• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CARA PEMBUATAN MOCAF TERHADAP KANDUNGAN AMILOSA DAN DERAJAT PUTIH TEPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH CARA PEMBUATAN MOCAF TERHADAP KANDUNGAN AMILOSA DAN DERAJAT PUTIH TEPUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CARA PEMBUATAN MOCAF TERHADAP

KANDUNGAN AMILOSA DAN DERAJAT PUTIH TEPUNG

Yeyen Prestyaning Wanita*) dan Endang Wisnu

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Jl. Stadion Maguwoharjo No. 22, Karangsari, Ngemplak, Sleman. DIY. Tlp (0274) 884662, *)E-mail: yeyen_world@yahoo.com

ABSTRAK

Berkembangnya usaha pembuatan tepung cassava termodifikasi (mocaf) di sentra penghasil ubikayu di Gunungkidul, DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) perlu didukung oleh upaya peningkatan mutunya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tepung mocaf dengan kualitas yang lebih baik. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung-kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Laboratorium Pasca Panen dan Alsintan, BPTP Yogyakarta pada bulan Maret – November 2012. Penelitian menggunakan Rancangan tiga perlakuan pembuatan tepung mocaf dan lima ulangan. Sebagai perlakuannya adalah: A) pembuatan tepung mocaf menggunakan proses penggaraman 0,5% selama 3 hari, B) pembuatan tepung mocaf dengan cara perendaman menggunakan air selama 3 hari, dan C) pembuatan tepung mocaf dengan cara penambahan 0,1% bakteri asam laktat dan peren-daman selama 12 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan amilosa terendah dihasilkan dari tepung mocaf dengan perlakuan perendaman menggunakan 0,1% starter bakteri asam laktat (BIMO) dan air selama 12 jam yaitu 17,9%. Tingkat derajat putih tertinggi mocaf terdapat pada perlakuan perendaman 0,5% garam selama 3 hari, yaitu 94,4%.

Kata kunci: mocaf, cara pembuatan, kandungan amilosa, dan derajat putih.

ABSTRACT

Effect of mocaf flour making in whiteness and amylose content in Gunungkidul, DIY. The modified cassava flour (mocaf) business growing in cassava production centers Gunungkidul, Yogyakarta have supported effort to improve quality. The aim of this research is to obtain the best quality of mocaf flour from its making. Research conducted in Paliyan, Gunungkidul and post harvest laboratory, Yogyakarta AIAT in March – November 2012. Completely Randomized Design was used in this research with three treatments of mocaf flour making and five replications. The treatments were: A) using 0,5% salt and 3 days soaking, B) using water and 3 days soaking, and C) 0.1% lactic acid bacteria and soaking for 12 hours. Result showed that the lowest amylose content of mocaf flour was produced by using 0,1% lactic acid bacteria and soaking for 12 hours i.e. 17,90%. While the highest level of whiteness was produced by 0,5% salt using and soaking for three days i.e. 94,37%.

Keywords: mocaf flour, mocaf flour making, amylose content, and whiteness.

PENDAHULUAN

Ubikayu merupakan tanaman umbi-umbian yang memiliki daging umbi berwarna putih atau kekuningan. Umbi ini tidak dapat bertahan lama jika disimpan dalam bentuk segar karena cepat mengalami penurunan mutu dan rusak. Penurunan mutu dan kerusakan umbi ubikayu ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya racun asam sianida yang berbahaya bagi manusia bila mengkonsumsinya berlebihan

(2)

(Anonim 2010). Untuk itu diperlukan usaha pengolahan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan ubikayu.

Pengolahan umbi ubikayu sebagai bahan pangan telah dilakukan secara luas di Kabupaten Gunungkidul. Pengolahan ubikayu sebagian besar dalam bentuk olahan segar seperti keripik dan ‘gethuk’. Produksi olahan ubikayu dengan bahan baku tepung masih terbatas karena tepung ubikayu belum banyak terdapat di pasaran dan kualitasnya belum terlalu baik. Padahal penggunaan tepung ubikayu memungkinkan munculnya berbagai produk olahan yang lebih beragam seperti cake, cookies, kerupuk, dan lain-lain yang mendorong berkembangnya industri pengolahan makanan. Peluang pengembangan tepung ubikayu sebagai bahan baku pengolahan aneka ragam pangan berpati non beras dan terigu cukup besar dan terus didorong oleh berbagai pihak baik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta. Kebutuhan akan tepung ubikayu akan terus meningkat baik untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Pengembangan (perbaikan) kualitas tepung ubikayu di Kabupaten Gunungkidul telah dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya LSM, perguruan tinggi dan pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Pertanian melalui BPTP Yogyakarta dari tepung ubikayu menjadi tepung ubikayu yang termodifikasi (mocaf).

Metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi tepung ubi kayu adalah modifi-kasi dengan asam, modifimodifi-kasi dengan enzim, modifimodifi-kasi dengan oksidasi dan modifimodifi-kasi dengan ikatan silang. Modifikasi disini dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul yang dapat dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis. Pati alami dapat dibuat men-jadi pati termodifikasi dengan sifat sifat yang dikehendaki atau sesuai dengan kebutuhan (Hee-Young An 2005).

Salah satu cara memodifikasi tepung ubikayu menjadi tepung mocaf (modified cassava

flour) adalah dengan cara fermentasi (Subagio 2008). Proses fermentasi dilaksanakan

sebelum tahapan pengeringan chip atau irisan ubikayu segar. Fermentasi dapat dilaksa-nakan dengan berbagai cara Perbaikan pada hasil modifikasi ini akibat dari proses liberasi dan hidrolisis pati (Hidayat et al. 2009). Dengan fermentasi diharapkan terjadi perbaikan sifat fisik dan kimia tepung ubikayu. Beberapa teknologi pembuatan tepung mocaf yang dikenalkan oleh masing-masing pihak memiliki beberapa perbedaan yang mengakibatkan perbedaan mutu tepung mocaf yang dihasilkan baik dari segi warna yang dihasilkan maupun kandungan amilosanya. Amilosa merupakan bagian dari pati yang memberikan sifat keras (pera). Kandungan amilosa biasanya 20% dari kandungan pati pada tepung. Kandungan amilosa pada suatu tepung menentukan pengembangan suatu produk yang dalam pengolahannya menggunakan bahan dasar tepung berpati (Hartati et al. 2003). Menurut Ariyani (2010) hal ini disebabkan oleh kandungan amilosa mempengaruhi absorbi air pada saat pengolahan. Sejalan dengan pendapat Matz (1976) yang menyata-kan bahwa menyata-kandungan amilosa pada tepung mempengaruhi daya kembang dari mamenyata-kanan yang dihasilkan. Tepung yang mengandung pati dengan kandungan amilosa rendah cenderung menghasilkan produk yang rapuh dengan kerapatan rendah. Menurut pendapat Hartati et al (2003) yang menyatakan bahwa amilosa juga berfungsi sebagai pelindung terhadap dehidrasi maupun mengurangi penyerapan minyak yang terlalu banyak pada saat penggorengan. Sedangkan derajat putih merupakan tingkat keputihan tepung yang dihasilkan. Tepung mocaf yang memiliki mutu baik adalah tepung mocaf dengan derajat putih yang menyerupai tepung terigu. Untuk beberapa jenis olahan, derajat mutu tepung mocaf yang dihasilkan mempengaruhi hasil akhir dari suatu olahan.

(3)

Kementerian Pertanian merekomendasikan pembuatan mocaf dengan penambahan 1% bakteri asam laktat (starter Bimo-CF) untuk memperbaiki sifat tepung ubikayu. Sedang dari pihak lain yaitu swasta dan perguruan tinggi juga memperkenalkan teknologi pem-buatan mocaf dengan cara yang relatif berbeda pada larutan perendam dan lama perendaman.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan cara pembuatan tepung mocaf yang memiliki mutu lebih baik.

BAHAN DAN METODE

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubikayu varietas local Gunungkidul yang diperoleh dari Kecamatan Paliyan Gunungkidul dan bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisa fisik (warna) dan kimia (kandungan amilosa). Peralatan yang digunakan adalah timbangan, pisau, baskom plastik, alat perajang triguna, kain saring, alat penjemur dan peralatan lain yang digunakan untuk analisa fisik (warna) dan kimia (kandungan amilosa).

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Paliyan dengan mengambil sampel dari bebe-rapa KWT (kelompok wanita tani) dan kelompok tani yang memiliki usaha pembuatan mocaf dan laboratorium Pasca Panen dan Alsintan BPTP Yogyakarta pada bulan Maret – November 2012. Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perlakuan pembuatan mocaf (modified cassava flour) dan 5 (lima) ulangan (Scheaffer 1990).

Perlakuan B dan C merrupakan proses pembuatan mocaf yang telah dilakukan oleh petani, sedangkan perlakuan A adalah rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Perla-kuan tersebut adalah: A) Pembuatan mocaf rekomendasi dari Kemenetrian Perta-nian. Pada perlakuan ini pembuatan mocaf menggunakan 0,1% starter bakteri asam laktat yang sudah diformulasikan menjadi bentuk tepung dengan nama starter BIMO-CF. Tahapan pembuatannya adalah sebagai berikut: melakukan sortasi terhadap ubikayu, dipilih ubikayu yang berkualitas baik (utuh dan tanpa luka). Mengupas kulit ari ubikayu kemudian mencucinya menggunakan air bersih. Hasil kupasan kemudian diperkecil uku-rannya atau diiris menjadi bentuk chip menggunakan alat pemotong triguna. Hasil irisan kemudian direndam dalam air yang telah diberi 0,1% starter bakteri asam laktat. Perban-dingan antara berat chip dan larutan air dan starter adalah 1:1. Proses perendaman dila-kukan selama 12 jam. Chip kemudian ditiriskan, diperas dan dijemur sampai kering dengan kandungan air sekitar 13%, kemudian dihancurkan sampai menjadi bentuk tepung dan diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh menjadi mocaf. 2) Pembuatan mocaf dengan cara perendaman selama 3 hari menggunakan air. Pada perlakuan ini proses pembuatan chip sama seperti pelakuan pertama. Selanjutnya chip direndam meng-gunakan air sampai seluruh chip terendam semua. Proses perendaman dilakukan selama 3 hari. Setiap hari air rendaman diganti. Dan proses selanjutnya sama seperti perlakuan pertama. 3) Pembuatan mocaf dengan perendaman 0,5% air garam selama 3 hari. Fungsi perendaman dengan garam dapur ini adalah untuk mengurangi kandungan HCN dalam ubi kayu, serta membuat struktur ubi kayu rapuh sehingga pada saat penepungan akan lebih mudah hancur. Proses pembuatan chip sama seperti perlakuan pertama dan kedua. Chip kemudian direndam menggunakan 0,5% air garam selama 3 hari. Setiap hari air dibuang dan diganti dengan air garam yang baru. Proses selanjutnya sama seperti perlakuan pertama dan kedua.

(4)

Pengamatan mutu tepung mocaf meliputi: kandungan amilosa dan derajat putih. (1) Kandungan amilosa. Penetapan kandungan amilosa dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru. Mocaf sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Campuran dipanaskan dalam air mendidih hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan air dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan air. Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml larutan iod. Larutan ditepatkan hingga 100 ml, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru yang terbetuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kandungan amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa. (2) Derajat putih. Derajat putih tepung mocaf yang dihasilkan dari tiga perlakuan diukur dengan color reader (nilai L*, a+, b+).

Untuk mengetahui taraf signifikan antar perlakuan pembuatan tepung mocaf untuk masing-masing kandungan amilosa dan derajat putih menggunakan program statistik SPSS versi 18 dengan uji Duncan taraf kepercayaan 95% (Stell et al. 1993)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Amilosa

Kandungan pati merupakan salah satu kriteria mutu untuk tepung, baik sebagai bahan pangan maupun non-pangan. Kandungan pati pada tepung umbi-umbian berkisar 39,36 - 52,25%, sedangkan kandungan pati dalam bentuk ekstrak pati umbi berkisar 45,75-63,31%. Berdasarkan kandungan amilosanya, ubikayu dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu ubikayu gembur (kandungan amilosa lebih dari 20%) yang ditandai secara fisik bila kulit ari yang berwarna coklat terkelupas dan kulit tebalnya mudah dikupas, dan ubikayu kenyal (kandungan amilosa kurang dari 20%) yang ditandai bila kulit ari warna coklat tidak terkelupas (lengket pada kulit tebalnya) dan kulit tebalnya sulit dikupas. Sehingga ubikayu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ubikayu dengan tingkat amilosa rendah. Hasil penelitian menujukkan bahwa kandungan amilosa dari mocaf yang dihasilkan dengan 3 teknologi pembuatan yang berbeda sebesar 17,86–19,00%. Kan-dungan pati dari mocaf yang dihasilkan dari 3 teknologi pengolahan yang berbeda disaji-kan dalam Gambar 1.

Tepung mocaf yang dihasilkan dengan perendaman air selama tiga hari menghasilkan kandungan amilosa terendah yaitu 17,90%. Amilosa merupakan komponen utama pati yang berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh beberapa unit glukosa yang saling berikatan. Amilosa merupakan molekul linier polisaka-rida dengan ikatan α-1,4 dengan derajat polimerasi (DP) beberapa ratus unit glukosa (Whistler et al. 1984). Kandungan amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati (Jane et al. 1999). Karena amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau mengalami retro-gradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya. Viskositas pasta amilosa memiliki hubungan linear dengan

(5)

konsentrasi. Pada selang konsentrasi amilosa 0-0.6%, peningkatan konsentrasi amilosa akan meningkatkan viskositasnya.

Gambar 1. Kandungan amilosa dari tepung mocaf yang ddibuat dengan 3 cara pembuatan (A= perendaman 0,5% larutan garam selama 3 hari, B= perendaman air selama 3 hari,

dan C= perendaman 0,1% larutan bakteri asam laktat selama 12 jam).

Tepung mocaf hasil perendaman 0,5% larutan garam dan air selama 3 hari mengha-silkan kandungan amilosa lebih tinggi, yaitu 18,77 dan 19,00 %. Hal ini menunjukkan bahwa mocaf hasil perendaman 0,5% larutan garam dan air selama tiga hari lebih cepat mengalami retrogradasi jika dibandingkan dengan hasil perendaman menggunakan 0,1% starter bakteri asam laktat (Bimo-CF) dengan kandungan amilosa 17,90%. Jika dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi digunakan untuk bahan baku olahan seperti cake dan rerotian gelatinisasi granula pati tidak mengembang secara maksimal. Namun, jika digunakan sebagai bahan pengisi dan pengental justru lebih baik, karena akan mengha-silkan produk yang lebih stabil, dan berpotensi sebagai bahan baku biodegradable.

Kandungan amilosa yang tinggi juga dapat meningkatkan absorbsi air. Jika jumlah air dalam sistem dibatasi maka amilosa tidak dapat meninggalkan granula. Di samping itu nisbah penyerapan air dan minyak juga dipengaruhi oleh keberadaan serat, karena sifat serat yang mudah menyerap air. Campuran minyak dan pati akan mempengaruhi sifat fisik pati karena minyak dan lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa yang menghambat pembengkakan granula sehingga pati sulit tergelatinisasi (Fennema 1985). Sejalan dengan Smith (1982) yang menyatakan bahwa pati yang berkandungan amilosa tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang lebih besar untuk gelatinisasi. Suhu awal gelatinisasi ialah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Suhu gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa serta keadaan media pemanasan. Hal ini sejalan dengan pendapat Glicksman (1969) yang menyatakan kandungan lemak atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi. Jane et al., ( 1999) menunjukkan bahwa kandungan amilosa, protein dan lemak berkorelasi negatif terhadap viskositas. Viskositas maksimum sangat berpengaruh terhadap produk olahan misalnya untuk cake atau produk rerotian, volume cake berkorelasi negatif terhadap viskositas

(6)

puncak (Mizokushi 1985). Oleh karena itu tepung mocaf yang dihasilkan dengan peren-daman 0,1% larutan starter bakteri asam laktat (Bimo-CF) memiliki mutu terbaik jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan aneka olahan yang membutuhkan pengem-bangan tinggi seperti cake maupun olahan lainnya.

Kandungan amilosa yang lebih rendah (amilosa dengan kemampuan bersatu yang rendah), menyebabkan energi untuk melepas ikatan hidrogennya rendah sehingga proses pengeluaran amilosa dari granula pati tidak begitu terhambat jika dibandingkan dengan dua perlakuan yang lain. Penambahan bakteri asam laktat pada perlakuan ini mengha-silkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Mikroba tersebut juga hasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya meng-ubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat (Misgiyarta 2009). Proses pembebasan granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan bercampur dengan tepung sehinggga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa sing-kong. Menurut Subagio (2007) dengan proses fermentasi oleh bakteri asam laktat aroma ubikayu dapat ditutupi sampai 70%.

Derajat Putih

Masalah utama dalam pengolahan pembuatan tepung ubikayu salah satunya adalah terjadinya reaksi pencoklatan (browning). Reaksi pencoklatan terjadi pada saat penge-ringan dan mengakibatkan munculnya warna coklat. Menurut Desrosier (1987), penco-klatan non enzimatik terjadi pada saat bahan mendapat perlakuan panas dalam keadaan lembab.

Warna tepung mocaf yang dihasilkan dari tiga cara pembuatan cenderung putih yang ditunjukkan dari pengukuran produk menggunakan color reader. Derajat putih mocaf yang dihasilkan dengan tiga cara pembuatan yang berbeda disajikan dalam Gambar 2. Tampak bahwa tingkat kecerahan mocaf tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pembuatan mocaf dengan perendaman 0,5% larutan garam dapur selama 3 hari yaitu 94,37% (nilai L). Perlakuan ini secara statistik dengan uji Duncan taraf kepercayaan 95% berbeda nyata dengan dua perlakuan yang lain. Nilai L menyatakan tingkat gelap terang dengan kisaran 0-100, dimana nilai 0 kecenderungan warna hitam, sedangkan nilai 100 menyatakan kecenderungan warna putih atau cerah (Pomeranz dan Meloan 1994).

Fungsi penambahan garam dapur adalah untuk mengurangi kandungan HCN dalam irisan ubikayu sekaligus sebagai pemutih. Semakin rendah kandungan HCN maka tingkat kecerahan dari chip yang dihasilkan setelah perendaman juga semakin tinggi. Hal ini juga ditunjukkan dalam gambar 3 dan 4 berikut.

(7)

A B C

Gambar 2. Derajat putih (L) dari tepung mocaf yang ddibuat dengan 3 cara pembuatan (A= perendaman 0,5% larutan garam selama 3 hari, B= perendaman air selama 3 hari,

dan C= perendaman 0,1% larutan bakteri asam laktat selama 12 jam).

Gambar 3. Tingkat kemerahan dari tepung mocaf yang ddibuat dengan 3 cara pembuatan (A= perendaman 0,5% larutan garam selama 3 hari, B= perendaman air selama 3 hari,

dan C= perendaman 0,1% larutan bakteri asam laktat selama 12 jam).

Tingkat kemerahan mocaf dari perlakuan perendaman 0,5% larutan garam paling tinggi dibandingkan dua perlakuan yang lain yaitu 0,085%. Sedangkan perendaman dengan 0,1% starter bakteri asam laktat (Bimo-CF) selama 12 jam dan air selama 3 hari memiliki tingkat kemerahan yang sama yaitu -0,545%. Hal ini disebabkan pada kedua perlakuan ini ada aktivitas bakteri asam laktat. Pada perendaman selama 3 hari menggunakan air, bakteri asam laktat akan timbul dengan sendirinya setelah perendaman selama 3 hari.

Gambar 4. Tingkat kekuningan mocaf yang dihasilkan oleh tiga cara pembuatan mocaf yang berbeda.

Pada proses pengeringan, tepung ubi kayu mengalami perubahan dari ubikayu segar yang semula berwarna putih bersih menjadi putih dengan agak sedikit krem/kuning (tidak seputih warna ubikayu segar). Perubahan warna ini kemungkinan disebabkan oleh enzim

(8)

yang kontak dengan udara (Garnida et al. 2000; Julianti et al. 2011). Hal ini dikarenakan adanya degradasi pigmen selama proses fermentasi. Derajat putih tepung ubikayu sangat dipengaruhi oleh kandungan polifenol yang ada pada umbi. Polifenol menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis, yaitu reaksi polifenolase dan oksigen yang terdapat di udara. Enzim tersebut keluar apabila terjadi luka pada umbi.

KESIMPULAN

1. Kandungan amilosa terendah dihasilkan oleh mocaf yang dibuat dengan perendaman 0,1% starter bakteri asam laktat (Bimo-CF) yaitu 17,9% sehingga tepat digunakan dalam pembuatan aneka olahan yang membutuhkan pengembangan seperti cake dan rerotian.

2. Derajat putih (tingkat kecerahan) tepung tertinggi dihasilkan oleh mocaf yang dibuat dengan perlakuan perendaman larutan garam 0,5% selama 3 hari dengan nilai 94,4%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Peluang Pengembangan Tepung Mocaf. http://mocaf indonesia.com/?p=67. Diakses tanggal 24 November 2010.

Ariyani, N. 2010. Tepung Campuran Siap Pakai Berbahan Dasar Tapioka-Mocal dengan Penam-bahan Maltodekstrin serta Aplikasinya sebagai Tepung Pelapis Keripik Bayam. Skipsi S1. Fakultas Pertanian. Universitas Jendral Sudirman. Purwakerto.

BPS. 2011. Gunungkidul dalam Angka Tahun 2010. Bapedda Kabupaten Gunungkidul. Desrosier, N.W., 1987. Teknologi Pengawetan Pangan, Cetakan ke 3, UI Press, Jakarta. Fennema.O.R. 1985. Food Chemistry. Marsel Dekker. Inc. New York.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Academic Press. Inc. New York.

Hartati Sri. H, dan Titik K. Prana. 2003. Analisis Kandungan Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculata L.Schott). Jurnal Natur Indonesia 6(1): 9 – 23 (2003). ISSN: 1410-9379.

Hee-Young An., 2005, Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical College.

Hidayat. B, Kalsum. N, dan Sufiana. 2009. Karasteristik Tepung Ubikayu Modifikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinisasi Parsial. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Volume 14 Nomor 2 September 2009.

Jane, J., Y.Y. Chen, L.F. Lee, A.E. Mc. Pherson, K.S. Wong, M. Radosavijevics, dan T. Kasemsuwwan. 1999. Effect of Amylopectin Brain Chairlenggth and Amylosa Content On The Gelatinization and Posting Properties of Starch Cereal Chem. 76 (5): 629-637.

Pomeranz Y dan Meloan CE. 1994. Food Analysis: Theory and Practice. Chapman and Hall, New York

Matz, S.A. 1976. Snack Food Technology. AVI. Westport.

Misgiyarta, Suismono dan Suyanti, 2009. Tepung Kasava Bimo Kian Prospektif, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.

Mizokoshi, M. 1985. Model Studies of Cake Baking: IV. Effect Ingredient and Cake Formula on Shean Modulus of Cake. Cereal Chem. 62:4.

Scheaffer, R.L., W. Mendenhall and Lyman Ott. 1990. Elementary Survey Sampling. PWS-KENT Publishing Co., Boston.

Smith, P. S. 1982. Starch Devivatives and Their Uses In Foods di Dalam G. M. A. Van Beynum and J. A. Rolls (eds). Food Charbohydrate. 1982. AVI. Publ. Co. Inc. Wesport. Connecticut.

(9)

Approach, 3rd Ed. Mc Graw Hill, Kagasukha Ltd., Tokyo.

Subagio A.2007. Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagai Bahan Baku Industri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok Nasional. Jember : Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.

Subagio, A. 2008. Proses Produksi Mocal.http://tepungmocal.ning.com. Diakses 3 Oktober 2008. Whistler, R.L and Daniel. 1984. History and Expectation of Starch Use. Tapioca, Arrowroot, and

Sago Starches: Production. Di Dalam: Whistler, R.L., Miller, J. N. B. & Paschall, E.P. (eds). Starch. Chemistry and Technology. UK: Academic Press.

Gambar

Gambar 1. Kandungan amilosa dari tepung mocaf yang ddibuat dengan 3 cara pembuatan   (A= perendaman 0,5% larutan garam selama 3 hari, B= perendaman air selama 3 hari,
Gambar 2. Derajat putih (L) dari tepung mocaf yang ddibuat dengan 3 cara pembuatan   (A= perendaman 0,5% larutan garam selama 3 hari, B= perendaman air selama 3 hari,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pembatasan perilaku merokok, manajemen stres, pengendalian tekanan darah dan

Menenentukan skema yang lebih baik antara AEDCF dan SEDCF sebagai skema yang dapat memperbaiki kekurangan skema standar EDCF ditandai dengan performansi yang lebih

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten

Mendukung semua Information Object Definitions (IODs) standar DICOM 3.0 yang memungkinkan aplikasi untuk melakukan pertukaran informasi digital multi-vendor peralatan

(2009) telah menggunakan model SWAT untuk meng- hitung semua komponen neraca air yang terdiri atas blue water flow ( water yield and deep aquifer recharge ), green

Account Officer (AO), mensurvei nasabah yang sudah ada form Aplikasi Pinjaman (FAP), melakukan proses input data dokumen kredit, memeriksa kelengkapan untuk pencairan

Lahan yang tergolong ke dalam kelas III mempunyai tingkat kelerengan datar, lahan pada kelas III berada di tutupan lahan sawah dan pertanian kering dengan luas 919,77 ha, Hasil

pak Aplus(Rais) itu karena saya merasa perlu ada perubahan dalam bentuk pemerintahan dikampung ini karena kalau dari elit bangsawan yang memimpin saya yang masyarakat