• Tidak ada hasil yang ditemukan

TREMATODA. A. Morfologi dan Daur hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TREMATODA. A. Morfologi dan Daur hidup"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TREMATODA

A. Morfologi dan Daur hidup

Trematoda berasal dari kata trematos, yang artinya berlubang dan berlekuk, yaitu cacing yang pada tubuhnya terdapat satu atau lebih bagian yang berlekuk untuk menempel pada

hospesnya. Anggotanya terdiri dari cacing isap. Morfologi cacing ini berbeda-beda menurut cara hidupnya sebagai parasit. Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma) (Muslim, 2009).

Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh. Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beraneka ragam dari 1mm sampai kurang lebih 75mm. tanda khas lainnya adalah terdapat 2 buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut. Pada umumnya trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya secara anaerob. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya (Muslim, 2009).

Spesies yang hidup pada manusia disebut sebagai endoparasit karena hidup di dalam organ viseral, misalnya dalam sistem pembuluh darah. Trematoda yang hidup pada manusia hidup sebagai parasit sehingga organ pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya

mengalami kemunduran fungsional. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah. Walaupun hanya beberapa infeksi parasit yang menyebabkan kematian, tetapi banyak juga yang menunjukkan angka kesakitan

(morbiditas).

Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:

Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing dewasa. Dimana fase daur hidup tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies cacing trematoda.

(2)

sporocyst cercaria dewasa(1)

Telur meracidium sporocyst redia cercaria metacercaria dewasa (2) redia cercaria dewasa(3)

redia cercaria metacercaria

dewasa(4) (1) Schistosoma

(2) Paragonimus (3) Clonorchis (4) Echinostoma

(3)

B. Patologi dan Gejala Klinis

Kelainan yang disebabkan cacing daun tergantung dari lokalisasi cacing dalam tubuh hospes, selain itu ada juga pengaruh rangsangan setempat dan zat toksin di keluarkan oleh cacing. Reaksi sistemik terjadi karena absorbsi zat toksin, sehingga menghasilkan gejala alergi, demam, sakit kepala dan lain-lain. Bila cacing hidup dijaringan paru seperti Paragonimus, mungkin menimbulkan gejala batuk, sesak napas dan mungkin terjadi batuk darah (hemoptisis). Cacing yang hidup di saluran empedu hati seperti Clonorchis, Opisthorchis, dan Fasciola dapat menimbulkan rangsangan dan menyebabkan peradangan saluran empedu, dapat menyebabkan penyumbatan aliran empedu sehingga menimbulkan gejala ikterus. Akibat lainnya adalah peradangan hati sehigga terjadi hepatomegali. Cacing Schistosoma yang hidup di pembuluh darah, ternyata terutama telurnya menimbulkan kelainan yang berupa peradangan, pseudo-abses dan akhirnya terjadi fibrosis jaringan alat yang diinfiltrasi oleh telur cacing ini, seperti dinding usus, dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan lain-lain. (Susanto,2012)

Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sbagai berikut: 1) Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum 2) Trematoda paru: Paragonimus westermani

3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum 4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.

Trematoda Pembuluh Darah

Schistosoma atau Bilharzia

Pada manusia ditemukan 3 spesies penting. Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobim. Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia. Tiga spesies schistosoma tersebut berparasit pada orang, dimana ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi beberapa hal seperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi berparasitnya pada tubuh hospes definitif. S. hematobium dan S. mansoni, banyak dilaporkan menginfeksi orang di Mesir, Eropa dan Timur Tengah, sedangkan S. japonicum, banyak menginfeksi orang di daerah Jepang, China, Taiwan, Filippina, Sulawesi, Laos, Kamboja dan Thailand. Cacing betina panjang 20-26 mm, lebar 0,25-0,3 mm; cacing jantan panjang 10-20 mm; lebar 0,8-1 mm.

(4)

Daur hidup

Cacing dewasa hidup dalam venula yang mengalir ke organ tertentu dalam perut hospes definitif (orang), yaitu:

S. hematobium, hidup dalam venula yang mengalir ke kantong kencing (vesica urinaria), S. mansoni, hidup dalam venula porta hepatis yang mengalir ke usus besar (dalam hati), S. japonicum, hidup dalam venula yang mengalir ke usus halus.

Cacing betina menempel pada bagian gynecophore dari cacing jantan dimana mereka berkopulasi. Cacing betina meninggalkan tempat tersebut untuk mengeluarkan telur di venula yang lebih kecil. Telur keluar dari venula menuju lumen usus atau kantong kencing. Telur keluar dari tubuh hospes melalui feses atau urine dan membentuk embrio. Telur menetas dan kelur “meracidiun” yang bersilia dan berenang dalam air serta bersifat fototrofik. Meracidia menemukan hospes intermedier yaitu pada babarapa spesies siput yaitu:

- S. hematobium: Hospes intermediernya spesies siput: Bulinus sp, Physopsis sp. atau Planorbis sp.

- S. mansoni: Hospes intermediernya bergantung pada lokasi mereka hidup yaitu: Biomphalaria alexandria: Di Afrika Utara, Arab Saudi dan Yaman B. Sudanensis, B. rupelli, B. pfeifferi: di bagian Afrika lainnya; B. glabrata: Eropa Barat; Tropicorbio centrimetralis: Di Barzil. - S. japonicum: hospes intermediernya pada siput Oncomelania.

Setelah masuk kedalam siput meracidium melepaskan kulitnya dan membentuk Sporocyst, biasanya didekat pintu masuk dalam siput tersebut. Setelah dua minggu Sporocyst mempunyai 4 Protonepridia yang akan mengeluarkan anak sporocyst dan anak tersbut bergerak ke organ lain dari siput. Sporocyst memproduksi anak lagi dan begitu seterusnya sampai 6-7 minggu.

Cercaria keluar dari anak sporocyst kemudian keluar dari tubuh siput dlam waktu 4 minggu sejak masuknya meracidium dalam tubuh siput. Cercaria berenang ke permukaan air dan dengan perlahan tenggelam kedasar air. Bila cercaria kontak dengan kulit hospes definitif

(orang), kemudian mencari lokasi penetrasi dari tubuh orang tersebut, kemudian menembus (penetrasi) kedalam epidermis dan menanggalkan ekornya sehingga bentuknya menjadi lebih kecil disebut “Schistosomula” yang masuk kedalam peredaran darah dan terbawa ke jantung kanan. Sebagian lain schistosomula bermigrasi mengikuti sistem peredaran cairan limfe ke

(5)

duktus thoracalis dan terbawa ke jantung. Schistosomula ini biasanya berada dalam jantung sebelah kanan.

Cacing muda tersebut kemudian meninggalkan jantung kanan melalui kapiler pulmonaris dan kemudian menuju jantung sebelah kiri, kemudian mengikuti sistem sirkulasi darah sistemik. Hanya schistosomula yang masuk arteri mesenterika dan sistem hepatoportal yang dapat

berkembang. Setelah sekitar tiga minggu dalam sinusoid hati, cacing muda bermigrasi ke dinding usus atau ke kantong kencing (brgantung spesiesnya), kemudian berkopulasi dan memulai

memproduksi telur. Seluruhnya prepatent periodnya 5-8 minggu.

Patologi

Efek patologi dari cacing ini sangat bergantung pada spesiesnya. Progresifitas dari penyakit dari ke 3 cacing ini ada tiga fase yaitu:

- fase awal, selama 3-4 minggu setelah infeksi yang menunjukkan gejala demam, toksik dan alergi.

- Fase intermediate sekitar 2,5 bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi, yaitu adanya perubahan patologi pada saluran pencernaan dan saluran kencing dan waktu telur cacing keluar tubuh.

- Fase terakhir, adanya komplikasi gastro-intestinal, renal dan sistem lain, sering tak ada telur cacing yang keluar tubuh. Proses permulaan dari fase dari ke 3 spesies cacing ini adalah sama yaitu: Demam yang berfluktuasi, kulit kering, sakit perut, bronchitis, pembesaran hati dan limpa serta gejala diaree.

Kerusakan yang nyata disebabkan oleh telur cacing, dimana S. mansoni , usus besar lebih terpengaruh. Telur terdapat dalam venula dan submukosa yang bertindak sebagai benda asing, sehingga menyebabkan reaksi radang dengan laukosit dan infiltrasi fibroblast. Hal tersebut menimbulkan nodule disebut pseudotuberkel, karena nodule yang disebabkan reaksi jaringan. Abses kecil akan terbentuk sehingga menyebabkan nekrosis dan ulserasi. Sering ditemuai adanya sel eosinofil dalam jumlah besar dalam darah dan diikuti penurunan jumlah sel radang. Banyak telur terbawa kembali kedalam jaringan hati dan menumpuk dalam kapiler hati sehingga menimbulkan reaksi sel dan terbentuk nodule pseudotuberkel.

Hal tersebut menimbulkan reaksi pembentukan sel fibrotik (jaringan ikat) didalam hati dan menyebabkan sirosis hepatis dan mengakibatkan portal hipertensi. Pembengkakan limpa terjadi karena kongesti kronik dalam hati. Krena terjadinya kongesti pembuluh darah viscera

(6)

mengakibatkan terjadinya ascites. Sejumlah telur cacing dapat terbawa kedalam paru-paru, sistem saraf dan organ lain sehingga menyebabkan terbentuknya pseudotuberkel di setiap lokasi tersabut.

S. japonicum menyebabkan perubahan patologi terutama di dalam intestinum dan hati, mirip dengan yang disebabkan oleh S. mansoni, tetapi lebih parah bagian yang menderita ialah usus kecil. Nodule yang dikelilingi jaringan fibrosa yang berisi telur cacing ditemukan pada jaringan serosa dan permukaan peritonium. Telur cacing S. japonicum terlihat lebih sering mencapai jaringan otak daripada dua spesies lainnya, sehingga menyebabkan gangguan saraf yaitu: koma dan paralysis (99% kasus). Schistosomiasis disebabkan oleh S. japonicum, terlihat lebih parah prognosanya dapat infausta pada infeksi yang berat dan tidak lekas diobati.

Infeksi oleh S. hematobium terlihat paling ringan dibanding dua spesies lainnya. Selama cacing dewasa tinggal didalam venula kantong kencing, gejala yang terlihat adalah adanya gangguan pada sistem urinaria saja yaitu: cystitis, hematuria dan rasa sakit pada waktu kencing. Terjadinya hematuria biasanya secara gradual dan menjadi parah bila penyakit berkembang dengan adanya ulserasi pada dinding kantong kencing. Rasa sakit terjadi akhir urinasi. Perubahan patologi dinding kantong kencing disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap telur sehingga

membentuk pseudotuberkel, infiltrasi sel fibrotik, penebalan lapisan muskularis dan ulserasi.

Diagnosis

Seperti pada cacing lainnya, diagnosis dilakukan dengan melihat telur cacing dalam ekskreta. Tetapi jumlah telur yang diproduksi caing betina schistosoma sangat sedikit sekali dibanding dengan parasit cacing lainnya yang menginfeksi orang. Hanya sekitar 47% pasien dapat didiagnosis dengan cara smear langsung itupun setelah dilakukan tiga kali smear. Biopsi dapat dilakukan yaitu dengan biopsi rektal, liver dan katong kencing akan mendapatkan hasil yang baik, tetapi hal tersebut berlu keahlian khusus bagi yang melakukannya. Penelitian telah dilakukan dengan metoda imuno-diagnostik, yaitu dengan tes intradermal.

Tes intradermal akan terlihat positif setelah 4-8 minggu setelah infeksi, walaupun pasien mungkin telah sembuh. Hasilnya 97% akuarat dan lebih efisien. Tes juga dapat dilakukan dengan CFT(Complemen fiksasion tes), tetapi hal ini dapat terjadi kros reaksi dengan penyakit shyfilis dan Paragonimus sp, tetapi bila tidak hasilnya dapat 100%.

(7)

Pengobatan

Sulit dilakukan, dan penyakit schistosomiasis ini merupakan penyakit yang cukup

bermasalah bagi WHO, karena distribusinya yang sangat luas. Obat yang telah dicoba dan cukup efektif adalah “trivalen organik antimonial” tetapi obat ini sedikit bersifat toksik terhadap orang, sehingga pemebriannya harus hati-hati. Obat lain yang toksik seperti:

-Lucanthone hydroksoid dan miridazole, tetapi obat ini kurang efektif. Obat tersebut hanya menghambat cacing untuk memproduksi telur dan cacing kembali ke hati untuk sementar, suatu saat cacing dapat balik lagi kevenula porta dan memproduksi telur lagi. Beberapa obat yang masih dalam proses penelitian ialah: hycanthone, metriphonat, oxamniquine, praziquantel, menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan untuk lebih efektif.

Pada fase dimana hati sudah mengalami kerusakan, semua obat menjadi berefek kontra-indikatif, mungkin operasi adalah jalan yang terbaik. Pada kasus yang sudah sangat terlambat prognosanya jelek, pengobatan hanya dilakukan sebagai suportif saja.

Kontrol schistosomiasis sangat sulit dilakukan, bergantung pada sosialisasi mengenai sanitasi dan pendidikan masyarakat setempat untuk merubah kebiasaan dan tradisi mereka.

Pemberantasan hospes intermedier dengan moluskisida cukup baik, tetapi untuk hospes intermedier cacing S. japonicus agak sulit karena siput Onchomelania bersifat amfibia dan mereka hanya masuk kedalam air bila akan bertelur saja.

TREMATODA PARU

Paragonimus westermani

Hospes cacing ini merupakan manusia dan binatang yang memakan ketam/udang batu, sperti kucing, musang, anjing, harimau, serigala, dan lain-lain. Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Korea, Jepang, Filipina, Vietnam, Thailand, India, Malaysia, Afrika, Dan Amerika Latin. Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan pada manusia hanya sebagai kasus impor saja. (Sutanto,2012)

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup dalam diparu. Bentuknya bundar lonjong menyerupai biji kopi, dengan ukuran 8-12 x 4-6 mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hampir sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobulus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium teletak dibelakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x 40-60 mikron dengan operculum agak tertekan kedalam. Telur keluar bersama tinja atau sptum,

(8)

dan berisi sel telur. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari, lalu menetas. Mirasidium mencari keong air dan dalam keong air terjadi perkembangan:

M —» S—» R1—» R2—» SK

Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II, yaitu ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria didalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan makan ketam atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang. Dalam hospes defenitif metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usu, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes

mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungks dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam spatum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga ditemukan dalam tinja. Reaksi serologi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

Pengobatan

Prazikuantel dan bitionol merupakan obat pilihan. Penyakit ini berhubungan erat dengan kebiasaan makan ketam yang tidak dimasak dengan baik. Penyuluhan kesehatan yang

berhubungan cara masak ketam dan pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.

TREMATODA USUS

Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum

Fasciolopsis buski

Parasit cacing sering dilaporkan menginfeksi orang dan babi. Diperkirakan sekitar 10 juta orang terinfeksi oleh parasit cacing ini. Cacing dewasa panjangnya 20-75 mm dan lebar lebar 20 mm.

Daur hidup

Cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur sampai 25000 butir/ekor/hari yang keluar melalui feses. Telur menetas pada sushu optimum (27-32oC) selama sekitar 7

(9)

minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam hospes intermedier siput yang termasuk dalam genus segmentia dan hippeutis (planorbidae) untuk membentuk sporocyst. Sporocyst berada dalam jantung dan hati siput, kemudian mengeluarkan redia induk, kemudian redia induk memproduksi redia anak. Redia berubah menadi cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput dimana cercaria berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman tersebut dimakan/termakan manusia/babi maka cercaria menginfeksi hospes definitif.

Patologi

Perubahan patologi yang disebabkan oleh cacing ini ada tiga bentuk yaitu toksik, obstruksi dan traumatik. Terjadinya radang di daerah gigitan, menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.

Toksemia terjadi sebagai akibat dari absorpsi sekresi metabolit dari cacing, hal ini dapat mengakibatkan kematian.

Diagnosis

Berdasarkan gejala klinis dan ditemukan telur cacing dalam feses.

Pengobatan

Diklorofen, niklosamide dan praziquantel, cukup efektif untuk pengobatan cacing ini.

Echinostoma revolutum, E. ilocanum, E. malayanum

Telur cacing E. ilocanum pertama ditemukan dalam feses dari seorang hukuman di Manila tahun 1907. Kemudian cacing ini banyak ditemukan menginfeksi orang di daerah India Barat dan China. Morfologi dan biologinya sangat mirip dengan cacing E. revolutum.

E. revolutum merupakan parasit cacing trematoda yang sering dilaporkan menginfeksi orang di Taiwan dan Indonesia.

E. malayanum ditemukan menginfeksi orang di India, Asia Tenggara dan India Barat.

Daur hidup

Cacing trematoda yang termasuk famili Echinostomatidae ini terciri dengan adanya duri leher yang melingkar dalam sebaris atau dua baris yang melingkari batl isap kepala. Cacing

(10)

dewasa hidup dalam usus halus, telur keluar melalui feses dan kemudian menetas dalam waktu 3 minggu dan kemudian keluar meracidium yang berenang dalam air mencari hospes intermedier ke 1 berupa siput genus Physa, Lymnea, Heliosoma, Paludina dan segmentia. Dalam hospes intermedier tersebut meracidium membentuk sporocyst dan kemudian terbentuk redia induk, redia anak yang kemudian membentuk cercaria. Cercaria keluar dari siput berenang mencari hospes intermedier ke 2 yaitu jenis moluska (siput besar), planaria, ikan atau katak. Bila hospes intermedier dimakan orang maka orang akan terinfeksi.

Patologi

Infeksi cacing ini tidak memperlihatkan gejala yang nyata.

TREMATODA HATI

Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantic

1. Clonorchis sinensis Morfologi

Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang di tetemukan di saluran pankreas. Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm dengan integument tidak berduri, bentuknya pipih, lonjong, memanjang, transparan, menyerupai daun dengan bagian posterior membulat. Telur berukuran kira-kira 30x16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan di saluran empedu (Susanto, 2008).

Batil isap kepala sedikit lebih besar daripada batil isap perut dan terletak 1/3 anterior tubuh. Gambaran khas pada besar dan dalamnya lekuk lobus/cabang testis, dengan cabang ke lateral. Letak testis berurutan, sebelah posterior dan ovarium yang lebih kecil dan juga berlobus. Ovarium ini terletak di garis tengah, pada pertemuan 1/3 posterior dan 1/3 tengah tubuh. Uterus tampak berkelok-kelok, bermuara pada porus genitalis berdampingan dengan muara alat kelamin jantan (Susanto, 2008).

Telur berbentuk oval dengan ukuran (28-35) x (12-19) m, ukuran dinding sedang, memiliki poerkulum konvex, bagian posterior menebal. Telur ini diletakkan dalam saluran empedu dalam keadaan sudah matang kemudian keluar bersama tinja dan baru menetas jika ditelan tuan rumah perantara I. telur dalam tinja dapan bertahan selama 2 hari dalam suhu 26’C dan 2 hari pada 4-8’C (Kamarudin, 2001).

(11)

Cacing dewasa hidup di saluran empedu hati dan memproduksi telur sampai 4000

butir/hari sampai 6 bulan. Telur yang telah masak berwarna kuning coklat dan akan menetas bila dimakan oleh siput Parafossarulus manchouricus yang merupakan hospes intermedier ke 1. Telur menetas keluar merasidium yang akan berubah menjadi sporocyst yang menempel pada dinding intestinum atau organ lain siput dalam waktu 4 jam setelah infeksi(Muslim, 2009).

Sporocyst memproduksi redia dalam waktu 17 hari, dan setiap redia memproduksi 5-50 serkaria. Serkaria mempunyai 2 titik mata dan ekork, kemudian keluar dari siput berenang dalam air menuju permukaan dan kemudian tenggelam kedasar air. Bila menemukan ikan sebagai hospes intermediet ke 2, cercaria akan menempel pada epithelium kulit ikan tersebut. Kemudian menanggalkan ekornya dan menempus kulit ikan dan membentuk cyste dibawah sisik ikan tersebut menjadi metacercaria.

Banyak spesies ikan yang menjadi hospes intermedier ke 2 dari C. sinensis ini terutama yang termasuk dalam famili Cyprinidae. Metacercaria juga dapat menginfeksi jenis krustacea (udang) seperti: Carindina, Macrobrachium dan Palaemonetes.

Cacing dewasa hidup di saluran empedu hati dan memproduksi telur sampai 4000

butir/hari sampai 6 bulan. Telur yang telah masak berwarna kuning coklat dan akan menetas bila dimakan oleh siput Parafossarulus manchouricus yang merupakan hospes intermedier ke 1. Telur menetas keluar merasidium yang akan berubah menjadi sporocyst yang menempel pada dinding intestinum atau organ lain siput dalam waktu 4 jam setelah infeksi. Sporocyst memproduksi redia dalam waktu 17 hari, dan setiap redia memproduksi 5-50serkaria. Serkaria mempunyai 2 titik mata dan ekork, kemudian keluar dari siput berenang dalam air menuju permukaan dan

kemudian tenggelam kedasar air. Bila menemukan ikan sebagai hospes intermediet ke 2, cercaria akan menempel pada epithelium kulit ikan tersebut. Kemudian menanggalkan ekornya dan menempus kulit ikan dan membentuk cyste dibawah sisik ikan tersebut menjadi metacercaria. Banyak spesies ikan yang menjadi hospes intermedier ke 2 dari C. sinensis ini terutama yang termasuk dalam famili Cyprinidae. Metacercaria juga dapat menginfeksi jenis krustacea (udang) seperti: Carindina, Macrobrachium dan Palaemonetes (Muslim, 2009).

Hospes definitif (orang) akan terinfeksi oleh cacing ini bila makan ikan/udang secara mentah-mentah/dimasak kurang matang. Dalam keong air (Bulinus Semisulcospira), mirasisium berkembang menjadi sporokista, redia lalu serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yaitu ikan (Family Ciprynidae). Setelah menembus tubuh ikan, serkaria

(12)

melepaskan ekornya dan membentuk kista di dalam kulit di bawah sisik.Kista ini disebut metaserkaria. (Susanto, 2008)

Perkembangan dalam tubuh ikan berlangsung selama 23 hari.Jika daging ikan yang mengandung cacing kista tersebut (kista) dimasak kurang sempurna, jika dimakan hospes maka di dalam duodenum, larva keluar dari kista, masuk ke dalam saluran empedu sebelah distal dan cabang-cabangnya melalui ampulla Vateri. Untuk menjadi cacing dewasa dibutuhkan waktu 1 bulan, sedangkan seluruh siklus diperlukan kurang lebih 3 bulan.

Hewan yang dapat terinfeksi C. sinensis ini adalah babi, anjing, kucing, tikus dan unta. Hewan laboratorium seperti kelinci dan marmot sangat peka terhadap infeksi cacing

ini.Metacercaria menjadi cacing muda pada dinding duodenum dan bermigrasi ke hati melalui saluran empedu. Cacing muda ditemukan didalam hati dalam waktu 10-40 jam setelah infeksi (pada hewan percobaan). Cacing tumbuh menjadi dewasa dan memproduksi telur dalam waktu sekitar 1 bulan, sedangkan daur hidup secara komplit dalam waktu 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup selama 8 tahun pada tubuh orang (Muslim, 2009).

.

Patologi

Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi.Untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya

penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenkim hati dapat merusak sel

sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.

Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitian lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.

(13)

Cacing ini menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. Gejala dibagi 3 stadium: stadium ringan tidak ada gejala, stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, diare, edema, dan pembesaran hati, dan stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri dari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan keganasan dalam hati yang dapat menyebabkan kematian.

Pencegahan dan pengendalian

Pencegahan penularan cacing Chlonorsis sinensis pada manusia dapat dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :

1. Tindakan pengendalian industri, pembuangan ekskreta dan air limbah/khusus kotor yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah untuk keperluan akuakultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin, perlakuan panas, misalnya pengalengan.

2. Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga, memasak ikan air tawar sampai benar-benar matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau kurang matang.

Pengendalian siput dengan moluskisida jika memungkinkan, pengobatan pada masyarakat yang terinfeksi untuk mengurangi reservoir infeksi, pemberantasan anjing dan kucing liar.Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.

Upaya yang lain adalah dengan menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku,

membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

(14)

2. Fasciola hepatica dan F. gigantic

Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar netacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia. Cacing ini termasuk cacing daun yang besar dengan ukuran 30 mm panjang dan 13 mm lebar.

Daur hidup

Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutama ruminansia kadang juga orang). Cacing bertelur dan keluar melalui saluran empedu dan keluar melalui feses. Telur berkembang membentuk meracidium dalam waktu 9-10 hari pada suhu optimum. Meracidium mencari hospes intermedier siput Lymnea rubiginosa dan berkembang menjadi cercaria. Cercaria keluar dari siput dan menempel pada tanaman air/rumput/sayuran. Cercaria melepaskan ekornya memmbetuk metacercaria. Bila rumput/tanaman yang mengandung metacercaria dimakan oleh ternak/orang, maka cacing akan menginfeksi hospes definitif dan berkembang menjadi cacing dewasa.

Patologi

Cacing dalam saluran empedu menyebabkan peradangan sehingga merangsang terbentuknya jaringan fibrosa pada dinding saluran empedu. Penebalan saluran empedu

menyebabkan cairan empedu mengalir tidak lancar. Disamping itu pengaruh cacing dalam hati menyebabkan kerusakan parenchym hati dan mengakibatkan sirosis hepatis. Hambatan cairan empedu keluar dari saluran empedu menyebabkan ichterus. Bila penyakit bertambah parah akan menyebabkan tidak berfungsinya hati.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur yang berbentuk khas dalam tinja atau dalam cairan duodenum dan cairan empedu. Reaksi serologis (ELISA) sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Imunodiagnosis yang lebih sensitive dan spesies-spesifik telah

dikembangkan untuk mendeteksi antigen ekskretori-sekretori yang dikeluarkan parasit. Ultrasonografi digunakan untuk menegakkan diagnosis fasioliasis bilier.

Pengobatan

(15)

KESIMPULAN

Trematoda yang hidup pada manusia hidup sebagai parasit sehingga organ pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya mengalami kemunduran fungsional. Walaupun hanya beberapa infeksi parasit yang menyebabkan kematian, tetapi banyak juga yang menunjukkan angka kesakitan (morbiditas). Trematoda yang hidup dalam tubuh manusia dapat digolongkan menurut tempat di mana ia hidup, meliputi trematoda usus, trematoda darah, trematoda hati, dan trematoda paru-paru.

Spesies yang merupakan parasit dalam darah meliputi : 1. Schistosoma japonicum

2. Schistosoma mansoni 3. Schistosoma haematobium

Spesies-spesies trematoda parasit darah ini memiliki hospes definitif manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoir. Serkaria adalah bentuk infektif cacingschistosoma. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skitosomiasis atau bilharziasis. Cara infeksi pada manusia adalah serkaria menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung serkaria. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan selaput lender usus atau kandung kemih. Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang.

Sejak larva masuk disaluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema.

Spesies-spesies Trematoda yang merupakan parasit dalam jaringan, seperti hati antara lain: Clonorchis sinensis, Opisthorcis felineus, Fasciola hepatica, Dicrocoelum dendriticum, danOpisthorcis viverni. Sedangkan trematoda parasit paru-paru manusia adalah Paragonimus westermani. Dalam hospes defenitif, metaserkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus

(16)

diafragma dan menuju ke paru. Cacing dewasa hidup dalam kista di paru-paru. Prazikuantel dan bitionol merupakan obat pilihan yang baik untuk menanggulangi cacing ini.

DAFTAR PUSTAKA

www.geocities.ws/kuliah_farm/.../Trematoda.doc

Muslim, M. 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan Parasitologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Susanto, I ., Ismid, I S dan Sungkar, S. 2012. Parasitologi Kedokteran ; Jakarta. Balai penerbit FK UI.

Referensi

Dokumen terkait

(udang muda), dan udang dewasa. Setelah telur-telur menetas, larva hidup di perairan lepas menjadi bagian dari zooplankton. Saat stadium, post larva bergerak ke daerah

Telur Aedes spp dapat menetas pada air comberan,meskipun belum diketahui ketahanan hidup dan pertumbuhan larva menjadi pupa dan nyamuk dewasa.. Tujuan : mengetahui ketahanan

Telur Aedes spp dapat menetas pada air comberan,meskipun belum diketahui ketahanan hidup dan pertumbuhan larva menjadi pupa dan nyamuk dewasa.. Tujuan : mengetahui ketahanan

Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif.. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari

Larva kemudian tertelan, menetap di usus halus dalam waktu 6 sampai 8 minggu selanjutnya dapat memulai siklus baru dengan penetasan telur oleh cacing dewasa yang

Toxocara dewasa yang hidup didalam usus halus anjing atau kucing umurnya dapat mencapai 4 bulan.Cacing jantan mempunyai ekor yang melengkung sedangkan cacing betina mempunyai

Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahap ini

Di usus halus larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa, sedangkan cacing yang betina akan bertelur dan telur akan keluar kea lam luar bersama tinja, apabila