• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Irvan Rullya Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Irvan Rullya Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat,"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROFIL GAYA BERKOMUNIKASI ORANG TUA DALAM

KEPEMIMPINANDI LINGKUNGAN KELUARGA PADA PESERTA DIDIK

KELAS VIII DI SMP N 2 BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

Oleh:

Irvan Rullya

Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat,

ABSTRACT

This research was exposed by their communication pattern of parents in educating children make any teenagers who don't care about the environment with purpose is to describe : Form style of communicating in the leadership of the parent oteriter and form of communication in leadership style of parents of democracy. This research is a descriptive quantitative research. The population of this research is all the participants of learners class VIII in SMP Negeri 2 Bayang of the Pesisir Selatan district 204 people. The techniques used in the taking of the sample was proportional random sampling techniques. All of the sample as many as 53 people. This instruments that used in this research like questionnaire. The analysis of the data used is the percentage of the formula. The results of this research revealed that: The form of a style of communicate in the leadership of authoritarian parents as many as 56,60 53 % of respondents are in the category very well. Communicate in the form of a style of leadership parents democracy as many as 49,06 53 % of respondents are on good category.

Keywords: Communication, Parents, Leadership, Family and Student. PENDAHULUAN

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara vertikal maupun horizontal. Dari dua jenis komunikasi ini berlangsung sacara silih berganti komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara ayah, ibu dan anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan komunikasi antara anak dan anak. Dalam rangka mengakrabkan hubungan keluarga, komunikasi yang harmonis perlu dibangun secara timbal balik silih berganti antara orang tua dan anak dalam keluarga. Sebelum anak-anak tiba ke tangan pendidik atau guru di sekolah, keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar. Peranan dan fungsi orang tua berpengaruh besar terhadap kepribadian dan perkembangan tabiat anak. Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, dimana pada masa ini anak memiliki sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat–minat keingin tahuan terhadap sesuatu yang sangat besar, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Pada usia ini

anak serba labil untuk kematangan berpikir serta mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antara emosi (perasaan) dan rasio (logika), sifatnya coba-coba atau eksperimen sering muncul dan remaja selalu ingin tahu terhadap hal-hal tanpa melihat apakah itu bersifat positif atau negatif.

Bergabungnya remaja dengan teman sebayanya merupakan suatu aspek yang positif bagi perkembangannya, karena dengan teman sebaya sangat diperlukan untuk mempelajari pola interaksi sosial yang dibutuhkan pada masa dewasanya nanti. Sisi lain karena kelompok remaja tersebut memiliki aturan-aturan yang tidak jarang bertentangan dengan aturan yang berlaku dimasyarakat, maka disinilah pengaruh negatif teman sebaya terhadap remaja. Tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang karena pengaruh teman sebayanya. Umumnya faktor penyebab kenakalan remaja disebabkan tidak adanya perhatian dan curahan kasih sayang dari orang tua dan juga kurangnya komunikasi antara orang tua dengan anak. Anak sering diberikan uang berlebihan sebagai ganti tanggung jawab dan perhatian orang tua. Orang tua cenderung menghindari tanggung jawab mereka untuk

(2)

2

memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan sehari-hari. Setiap anak pulang sekolah orang tua tidak pernah bertanya kepada anak, hal-hal apa saja yang dilakukan anak di sekolah, bagaimana belajar di sekolah, apakah ada pekerjaan rumah atau tidak dan lain sebagainya.

Kelalaian dan kurangnya kontrol orang tua terhadap remaja dapat menjadi penyebab utama terjadinya perilaku menyimpang pada diri remaja. Hal ini menyebabkan banyaknya remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, berada di depan komputer untuk berinternet berjam-jam, seperti lebih sibuk bermain facebook daripada berkumpul dengan keluarga, teman sebaya, bergaul dengan siapa saja yang disukainya yang dianggapnya mendukung atau memberikan dia perhatian, sehingga remaja lebih sering berprilaku individualistis, dan tidak peduli terhadap lingkungan sekitar, dan apa yang akan dan telah terjadi. Perilaku remaja yang sudah sering dibicarakan dan sudah melebihi batas adalah penyalah gunaan kepercayaan, yang akan membentuk perilaku remaja bersikap acuh terhadap peraturan-peraturan yang ada di rumah, dan juga peraturan di sekolah, sehingga anak sering melanggar aturan-aturan sekolah tanpa adanya rasa cemas, cabut dan tidak serius dalam belajar.

Djamarah (2004:5) mengemukakan bahwa “Orang tua sebagai pemimpin adalah faktor penentu dalam menciptakan keakraban hubungan dalam keluarga. Tipe kepemimpinan yang diberlakukan dalam keluarga akan memberikan suasana tertentu dengan segala dinamikanya. Interaksi yang berlangsungpun bermacam-macam bentuknya”. Oleh karena itu, hampir tak terbantah, bahwa karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi yang berlangsung dalam kehidupan keluarga. Kehidupan keluarga yang dipimpin oleh seorang pemimpin otoriter akan melahirkan suasana kehidupan keluarga yang berbeda dengan kehidupan keluarga yang dipimpin oleh seorang pemimpin demokratis. Perbedaan itu disebabkan adanya perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh kedua tipe kepemimpinan di atas.

Yusuf (2001:51) menyatakan

bahwa“pola komunikasi orang tua dapat di identifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. Pola komunikasi membebaskan (Permissive)

Pola komunikasi permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpabatas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengankeinginan anak. Pola komunikasi permisif atau dikenal pula denganPola komunikasi serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secaraberlebihan. 2. Pola komunikasi Otoriter

Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orang tua yang melaranganaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Dalam pola komunikasi ini sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum, bersikap mengkomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku atau keras, cendenrung emosional dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat.

3. Pola komunikasi Demokratis

Pola komunikasi orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan beberapa orang peserta didik pada saat melakukan praktik lapangan di SMP N 2 Bayang pada tanggal 21 Januari sampai 30 Maret 2013 mengenai fenomena di atas, mereka menyatakan bahwa orang tua kurang

(3)

3

begitu memperhatikan bagaimana cara belajar anak baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua kurang memperhatikan perkembangan anaknya karena sibuk dengan rutinitas seharian untuk mencari uang untuk menghidupi keluarga, karena sebagian besar pekerjaan orang tua peserta didik di SMP N 2 Bayang ini adalah nelayan, petani dan pedagang. Jadi orang tua mereka pada pagi hari sudah berangkat untuk bekerja kemudian pulangnya pada sore hari atau bahkan pada malam hari dan hanya meninggalkan uang belanja pada pagi hari kepada anaknya. Hal inilah yang mengakibatkan kurangnya perhatian kepada anak, kurangnya terjadi komunikasi yang baik dan hangat antara orang tua dengan anak yang mengakibatkan anak berbuat hal-hal yang melanggar aturan, baik di sekolah dan di rumah tanpa ada yang mengontrol, memperhatikan dan bahkan memarahi.

Saat observasi peneliti melihat adanya orang tua yang memarahi anaknya ketika terlambat pulang sekolah dan orang tua menanyakan keadaan anaknya sekedar saja, adanya anak yang selalu ikut campur ketika orang tuanya berbicara dan adanya anak yang memotong pembicaraan orang tuanya belum selesai dan pengontrolan orang tua terhadap anaknya bahkan kurangnya komunikasi antara orang tua dengan anak di rumah, pola komunikasi orang tua dengan anak di rumah sangatlah penting untuk membentuk kepribadian anak kedepannya.

Berdasarkan paparan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dikemukakan hal-hal berikut sebagai batasan masalah, yaitu: 1. Bentuk gaya berkomunikasi dalam

kepemimpinan orang tua otoriter.

2. Bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua demokratis. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah“bagaimana profil gaya komunikasi orang tua dalam kepemimpinan di lingkungan keluarga pada peserta didik kelas VIII di SMP N 2 Bayang Kabupaten Pesisir Selatan?”.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk mendeskripsikan:

1. Bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua yang otoriter.

2. Bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua yang demokrasi.

Djamarah (2004:68) mengemukakan bahwa “dalam etnik keluarga tertentu, yang bertindak sebagai pemimpin adalah ayah sedangkan istri/ibu bertindak sebagai pendamping. Baik ayah atau ibu bersama-sama dan diharapkan seiya-sekata dalam mengambil kebijakan dalam segala hal, terutama dalam masalah pendidikan anak”.

Walaupun berbagai kebijakan yang diambil dalam penataan kehidupan berrumahtangga itu lebih banyak ditentukan oleh ayah, tetapi andil seorang istri dalam memberikan pemikiran tentu masih diperhatikan dan dipertimbangkan. Seperti yang dijelaskan Lestari (2012:88) bahwa:

Karakteristik keluarga turut

mempengaruhi corak nilai yang

disosialisasikan kepada anak. Berdasarkan struktur, karakteristik keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended family). Disamping itu, orientasi etnis dan agama dari keluarga juga turut memengaruhi sosialisasi nilai kepada anak. Misalnya, kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal bersifat universal, namun bagaimana jenis makanan, mode pakaian,dan model rumah dapat berbeda.Factor-fakto yang memengaruhi akibatan (autcome) dari proses pendidikan nilai yang dilakukan oleh orang tua pada anak antara lain:

a. Kualitas relasi orang tua-anak. Seperti diungkapkan oleh Whit beck dan Geces (1988) bahwa proses identifikasi terhadap orang tua baru dapat berlangsung apa bila perilaku orang tua terhadap anak berkualitas.

b. Kepercayaan (trust). Ada nya kepercayaan anak kepada orang tua dan sebaliknya, orang tua kepada anak dapat memengaruhi kepuasan anak terhadap perilaku yang diberikan kepada anak (Shek, 2008). c. Persepsi anak terhadap nilai yang

disosialisasikan orang tua.

Lestari (2012:27) juga menjelaskan bahwa “Struktur keluarga adalah serangkain tuntutan fungsioanal tidak terlihat yang mengorganisasi cara-cara anggota keluarga dalam berinteraksi. Sebuah keluarga

(4)

4

merupakan system yang beroparasi melalui pola transaksi”.

Day (Lestari, 2012:28-29)

mengemukakan bahwa” keluarga sebagai sebuah sistem memiliki karakteristik sebagai berikut”:

a. Keseluruhan (the family as a whole). Memahami keluarga tidak dilakukan tampa memahaminya sebagai sebuah keseluruhan. Persoalan individu tidak hanya dilihat terbatas individu yang bersangkutan.

b. Struktur (underlying structures.) suatu kehidupan keluarga berlangsung berdasarkan suatu struktur, misalnya pola interaksi antar anggota keluarga yang menentukan apa yang terjadi pada keluarga.

c. Tujuan (families have goals). Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin mereka raih, tetapi untuk mengukap tujuankeluarga ini seorang peneliti atau terapis perlu memiliki keterampilan observasi yang memadai untuk dapat melihat pola-pola yang berulang di dalam keluarga sebelum tema atau tujuan terungkap.

d. Keseimbangan (equilibrium). Sebuah sepeda motor, sebagai sebuah system yang tertutup dan mekanistik, mungkin suatu saat dapat mogok karena kehabisan bensin. e. Kelembaman (morphostatis). Selain berusaha mencapai keseimbangan dengan berbagai perubahan situasi dan kondisi, keluarga juga mempertahankan aturan dan menjaga kelangsungan kehidupan sehari-hari agar berlansung dengan baik.

f. Batas-batas (boundaries). Setiap sistem memiliki batas-batas terluarnya yang membuatnya terpisah atau berbeda dengan sistem yang lain. Batas-batas ini muncul mana kala dua atau lebih system atau subsistem bertemu,berinteraksi,atau bersama-sama.

g. Subsistem. Di dalam sistem keluarga terdapat unit-unit subsistem, misalnya subsistem pasangan suami istri, subsistem relasi orang tua- anak, subsistem peran orang tua.

h. Equifinality dan equipotentiality. Secara

sederhana gagasan tentang

equanalityberarti bahwa berbagai permulaan dapat membawa pada hasil akhir yang sama, sementara suatu permulaan yang sama dapat pula membawa pada hasil akhir yang berbeda. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini termasuk jenis penelitian kuantitatif deskriptif, hal ini sesuai dengan pendapat Lehman (Yusuf, 2005:83) bahwa “Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu atau menggambarkan secara detail”.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh peserta didik kelas VIII di SMP N 2 Bayang Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah 204 peserta didik. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik profesional random sampling (pengambilan sampel secara acak) dengan jumlah sampel 53 peserta didik.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data interval. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan (2001:34) bahwa “Data interval adalah data hasil pengukuran yang dapat diurutkan atas dasar kriteria tertentu serta menunjukkan semua sifat yang dimiliki oleh data ordinal”. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer.

Alat pengumpul data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan berupa angket. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehman (Yusuf, 2005:252) bahwa “Kuesioner atau angket yang berarti suatu rangkaian pernyataan yang berhubungan dengan topik tertentu, diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud untuk memperoleh data”.

Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah persentase. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehmann (Yusuf, 2003:365).

= 100

Keterangan:

P : Persentase F : Frekuensi

(5)

5

N : Jumlah sampel

100 : Jumlah angka mutlak Selanjutnya hasil persentase data pada masing-masing item diinterpretasikan agar menjadi tafsiran jawaban yang diajukan dalam angket. Untuk mempermudah penulis menginterpretasikan data, hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006:224) bahwa rentang skala yang ditetapkan adalah:

76% - 100% = Sangat Baik

51% - 75% = Baik

26% - 50% = Cukup Baik

0%-25% = Kurang Baik

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Bentuk Gaya Berkomunikasi dalam Kepemimpinan Orang Tua Otoriter.

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua otoriter dari segi membentuk perilaku anak pada kategori sangat baik sebesar 66,04% dari 53 responden, pada kategori baik sebesar 32,08% 53 responden, pada kategori cukup baik sebesar 1,89% 53 responden, pada kategori kurang baik sebesar 0,0% 53 responden. Jadi dapat dikatakan bahwa bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua otoriter ada sebanyak 35 respoden (66,04%) dari 53 responden pada kategori sangat baik membentuk perilaku dan tindakan anak.

Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Elida Prayitno (2005:179) Orang tua dan guru menerapkan teknik disiplin ini lebih cenderung untuk memberi tahu anak-anak cara bertingkah laku yang benar dari pada memberi hukuman dalam memperbaiki tingkah laku anak.

2. Bentuk Gaya Berkomunikasi dalam Kepemimpinan Orang Tua Demokrasi.

Berdasarkan hasil penelitian, bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua demokrasi pada kategori sangat baik sebesar 47,17 % dari 25 responden, pada kategori baik sebesar 49,06% dari 26 responden, pada kategori cukup baik

sebesar 3,77% dari 2 responden, pada kategori kurang baik tidak ada. Jadi dapat

dikatakan bahwa bentuk gaya

berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua otoriter ada sebanyak 26 respoden (49,06%) dari 53 responden pada kategori baik membentuk perilaku dan tindakan anak.

Gaya kepemimpinan orang tua yang demokrasi mendekati dengan gaya kepemimpinan permisif, hal ini sesuai dengan pendapat Lestari (2012:48) bahwa “Gaya pengasuhan yang permitif biasanya dilakukan oleh orang tua yang terlalu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak”.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan: 1. Bentuk gaya berkomunikasi dalam

kepemimpinan orang tua otoriter berada pada kategori sangat baik dengan persentase tertinggi antara indikator

membentuk, mengontrol, dan

mengevaluasi yaitu berada pada indikator mengevaluasi dengan persentase 67,92% pada kategori sangat baik.

2. Bentuk gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua demokrasi berada pada kategori baik dengan persentase tertinggi antara indikator terbuka, memberikan pengarahan dan musyawarah yaitu berada pada indikator memberikan pengarahan dengan 64,15% dengan kategori sangat baik.

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti mengemukakan beberapa saran bagi: 1. Orang tua, agar dapat meningkatkan

keterbukaannya kepada anak dalam membentuk karakter anak yang lebih baik dan positif.

2. Guru, menyadari bahwa tugas seorang guru bukannya hanya di kelas atau di sekolah saja melainkan melihat dan memantau perkembangan peserta didik secara

(6)

6

menyeluruh dengan meningkatkan komunikasi yang aktif kepada orang tua peserta didik.

3. Kepala SMP Negeri 2 Bayang Kabupaten Pesisir Selatan, agar dapat mendukung dan memfasilitasi hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik sebagai data untuk menunjang kebutuhan setiap peserta didik 4. Pengelola program studi bimbingan dan

konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, agar dapat menambah wawasan calon guru BK mengenai profil gaya berkomunikasi orang tua dalam kepemimpinan di lingkungan keluarga pada peserta didik. 5. Dinas pendidikan Kabupaten Pesisir

Selatan, agar dapat membuat kebijakan terkait dengan hasil penelitian profil gaya berkomunikasi orang tua dalam kepemimpinan di lingkungan keluarga pada peserta didik.

6. Peneliti selanjutnya, agar dapat meneliti mengenai profil gaya berkomunikasi orang tua dalam kepemimpinan di lingkungan keluarga pada aspek lainnya seperti gaya berkomunikasi dalam kepemimpinan orang tua permisif dan penelantar.

KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah, Bahri Syaiful. 2004. Pola

Komunikasi Orang tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Kencana Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi Penelitian

“Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah”. Padang: UNP Press.

Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi

Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung. Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat pentingnya informasi rasio-rasio keuangan perusahaan dan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes (Malt)) sebagai kompos/pupuk organik dengan sedimen Danau Tondano sebagai media tanam

Keperluan Tenaga Kerja Untuk Kerja-Kerja Pemotongan Rumput Dan Pembersihan Longkang Di Tanah Perkuburan Islam Di USJ 22, Subang Jaya, Selangor Darul Ehsan. Petender

Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan

Menurut penelitian Mustafid (2009), dalam jurnal yang berjudul “Faktor- faktor yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian rumah sederhana di Bandar Lampung” dikatakan,

Program Studi Pendidikan Sosiologi (STKIP) PGRI Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh orang tua yang tidak maksimal menjalankan peran dan tanggung jawabnya

ketidakjujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah. Berdasarkan observasi pada hari Senin 8 Oktober2012 di SMA Negeri 1 Dua Koto Kabupaten Pasamaan,

Tingkat konformitas membabi buta mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat dapat dikategorikan tinggi yaitu dengan persentase sebesar 82,02%, yang