• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mempertahankan penumpang sebagai pengguna setia merupakan salah satu cara maskapai penerbangan untuk dapat bertahan pada situasi kompetitif saat ini. Persaingan yang sangat sengit antar maskapai penerbangan di Indonesia untuk meningkatkan keterisian pesawat memaksa setiap penerbangan melakukan usaha yang cukup keras mengingat hampir semua maskapai menawarkan produk yang sama, dengan harga tiket yang terjangkau. Persaingan harga disatu sisi memberikan keuntungan bagi konsumen, namun disisi lain merugikan perusahaan penerbangan karena menurunkan pendapatan.

Industri penerbangan di Indonesia berkembang pesat setelah diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1999 tentang angkutan udara, dimana kehadiran maskapai penerbangan dengan konsep low-cost (selanjutnya dalam tulisan ini menggunakan Low Fare Airlines) menjadi pemicu pertumbuhan penerbangan di tanah air. Perkembangan serta pertumbuhan industri penerbangan dapat dilihat dari sejumlah indikator antara lain pertumbuhan jumlah perusahaan penerbangan serta pertumbuhan jumlah penumpang yang cukup signifikan. Diawali dengan 4 maskapai penerbangan sebelum tahun 2000, saat ini tercatat 22 maskapai penerbangan yang memiliki ijin penerbangan regular. Jumlah penumpang meningkat dari 16.1 juta pada awal tahun 2000 menjadi 72.6 juta pada akhir tahun 2014. Pertumbuhan pasar penerbangan Indonesia dengan peningkatan jumlah penumpang mencapai di atas 20% per tahun berdampak pada terjadinya perubahan struktur pasar dan perilaku pelanggan (passenger behavior) sehingga mengubah pola dan tingkat persaingan dalam industri penerbangan (Ditjen Hubud 2007).

Tingginya persaingan pada pasar penerbangan serta terjadinya perubahan perilaku penumpang mengharuskan perusahaan menerapkan strategi mempertahankan pelanggan dengan keunggulan kompetitif melalui kualitas layanan yang superior, kualitas layanan memiliki dampak langsung terhadap kepuasan serta memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal adalah tujuan utama setiap bisnis termasuk bisnis penerbangan. Pemasaran kontemporer mengakui bahwa mendapatkan serta mempertahankan loyalitas pelanggan lebih penting daripada hanya memperoleh kepuasan (Agustin dan Singh 2005).

Penerbangan merupakan moda transportasi yang sangat dibutuhkan khususnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia, memiliki enam pulau besar serta ribuan pulau kecil lainnya, menjadikan penerbangan sebagai transportasi yang paling efisien untuk mengatasi hambatan geografis. Penerbangan merupakan moda transportasi perpindahan barang dan orang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan lebih cepat dan nyaman, karena jasa penerbangan memiliki keunggulan seperti kecepatan sangat tinggi dan dapat digunakan secara fleksibel, tidak terikat pada hambatan alam kecuali cuaca. Cerasani (2002) menyatakan bahwa penerbangan merupakan salah satu industri paling dinamis, dimana pasar

(2)

industri penerbangan tergantung pada struktur pasar, kebiasaan travel dan tipe pelanggan serta geografi wilayah.

Prospek industri penerbangan yang positif selain didukung oleh kondisi geografis dan demografi dengan jumlah penduduk terpadat ke-4 didunia, pertumbuhan penduduk kelas menengah, serta kehadiran maskapai penerbangan dengan konsep low-cost. Analis penerbangan di tanah air bahkan memperkirakan pertumbuhan jumlah penumpang udara di Indonesia pada tahun 2015 akan mencapai 100 juta penumpang sebagaimana prediksi pada Gambar 1 berikut ini.

Sumber : Dephub, Garuda Market Survey, Garuda Market Forecast (2013)

Gambar 1 Grafik prediksi pertumbuhan penumpang penerbangan domestik Indonesia

Namun terjadi suatu paradoks tersendiri ketika industrinya tumbuh dengan potensi pasar yang cukup besar, beberapa perusahaan penerbangan di Indonesia justru tutup atau bangkrut. Beberapa pakar menyatakan bahwa penyebab utama kegagalan disamping kesalahan manajemen beradaptasi terhadap perubahan lingkungan eksternal seperti regulasi, pertumbuhan ekonomi, sosial, politik, dan pasar, penyebab lainnya adalah ketidakmampuan perusahaan menjaga konsistensi kualitas layanan (Manurung 2010).

Berdasarkan penelitian Santorizki (2010) terhadap struktur pasar industri penerbangan domestik Indonesia dengan alat analisis yang digunakan (CR4), disimpulkan bahwa struktur pasar dalam industri maskapai penerbangan tergolong dalam Oligopoli Penuh. Berdasarkan indeks Herfindahl-Hirschman memiliki kisaran angka 0.1614-0.1964 yang berarti struktur industri maskapai penerbangan di Indonesia tidak berstruktur monopoli atau tidak mendekati 1, disimpulkan bahwa tingkat persaingan pada industri maskapai penerbangan di Indonesia sangat kompetitif.

Kompetisi antar maskapai ditandai dengan perubahan penguasaan pangsa pasar penerbangan domestik, penguasaan maskapai penerbangan yang mengalami perubahan cukup signifikan sejak tahun 2007. Peningkatan jumlah penumpang serta peningkatan market share maskapai Lion Air cukup signifikan, sebaliknya

(3)

penurunan pangsa pasar dialami oleh Garuda Indonesia sebagaimana Gambar 2 dibawah ini.

Sumber : Dephub

Gambar 2 Pangsa pasar penerbangan domestik Indonesia

Lion Air merubah struktur pasar yang selama ini dikuasai oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia, meskipun jumlah penumpang Garuda tetap meningkat akan tetapi terjadi penurunan penguasaaan pasar. Strategi harga murah, penetrasi pasar dengan membuka rute-rute baru serta peningkatan frekuensi penerbangan pada rute-rute padat, disertai penggunaan armada terbaru Boeing ER737 diduga menjadi penyebab semakin meningkatnya jumlah penumpang Lion Air. O'Connel and Williams (2005) menyatakan bahwa low-cost telah mengubah lingkungan kompetitif industri penerbangan melalui liberalisasi pasar yang berdampak signifikan terhadap pasar penumpang domestik yang sebelumnya dikuasai oleh operator Full Service Airline (FSA).

Garuda Indonesia, Lion Air dan Air Asia, adalah tiga maskapai yang dinilai paling kompetitif saat ini, pertumbuhan penumpang Lion Air dan Air Asia bahkan melebihi pertumbuhan jumlah penumpang Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan yang sudah cukup lama beroperasi di Indonesia, sehingga merubah peta market share yang selama ini dikuasai oleh Garuda Indonesia baik pada rute domestik maupun internasional sebagaimana Tabel 1, dibawah ini.

Tabel 1 Perbandingan jumlah penumpang tiga penerbangan periode 2011-2013 Tahun Penerbangan Dalam Negeri Penerbangan Luar Negeri

Garuda Lion Airasia Garuda Lion Airasia 2011 13.701.879 24.971.695 1.306.207 3.100.129 961.806 3.389.590 2012 15.304.472 29.441.502 2.170.705 3.469.313 1.474.213 3.934.269 2013 16.729.519 32.610.168 3.023.265 3.797.740 1.622.211 4.284.997 Sumber : Inaca annual report 2013

Persaingan pada prinsipnya menjadikan industri dapat tumbuh secara baik serta mampu mendorong iklim inovasi dan kinerja baik bagi perusahaan

(4)

penerbangan, akan tetapi penerbitan UU No.1 tahun 2009 yang bertujuan membuat deregulasi bagi regulasi sebelumnya, justru menjadi regulasi baru yang lebih ketat dan rijit sehingga menjadi anti persaingan atau anti competitive dan tidak mampu mendorong daya saing industri (Manurung 2010). Ada kecenderungan pasar penerbangan Indonesia semakin tidak kompetitif atau terkonsentrasi, tingginya barriers to entry bagi perusahaan baru karena mensyaratkan kepemilikan langsung 5 pesawat dan penguasaan 5 pesawat akan membutuhkan investasi yang cukup tinggi menjadi keniscayaan bagi new entrans masuk saat ini (Manurung 2010). Bentuk pasar yang berubah kearah oligopoli juga memaksa penerbangan yang tidak mampu melakukan efesiensi usaha akan tersingkirkan.

ASEAN Multilateral Agreement on Air Services (Open sky) merupakan salah satu bentuk perjanjian mengenai penerbangan yang digagas oleh negara-negara anggota ASEAN yaitu Brunei Darusalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Dalam kerja sama open sky, terdapat sekumpulan aspek kebijakan yang dilakukan secara berbeda, misalnya deregulasi kapasitas dan penghapusan kendali pemerintah atas harga yang ditetapkan, sehingga akan berdampak pada melonggarnya peraturan-peraturan dalam industri jasa transportasi udara. Secara khusus, open sky mendorong terjadinya kompetisi yang makin ketat antara maskapai-maskapai penerbangan, hal ini akan memungkinkan maskapai-maskapai dari negara ASEAN melayani rute-rute yang ada di sesama negara. Selain itu, adanya persetujuan open sky dapat memberi keleluasaan bagi para maskapai untuk mengembangkan rute-rute dan jaringan layanan yang mereka pilih (Forysth et al. 2004).

Masuk dan beroperasinya maskapai-maskapai penerbangan ASEAN di Indonesia akan menjadi tantangan sekaligus menjadi ancaman bagi penerbangan-penerbangan nasional. Penumpang maskapai penerbangan Indonesia berpeluang untuk berpindah ke maskapai-maskapai ternama di kawasan ASEAN, seperti Singapore Airlines, dan Thai Airways pada saat kebijakan ASEAN Open Sky (AOS) Policy 2015 diberlakukan. Fakta saat ini menunjukkan bahwa maskapai penerbangan Indonesia mengalami kesulitan bersaing dengan maskapai seperti Singapore Airlines. Maskapai-maskapai ASEAN ternama tersebut mengoperasikan pesawat dengan ukuran rata-rata jauh lebih besar sehingga mampu menerbangkan lebih banyak penumpang, dan merupakan maskapai-maskapai yang sudah mapan serta memiliki jaringan internasional yang luas (Whittle 2012).

Saha and Theingi (2009) menyatakan tumbuh pesatnya maskapai penerbangan low-cost telah menimbulkan keprihatinan tentang bagaimana kepuasan pelanggan terhadap layanan yang diberikan. Studi banding antara low-cost atau Low Fare Airlines (LFA) dan Full Service Airlines (FSA) yang dilakukan oleh Bamford and Xystouri (2005) menemukan bahwa kegagalan layanan seperti pembatalan penerbangan, pengalihan, penundaan, pemogokan dan sikap negatif karyawan lebih banyak terjadi pada maskapai LFA dibandingkan FSA. Walaupun penumpang low-cost memiliki harapan yang lebih rendah terhadap kualitas layanan yang mereka terima karena menyadari membayar lebih murah, akan tetapi kualitas layanan tetap akan menjadi pertimbangan penumpang saat memilih maskapai penerbangan.

(5)

Kualitas layanan menjadi faktor penting bagi maskapai untuk mengembangkan serta mempertahankan hubungan dengan pelanggan, Park, Robertson dan Wu (2004) menunjukkan bahwa banyak perusahaan penerbangan mengalami kesulitan dalam menggunakan skala yang tepat untuk mengevaluasi kualitas layanan serta penilaian untuk peningkatan kinerja layanan. Oleh karena itu penting bagi maskapai penerbangan mengetahui dimensi dan atribut layanan yang mampu menggambarkan kualitas layanan dan kepuasan yang dapat meningkatkan image maskapai dibenak pelanggan sehingga berdampak pada loyalitas.

Kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting bagi keberlanjutan perusahaan penerbangan, karena sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat keterisian pesawat (load factor) serta pangsa pasar (market share). Pelanggan yang loyal adalah tujuan utama setiap bisnis termasuk bisnis penerbangan, loyalitas terhadap maskapai penerbangan merupakan fenomena yang sangat kompleks karena banyak faktor yang melatar belakangi pelanggan menjadi loyal pada satu maskapai tertentu, bahkan secara lebih spesifik Forgas et al. (2010) menyatakan bahwa ada perbedaan anteseden loyalitas antara pelanggan maskapai LFA dengan FSA.

Beberapa penelitian tentang anteseden loyalitas konsumen penerbangan menyimpulkan bahwa faktor-faktor kualitas jasa yang ditawarkan, kepuasan konsumen, airline image, serta kepercayaan atas jasa yang diterima, atau bahkan preferensi konsumen terhadap suatu maskapai tertentu merupakan hal yang mempengaruhi keinginan konsumen untuk menggunakan kembali jasa dari suatu maskapai yang sama (Hellier et al.2002; Li dan Lee 2001). Beberapa tinjauan literatur layanan menunjukkan bahwa image memiliki efek positif dan signifikan terhadap kepuasan (Bloemer et al. 1998; Faullant et al. 2008; Clemes DH dan Gan 2009). Namun Chen dan Tseng (2010) menyatakan bahwa dibandingkan dengan kepuasan penumpang, image maskapai lebih berpengaruh signifikan terhadap loyalitas penumpang. Archana dan Subha (2012) menyatakan bahwa kegagalan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan dapat menghancurkan citra/image maskapai dan menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap loyalitas pelanggan.

Pendorong loyalitas akan berbeda untuk segmen pasar yang berbeda pula, oleh karena itu penerbangan perlu menggunakan pendekatan segmentasi metodologis yang valid dalam mengembangkan dan melaksanakan langkah-langkah yang disesuaikan bertujuan untuk meningkatkan loyalitas (Dolnicar 2003). Perusahaan yang menerapkan segmentasi pasar dapat menciptakan penawaran produk yang lebih selaras dan menetapkan harga yang sesuai bagi kelompok segmen tertentu, sehingga maskapai penerbangan harus terus menerus melakukan inovasi layanan selain harga yang cukup kompetitif agar mudah dibedakan dari maskapai lainnya.

Perusahaan penerbangan yang sudah ada saat ini juga perlu merancang pendekatan yang sistematis agar dapat menempati posisi (positioning) yang menonjol dan penting dalam pikiran konsumen dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Hal ini dapat diraih jika perusahaan memiliki keunikan serta adanya dimensi yang dianggap penting oleh konsumen dibandingkan dengan pesaing. Wen dan Chen (2010) menyatakan bahwa dalam menghadapi lingkungan persaingan yang semakin meningkat, maskapai penerbangan harus memposisikan

(6)

merek mereka dibenak konsumen, sehingga perusahaan mampu mendapatkan serta meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen untuk meraih keunggulan kompetitif. Bagi konsumen, setiap interaksi antara para pelanggan dengan maskapai penerbangan sangat mempengaruhi persepsi mereka terhadap maskapai dan posisi maskapai dalam benak mereka, dan hal tersebut merupakan komponen yang sangat vital dari keberhasilan strategi positioning karena terdapat suatu pemahaman yang sangat baik dari konsumen mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh maskapai penerbangan (Gursoy et al. 2005).

Menurut Ariyani et al. (2009), positioning merupakan usaha para pemasar untuk menanamkan image perusahaan atau produk kedalam benak konsumen. Perusahaan perlu mengetahui kemiripan yang ada antara produk perusahaan dengan produk pesaing. Tujuan dari positioning adalah untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dalam ingatan konsumen, suatu posisi seharusnya mampu menciptakan image yang positif dari konsumen yang membedakan maskapai yang satu dengan maskapai lainnya dan menggambarkannya sebagai maskapai yang mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan (Chacko 1997).

Maskapai penerbangan yang mampu melakukan segmentasi dan positioning dengan tepat dibandingkan pesaing-pesaingnya akan dapat memperoleh keunggulan kompetitif melalui diferensiasi pelayanannya (Surovitskikh 2007).

Perumusan Masalah

Perubahan lingkungan bisnis yang cepat dan persaingan yang semakin sengit serta sering terjadinya paradoks telah membuat tugas para pemasar menjadi semakin sulit. Perubahan teknologi dan kondisi makro ekonomi telah membuat perubahan demografi maupun gaya hidup pelanggan (Sumarwan 2011). Perubahan yang terjadi pada organisasi bisnis adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, dari dulu hingga saat ini. Kecepatan dan intensitas perubahan lingkungan tersebut pada umumnya berlangsung begitu cepat, penuh dinamika, dan turbulensi, seringkali bersifat diskontinyu, sehingga bukan saja menyulitkan, tetapi dapat mengancam keberlanjutan hidup suatu organisasi. Perubahan lingkungan (environmental change) dapat mengakibatkan tekanan pada organisasi untuk melakukan perubahan organisasional (organizational change). Ditengah kuatnya arus perubahan lingkungan, tanpa perubahan internal secara tepat dan signifikan, organisasi bisnis akan mengalami kesulitan, bahkan akan mati akibat perubahan itu sendiri.

Berdasarkan uraian latar belakang industri jasa penerbangan, permasalahan utama sebagai dasar dalam menetapkan tujuan penelitian ini dengan semakin ketatnya persaingan bisnis penerbangan baik persaingan antara perusahaan domestik maupun persaingan dengan maskapai ASEAN saat implementasi kebijakan open-sky pada tingkat ASEAN (Association of South-East Asian Nations) di tahun 2015, harus diantisipasi oleh operator dan regulator penerbangan agar industri penerbangan domestik mampu bersaing. Hal ini menuntut setiap perusahaan penerbangan meningkatkan daya saingnya melalui kualitas layanan yang superior dan integrasi beberapa faktor lainnya yang

(7)

mempengaruhi loyalitas pelanggan mengingat selain kepuasan, loyalitas pelanggan penerbangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya. Ketika pelanggan puas dan loyalitasnya meningkat pada satu maskapai tertentu mencegah penumpang beralih pada maskapai lainnya.

Peningkatan persaingan bisnis di industri penerbangan apabila tidak dilandasi dengan pemahaman tentang layanan berkualitas yang mampu meningkatkan kepuasan pelanggan, hal ini akan berdampak pada menurunnya kepercayaan penumpang terhadap maskapai penerbangan. Memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dapat menjadi strategi bersaing maskapai penerbangan, disamping meningkatkan kepuasan juga meningkatkan citra penerbangan di benak pelanggan.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan tersebut diatas, maka permasalahan manajemen yang menjadi prioritas untuk diteliti adalah:

1. Kemampuan maskapai penerbangan untuk mempertahankan keunggulan bersaing melalui kemampuan untuk melakukan segmentasi pasar dan positioning secara jelas.

2. Loyalitas konsumen agar dapat diketahui secara akurat dalam upaya meningkatkan kinerja dan keberlangsungan hidup maskapai penerbangan, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas konsumen.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah preferensi konsumen terhadap maskapai penerbangan serta atribut layanan mengarah pada segmentasi dan positioning yang berbeda diantara konsumen maskapai penerbangan?.

2. Bagaimanakah model loyalitas konsumen maskapai penerbangan Low Fare Airlines (LFA) dan Full Service Airlines (FSA) di Indonesia

Tujuan Penelitian

1. Melakukan kajian segmentasi serta positioning berdasarkan persepsi pelanggan maskapai penerbangan dengan menggunakan preferensi terhadap maskapai sebagai dasar segmentasi dan atribut layanan sebagai dasar positioning.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi anteseden loyalitas konsumen maskapai penerbangan domestik dan menganalisis hubungan antar faktor-faktor yang menjadi anteseden loyalitas konsumen penerbangan Low Fare Airlines (LFA) dan Full Service Airlines (FSA)

Manfaat Penelitian

1. Membantu perusahaan maskapai penerbangan menyusun strategi segmentasi pasar dan positioning yang efektif untuk lebih meningkatkan jumlah

(8)

konsumen sehingga perusahaan mampu mempertahankan serta meningkatkan kinerjanya.

2. Memberikan tambahan pemahaman kepada para ilmuwan dan praktisi di bidang manajemen pemasaran tentang pemanfaatan konsep segmentasi, positioning, dan loyalitas pelanggan dalam rangka menyusun dan merumuskan strategi pemasaran khususnya perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini secara khusus memfokuskan pembahasan pada kajian model loyalitas pelanggan maskapai penerbangan LFA dan FSA di Indonesia. Pelanggan yang dimaksud adalah konsumen penerbangan yang sudah memiliki pengalaman terbang minimal 2 kali serta mempergunakan maskapai yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pengalaman konsumen menggunakan jasa penerbangan dapat mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap maskapai penerbangan, sehingga layak untuk menilai kualitas layanan penerbangan yang mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Kebaruan Penelitian

Penelitian tentang segmentasi, positioning, dan loyalitas pelanggan telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan mengambil sampel penelitian dari berbagai organisasi bisnis atau sektor swasta. Variabel-variabel penelitian yang digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis segmentasi, positioning, dan loyalitas pelanggan juga sangat variatif, ada yang bersumber dari dalam organisasi dan ada juga yang bersumber dari luar organisasi.

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dalam kaitannya dengan ASEAN Open Sky 2015, peneliti melakukan segmentasi pelanggan berdasarkan pilihan maskapai saat ASEAN Open Sky berdasarkan harga. Penelitian ini juga akan melihat positioning seluruh maskapai penerbangan domestik berdasarkan persepsi pelanggan.

Faktor-faktor apa saja yang dominan berperan dalam membangun loyalitas pelanggan penerbangan domestik LFA dan FSA. Penulis menyadari bahwa telah ada beberapa penelitian terdahulu di ranah yang sama, namun dilakukan pada wilayah dengan sosial budaya serta nilai-nilai yang berbeda. Berdasarkan fakta-fakta di atas, apa yang menjadi kebaruan dalam penelitian ini adalah mengusulkan pemodelan yang memperluas model-model loyalitas yang diusulkan dalam beberapa penelitian sebelumnya dengan mengintegrasikan dimensi keamanan dan keselamatan penerbangan sebagai dimensi kualitas layanan, serta airline image sebagai variabel laten yang mempengaruhi dan mengungkap secara ilmiah perannya dalam membentuk model loyalitas konsumen penerbangan LFA dan FSA.

Gambar

Tabel 1 Perbandingan jumlah penumpang tiga penerbangan periode 2011-2013  Tahun  Penerbangan Dalam Negeri  Penerbangan Luar Negeri

Referensi

Dokumen terkait

Saya memperoleh kesempatan yang luas untuk dipromosikan sesuai dengan potensi yang saya

Kajian menemukan, bahwa masih terdapat kelemahan dalam koordinasi dan sinergitas dengan satuan kerja lain yang menyebabkan fungsi dan tugas kelembagaan TKPK Kabupaten Bengkalis

Akan tetapi menurut penyusun, hal yang lebih penting adalah, bahwa kolaborasi antara metode tafsir dengan pendekatan hermeneutika ini sangat memungkinkan bagi

(SDB Center adalah suatu layanan penyewaan Safe Deposit Box yang dikhususkan hanya bagi para nasabah istimewa PT XYZ, yang berada di bawah management PT XYZ, dengan fasilitas

Sejarah Panjang Nuswantara Turangga Seta | | www.. Akan tetapi penulisannya tidak secara langsung menggambarkan berbagai kejadian di masa mendatang, digunakanlah

Hasil keseluruhan dari evaluasi terhadap karakteristik fisik granul dan tablet yang tertera pada Tabel 2 dan Tabel 3 memberi gambaran bahwa kelima formula tablet lepas

Sementara itu dari hasil kuesioner ini ada 6 point pertanyaan yang berada pada kuadran I (1, 2, 7, 8, 11 dan 13) dimana tingkat kepentingan dianggap tinggi

Berdasarkan apa yang telah diuraikan mengenai pembahasan permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha yang paling relevan dimintai pertanggungjawabannya