• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. relevan, yaitu penelitian berjudul Kajian Semantik pada Syair Lagu Kesenian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. relevan, yaitu penelitian berjudul Kajian Semantik pada Syair Lagu Kesenian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis yang Relevan

Penelitian Jenis-jenis Makna Kata Pada Lirik Lagu Banyumasan Ciptaan

Bapak Rasito Purwo Pangrawit memiliki kesamaan dan perbedaan dengan

penelitian sejenis yang relevan. Peneliti mengambil empat penelitian sejenis yang relevan, yaitu penelitian berjudul Kajian Semantik pada Syair Lagu Kesenian

Tradisional Kleningan Mekar Rahayu di Desa Sukarahayu, Kecamatan Langen Sari, Kota Banjar oleh Sunyiartiningsih, Jenis Makna Kosa Kata Khusus Penyakit pada Rubrik Fokus Kita dalam Majalah Dokter Kita bulan Oktober-November 2014 dan Saran Implementasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK

oleh Pipit Noviana Sari, Jenis Makna dan Penamaan Nama Panggilan Unik

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2015-2016 oleh Yudhi Amriati, dan Aspek-aspek Makna dalam Lirik Lagu Suporter Persibangga tahun 2015 oleh Aji Dwi Pratikno. Di

bawah ini merupakan penjelasan dari keempat jenis penelitian yang relevan.

1. Penelitian dengan judul Kajian Semantik pada Syair Lagu Kesenian Tradisional Kleningan Mekar Rahayu di Desa Sukarahayu, Kecamatan Langen Sari, Kota Banjar

Penelitian tersebut di atas dilakukan oleh Sunyiartiningsih mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (2013). Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan penelitian yang akan

(2)

7

dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menganalisis lirik lagu berdasarkan kajian semantik, khususnya tentang jenis-jenis makna. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada objek dan sumber data penelitian. Objek penelitian yang akan dilakukan adalah jenis-jenis makna kata pada lirik lagu kesenian Banyumasan karya Bapak Rasito Purwo Pangrawit sedangkan objek peneliti sebelumnya adalah makna, informasi, dan maksud dalam syair lagu kesenian kleningan.

2. Penelitian dengan judul Jenis Makna Kosa Kata Khusus Penyakit pada Rubrik Fokus Kita dalam Majalah Dokter Kita bulan Oktober-November 2014 dan Saran Implementasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMK

Penelitian tersebut di atas dilakukan oleh Pipit Noviana Sari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (2015). Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama menganalisis jenis-jenis makna berdasarkan kajian semantik. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada data dan sumber data penelitian. Data penelitian yang akan dilakukan adalah jenis-jenis makna kata pada lirik lagu Banyumasan sedangkan data penelitian sebelumnya menggunakan kosa kata khusus penyakit pada rubrik “Fokus Kita”. Sumber data yang digunakan oleh peneliti juga berbeda dengan peneliti sebelumnya. Peneliti menggunakan lirik lagu Banyumasan sebagai sumber data penelitian sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan rubrik “Fokus Kita” sebagai sumber data.

(3)

8

3. Penelitian dengan judul Jenis Makna dan Penamaan Nama Panggilan Unik Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2015-2016

Penelitian tersebut di atas dilakukan oleh Yudhi Amriati mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (2016). Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menganalisis Jenis-jenis makna berdasarkan kajian semantik. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada objek, data, dan sumber data penelitian. Objek penelitian yang akan dilakukan adalah jenis-jenis makna kata dalam lirik lagu Banyumasan sedangkan objek penelitian sebelumnya adalah jenis makna dan jenis penamaan nama panggilan unik mahasiswa. Data penelitian yang akan dilakukan adalah kata-kata sedangkan data penelitian sebelumnya adalah nama panggilan unik. Sumber data yang digunakan oleh peneliti berbeda dengan peneliti sebelumnya. Peneliti menggunakan lirik lagu Banyumasan sebagai sumber data penelitian sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan mahasiswa sebagai sumber data.

4. Penelitian dengan judul Aspek-aspek Makna dalam Lirik Lagu Suporter Persibangga tahun 2015

Penelitian tersebut di atas dilakukan oleh Aji Dwi Pratikno mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (2016). Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan penelitian tersebut dengan

(4)

9

penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama menganalisis lirik lagu berdasarkan kajian semantik. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada objek dan sumber data penelitian. Objek penelitian yang akan dilakukan adalah jenis-jenis makna kata pada lirik lagu Banyumasan sedangkan objek penelitian sebelumnya aspek-aspek makna. Selain itu, sumber data yang digunakan oleh peneliti juga berbeda dengan peneliti sebelumnya. peneliti menggunakan lirik lagu Banyumasan sebagai sumber data penelitian sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan lirik lagu suporter Persibangga.

B. Makna

1. Pengertian Makna

Menurut Soedjito (1990: 51), makna ialah hubungan antara bentuk dan barang atau hal yang diacunya. Pendapat mengenai pengertian makna di atas pada dasarnya sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Keraf (1987: 129), makna adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan. Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa dua ahli pada dasarnya memiliki pendapat yang sama, walaupun dengan redaksi yang berbeda. Dapat di simpulkan bahwa makna adalah hubungan antara bunyi yang diartikan dengan sesuatu yang diwakilinya. Karena itu, apabila bunyi yang berartikulasi itu tidak mewakili sesuatu atau tidak mempunyai sesuatu atau tidak mempunyai hubungan dengan sesuatu, baik yang bersifat abstrak maupun kongkret, maka dapat diartikan bunyi itu tidak bermakna.

Sausure dalam Chaer (2007: 285-289), makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. ada juga teori yang menyatakan bahwa makna itu tidak lain dari daripada suatu referen yang

(5)

10

diacu oleh kata atau leksem. Hanya perlu dipahami bahwa tidak semua kata atau leksem seperti agama, kebudayaan, dan keadilan dapat menampilkan referennya secara konkret. Sesuatu yang diwakili oleh bunyi yang berartikulasi itu bisa berupa benda, peristiwa, keadaan, dan gejala alam lainnya yang berada di luar bunyi itu sendiri. Di antara gejala alam itu ada benda diangkasa, memancarkan cahaya yang bisa menerangi siang, terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat. Kejadian itu oleh orang Indonesia ditandai dengan bunyi (m-a-t-a-h-a-r-i). Oleh karena itu meskipun pada malam hari kita tidak melihat benda itu, tetapi nilai mendengar atau mengucapkan urutan bunyi kata itu, bersama-sama terjadi proses asosiasi dalam pikiran kita antara urutan bunyi tersebut dengan benda tadi. Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa makna kata adalah hubungan timbal balik antara deretan bunyi berartikulasi dengan suatu hal atau barang yang ditunjuk atas dasar kesepakatan masyarakat.

2. Jenis Makna

Chaer (2002: 59-60) mengungkapkan bahwa jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan berdasarkan kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain

(6)

11

atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna konsep, asosiatif, idiomatik, peribahasa, dan makna kias.

a. Makna Leksikal

Chaer (2013: 60), makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Misalnya, kata kepala makna leksikalnya adalah bagian tubuh yang di atas leher (pada manusia dan beberapa jenis hewan yang merupakan tempat otak, pusat jaringan saraf, dan beberapa pusat indra). Makna ini tampak jelas dalam kalimat

Kepalanya hancur kena pecahan granat, atau dalam kalimat kepalanya terkena bola. Kata kepala pada dua kalimat tersebut jelas merujuk pada bagian tubuh di

atas leher, bukan kepada yang lain. Tetapi dalam kalimat yang menjadi tikus di

gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal karena

tidak merujuk pada binatang tikus melainkan pada seorang manusia, yang perbuatannya memang mirip dengan perbuatan tikus.

b. Makna Gramatikal

Chaer (2013: 60), berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misal proses afiksasi awalan ter- pada kata bawa dalam kalimat buku

Andi terbawa Ratna. Awalan ter- pada kata terbawa mempunyai makna

gramatikal “ketidaksengajaan”. Makna gramatikal itu bermacam-macam. Setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan

(7)

makna-12

makna gramatikal itu. Penyimpangan makna dan bentuk-bentuk gramatikal yang sama lazim juga terjadi dalam berbagai bahasa. Dalam bahasa Indonesia misalnya, bentuk-bentuk kesedihan, ketakutan, kegembiraan, dan kesenangan memiliki makna gramatikal yang sama, yaitu hal yang disebut kata dasarnya.

c. Makna Referensial

Menurut Chaer (2013: 63), perbedaan makna referensial dan nonreferensial berdasarkan ada atau tidaknya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen yaitu sesuatu di luar bahasa yang di acu oleh kata itu maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Apabila makna itu tidak mempunyai referen maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Contoh: kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja” dan “kursi”. Kata kuda termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu hewan berkaki empat yang biasa digunakan untuk bekerja.

d. Makna Nonreferensial

Menurut Chaer (2013: 63), makna nonreferensial adalah makna yang tidak memiliki referen atau acuan. Kata tugas seperti preposisi dan konjungsi adalah kata-kata yang termasuk kata bermakna nonreferensial. Kata-kata yang termasuk preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya tidak mempunyai referen, maka banyak orang menyatakan kata-kata tersebut tidak memiliki makna. Kata-kata tersebut hanya memiliki fungsi atau tugas. Contoh: kata karena, dan, atau, dan

(8)

13

tetapi ini termasuk kata yang bermakna nonreferensial karena tidak memiliki

referen atau acuan.

e. Makna Denotatif

Chaer (2013: 65), makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh kata atau leksem. Makna denotatif memiliki pengertian yang sama dengan makna leksikal dan makna referensial, yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Contoh: kata perempuan dan

wanita keduanya memiliki makna denotatif yang sama, yaitu manusia dewasa

bukan laki-laki. Begitu juga kata gadis dan perawan; kata istri dan bini. Kata gadis dan perawan memiliki makna denotatif yang sama yaitu „wanita yang belum bersuami‟ atau „belum pernah bersetubuh‟; sedangkan kata istri dan bini memiliki makna denotatif yang sama yaitu „wanita yang mempunyai suami‟.

f. Makna Konotatif

Chaer (2013: 65), makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa perorangan atau kelompok orang pengguna bahasa tersebut. Makna konotatif sebuah kata dapat berbeda satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok tersebut. Contoh: kata babi di daerah-daerah yang penduduk mayoritasnya beragama Islam, memiliki konotatif negatif karena binatang tersebut menurut

(9)

14

hukum Islam adalah haram dan najis. Sebaliknya di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan Islam, seperti di Pulai Bali atau di pedalaman Irian Jaya, kata babi tidak berkonotatif negatif.

g. Makna Kata

Chaer (2013: 70), menyatakan adanya perbedaan makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaannya secara umum ke khusus. Dalam penggunaan bahasa secara umum seringkali kata-kata itu digunakan secara tidak cermat sehingga maknanya bersifat umum. Tetapi dalam penggunaan secara khusus, dalam bidang kegiatan tertentu, kata-kata itu digunakan secara cermat sehingga maknanya pun menjadi tepat. Makna kata itu baru jelas apabila sudah digunakan dalam suatu kalimat. Apabila lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Contoh: kata tahanan, kata tahanan bisa saja bermaksud adalah „orang yang ditahan‟, tetapi bisa juga „hasil perbuatan menahan‟.

h. Makna Istilah

Chaer (2013: 70), berbeda dengan kata yang maknanya masih bersifat umum, makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketepatan dan kepastian makna istilah itu karena makna istilah hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya pun makna istilah itu sudah pasti. Contoh: kata tahanan di atas, sebagai kata, makna kata tahanan masih bersifat umum, tetapi sebagai istilah misalnya dalam bidang hukum makna

(10)

15

kata tahanan itu sudah pasti, yaitu orang yang ditahan sehubungan dengan suatu perkara dan istilah dalam bidang kelistrikan kata tahanan itu bermakna daya yang menahan arus listrik.

i. Makna Konseptual

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengungkapkan yang dimaksud dengan konsep adalah rancangan; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konseptual diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan konsep. Chaer (2013: 72) juga menuliskan dalam bukunya makna konseptual yaitu makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Dapat dikatakan pula bahwa, makna konseptual merupakan makna yang ada pada kata yang tidak tergantuk pada konteks kalimat tersebut. Makna konseptual juga disebut dengan makna yang terdapat dalam kamus. Contoh dari makna konseptual adalah kata „ibu‟ yakni „manusia berjenis kelamin perempuan dan telah dewasa‟. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif. Contoh: kata kuda, kata kuda ini memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasanya dijadikan sebagai alat transportasi tradisional”.

j. Makna Asosiatif

Chaer (2013: 72), makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa.

(11)

16

Contoh: kata melati berasosiasi dengan makna „suci‟, „kesucian‟. Contoh lain kata

merah berasosiasi dengan makna „berani‟. Makna asosiatif ini sesungguhnya sama

dengan perlambang-perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian, dapat dikatan melati digunakan sebagai perlambang „kesucian‟ dan merah digunakan sebagai perlambang „keberanian‟.

k. Makna Idiomatikal

Menurut Chaer (2013: 74), menyatakan bahwa untuk lebih memahami yang dimaksud dengan makna idiomatikal, perlu diketahui dulu apa yang dimaksud dengan idiom. Idiom adalah satuan-satuan bahasa (kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frasa, atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Contoh: menjual gigi sebuah leksem dengan makna “tertawa keras-keras”. Membanting tulang sebuah leksem dengan makna “bekerja keras”. Meja hijau sebuah leksem dengan makna “pengadilan”.

l. Makna Peribahasa

Menurut Chaer (2013: 74), makna peribahasa masih dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan makna lain yang menjadi tautannya. Jadi

(12)

17

makna peribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna sebagai peribahasa. Contoh: besar pasak dari pada tiang “keadaan pengeluaran belanja lebih besar jumlahnya daripada pendapatan”, tong kosong nyaring

bunyinya “orang yang tiada berilmu biasanya banyak cakapnya”, dan bagai padi, semakin berisi, semakin merunduk “orang pandai, orang yang banyak ilmunya

biasanya pendiam, merunduk dan tidak pongah”.

m. Makna Kias

Chaer (2013: 60-78), penggunaan istilah kiasan ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti putri malam dalam arti „bulan‟, raja siang dalam arti „matahari‟, daki dunia dalam arti „harta, uang‟, membanting tulang dalam arti „bekerja keras‟, semuanya memiliki arti kiasan. Antara bentuk dan ujaran dengan makna yang diacu ada hubungan kiasan, perbandingan atau persamaan. Gadis cantik disamakan dengan bunga; matahari yang menyinari bumi pada siang hari disamakan dengan raja dan sebagainya. Tamu yang tidak diundang dalam arti „maling‟ dan sipantat kuning dalam arti „kikir‟ tamu yang tidak diundang dapat dikatakan memiliki arti kiasan; tetapi si pantat kuning tidak memiliki arti kias karena tidak ada yang dikiaskan.

(13)

18

n. Makna lokusi, ilokusi, perlokusi

Dalam kajian tindak tutur (speech act) dikenal adanya makna lokusi, makna ilokusi, dan makna perlokusi. Yang dimaksud dengan makna lokusi adalah makna yang dikatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Sedangkan yang dimaksud makna ilokusi adalah makna yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya, yang dimaksud makna perlokusi adalah makna yang diinginkan penutur. Contoh: kalau seseorang kepada tukang afdruk foto dipinggir jalan bertanya “Bang, tiga kali empat, berapa?”. Makna secara lokusi kalimat tersebut adalah keingintahuan si penutur tentang tiga kali empat. Namun, makna perlokusi, makna yang diinginkan si penutur adalah bahwa si penutur ingin tahu berapa biaya mencetak foto ukuran tiga kali empat sentimeter. Apabila si pendengar, yakni tukang afdruk foto itu memiliki makna ilokusi yang sama dengan makna perlokusi dari segi penanya, tentu dia akan menjawab, contohnya, “dua ribu”, “tiga ribu”. Tetapi kalau makna ilokusinya sama dengan makna lokusi dari ujaran “tiga kali empat berapa”, dia pasti akan menjawab “dua belas”, bukan jawaban yang lain. Dalam kajian tindak tutur, sebuah ujaran sekaligus dapat bermakna lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

C. Lirik Lagu Banyumasan 1. Pengertian Lirik Lagu

Menurut Moeliono (2007: 678), lirik mempunyai dua pengertian yaitu karya sastra puisi yang berisi curahan perasaan pribadi dan sususan sebuah nyanyian. Lirik (dalam lagu) adalah rangkaian pesan verbal yang tertulis dengan sistematika tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu juga, isi pesan verbal

(14)

19

tersebut mewakili gagasan penulis (lirik) yang merupakan respon terhadap lingkungan fisik manusia. Dalam menyampaikan pesan kepada pendengar, penulis menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Menurut Berger (2010: 1), kata-kata dipakai sebagai tanda dari suatu konsep atau ide. Dalam hal ini, ada satu tujuan komunikasi yang harus diingat, yakni bahwa tanda “bermakna” sesuatu rangkaian kata-kata tersebut berbentuk lirik. Lirik merupakan reaksi simbolik dari manusia yang merupakan respon dari segala sesuatu yang terjadi dan dirasakan oleh lingkungan fisiknya. Kondisi lingkungan juga ditangkap oleh pikiran yang menghasilkan gagasan atau ide dan dituangkan dengan bahasa atau kata-kata.

Makna dalam lirik merupakan ungkapan perasaan yang dilakukan pengarang. Lirik inilah yang sekarang dikenal sebagai puisi dan sajak, yakni karya sastra yang berisi ekspresi (curahan) perasaan pribadi yang lebih mengutamakan cara mengekspresikannya. Moeliono (2007: 624) lagu adalah ragam suara berirama. Lagu dapat dipadu dengan lirik sehingga jelas apa yang disampaikan oleh pencipta lagu. Melalui lagu, manusia dapat mengekspresikan perasaan, harapan, aspirasi dan cita-cita, yang mempresentasikan pandangan hidup dan semangat. Lagu sebagai media yang universal dan efektif, dapat menuangkan gagasan, pesan, dan ekspresi pencipta kepada pendengarnya melalui lirik, komposisi musik, pemilihan instrumen musik, dan cara membawakannya. Lagu dapat berupa ungkapan kegembiraan, protes terhadap suatu hal, kemarahan, kegundahan, dan sebagainya. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lirik lagu curahan perasaan pribadi yang dituliskan dengan kata-kata yang merupakan respon dari segala sesuatu yang terjadi dan dirasakan oleh lingkungan fisiknya (yang diperngaruhi oleh akal sehat dan rasionalitas).

(15)

20

2. Ciri-ciri Lagu Banyumasan

Untuk membedakan asal darimana lagu tersebut, peneliti menemukan ciri-ciri yang dapat membedakan lagu Banyumasan dengan lagu yang bukan dari Banyumas, sebagai berikut:

a. Bahasa Banyumasan

Bahasa yang digunakan di dalam lirik lagu karya Bapak Rasito menggunakan bahasa Banyumasan atau dialek Banyumasan. Dialek Banyumasan atau sering disebut Bahasa Ngapak (oleh masyarakat di luar Banyumas) adalah kelompok bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).

Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan oleh masyarakat di luar Banyumas disebut sebagai bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

(16)

21

b. Di nyanyikan oleh pesindhen/sindhen

Pesindhen/sindhen menunjuk pada seseorang yang menjadi peraga, sebagai

vokalis utama, yang kebanyakan peraganya wanita. Istilah sindhen ada yang memberi batasan pengertian sebagai vokal solo putri yang menyertai karawitan. Kehadiran seorang pesindhen merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kesuksesan dalam sebuah pertunjukan (karawitan). Melalui kualitas dan profesionalitasnya, seperti karakter, kharisma, virtuositas serta daya tariknya seorang pesindhen mampu menghidupkan sebuah pertunjukan. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa hampir setiap pertunjukan, baik karawitan konser maupun sebagai karawitan pertunjukan wayang dan sebagainya, kehadiran

pesindhen cenderung menjadi fokus perhatian khalayak.

c. Senggakan

Dari cara penyajiannya, senggakan di dalam karawitan memiliki kesan rame. Dengan demikian senggakan dapat diartikan vokal bersama atau tunggal dengan menggunakan cakepan parikan atau serangkaian kata-kata (terkadang tanpa makna). Berfungsi untuk mendukung terwujudnya suasana ramai dalam sajian suatu gendhing. Senggakan ini bersifat sangat lentur, artinya bisa ditafsir oleh siapa saja dengan pengertian apa saja asal logis dan kontekstual. Kedudukan

senggakan di dalam gendhing-gedhing Banyumasan sangat penting mengingat gendhing-gendhing Banyumasan merupakan gendhing vokal, sehingga tanpa senggak akan terasa sepi.

Senggakan yang digunakan dalam gendhing-gendhing Banyumasan adalah

(17)

22

dan senggakan pematut. Senggakan tanpa lagu biasanya diterapkan pada sajian irama lancar dengan mengikuti ritme sabetan balungan. Cakepan yang digunakan pada umumnya berupa suku kata seperti “ut, ho, oh, eh, ah, yah” dan lain-lain.

Senggakan yang mengikuti pola tabuhan kendhang penerapannya sewaktu-waktu

menyesuaikan pola tabuhan kendhang. Cakepan yang digunakan biasanya berupa frase tertentu seperti “telululu, ho’yah-ho’yah, hae-hae, domak tingting jos,

esod-esod, eh-oh-eh, ep-op-ep” dan lain-lain. Adapun senggakan pematut diterapkan

pada irama lancar dan irama dadi yang pada umumnya menggunakan cakepan “dhowa lolo loing”. Selain senggakan-senggakan di atas ada juga interaktif atau diaolog antara sindhen dengan penggerong atau pengrawit.

D. Kesenian

1. Pengertian Kesenian

Kata seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1037), mempunyai arti „kecil dan halus atau karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa‟. Menurut Schopenhauer (dalam Yeniningsih, 2007: 215), seni adalah segala usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk menyenangkan. Seni mengarah pada suatu tujuan, yaitu mengungkapkan perasaan manusia. Hal tersebut berkaitan dengan apa yang dialami oleh seorang seniman atau pelaku seni ketika menciptakan suatu karya seni. Dalam penciptaan itulah akan dihasilkan berbagai cabang seni seperti seni musik, tari, rupa, dan sebagainya. Sedangkan arti kesenian adalah segala sesuatu mengenai atau yang berkaitan dengan seni.

Seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan yang dimaksud di sini

(18)

23

adalah seni pertunjukan yang dikonsep sebagai satu kesatuan pertunjukan yang mempunyai tema dan tujuan tertentu, baik untuk kepentingan orang banyak, maupun bagi seni itu sendiri. Jenis-jenis seni pertunjukan biasanya meliputi seni musik, seni tari, seni rupa, seni drama. Seni pertunjukan merupakan sebuah ungkapan budaya, wahana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan perwujudan norma-norma, estetik-estetik yang berkembang sesuai dengan zaman, dan wilayah dimana bentuk seni pertunjukan itu tumbuh dan berkembang (Susetyo, 2009: 1). Dari beberapa pengertian seni di atas dapat disimpulkan bahwa seni adalah ungkapan perasaan manusia yang melibatkan perorangan atau individu maupun kelompok untuk menciptakan sesuatu (karya seni) yang menyenangkan. Seni dibagi menjadi beberapa cabang, yaitu seni musik, seni tari, seni rupa, seni drama.

2. Seni Musik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 766), musik merupakan ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesenambungan. Menurut Supriatna (2006: 12), musik pada dasarnya adalah bunyi hasil rekayasa dari berbagai macam ide atau gagasan yang diolah oleh manusia, selanjutnya diwujudkan dalam bentuk karya. Dalam wikipedia musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama dari suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan irama. Walaupun musik adalah sejenis fenomena intuisi, untuk mencipta, memperbaiki dan mempersembahkannya adalah suatu bentuk seni.

(19)

24

Mendengar musik adalah sejenis hiburan. Musik adalah sebuah fenomena yang sangat unik yang bisa dihasilkan oleh beberapa alat musik (http://id.wikipedia.org/wiki/musik,tahun).

Dari berbagai pengertian musik di atas dapat disimpulkan bahwa musik adalah rangkaian nada-nada atau bunyi yang disusun sedemikian rupa, diatur dengan cara tertentu sehingga menampilkan alunan suara yang sesuai dengan keinginan penciptanya. Musik dapat mempengaruhi jiwa pendengarnya. Musik mampu mendamaikan hati, dapat dijadikan sebagai terapi rekreatif. Musik mengandung irama yang harmonis sehingga membuat pendengar seakan mengerti apa yang dirasakan pencipta.

E. PETA KONSEP

JENIS-JENIS MAKNA KATA PADA LIRIK LAGU BANYUMASAN KARYA BAPAK RASITO PURWO PANGRAWIT

Makna Musik Kesenian Kata Jenis Makna Lirik Lagu

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatnya jumlah ibu rumahtangga yang bekerja di luar rumah ditandai dengan terbukanya kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pendidikan

Merupakan wisata yang berhubungan dengan makanan dan minuman yang memiliki aneka cita rasa.. disusun sedemikian rupa sehingga komputer dapat memproses input menjadi

Inggris Bisnis untuk Garmen 3 Bahasa

Revisi dilakukan dalam rangka untuk perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan kebutuhan praktik kerja lapangan masing-masing program studi di Jurusan

Penelitian tentang produksi polihdroksialkanoat (PHA) sudah lama dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Departemen Teknik Kimia ITB, namun cara yang

Selain itu perlu diketahuinya pendapat dari pengguna jalan yang melewati simpang empat Juanda terkait dengan pembukaan by pass Juanda dan tol tengah Waru - Juanda

Penggunaan 2,4-D 10 ppm tampaknya terlalu tinggi sehingga menyebabkan pembelahan sel yang terus menerus sehingga membentuk kalus yang rapuh tanpa mengarah pada

Kanker batang dan bercak daun hanyalah dua dari 21 penyakit paling berbahaya yang terdata menyerang durian: akar, batang, daun, dan buah.. Angka ini belum termasuk