• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu: 1.Pengertian Menurut Bahasa

Kata pembunuhan berasal dari kata dasar “bunuh” yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang mengandung makna mematikan, menghapuskan (mencoret) tulisan, memadamkan api dan atau membinasakan tumbuh-tumbuhan. Menurut Purwadarmita (1976:169): “pembunuhan berarti perkosa, membunuh atau perbuatan bunuh.” Dalam peristiwa pembunuhan minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat, orang yang dengan sengaja mematikan atau menghilangkan nyawa disebut pembunuh (pelaku), sedangkan orang yang dimatikan atau orang yang dihilangkan nyawanya disebut sebagai pihak terbunuh (korban).

2.Menurut Pengertian Yuridis

Pengertian dari segi yuridis (hukum) sampai sekarang belum ada, kecuali oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri. Menurut penulis itu bukan merupakan pengertian, melainkan hanya menetapkan batasan-batasan sejauh mana suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pembunuhan dan ancaman pidana bagi pelakunya. Pembunuhan berencana adalah kejahatan merampas nyawa manusia lain, atau membunuh, setelah dilakukan perencanaan mengenai waktu atau metode, dengan tujuan memastikan keberhasilan pembunuhan atau

(2)

untuk menghindari penangkapan. Pembunuhan terencana dalam hukum umumnya merupakan tipe pembunuhan yang paling serius, dan pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Istilah "pembunuhan terencana" pertama kali dipakai dalam pengadilan pada tahun 1963, pada sidang Mark Richardson, yang dituduh membunuh istrinya. Pada sidang itu diketahui bahwa Richardson berencana membunuh istrinya selama tiga tahun. Ia terbukti bersalah dan dipenjara seumur hidup. Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebidahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Adapun unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP yaitu:

a. Barangsiapa: Merupakan unsur subjek hukum yang berupa manusia dan badan hukum.

b. Dengan sengaja: Artinya mengetahui dan menghendaki, maksudnya mengetahui perbuatannya dan menghendaki akibat dari perbuatannya.

c. Dengan rencana: artinya bahwa untuk penerapan pasal 340 KUHP ini harus memuat unsur yang direncanakan (voorbedachte raad), menurut Simons, jika kita berbicara mengenai perencanaan terlebih dahulu, jika pelakunya telah menyusun dan mempertimbangkan secara tenang tindakan yang akan di lakukan, disamping itu juga harus mempertimbangakn kemungkinan-kemungkinan tentang akibat-akibat dari perbuatannya, juga harus terdapat jangka waktu tertentu dengan penyusunan rencana dan pelaksanaan rencana.

(3)

d. Nyawa orang lain: nyawa selain diri si pelaku tersebut.1 B. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus lebih jelas terlebi dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan.2

Konsep responbility atau “pertanggungjawaban” dalam hukum pidana itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umumnya dan korban pada khususnya. Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) dan reprentif (penindakan).

Bentuk penanggulangan tersebut dengan diterapkannya sanksi terhadap pelaku tindak pidana, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang memiliki untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjaminan utama/terbaik dan suatu etika merupakan pengancaman yang utama dari kebebasan manusia.

Syaratkan bahwa tindak pidana yang melakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan-tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang

1

http://alexanderizki.blogspot.com/2011/03/analisis-pidana-atas-pembunuhan-pokok.html

2

(4)

dilakukannya. Dilihat dari perbuatan yang dilakukan seseorang akan dipertanggungjawabkan pidananya atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut melawan hukum, selain unsur yang dapat dalam pertanggungjawaban pidana yang menentukan seseorang dapat dikenakan sanksi atau tidak adalah kesalahan. Seorang yang dapat dikatakan bersalah jika ia memenuhi unsur-unsur kesalahan. Adapun unsur-unsur kesalahan adalah sebagai berikut:3

1. Melakukan perbuatan pidana 2. Mampu bertanggungjawab 3. Dengan sengaja atau alpa 4. Tidak ada alasan pemaaf

Kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor, yang pertama faktor akal, yaitu membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan. Faktor kedua adalah kehendak, yaitu sesuai dengan tingkah lakunya dan keinsyafannya atas nama yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Seorang dikatakan mampu bertanggung jawab,bila memenuhi 3 (tiga) syarat,4 yaitu :

1. Dapat menginsyafi makna dari pada perbuatan;

2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat;

3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendak dalam melakukan perbuatan.

3 Roeslan saleh,perbuatan dan pertanggung jawaban pidana.(Jakarta:aksara bara,1983),hlm. 11

(5)

Pasal 44 KUHP menentukan:

(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada jiwa nya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit dipidana.

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kapada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukan kerumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pembunuhan 1. Pembunuhan Biasa

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah:

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan:

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

(6)

Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun, di sini disebutkan paling lama jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara. Ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut.

Unsur subyektif: perbuatan dengan sengaja. Dengan sengaja (Doodslag) artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu (Met voorbedachte rade).

Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Berkenaan dengan nyawa orang lain maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuh.

Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Undang-Undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai

(7)

sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku. Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan. 2. Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag)

Hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.” Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah: “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan.” Kata diikuti (gevold) dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.

3. Pembunuhan Berencana (Moord)

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, unsur-unsur pembunuhan berencana adalah; unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu, unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain. Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia

(8)

dapat dikenai Pasal 340 KUHP. Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

4. Pembunuhan Yang Dilakukan Dengan Permintaan Yang Sangat Tegas Oleh Korban Sendiri

Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas permintaan yang tegas (uitdrukkelijk) dan sungguh-sungguh/ nyata (ernstig). Tidak cukup hanya dengan persetujuan belaka, karena hal itu tidak memenuhi perumusan Pasal 344 KUHP. 5. Pembunuhan Tidak Sengaja

Tindak pidana yang di lakukan dengan tidak sengaja merupakan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP, Terhadap kejahatan yang melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Ketidaksengajaan (alpa) adalah suatu perbuatan tertentu terhadap seseorang yang berakibat matinya seseorang.

Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif. Dalam perilaku sosial, tindak kejahatan merupakan prilaku menyimpang, yaitu tingkah

(9)

laku yang melanggar atau menyimpang dari aturan-aturan pengertian normatif atau dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan, salah satu cara untuk mengendalikan adalah dengan sanksi pidana.

Hakikat dari sanksi pidana adalah pembalasan, sedangkan tujuan sanksi pidana adalah penjeraan baik ditujukan pada pelanggar hukum itu sendiri maupun pada mereka yang mempunyai potensi menjadi penjahat, Selain itu juga bertujuan melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.

6. Tindak Pidana Pengguguran Kandungan

Merupakan kejahatan pembunuhan yang korban nya adalah manusia yang masih dalam bentuk janin di dalam kandung, diatur dalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

7. Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Bayi atau Anak

Pembunuhan yang dilakukan terhadap korban nya yang masih bayi ataupun anak, diatur dalam Pasal 341, 342, dan 343 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 8. Tindak pidana pembunuhan terhadap diri sendiri (menghasut, member pertolongan, dan upaya terhadap korban bunuh diri), diatur dalam Pasal 345 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX buku II adalah sebagai berikut :

1. Pembunuhan biasa, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

(10)

2. Pembunuhan dengan pemberatan, diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun

3. Pembunuhan berencana, diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun

4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun

5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun

6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, bagi orang yang membunuh diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun

7. Penganjuran agar bunuh diri, jika benar-benar orangnya membunuh diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.5

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara, pertama kali harus menggunakan hukum tertulis sebagai dasar putusannya, jika dalam hukum tertulis tidak cukup, tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain seperti yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis.

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menentukan bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada

(11)

atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ketentuan pasal ini memberi makna bahwa hakim sebagai organ utama pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman wajib hukumnya bagi hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas.

Hakim dalam mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya harus mengetahui dengan jelas tentang fakta dan peristiwa yang ada dalam perkara tersebut. Mejelis Hakim oleh karena itu, sebelum menjatuhkan putusannya terlebih dahulu harus menemukan fakta dan peristiwa yang terungkap dari terdakwa dan korban, serta alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan.

Terhadap hal yang terakhir ini Majelis Hakim harus mengonstruksikan dan mengkualifikasikan peristiwa dan fakta tersebut, sehingga ditemukan peristiwa/fakta yang konkret. Setelah Majelis Hakim menemukan peristiwa dan fakta secara obyektif, maka Majelis Hakim menemukan hukumnya secara tepat dan akurat terhadap peristiwa yang terjadi itu.

Jika dasar-dasar hukum yang dikemukakan oleh pihak-pihak yang berperkara kurang lengkap, maka Majelis Hakim karena jabatannya dapat menambah/melengkapi dasar-dasar hukum itu sepanjang tidak merugikan pihak-pihak yang berperkara. Hakim menemukan hukum melalui sumber-sumber sebagaimana tersebut diatas, jika tidak ditemukan dalam sumber-sumber tersebut maka ia harus mencarinya dengan mempergunakan metode interprestasi dan kontruksi.

(12)

Metode interprestasi adalah penafsiran terhadap teks undang-undang, masih tetap berpegang pada bunyi teks itu, sedangkan metode kontruksi hakim mempergunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks undang-undang, dimana hakim tidak lagi terikat dan berpegang pada teks itu, tetapi dengan syarat hakim tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem.

Menurut mackenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,6

yaitu:

1.Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2.Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim, sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

6

(13)

3.Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolok dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapi sehari-hari,dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku,korban maupun masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar,yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan,kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

(14)

Putusan hakim dapat dikatakan baik, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar pertanyaan yang berupa:7

1. Benarkah putusanku ini?

2. Jujurkah aku dalam mengambil keputusan? 3. Adilkah bagi pihak-pihak yang bersangkutan? 4. Bermanfaatkah putusanku ini?

Prakteknya walaupun bertitik tolok dari sikap-sikap seorang hakim yang baik, kerangka landasan berfikir/bertindak dan melalui empat buah titik pertanyaan tersebut diatas maka hakim tenyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian, kekeliruan/kehilafan (rechterlijk dwaling), rasa rutinitas, kekurangan hati-hatian, dan kesalahan. Praktek peradilan didalam nya, ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap kurang diperhatikan hakim dalam membuat putusan.

Pelaksanaan pangambilan putusan, dicatat dalam buku himpunan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.8 Dengan tegas dinyatakan bahwa pengambilan keputusan itu didasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan.9

Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari perkara pidana tentu saja hakim juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis sehingga putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis. Hakekatnya dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut diharapkan nantinya dihindari sedikit mungkin putusan hakim menjadi batal demi

7.Lilik mulyadi. bunga rampai hukum pidana:Perspektif ,Teoritis dan Praktik.

(bandung:alumni,2008)

8 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 192 ayat(7)

(15)

hukum (van rechtswege nieting atau null and void) karena kurang pertimbangan hakim. 10 Lazimnya dalam praktek peradilan pada putusan hakim sebelum

pertimbangan yuridis dibuktikan dan dipertimbangkan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan.

Fakta-fakta yang terungkap di tingkat penyidikan hanyalah berlaku sebagai hasil pemeriksaan sementara, sedangkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan sidang yang menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi keputusan pengadilan. 11 Fakta-fakta dalam persidangan tersebut diungkapkan, pada putusan

hakim kemudian akan dipertimbangkan terhadap unsur-unsur dari tindak pidana yang telah didakwakan oleh jaksa penuntut umum dan pleidoi dari terdakwa dan atau penasehat hukumnya.

Selain pidana pokok terdapat pidana tambahan salah satunya yaitu restitusi. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. 12 Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan

untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

10Lilik mulyadi.bunga rampai hukum pidana: perspektif, teoritis, dan praktis.

(bandung:alumni,2008),hlm.199.

11 Roeslan saleh.Perbuatan dan Pertanggung Jawaban Pidana.(Jakarta:aksara bara,1981),

hlm.188.

12 Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi

(16)

terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ketika Anggota Polri melakukan perbuatan melawan hukum maka berdasarkan Undang-Undang Kepolisian sesuai Pasal 35 maka akan di selesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengamati langkah-langkah pembuatan karya, siswa dapat mengidentifikasi pemanfaatan tanah dan atau batuan dalam membuat karya kerajinan (misalnya dari tanah liat atau

yang akan dianalisis adalah alumni dari Universitas Atma Jaya

KEMENTERIAN RiSET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BMWIJAYA,

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI.. UNIVERSITAS BRAWIJAYA,

Dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana “ Lembaga Pendidikan Islam Klasik: Kajian Historis Tentang Madrasah

Writing is the one of skills in English that should be mastered by student. Through writing they can express their view and thoughts that can not be

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Realitas penggunaan bahasa Indonesia baku pada mahasiswa angkatan angkatan 2016/2017 Prodi PGMI yaitu masih banyak mahasiswa yang

Pemecahan masalah menurut Slameto (2010) merupakan proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang