• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Babi Babi Periode Grower dan Finisher

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Ternak Babi Babi Periode Grower dan Finisher"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Babi

Ternak babi bila diklasifikasikan secara zoologis termasuk kedalam kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, genus Sus, dan spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus verrucosus, dan Sus barbatus. Babi merupakan salah satu ternak monogastrik. Babi memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan diantaranya adalah siklus reproduksinya yang relatif pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan yang tidak lagi digunakan oleh manusia(Sihombing, 2006).

Bangsa babi dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu pork, bacon, dan lard. Bangsa babi yang sudah banyak dikembangkan diantaranya adalah Yorkshire, Landrace, Duroc, Hampshire, dan Berkshire. Ternak babi yang dikembangkan sekarang ini merupakan bangsa babi hasil persilangan yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan babi untuk memenuhi kebutuhan dengan kualitas yang terkontrol (Blakely dan Bade, 1991). Menurut Sihombing (2006), ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam memulai usaha ternak babi, yaitu pengadaan pakan yang cukup dan tempat pemasaran yang dekat.

Babi Periode Grower dan Finisher

Usaha peternakan babi dapat dibagi menjadi tiga sistem pemeliharaan yaitu, pemeliharaan dari anak lahir sampai dipasarkan, penggemukan, dan pemeliharaan anak sampai disapih. Anak babi yang sudah mencapai bobot badan 20 kg sudah ada harapan sekitar 98% babi tersebut hidup dan mencapai bobot potong 90-100 kg. Salah satu tujuan dari usaha peternakan babi adalah mencapai keuntungan yang maksimal. Faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha babi penggemukan yaitu: 1) harga pembelian anak babi, 2) harga penjualan babi potong, 3) harga makanan, 4) keefisienan penggunaan makanan, 5) laju pertumbuhan, 6) angka kematian, dan 7) kualitas karkas (Sihombing, 2006). Menurut NRC (1998), kisaran bobot badan babi periode grower hingga finisher adalah 15-115 kg. Pemberian ransum babi periode grower hingga finisher dilakukan ad libitum.

(2)

4 Bobot babi periode grower antara 20-50 kg. Pertambahan bobot badan babi periode grower sangat cepat. Kebutuhan zat makanan babi periode grower yaitu energi metabolis 3265 kkal, protein kasar 18% dan rataan konsumsi ransum 1855 g/e/h (NRC, 1998). Babi periode finisher dicirikan dengan berat hidup 60-90 kg. Babi yang sudah mencapai bobot 90 kg sudah dapat dipotong (Sihombing, 2006). Menurut NRC (1998), kebutuhan zat makanan babi periode finisher dengan bobot badan 50-80 kg adalah energi metabolis 3265 kkal, protein kasar 15,5%, dan konsumsi ransum 2575 g/e/h.

Beberapa Aspek Penampilan Ternak Babi

Konsumsi Ransum

Ransum adalah makanan yang diberikan pada ternak tertentu selama 24 jam, pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa kali selama waktu tersebut. Ransum sempurna adalah kombinasi beberapa bahan makanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat makanan kepada ternak dalam perbandingan jumlah, bentuk, sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh berjalan dengan normal (Parakkasi, 1983).

Konsumsi merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan produksi. Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1999). Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa ada hubungan antara kecernaan dan konsumsi pakan. Semakin banyak bahan makanan yang dicerna, maka akan lebih banyak ruang yang tersedia untuk penambahan makanan. Penambahan kecernaan sesuai dengan peningkatan absorbsi makanan. Kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi pakan, jumlah pakan, penyimpanan pakan, dan hewan. Menurut NRC (1998), faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum, temperatur, kelembaban, kesehatan ternak, genetik, pengolahan pakan, dan ketersediaan air.

Anggorodi (1994) menyatakan bahwa konsumsi ransum cenderung meningkat bila kandungan energi menurun, dan sebaliknya jumlah konsumsi ransum akan berkurang pada tingkat energi tinggi. Hal ini sesuai menurut Chiba et al. (1991), yang menyatakan babi pada periode growing sampai finishing dengan bobot

(3)

5 badan 15-110 kg disediakan ransum ad libitum setiap harinya. Kandungan energi ransum secara umum akan mengontrol jumlah konsumsi. Babi akan menyesuikan konsumsi ransum apakah naik atau turun sesuai dengan tingkat energi ransum. Frank et al. (1983), menyatakan walaupun konsumsi dipengaruhi tingkat energi dalam ransum, tetapi keragaman jumlah konsumsi dari hari ke hari juga dapat dipengaruhi oleh ternak itu sendiri. Menurut Parakkasi (1983), hampir semua proses kehidupan terutama dalam proses metabolisme membutuhkan energi. Komponen terbanyak dalam ransum adalah energi. Konsumsi ransum yang sedikit tetapi mengandung energi tinggi dapat memenuhi kebutuhan energi ternak.

Pertumbuhan

Pertumbuhan meliputi perbanyakan jumlah sel (hiperplasi) serta peningkatan ukuran sel (hipertropi), didefenisikan sebagai pertambahan besar dari otot, tulang, organ-organ dalam dan bagian tubuh lainnya (Anggorodi, 1994). Pertumbuhan mempunyai tahap-tahap yang cepat dan tahap lambat. Tahap cepat terjadi pada saat pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat dewasa tubuh telah dicapai. Tahap pertumbuhan membentuk kurva sigmoid. Pertumbuhan umumnya diukur dengan penimbangan berulang-ulang dan dijadikan sebagai pertambahan bobot badan harian, minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman et al., 1998).

Parakkasi (1983) menyatakan, bahwa pertumbuhan dan komposisi tubuh hewan betina berbeda dengan hewan jantan. Hewan jantan mempunyai laju per-tambahan bobot badan yang lebih cepat. Proses metabolisme tubuh untuk mem-produksi daging dan lemak juga lebih cepat dibandingkan hewan betina.

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut (Rasyaf, 1999). Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas ransum, kualitas air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan, dan juga faktor pemberian ransum (Anggorodi, 1994). Menurut Sihombing (2006), konversi ransum dapat dipengaruhi zat-zat makanan ransum tidak seimbang, tingkat penyakit tinggi, terdapat cacing, ransum berjamur, air minum tidak sehat, kondisi lingkungan buruk,

(4)

6 dan manajemen yang tidak baik. Konversi ransum dari seekor ternak dapat dijadikan sebagai patokan untuk seleksi ternak.

Protein Efficiency Ratio (PER)

Protein Efficiency Ratio adalah pertambahan bobot badan per satuan konsumsi protein. Nilai PER akan bervariasi dengan adanya sumber protein yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan sumber protein yang akan diikuti dengan susunan asam aminonya (Anggorodi, 1994). Parakkasi (1983) menyatakan bahwa perhitungan nilai PER lebih baik dibandingkan dengan hanya mengukur berat badan karena deviasinya lebih kecil.

Kadar Air Feses

Feses adalah hasil sisa pencernaan yang dikeluarkan melalui anus. Feses mengandung air, sisa makanan tidak tercerna, sekresi-sekresi pencernaan, sel-sel epitel dari dinding saluran pencernaan, garam-garam anorganik dan hasil dekomposisi (Tillman et al., 1998). Kadar air feses erat kaitannya dengan proses kehilangan air dari dalam tubuh. Kehilangan air dari dalam tubuh dapat diakibatkan karena ekskresi melalui usus, ginjal, paru-paru, dan kulit. Kehilangan melalui usus berbeda sesuai dengan jenis ransum. Semakin besar jumlah zat-zat mineral dan protein dalam ransum maka semakin besar jumlah air yang hilang. Kejadian diare mengakibatkan kehilangan air yang banyak, hal ini dapat mengakibatkan kekeringan (Anggorodi, 1994).

Tillman et al. (1998) menyatakan, ekskresi dan kebutuhan air dipengaruhi oleh bahan makanan, spesies ternak, dan hasil akhir dari metabolisme urin. Ternak yang mengkonsumsi pakan yang berserat tinggi akan menghasilkan kotoran yang lebih banyak dan menyebabkan air yang keluar bersama feses juga banyak.

Penggunaan zeolit dalam ransum diharapkan dapat mengatur derajat ke-kentalan kotoran ternak. Kemampuan zeolit untuk mengurangi kadar air feses ternak erat kaitannya dengan struktur kristalnya. Zeolit dalam alat pencernaan dapat memperlambat laju pencernaan pakan dalam saluran pencernaan sehingga memberi peluang lebih besar untuk penyerapan zat-zat makanan (Soejono dan Santos, 1990).

(5)

7 Rate of Passage

Laju perjalanan makanan (rate of passage) adalah laju perjalanan dari satu bagian saluran pencernaan ke bagian lain. Rate of passage dapat ditentukan dengan menggunakan marker dan radiografi. Penanda yang sering digunakan untuk pengukuran laju perjalanan makanan adalah barium sulfat, chromium dioxide atau ferri oksida. Penanda mulai muncul bersama feses setelah 10-24 jam pada babi remaja atau dewasa (Sihombing, 2006).

Laju perjalanan makanan dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh ke-ambaan makanan, kadar air atau kadar bahan kering makanan, dan waktu pemberian makanan. Babi yang diberi makan pada waktu pagi hari laju perjalanan makanannya lebih singkat dibandingkan yang diberi makan sore hari. Laju makanan juga berbeda bila kecernaan bahan makanan berbeda. Kisaran laju perjalanan makanan pada babi yang diberi makan dari bahan-bahan serealia adalah 2,5-5 jam di duodenum, 6-9 jam di ilium, dan 38-45 jam akan keluar menjadi feses (Sihombing, 2006).

Zeolit

Zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral dari Swedia bernama Baron Axel Frederic Cronsted pada tahun 1756. Zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata zein yang berarti mendidih dan lithos yang berarti batuan. Zeolit adalah jenis kristal dengan struktur molekul berongga yang pertama kali ditemukan di alam (Mumpton dan Fishman, 1977). Zeolit memiliki kerangka struktur berongga yang ditempati oleh molekul-molekul air dan kation. Kation pada rongga zeolit dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion tanpa merusak struktur zeolit (Ming dan Mumpton, 1989). Hal tersebut menyebabkan zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekul, senyawa penukar ion, dan katalis.

Jenis Zeolit

Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu zeolit alam dan zeolit buatan. Zeolit alam diperkirakan terbentuk dari lava gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, membentuk sedimen, dan batuan metamorfosa, selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin dan akhirnya terbentuk mineral zeolit (Setyawan dan Handoko, 2002). Zeolit alam memiliki struktur yang berbeda-beda tergantung dari lokasi ditemukannya. Perbedaan ini

(6)

8 diduga karena adanya perbedaan masa pembentukannya (Anwar, 1987). Zeolit alam pada umumnya memiliki kristal yang tidak terlalu tinggi, ukuran porinya sangat tidak seragam, aktivitas katalitiknya rendah, dan mengandung banyak pengotor. Kandungan zeolit alam di Indonesia pada umumnya terdiri atas jenis mordenit dan klinoptilolit yang kadarnya bervariasi. Salah satu cara untuk meningkatkan daya guna zeolit alam adalah dengan aktivasi dan modifikasi (Setyawan dan Handoko 2003).

Mineral zeolit mempunyai sifat fisik dan kimia tertentu sehingga endapan zeolit yang ditemukan harus diketahui jenis mineralnya. Jenis mineral tersebut dapat diketahui dengan Scanning Electrone Microscope, Energy Dispersive Spectofotometry, Microscope Optic, dan X-Ray Diffractometry serta untuk mengetahui unsur-unsur kimianya dilakukan analisa kimia (Anwar, 1987). Berbagai jenis zeolit alam telah ditemukan dan dianalisa rumus kimia unit selnya. Saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam. Jenis mineral zeolit yang terdapat dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastis berbutir halus (tufa) ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Jenis Mineral Zeolit yang Terdapat dalam Batuan Sedimen

Jenis Rumus Kimia

Ukuran Pori-pori

(Å)

KTK (mEq/g) Analsin Na16(Al16Si32O96).16H2O 2,6 4,54 Kabasit (Na2Ca)6(Al12Si24O27).40H2O 3,7 x 4,2 3,81 Klinoptilolit (Na4K4)Al8Si40O96).24H2O 3,9 x 5,4 2,54 Erionit (NaCa5K)9(Al9Si27O72).27H2O 3,6 x 5,2 3,12 Faujasit (Na58Al58Si134O384).27H2O 7,4 3,39 Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72)18H2O 4,3 x 5,5 2,33 Heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O 4,0 x 5,5 2,91 Mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O 2,9 x 5,7 2,29 Phillipstit (NaK)10(Al10Si22O64).2H2O 4,2 x 4,4 3,87 Linde A Na12(Al12Si12O48).27H2O 4,2 5,48 Linde X Na86(Al86Si106O384).264H2O 7,4 4,73 Sumber : Mumpton dan Fishman (1977)

(7)

9 Struktur Zeolit

Zeolit dibentuk oleh dua unit pembangun yang dinamakan unit pembangun primer dan unit pembangun sekunder. Unit pembangun primer dibangun oleh empat ion oksigen yang mengelilingi Si4+ atau Al3+ dan membentuk kerangka tetrahedral berongga yang terisi oleh ion alkali dan alkali tanah (Mumpton dan Fishman, 1977). Menurut Schmidt (2003), kerangka tetrahedral zeolit tidak hanya dibentuk oleh Si4+ dan Al3+ saja tetapi dapat pula dibentuk oleh ion lain seperti gallosilikat, titanosilikat, dan aluminophosphat. Struktur tetrahedral zeolit diperlihatkan pada Gambar 1 dan tetrahedron Al dalam zeolit diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 1. Struktur Tetrahedral Zeolit (Schmidt, 2003)

Gambar 2. Model Tetrahedron Al dalam Zeolit (Thamzil, 2008) Sifat Zeolit

(8)

10 Zeolit secara alami tidak dapat langsung dimanfaatkan. Zeolit harus mengalami pengaktifan. Aktivasi zeolit bertujuan untuk menghilangkan pengotor (mineral pengganggu) berupa oksida logam dari alam yang menutupi rongga, sehingga kapasitas tukar ion dan kapasitas absorbsi menjadi optimal. Proses aktivasi zeolit alam dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama secara fisik melalui pemanasan untuk menguapkan air yang terperangkap didalam pori-pori kristal zeolit sehingga luas permukaannya bertambah (Khairinal, 2000). Proses pemanasan dilakukan pada suhu 300-3750C selama 3-4 jam (Suwardi, 2000). Cara yang kedua adalah secara kimia dengan penambahan asam atau basa. Aktivasi secara kimia bertujuan membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan (Suyartono dan Husaini, 1991). Anwar et al. (1985) menambahkan, selain pengaktifan, zeolit harus dihaluskan sampai <100 mesh untuk mempermudah perlakuan selanjutnya. Perlakuan penghalusan tidak menaikkan atau menurunkan kapasitas pertukaran kation.

Menurut Barrer (1982), sifat fisik zeolit umumnya bewarna putih, merah muda, coklat, atau hijau tergantung dari bahan pembentuknya. Berat jenis zeolit berkisar antara 2 sampai 2,5 g/cm3. Sifat kimia zeolit antara lain adalah dapat terhidrasi pada temperatur tinggi, sebagai penukar ion, pengabsorbsi gas dan uap, penyerap molekul serta mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) 200 sampai 300 mEq tiap 100 gram.

Potensi Pemanfaatan Zeolit

Potensi pemakaian zeolit terutama disebabkan sifat fisik dan kimia yang dimiliki (Mumpton dan Fishman, 1977). Zeolit dapat dimanfaatkan sebagai absorben molekul, absorben gas, penukar ion, dan anti mikroba.

Zeolit Sebagai Absorben Molekul dan Gas. Absorbsi adalah suatu proses terjerapnya molekul gas atau larutan adsorbat kedalam suatu permukaan padatan absorben (Craig et al., 2000). Kemampuan zeolit mengabsorbsi molekul disebabkan strukturnya berongga. Dalam keadaan normal rongga dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air akibat proses hidrasi udara disekeliling kation-kation penukar. Air dalam rongga tersebut akan menguap bila dipanaskan pada temperatur 200-3500C, sehingga rongga tersebut menjadi kosong (Mumpton, 1999).

(9)

11 Keberadaan rongga yang kosong tersebut memungkinkan diisi oleh molekul lain yang memiliki diameter sama atau lebih kecil daripada diameter rongga zeolit. Keadaan selektif tersebut mengakibatkan zeolit dapat memisahkan molekul-molekul yang ukurannya lebih besar (Schmidt, 2003).

Pemanfaatan zeolit alam sebagai material absorben sudah banyak diteliti. Percobaan yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Bandung menggunakan zeolit asal Bayah, hasil penelitian tersebut menunjukkan zeolit mampu mengabsorbsi 8,9 mg H2S setiap 1 g zeolit (Anwar, 1987).

Zeolit Sebagai Penukar Ion. Kemampuan zeolit sebagai penukar ion terkait dengan kapasitas tukar kation dari zeolit. Zeolit sebagai penukar ion sebanding dengan jumlah silikon (Si4+) yang digantikan oleh aluminium (Al3+). Semakin banyak silikon digantikan oleh aluminium, maka semakin banyak dibutuhkan kation untuk menetralkan muatan listriknya. Semakin banyak aluminium terdapat dalam zeolit maka semakin besar kapasitasnya sebagai penukar ion (Mumpton dan Fishman, 1977).

Ion yang terikat secara lemah pada kerangka tetrahedral zeolit akan mudah dilepas tanpa mengubah stukturnya dan digantikan oleh ion lain dari luar yang memiliki cukup muatan listrik, sehingga akan kembali terbentuk struktur tetrahedral dengan muatan netral (Schmidt, 2003).

Zeolit Sebagai Anti Mikroba. Material anti mikroba dapat berasal dari bahan organik atau anorganik. Material anti mikroba organik yang banyak digunakan adalah triklosan dan benzalkonium klorida, sedangkan material anti mikroba anorganik yang sering dipakai adalah logam berat perak, seng, dan tembaga. Pelepasan sejumlah ion logam dari komposit mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen secara efektif (Li et al., 2002).

Zeolit mempunyai rongga dengan diameter 3-10 Å dapat diisi oleh kation, air, dan molekul organik atau anorganik yang dapat dipertukarkan. Jika kation seperti Ag++ dimasukkan dalam rongga zeolit, maka pelepasan ion logam kedalam lingkungan sekitarnya akan menimbulkan efek anti mikroba. Potensi anti mikroba Ag-zeolit telah diperlihatkan pada selang kateter yang dilapisi Ag-zeolit untuk mengontrol infeksi saluran urin (Uchida et al., 1992).

(10)

12 Mekanisme Aksi Zeolit

Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak diperkirakan terpusat pada struktur klinoptilolit yang stabil pada lingkungan asam dan dapat melakukan per-tukaran ion serta penyerapan tanpa terjadi pencernaan zeolit (Quarles, 1985). Cool dan Willard (1982) menyatakan, zeolit dapat memelihara keseimbangan elektrolit zat-zat makanan di saluran pencernaan. Aktivitas zeolit di saluran pencernaan ternak diduga behubungan langsung dengan penyerapan senyawa bentuk nitrogen melalui strukturnya (Pond et al., 1981). Dibantu aktivitas mikroba di saluran pencernaan diperkirakan terjadi modifikasi senyawa-senyawa nitrogen yang dapat menguntungkan seperti mensintesis vitamin, mensintesa asam-asam amino esensial, menghasilkan enzim untuk proses pencernaan, dan mencegah mikroba patogen masuk di saluran pencernaan (Coates, 1982).

Reaksi NH4+ + OH- menghasilkan NH3 + H2O. Senyawa NH3 hasil reaksi tersebut adalah beracun, apabila NH4+ bisa dikurangi maka pembentukan NH3 juga bisa ditekan (Visek, 1984). Cool dan Willard (1982) mengamati kemampuan zeolit mengurangi konsentrasi NH4+ yang tinggi dalam saluran pencernaan ternak babi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senyawa NH4+ terikat pada struktur zeolit mulai dari lambung sampai akhir duodenum, secara gradual kemudian dilepas di saluran pencernaan bagian bawah karena pengaruh pH lumen usus. Kenyataan ini dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ sebesar 10 kali pada jejunum di saluran pencernaan babi. Zeolit menukar kation Na+ ketika berada di duodenum, sehingga aliran digesta mulai dari lambung sampai duodenum diperlambat hal ini mengakibatkan proses penyerapan protein meningkat. Vest dan Shutze (1984) menyatakan bahwa penggunaan zeolit dalam ransum meningkatkan kandungan abu ransum sehingga aliran digesta di saluran pencernaan lebih lambat. Hal ini meng-akibatkan proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan meningkat.

Penggunaan Zeolit Secara Umum

Zeolit sudah banyak diteliti dan digunakan dalam berbagai bidang seperti perikanan, pertanian, industri, dan kesehatan. Bidang pertanian memanfaatkan zeolit untuk mengabsorbsi logam berat didalam tanah. Logam berat dapat terserap oleh akar tanaman dan bercampur dengan zat makanan lain sehingga meracuni tanaman. Zeolit mengikat logam sehingga tidak terserap oleh akar tanaman (Harjanto, 1993).

(11)

13 Penelitian Al-Jabari (2009) dalam bidang pertanian juga melaporkan bahwa pemberian zeolit sebagai pembenah tanah dapat meningkatkan hasil gabah padi bernas. Berat gabah padi tanpa zeolit adalah 61,22 g/pot, sedangkan dengan zeolit adalah 73,30 g/pot.

Bidang industri, zeolit Ca digunakan sebagai absorben selektif nitrogen dengan metode PSA (Pressure Swing Adsorption)/VSA (Vacuum Swing Adsorption). Zeolit alam dimodifikasi menjadi CaO-zeolit dengan proses ion exchange menggunakan larutan kapur (Ca(OH)2). Uji absorbsi dilakukan pada CaO-zeolit dengan konsentrasi Ca sebesar 0,682; 0,849; dan 1,244% terhadap oksigen dan nitrogen dengan konsentrasi sebanding secara terpisah. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan laju absorbsi, dengan ini memungkinkan untuk memanfaatkan CaO-zeolit sebagai alat pengkaya oksigen (Nasikin et al., 2002).

Bidang kesehatan, zeolit dimanfaatkan untuk terapi diare dengan menyerap alkaloid, zat warna, racun, virus, dan bakteri. Penelitian Soediatmoko et al. (2002) menunjukkan bahwa zeolit asal Malang, Bandung, dan Tulungagung mempunyai daya absorbsi yang sama dengan attapulgit (obat diare).

Bidang perikanan, zeolit dimanfaatkan sebagai bahan pembersih air kolam ikan yang mempunyai sistem resirkulasi air, dapat mengurangi kadar nitrogen sehingga dapat meningkatkan daya tampung kolam (Mumpton, 1999).

Penggunaan Zeolit dalam Ransum Ternak

Zeolit dalam ransum ternak sudah diteliti sejak tahun 1965. Percobaan tersebut dilakukan di Jepang dengan menambahkan pada pakan unggas, babi, dan sapi. Zeolit dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum, suplementasi dan substitusi (Mumpton dan Fishman, 1977). Sifat zeolit yang dapat menyerap molekul merupakan dasar penggunaannya pada ransum ternak. Penelitian Karamanlis et al. (2008) melaporkan, penambahan zeolit dalam ransum ayam broiler dengan taraf 2% berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan laju pertumbuhan dan mengurangi gas amonia pada litter.

Penelitian Mohri et al. (2008) menyatakan, penambahan 2% zeolit kedalam kolostrum dan susu berpengaruh nyata terhadap kandungan zat kalsium, fosfor, sodium, dan besi pada serum darah anak sapi dibandingkan dengan kontrol. Zeolit

(12)

14 dapat meningkatkan ketersediaan Ca dalam darah, dengan demikian tingginya kebutuhan dan kegunaan Ca pada proses pertumbuhan hewan dapat terpenuhi.

Penggunaan zeolit dalam ransum ternak babi sudah banyak diteliti diantaranya penelitian Mumpton dan Fishman (1977) menyatakan penggunaan zeolit dalam ransum babi dengan protein normal dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, dan ternak lebih sehat. Hasil penelitian Shurson et al. (1984) berbeda dengan penelitan sebelumnya, yakni penambahan zeolit pada taraf 3 dan 5% kedalam campuran ransum tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan konsumsi ransum harian. Penelitian Nopriana (1991), melaporkan bahwa penambahan zeolit berbeda sumber dengan taraf pemakaian 3, 6, dan 9% berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan ternak babi, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, efisiensi penggunaan pakan, tebal lemak punggung, dan kadar air feses babi periode pertumbuhan.

Analisis Ekonomi

Berhasil atau tidaknya kegiatan usaha dapat diketahui dengan analisis ekonomi. Analisis ekonomi dalam usaha peternakan babi sangat penting karena tujuan akhir beternak babi adalah untuk mendapat keuntungan. Keuntungan dari usaha ternak babi dapat diperoleh bila hasil penjualan ternak lebih tinggi daripada jumlah biaya produksi yang dikeluarkan (Sihombing, 2006). Analisis ekonomi yang digunakan adalah analisis pendapatan sederhana yaitu menghitung selisih jumlah penerimaan dengan total biaya produksi. Perhitungan ekonomi tersebut tidak memasukkan biaya bunga bank, tenaga kerja, biaya kesehatan, dan biaya oprasional kandang. Lewis dan Southern (2000), menyatakan biaya ransum dapat mencapai 75-80% dari total biaya produksi. Berdasarkan pendapat tersebut, dari total biaya ransum dapat diduga total biaya produksi.

Gambar

Tabel 1.  Beberapa Jenis Mineral Zeolit yang Terdapat dalam Batuan Sedimen
Gambar 1.  Struktur Tetrahedral Zeolit (Schmidt, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul Analisis Usaha Ternak Babi di Kabupaten Nias Selatan bertujuan untuk mengetahui keragaan usaha ternak babi dan besarnya pendapatan yang

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET (m brasiliensis) SEBAGAI SUBSTITUSI BUNGKIL KACANG KEDELAI DALAM RANSUM.. TERHADAP KUALITAS KARKAS

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan Curcumin dalam ransum ternak babi dengan taraf yang lebih tinggi untuk melihat sejauhmana pemberian Curcumin dapat

Wea (2004) menyatakan bahwa daerah NTT memiliki potensi untuk dikembangkan ternak babi, terutama babi lokal dan berdasarkan hasil pengamatan, setiap rumah

Konsumsi BK pada penelitian ini sudah sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menggunakan ternak babi fase grower (25 - 50 kg) diberi pakan mengandung asam amino lysin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak babi yang diberi ransum tanpa pemberian limbah kulit kopi fermentasi (Po) lebih efisien dalam mengkonversi ransum sehingga

menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi dengan pengunaan makanan yang lebih efisien daripada babi dengan ransum 3 dan 6% zeolit. Penampilan

Wea (2004) menyatakan bahwa daerah NTT memiliki potensi untuk dikembangkan ternak babi, terutama babi lokal dan berdasarkan hasil pengamatan, setiap rumah