• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bidang Unggulan : Kesehatan, dan Obat-obatan Kode Topik Penelitian : C.1.1

Kode Rumpun Ilmu : 596

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA

JUDUL PENELITIAN

MODEL PENGATURAN ANTI OBESITAS DALAM RANGKA PENGUATAN SERTA PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN

MASYARAKAT DI INDONESIA

(KOMPARATIF DI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG)

TIM PENGUSUL

I Nyoman Bagiastra, SH.,MH. (0002107805)

Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH. (0019077901)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

SEPTEMBER 2018

(2)
(3)

3

(4)

4

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... Error! Bookmark not defined. RINGKASAN ... Error! Bookmark not defined.

PRAKATA ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Urgensi dan Potensi Hasil... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 21

3.1 Tujuan Penelitian ... 21

3.2 Manfaat Penelitian ... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Pendekatan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Sumber Bahan Hukum ... 16

4.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 17

4.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ... 17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

5.1 Obesitas Dalam Perspektif Ilmu Kesehatan ... 19

5.2 Peran dan Upaya Pemerintah menanggulangi Obesitas ...Error! Bookmark not defined. 5.3 Kendala Pemerintah dalam menanggulangi Obesitas Error! Bookmark not defined. 5.4 Pengaturan Anti Obesitas di Beberapa Negara ... Error! Bookmark not defined. 5.4.1 Negara Berkembang ... 27

5.4.2 Negara Maju ... 31

BAB VI Konstruksi hukum serta model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia .... Error! Bookmark not defined. BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

(5)

5

7.2 SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... 37

LAMPIRAN 1 ... 37

LOG BOOK PELAKSANAAN PENELITIAN ... 37

LAMPIRAN 2 ... 43

SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS ... 43

LAMPIRAN 3 ... 44

BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI ... 44

LAMPIRAN 4 ... 56

(6)

6

RINGKASAN

Secara regulasi, sejatinya pemerintah Indonesia menyadari akan bahaya dampak serta resiko yang ditimbulkan dari obesitas. Terlihat dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji yang selanjutnya diamandemen dengan Permenkes Nomor 63 Tahun 2015.

Di Negara maju yaitu Amerika dan Jepang memiliki program khusus serta regulasi terkait penanganan obesitas. Malaysia merupakan yang menjadi negara pertama di Asia yang memiliki undang-undang antiobesitas agar obesitas menurun di masyarakatnya.

Roscoe Pound menyatakan hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering). Hukum dalam arti kaedah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan.

Prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan mencapai tingkat yang membahayakan. Intervensi pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan, yatu dengan membuat suatu regulasi sebagai alat untuk merekayasa sosial terkait permasalahan obesitas di Indonesia.

. Pada posisi problematis inilah pentingnya penelitian ini dilakukan dan potensi hasil yang daharapkan yaitu mengenai Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang). Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Apakah pengaturan terhadap segala potensi penyebab obesitas sudah terakomodir dengan baik dalam rangka peningkatan derajat kesehatan di Indonesia? (2) Bagaimana konstruksi model pengaturan anti obesitas di negara maju dan negara berkembang lainnya ? (3) Bagaimanakah konstruksi hukum serta model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Luaran dari penelitian ini adalah akan disampaikan berbentuk makalah dalam pertemuan Nasional, serta akan dibuatkan dalam dalam bentuk buku teks dan terdaftar di HKI.

(7)

7 PRAKATA

Puja dan Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), berkat anugerah dan perkenan-Nya maka Laporan Kemajuan Penelitian Unggulan Udayana ini dapat diselesaikan. Melalui kegiatan penelitian ini, Tim Peneliti melakukan penelitian Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang).

Kegiatan Penelitian Unggulan Udayana ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami menghaturkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana yang telah mendukung kegiatan penelitian ini secara finansial melalui Hibah Unggulan Universitas Udayana Tahun Anggaran 2018. Selanjutnya kami juga menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, mahasiswa yang telah ikut bersama-sama dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini serta tentu saja pada seluruh Tim peneliti.

Kami berharap hasil penelitian yang berjudul Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang) ini akan memberikan manfaat secara keilmuan terutama dalam rangka peningkatan penelitian di bidang hukum kesehatan khususnya mengenai hukum kesehatan masyarakat.

Denpasar, September 2018

(8)

8 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keinginan pendirian negeri dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dimana seharusnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibangun untuk melindungi rakyat, dalam praktik sektor kesehatan, rakyat tidak terlindungi secara baik, khususnya masyarakat miskin. Hidup sehat merupakan hak paling mendasar dan prasyarat seseorang bisa berfungsi normal. Fungsi normal seseorang adalah tumbuh kembang, bermain ketika bayi sampai usia sekolah, belajar ketika usia sekolah, bekerja setelah usia sekolah, hidup sehat membina anak cucu ketika usia lanjut.1

Obesitas atau kegemukan untuk sebagian orang sejatinya merupakan suatu permasalahan yang harus ditangani secara serius. Selain mengganggu penampilan dari segi estetika, obesitas juga menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang disebabkan oleh obesitas ini beragam mulai dari hipertensi, penyakit jantung koroner hingga stroke. Penyebabnya bermacam-macam di antaranya adalah genetis, faktor lingkungan, faktor psikis, kelainan atau penyakit seperti hipotiroidisme, dan aktivitas fisik. Penyebab tersering obesitas adalah faktor lingkungan yaitu pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Obesitas di Indonesia sudah mulai dirasakan secara nasional dengan semakin meningginya angka kejadiannya. Selama ini kegemukan di Indonesia belum menjadi sorotan prioritas karena masih disibukkan terhadap masalah kekurangan gizi.2

Obesitas merupakan suatu keadaan fisiologis akibat dari penimbunan lemak secara berlebihan di dalam tubuh. Saat ini gizi lebih yang tidak terkontrol dan obesitas merupakan epidemik di negara maju, seperti Inggris, Brasil, Singapura dan dengan cepat berkembang di negara berkembang,

1 Hasbullah Thabrany, 2015, Jaminan Kesehatan Nasional, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h.1

2 Kementerian Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010.

(9)

9

terutama populasi kepulauan Pasifik dan negara Asia tertentu. Prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir dan dianggap oleh banyak orang sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama.3

Di Indonesia, obesitas belum dijadikan sebuah masalah yang darurat karena tindakan preventif dan promotif belum berjalan dengan baik. Kegiatan kuratif dan rehabilitatif masih menjadi yang dominan dibandingkan dengan pencegahan dan promosi kesehatan. Padahal, obesitas ini merupakan masalah yang harus segera ditangani karena memiliki efek domino yang mampu mempengaruhi kesehatan hingga kegiatan perekonomian.

Meskipun obesitas di Indonesia belum mendapat perhatian khusus, namun kini sudah saatnya Indonesia mulai berkonsentrasi terhadap masalah obesitas baik pada anak maupun orang dewasa. Hal tersebut bilamana dibiarkan akan berpotensi mengganggu sumber daya manusia (Human Capital) di kemudian hari serta sudah dapat dipastikan biaya kesehatan untuk penyakit yang ditimbulkan dari obesitas akan meningkat secara drastis.

Menjadi suatu keharusan bagi Pemerintah (baik pemerintah pusat maupun daerah) dan penentu kebijakan lainnya untuk menetapkan kebijakan dan rencana kegiatan yang menjamin ketersediaan (availabillity) dan keterjangkauan (accessability) pemeliharaan kesehatan untuk semua secepat mungkin demi kesejahteraan masyarakat secara adil dan beradab.4 Menurut Mantan Menteri Kesehatan, Farid Anfasa Moeloek, Pembangunan yang tidak mengindahkan dampak positif dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, kesehatan lingkungan, kesehatan sosial, dan kesehatan budaya merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia.5

3 Sarah EB and the Expert Committee. Expert Committee Recommendations Regarding

the Prevention, Assesment, and traetment of Child and Adolescent Overweight and Obesity: Summary Report. J.Pediatrics. 2007;120;S164- S192. Available at www.pediatrics.org/cgi/full/120/supplement_4/S164. Accesed April 1, 2011.

4 Lihat Sri. Astuti. Suparmanto, Pedoman Umum Pelayanan Posyandu, Jakarta,

Departemen Kesehatan RI. 2006.

5 Lihat Farid Anfasa Moeloek, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat, Makalah pada Seminar Pembangunan Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 14-18 Juli 2003, h. 6.

(10)

10

Secara regulasi, sejatinya pemerintah Indonesia menyadari akan bahaya dampak serta resiko yang ditimbulkan dari obesitas. Terlihat dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji yang selanjutnya diamandemen dengan Permenkes Nomor 63 Tahun 2015.

Roscoe Pound menyatakan hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering). Hukum dalam arti kaedah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan.

. Pada posisi problematis inilah pentingnya penelitian ini dilakukan dan potensi hasil yang daharapkan sesuai dengan Rencana Induk Penelitian Universitas Udayana mengenai bidang unggulan Kesehatan, dan Obat-Obatan spesifikasinya mengenai gizi dan teknologi obat-obatan ( peningkatan status gizi dan perbaikan life style yang mendukung derajat kesehatan dan gizi serta masalah malnutrisi) dengan judul penelitian, Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang). Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Apakah pengaturan terhadap segala potensi penyebab obesitas sudah terakomodir dengan baik dalam rangka peningkatan derajat kesehatan di Indonesia? (2) Bagaimana konstruksi model pengaturan anti obesitas di negara maju dan negara berkembang lainnya ? (3) Bagaimanakah konstruksi hukum serta model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia?

1.2 Urgensi dan Potensi Hasil

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengkaji guna merumuskan suatu model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang). yang sesungguhnya secara urgensi terkait

(11)

11

obesitas di Indonesia sudah dalam taraf membahayakan, disinilah bagaimana peran ilmu hukum untuk menjembatani permasalahan tersebut yang bertujuan untuk memberikan solusi guna merekayasa sosial agar masyarakat mulai menyadaari akan arti penting kesehatan sehingga pada akhirnya memberikan suatu hal yang berguna bagi kehidupan masyarakat.

Penelitian ini urgensi serta potensi hasilnya adalah Hasil penelitian yang diharapkan melahirkan suatu produk politik hukum baru yang bersifat predictability yaitu dengan menganalisa secara mendalam terkait suatu model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang), serta diharapkan memberikan suatu model, prototipe, teknologi tepat guna, rekayasa social guna mewujudkan serta memberikan suatu terobosan kebaharuan berpikir dalam metode kesehatan masyarakat. Penelitian ini diharapkan menghasilkan inovasi teknologi pada bidang-bidang unggulan dan rekayasa sosial guna meningkatkan pembangunan berkelanjutan pada tingkat lokal maupun nasional. Disamping itu juga hasil penelitian ini dapat sekiranya memberikan sumbangan pemikiran secara akademis khususnya dalam pengembangan hukum kesehatan berupa peningkatan kualitas perkuliahan berupa teori baru, buku ajar, model pembelajaran; peningkatan kompetensi dosen; meningkatkan publikasi ilmiah; meningkatkan perolehan HKI; meningkatkan iklim ilmiah di perguruan tinggi; serta model pemberdayaan masyarakat.

(12)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Terdahulu

Hasil penulusuran dari beberapa karya tulis baik cetak maupun elektronik, belum diketemukannya mengenai penelitian yang membahas mengenai model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang). Novelty hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebaharuannya.

2.2 Studi Teoritik

Obesitas atau yang biasa kita kenal sebagai kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping/langsing dan proporsional, merupakan idaman bagi mereka. Hal ini semakin diperparah dengan berbagai iklan di televisi, surat kabar dan media massa lain yang selalu menonjolkan figur-figur wanita yang langsing dan iklan berbagai macam ramuan obat-obatan, makanan dan minuman untuk rnerampingkan tubuh. Akibatnya jutaan rupiah uang dibelanjakan untuk diet ketat, obat-obatan, dan perawatan-perawatan guna menurunkan berat badan. Tidak berbeda dengan rernaja putri, remaja pria pun takut menjadi gemuk. Bagi mereka, pria yang memiliki bobot berlebih dianggap akan mengalami permasalahan yang cukup berat untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak remaja pria yang berharap dapat membuat tubuhnya ideal (menjadi sedikit berotot/kekar) dan keinginan mereka untuk itu pada sebagian remaja disalurkan melalui kegiatan olahraga. Namun sayangnya bagi mereka yang kegemukan kegiatan olahraga akan terasa sebagai siksaan. 6

Dihadapkan pada obesitas, tidak jarang seorang yang mengalami obesitas bereaksi secara berlebihan. Tidak jarang pula mereka menjadi frustrasi karena meskipun sudah melakukan diet ketat dan mengkonsumsi ramuan atau

6 Ammerman, R, T & Hersen, M, 1997, Handbook of Prevention and Adolescent. New

(13)

13

obatan penurun berat badan, ternyata bobot tubuh tidak kunjung turun, bahkan dapat dikatakan sebagai pemicu terjadinya Anoreksia Nervosa dan Bulimia Nervosa. Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian, obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik, disfungsi salah satu bagian otak, pola makan yang berlebih, kurang gerak/olahraga, emosi, faktor lingkungan, faktor sosial, faktor kompensasi, dan faktor gaya hidup.7

Faktor Genetik

Kegemukan dapat diturunkan dan generasi sebelumnya pada generasi berikutnya didalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.

Faktor Kerusakan Pada Salah satu Bagian Otak

Sistern pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain dan otak dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah dan daerah lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi dan darah. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan); hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila

7 Celio dkk, 2001, Reducing risk factor for eating disorder: Comparison of internet and a

classroom-delivered psychoeducational program. Jaurnal of Counsalting & clinical Psycology, h. 650-657.

(14)

14

kerusakan terjadi pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.8

Pola Makan Berlebihan

Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal terhadap syarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dan kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan.

Kurang Gerak/Olahraga

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dan dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dan kedua factor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dan pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energy seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.

8 Kaplan, H, I. et all, 1994, Sipnosis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis.

(15)

15 Pengaruh Emosional

Sebuah pandangan populer adalah bahwa obesitas bermula dan masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang gemuk haus akan cinta kasih, seperti anak-anak makanan dianggap sebagai simbol kasih sayang ibu, atau kelebihan makan adalah sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya. Walaupun penjelasan demikian cocok pada beberapa kasus, namun sebagian orang yang kelebihan berat badan tidaklah lebih terganggu secara psikologis dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan normal. Meski banyak pendapat yang mengatakan bahwa orang gemuk biasanya tidak bahagia, namun sebenarnya ketidakbahagiaan/tekanan batinnya lebih diakibatkan sebagai hasil dari kegemukannya. Hal tersebut karena dalam suatu masyarakat seringkali tubuh kurus disamakan dengan kecantikan, sehingga orang gemuk cenderung main dengan penampilannya dan kesulitannya mengendalikan diri terutama dalam hal yang berhubungan dengan perilaku makan. Orang gemuk seringkali mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih banyak apa bila mereka tegang atau cemas, dan eksperimen membuktikan kebenarannya. Orang gemuk makan lebih banyak dalam suatu situasi yang sangat mencekam; orang dengan berat badan yang normal makan dalam situasi yang kurang mencekam .

Dalam suatu studi yang dilakukan White pada kèlompok orang dengan berat badan berlebih dan kelompok orang dengan berat badan yang kurang, dengan menyajikan kripik (makanan ringan) setelah mereka menyaksikan empat jenis film yang mengundang emosi yang berbeda, yaitu film yang tegang, ceria, merangsang gairah seksual dan sebuah ceramah yang membosankan. Pada orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan kripik setelah menyaksikan film yang tegang disbanding setelah menonton film yang membosankan. Sedangkan pada orang dengan berat badan kurang selera makan kripik tetap sama setelah menonton film yang tegang maupun film yang membosankan.9

9 Oku, B.F. , 1990, Seeking Conections in Psykiatry. San Fransisco & Oxford

(16)

16 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseroang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh factor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan.

Faktor Sosial

Di Negara-negara maju obesitas banyak di temukan pada golongan ekonomi rendah, sedangkan di Negara-negara berkembang banyak diketemukan pada golongan ekomoni menengah ke atas. Hal tersebut dimungkinkan adanya pandangan sosial di Negara berkembang bahwa ke suksesan dan karier suami dinilai dari gizi dengan memandang ukuran tubuh istri dan anak-anaknya, jika mereka gemuk berarti suami sukses dan sebaliknya. Di tambah pula adanya anggapan bahwa gemuk adalah kemakmuran.

Faktor Kompensasi

Problema sosial umumnya sangat dirasakan oleh wanita terutama ibu-ibu rumah tangga. Misalnya banyak tugas rumah tangga yang harus diselesaikan, rutinitas sehari-hari yang membosankan ditambah lagi jika anak-anaknya bandel. Kondisi tersebut diatas biasanya dilampiaskan oleh ibu-ibu dengan makan berlebih (compensation eating) rasa kenyang diidentikan dengan rasa puas, rasa aman (security feeling).

Faktor Gaya Hidup

Salah satu dampak negatif kemajuan teknologi adalah terjadinya pergeseran gaya hidup dan dinamis aktif menjadi malas-malasan (sedentary). Kondisi tersebut disebabkan oleh peran mesin-mesin serba otomatis yang rnenggantikan hampir semua pekerjaan manusia, contoh : dahulu seorang Ibu rumah tangga harus menimba air untuk keperluan mencuci pakaian, kini tinggal tekan menekan tombol mesin cuci. Semuanya menjadi bersih, tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Keadaan tersebut menjadi tubuh surplus energi artinya nilai kalori dan asupan makan besar dibanding nilai kalori untuk aktivitas fisik, hal tersebut menyebabkan terjadinya obesitas.

(17)

17

Bentuk obesitas seseorang di bedakan menjadi dua berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh yaitu:

1. Tipe android (buah apel) Tipe android biasanya dialami oleh pria atau wanita yang sudah menopause (henti haih), Penumpukan lemak terjadi pada bagian tubuh atas, sekitar dada, pundak, leher dan muka.

2. Tipe Ginoid (buah pear) Tipe ginoid umumnya diderita oleh wanita dengan timbunan lemak pada bagian tubuh bawah, sekitar perut, pinggul, paha, pantat. Tipe ini relative lebih aman dibanding tipe android sebab timbunan lemak umumnya bersifat tak jenuh, namun sulit untuk menurunkan lemak badan.

Konsep fungsi hukum yang relevan dalam model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (komparatif di negara maju dan berkembang) adalah konsep fungsi hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, yang merupakan pemikiran Rescoe Pound, salah seorang peletak dasar (aliran dalam filsafat hukum) Sociological Jurisprudence.10Pound menyatakan

hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering). Di Indonesia, konsep Rescoe Pound diintrodusir dan dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja.11

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan atau sarana pembangunan adalah didasarkan atas anggapan, bahwa hukum dalam arti kaedah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan.12

Abdurahman mengungkapkan bahwa disatu pihak hukum memperlihatkan diri sebagai suatu objek pembangunan nasional, dalam arti hukum itu dilihat sebagai suatu sektor pembangunan yang perlu

10 Lily Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.

47.

11Syahmin, AK, Mengkritisi Hukum Sebaga Sarana Pembaharuan Masyarakat Indonesia, Jurnal Hukum Progresif Volume I Nomor 2, Oktober, 2005, h. 32.

12 Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional,

(18)

18

mendapat prioritas penegakan, pengembangan dan pembinaannya. Sedangkan dipihak lain hukum harus dipandang sebagai suat u “alat” (tool) dan sarana penunjang yang akan menentukan usaha-usaha pembangunan nasional.13 Berkaitan dengan fungsi hukum dalam konteks pembangunan, diungkapkan juga oleh Sunaryati Hartono, sebagai ; 1) Pemelihara ketertiban dan keamanan; 2) Sarana pembangunan; 3) Sarana penegak keadilan; 4) Sarana pendidikan masyarakat.14

Menurut Michael Hager, hukum dalam fungsinya sebagai sarana pembangunan dapat mengabdi dalam tiga sektor, yaitu : 1) Hukum sebagai alat penertib (ordering); 2) Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan; 3) Hukum sebagai katalisator, yang dapat membantu untuk memudahkan terjadinya proses perubahan melalui pembaharuan hukum (law reform).15

Model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (komparatif di negara maju dan berkembang) agar tercapai seperti yang dikehendaki, memerlukan dukungan hukum guna memaksimalkan serta mewujudkannya. Banyak negara telah menggunakan hukum sebagai sarana perubahan masyarakat.Peranan hukum sebagai sarana perubahan masyarakat merupakan kebutuhan kaitannya dengan tujuan pembangunan sebagaimana dicita-citakan atau yang sudah direncanakan.

Apabila hukum akan dipergunakan sebagai sarana perubahan, maka hukum tersebut harus dibentuk terlebih dahulu dan harus memuat substansi perubahan yang diinginkan. Apabila diinginkan sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam pengaturan anti obesitas, maka hal itu harus

13Abdurahman, 1976, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan di Indonesia,

Alumni, Bandung, h. 19.

14 Sunaryati Hartono, 1982, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Binacipta,

Bandung, h. 10-30

(19)

19

dirumuskan terlebih dahulu dengan menggunakan hukum (peraturan perundang-undangan) yang dibuat oleh pemerintah sebagai sarananya.16

2.3 Road Map dengan metode fish bond

16 Sebagaimana diungkapkan oleh Erwin Arifin, apabila melalui hukum akan dilakukan

perubahan terhadap masyarakat dalam arti bahwa hukum digunakan sebagai sarana untuk mengubah dan perubahan itu ditujukan ke arah yang baru, maka berarti hukum harus dibentuk terlebih dahulu dan harus memuat bentuk masyarakat dengan hukum yang akan diubah tersebut. Dengan demikian, untuk melakukan perubahan itu, maka bentuk masyarakat yang dicita-citakan atau yang diinginkan harus dirumuskan terlebih dahulu serta harus memenuhi unsur-unsur masyarakat yang dikehendaki. Erwin Arifin, 1994, Konsep Mazhab Sociological Jurisprudence Dalam Hubungannya Dengan Perkembangan Hukum di Indonesia Dalam Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, h. 87.

Mengkaji Kebijakan di Indonesia terkait upaya penanganan obesitas Menganalisa Regulasi terkait Mengkaji serta menganalisa Kebijakan, strategi serta Regulasi di Negara maju dan berkembang terkait

anti obesitas

Menganalisa serta Mengkaji dengan metode Komparatif di

Negara maju dan berkembang terkait anti obesitas MEMFORMULASI KAN SERTA MENGKONSTRUK SI MODEL PENGATURAN ANTI OBESITAS di INDONESIA

(20)

20 2.4 Konsep, luaran dan indikator capaian.

Indikator capaian secara jelas dan terukur dari Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang) dapat dijelaskan sebagai berikut, secara konsep dasar diharapkan model ataupun regulasi anti obesitas bisa meningkatkan serta menguatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

Kontribusi yang akan dihasilkan adalah hasil penelitian ini sebagai sumber informasi dalam: (1) memberikan masukan dalam bentuk analisa konstruksi model pengaturan anti obesitas di negara maju dan negara berkembang (2) konstruksi hukum serta model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

Luaran yang akan dicapai adalah memberikan kontribusi pemikiran akademis mengenai Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang) berupa buku text dan terdaftar di HKI.

(21)

21 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian 3.1.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah bermaksud meneliti secara mendalam mengenai Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang).

3.1.2 Tujuan Khusus

1. Memberikan masukan dalam bentuk analisa konstruksi model pengaturan anti obesitas di negara maju dan negara berkembang.

2. Untuk membuat suatu konsep konstruksi hukum serta model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

3.2 Manfaat Penelitian

Oleh karena penelitian ini mengedepankan pendalaman terhadap beberapa hal yaitu:

1. Memberikan masukan dalam bentuk analisa konstruksi model pengaturan anti obesitas di negara maju dan negara berkembang, 2. Untuk membuat suatu konsep konstruksi hukum serta model

pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia.

Hal-hal tersebutlah yang menjadi poin penting dalam penelitian ini dengan tujuan untuk bias memberikan manfaat serta memberikan sebuah sumbangan pemikiran akademis dalam membantu pemerintah untuk memberikan suatu pemikiran serta terobosan baru dalam dunia medis dan kesehatan melalui suatu penelitian Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta

(22)

22

Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia (Komparatif Di Negara Maju Dan Berkembang) dengan menggunakan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang bertujuan untuk kemuliaan kehidupan manusia.

(23)

23 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ilmiah ini termasuk dalam didukung oleh metode tertentu, sehingga penelitian tersebut dapat berlangsung secara terencana dan teratur. Van Peursen menterjemahkan pengertian metode secara harfiah, mula-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian, berlangsung menurut suatu rencana tertentu.17 Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.18 Sementara penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum, guna menjawab isu hukum yang dihadapi, sehingga penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam penyelesaian masalah yang dihadapi.19

Penelitian yang dilakukan kaitannya dengan penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.20

Dengan demikian dapat dipahami bahwa penelitian hukum normatif memfokuskan obyek kajian pada ketentuan-ketentuan hukum positif, lalu mengarah pada makna dari azas hukum. Penelitian hukum normatif terhadap pengkajian (analisis) dimulai dari perangkat-perangkat pasal-pasal hukum positif terkandung konsep-konsep eksplanasi dan sifat dari permasalahan

17 Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Publishing, Malang, h. 26. (Selanjutnya disebut Johnny Ibrahim I).

18 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 42

(selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I)

19 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h.35. (Selanjutnya

disebut Peter Mahmud Marzuki I).

20 Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, CV.

Rajawali, h. 15. (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II). Lihat juga Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 83-103. Menurut Bambang Sunggono bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang didasarkan atau hanya menelaah data sekunder (data kepustakaan).

(24)

24

penelitian. Selanjutnya mendalami lapisan ilmu hukum (dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum).21

4.2 Sumber Bahan Hukum

Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari, mempelajari dan mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan obyek penelitian, dengan bantuan buku, literatur, peraturan perundang undangan dan dokumen-dokumen yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat.22 Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri atas :

1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 2. UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.

3. Permenkes RI nomor 30 tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.

4. PP No 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

5. PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, mutu, dan Gizi Pangan.

b. Bahan Hukum Sekunder

“Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang mejelaskan bahan hukum primer”.23 Terutama buku-buku hukum termasuk skripsi, thesis,

disertasi hukum dan jurnal jurnal hukum,(termasuk yang on-line). Bahan hukum sekunder berguna untuk meberikan petunjuk kearah mana peneliti akan melangkah.24

c. Bahan Hukum Tersier

21 Hadin Mudjad HM. dan Nunuk Nuswardani, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 10.

22 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja.

Grafindo Persada, h. 13.

23 Ibid, h. 14

(25)

25

“Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder”,25 yang terdiri dari Kamus BesarBahasa Indonesia, Kamus

Hukum Belanda-Indonesia, Kamus Inggris-Indonesia.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian kepustakaan, maka dilakukan studi dokumen yaitu mempelajari bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

4.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perUndang-Undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, yang berkaitan dengan penelitian ini.26

4.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal kedalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.27 Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan :

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut ;

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis atau berkaitan;

c. Menemukan hubungan di antara pelbagai kategori atau peraturan kemudian diolah ;

25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, loc.cit.

26 Riduan, 2004, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung, h. 97. 27Soerjono Soekanto, op.cit, h. 225

(26)

26

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara pelbagai kategori atau peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas permasalahan.

(27)

27 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Obesitas dalam Perspektif Ilmu Kesehatan

Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. 28

Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal.29

Dengan demikian tiap orang perlu memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian lebih besar mengenai kedua hal ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari keluarga obesitas, berjenis kelamin wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan olahraga, serta emosionalnya labil.

Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam beberapa tipe yaitu :

1) Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan ukuran sel normal terjadi pada masa anak-anak.Upaya menurunkan berat badan ke kondisi normal pada masa anak-anak akan lebih sulit.

2) Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk menurunkan berat akan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe hiperplastik.

28 Misnadierly, 2007, Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit, Jakarta,

Pustaka Obor Populer, h. 15

29 Rahmawati dan Sudikno, 2008, Faktor Risiko Terhadap Obesitas Pada Orang Dewasa Di Depok, Jawa barat Tahun 2007, Indonesian Journal of Clinical Nutrition, h. 29.

(28)

28

3) Tipe Hiperplastik dan Hipertropik kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak - anak dan terus berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan yang paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya komplikasi penyakit, seperti penyakit degeneratif.30

Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, ada dua tipe obesitas yaitu:

a). Tipe buah apel (Adroid), pada tipe ini ditandai dengan pertumbuhanlemak yang berlebih dibagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan muka. Tipe ini pada umumnya dialami pria dan wanita yang sudah menopause. Lemak yang menumpuk adalah lemak jenuh.

b). Tipe buah pear (Genoid), tipe ini mempunyai timbunan lemak pada bagian bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe ini banyak diderita oleh perempuan. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh. 5.2 Peran dan Upaya Pemerintah Menanggulangi Obesitas

Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit degeneratif. Penyakit – penyakit tersebut antara lain :

a) Hipertensi

Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap Penyakit hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 20 – 39 tahun orang obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat Badan normal.

b) Jantung koroner

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat

penyempitan pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 500 penderita kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya factor resiko penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat

30 Khomsan, A, 2003, Pangan dan Gizi untuk Kesehatan, Jakarta, Raja Grafindo

(29)

29

badan seseorang. Penelitian lain juga menunjukkan kegemukan yang terjadi pada usia 20 – 40 tahun ternyata berpengaruh lebih besar terjadinya penyakit jantung dibandingkan kegemukan yang terjadi pada usia yang lebih tua.

c) Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90 % penderita diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi serat.

d) Gout

Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi yang lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal. Penderita obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat badannya secara perlahan-lahan.

e) Batu Empedu

Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi karena ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh, cairan empedu lebih banyak diproduksi didalam hati dan disimpan dalam kantong empedu. Penyakit batu empedu lebih sering terjadi pada penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati penyakit batu empedu, tetapi hanya membantu dalam pencegahannya. Sedangkan untuk mengobati batu empedu harus menggunakan sinar ultrasonic maupun melalui pembedahan).

f) Kanker

Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan beresiko terkena kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate.

(30)

30

Sedangkan pada wanita akan beresiko terkena kanker rahim dan kanker payudara. Untuk mengurangi resiko tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi. Pengurangan lemak dalam makanan sebanyak 20 – 25 % perkilo kalori merupakan pencegahan terhadap resiko penyakit kanker payudara. 31

Obesitas menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi psikososial maupun masalah medis. Orang yang obesitas mempunyai banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari dan orang yang obesitas pun mengeluarkan biaya sehari-hari untuk pakaian dan makanan yang lebih besar dan dapat pula mempunyai masalah dalam hubungan suami istri dan pada anak kecil sering ditemukan persoalan identifikasi diri. Dari sudut medis penderita lebih sering sakit. 32

Penderita obesitas pun mempunyai angka harapan hidup yang lebih rendah dari populasi berat badan normal. Data New York Metropolitan life Insurance menunjukkan bahwa pada kelompok umur 40-69 tahun yang obesitas ditemukan angka kematian 42% lebih besar daripada rata-rata pada laki-laki dan 36% lebih besar daripada rata-rata pada wanita. Bagi penderita obesitas sendiri dapat pula timbul rasa rendah diri, rasa tertekan, serta keputusasaan dan menimbulkan keinginan yang besar untuk menjadi lebih ramping, yang terlihat dengan keinginan untuk menjalani berbagai macam program diet.33

Salah satu upaya pemerintah dalam upayanya menanggulangi obeistas dan gizi buruk yaitu dengan Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah sebuah program baru di dalam dunia kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus gizi buruk atau gizi kurang bagi anak-anak Balita yang ada di seluruh Indonesia. Disebut dengan penyimpangan positive karena anak-anak penderita gizi buruk

31 Kurniawati, Dwi Hera.(2008). Hubungan Antara Asupan Zat Gizi, Aktivitas Fisik dan

Obesitas pada Karyawan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Jakarta Utara. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.

32 Budiyanto, MAK, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah

Malang Press, h. 11.

(31)

31

yang berada di satu lingkungan bisa mencontoh perilaku hidup sehat anak-anak yang tidak menderita gizi buruk.Program PD ini lebih mengembangkan konsep pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara penuh untuk mengatasi masalah gizi buruk, sangat jauh berbeda dengan program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang dikembangkan oleh pemerintah. Program PMT sangat tidak efektif karena masyarakat tidak dilibatkan secara penuh dalam program tersebut, bahkan cenderung membuat masyarakat manja dan memiliki ketergantungan sangat tinggi terutama bagi keluarga penderita gizi buruk. Di samping itu juga, program PMT sangat mubazir dalam hal pembiayaan, karena semua keluarga penderita gizi buruk selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu sebabnya program PD perlu mendapat perhatian pemerintah (Depkes) untuk diadopsi dalam rangka mengatasi gizi buruk di masyarakat.

Disamping itu pula, upaya pemerintah adalah dengan upaya peningkata di sektor kesehatan kuratif dan rehabilitatif sejak dini:

1. Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk. 2. Perawatan balita gizi buruk

3. Pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan

Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif

1. Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi 2. Revitalisasi posyandu.

3. Pemberian suplementasi gizi.

4. Pemberian MP – ASI bagi balita gakin

Kerangka Kerja Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Komponen SKPG: 1. Keluarga

2. Masyarakat dan Lintas Sektor 3. Pelayanan Kesehatan

(32)

32 Peran Keluarga:

1. Penyuluhan/Konseling Gizi: a. ASI eksklusif dan MP-ASI; b. Gizi seimbang;

2. Pola asuh ibu dan anak

3. Pemantauan pertumbuhan anak 4. Penggunaan garam beryodium 5. Pemanfaatan pekarangan

6. Peningkatan daya beli keluarga miskin

7. Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin

Peran Masyarakat dan Lintas Sektor 1. Mengaktifkan Posyandu: SKDN 2. Semua balita mempunyai KMS, 3. Penimbangan balita (D),

4. Konseling,

5. Suplementasi gizi,

6. Pelayanan kesehatan dasar

7. Berat badan naik (N) sehat dikembalikan ke peran keluarga 8. BB Tidak naik (T1), Gizi kurang diberikan PMT Penyuluhan dan Konseling

9. Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk, sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas

Peran Pelayanan Kesehatan

1. Mengatasi masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk 2. Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi untuk diberikan PMT

3. Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat.

(33)

33

Menurunnya prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) menjadi setinggi-tingginya 15 % dan gizi buruk menjadi setinggi-tingginya 2,5 % pada tahun 2014.

Tujuan Khusus:

1. Meningkatnya cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di Posyandu, Puskesmas dan jaringannya.

2. Meningkatnya cakupan suplementasi gizi terutama pada kelompok penduduk rawan dan keluarga miskin.

3. Meningkatnya jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Tangga, Puskesmas dan Rumah Sakit.

4. Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam menerapkan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).

5. Berfungsinya Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG).

Kebijakan Operasional Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk

1. Merupakan Program Nasional: Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah

2. Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan, yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan.

3. Semua kabupaten/kota secara terus menerus melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi masyarakat.

4. Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat di berbagai tingkat.

5. Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

(34)

34

5.3 Kendala Pemerintah dalam Menanggulangi Obesitas

Dalam Undang undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Pembangunan di bidang gizi diarahkan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Berdasarkan Rencana Aksi Nasional Pembinaan Gizi Masyarakat sasaran jangka panjang yang ingin dicapai adalah masalah gizi tidak menjadi masalah kesehatan, berdasarkan ukuran ukuran universal yang telah disepakati.

Berdasarkan data Riskesdas terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada tiap tahap kehidupan. Kejadian peningkatan Gizi lebih ini akan memberikan beban pembangunan bidang kesehatan yang semakin berat dengan masih adanya masalah gizi kurang. Makin meningkatnya masalah kesehatan yang bersumber dari masalah gizi lebih perlu diantisipasi dengan melakukan perubahan kebijakan yang mendasar dalam upaya pelayanan kesehatan. Dengan terbatasnya sumberdaya yang ada dan semakin terbatasnya kemampuan pemerintah menyediakan anggaran disaat beban pembangunan kesehatan meningkat maka kebijakan berimbang dan simultan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas merupakan hal yang krusial dan pendekatan yang sensible untuk kebijakan pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas.

Pencegahan dan penanggulangan perlu dilakukan sedini mungkin mulai dari usia muda. Dikarenakan kegemukan dan obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari.

Pencegahan dan Penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah merupakan suatu upaya komprehensif yang melibatkan stakeholder yang ada di wilayah. Stakeholders mempunyai peran sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan, melalui koordinasi dengan kepala Puskesmas.

(35)

35

Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan. Lingkungan sekolah merupakan tempat yang baik untuk pendidikan kesehatan yang dapat memberikan pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial dari warga sekolah. Pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial ini memberikan perubahan perilaku makan sehat yang dapat diterapkan dalam jangka waktu lama. Tujuan pencegahan ini adalah terjadinya perubahan pola dan perilaku makan meliputi meningkatkan kebiasaan konsumsi buah dan sayur, mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis, mengurangi konsumsi makanan tinggi energi dan lemak, mengurangi konsumsi junk food, serta peningkatan aktivitas fisik dan mengurangi sedentary life style.

Dari upaya pemerintah tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak adanya suatu upaya yang sungguh-sungguh dalam menangani obesitas. Seharusnya perlu sekiranya suatu regulasi dalam pelaksanaan pengawasan makanan serta konsumsi masyarakat untuk membatasi pola makanan yang tidak teratur secara kuratif dan rehabilitatif.

5.4 Pengaturan Anti Obesitas di Beberapa Negara 5.4.1 Negara Berkembang

Kementerian Kesehatan Malaysia baru-baru ini menyatakan komitmennya untuk menekan angka kejadian obesitas di negara mereka dengan membentuk suatu undang-undang anti-obesitas yang akan diterapkan pada tahun 2020. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Datuk dr Hasan Abdul Rahman. Meski terlihat kontroversial dan sulit untuk diimplementasikan, dikatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya menekan obesitas dengan edukasi dan kampanye kesadaran kepada masyarakat.

Undang-undang tersebut akan efektif membantu mengurangi tingkat obesitas dan beberapa penyakit terkait lainnya. Ketika seseorang kelebihan berat badan atau obesitas, risiko menderita diabetes, serangan jantung, hipertensi, dan kanker akan lebih tinggi. Hukum anti-obesitas akan menjadi cara yang baik untuk mempromosikan pekerja sehat dan bangsa yang sehat. Dengan berat badan ideal,

(36)

36

risiko terkena penyakit akan berkurang sehingga meningkatkan kualitas kerja dan mengurangi uang yang dihabiskan untuk pengobatan.

Survei menunjukkan bahwa hampir 90 persen orang dewasa memiliki satu atau lebih penyakit akibat kelebihan berat badan, yaitu sebanyak 20,6 persen memiliki kolesterol tinggi, 32,2 persen tekanan darah tinggi (hipertensi), dan 14,9 persen diabetes. Peraturan tersebut akan meliputi pengukuran lingkar pinggang karyawan berusia 40-74 tahun, sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan tahunan. Selain itu, sebuah perusahaan akan mendapatkan hukuman jika lingkar pinggang karyawan melebihi 33,5 inci pada pria dan 35,4 inci untuk wanita. Karyawan yang gagal untuk mengurangi ukuran pinggang akan menjalani konseling.

Perusahaan harus memberikan kontribusi program kesehatan untuk karyawan yang menderita obesitas. Datuk dr Hasan Abdul Rahman mengatakan bahwa pemberlakuan hukum tersebut tidak bermaksud mendiskriminasi orang dengan berat badan berlebihan, tetapi untuk memastikan bahwa kesehatan para karyawan dihargai dan mengadopsi gaya hidup sehat. 34

5.4.2 Negara Maju

Menurut pemahaman di negara Jepang sebagai Negara yang maju, obesitas berkaitan dengan tingkat kemiskinan dan pendidikan di sebuah negara. mereka punya pengetahuan soal nutrisi, itu membuat asupan warga Jepang rata-rata lebih sedikit, karena mereka mengetahui bagaimana mencukupi nustrisi untuk memenuhi kebutuhan tubuh. masyarakat Jepang juga benar-benar memperhatikan makanan. Mereka banyak mengonsumsi sayur, ikan dan daging sehingga gizi mereka tercukupi. Paling penting termyata warga Jepang jarang yang memiliki kendaraan dan lebih suka naik transportasi umum atau berjalan kaki. Sehingga secara tidak langsung mereka berolahraga setiap hari. Pemerintah Jepang membuat UU Anti Kegemukan yaitu dengan aturan batas pinggang untuk pria maksimal adalah 33.5 inchi, sedangkan untuk wanita adalah 35.4 inchi. Jika

34

(37)

37

melewati batas ini, maka orang tersebut harus melakukan diet jika tidak ingin terkena denda.35

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Konstruksi Hukum Serta Model Pengaturan Anti Obesitas Dalam Rangka Penguatan Serta Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Indonesia.

Sebagai negara hukum, tentunya hukum menjadi salah satu instrumen penting dalam pembangunan Indonesia. Pembangunan yang di maksudkan tentunya tidak pada fisik semata yang terbatas oleh ruang dan waktu tertentu. Melainkan pembangunan kualitas segenap rakyat Indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang bersifat proyeksi jauh kedepan. Pada zaman reformasi sekarang ini, hukum di tuntut menjadi panglima bagi kemajuan bengasa, seiring dengan kemajuan demokrasi kita. Namun, dewasa ini hukum cenderung terpasung oleh demokrasi itu sendiri. Demokrasi seharusnya dapat berbanding lurus dengan kedaulatan hukum (Nomokrasi) dalam perjalananya membangun bangsa ini.

Hukum selalu menjadi tumpuan harapan rakyat Indonesia untuk mewujudkan keadilan. Keadilan yang menjadi salah satu dari tujuan hukum seharusnya dapat di praktekan dalam upaya membangun masyarakat, bukan mengadili masyarat dalam pembanguan dengan dalih bahwa kita adalah negara hukum. Peranan hukum dalam membangun masyarakat, berarti juga bahwa kedaulatan hukum berada di tangan rakyat sebagaimana pengertian kedaulatan rayat dalam berdemokrasi. Meskipun dalam penerapan serta penegakannya antar demokrasi dan hukum berbeda.

Berdemokrasi dalam membangun bangsa haruslah di landasi dengan kedaulatan hukum yang merupakan cita-cita dari demokrasi itu sendiri. Sehingga

35

(38)

38

barulah kita dapat membangun bangsa ini dari segala sektor, dan kemudian apa yang di sebut dengan mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Jadi peranan hukum dalam pembaharuan dan pembangunan masyarakat adalah hal yang sangat penting sebagai negara hukum.

hukum sebagai sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat (Law As A Tool Of Social Engineering). Tentang bagaimana mewujudkan Social Engineering (Rekayasa Sosial), telah di kemukakan oleh Recoe Pond.

Rescoe Pound menyatakan bahwa hukum adalah sebagai alat untuk membangun masyarakat. Namun, dengan membuat penggolongan atas kepentingan yang harus di lindungi, yakni kepentingan umum (Public Interest), kepentingan sosial (Social Interest), dan kepentingan masyarakat (Privat Interst).

Dari tiga pengelompokan oleh Rescoe Pound di atas dapatlah kita renungkan tentang hukum nasional kita. Apakah telah sesuai dengan apa yang di katakan oleh Rescoe Pound, yakni hukum dapat melindungi kepentingan masyarakat secara umum, dapat melindungi kepentingan negara, dan dapat melindungi kepentingan pribadi sebagai warga negara.

Menurut saya apa yang di sampaikan oleh Rescoe Poun belum sepenuhnya terwujud dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Terbukti masih banyaknya konflik horozontal mapun vertkal mengenai gejala sosial yang bermuara pada gejala hukum, kemudian muncul di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara kita, sehingga mengganggu laju pembangunan bangsa dan negara.

Apa yang telah di kemukakan oleh Rescoe Poun sudah seharusnya menjadi solusi bagi pembangunan dan pembaharuan masyarakat Indonesia saat ini. Hukum yang Identik dengan kepentingan penguasa sering kali mengabaikan kepentingan masyarakat, baik secara umum maupun pribadi. Kondisi hukum di Indonesia saat ini amatlah memprihatinkan, permasalahan hukum timbul dari sudut pandang manapun. Di lihat dari sudut pandang Teori dan Politik Hukum, produk hukum kita cenderung pada kepentingan kekuasaan. Produk hukum kita yang sering kali di terpa isu hukum yakni konflik norma, kekaburan norma dan kekosongan norma, membuat hukum kita tidak lagi mampu menjadi alat untuk

(39)

39

membangun masyarakat. Belum lagi di lihat dari segi penerapan serta penegakannya yang amburadul, dalam hal penegakan dan penerapan hukum seharusnya dapat menjadi tumpuan terwujudnya tujuan hukum yakni kepastian hukum yang bermuara pada keadilan dan ketertiban, bukan malah menjadi alat untuk mencidrai tujuan hukum itu sendiri. Sehingga kedaulatan hukum di pertaruhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di alam demokrasi ini.

Secara filosofis apa yang menjadi dasar akan pentingnya dirumuskan dalam bentuk norma yang bersifat mengatur terkait konstruksi hukum serta model pengaturan anti obesitas dalam rangka penguatan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia, Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkin setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa depannya. Singkatnya, seseorang tidak bisa menikmati sepenuhnya kehidupan sebagai manusia.

Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai kondisi yang diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain telah diakui secara internasioal. Hak atas kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan:

Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh

(40)

40

pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya.

Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial yang sama.

Jaminan hak atas kesehatan juga terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, yaitu bahwa negara peserta konvenan tersebut mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam hal kesehatan fisik dan mental. Perlindungan terhadap hak-hak Ibu dan anak juga mendapat perhatian terutama dalam Konvensi Hak Anak. Instrumen internasional lain tentang hak atas kesehatan juga terdapat pada Pasal 12 dan 14 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan ayat 1 Deklarasi Universal tentang Pemberantasan Kelaparan dan kekurangan Gizi.

Pada lingkup nasional, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa: Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan batin. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Jaminan atas hak memperoleh derajat kesehatan yang optimal juga terdapat dalam pasal 4 UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.

Landasan utama bahwa perlindungan HAM merupakan kewajiban pemerintah adalah prinsip demokrasi bahwa sesungguhnya pemerintah diberi amanah kekuasaan adalah untuk melindungi hak-hak warga negara. Terlebih lagi dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state) sebagai konsep negara modern telah memberikan kekuasaan lebih besar pada pemerintah untuk bertindak. Kekuasaan ini semata-mata adalah untuk memajukan dan mencapai

(41)

41

pemenuhan hak asasi manusia. Pemerintah tidak lagi hanya menjaga agar seseorang tidak melanggar atau dilanggar haknya, namun harus mengupayakan pemenuhan hak-hak tersebut. Demikian pula dengan hak atas kesehatan, merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya.

Kewajiban Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki landasan yuridis internasional dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini juga ditegaskan dalam Pasal 8 UU HAM. Dibidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Upaya pemenuhan hak atas kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yang meliputi pencegahan dan penyembuhan. Upaya pencegahan meliputi penciptaan kondisi yang layak bagi kesehatan baik menjamin ketersediaan pangan dan pekerjaan, perumahan yang baik, dan lingkungan yang sehat. Sedangkan upaya penyembuhan dilakukan dengan penyediaan pelayanan kesehatan yang optimal. Pelayanan kesehatan meliputi aspek jaminan sosial atas kesehatan, sarana kesehatan yang memadai, tenaga medis yang berkualitas, dan pembiayaan pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat. Pasal 12 Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya menguraikan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai terwujudnya standar tertinggi dalam mencapai kesehatan fisik dan mental adalah: Ketentuan pengurangan tingkat kelahiran mati anak serta perkembangan anak yang sehat; Peningkatan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri; Pencegahan, perawatan dan pengendalian segala penyakit menular endemik, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan penyakit lainnya; Penciptaan kondisi-kondisi yang menjamin adanya semua pelayanan dan perhatian medis ketika penyakit timbul.

Gambar

Foto  Copy  Bahan  hukum  sekunder 900 hal @ 250,-  225.000,-  3  15 Mei  2018  Rapat  rencana pelaksanaan  seminar I  Belanja barang  operasional habis pakai  Pembelian ATK:  100  Ballpoint  Faster  F3@ 6.000,
Foto  Copy  Bahan  hukum  sekunder 800 hal @ 250,-  200.000,-  8  2 Juli  2018  Rapat  rencana pelaksanaan  seminar III  Belanja barang  operasional habis pakai  Pembelian ATK:  100  Ballpoint  Faster  F3@ 6.000,

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Laporan dengan judul “Karakteristik Komunitas Parasitoid Telur dan Potensinya sebagai Agens Pengendalian Hayati Penggerek Batang Padi Kuning, Schirpophaga incertulas

Sejalan dengan visi dan misi Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana khususnya bidang penelitian, yaitu mengembangkan

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan kondisi tingkat kematangan saat ini pada tata kelola pengadaan aplikasi di Universitas Udayana berada pada

Permasalahan filosofis terkait pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas ini

Pada penelitian ini akan dikajian produktivitas kelapa sawit yaitu perbedaan antara realisasi dengan potensi produksi dan realisasi dengan rencana (RKAP) kelapa sawit

Posisi cacat pada struktur grafena oleh adanya dekorasi N diklasifikasikan sebagai piridin, pirolik, grafitik dan oksida piridin, dengan memiliki sifat-sifat yang

Berdasarkan gambar diatas, keterkaitan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah adanya informasi awal keberadaan zonasi dan pertumbuhan ekosistem mangrove

Pada tahun pertama, diketahui bahwa terdapat beberapa pengaturan tentang UMKM di Kota/Kabupaten yang telah sesuai, yang belum sesuai, dan belum mengatur