BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kanker adalah suatu kondisi sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali (Diananda, 2009). Kanker menjadi penyakit yang paling ditakuti bagi semua orang. Hal tersebut dapat disimpulkan karena kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular (Kemenker RI, 2014).
Penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara (WHO, 2014). Kanker kolorektal sendiri menempati posisi keempat dengan 694.000 kematian di dunia (WHO, 2014). Kanker kolorektal adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau maupun rektum (Diananda, 2007). Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian kedua di Amerika Serikat dan merupakan penyakit kanker ketiga teratas yang menyerang baik laki laki maupun perempuan (American Cancer Society, 2011).
Di negara berkembang, kanker ini adalah kanker kelima yang paling umum pada kedua jenis kelamin (Casidy, et. al., 2007). Secara umum insidensi dan kematian akibat penyakit kanker kolorektal ini cenderung meningkat, khususnya di negara maju dan kota-kota besar dari negara berkembang (Nikson Sitorus, 2010 ). Sedangkan di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis
kanker ketiga terbanyak. Pada tahun 2008, Indonesia menempati urutan keempat di Negara ASEAN, dengan incidence rate 17,2 per 100.000 penduduk dan angka ini di prediksi akan terus meningkat dari tahun ke tahun (Kimman et al, 2012).
Dari satu penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik, Sumatera Utara, terdapat sejumlah 210 orang menghidap kanker kolorektal dari tahun 2005 hingga 2007. Didapati insidensinya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tahun 2005 mencatatkan sejumlah 39 orang diikuti tahun 2006 sebanyak 68 orang. Insidensi pada tahun 2007 adalah sebanyak 103 orang (Zendrato, 2009). Dan tahun 2016 pada bulan November terdapat 47 orang yang mengalami kanker kolorektal tengah melakukan perawatan post kolostomi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan (Sumber, Rekam Medik RSUP H. Adam Malik).
Penatalaksanaan pada kanker kolorektal meliputi penatalaksanaan medis, bedah dan keperawatan. Penatalaksanaan bedah dilakukan tergantung pada tingkat penyebaran dan lokasi tumor itu sendiri. Salah satu tindakan bedah yang dilakukan adalah dengan pembentukan kolostomi (Manggasari, 2013). Simanjuntak & Nurhidayah (2007) menyebutkan bahwa alasan paling sering dilakukannya tindakan kolostomi adalah adanya karsinoma pada kolon dan rektum dimana karsinoma adalah tumor ganas yang tumbuh dari jaringan epitel. Kolostomi memungkinkan feses tetap keluar dari kolon meskipun terjadi obstruksi pada kolon yang diakibatkan oleh massa tumor.
Indonesian Ostomy Association (INOA) mengatakan bahwa jumlah kasus
yang menggunakan stoma terus meningkat, dan penyebab tersering di Indonesia sendiri adalah karena keganasan (Indonesian Ostomy Association, 2010). Kurnia
(2012) memaparkan, sekitar 100.000 orang yang dilakukan indikasi pemasangan stoma pada umumnya disebabkan oleh kanker kolorektal, kanker kandung kemih, kolitis ulseratif, penyakit Chorn, obstruksi, inkontinensia urin, dan fekal.
Adanya kolostomi akan menimbulkan masalah baru yang dapat mengganggu kegiatan sosial kemasyarakatan dan kegiatan sehari-hari lainnya. Masalah yang timbul dengan adanya kolostomi cukup beragam mulai dari masalah kejiwaan, adaptasi kembali dengan lingkungan, perawatan stoma, masalah gizi, dan komplikasi akibat adanya stoma itu sendiri (Erdiana, Efendi, &, Suseani, 2007). Seorang penderita kanker kolorektal dan mengalami stres atau ketegangan psikologik dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stres itulah yang disebut dengan koping (Rasmun, 2004).
Koping dibutuhkan pasien sebagai upaya menghadapi ancaman fisik dan psikososial dalam menyikapi perubahan fisik dan psikologis yang diakibatkan efek pengobatan, pasien memerlukan koping yang baik agar menjadi efektif (Aufa, 2010). Koping merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam ( Taylor, 2003). Jika individu berada pada posisi stres manusia akan menggunakan berbagai cara untuk megatasinya, individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia. Seseorang yang menghadapi penyakit serius dan dinggap sebagai penyakit terminal seperti kanker kolorekal akan menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap kepercayaannya yang tampak pada perlilakunya sehari-hari. Oleh karena itu individu memerlukan
berbagai usaha untuk mengatasi stres akibat kondisi yang dialaminya (Nasir dan Munith, 2011).
Koping ada adatif dan maladaptif. Koping adaptif membantu individu menghadapi kejadian yang menimbulkan stress dan meminimalkan distress yang diakibatkannya secara efektif. Koping maladaptif dapat mengakibatkan distress yang tidak seharusnya bagi individu dan orang lain yang berhubungan dengan individu tersebut atau kejadian yang menimbulkan stress (Kozier, 2010). Menurut penelitian Wurara, dkk (2013), ada berbagai cara yang dilakukan pasien dalam menghadapi masalah baik secara adaptif seperti berbicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, melakukan teknik relaksasi, olahraga dan lain sebagainya atau menggunakan cara yang maladaptif seperti meminum alkohol, reaksi lambat atau berlebihan, menghindarai, mencederai diri dan lain lain.
Fenomena yang terjadi adalah tidak semua penerimaan stress yang diharapkan, bahkan tidak sedikit pasien yang mekanisme kopingnya belum adaptif. Penolakan yang ekstrim, ketidakpatuhan, agresif dan percobaan bunuh diri adalah beberapa respon maladaptif yang dapat terjadi (Gorman & Sultan, 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Karadag, dkk., (2002) yang menyimpulkan bahwa kolostomi memiliki dampak negatif yang sangat berat pada kualitas hidup.
Sedangkan pada penelitian lain juga menemukan bahwa stoma berpengaruh pada keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan pergaulan sosial (Joshland, Brennan, Anastasiou, & Brown, 2011). Pasien dengan stoma menghadapi beberapa stres khusus, yakni kemungkinan terisolasi, harga
diri yang rendah, gangguan citra tubuh, dan memiliki rasa tidak kompeten (Black, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marjan, dkk., (2015) menyatakan bahwa pasien dengan kanker kolorektal saat menjalani perawatan post kolostomi memiliki penurunan harapan hidup diakibatkan tindakan pengobatan yang mengharuskan melakukan pembedahan, radiokemotrapi, atau adanya stoma dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan pasangan yang berdampak pada fungsi seksual. Mencatat bahwa 182 pasien dengan 126 pasien memiliki status telah menikah melaporkan 17 (20%) ketidakpuasan dalam perkawinan dikarenakan pasangan tersebut tidak mempunyai koping yang adaptif dalam mengatasi masalah.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Black (2004) yang menyimpulkan bahwa kecemasan tentang kemampuan untuk melakukan hubungan seksual dan perasaan khawatir terhadap peralatan stoma selama hubungan seksual, dapat menimbulkan penolakan keintiman dengan pasangan. Dalam upaya beradaptasi terhadap masalah tersebut, individu berespon melalui mekanisme koping (Keliat, 2001).
Menurut penelitian oleh Goldzweig, et al., (2009) menyebutkan bahwa di Rumah Sakit Pendidikan di Jerussalem, Israel dengan pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan post kolostomi yang berjumlah 339 pasien pria dan wanita (231 menikah dan 108 yang belum menikah) menyimpulkan pasien yang sudah menikah memiliki tekanan psikologis yang baik karena memiliki koping yang adaptif dari pada pasien yang belum menikah dan koping yang digunakan
wanita lebih baik dari pria. Perbedaan ini mungkin terkait dengan kebudayaan masyarakat di Israel.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hae-Chung (2008) menuturkan apabila strategi koping yang digunakan sesuai, dapat mempengaruhi emosi bahkan pikiran seorang responden untuk dapat mengurangi stresor yang dihadapi. Strategi seperti ini dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik dan menghasilkan suatu tindakan yang positif. Sebaliknya apabila strategi koping yang digunakan tidak sesuai dapat menghasilkan kualitas hidup yang buruk dan responden dapat mengalami stress psikologi yang berat.
Peneliti belum menemukan hasil penelitian tentang koping pada pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan kolostomi di Indonesia. Di luar negeri telah dilakukan penelitian yang serupa, namun ada perbedaan latar belakang budaya, status sosial dan ekonomi, serta perbedaan paham agama dalam hal ini adalah ibadah. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang koping pada yang digunakan pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan kolostomi di Indonesia, khususnya di kota Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Kanker kolorektal merupakan keganasan pada permukaan usus besar atau maupun rektum yang paling ditakuti dan mencemaskan dari semua penyakit lain. Salah satu penatalaksanaan bedah pada kanker ini adalah kolostomi. Kanker kolorektal dapat mempengaruhi kemampuan koping atau upaya dalam menyelesaikan masalah. Dari latar belakang ini dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimanakah koping pada pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan post kolostomi di RSUP H. Adam Malik Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui koping pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan post kolostomi di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang koping yang umumnya digunakan oleh pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan post kolostomi sehingga instansi kesehatan dapat meningkatkan pelayanan dan mengantisipasi kemungkinan hal buruk yang terjadi pada pasien post kolostomi.
4.2 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang gambaran koping pasien kanker kolorektal saat menjalani perawatan post kolostomi sehingga dapat menjadi dasar bagi praktik keperawatan untuk membantu menerapkan koping yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.3 Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang akan meneliti topik yang sama.