergunakan untuk yang baik. Sekarang Saya mempunyai tujuan hidup yang jelas, sebelumnya tidak. Saya dapat mensyukuri semua ini karena Tuhan telah menentukan jalan hidup setiap orang. Soal kematian bukan manusia atau dokter yang menentukan tetapi Tuhan. Itu terbukti banyak orang yang sehat meninggal secara tiba-tiba. 23

Subjek S yang telah menjalani cuci darah selama 12 tahun 6 bulan, dapat memaknai penderitaan dalam hidupnya. Ketika dia masih kecil orang tuanya bercerai, kemudian saat dia berumur 14 tahun dia mengalami gagal ginjal kronik. Namun hal itu tidak menghalangi subjek S memaknai penderitaan setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Makna penderitaan bagi subjek S adalah bahwa hidup ini ada ditangan Tuhan bukan ditangan dokter atau manusia. Penderitaan ini membuat subjek S dewasa, bertambah semangat untuk hidup, rajin sholat dan berbuat baik. Demikian subjek S menuturkannya: Banyak hikmah yang ditemukan dari penderitaan ini. Hidup ini di tangan Tuhan bukan ditangan manusia apalagi di tangan dokter. Dokter juga manusia sama seperti saya, dia bukan Tuhan. Dulu saya telah divonnis mati setelah menjalani cuci darah 2 tahun, ternyata saya sudah

23

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(21)

81

menjalani cuci darah selama 12 tahun 6 bulan saya belum mati. Bahkan saya melihat banyak juga yang sehat meninggal secara tiba-tiba. Penderitaan ini membuat saya menjadi mandiri, menjadi dokter atas diri sendiri, dan saya mempunyai motto hidup 4 S yaitu Semangat, Sholat, Sabar, Sehat. Saya bersyukur kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan untuk hidup, karena itu hidup ini saya pergunakan untuk Tuhan. Masa lalu tidak perlu disesali yang penting masa sekarang, karena itu saya jalani saja hidup ini.24

Subjek H, yang telah menjalani cuci darah selama 5 tahun dapat memaknai penderitaan setelah hidup lebih lama dari prognosis medis. Penderitaan tidak menghalangi subjek H menemukan makna hidup. Subjek H menemukan banyak makna dalam penderitaannya. Penderitaan membuatnya semakin dekat dengan orang tua, keluarga, dan saudara-saudaranya, mempunyai tujuan hidup yang jelas, berubah ke arah yang positif, rajin sholat, dan mampu menahan diri. Demikian subjek H menuturkannya: Penderitaan yang terjadi dalam hidup saya dapat saya terima karena semua ini saya sadari karena perbuatanku sendiri. Banyak hikmat yang saya dapat. Saya menjadi dekat dengan orang tua dan saudaraku. Sekarang saya takut berbuat jahat. Sekarang sudah rajin sholat apa lagi mendengar Azhan Magrib saya berkata “Ya Allah” kalau dulu dengar Azhan Magrib eh..hare-hare (hare-hare bahasa sunda yang artinya bodoh amat). Saya mau berubah ke arah positif dan meninggalkan semua yang negatif. Bersyukur kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Kesempatan ini saya pergunakan untuk merubah hidup saya kepada yang lebih baik. Sekarang tujuan hidup saya menjadi jelas dan saya berkomitmen untuk menyelesaikan kuliah. Di Rumah Sakit saya

24

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(22)

82

dapat memberi support kepada teman-teman yang masih muda yang baru menjalani cuci darah, supaya mereka tetap semangat menjalani hidup.25

3.2.3.2. Memaknai Cinta.

Dalam cinta terjadi sebuah penerimaan akan keberadaan yang dicintai. Frankl mengatakan mencintai melambangkan masuknya ke dalam hubungan dengan orang lain sebagai makhluk spiritualitas. Hubungan yang dekat dengan aspek-aspek spiritual seorang teman merupakan bentuk persekutuan puncak yang dapat dicapai. Orang yang dicintai tidak lagi menggerakkan dalam fisiknya dan tidak juga dikemudikan oleh emosinya tetapi bergerak dalam inti spiritualnya. Cinta merupakan masuknya dalam hubungan langsung dengan kepribadian yang dicintai dengan keunikan dan kesatuan orang yang dicintai. Dicintai dan diterima adalah jalan menuju perasaan yang sehat dan berharga, sebaliknya tanpa cinta menimbulkan kesia-siaan, kekosongan, dan kemarahan. Selanjutnya Carl Rogers mengatakan bahwa cinta adalah “keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati.”

Subjek G memaknai cinta sebagai pendorong untuk semangat menjalani kehidupan. Cinta isteri, warga jemaat, dan perkumpulan marga sangat berarti bagi subjek G. Demikian subjek G menuturkannya: Cinta isteri yang selalu setia mengantarkan dan menunggu selama menjalani cuci darah di Rumah Sakit, doa-doa jemaat, dan punguan marga (perkumpulan marga), membuat saya merasa dihargai dan semangat hidup karena mereka memperdulikan dan mengasihi saya. Jemaat dan punguan marga selalu datang ke rumah untuk melihat keadaan saya,

25

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(23)

83

berbeda dengan majelis jemaat yang selalu merendahkan saya karena saya sudah gagal ginjal dan menjalani cuci darah, mereka (majelis) tidak perduli dengan saya.26

Subjek T, memaknai cinta sebagai pendorong semangat untuk hidup dan menambah kesehatan kepada dirinya. Demikian subjek T menuturkannya: Suami semakin sayang kepada saya selama sakit gagal ginjal kronik ini. Dia sangat mengerti keadaan saya, dia mengantar dan menunggu saya di Rumah Sakit. Dia tidak bekerja saat saya menjalani cuci darah 2 kali seminggu selama 5 jam setiap cuci darah. Cinta anak-anak saya membuat saya semakin bertambah sehat dan semangat untuk hidup. Mereka sangat perhatian kepada saya.27

Subjek U, memaknai makna cinta sebagai pendorong dan semangat untuk hidup. Cinta yang tulus dari orang tua dan saudara subjek U, membuat dia merasa dihargai dan tidak merasa dihukum. Demikian subjek U menuturkannya: Cinta yang tulus dari orang tua dan saudara membuat hidup saya berarti. Mereka menerima saya walaupun telah melukai dan menyakiti mereka sebelumnya. Mereka tidak menghakimi saya, hal ini membuat saya semangat untuk menjalani hidup ini.28

Subjek C, memaknai cinta sebagai pemberi semangat untuk hidup. Cinta isteri memberi makna bagi hidupnya, sehingga subjek C berusaha menyenangkan isterinya melalui tidak mau merepotkan isteri, misalnya mengantar ke Rumah Sakit, patuh pada aturan dokter supaya tetap sehat. Demikian subjek C

26

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

27 Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

28

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(24)

84

menuturkannya: Isteri saya sangat mencintai, menyayangi, dan mendukung saya, Dia sabar dan memahami saya. Cinta kasih isteri dan orang tua memberi support bagi saya dalam menjalani hidup ini. 29

Subjek S, memaknai makna cinta sebagai pemberi semangat dalam hidupnya. Cinta dari keluarga khususnya tempat dia bekerja membuat hidupnya dihargai dan berharga. Demikian subjek S menuturkannya: Cinta keluarga dan dokter pemilik klinik tempat saya bekerja membuat saya semangat untuk hidup. Khususnya tempat klinik dimana saya bekerja sangat mengasihi, memperhatikan dan mengerti situasi dan kondisi saya. Dokter pemilik klinik tempat saya bekerja banyak memberi nasihat kepada saya bagaimana kita menjalani hidup ini. Maka saya mampu menjalani hidup ini apa adanya, dan yang penting tetap semangat.30

Subjek H, memaknai cintai sebagai kekuatan dalam hidupnya. Cinta orang tua, saudara, keluarga membuat subjek H dapat bertahan hidup dan selalu semangat. Orang tua dan keluarga masih mencintainya walaupun selama ini subjek H telah menyakiti mereka. Demikian subjek H menuturkannya: Cinta orang tua dan keluarga sangat berarti bagi saya, mereka tulus mencintai saya bukan seperti teman-teman saya yang menerima saya ketika mempunyai banyak uang dan sehat. Orang tua dan keluarga tetap menerima saya, walaupun mereka telah saya bohongi, sakiti, tidak menghiraukan, tetapi mereka tetap menerima saya tanpa menghakimi saya. Saya merasa berharga. Hal itu membuat saya semangat

29

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

30

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit Khusus Ginjal, Bandung.

(25)

85

hidup dan berusaha untuk berubah dari yang negatif ke positif, dan saya semakin sayang kepada mereka.31

3.2.3.3. Memaknai Kerja.

Makna hidup bukanlah untuk dipertanyakan tetapi untuk dijawab. Jawaban tidak hanya diberikan lewat kata-kata tetapi yang utama adalah yang dapat memberikan makna kepada kehidupan seseorang biasanya terkandung dalam pekerjaan seseorang.

Subjek G, memaknai pekerjaan sebagai tanggungjawab dalam hidupnya. Walaupun telah menderita gagal ginjal kronik, subjek G tetap bekerja. Demikian subjek G menuturkannya: Awal-awal saya sakit ginjal, masih tetap mengajar mahasiswa, tetapi karena jaraknya sangat jauh akhirnya saya tidak rutin lagi. Namun pekerjaan di gereja saya terus kerjakan, sermon, rapat majelis, persekutuan rumah tangga, kotbah, dan pemeriksaan keuangan. Saya menemukan makna hidup saya di dalam tugas pelayanan ini, dapat memberikan segala talenta yang saya miliki pada saat ini yang sebelumnya saya tidak pernah berikan.32

Subjek T, memaknai kerja sebagai makna hidup. Dengan bekerja dia bahagia, dan tidak merasakan penyakitnya. Demikian subjek T, menuturkannya: Enak sekali mengajar anak TK ada bawang putih dan bawang merah. Mereka semua lucu-lucu. Saya sangat senang bersama mereka. Saya lupa dan tidak

31

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

32

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(26)

86

merasakan penyakit saya. Ketika mereka lari dan senam saya ikut juga seperti mereka. Saya sangat senang dengan pekerjaan ini dan menemukan makna hidup.33

Subjek U, memaknai pekerjaan sebagai tanggungjawab. Dia tetap bekerja walaupun menderita gagal ginjal kronik. Ketika tiba saat untuk cuci darah subjek U tidak bekerja seperti biasanya. Demikian subjek U menuturkannya: Saya tetap bekerja seperti sebelum saya mengalami gagal ginjal kronik.. Bekerja untuk kebutuhan hidup. Bekerja merupakan makna hidup bagi saya, karena walaupun saya sakit tetapi saya masih tetap bekerja.34

Subjek C, memaknai pekerjaan sebagai tanggungjawab. Dia tetap bekerja walaupun tidak seperti sebelumnya. Sejak mengalami sakit gagal ginjal kronik, Subjek C tidak dapat bekerja sesempurna sebelumnya. Subjek C bekerja untuk membantu orang tua. Demikian subjek C menuturkannya: Saya tidak dapat bekerja seperti yang dulu khususnya pekerjaan yang berat, namun saya tetap bekerja untuk menolong orang tua saya.35

Subjek S, memaknai kerja sebagai makna hidup. Walaupun sakit dia tetap bekerja. Penyakit tidak menghalanginya untuk bekerja namun tidak sesempurna sebelumnya. Demikian subjek S menuturkannya: walaupun saya sudah menjalani cuci darah selama 12 tahun 6 bulan, saya tetap bekerja sebagai karyawan di salah satu klinik dokter. Dalam pekerjaan juga saya temukan makna hidup. Pemilik klinik bager bangat (baik sekali), dan menerima saya apa adanya, dan ya

33

Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

34 Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

35

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 07.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(27)

87

mengerjakan apa yang dapat saya kerjakan. Saya sangat senang bekerja di klinik itu36.

Subjek H, memaknai pekerjaan sebagai tanggungjawab. Dia mempunyai tanggungjawab untuk menyelesaikan perkuliahannya. Demikian subjek H menuturkannya: Saya tetap meneruskan perkuliahan yang telah tertunda selama ini. Saya akan menyelesaikan perkuliahan sampai selesai sebagai tanggung jawab kepada orang tua. 37

3.3. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Penemuan Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Hidup Lebih Lama Dari Prognosis Medis.

Dari hasil penelitian dan observasi langsung di lapangan ada beberapa faktor yang memengaruhi penemuan makna hidup pasien yang gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis.

3.3.1. Faktor Sosial (Keluarga)

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap yang sakit/penderita. Orang sakit memandang bahwa orang yang mendukung selalu siap memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Bondan bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal yang diberikan oleh keluarga kepada pasien berupa perhatian

36

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung

37

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(28)

88

(perasaan suka, cinta, dan empati), bantuan instrumental (barang dan jasa), informasi dan penilaian (informasi yang berhubungan dengan self evaluation).38

Dukungan keluarga terhadap pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa (cuci darah) akan menimbulkan pengaruh positif bagi kesejahteraan fisik maupun psikis. Seseorang yang mendapat dukungan akan merasa diperhatikan, disayangi, merasa berharga dapat berbagi beban, percaya diri, dan menumbuhkan harapan sehingga mampu mencegah atau mengurangi stress, yang pada akhirnya akan mengurangi depresi.

Dukungan keluarga terhadap pasien gagal ginjal yang sedang menjalani terapi hemodialisa lebih tahan terhadap pengaruh psikologis dari stressor lingkungan dari pada individu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga. Sumber dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti.

Subjek G, faktor pertama yang memengaruhi penemuan makna hidup dipengaruhi oleh dukungan keluarga (isteri, suami, anak, cucu, warga jemaat, dan perkumpulan semarga/punguan marga), kumpulan marga (punguan marga). Demikian subjek G menuturkannya: Kasih sayang isteri, yang tidak pernah bosan mengantar ke Rumah Sakit, menunggu sampai selesai cuci darah selama 5 jam, dia berada di sampingku, dan membawa pulang ke rumah setelah cuci darah, anak-anak yang memberi dukungan, doa dan perhatian warga gereja dan punguan marga (kumpulan marga) membuat saya semangat untuk hidup dan menemukan

38

Bondan,(2006). Penerapan Komunikasi Terapeutik Untuk Mengoreksi Perilaku klien.

(29)

89

makna hidup. Punguan marga (perkumpulan semarga) dan warga jemaat selalu datang membesuk dan mengunjungi saya.39

Subjek T, faktor pertama yang memengaruhi penemuan makna hidupnya dipengaruhi oleh faktor keluarga (suami dan anak-anak) nya. Demikian subjek T menuturkannya: Suamiku yang semakin mencintaiku dan memahami saya, mengantar ke Rumah Sakit, menunggu sampai selesai cuci darah selama 5 jam, berusaha untuk selalu membuat saya senang, mengingatkan saya dalam pola makan dan minum karena harus diet, karena kalau kelebihan minum tidak baik karena saya tidak dapat buang air kecil lagi. Anak-anakku yang selalu mengasihi dan memberi semangat dengan mengatakan mama harus semangat dan sehat, membuat saya semangat hidup dan menemukan makna hidup.40

Subjek U, faktor pertama yang memengaruhi penemuan makna hidup dipengaruhi oleh faktor keluarga (orang tua dan saudara) nya yang menerima dia apa adanya. Demikian subjek U menuturkannya: Ternyata kasih sayang orang tua dan saudara saya yang benar-benar tulus bukan orang lain. Kasih sayang yang tulus membuat saya semangat hidup dan menemukan makna hidup.41

Subjek C, faktor pertama yang memengaruhi dalam penemuan makna hidup dipengaruhi oleh faktor keluarga (isteri, orang tua dan saudara). Demikian subjek C menuturkannya: Isteriku sangat mendukung saya dan mencintai saya walaupun saya begini. Disamping itu juga orang tua dan saudara turut juga

39 Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

40

Wawancara, hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

41

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 09.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(30)

90

memberi dukungan kepada saya supaya saya semangat. Kasih sayang dan cinta mereka membuat saya semangat dan menemukan makna hidup.42

Subjek S, faktor petama yang memengaruhi menemukan makna hidupnya dipengaruhi oleh faktor keluarga (orang tua, dokter pemilik klinik tempat dia bekerja). Demikian subjek S menuturkannya: Perhatian orang tua dan juga dokter pemilik klinik tempat bekerja membuat saya semangat hidup dan menemukan makna hidup. Dokter pemilik klinik selalu memperhatikan dan memahami keadaan saya. Dia selalu memberi wejangan-wejangan, bagaimana kita menjalani hidup dan tetap memakai rumus hidup 4S Sholat, semangat, Sehat dan Sabar. Ketika tiba waktu jadwal cuci darah ke Rumah Sakit dia selalu memberi ijin dengan tulus kepada saya.43

Subjek H, faktor pertama dan utama yang memengaruhi penemuan makna hidup dipengaruhi oleh faktor keluarga (orang tua dan saudara kandung). Demikian subjek H menuturkannya: walaupun saya sudah menyakiti, membohongi, dan tidak menghiraukan orang tua beserta saudara saya sejak SMA sampai kuliah, tetapi mereka masih menerima dan mengasihi saya. Orang tua dan keluarga selalu memberi semangat kepada saya. Orang tua, saudara, paman, kakek, nenek, semua perhatian dan selalu mendoakan, saya merasa berharga dan menemukan makna hidup di dunia ini.44

42

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

43 Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

44

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul, 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(31)

91 3.3.2. Faktor Religiusitas.

Religiusitas adalah kualitas penghayatan, sikap dan kecenderungan perilaku beragama berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakini. Religiusitas sangat penting dimiliki semua orang karena dengan menjadi manusia yang religius seseorang memiliki pandangan yang positif dalam hidup. Religiusitas juga sangat diperlukan oleh pasien gagal ginjal kronik karena dapat memotivasi mereka dalam menjalani hidup. Religiusitas memegang peranan penting untuk mempertahankan hidupnya, karena pasien gagal ginjal kronik harus bergantung pada terapi medis seperti hemodialisa (cuci darah), rutinitas yang membosankan, biaya yang tinggi, dan risiko kematian yang cukup tinggi turut berdampak pada masalah-masalah psikologis seperti stres, cemas, depresi dan putus asa. Frankl mengatakan bahwa orang yang berhasil mengatasi penderitaan adalah murni hasil batin dan kebebasan batin ini disebut sebagai kebebasan spiritual yang tidak dapat dibuang, dan membuat hidup lebih bermakna dan bertujuan.45

Kondisi sulit yang tidak dapat dihindari lagi oleh pasien menuntut kearifan dalam menyikapi secara positif penderitaan yang dialaminya. Frankl mengatakan jika kita tidak dapat mengubah situasi kehidupan kita maka kita dapat mengubah cara pandang kita terhadap situasi hidup kita.46 Untuk itu penting bagi pasien memaknai hidup agar tetap dapat mewujudkan diri menjadi manusia yang memiliki tujuan hidup dan penuh arti, sehingga tetap merasakan adanya kebahagiaan dalam penderitaan yang dialaminya. Pasien gagal ginjal yang memiliki religiusitas yang baik cenderung bisa menerima keadaan yang terjadi

45 Viktor,E. Frankl, Logoterapi Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi,

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006), 75.

46

H. D, Bastaman, LOGOTERAPI Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih

(32)

92

pada dirinya. Menurut pasien hemodialisa di Rumah Sakit Khusus Ginjal R. A. Habibie, yang hidup lebih lama dari prognosis medis, dengan kondisi yang sulit karena harus bergantung pada terapi rutin yang harus mereka jalani dan penuh dengan resiko kematian yang cukup tinggi membuat mereka lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga mereka mempunyai motivasi untuk hidup dan memandang hidup lebih berarti/bermakna.

Mereka memandang semua yang terjadi pada dirinya adalah ujian yang harus mereka jalani dengan demikian hidup mereka lebih bermakna karena mampu mensyukuri semua yang terjadi. Sejauh mana individu memaknai secara positif kehidupannya sangat terkait dengan nilai-nilai religius yang dijadikan pedoman hidup olehnya. Individu yang berserah diri kepada penciptanya cenderung lebih menerima keadaan diri. Individu yang mensyukuri segala hal yang terjadi pada dirinya akan dapat merasakan kesenangan dalam penderitaan, keyakinannya terhadap derita yang dialaminya merupakan kehendak sang pencipta memungkinkan dirinya untuk memanjatkan doa-doa untuk meringankan deritanya.

Bastaman mengemukakan bahwa ibadah merupakan salah satu metode untuk menemukan makna hidup.47 Ibadah juga dapat digunakan sebagai terapi bagi seseorang dalam menemukan makna hidup. Ibadah disini bukan hanya berbentuk ritualitas yang rutin dilakukan, melainkan juga hal-hal kecil yang dapat memberi sugesti pada seseorang akan nilai-nilai kehidupan. Religiusitas memiliki kekuatan memotivasi diri dalam segi pemikiran dan emosi dalam menghadapi makna dan tujuan hidup.

47 H. D, Bastaman, Ibid. 69

(33)

93

Selain faktor keluarga, faktor religiusitas juga turut memengaruhi subjek G dalam penemuan makna hidup. Subjek G adalah seorang sintua di salah satu gereja di kota Bandung. Kondisi hidupnya membuat subjek G semakin bersandar kepada Tuhan dan memanjatkan doa-doa untuk kekuatan dan kesehatannya. Menurut subjek G, penyakit yang dia alami merupakan ujian dari Tuhan, karena itu bersyukur kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan untuk hidup.

Demikian subjek G menuturkannya: Penyakit gagal ginjal ini merupakan ujian dari Tuhan, karena itu saya bersyukur kepada Tuhan karena masih memberi kesempatan untuk hidup. Saya berdoa supaya saya dikuatkan dan diberi hahipason (kesehatan) oleh Tuhan. Tanpa Tuhan saya tidak mampu hidup, karena penderitaanku berton-ton. Selain penyakit gagal ginjal ini, masih banyak pergumulan yang lain. Anakku juga meninggal karena sakit gagal ginjal, pernah tabrakan, sudah 5 kali mengalami krisis (hampir mati) tetapi Tuhan masih sayang kepada maka saya masih hidup sampai sekarang.Maka saya bersyukur dan inang pendeta juga doakan saya.48

Subjek T, menemukan makna hidup selain karena dorongan keluarga juga dipengaruhi faktor religiusitas. Sebelumnya Subjek T, kurang beribadah kepada Tuhan dan jarang sholat. Tetapi setelah hidup lebih lama dari prognosis dokter subjek T meningkatkan keimanannya kepada Tuhan. Hemodialisa (cuci darah) seumur hidup membuat subjek T semakin bersandar kepada Tuhan. Subjek T, memahami bahwa penyakit gagal ginjal merupakan ujian dari Tuhan, karena itu subjek T bersyukur pada Tuhan karena masih memberi kesempatan untuk hidup.

48

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit Khusus Ginjal, Bandung.

(34)

94

Demikian subjek T menuturkannya: Saya bersyukur pada Allah yang masih memberi kesempatan untuk hidup. Segalanya saya serahkan kepadaNya. Penyakit gagal ginjal adalah ujian dari Allah karena itu jalani saja. Soal kematian ada di tangan Allah bukan di tangan manusia. Karena itu sekarang saya sudah rajin sholat, dan menerima keadaan ini.49

Subjek U menemukan makna hidup selain dipengaruhi oleh faktor keluarga juga dipengaruhi faktor religiusitas. Sebelumnya Subjek U, kurang beribadah kepada Tuhan dan sangat jarang menjalankan sholat. Tetapi setelah gagal ginjal kronik subjek U mengalami perubahan dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Hemodialisa (cuci darah) membuat subjek U semakin bersandar kepada Tuhan. Penyakit gagal ginjal dia pahami sebagai peringatan dan Ultimatum dari Tuhan untuk bertobat. Demikian subjek U menuturkannya: Saya masih bersyukur pada Tuhan karena masih memberi kesempatan untuk hidup. Kesempatan ini saya pakai memperbaiki diri. Saya bersyukur karena masih makanan dan minuman yang dibatasi, bukan umur saya. Hemodialisa (cuci darah) saya anggap saja seperti wisata dan Rumah Sakit ini sudah saya anggap rumah kedua. Penyakit gagal ginjal ini adalah peringatan dan ultimatum dari Tuhan supaya saya bertobat. Saya semakin bersandar kepada Tuhan dan menyerahkan hidup kepadaNya. Sekarang saya sudah mempunyai tujuan hidup yang jelas. Saya jalani hidup ini sebagaimana mestinya. Saya sudah dapat menerima dengan tulus ikhlas keadaan ini.50

49 Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

50

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(35)

95

Subjek C, menemukan makna hidup selain dipengaruhi oleh faktor keluarga, juga dipengaruhi faktor religiusitas. Sebelumnya Subjek C, jarang beribadah atau sholat, namun setelah menderita gagal ginjal kronik subjek C semakin rajin sholat dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hemodialisa (cuci darah) seumur hidup membuat subjek C semakin dekat dengan Tuhan. Subjek C menerima keadaannya sebagai takdir dari Allah. Tuhan telah menentukan jalan hidup setiap orang. Semakin bersandar pada Tuhan semakin termotivasi berbuat baik. Subjek C menerima keadaannya dengan tulus ikhlas dan bersedia kapan pun dipanggil oleh Tuhan. Demikian subjek C menuturkannya: Saya bersyukur kepada Tuhan karena masih memberi kesempatan untuk hidup. Saya sudah dapat menerima keadaan saya seperti ini. Semakin saya bersyukur penderitaan semakin ringan. Kapan pun saya sudah bersedia dipanggil Tuhan.Kesempatan ini membuat saya semakin termotivasi untuk berbuat baik dan tujuan hidup semakin jelas, karena kematian sudah semakin dekat.51

Subjek S menemukan makna hidup selain faktor keluarga juga dipengaruhi faktor religiusitas. Subjek S semakin dekat dengan Tuhan dan menyerahkan hidupnya secara total kepada Tuhan. Gagal ginjal kronik dipahami sebagai cobaan dari Tuhan. Demikian subjek S menuturkannya: Bersyukur kepada Allah karena masih memberi kesempatan untuk hidup. Karena itu jalani saja hidup ini. Jika Allah memberi coban pasti Allah memberi jalan keluar. Soal kematian mutlak urusanTuhan bukan manusia atau dokter. Karena itu tidak perlu dipikirkan, dan jalani saja hidup ini. Berbuat baik, sabar, semangat, dan membaca

51

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(36)

96

Alquran dan praktikkan artinya, akhirnya kita menjadi ahli waris sorga, yang penting lihat ke depan bukan ke belakang.52

Subjek H, menemukan makna hidupnya selain faktor keluarga juga dipengaruhi faktor religiusitas. Sebelumnya subjek H tidak pernah sholat bahkan membenci kegiatan sholat. Namun setelah mengalami gagal ginjal kronik subjek H, semakin takut kepada Tuhan dan mendekatkan diri dan bersandar pada Tuhan. Demikian subjek H menuturkannya: Saya bersyukur kepada Tuhan yang masih memberi kesempatan untuk hidup. Penyakit gagal ginjal ini adalah cambuk dari Tuhan, maka saya mengaku dosa kepada Tuhan dan mohon ampun. Masa lalu saya semuanya hitam. Allah saja yang dapat membersihkan semua yang hitam itu. Kalau saya dibatasi makan dan minum karena penyakit ini, itu tidak apa-apa, yang penting Tuhan tidak membatasi umur saya. Buktinya saya masih hidup sampai sekarang, teman saya yang sehat ada yang sudah meninggal lebih dahulu dari saya. Saya bersyukur karena saya hanya cuci darah daripada saya buta? Maka sekarang saya harus hidup benar dan berkata tidak pada semua yang tidak baik. Lebih baik mantan penjahat dari pada mantan orang baik.53

3.3.3. Faktor Motivasi Diri (Semangat Untuk Hidup)

Selain faktor sosial (keluarga) dan religiusitas, faktor motivasi diri juga turut memengaruhi penemuan makna hidup pasien gagal ginjal kronik yang hidup lebih lama dari prognosis medis. Ketiga faktor ini saling kait mengkait dalam

52 Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung. 53

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit Khusus Ginjal, Bandung.

(37)

97

penemuan makna hidup. Sebagaimana dikatakan oleh Nietzche” He who knows a “why” for living, will surmount almost every “how”.54

Subjek G menemukan makna hidup selain dipengaruhi oleh faktor keluarga, religiusitas, semangat dari dalam diri juga turut memengaruhi penemuan makna hidupnya. Demikian subjek G menuturkannya: Kita harus semangat untuk hidup. Apa pun kata orang yang penting diri kita sendiri dan saya harus buktikan saya bisa dengan tetap semangat untuk hidup.55

Subjek T, menemukan makna hidupnya selain faktor keluarga dan religiusitas, faktor motivasi diri (semangat hidup) turut juga memengaruhinya. Demikian subjek T menuturkannya: Yang penting kita harus semangat untuk hidup. Kalau kita mempunyai semangat untuk tetap hidup kita akan sehat. Jadi motivasi dari dalam diri itu penting bukan hanya dorongan orang lain. 56

Subjek U, menemukan makna hidupnya selain faktor keluarga dan religiusitas, faktor motivasi diri (semangat untuk hidup) turut juga memengaruhi. Demikian subjek U menuturkannya: Dalam menjalani hidup ini perlu motivasi dari diri sendiri, yaitu adanya keinginan untuk hidup. Karena itu harus semangat menjalani hidup ini, maka kita akan tambah sehat.57

Subjek C, menemukan makna hidup selain faktor keluarga dan religiusitas juga dipengaruhi oleh faktor motivasi diri (semangat hidup) yaitu adanya keinginan untuk tetap hidup. Demikian subjek C menuturkannya: Intinya kita

54

H.D.Bastaman, LOGOTERAPI, Psikologi untuk menemukan Makna Hidup dan Meraih

Hidup bermakna, (Jakarta: Grapindo Persada, 2007), 87.

55

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 08.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

56 Wawancara, hari selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 10.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

57

Wawancara hari Senin, tanggal 14 April 2012, pukul 09.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(38)

98

harus mempunyai keinginan untuk hidup, dengan keinginan untuk hidup maka kita semangat menjalani hidup ini. Cuci darah tidak ada artinya kalau kita menggerutu tetapi kalau kita bersyukur dan semangat untuk hidup maka semuanya terasa ringan. Maka saya selalu memotivasi teman-teman yang baru cuci darah supaya tetap semangat dengan demikian kita menemukan makna hidup.58

Subjek S, menemukan makna hidupnya selain faktor dukungan keluarga dan religiusitas juga dipengaruhi oleh faktor motivasi diri (semangat untuk hidup). Keinginan untuk hidup membuat semangat untuk hidup. Demikian subjek S menuturkannya: Selain dukungan orang tua, kita harus mempunyai semangat hidup, apa pun dikatakan orang jika kita tidak mempunyai motivasi dari diri sendiri semua itu sia-sia. Semangat itu perlu dalam menjalani hidup. Dokter yang sebenarnya adalah diri kita sendiri. 59

Subjek H, menemukan makna hidupnya bukan hanya dipengaruhi oleh keluarga dan religiusitas tetapi juga faktor motivasi diri (semangat untuk hidup). Demikian subjek H menuturkannya: Motivasi diri untuk tetap semangat hidup sangat penting. Keinginan untuk hidup membuat kita semangat menjalani hidup. Maka saya selalu mengatakan kepada perawat di Rumah Sakit ini kalau ada yang baru menjalani cuci darah silakan tempat tidurnya berdekatan dengan saya.60

58

Wawancara hari Selasa, tanggal 15 April 2012, pukul 13.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

59

Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul 12.00, Lantai 2, Rumah Sakit

Khusus Ginjal, Bandung.

60 Wawancara hari Kamis, tanggal 17 April 2012, pukul, 15.00, Lantai 2, Rumah Sakit

(39)

99

Dari uraian di atas dapat dilsimpulkan bahwa penemuan makna hidup pasien gagal ginjal kronik faktor utama yang memengaruhi penemuan makna hidup adalah faktor sosial (keluarga dekat) kemudian faktor religiusitas dan motivasi diri (semangat untuk hidup). Ketiga hal ini saling kait-mengkait dan tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan.

(40)

100

Tabel.

PRINSIP DASAR LOGOTERAPI MENURUT VIKTOR, E. FRANKL

No Subjek Sex Status Umur Pekerjaan

Lama Hemodialisa / Tahun Kebebasan berkehendak Kehendak untuk bermakna Makna hidup 1 G Lk M 56 Dosen 5 Bebas tetapi terikat, gagal ginjal kronik adalah ujian dari Tuhan, sehingga diperlukan pertobatan. Ingin bermakna bagi gereja Makna hidup ada pada cucu.

2 T Pr M 44 Guru TK

5

Bebas tetapi terikat, gagal ginjal kronik adalah ujian dari Allah, sehingga perlu ada perubahan/pertob atan.

Ingin bermakna bagi suami, anak dan orang lain

Semakin dicintai dan disayangi suami dan anak-anaknya.

(41)

101 3 U Lk BM 25 Karyawan 4 Bebas tetapi terikat, gagal ginjal adalah peringatan dan Ultimatum dari Tuhan, maka perlu adanya pertobatan dan menghentikan segala yang jahat.

Ingin bermakna bagi orang tua dan saudara

Dicintai, disayangi dan diterima oleh orang tua dan keluarga denga tulus ikhlas sebagaimana dia ada. 4 C Lk M 32 Wiraswasta 10 Bebas tetapi terikat, gagal ginjal kronik adalah takdir dari Allah

Ingin bermakna bagi isteri.

Dicintai dan didukung oleh isteri dan orang tua juga saudara. 5 S Pr BM 27 Karyawan 12,6 Bebas tetapi terikat, gagal ginjal adalah cobaan dari Allah, sekarang perlu hidup yang benar. Ingin bermakna bagi Allah Disayangi dan dimengerti oleh keluarga khususnya dokter pemilik klinik tempat bekerja

(42)

102

Keterangan :Lk = Laki-laki, Pr = Perempuan, M= Menikah, BM= Belum Menikah

6 H Lk BM 25 Mahasiswa 5 Bebas tetapi terikat gagal ginjal adalah cambuk dari Allah, maka harus bertobat. Ingin bermakna bagi orang tua dan saudara juga keluarga

Dicintai, dan diterima oleh orang tua dan saudara apa adanya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum: memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).. Pembahasan:

Dalam makalah ini akan dibahas tara proses hidridasi logam paduan U- Th-Zr sedemikian rupa sehingga logam paduan padat tidak hancur menjadi serbuk yang diakibatkan

'empat tidur terbuka adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memasang perlengkapan tempat tidur tanpa sprei penutup. 'indakan ini dilakukan ika ada pasien baru dan

Ruang Lingkup pemakaian Pakaian Dinas ini adalahpemakaian pakaian Dinas untuk kegiatan Harian, Lapangan dan Upacara bagi PNS, PTT dan Pegawai Kontrak (Outsourcing) dilingkungan

Kerapatan tajuk hutan mangrove diperoleh dengan menggunakan hasil dari perhitungan NDVI, yang kemudian diklasifikasi menjadi 4 kelas, yaitu kerapatan jarang,

Dalam pendidikan sangat penting adanya sarana dan prasarana, yakni fasilitas yang seharusnya mendapat perhatian utama oleh setiap pengelola pendidikan. Sarana

Pengembangan modul biologi dengan berbasis karakter adalah salah satu upaya dalam mencegah bahayanya pergaulan bebas karena modul ini adalah salah satu bahan ajar yang

[r]