• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Stomatitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Stomatitis"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis atau lebih dikenali oleh masyarakat awam dengan “sariawan” merupakan salah satu penyakit yang ulang kambuh pada mukosa mulut yang paling sering terjadi. Stomatitis merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai oleh dokter gigi diseluruh dunia sehingga dihasilkan beberapa penelitian-penelitian yang berhubungan dengan stomatitis.

Prevalensi stomatitis bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan pada umumnya, prevalensi stomatitis berkisar 15-25% dari populasi. Di Amerika, prevalensi tertinggi ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa kedokteran gigi 56% dan mahasiswa profesi 55%. Resiko terkena stomatitis cenderung meningkat pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini berhubungan dengan meningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau jabatan-jabatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita dan individu yang stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.

1. 2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian stomatitis? 2. Apa etiologi dari stomatitis? 3. Apa patofisiologi dari stomatitis? 4. Apa manifestasi klinis dari stomatitis?

5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang di lakukan pada pasien stomatitis? 6. Apa saja penatalaksanaan medis stomatitis?

7. Apa saja komplikasi yang timbul dari stomatitis? 8. Apa prognosis dari stomatitis?

(2)

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Stomatitis 2. Untuk mengetahui etiologi dari stomatitis 3. Untuk mengetahui patofisiologi dari stomatitis 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari stomatitis

5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic yang di lakukan pada pasien stomatitis

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis stomatitis 7. Untuk mengetahui komplikasi yang timbul dari stomatitis 8. Untuk mengetahui prognosis dari stomatitis

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian

Stomatitis merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang timbul di rongga mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari pada rongga mulut kita disebut (dalam istilah kedokteran gigi) adalah

(3)

Stomatitis Aftosa Rekuren. Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut.

2.2 Etiologi

Sampai saat ini penyebab utama dari Stomatitis belum diketahui. Namun para ahli telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya stomatitis ini, diantaranya adalah :

Penyebab yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

1. Kebersihan mulut yang kurang 2. Letak susunan gigi/ kawat gigi

3. Makanan /minuman yang panas dan pedas 4. Rokok

5. Pasta gigi yang tidak cocok 6. Lipstik

7. Infeksi jamur

8. Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan) 9. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

Bagian dari penyakit sistemik antara lain :

a. Reaksi alergi : seriawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu b. Jenis makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita

c. Hormonal imbalance d. Stres mental

e. Kekurangan vitamin B12 dan mineral f. Gangguan pencernaan

(4)

g. Radiasi

Infeksi virus dan bakteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya sariawan ini. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut. Dan imunologik sangat erat hubungannya dengan psikologis (stress). Faktor psikologis (stress) telah diselidiki berhubungan dengan timbulnya stomatitis (sariawan) di sebagian besar masyarakat. Berikut adalah klasifikasi stomatitis :

a. Stomatitis Primer, meliputi :

1. Recurrent Aphtouch Stomatitis (RAS)

Merupakan ulcer yang terjadi berulang. Bentuknya 2 – 5 mm, awal lesi kecil, dan berwarna kemerahan. Akan sembuh ± 2 minggu tanpa luka parut.

2. Herpes Simplek Stomatitis

Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.

3. Vincent’s Stomatitis

Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya, bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan nekrosis pada ginggival.

4. Traumatik Ulcer

Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.

(5)

akibat infeksi oleh virus atau bakteri ketika host (inang) resisten baik lokal maupun sistemik.

2.3 Patofisiologi

Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien. Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik, berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk, menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local (stomatitis).

(6)
(7)

2.4 Manifestasi Klinis

a. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam :

Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar

b. Stadium Pre Ulcerasi

Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari

(8)

c. Stadium Ulcerasi

Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.

1. Gambaran Klinis dari Stomatitis

a) Lesi bersifat ulcerasi b) Bentuk oval / bulat c) Sifat tersebar d) Batasnya jelas

e) Biasa singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok) f) Tepi merah

g) Lesi dangkal

h) Lesi sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.

Pemeriksaan laboratorium :

a. WBC menurun pada stomatitis sekunder

b. Pemeriksaan kultur virus ; cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis c. Pemeriksaan cultur bakteri ; eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis

2.6 Penatalaksanaan Medis

a) Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai. b) Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.

(9)

cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi. d) Hindari stress

e) Pemberian Atibiotik

Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.

f) Terapi

Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Digunakan satu dari dua terapi yang dianjurkan yaitu:

1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.

2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan

(10)

dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.

2.7 Komplikasi

Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia

a. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur

b. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit c. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut

d. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih

Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:

1. Komplikasi akibat kemoterapi

Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.

2. Komplikasi Akibat Radiasi

Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan

(11)

oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.

3. Komplikasi Akibat Pembedahan

Pada pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.

4. Komplikasi Oral

a. Mucositis/Stomatitis

Defenisi mucositis dan stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya tetapi terdapat perbedaan yang besar diantara keduanya. Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus,

(12)

yang dapat dihasilkan akibat dari pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Stomatitis merujuk pada suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada mukosa oral, dengan atau tanpa ulserasi dan dapat berkembang oleh faktor lokal seperti yang teridentifikasi pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini. Stomatitis dapat menjadi berkadar ringan atau parah. Pasien dengan stomatitis yang parah tidak akan mampu memasukkan apapun kedalam mulutnya. Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Dokter gigi harus waspada terhadap potensi berkembangnya toksisitas akibat peningkatan dosis atau lamanya perawatan pada percobaan klinik yang menunjukkan toksisitas gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang dilakukan pada perawatan leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus berlanjut, berulang dan tidak terputus (seperti bleomycin, cytarabine, methotrexate dan fluororacil) sepertinya merupakan penyebab mucositis dibanding obat infus satu bolus dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan bertambah parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam waktu 2-4 minggu. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan meningkatkan keparahan dari mucositis.

(13)

Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang serius.

Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral.

c. Hemorrhage

Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih

(14)

parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.

d. Xerostomia

Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor.

Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia

(15)

akibat hilangnya immunoprotein protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit). Xerostomia menghasilkan perubahan didalam rongga mulut antara lain:

a) Saliva tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi, yang akan mengganggu kenyamanan pasien.

b) Kapasitas buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH

umumnya 4,5 dan demineralisasi dapat terjadi.

c) Flora oral menjadi patogenik.

d) Plak menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidakmampuan

pasien untuk membersihkan mulut.

e) Tidak ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan gigi.

f) Produksi asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi

selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi

g) Nekrosis Akibat Radiasis

Nekrosis dan infeksi pada jaringan yang telah dilakukan penyorotan radiasi sebelumnya (osteoradionekrosis) merupakan suatu komplikasi yang serius bagi pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi oral akibat terapi radiasi memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama dan setelah terapi radiasi untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia permanent, karies ulseratif, osteomyelitis

(16)

akibat radiasi dan osteoradionekrosis). 2.8 Prognosis

Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN Contoh kasus

Seorang anak G berusia 6 tahun datang dengan rujukan dari puskesmas pada tanggal 15 Mei 2012 pada pukul 08.00 WIB dengan keluhan tidak mau makan ±5 hari yang lalu, lemas dan mual serta sakit di dalam mulut dengan diagnose medis stomatitis. Kondisi pasien saat di bangsal Catelya cukup, kesadaran composmetis, suhu badan 36,70C, nadi

102 x/mnt terdapat peradangan (sariawan) di bibir, lidah, serta lapisan mukosa pipi. Terpasang cairan infuse D5% + ¼ NS 10 tpm/ micro

Pengkajian tanggal : 17 Mei 2012

Pukul : 09.00 WIB

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK (STOMATITIS)

A. IDENTITAS 1. Identitas Klien

a. Nama : An. G

b. Tanggal Lahir : 20 Juni 2006

c. Umur : 6 tahun

d. Jenis Kelamin : Perempuan e. BB/ TB : 14 kg/ 113 cm

f. Alamat : Jl. Budi Utomo - Cilacap

g. Agama : Islam

h. Pendidikan : PAUD

i. Suku Bangsa : Jawa Indonesia j. Tanggal Masuk : 15 Mei 2012

k. No. RM : 237 784

(17)

2. Identitas Penanggung Jawab

a. Nama : Ny. F

b. Umur : 32 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Alamat : Jl. Budi Utomo- Cilacap

e. Agama : Islam

f. Pendidikan : SMA

g. Pekerjaan : Ibu rumah tangga h. Hubungan dengan klien: ibu

B. RIWAYAT KEPERAWATAN 1. Keluhan utama

Klien tidak mau makan ±5 hari yang lalu, lemas, mual dan sakit di daerah mulut.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang rujukan dari puskesmas pada tanggal 15 Mei 2012 pada pukul 08.00 WIB dengan keluhan tidak mau makan ±5 hari yang lalu, lemas dan mual serta sakit di dalam mulut dengan diagnose medis stomatitis. Kondisi pasien saat di bangsal Catelya cukup, kesadaran composmetis, suhu badan 36,70C, nadi 102 x/mnt terdapat peradangan

(sariawan) di bibir, lidah, serta lapisan mukosa pipi. Terpasang cairan infuse D5% + ¼ NS 10 tpm/ micro.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pada usia 4 tahun An. G pernah sakit demam dan di rawat di rumah sakit selama 3 hari. Namun belum pernah mengalami penyakit seperti sekarang. An. G tidak memiliki alergi. An. G belum pernah mengalami cidera berat.

4. Riwayat penyakit keluarga

Ibu kilen mengatakan keluarga An. G tidak memiliki penyakit serius, serta tidak ada yang pernah mengalami penyakit yang sama.

5. Riwayat kehamilan

Ibu An. G sudah hamil 2x. anak pertama sekarang berumur 8 tahun dan An. G merupakan anak kedua. Kesehatan selama hamil baik, tidak ada keluhan.

(18)

6. Riwayat persalinan

An. G lahir secara normal (spontan) durasi persalinan ±30 mnt. BB lahir 3 kg, melahirkan di bidan dekat rumah. Setelah persalinan Ibu An. G

mengkonsumsi obat yang dianjurkna atau di beri oleh bidan.

7. Riwayat imunisasi

Ibu klien mengatakan An. G imunisasi sudah lengkap.

8. Riwayat tumbuh kembang

Ibu klien mengatakan An. G berat badan lahir 3 kg. pendidikan yang ditempuh An. G sekarang yaitu PAUD di sekitar rumahnya. Ibu kilen mengatakan An. G sudah mampu bersosialisasi dengan teman sebaya baik dirumah atau di Posyandu PAUD. An. G memiliki masalah pada

pertumbuhan gigi yaitu Caries, sedangkan hasil pemeriksaan berat badan sebelum sakit 18 kg namun saat sakit mengalami penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan tumbuh kembang An. G dengan DDST tidak ada masalah. 9. Kebutuhan cairan BB An. G 14 kg Kebutuhan cairan An G = 1000 + 50 (BB-10) = 1000+50(14-10) = 1200 cc/ 24jam 10. Kebutuhan kalori

Kebutuhan kalori = 1000 + 50 (BB-10) = 1000+50(14-10) = 1200 kkal

C. POLA PENGKAJIAN FUNGSIONAL MENURUT GORDON 1. Persepsi kesehatan – pola manajemen kesehatan

Ibu klien mengatakan, jika An. G sakit di bawa ke puskesmas bila tidak sembuh baru di bawa ke rumah sakit. Bagi ibu jika An G sakit, harus di obati sesegera mungkin.

2. Pola Nutrisi- metabolic

Ibu klien mengatakan An G susah makan, hanya makan sedikit saja. BB An.G 14 kg.Masih sakit untuk mengunyah, kebutuhan cairan An G 1200

(19)

cc/kg. Minum 3 gelas/hari, tidak muntah, makanan yang di sukai telur, tidak mau makan makanan yang dari rumah sakit.

3. Pola Eliminasi

Ibu klien mengatakan An.G belum BAB sejak masuk rumah sakit, BAK 4-5 kali sehari. Jumalah urin sedikit.

4. Pola latihan dan aktivitas

Ibu klien mengatakan kegiatan An.G hanya tidur, habis mandi jalan – jalan. Mandi dibantu ibu, sebelum sakit An.G bermain sama teman – teman setelah pulang sekolah.

5. Pola persepsi

Ibu klien mengatakan An G masih mampu mengingat kejadian

sebelumnya, misalnya : Kemarin di rumah sakit dengan siapa, siapa saja yang berkunjung, mainan yang di sukai An G. Penglihatan baik,

pendengaran baik, perasa bermasalah karena masih nyeri di rongga mulut.

6. Pola tidur dan istirahat

Ibu klien mengatakan An.G sering tiduran, siang maupun malam. Tidur siang tidak tentu paling lama 1 jam namun sering. Jika malam tidur jam 8 bangun jam 5, terbangun malam jika ingin BAK.

7. Konsep diri dan persepsi

Ibu klien mengatakan sejak sakit, An G jarang bicara, sering gelisah. 8. Peran dan pola hubungan

Ibu klien mengatakan An.G memiliki banyak teman, An.G juga mengikuti PAUD di daerah lingkungan rumah sehingga mampu bersosialisasi dengan baik di rumah.

9. Pola reproduktif dan seksual

Pemeriksaan fisik genital tidak ada masalah. 10. Pola pertahan diri ( coping ) – stress – toleransi

Ibu klien mengatakan sejak sakit An.G selalu gelisah hanya mau bicara dengan ibunya saja.

11. Pola keyakinan dan nilai

Ibu klien mengatakan An.G belum mampu melaksanakan sholat namun terkadang mengikuti ketika ibu sholat. Ibu selalu berdoa untuk

(20)

D. PEMERIKSAAN PERSISTEM 1. Sistem pernafasan/ respirasi

a. Hidung

Simetris, tidak ada cuping hidung, tidak ada secret, bernafas normal, tidak ada nyeri tekan

b. Mulut→ inspeksi dan palpasi

Bibir → warna, simetris, lesi, kelembaban, pengelupasan dan bengkak

Rongga mulut → stomatitis, kemampuan menggigit, mengunyah dan menelan Gusi → warna dan edema

Gigi → karang gigi, caries, sisa gigi

Lidah → kotor, warna, kesimetrisan, kelembaban, luka, bercak dan pembengkakan

Kerongkongan → tonsil, peradangan, lendir/sekret.

Terdapat stomatitis, membrane mukosa tampak bengkak, lidah berwarna putih, terdapat nyeri tekan

c. Leher

Bentuk normal, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan

d. Area Dada

a. Inspeksi : dinding dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada lesi

b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan

c. Perkusi : tidak ada pembesaran dinding dada, bunyi paru sonor d. Auskultasi : bunyi nafas vaskuler, tidak ada suara nafas tambahan e. Ekstremitas

Terpasang infus 10 tpm ditangan kiri, ekstermitas kanan dan kiri dapat bergerak tanpa gangguan, ekstermitas bawah dapat bergerak normal, tidak ada oedem

2. Sistem Perkemihan a. Genetalia eksternal

Perempuan, tidak terpasang DC

(21)

a. Inspeksi : umbilicus bersih, tidak ada luka, tidak ada pembesaran abdomen

b. Auskultasi : bising usus 12 x/mnt c. Perkusi : bunyi timpani

d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan

b. Sistem Integumen

Kulit sawo matang, suhu kulit hangat, lidah warna putih

E. PEMERIKSAAN FISIK a. Tanda-tanda Vital, TB, dan BB

Suhu : 36,7 °C Nadi : 102 x/menit RR : 28 x/menit Tinggi Badan : 113 cm Berat Badan : 14 kg F. PEMERIKSAAN DIAGNOSA

DIAGNOSA : Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh DOMAIN 2 : Nutrisi

KELAS 1 : Makan

NS.

DIAGNOSIS : (NANDA-I)

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

PENGERTIAN :

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik

BATASAN KARAKTERI STIK : 1. Kram abdomen 2. Nyeri abdomen 3. Menghindari makan

4. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal 5. Kerapuhan kapiler

(22)

6. Diare

7. Kehilangan rambut berlebihan 8. Bising usus hiperaktif

9. Kurang makanan 10. Kurang informasi

11. Kurang minat pada makanan

12. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat 13. Kesalahan konsepsi

14. Kesalahan informasi 15. Membrane mukosa pucat

16. Ketidakmampuan memakan makanan 17. Tonus otot menurun

18. Mengeluh gangguan sensasi rasa

19. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended Daily Allowance)

20. Cepat kenyang setelah makan 21. Sariawan rongga mulut 22. Steatorea

23. Kelemahan otot pengunyah 24. Kelemahan otot untuk menelan FAKTOR YANG BERHUBUNG AN : a. Faktor biologis b. Faktor ekonomi

c. Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien d. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan e. Ketidakmampuan menelan makanan

(23)

A SS E S S M E N T Data Subjektif

Klien tidak mau makan ±5 hari yang lalu, lemas, mual dan sakit di daerah mulut. Data Objektif Suhu : 36,7 °C Nadi : 102 x/menit RR : 28 x/menit Tinggi Badan : 113 cm Berat Badan : 14 kg

Diagnose medis stomatitis Kesadaran composmetis

Terdapat peradangan (sariawan) di bibir, lidah, serta lapisan mukosa pipi Terpasang cairan infuse D5% + ¼ NS 10 tpm/ micro D IA G N O S IS Client Diagnostic Statement: Ns. Diagnosis (Spesifik):

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh

Berhubungan dengan:

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan

G. INTERVENSI

NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDIKATOR

Bantuan Perawatan Diri : Pemberian 1. Atur makanan dalam nampan dan Nutrition Status Definition : 1. Nutrient intake : 3 2. Food intake :

(24)

Makan (Feeding) Definisi : membantu seseorang untuk makan letakkan di atas meja. 2. Buat lingkungan yang menarik selama jam makan (contoh : ambil pot urinal,

pispot dan peralatan suction) 3. Berikan penghilang nyeri secra adekuat sebelum makan, jika perlu. 4. Berikan kebersihan mulut (oral hygiene) sebelum makan. 5. Letakka n pasien pada posisi yang nyaman. 6. Jaga makanan dalam kondisi hangat. 7. Catat intake makanan, bila perlu. 8. Bantu pasien beradaptasi untuk makan extent to which nutrients are available to meel metabolic needs. 3 3. Energy : 4 4. Weight/height ratio : 4

(25)

sendiri.

H. IMPLEMENTASI

NO. AKTIVITAS

1. Mengatur makanan dalam nampan dan letakkan di atas meja.

2. Membuat lingkungan yang menarik selama jam makan (contoh : ambil pot urinal, pispot dan peralatan suction).

3. Memberikan penghilang nyeri secra adekuat sebelum makan, jika perlu. 4. Memberikan kebersihan mulut (oral hygiene) sebelum makan.

5. Meletakkan pasien pada posisi yang nyaman. 6. Menjaga makanan dalam kondisi hangat. 7. Mencatat intake makanan, bila perlu.

8. Membantu pasien beradaptasi untuk makan sendiri.

I. Evaluasi Masalah kep/kolaboratif

Tgl/jam Catatan perkembangan Paraf

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh 15-05-2012/ 08.00 09.00 10.00 11.00

S : An. G mau makan , sudah tidak lemas, tidak mual dan tidak sakit di daerah mulut.

O : Suhu : 36,7 °C Nadi : 102 x/menit RR : 23 x/menit Tinggi Badan : 113 cm Berat Badan : 15 kg

(26)

dengan baik P : Rencana tindakan keperawatan 4,5 dan 6 dilanjutkan BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Penyebab yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti :

1. Kebersihan mulut yang kurang 2. Letak susunan gigi/ kawat gigi

3. Makanan /minuman yang panas dan pedas 4. Rokok

5. Pasta gigi yang tidak cocok 6. Lipstik

7. Infeksi jamur

(27)

9. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

Bagian dari penyakit sistemik antara lain :

1. Reaksi alergi : seriawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu 2. Jenis makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita

3. Hormonal imbalance 4. Stres mental

5. Kekurangan vitamin B12 dan mineral 6. Gangguan pencernaan

7. Radiasi

4.2 Saran

Sekarang mulai hidup sehat dengan menjaga kebersihan mulut, banyak konsumsi buah buahan, hindari stress, juga hindari rokok. Serta hindari makanan dan obat obatan yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada rongga mulut.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Inayah, Lin. 2004. Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 1. Salemba Medika : Jakarta

Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika : Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Terapi latihan yang diberikan pada kasus pasca operasi pemasangan plate and screw pada fracture colles disertai dislokasi ulna dekstra berupa latihan

1) Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. 2) Tujuan pemberian

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus

Terapi yg diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian

Pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan komplikasi penyakit Makrovaskular baik yang tanpa komorbid ataupun yang disertai komorbid membutuhkan terapi pengobatan beberapa obat

(3) Diare dengan dehidrasi ringan-sedang disertai gejala klinis intoleransi laktosa yang jelas, dapat diberikan susu formula bebas laktosa. 3) Makanan sehari-hari sesuai

Pilihan terapi yang dapat diberikan yaitu, obat topikal, injeksi kortikosteroid periokular, injeksi Tabel 3.2 Kriteria ASAS : Hanya berlaku pada pasien dengan usia 3 bulan Terdapat