• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan tugasnya. Instrumen pemerintahan daerah merupakan bagian dari instrumen. penyelenggaraan pemerintahan negara dalam arti luas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan tugasnya. Instrumen pemerintahan daerah merupakan bagian dari instrumen. penyelenggaraan pemerintahan negara dalam arti luas."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka instrumen pemerintahan memegang peran yang sangat penting dan vital guna melancarkan pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintahan daerah. Instrumen pemerintahan daerah merupakan alat atau sarana yang ada pada pemerintah daerah untuk melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan yang memuat berbagai jenis atau macam instrumen pemerintahan daerah. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan instrumen pemerintahan daerah adalah alat atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Instrumen pemerintahan daerah merupakan bagian dari instrumen penyelenggaraan pemerintahan negara dalam arti luas.

Hal ini kemudian memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu demi kesejahteraan rakyat di daerah masing-masing. Keadaan ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk mengambil dan memberlakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat mengatur keadaan di daerah dengan mengeluarkan berbagai macam perundang-undangan antara lain Peraturan Daerah (yang kemudian disingkat menjadi Perda) yang merupakan salah satu instrumen hukum penyelenggaraan pemerintah daerah di samping instrumen hukum yang lain yang berupa sarana dan prasarana547 yang digunakan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pemerintahan yang digolongkan ke dalam public domain.

(2)

Sebagaimana tertuang pada bagian Penjelasan Umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa :

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan opemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat, dengan demikian dapat dilihat bahwa sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional, dan seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antardaerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. Oleh sebab itu, agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Di samping itu, diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pementauan, dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut B.C. Smith dalam konteks demokrasi, local government atau pemerintahan daerah dapat dikaji dalam dua dua kategori utama yaitu:

(3)

There are that claim local government is good for national democracy; and there are those where the major concern is with the benfits to the locality of local democracy. Each can be further subdivided into three sets of interrelated values. At the national level these values relate to political education, training in leadership and political stability. At the local level the relevant values are equality, liberty and responsiveness.1

Lebih lanjut menurut Sri Soemantri2

1. Bahwa negara Republik Indonesia terdiri atas daerah provinsi, daerah provinsi terdiri atas daerah kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang;

pembagian kekuasaan dalam negara yang berbentuk Kesatuan, seperti Indonesia, asasnya adalah seluruh kekuasaan dalam negara berada di tangan pemerintah pusat. Walaupun demikian hal itu tidak berarti bahwa seluruh kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat, karena ada kemungkinan mengadakan dekonsentrasi kekuasaan ke daerah lain dan hal ini tidak diatur dalam konstitusi. Hal ini berbeda dengan negara kesatuan yang bersistem desentralisasi. Dalam konstitusi negara tersebut terdapat suatu ketentuan mengenai pemencaran kekuasaan tersebut (desentralisasi).

Secara yuridis formal, landasan hukum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia adalah Pasal 18 UUD 1945 yang mengamanatkan beberapa hal yaitu :

2. Pemerintah daerah tersebut baik propinsi maupun kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan;

3. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

1

Smith. B.C. Decentralization, The territorial Dimension of The State. George Allen & Unwin, London. 1985. Hal. 19

2

Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1987. Hal. 65

(4)

Ada beberapa pengertian tentang pemerintahan daerah atau lokal yang dapat dirujuk, diantaranya G.M. Harris3

1. A local government is a political sub division of soverign nation or state.

dalam bukunya Comparative Local

Government mengatakan bahwa:

"The term local government may have one of two meanings, it may signify: (1) the government of all part of a country by means of local agents appointed and responsible only to the central government. This is part of centralized system and my he called local state government. (2) Government by local baddies, feely elected wich while subjected to the supremacy of national government are endowed in some respect with power, discreation and responsibility, wich they can exercise without control cover their decision by the higher authority, this is called in many countries as communal autonomy.'

De Guman dan Tapales dalam buku Josef Riwu tidak mengajukan suatu batasan apapun tentang pemerintahan daerah, hanya mereka menyebutkan lima unsur pemerintahan lokal sebagai berikut:

2. It is constituted by law.

3. It has governing body which is locally selected. 4. Undertakes role making activities.

5. It perform service within its jurisdiction. 4

Sementara itu Josef Riwu Kaho mendefinisikan local government sebagai berikut :

Bagian dari pemerintah suatu negara atau bangsa yang berdaulat yang dibentuk secara politis berdasarkan undang-undang yang memiliki lembaga atau badan yang menjalankan pemerintahan yang dipilih masyarakat daerah tersebut, dan dilengkapi dengan kewenangan untuk membuat peraturan, memungut pajak serta memberikan pelayanan kepada warga yang ada di dalam wilayah kekuasaannya. 5

Dalam sejarahnya, di Indonesia pernah dikenal istilah daerah swatantra, yang sekarang ini dikenal dengan pemerintahan daerah. Pemerintahan umum

3

Martin Jumung, Politik Lokal dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Pustaka Nusantara, Jakarta, 2005, Hal 34

4

Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hal 43

5

(5)

pusat di daerah pada masa kemerdekaan disebut pamong praja, masa pemerintahan Kolonial Belanda disebut dengan Binnenlandsbestuur, Bestuurdiants, pemerintahan pangreh, praja. Pemerintahan khusus pusat di daerah

disebut jawatan atau dinas pusat di daerah atau dinas vertikal. Jadi pemerintahan lokal tidak sama dengan pemerintahan daerah. Pemerintahan lokal meliputi pamong praja, jawatan vertikal dan pemerintahan daerah.

Jika kita melihat pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 mengartikan pemerintah daerah adalah sebagai kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Daerah otonom menurut undang-undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Republik Indonesia.

Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan azas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dilakukan menurut prakarsanya sendiri serta didasari oleh aspirasi rakyat sesuai yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Perbedaan mendasar antara pelaksanaan otonomi daerah dan era orde baru dengan pelaksanaan otonomi daerah setelah keluarnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 terletak pada azas desentralisasi. Pada masa orde baru penerapan otonomi daerah hanya dengan prinsip nyata dan bertanggung jawab, sedangkan

(6)

setelah keluarnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 penerapan otonomi daerah menekankan prinsip luas, nyata dan bertanggung jawab.6

1. Masih banyak calon daerah otonom yang merasa tidak sanggup untuk melaksanakan otonomi karena tidak adanya sumber penerimaan daerah.

Otonomi daerah yang menganut prinsip luas, nyata dan bertanggung jawab membutuhkan pemahaman yang tepat terhadap wawasan kebangsaan dimana pemahaman tersebut antara lain sosial budaya, ekonomi, politik, hukum, pertahanan, keamanan, penanaman nilai-nilai kebangsaan serta rasa cinta tanah air. Sebab tanpa pemahaman yang tepat, maka kebebasan ini dapat menjadi ancaman disintegrasi bangsa antara lain:

2. Banyak daerah yang tergolong kaya ingin memisahkan diri, seolah-olah mereka selama ini menganggap mensubsidi daerah lain.

3. Daerah provinsi seperti tidak rela untuk menerima kenyataan bahwa kewenangannya yang ada selama ini akan hilang.

4. Dan lain-lain kebijaksanaan pemerintah pusat.

Wujud otonomi nyata, yang tertuang dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa:

(1) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah

6

M. Ryaas Rasyid., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, Hal. 284-285.

(7)

menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Oleh karena itu otonomi daerah yang luas membutuhkan pengawasan yang baik agar roda pembangunan di daerah berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu pemerataan dan keadilan.

Pemerintahan Daerah pada hakekatnya merupakan sub sistem dari pemerintahan nasional dan secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintahan Daerah merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan pemerintahan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga perwakilan rakyat sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah berkedudukan setara dan bersifat kemitraan dengan pemerintah daerah.7

7

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah, meliputi koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan, pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan, pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan, pendidikan dan pelatihan bagi kepala daerah/wakil kepala daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat.

(8)

Pasal 20 Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2005 Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah meliputi:8

a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi;

b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota; dan c. Pelaksanaan urusan pemerintahan desa.

Selanjutnya pada pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2005 Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah mengatakan 9

(1) Pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.

(2) Aparat Pengawas Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

Pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaran pemerintahan Negara. Karena hal tersebut maka dibentuk suatu badan di daerah yang bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan secara umum di daerah yaitu Inspektorat. Badan ini dibentuk dalam rangka mencapai beberapa tujuan antara lain:

1. Mencapai suatu tingkat kinerja tertentu;

2. Menjamin susunan pengelolaan administrasi yang terbaik dalam pengorganisasian unit-unit kerja pemerintahan daerah baik secara internal maupun hubungannya dengan lembaga-lembaga lain;

8

Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

9

Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

(9)

3. Untuk memperoleh perpaduan yang maksimal dalam pengelolaan pembangunan daerah dan nasional;

4. Untuk melindungi warga masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan daerah;

5. Untuk tercapainya integritas nasional; dan

6. Pembinaan dan pengawasan tetap terjaga agar tidak membatasi inisiatif dan tanggung jawab daerah disamping itu hal ini merupakan upaya menyelaraskan nilai efisien dan demokrasi.

Inspektorat Provinsi adalah merupakan unsur pengawas pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, kabupaten dan kota, pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah otonom adalah merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada Provinsi Sumatera Utara, pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Inspektorat. Namun target yang ingin dicapai dari kinerja badan ini

(10)

bertolak belakang dan masih belum mencapai tujuan yang diinginkan, kenyataan bahwa masih banyak terdapat berbagai bentuk penyelewengan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan bukti yang riil masih kurangnya pembinaan dan pengawasan, baik yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional yang bersangkutan maupun yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung. Sehingga menarik untuk dikaji mengapa kinerja Inpektorat di Provinsi Sumatera Utara belum mencapai target yang diinginkan.

Bertolak dari permasalahan tersebut diatas, maka perlu diteliti tentang hal tersebut dengan mengangkat judul : “PERANAN INSPEKTORAT SUMATERA UTARA DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA (Studi pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengangkat beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Peranan Inspektorat Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

2. Sejauh mana Inspektorat dapat melakukan perannya sebagai lembaga pengawas setelah pemberlakuan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

(11)

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui peran dan kedudukan Inspektorat dalam struktur pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi tugas, fungsi, wewenang serta dapat atau tidaknya Inspektorat melaksanakan peranannya setelah pemberlakuan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memeproleh data yang lengkap tentang peran dan kedudukan Inspektorat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

b. Untuk memperoleh data yang lengkap apa saja yang menjadi tugas, fungsi, wewenang serta dapat atau tidaknya Inspektorat melakukan peranannya setelah pemberlakuan Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

D. Metode Penelitian

Pada hakekatnya metode penulisan/pengumpulan data adalah cara yang di tempuh untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dari perolehan data yang dikumpulkan. Dalam mewujudkan pembuatan skripsi ini, metode penulisan atau pengumpulan data ini ini dilakukan melalui :

(12)

1. Studi kepustakaan (library research), berkenaan dengan bacaan yang bersifat

reference books, text books, majalah-majalah ilmiah, hasil-hasil seminar, dan

sebagainya.

2. Studi lapangan (field research), yaitu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan/informasi di lapangan. Data yang telah dikumpulkan, adalah melalui studi lapangan ini dilakukan pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan tentang Peranan Inspektorat Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi pada Inpektorat Provinsi Sumatera Utara) belum pernah di teliti di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Tinjauan Kepustakaan

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, autos yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Dengan demikian, otonomi pada dasarnya memuat makna kebebasan dan kemandirian. Otonomi daerah berarti kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.10

Pengertian otonomi dapat juga ditemukan dalam literatur Belanda, di mana otonomi berarti pemerintahan sendiri (zelfregering) yang oleh Van Vollenhoven

10

Widarta, Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2001, Hal 2

(13)

dibagi atas zelfwetgeving (membuat undang-undang sendiri), zelfuitvoering (melaksanakan sendiri), zelfrechtspraak (mengadili sendiri) dan zelfpolitie (menindaki sendiri).11

Sarundajang menyatakan bahwa otonomi daerah pada hakekatnya adalah:

12

a. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah;

b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu diluar batas-batas wilayah daerahnya;

c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;

d. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.

Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari keberadaan Pasal 18 UUD RI 1945. Pasal tersebut yang menjadi dasar penyelenggaraan otonomi dipahami sebagai normatifikasi gagasan-gagasan yang mendorong pemakaian otonomi sebagai bentuk dan cara menyelenggarakan pemerintahan daerah. Otonomi yang dijalankan tetap harus memperhatikan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa.13

Sejalan dengan hal tersebut, Soepomo mengatakan bahwa otonomi daerah sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat dan sifat-sifat sendiri-sendiri dalam kadar negara kesatuan. Tiap daerah mempunyai historis dan sifat khusus yang berlainan dari riwayat dan sifat daerah

11

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, Hal. 35

12

Ibid

13

Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Perumusan dan Undang-Undang Pelaksananya),Unsika, Kerawang, 1993, Hal. 9

(14)

lain. Oleh karena itu, pemerintah harus menjauhkan segala urusan yang bermaksud akan menguniformisir seluruh daerah menurut satu model. 14

a. Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah. Menurut Sarundajang Tujuan otonomi daerah adalah sebagai berikut:

b. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.

c. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu banyak tergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses penumbuhannya.

d. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat. 15

Martin Jimung (2005:43) mengemukakan bahwa tujuan utama otonomi daerah pada era otonomi daerah sudah tertuang dalam kebijakan desentralisasi sejak tahun 1999 yakni: 16

a. Pembebasan pusat, maksudnya membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban tidak perlu menangani urusan domestik sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespons berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama sangat diharapkan pemerintah pusat lebih mampu berkonsentrasi pada kebijakan makro nasional dari yang bersifat strategis.

b. Pemberdayaan lokal atau daerah.

Alokasi kewenangan pemerintah pusat ke daerah maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Artinya ability (kemampuan) prakarsa dan kreativitas daerah akan terpacu sehingga kapasitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat.

14

H. Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Alternatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal 11

15

Op.cit, Hal. 36

16

Martin Jumung, Politik Lokal dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah, Pustaka Nusantara, Jakarta, 2005, Hal. 43

(15)

c. Pengembalian trust (kepercayaan) pusat ke daerah

Desentralisasi merupakan simbol lahirnya kepercayaan dari pemerintah pusat ke daerah. Hal ini dengan sendirinya mengembalikan kepercayaan kepada pemerintah dan masyarakat daerah.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menguraikan bab demi bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN

Dalam bab ini dikemukakan mengenai Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara, Otonomi Daerah, Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Pengertian Umum Pengawasan, Maksud dan Tujuan Pengawasan, Prinsip-Prinsip dan Landasan Pengawasan, dan Subjek Pengawasan. Badan Pengawas Daerah

BAB III : KEDUDUKAN INSPEKTORAT DALAM STRUKTUR

PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Dalam bab ini dipaparkan tentang, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, Kewenangan dan Tata Kerja Inspektorat Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, Objek yang diawasi oleh Inspektorat Provinsi Sumatera

(16)

Utara, dan Kedudukan Inspektorat dalam Struktur Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.

BAB IV : PERANAN INSPEKTORAT DALAM PELAKSANAAN

OTONOMI DAERAH DI PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Dalam bab ini diuraikan tentang, Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan Otonomi Daerah, Kendala Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Tugas Inspektorat Provinsi, Upaya Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Inspektorat Provinsi, dan Peranan Inspektorat Provinsi Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan dating atau untuk penelitian lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap perubahan atau penambahan tersebut harus merupakan bagian integral dari Kerangka Pengaturan ini dan akan berlaku efektif pada tanggal yang disepakati oleh

Kesimpulan hasil penelitian mengenai upaya konservasi satwa liar studi kasus di RPH Kepoh, BKPH Selogender, KPH Randublatung Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah pada

Kelemahan pemahaman masyarakat di dalam memaknai asas hukum pertanahan yaitu hak atas tanah bersifat mutlak, kuat dan abadi, sehingga pemikiran mereka hak

Hasil penelitian Pengembangan Modul Praktikum BerbasisMultimedia Interaktif pada Praktikum Elektronika Dasar I Materi Dioda II Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Walisongo

Pengaruh signifikasi terhadap variabel fitur layanan terhadap keputusan menggunakan internet banking Bank Mandiri disebabkan karena sebagian besar responden

Dari pendapat terebut di atas, dapat disimpulkan bahwa teori konvergensi adalah suatu teori yang berkeyakinan baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan andilnya sama

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari aset

Berdasarkan hasil obeservasi dan wawancara dengan guru SF pada tanggal 27 Maret 2015 dan 6 April 2015, serta guru SP pada tanggal 11 April 2015 dan 18 April 2015, guru SF dan