• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KOTA BANJAR TAHUN 2012

Nomor Publikasi : 3279.1103 Katalog BPS : 4102002.3279 Ukuran Buku : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah Halaman : ix rumawi + 117 halaman

Naskah :

Seksi Statistik Sosial

Badan Pusat Statistik Kota Banjar

Gambar Kulit :

Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Kota Banjar

Diterbitkan oleh : Kerjasama

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjar dan Badan Pusat Statistik Kota Banjar

(4)
(5)
(6)
(7)

Alhamdulillah, kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga Buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjar Tahun 2012 ini dapat diterbitkan. Buku ini merupakan publikasi hasil kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banjar dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjar.

Ketersediaan data yang akurat dan memadai akan sangat memudahkan para perencana kebijakan dalam menyusun program-program pembangunan yang berorientasi menyentuh masyarakat secara langsung. Tidak dapat dipungkiri, perencanaan kebijakan tanpa disertai sajian data yang baik akan menghasilkan program pembangunan yang jauh dari keinginan masyarakat dan tidak akan mampu menyelesaikan akar masalah pembangunan yang sebenarnya. Buku ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan akan data dan informasi hasil-hasil pembangunan yang akurat dan realiable.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu terbitnya publikasi ini kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih atas bantuannya.

Banjar, Juli 2013

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjar

Ir. H. Tommy Subagja, MM NIP 19630325 199003 1 009

(8)
(9)

Seraya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, dengan perkenan dan Ridho-Nya, buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjar Tahun 2012 akhirnya dapat diselesaikan. Buku ini merupakan hasil kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banjar dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjar.

Buku ini disusun sebagai salah satu upaya untuk menyajikan data perencanaan untuk program-program pembangunan. Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Terbitnya buku Indeks Pembangunan Manusia Kota Banjar Tahun 2012 diharapkan menjadi salah satu pembuka cakrawala informasi yang akurat dan up to date, utamanya yang berkaitan dengan isu utama pembangunan manusia. Publikasi ini diharapkan dapat berhasil guna dan bermanfaat bagi perencanaan pembangunan dan sebagai bahan evaluasi diri atas berbagai kemajuan pembangunan yang dihasilkan.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan publikasi ini. Kritik dan saran yang membangun dari pengguna data sangat kami harapkan.

Banjar, Juli 2013 Badan Pusat Statistik Kota Banjar

Kepala,

Dra. Hj. Enung Asih Gandirum, MP NIP. 19621010 199003 2 001

(10)
(11)

Sambutan Kepala Bappeda Kota Banjar i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii Daftar Tabel v Daftar Gambar vii BAB I PENDAHULUAN 3 1.1. Latar Belakang 3 1.2. Tujuan 7

1.3. Ruang Lingkup dan Sumber Data 8

BAB II METODOLOGI 11 2.1. Pengertian Indikator 12 2.2. Pengertian IPM 14

2.3. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM 20

2.4. Ukuran Perkembangan IPM 22

2.5. Beberapa Pembentuk Komponen IPM 22 2.6. Definisi Operasional Indikator Terpilih 25

(12)
(13)

3.1. Kependudukan 34

3.2. Kesehatan 42

3.3. Pendidikan 67

3.4. PDRB per Kapita 82

BAB IV PENCAPAIAN INDEKS PEMBANGUNAN 89

MANUSIA KOTA BANJAR

4.1. Perkembangan Kesehatan 90

4.2. Perkembangan Pendidikan 93

4.3. Perkembangan Paritas Daya Beli 96

4.4. Perkembangan IPM Kota Banjar 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 103

5.1. Kesimpulan 103

5.2. Saran 105

DAFTAR PUSTAKA 111

(14)
(15)

Tabel 2.1. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP)

19

Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM 21

Tabel 2.3. Pembentuk Indeks Kesehatan 23

Tabel 2.4. Pembentuk Indeks Pendidikan 24

Tabel 2.5. Pembentuk Indeks Daya Beli 24

Tabel 3.1. Karakteristik Penduduk Kota Banjar Tahun 2008-2012

36

Tabel 3.2. Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan terhadap Penduduk di Kota Banjar Tahun 2011-2012

44

Tabel 3.3. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Rata-rata Usia Perkawinan Pertama Wanita di Kota Banjar Tahun 2007-2012

47

Tabel 3.4. Persentase Balita menurut Jenis Imunisasi yang Diberikan di Kota Banjar Tahun 2012

57

Tabel 3.5. Persentase Cara Pengobatan Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012

62

Tabel 3.6. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun 2011-2012

(16)
(17)

Tabel 3.8. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun 2011-2012

77

Tabel 3.9. PDRB per Kapita dan Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 di Kota Banjar Tahun 2008-2012

(18)
(19)

Gambar 2.1. Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia

15

Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Banjar Tahun 2012 38

Gambar 3.2. Persentase Penduduk menurut Kelompok Rasio Ketergantungan di Kota Banjar Tahun 2011-2012

41

Gambar 3.3. Persentase Penolong Pertama dan Terakhir Kelahiran di Kota Banjar Tahun 2012

50

Gambar 3.4. Persentase Penolong Terakhir Kelahiran Balita di Kota Banjar Tahun 2011-2012

52

Gambar 3.5. Persentase Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012

54

Gambar 3.6. Persentase Lama Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012

55

Gambar 3.7. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2011-2012

59

Gambar 3.8. Persentase Lamanya Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012

61

Gambar 3.9. Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kota Banjar Tahun 2011-2012

(20)
(21)

2012

Gambar 3.11. Persentase Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kota Banjar Tahun 2011-2012

66

Gambar 3.12. Persentase Angka Melek Huruf di Kota Banjar Tahun 2008-2012

69

Gambar 3.13. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di Kota Banjar Tahun 2008-2012

70

Gambar 3.14. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kota Banjar Tahun 2011-2012

80

Gambar 3.15. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Banjar Tahun 2012

81

Gambar 3.16. Persentase Rata-rata Pengeluaran Makanan dan Non Makanan di Kota Banjar Tahun 2008-2012

85

Gambar 4.1. Angka Harapan Hidup, Indeks Harapan Hidup Beserta Perubahannya di Kota Banjar Tahun 2008-2012

(22)
(23)

2012 Gambar 4.3.

Gambar 4.4.

Indeks Daya Beli dan Perubahannya di Kota Banjar Tahun 2008-2012

IPM, Peningkatan IPM dan Reduksi Shortfall IPM di Kota Banjar Tahun 2008-2012

98

(24)
(25)
(26)
(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketersediaan data statistik dengan berbagai indikatornya telah menjadi kebutuhan pokok dalam era otonomi daerah sekarang ini. Tuntutan dimana setiap daerah harus mampu melakukan perencanaan pembangunan sendiri, tentunya harus didukung oleh ketersediaan data yang akurat, reliable dan komprehensif. Hal tersebut bukan hanya untuk perencanaan, melainkan juga pelaksanaan dan monitoring program pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan.

Tuntutan transparansi sebagai wujud pemerintahan yang baik (good governance), kinerja pemerintahan di tingkat daerah dituntut untuk lebih jelas menunjukkan semua program pembangunan yang akan dilakukan dan program yang telah dicapai kepada masyarakat dalam bentuk data statistik. Data statistik tersebut menggambarkan seluruh proses program pembangunan secara jelas dalam hal input, proses, output dan juga dampak program pembangunan kepada masyarakat. Sehingga penilaian kinerja masing-masing institusi di tingkat

(28)

kabupaten/kota dapat terlihat secara objektif. Diharapkan adanya kritik serta saran yang konstruktif dari masyarakat sebagai wujud pemerintahan yang lebih terbuka dengan menampung seluruh aspirasi masyarakat seluas-luasnya.

Dalam perjalanannya sebagai kota yang baru berdiri pada tahun 2002, Kota Banjar memerlukan data statistik sebagai indikator pembangunan di daerahnya. Salah satu indikator yang cukup komprehensif dalam mengukur kinerja suatu daerah adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Di mana indikator tersebut dapat digunakan sebagai bahan perencanaan, evaluasi, maupun monitoring berbagai program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990, menempatkan fokus pencapaiannya pada manusia sebagai titik sentralnya. Sehingga pembangunan manusia merupakan salah satu output penting dalam proses perencanaan pembangunan.

Pembangunan manusia ini terbagi dalam beberapa aspek, yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Dimana ketiga aspek tersebut menurut United Nation Development Program (UNDP), merupakan indikator yang dapat menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran keadaan penduduk yang sehat dan berumur panjang,

(29)

berpendidikan dan berketrampilan, serta mempunyai pendapatan yang dapat memenuhi standar hidup layak.

Kegiatan pembangunan di Kota Banjar menunjukkan peningkatan positif. Beragam kebijakan pemerintah kota telah dilaksanakan. Diantaranya kebijakan di bidang kesehatan dan pendidikan. Dimana saat ini penduduk Kota Banjar terutama penduduk miskin, dapat mengakses fasilitas pengobatan secara gratis, baik di puskesmas ataupun rumah sakit. Di bidang pendidikan kegiatan pendidikan anak usia dini (PAUD) juga telah banyak didirikan sampai tingkat desa/kelurahan bahkan Rukun Warga (RW). Sehingga diharapkan dari usia dini, anak-anak sudah mulai teredukasi dengan baik. Rata-rata lama sekolah yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya menunjukkan perkembangan pembangunan pendidikan yang menggembirakan. Partisipasi sekolah untuk jenjang usia pendidikan 9 tahun cukup tinggi. Namun partisipasi sekolah untuk jenjang usia pendidikan menengah dan tinggi masih perlu ditingkatkan. Program beasiswa dan orang tua asuh perlu digencarkan untuk mendorong peningkatan SDM di bidang pendidikan.

Perhatian Pemerintah Kota Banjar terhadap pencapaian IPM sangat logis karena penguatan perekonomian Kota Banjar harus dibuktikan melalui kesejahteraan masyarakat daerahnya. Perhatian ini menjadi semakin besar ketika melihat

(30)

kecenderungan historis yang menunjukkan bahwa terdapat banyak sekali kendala yang dihadapi daerah dalam merealisasikan pencapaian IPM. Untuk itu Pemerintah Kota Banjar berupaya memaksimalkan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja semua sektor layanan publik sehingga berkinerja optimal serta meningkatkan kerjasama dan partisipasi nyata dari masyarakat, swasta, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan setempat, untuk keberhasilan pencapaian IPM di masa mendatang.

Satu keberhasilan mendasar telah dicapai Kota Banjar, yang dengan berani menetapkan Indeks Pembangunan Manusia sebagai tolok ukur kemajuan pembangunan. Dalam beberapa tahun terakhir setidaknya terbangun komitmen kuat dan terjalin sinergitas yang tinggi antar berbagai stakeholder untuk menggiatkan kembali gairah pembangunan yang sempat terpuruk ketika krisis ekonomi melanda Indonesia satu dekade yang lalu. Pencapaian IPM bukanlah sesuatu yang mutlak, tetapi yang lebih penting adalah terwujudnya masyarakat Kota Banjar yang sejahtera dan makmur (gemah ripah), serta cageur, bageur, pinter, bener tur singer.

Untuk mendukung berbagai upaya akselerasi IPM di Kota Banjar, perlu disusun data dan indikator penunjang akselerasi IPM. Data dan indikator yang akan disajikan dapat menggambarkan bagaimana kekurangan/deprivasi pembangunan

(31)

manusia yang telah dilaksanakan selama ini. Dengan demikian diharapkan data yang dihasilkan akan bermanfaat bagi kepentingan perencanaan, pemantauan dan penilaian pembangunan di Kota Banjar pada masa yang akan datang.

1.2. Tujuan

IPM merupakan suatu indeks yang menunjukan tentang aspek-aspek: peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi.

Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output penting dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan urutan skala kualitas pembangunan manusia yang mengukur keberhasilan pembangunan. Dengan dibuatnya IPM Kota Banjar dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan dan sebagai bahan perencanaan pembangunan dengan segenap intervensinya agar pencapaian pembangunan memiliki sinergi terhadap peningkatan kualitas masyarakatnya. Agar arah pembangunan manusia menuju arah yang lebih baik dan terspesifikasi baik secara sektoral maupun kewilayahan.

(32)

1.3. Ruang Lingkup dan Sumber Data

Perencanaan bagi program-program pelaksanaan pembangunan memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran sebenarnya di lapangan (represent reality). Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Dari sini dapat dilihat pentingnya pemanfaatan data yang relevan dengan kualitas yang baik dan dari sumber yang terpercaya dikarenakan kecermatan dan konsistensi data sangat diperlukan untuk mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat terjadi di kemudian hari secara dini.

Ruang lingkup Analisis Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2012 ini adalah mencakup berbagai isu utama pembangunan manusia, yang coba disajikan secara utuh dan bersifat makro. Sedangkan rentang isu yang dibahas mencakup aspek kependudukan, sosial budaya, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan perumahan.

Sumber data yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2012 adalah: Susenas Tahun 2012 baik KOR maupun modul konsumsi sebagai dasar penghitungan komponen-komponen IPM dan indikator pendukung lainnya; Kota Banjar Dalam Angka; dan PDRB Kota Banjar 2012 untuk melihat gambaran pembangunan perekonomian.

(33)
(34)
(35)

BAB II

METODOLOGI

Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah: Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja;

(36)

Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Sehingga pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

2.1. Pengertian Indikator

Petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut disebut juga sebagai Indikator. Dengan kata lain, indikator merupakan variabel penolong dalam mengukur perubahan. Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung. Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: (1) sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh indikator tersebut; (2) objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda; (3) sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator; (4) spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang

(37)

dimaksud. Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat.

Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari satu indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak (indikator komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu angka melek huruf (AMH), angka kematian bayi (AKB) dan angka harapan hidup dari anak usia 1 tahun (e1).

Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok indikator, yaitu:

(a) Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut menentukan keberhasilan program, seperti: rasio murid-guru, rasio murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas.

(b) Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke puskesmas, persentase anak balita yang ditolong dukun.

(c) Indikator Output/Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output) dari suatu program kegiatan telah

(38)

berjalan, seperti: persentase penduduk dengan pendidikan SMTA ke atas, AKB, angka harapan hidup, TPAK, dan lain-lain.

2.2. Pengertian IPM

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990 merupakan suatu indeks komposit yang mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standard hidup layak (decent living). Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan perkapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Indeks Pembangunan Manusia adalah suatu ringkasan dan bukan suatu ukuran mutlak yang komprehensif dari pembangunan manusia.

Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau e0

yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas. Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan Human Development Report (HDR). Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel

(39)

kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara.

Gambar 2.1. .

Gambar3.7.

(40)

Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut :  Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari Susenas

Modul (=A) .

 Mendeflasikan nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) ibukota propinsi yang sesuai (=B).

Menghitung daya beli per unit (=Purchasing Power Parity (PPP)/unit). Metode penghitungan sama seperti metode yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB suatu negara.

 Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul Konsumsi (Tabel 2.2).  Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C).

 Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai marginal utility dari C.

Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal yang diperoleh dari Susenas. Ketujuh komponen kualitas yang digunakan dalam penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut :

(41)

 Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0  Luas lantai per kapita : > 10 m2 = 1, lainnya = 0  Dinding : tembok = 1, lainnya = 0

 Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0  Fasilitas penerangan : listrik = 1, lainnya = 0  Fasilitas air minum : leding = 1, lainnya = 0  Jamban : milik sendiri = 1, lainnya = 0  Skor awal untuk setiap rumah = 1

Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit.

Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus :

PPP per unit =

𝐸

𝑖𝑗

27

𝑗 =1

𝑃

9,𝑗

.𝑄

𝑖,𝑗

27

𝑗 =1

(42)

dimana,

E( i, j ) : pengeluaran konsumsi untuk komoditi j di

kabupaten ke-i

P( 9, j ) : harga komoditi j di DKI Jakarta (Jakarta Selatan)

q( i,,j ) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di

kabupaten ke-i

Rumus Atkinson (dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, 1998;129) yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebaga berikut :

di mana,

C(I) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan

PPP/unit

Z = Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan. Dalam laporan ini nilai Z ditetapkan secara arbiter sebesar Rp 547.500,- per kapita setahun, atau Rp 1.500,- per kapita per hari.

       

        

           

    * 1 2 1 3 1 2 1 4 1 2 1 3 jika 2 jika 2 2 3 2 jika 2 3 2 3 4 3 jika 3 4 i i i i i i i i i C C Z Z C Z Z C Z C Z Z C Z Z C Z Z Z Z C Z Z C Z                          

(43)

Catatan: Berdasarkan data Susenas 1996, Badan Pusat Statistik

Tabel 2.1. .

Gambar3.7.

Daftar Komoditi Terpilih untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP)

(44)

2.3. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM

Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat disajikan sebagai berikut :

Dimana,

X(1) : Indeks harapan hidup

X(2) : Indeks pendidikan, didapatkan dari rumus:

2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)

X(3) : Indeks standar hidup layak

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut :

(45)

Dimana,

X(i) : Indikator ke-I (i= 1, 2, 3)

X(i)maks : Nilai maksimum X(i)

X(i)min : Nilai minimum X(i)

Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) disajikan

pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2.

.

Gambar3.7.

(46)

2.4. Ukuran Perkembangan IPM

Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan reduksi shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100). Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (=r) (dikutip dari Arizal Ahnaf dkk, 1998;141) dapat dirumuskan sebagai berikut :

dimana,

IPM t : IPM pada tahun t

IPM t+n : IPM pada tahun t + n

IPM ideal : 100

2.5. Beberapa Pembentuk Komponen IPM

Beberapa variabel yang mempengaruhi indikator pembentuk komponen IPM bisa dijabarkan dalam tabel-tabel di bawah ini. Variabel tersebut dikelompokkan berdasarkan tiga dimensi. Dimesi pertama di pengaruh variable terhadap

(47)

komponen IPM yaitu langsung, tidak langsung dan mendasar. Dimensi kedua terdiri dari input, proses dan output. Segala kegiatan apapun dipastikan melalui ketiga tahap di atas. Sementara dimensi terakhir merupakan pembagian prioritas, prioritas pertama-kedua-ketiga, untuk melakukan aksi terhadap peningkatan komponen IPM.

Tabel 2.3. .

Gambar3.7.

(48)

Tabel 2.5. .

Gambar3.7.

Pembentuk Indeks Daya Beli Tabel 2.4.

.

Gambar3.7.

(49)

2.6. Definisi Operasional Indikator Terpilih

Untuk bisa melihat dengan jelas dan terarah beragam permasalahan pembangunan manusia selama ini dan bagaimana mengimplementasikan program-program pembangunan secara baik dan terukur diperlukan ukuran atau indikator yang handal. Beberapa indikator yang sering digunakan diantaranya adalah :

Rasio jenis kelamin Perbandingan penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan, dikalikan 100

Angka ketergantungan Perbandingan antara jumlah penduduk usia < 15 tahun ditambah usia > 65 tahun terhadap penduduk usia 15 - 64 tahun, dikalikan 100

Rata-rata Lama Sekolah Lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun ke atas

Angka Melek Huruf penduduk dewasa

Proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis (baik huruf latin maupun huruf lainnya)

Angka Partisipasi Murni SD

Proporsi penduduk usia 7-12 tahun sedang bersekolah di SD

(50)

Angka Partisipasi Murni SLTP

Proporsi penduduk usia 13 - 15 tahun yang sedang bersekolah di SLTP

Angka Partisipasi Murni SLTA

Proporsi penduduk usia 16 - 18 tahun yang sedang bersekolah di SLTA

Persentase penduduk dengan pendidikan SLTP ke atas

Proporsi penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi

Rasio murid guru Perbandingan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah guru pada jenjang pendidikan yang sama

Rasio murid kelas Perbandingan jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah kelas pada jenjang pendidikan yang sama  Jumlah penduduk usia

sekolah

Banyaknya penduduk yang berusia antara 7 sampai 24 tahun  Bekerja Melakukan kegiatan/ pekerjaan paling sedikit 1 (satu) jam

(51)

berturut-turut selama seminggu dengan maksud untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok penduduk yang bekerja

Angkatan Kerja Penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja atau mencari pekerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Perbandingan angkatan kerja terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas

Angka Pengangguran Terbuka

Perbandingan penduduk yang mencari kerja terhadap angkatan kerja

Persentase pekerja yang setengah menganggur

Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu

Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri

Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas dengan status berusaha sendiri

(52)

Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri dibantu pekerja tidak tetap

Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status berusaha sendiri dibantu pekerja tak dibayar

Persentase pekerja dengan status berusaha dengan buruh tetap

Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang berusaha dengan buruh tetap

Persentase pekerja dengan status berusaha pekerja tak dibayar

Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status pekerja keluarga

Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis

Proporsi balita yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya)

Angka Harapan Hidup waktu lahir

Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk

Angka Kematian Bayi Besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun, dinyatakan

(53)

dengan per seribu kelahiran hidup.

Rata-rata lama sakit Rasio antara orang hari sakit dengan jumlah penduduk yang sakit

Persentase bayi diberi ASI Perbandingan jumlah bayi yang mendapat ASI selama 6-11 bulan dengan jumlah anak usia kurang dari 1 tahun dalam persen

Persentase rumah tangga berlantai tanah

Proporsi rumah tangga yang tinggal dalam rumah dengan lantai tanah

Persentase rumah tangga beratap layak

Proporsi rumah tangga yang menempati rumah dengan atap layak (atap selain dedaunan ).  Persentase rumah tangga

berpenerangan Listrik

Proporsi rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan

Persentase rumah tangga bersumber air minum leding

Proporsi rumah tangga dengan sumber air minum ledeng

(54)

bersumber air minum bersih

sumber air minum pompa / sumur / mata air yang jaraknya lebih besar dari 10 meter dengan tempat penampungan limbah / kotoran terdekat

Persentase rumah tangga berjamban dengan tangki septik

Proporsi rumah tangga yang mempunyai jamban dengan tangki septic

Pengeluaran Pengeluaran per kapita untuk makanan dan bukan makanan. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

(55)
(56)
(57)

BAB III

GAMBARAN UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR

Sejak ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2002 dan diresmikan pada tanggal 21 Februari 2003 oleh Mendagri, Kota Banjar mengalami perkembangan pesat di segala bidang. Indikator sosial ekonomi terus mengalami pertumbuhan positif tiap tahunnya. Peningkatan selaras antara indikator sosial dan ekonomi menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan Kota Banjar tidak hanya dititikberatkan pada pencapaian pembangunan ekonomi, pembangunan manusia pun turut menjadi prioritas utama.

Pada tahun 2011 dan 2012 pemeritah Kota Banjar meraih beberapa penghargaan bergengsi. Penghargaan tersebut antara lain penghargaan Innovative Government Award (IGA) di bidang peningkatan pelayanan publik melalui pembentukan kampung keluarga berencana (KB) pada tahun 2011 serta penghargaan capaian MDG’s di bidang kesehatan ibu dan anak pada tahun 2012. Penghargaan yang didapatkan merupakan pengakuan atas keberhasilan dan bukti nyata pelaksanaan komitmen pemerintah

(58)

Kota Banjar dalam rangka pencapaian target pembangunan manusia.

Gambaran mengenai keadaan pembangunan manusia Kota Banjar setiap tahun diperlukan guna menjadi dasar serta arah pengambilan kebijakan pembangunan manusia untuk masa selanjutnya.

3.1. Kependudukan

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar Tahun 2012, penduduk Kota Banjar mencapai 203.512 jiwa. Dengan wilayah seluas 131,97 km2 maka kepadatan penduduk Kota Banjar mencapai 1.541,99 jiwa/km2. Jumlah penduduk di atas terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 102.137 jiwa dan penduduk wanita sebanyak 101.375 jiwa. Dibandingkan dengan penduduk tahun sebelumnya, jumlah penduduk Kota Banjar mengalami peningkatan sebesar 3,08 persen. Pertumbuhan penduduk antara perempuan dan laki-laki cenderung seimbang pada kisaran angka 3 persen. Namun pertumbuhan penduduk perempuan relative sedikit lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki. Keadaan ini bisa terlihat dari penurunan sex rasio Kota Banjar dari 100,80 pada tahun 2011 menjadi 100,75 pada 2012. Penurunan tersebut semakin menunjukkan bahwa komposisi penduduk Kota Banjar sedang

(59)

menuju titik keseimbangan. Artinya bukan sesuatu yang mustahil apabila pada suatu saat, diantara setiap 100 orang laki-laki di Kota Banjar terdapat 100 perempuan juga.

Apabila jumlah penduduk di atas dirinci menurut kecamatan maka terlihat jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Pataruman yaitu 62.444 jiwa atau 30,68 persen. Jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Purwaharja yaitu 24.139 jiwa atau 11,86 persen. Dilihat dari laju pertumbuhan penduduk antar kecamatan, Kecamatan Pataruman mengalami pertumbuhan tertinggi dengan laju 3,51 persen. Disusul kemudian Kecamatan Purwaharja dengan laju 3,38 persen, Kecamatan Banjar dengan laju 3,18 persen dan laju terendah sebesar 2,42 persen terjadi di Kecamatan Langensari.

Dari sisi sex rasio, secara total di Kota Banjar memang menunjukkan penurunan. Namun bila dilihat di tiap kecamatan terdapat dua keadaan berbeda. Kecamatan Banjar dan Purwaharja mengalami penurunan sex rasio. Penurunan terbesar terjadi di Kecamatan Purwaharja, mencapai 1,07 poin dari 104,91 pada tahun 2011 menjadi 103,84 pada tahun 2012. Hal ini berarti peningkatan penduduk Kecamatan Purwaharja didominasi oleh penduduk perempuan baik dari sisi kelahiran maupun migrasi. Sementara penurunan sex rasio di Kecamatan Banjar hanya mencapai 0,19 poin. Sementara peningkatan sex rasio terjadi di

(60)

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar

Kecamatan Pataruman dan Kecamatan Langensari. Sex rasio di kedua kecamatan tersebut masing-masing meningkat sebesar 0,16 poin dan 0,28 poin sehingga dirasa kurang signifikan untuk mempertahankan keadaan sex rasio secara keseluruhan.

Rasio ketergantungan Kota Banjar mencapai 45,41 persen. Sementara pada tahun 2011 rasio ketergantungan mencapai 45,72 persen. Sehingga rasio ketergantungan Kota Banjar

Tabel 3.1. .

Gambar3.7.

(61)

mengalami penurunan sebesar 0,31 poin. Penurunan tersebut tidak berarti negatif. Justru penurunan tersebut mengindikasikan keadaan positif dalam hal potensi ketenagakerjaan. Penurunan tersebut memberikan sinyal bahwa jumlah penduduk usia produktif di Kota Banjar mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan peningkatan penduduk usia non produktif. Rasio 45,41 berarti 100 orang usia produktif harus menanggung beban hidup sekitar 45 orang usia non produktif. Dengan demikian perlu diingat bahwa semakin tinggi rasio ketergantungan menunjukkan keadaan negatif yang berarti semakin bertambah pula beban tanggungan usia produktif (umur 15-64 tahun) atas usia non produktif (umur 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas).

Secara rinci, rasio ketergantungan Kota Banjar didapatkan berdasarkan rasio ketergantungan di tiap kecamatan. Dan keadaan di atas memang didukung oleh penurunan rasio ketergantungan di tingkat kecamatan. Penurunan terbesar terjadi di Kecamatan Langensari yang mencapai 0,83 poin. Disusul penurunan di Kecamatan Pataruman sebesar 0,20 poin dan penurunan di Kecamatan Purwaharja sebesar 0,19 poin. Hanya rasio ketergantungan di Kecamatan Banjar yang mengalami peningkatan sebesar 0,07 poin dan merupakan kecamatan dengan rasio ketergantungan terbesar yang mencapai 46,17 persen.

(62)

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar

Komposisi penduduk Kota Banjar menurut struktur umur serta jenis kelamin tergambar jelas di piramida penduduk Kota Banjar. Penduduk Kota Banjar didominasi oleh penduduk usia produktif yang mencapai 68,77 persen dari total. Median umur Kota Banjar berada pada usia 29,58 tahun, termasuk dalam struktur penduduk intermediet. Dalam buku The Methods and Material of Demography (Jacob S.Siegel dan David A Swanson),

Gambar 3.1. .

Gambar3.7.

(63)

struktur penduduk dikatakan sebagai penduduk dewasa/intermediet jika memiliki median umur antara 20 tahun sampai 29 tahun. Walaupun median umur Kota Banjar lebih dari 29 tahun tetap belum bisa dikatakan penduduk tua karena syarat dikatakan penduduk tua adalah median umur 30 tahun ke atas. Ditambah syarat penduduk tua untuk proporsi penduduk 65 tahun ke atas adalah di atas 10 persen.

Kecenderungan tingkat kelahiran Kota Banjar secara umum juga bisa dilihat pada piramida tersebut. Terlihat pada panjang batang kelompok umur 0-4 tahun lebih pendek dibandingkan panjang batang kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini mencerminkan jumlah kelahiran yang stabil bahkan cenderung menurun. Hal ini berkaitan dengan program pengendalian jumlah penduduk Kota Banjar.

Keadaan sex rasio di tiap kelompok umur pun menarik untuk dilihat. Dari panjang batang tiap kelompok umur piramida penduduk di atas menunjukkan bahwa pada kelompok umur muda (di bawah 40 tahun) jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan sehingga sex rasio yang terjadi melebihi 100 persen. Sementara jumlah penduduk perempuan pada kelompok umur di atas 40 tahun cenderung lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk laki-laki yang menyebabkan sex rasio kurang dari 100 persen. Angka ini juga

(64)

bisa diartikan bahwa perempuan di Kota Banjar memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Sebelumnya telah diketahui rasio ketergantungan Kota Banjar mengalami penurunan yang berarti bahwa peningkatan usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia non produktif. Hal ini menunjukkan peningkatan potensi ketenagakerjaan Kota Banjar. Namun perlu dilihat lebih cermat apakah peningkatan tersebut terjadi pada penduduk laki-laki atau penduduk perempuan. Hal ini perlu dilakukan karena apabila peningkatan terbesar ternyata terjadi pada penduduk perempuan maka peningkatan potensi tersebut kurang maksimal. Pernyataan tersebut bukan bermaksud mengecilkan peran perempuan dalam bekerja. Namun kita juga menyadari bahwa apabila perempuan produktif telah memasuki jenjang perkawinan, sebagian besar dari perempuan tersebut hanya akan mengurus rumah tangga sehingga tidak termasuk angkatan kerja.

Berdasarkan data kependudukan didapatkan bahwa komposisi usia produktif pada tahun 2012 meningkat 0,14 poin dibandingkan keadaan tahun 2011. Peningkatan tersebut lebih didorong oleh peningkatan usia produktif penduduk laki-laki yang mencapai 0,26 poin. Sementara peningkatan usia produktif penduduk perempuan hanya mencapai 0,03 poin. Peningkatan pada usia produktif tentu saja berdampak pada penurunan

(65)

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar

komposisi usia non produktif. Namun ternyata penurunan tersebut didominasi oleh komposisi usia tua. Tentu saja hal ini sangat menggembirakan karena penurunan komposisi usia muda tidak terlalu besar dan akan mendongkrak komposisi usia produktif pada tahun-tahun mendatang.

Pada tahun 2012, komposisi usia tua mengalami penurunan sebesar 0,12 poin yang ditunjang penurunan Gambar 3.2.

.

Gambar3.7.

Persentase Penduduk menurut Kelompok Rasio Katergantungan di Kota Banjar Tahun 2011 dan Tahun 2012

(66)

komposisi usia tua penduduk laki-laki sebesar 0,18 poin dan penduduk perempuan sebesar 0,06 poin. Sementara penurunan komposisi penduduk usia muda hanya mencapai 0,02 poin. Penurunan tersebut sangat rendah dan lebih dipengaruhi penurunan komposisi usia muda penduduk laki-laki yang mencapai 0,07 poin. Sementara komposisi usia muda penduduk perempuan justru mengalami peningkatan sebesar 0,03 poin.

3.2. Kesehatan

Tolak ukur pembangunan manusia di bidang kesehatan dapat dilihat dari penyediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, indikator tentang keadaan kesehatan manusia sebagai objek pembangunan juga mencerminkan hasil pembangunan manusia. Misalnya jumlah keluhan kesehatan, angka kematian bayi, penolong kelahiran bayi, dan sarana perumahan penunjang kesehatan.

3.2.1. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat diperlukan berbagai sarana pendukung untuk pelayanan kebutuhan tersebut. Beberapa sarana kesehatan yang terdapat di Kota Banjar antara lain puskesmas, puskesmas

(67)

pembantu, posyandu, pusling, poskesdes, RB dan balai pengobatan.

Fasilitas kesehatan terdekat yang dapat digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat adalah puskesmas. Fungsi fasilitas tersebut harus didukung oleh tenaga kesehatan yang memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat.

Pelayanan ideal kebutuhan masyarakat bisa tercapai jika rasio ideal fasilitas dan tenaga kesehatan terhadap penduduk yang dicanangkan dalam Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat dipenuhi. Idealnya, satu puskesmas melayani 30.000 penduduk, satu puskesmas memiliki minimal tiga dokter, satu dokter melayani 25.000 penduduk dan seorang bidan melayani 1.000 penduduk.

Keseluruhan rasio puskesmas terhadap penduduk di Kota Banjar sudah termasuk ideal baik secara agregat maupun menurut kecamatan. Rasio puskesmas terhadap penduduk Kota Banjar sebesar 1:20.351 yang berarti setiap puskesmas rata-rata melayani 20.351 penduduk. Jika dilihat per kecamatan, rasio terbaik berada di Kecamatan Purwaharja dimana setiap puskesmas melayani 12.070 penduduk. Sementara rasio terendah berada di Kecamatan Langensari dimana setiap puskesmas melayani 29.532 penduduk.

(68)

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banjar

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar

Rasio dokter terhadap penduduk Kota Banjar pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan keadaan tahun 2011. Hal ini disebabkan karena terjadi penambahan dokter yang mencapai 30 persen. Rasio dokter terhadap penduduk di Kota Banjar sangat ideal 1:3.700, dimana rata-rata satu dokter hanya melayani 3.700 penduduk. Jika dilihat menurut kecamatan, rasio dokter terhadap penduduk terbaik berada di Kecamatan Purwaharja dimana satu dokter melayani 1.270 penduduk. Sementara rasio terendah berada di Kecamatan Langensari, satu orang dokter melayani 29.532 penduduk.

Tabel 3.2.

.

Gambar3.7.

Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan terhadap Penduduk di Kota Banjar Tahun 2011-2012

(69)

Pada tahun 2012 terdapat penambahan bidan yang mencapai 26,79 persen. Hal ini tentu saja membuat rasio bidan terhadap penduduk menjadi jauh lebih baik dibandingkan keadaan tahun 2011. Namun, tetap saja rasio yang tercipta masih jauh dari ideal. Padahal bidan merupakan ujung tombak dalam pemberian pelayanan menolong proses kelahiran pada masyarakat. Rasio bidan di Kota Banjar adalah 1:2.866 yang berarti satu bidan harus melayani 2.866 penduduk. Kecamatan Purwaharja memiliki rasio bidan terbaik dimana satu bidan melayani 2.194 penduduk. Kecamatan Langensari memiliki rasio bidan terendah, satu bidan melayani 3.474 penduduk.

3.2.2. Angka Kematian Bayi

Keberhasilan pembangunan manusia di bidang kesehatan bisa diukur melalui indikator yang dihitung berdasarkan keadaan kesehatan masyarakat. Salah satu indikator dimaksud adalah angka kematian bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Penghitungan angka ini didasarkan pada jumlah kematian bayi di bawah satu tahun terhadap jumlah kelahiran selama satu tahun pada tahun yang sama.

(70)

Menurut "B-Pichart classification"-Stan D'Souza (1984) dalam Brotowasisto (1990), Angka kematian Bayi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah, yaitu:

1. Daerah dengan AKB diatas 100 per seribu kelahiran bayi hidup sebagai daerah soft-rock, di mana sebagian besar kejadian kematian bayi disebabkan oleh penyakit menular.

2. Daerah dengan AKB 30-100 per seribu kelahiran hidup dikategorikan sebagai daerah intermediate-rock, yang memerlukan perubahan sosial untuk menurunkan AKB-nya. 3. Daerah dengan AKB di bawah 30 per seribu kelahiran bayi

hidup diklasifikasikan sebagai daerah hard-rock, yaitu hanya sebagian kecil saja kematian yang disebabkan oleh penyakit menular dan sebagian besar disebabkan oleh kelahiran bawaan atau congenital.

Perkembangan AKB di Kota Banjar menunjukkan trend positif setiap tahun. Keadaan tersebut tersaji baik penghitungan secara statistik maupun perhitungan riil di lapangan. Walaupun nilai nominal kedua penghitungan tersebut berbeda namun arah dan tingkat perkembangannya serupa. Pendataan Dinas Kesehatan Kota Banjar pada tahun 2012 mendapatkan AKB sebesar 14,06. Artinya pada tahun 2012 terjadi sebanyak 14 kematian bayi diantara 1000 kelahiran bayi. Sementara nilai AKB

(71)

Sumber: *Dinas Kesehatan Kota Banjar

Susenas 2007, 2010-2012, Badan Pusat Statistik Suseda 2008-2009, Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat

pada tahun 2011 sebesar 16,92. Sehingga terjadi penurunan AKB sebesar 16,16 persen. Dari sisi penghitungan statistik, nilai perhitungan AKB sebesar 22,67. AKB pada tahun sebelumnya 27,33 sehingga terjadi penurunan sebesar 17,05 persen. Dengan demikian terbukti arah dan besaran perkembangannya serupa.

Selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa angka kematian bayi berada di bawah 30 per seribu kelahiran hidup sehingga masuk klasifikasi daerah hardrock. Dalam lima tahun terakhir kedua angka tersebut juga memberikan informasi angka kematian bayi yang semakin kecil tiap tahunnya. Angka kematian

Tabel 3.3. .

Gambar3.7.

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Wanita di Kota Banjar Tahun 2007-2012

(72)

bayi yang semakin kecil mengindikasikan tingkat kesehatan bayi yang meningkat. Sementara tingkat kesehatan bayi sangat dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan dan kesadaran orang tua terhadap arti penting kesehatan itu sendiri. Dengan demikian juga bisa diartikan bahwa tingkat kesejahteraan dan pengetahuan masyarakat meningkat pula.

Penurunan angka kematian bayi juga diindikasikan sangat berkorelasi dengan umur perkawinan pertama. Semakin tinggi umur perkawinan pertama maka tingkat kematian bayi semakin kecil. Dengan logika bahwa semakin dewasa seseorang maka semakin siap secara fisik dan mental untuk melahirkan, semakin tinggi pula pemahamannya terhadap informasi penting mengenai segala hal terkait perawatan bayi. Dengan demikian kesehatan bayi akan lebih diperhatikan.

Rata-rata umur perkawinan pertama Kota Banjar selama kurun waktu lima tahun terakhir berada di kisaran umur 20 tahun ke atas, menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan umur perkawinan pertama. Sehingga diperkirakan usia ibu melahirkan juga berada di kisaran umur tersebut. Usia tersebut merupakan usia ideal melahirkan sesuai dengan usia melahirkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu umur 20-30 tahun.

(73)

3.2.3. Penolong Kelahiran

Perkembangan kesehatan ibu dan anak berpengaruh terhadap perkembangan nilai IPM. Hal itu dikarenakan salah satu pembentuk nilai IPM, AHH, dibangun oleh keadaan kesehatan ibu dan anak. Angka yang digunakan adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup. Semakin tinggi kualitas kesehatan ibu dan anak akan memperbesar peluang hidup keduanya. Dan pada akhirnya akan memperkecil AKB yang terjadi.

AKB juga dipengaruhi oleh penanganan saat proses kelahiran. Tentunya peluang hidup ibu dan bayi akan lebih besar jika saat persalinan dibantu oleh tenaga medis yang berkompeten seperti dokter ahli kandungan dan bidan. Dokter dan bidan sangat memperhatikan keadaan pasien sebelum, saat dan setelah melahirkan sesuai SOP penanganan persalinan sehingga antisipasi terhadap keadaan tidak terduga bisa cepat. Hal tersebut yang tidak bisa dipenuhi jika persalinan dilakukan oleh dukun bayi atapun lainnya.

Seperti tahun-tahun sebelumnya mayoritas proses persalinan sudah ditangani oleh dokter dan bidan, mencapai 86,14 persen. Persalinan yang ditangani bidan sebesar 69,34 persen dan sisanya sebesar 16,80 persen ditangani oleh dokter. Berdasarkan fakta tersebut maka bidan merupakan motor utama di lapangan dalam proses kelahiran.

(74)

Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik

Perbandingan antara penolong pertama dan terakhir menunjukkan kecenderungan pasien dalam memilih penolong kelahiran. Pasien yang datang dan langsung ditangani oleh dokter sebanyak 9,84 persen. Artinya pasien langsung memilih agar proses persalinan ditangani dokter. Namun terlihat dokter sebagai penolong terakhir mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Selisih tersebut memiliki arti pada saat persalinan pasien memiliki keadaan khusus yang penanganannya harus dilakukan oleh dokter Gambar 3.3.

.

Gambar3.7.

Persentase Penolong Pertama dan Terakhir Kelahiran Balita di Kota Banjar Tahun 2012

(75)

ahli. Sementara mayoritas pasien yang datang ke bidan, proses kelahirannya berjalan dengan lancar. Hal yang menarik bahwa masih ada masyarakat yang tetap memilih dukun bayi sebagai rujukan untuk melahirkan. Sebanyak 18,04 persen yang datang ke dukun bayi dan 11,89 persen yang tertangani. Sementara sisanya kemungkinan besar dirujuk/ditangani bidan atau dokter.

Program jampersal digulirkan untuk meniadakan kendala biaya bagi masyarakat kurang mampu sehingga setiap proses persalinan akan ditangani oleh dokter/bidan. Proses persalinan pada tahun 2012 yang ditangani langsung oleh dokter mengalami peningkatan hampir 100 persen, dari 8,7 persen pada tahun 2011 menjadi 16,8 persen. Hal ini menyiratkan peningkatan kepedulian orang tua terhadap perkembangan anak. Peningkatan tersebut secara langsung mempengaruhi jumlah persalinan yang ditangani bidan. Persalinan yang ditangani bidan hanya mencapai 69,3 persen. Sementara pada tahun sebelumnya persentase tersebut mencapai 83,9 persen. Dan persalinan yang dilakukan tenaga kesehatan lainnya hanya dua persen.

Memang mayoritas persalinan ditangani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. Namun pada kenyataannya tetap saja ada masyarakat yang meminta bantuan kepada dukun bayi dalam proses persalinannya. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang program jampersal bisa menjadi penyebabnya.

(76)

Sumber: Susenas 2011-2012, Badan Pusat Statistik

Diharapkan peran proaktif bagi instansi terkait sehingga persalinan di dukun bayi bisa diminimalisir. Faktor jarak dan hal lain yang bersifat situasional juga bisa menyebabkan proses persalinan dilakukan oleh dukun bayi.

Pada tahun 2012, sebanyak 11,9 persen persalinan dibantu oleh dukun bayi. Padahal pada tahun sebelumnya kelahiran yang ditangani dukun bayi sempat turun, hanya 6

Gambar 3.4. .

Gambar3.7.

Persentase Penolong Terakhir Kelahiran Balita di Kota Banjar Tahun 2011-2012

(77)

persen. Perlu diperhatikan bahwa data di atas memperlihatkan penolong utama kelahiran balita. Diharapkan perkembangan jumlah kelahiran yang ditangani tenaga kesehatan semakin meningkat setiap tahun. Di sisi lain, kelahiran yang ditangani oleh dukun bayi semakin turun. Apabila ternyata kelahiran yang ditangani dukun bayi meningkat, walapun relatif kecil, perlu perhatian serius dari instansi terkait.

3.2.4. Lama Pemberian Asi

Menurut WHO, asupan gizi bayi yang paling utama adalah Air Susu Ibu (ASI) terlebih pada umur 6 bulan pertama. Adanya program ASI eksklusif, pemberian asi tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan, menunjukkan kandungan asi yang luar biasa sehingga kebutuhan energi bayi sudah tercukupi. Beberapa kajian pun menyatakan bahwa kandungan ASI menyesuaikan kebutuhan bayi sesuai perkembangannya.

Dari tahun ke tahun terlihat adanya peningkatan kesadaran ibu terhadap pentingnya pemberian ASI kepada bayi. Hanya sebagian kecil balita yang tidak pernah merasakan manfaat ASI. Pada tahun 2012 sebanyak 98,89 persen balita telah diberi ASI. Sisanya, 1,11 persen, tidak diberi ASI. Dimungkinkan keadaan tersebut terjadi bukan disengaja melainkan dikarenakan kematian

(78)

Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik

ibu saat melahirkan, tidak keluar ASI , bekerja atau sebab-sebab lain yang sifatnya urgen.

Dari jumlah balita yang diberi ASI, sebanyak 57,3 persen diberi asi sampai umur kurang dari dua tahun. Dengan rincian: 32,1 persen diberi ASI 18-23 bulan; 16,8 persen diberi ASI 12-17 bulan; 2,9 persen diberi ASI 6-11 bulan; dan 5,6 persen diberi ASI di bawah 6 bulan. Dari data tersebut terlihat bahwa semakin lama periode pemberian ASI semakin tinggi pula persentase balita yang diberi ASI. Kecenderungan tersebut merupakan sinyal positif mengenai peningkatan kesadaran masyarakat akan arti penting

Gambar 3.5. .

Gambar3.7.

Persentase Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012

(79)

Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik

ASI. Sementara sisanya sebanyak 42,7 persen diberi ASI sampai umur di atas 2 tahun.

Masih banyak balita yang diberi ASI hanya sampai 17 bulan. Padahal idealnya pemberian ASI terhadap balita bisa sampai 24 bulan. Sosialisasi serta dorongan kepada masyarakat mengenai manfaat pemberian ASI harus terus ditingkatkan. Tentu saja semua itu memiliki tantangan. Gencarnya promosi susu formula di segala media merupakan tantangan utama. Pola pikir serta kesadaran yang telah tertanam tentang manfaat ASI jangan

Gambar 3.6.

.

Gambar3.7.

Persentase Lama Pemberian ASI kepada Balita di Kota Banjar Tahun 2012

(80)

sampai tergantikan oleh produk-produk yang sebenarnya hanya untuk pendamping ASI.

3.2.5. Imunisasi

Balita masih sangat rentan terserang suatu penyakit karena belum mempunyai sistem kekebalan tubuh. Sementara kekebalan tubuh terbentuk pada saat tubuh terserang penyakit. Oleh karena itu tubuh perlu dirangsang dengan vaksin, bibit penyakit yang dilemahkan, sehingga memicu terbentuknya sistem kekebalan tersebut. Proses vaksinasi ini dikenal dengan imunisasi. Imunisasi yang diberikan yaitu BCG, DPT, Polio, Campak/Morbili dan Hepatitis B. Pemberian imunisasi disesuaikan dengan umur bayi. Hepatitis B(1) diberikan pada saat bayi berumur

0-7 hari. Sementara hepatitis B(2) dan B(3) diberikan saat bayi

berumur 2 dan 3 bulan. BCG diberikan pada bayi berumur kurang dari satu bulan. Polio(1), Polio(2), dan Polio(3) diberikan pada umur 2,

3, dan 4 bulan. Jadwal pemberian DPT(1), DPT(2), dan DPT(3)sama

dengan Polio(1), Polio(2), dan Polio(3). Sementara pada umur 9 bulan,

bayi diberi imunisasi campak/morbili dan Polio(4).

Tabel 3.4. menyajikan persentase balita yang mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian imunisasi. Sebagai contoh penghitungan pada jenis imunisasi

(81)

Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik

campak/morbili, balita yang masuk hitungan adalah balita yang berumur 9 bulan ke atas. Sementara untuk imunisasi yang diberikan berulang kali seperti polio, umur dihitung mulai saat pertama kali balita harus menerima imunisasi tersebut. Perlu diketahui juga bahwa persentase di atas tidak menampilkan pemberian imunisasi lengkap, hanya menampilkan persentase balita yang pernah mendapat imunisasi sesuai jenisnya.

Pada tahun 2012 mayoritas balita telah mendapatkan imunisasi. Secara rata-rata, balita yang telah diimunisasi mencapai lebih dari 90 persen. Imunisasi tertinggi merupakan pemberian imunisasi BCG yang mencapai 97,15 persen. Sementara

Tabel 3.4. .

Gambar3.7.

Persentase Balita menurut Jenis Imunisasi yang Diberikan di Kota Banjar Tahun 2012

(82)

pemberian imunisasi Campak dan Hepatitis B menempati angka terendah dengan 91,98 persen. Apabila dilihat menurut jenis kelamin, pemberian imunisasi pada balita perempuan terlihat cenderung lebih tinggi dibandingkan pemberian pada balita laki-laki.

3.2.6. Keluhan Kesehatan

Persentase keluhan kesehatan yang dialami masyarakat menunjukkan derajat kesehatan. Keduanya memiliki hubungan yang berlawanan. Semakin tinggi persentase keluhan kesehatan menunjukkan semakin rendah derajat kesehatan. Keluhan kesehatan yang ditampilkan lebih dikhususkan kepada penyakit yang sering diderita masyarakat. Sementara penyakit-penyakit khusus/berat tidak bisa ditampilkan secara spesifik.

Keluhan kesehatan di atas masuk ke dalam pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dasar secara medis apabila pengobatannya dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah seperti puskesmas, puskesmas pembantu, dan sarana kesehatan lainnya. Berdasarkan persentase keluhan kesehatan yang diderita, instansi terkait bisa memperkirakan persediaan-persediaan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat

(83)

Sumber: Susenas 2011-2012, Badan Pusat Statistik

tersebut antara lain stok obat-obatan, tenaga kesehatan yang diperlukan dan lainnya.

Panas, batuk dan pilek merupakan penyakit-penyakit yang paling sering dialami masyarakat. Jumlah penderita ketiga penyakit tersebut cenderung meningkat pada tahun 2012. Penderita penyakit batuk mengalami peningkatan tertinggi, disusul oleh penderita penyakit pilek dan penderita penyakit

Gambar 3.7.

.

Gambar3.7.

Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2011-2012

(84)

panas. Walaupun tidak disebutkan secara terperinci, yang perlu diperhatikan adalah peningkatan jumlah penderita penyakit lainnya yang lebih tinggi daripada peningkatan penderita penyakit batuk. Jangan sampai peningkatan yang terjadi berasal dari peningkatan penderita penyakit-penyakit berat seperti stroke, jantung, diabetes dan lainnya.

Sebagian besar masyarakat yang terganggu kesehatannya hanya menderita penyakit yang bisa dikatakan ringan. Dalam arti, penanganan penyakit tersebut mudah dan periode waktunya pun relatif singkat. Pernyataan tersebut tergambarkan oleh seberapa lama masyarakat merasa terganggu aktivitas kesehariannya akibat penyakit dan proses penyembuhannya.

Lebih dari setengah, tepatnya 52,89 persen, dari total masyarakat yang mengalami keluhan kesehatan hanya membutuhkan waktu tiga hari bahkan kurang untuk penyembuhannya. Sementara 26,59 persen membutuhkan waktu empat sampai 7 hari untuk sembuh. Apabila digabungkan maka sebanyak 79,48 persen membutuhkan waktu seminggu atau kurang untuk sembuh. Sisanya diduga penderita penyakit berat karena waktu penyembuhan yang diperlukan lebih dari seminggu.

(85)

Sumber: Susenas 2011, Badan Pusat Statistik

Manusia sudah selayaknyalah berusaha dan berdoa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula tatkala mendapatkan musibah mengalami keluhan kesehatan. Penanganan yang tepat sangat diperlukan agar keluhan kesehatan tersebut dapat segera teratasi. Cara penanganan tersebut bisa dilakukan sendiri maupun dibantu oleh dokter. Pengobatan sendiri dilakukan dengan cara mengkonsumsi obat sesuai jenis

Gambar 3.8.

.

Gambar3.7.

Persentase Lamanya Penduduk Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012

(86)

Sumber: Susenas 2012, Badan Pusat Statistik

penyakitnya tanpa resep dokter. Pembelian obat bisa di apotik maupun warung biasa.

Pada tahun 2012 ada sebanyak 70,07 persen masyarakat yang mengobati sendiri penyakitnya. 48,36 persen diantaranya berhasil sembuh. Sementara 21,71 persen, setelah mencoba mengobati sendiri namun tidak sembuh juga, harus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan kesembuhannya. Hanya sebanyak 24,58 persen masyarakat yang langsung menemui tenaga kesehatan untuk berobat. Namun ada juga masyarakat yang membiarkan atau hanya berharap penyakitnya Tabel 3.5.

.

Gambar3.7.

Persentase Cara Pengobatan Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Kota Banjar Tahun 2012

(87)

sembuh dengan sendirinya. Sejumlah 5,36 persen masyarakat tidak melakukan pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya. Bisa saja karena penyakit tersebut merupakan penyakit ringan yang biasa diderita. Bisa juga penyakit berat dibiarkan tanpa penyembuhan karena faktor biaya atau sudah berusaha diobati namun tak kunjung sembuh yang pada akhirnya dibiarkan begitu saja.

3.2.7. Pola Hidup Sehat

Pola hidup masyarakat bisa berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Pola hidup merupakan kebiasaan dalam beraktivitas sehari-hari. Pola hidup yang bersih dan sehat tentunya lebih dapat menjamin kesehatan jika dibandingkan dengan pola hidup yang tidak bersih. Pola hidup didekati melalui indikator penggunaan fasilitas air minum, penggunaan tempat buang air besar dan jenis tempat pembuangan akhir tinja.

Penggunaan fasilitas di atas dibedakan menjadi penggunaan sendiri, bersama, dan umum. Penggunaan sendiri dan bersama ditekankan pada akses terbatas bagi rumah tangga tertentu untuk menggunakan fasilitas dimaksud. Sementara penggunaan umum tidak ada batasan. Rumah tangga mana pun bisa mengakses fasilitas tersebut. Sehingga rumah tangga pengguna fasilitas umum lebih rentan terjangkit bibit penyakit.

(88)

Sumber: Susenas 2011-2012, Badan Pusat Statistik

Sementara pada penggunaan sendiri dan bersama, kalaupun ada anggota rumah tangga yang sakit maka penyebarannya hanya seputar rumah tangga tersebut.

Hasil Susenas 2012 menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri mencapai 87,25 persen; 7,46 persen digunakan bersama; 3.59 persen digunakan umum; dan 1,70 tidak mempunyai fasilitas air minum. Bila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2011, keadaan di atas mengalami

Gambar 3.9. .

Gambar3.7.

Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kota Banjar Tahun 2011-2012

(89)

Sumber: Susenas 2011-2012, Badan Pusat Statistik

perbaikan kualitas. Hal ini terlihat dari peningkatan fasilitas air minum sendiri. Ditunjang penurunan pada penggunaan fasilitas air minum umum. Namun rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas air minum sedikit mengalami peningkatan.

Peningkatan juga terjadi pada penggunaan sendiri fasilitas tempat buang air besar, dari 73,70 persen di tahun 2011 menjadi 74,52 persen. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar secara umum dan tidak ada fasilitas mengalami penurunan. Keadaan

Gambar 3.10. .

Gambar3.7.

Persentase Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kota Banjar Tahun 2011-2012

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip organisasi ruang seperti luan-teben dan Sanga Mandala , dalam kon- teks permukiman berbasis unit kosmologis desa adat, akan sulit dimanfaatkan dalam proses analisis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) seberapa besar pengaruh manajemen kelas terhadap peningkatan efektifitas pembelajaran (2) seberapa besar

Karena itu penelitian ini dirancang; Untuk menilai hubungan antara distribusi serotipe virus Dengue dari isolate nyamuk Aedes spesies dengan tingkat

Sedangkan Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan Perundang-Undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan

Tidak ada proses seleksi yang dilakukan, siswa yang medaftar paling awal (cepat) akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pembelajaran di TK Jogja Green School dan

Nilai budaya dalam leksikon erpangir ku lau tradisi suku Karo mengandung nilai-nilai budaya yaitu (1) nilai keharmonisan dan kedamaian, (2) nilai kesejahteraan, (3)

Objek dalam penelitian ini adalah kualitas soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) berdasarkan analisis validitas, reliabilitas, kesukaran item, daya pembeda

Pada posisi problematis inilah pentingnya penelitian ini dilakukan dan potensi hasil yang daharapkan sesuai dengan Rencana Induk Penelitian Universitas Udayana