• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan kasus HELLP syndrome

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan kasus HELLP syndrome"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus

Sectio Caesarea a/i PEB + HELLP Syndrome

Pada Kelahiran Prematur

Laporan Kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Obstetri dan Ginekologi

RSU Dr. Pirngadi Medan

Disusun oleh:

Mey Merry Sidauruk. 110100270 Phoon Yong Hoy 110100469

Pembimbing

dr. Christoffel L. Tobing, M.Ked(OG), Sp.OG(K)

Mentor

dr. Isnayu

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSU DR. PIRNGADI

MEDAN 2016

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan ”the disease of theories”, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian preeklampsia tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas maternal yang tinggi baik diseluruh dunia maupun di Indonesia.1 Preeklamsia didefinisikan

sebagai gangguan luas kerusakan endotel pembuluh darah dan vasospasme yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat juga dijumpai pada akhir 4-6 minggu post partum. Hal ini secara klinis didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis.2

Di seluruh dunia preeklamsi menyebabkan 50.000 – 76.000 kematian maternal dan 900.000 kematian perianal setiap tahunnya.3 Hal ini terjadi pada

3-5% dari kehamilan dan merupakan penyebab utama kematian ibu, terutama di negara-negara berkembang.4 Angka kejadian di Indonesia bervariasi di beberapa

rumah sakit di Indonesia yaitu diantaranya 5 – 9 % dan meningkat sebesar 40 % selama beberapa tahun terakhir ini di seluruh dunia. Di Indonesia masih merupakan penyebab kematian nomer dua tertinggi setelah perdarahan.5

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini masih disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan oleh petugas non-medik dan sistem rujukan yang belum sempurna.4

Sampai sekarang penyebab preeklamsi masih belum diketahui dengan jelas. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab preeklamsi

(3)

dan banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsi sehingga disebut sebagai disease of theory, namun tidak ada satupun yang dianggap mutlak benar.6

Hipertensi dan proteinuria pada preeklamsia adalah tanda yang menunjukkan banyak perubahan internal untuk sistem tubuh. Preeklamsia sering dianggap sebagai gangguan dengan dua komponen, implantasi plasenta yang abnormal ditambah dengan disfungsi endotel rumit oleh faktor-faktor maternal. Pada kenyataannya hal tersebut jauh lebih kompleks. Ada perubahan terlihat pada sistem ginjal dan pembuluh darah secara keseluruhan.7

Banyak komplikasi yang disebabkan preeklamsi berat salah satu diantaranya adalah HELLP Sindrom. Sindrom HELLP ialah pereklamsi-eklamsi disertai hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopeni. Kematian ibu bersalin pada sindrom hellp cukup tinggi, yaitu 24%. Penyebab kematian dapat berupa kegagalan cardio pulmonal, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar dan kegagalan multipel. Demikian juga kematian perinatal pada sindrom HELLP cukup tinggi terutama disebabkan persalinan preterm.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori tentang preeklampsia berat, sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan

a. Sebagai informasi bagi penulis dan pembaca tentang preeklampsia berat b. Untuk menambah wawasan serta ilmu bagi penulis dan pembaca tentang

(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi dalam Kehamilan

2.1.1 Definisi

Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.7

2.1.2. Klasifikasi

a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.

b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang atau koma.

d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

e. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

2.1.3. Faktor Risiko

Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan maka dapat dikelompokkan sebagai berikut:7

a. Primigravida

b. Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.

c. Umur yang ekstrim.

d. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia e. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

(5)

f. Obesitas

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yaitu:

A. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi dalam kehamilan.7

Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin, faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel endotel. Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai sebagai berikut:8

a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.

b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas. c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat. d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan

(6)

B. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.7

C. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.7

D. Disfungsi sel endotel

- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.

- Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat.

- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus. - Peningkatan permeabilitas kapilar

(7)

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor - Peningkatan faktor koagulasi7

E. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.7

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.7

F. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan-bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.7

G. Teori Genetik

Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.7

(8)

Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.7

I. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.7

Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel, ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6 menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas oksigen merangsang pembentukan IL-6. Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-leukosit terjadi pada sirkulasi

(9)

maternal preeklampsia.8

2.2. Preeklampsia

2.2.1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan penurunan perfusi organ. 9 Preeklampsia didefinisikan sebagai suatu sindrom yang dijumpai pada ibu

hamil di atas 20 minggu terdiri dari huipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema.8

Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana gejala klinis timbul pada kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Diagnosis preeklampsia berat adalah keadaan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110mmHg, dengan atau tanpa kadar proteinuria > 5 gr/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria (produksi urine < 500cc dalam 24 jam) disertai kenaikan kadar kreatinin plasma, terdapat gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen, edema paru atau sianosis, pertumbuhan janin terhambat dan sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platet Count).

2.2.2. Epidemiologi9

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada

(10)

usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH.

2.2.3. Faktor Risiko Preeklampsia

Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia, memiliki salah satu kriteria dibawah ini:10

a. Primigravida b. Umur ≥40 tahun

c. Interval kehamilan ≥ 10 tahun

d. BMI saat kunjungan pertama ≥35 kg/m2

e. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia f. Kehamilan ganda

Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia adalah yang memiliki salah satu dari kriteria dibawah ini:10

a. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya b. Penyakit ginjal kronik

c. Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid d. Diabetes Tipe1 atau Tipe 2

e. Hipertensi Kronik

2.2.4. Patofisiologi11

Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa penyakit ini disebut “the disease of theories”.

(11)

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar

(12)

vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti tekanan darah sebelum hamil.

1) Regulasi volume darah

Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.

2) Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah

Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). 3) Aliran Darah di Organ-Organ

a. Aliran darah di otak

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal

Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus

(13)

berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal.

Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia.

Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.

Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia, tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang. Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan. Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang

(14)

melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

c. Aliran darah uterus dan choriodesidua

Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun di desidua.

d. Aliran darah di paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.

e. Aliran darah di mata

Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi hal hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

(15)

2.2.5. Gejala dan Tanda Klinis

Sesuai dengan definisi preeklampsia, gejala utama preeklampsia adalah hipertensi, proteinuria dan edema yang dijumpai pada kehamilan semester 2 atau kehamilan diatas 20 minggu dengan atau tanpa edema karena edema dijumpai 80% pada kehamilan normal dan edema tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Gejala-gejala dan tanda-tanda lain yang timbul pada preeklampsia sesuai dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi akibat preeklampsia:8

1) Hipertensi

Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan dalam keadaan berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut hipertensi bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.

2) Proteinuria

Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam. Disebut proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin melebihi 300 mg/24 jam. Proteinuria dapat dideteksi dengan cara dipstick reagents test, tetapi dapat memberikan 26% false positif karena adanya sel-sel pus. Untuk menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria dilakukan pada urin tengah (midstream) atau urine 24 jam.Deteksi proteinuria penting dalam diagnosis dan penanganan hipertensi dalam

(16)

kehamilan. Proteinuria merupakan gejala yang terahir timbul. Eklampsia bisa terjadi tanpa proteinuria. Proteinuria pada preeklampsia merupakan indikator adanya bahaya pada janin. Berat badan lahir rendah dan kematian perinatal meningkat pada preeklampsia dengan proteinuria. Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ada hipertensi dengan proteinuria. Adanya kelainan cerebral neonatus dan retardasi intra uterin. Proteinuria juga ada hubungannya dengan meningkatnya risiko kematian janin dalam kandungan. Risiko terhadap ibu juga meningkat jika dijumpai proteinuria.

3) Edema

Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena edema dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.Edema yang dijumpai pada tangan dan muka selain pagi hari merupakan tanda patologis. Kenaikan berat badan melebihi 1 kg per minggu atau kenaikan berat badan yang tiba-tiba dalam 1 atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya preeklampsia. Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema paru terutama pada masa post partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia berat tidak dijumpai edema.

4) Oliguria

Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam. Oliguria dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada preeklampsia dan merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera mungkin. Walaupun demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena sebab prerenal, renal dan post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia tanpa vasokonstriksi yang berat, intrarenal dapat menyebabkan oliguria. Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang jarang pada preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena nekrosis kortikal. Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus tersebut terjadi sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas disebaban solusio plasenta.

(17)

5) Kejang

Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang merupakan salah satu tanda dari gejala gangguan serebral pada preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain antara lain, sakit kepala, pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental, parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah sakit kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.

6) Asam Urat

Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam urat juga mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan luaran janin pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian perinatal.

7) Gangguan Visus

Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing. Cahaya berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya adalah spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu.8

2.2.6 Klasifikasi dan Diagnosis

Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.7

1) Preeklampsia Ringan

Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

Diagnosa preeklampsia ringan ditegakkan dengan kriteria: a) Hipertensi: Sistolik/diastolik ≥ 140/90mmHg.

(18)

c) Edema: Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata

2) Preeklampsia Berat

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.

Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:

a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif. c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.

e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.

f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat tegangnya kapsula Glisson).

g) Edema paru-paru dan sianosis. h) Hemolisis mikroangiopatik.

i) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 penurunan trombosit

dengan cepat

j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartat aminotransferase

k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.

l) Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Trombositopenia)

Preeklampsia berat dibagi menjadi:

- Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia - Preeklampsia berat dengan impending eclampsia

(19)

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigatrium, dan kenaikan progresif tekanan darah

2.2.7 Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-eklamsia adalah:

1. Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, dan gangguan fungsi organ vital pada ibu

2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya. 3. Melahirkan bayi sehat

4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya : 1. Pre-eklamsia Ringan

 Rawat Jalan

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan

Dianjurkan ibu hamil banyak beristirahat (berbaring/tidur miring ke kiri), tetapi tidak harus mutlak tirah baring.

Pada kehamilan >20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya akan meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim.

(20)

Pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi garam selama fungsi ginjal masih normal. Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam melalui ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet untuk penderita preeklampsia ringan adalah makanan biasa, dan dapat diberikan roborantia sekali perhari.

Penderita preeklampsia ringan hendaknya diperiksa sekali seminggu dan dilakukan pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, trombosit, asam urat, urine lengkap (Msu), fungsi hati, dan fungsi ginjal)

 Rawat Inap

 Kriteria preeklampsia ringan yang dirawat di rumah sakit yaitu:

a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu

b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. c. Kenaikan berat badan ibu ≥ 1 kg perminggu selama 2 kali

berturut-turut

- Terapi medikamentosa: Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsia ringan, maka masih akan dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang

- Perawatan dirumah sakit:

1) Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik : a) Nyeri kepala

b) Penglihatan kabur

c) Nyeri perut kuadran kanan atas d) Nyeri epigastrium

2) Kenaikan berat badan dengan cepat

3) Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti setiap harinya

4) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi setiap 2 hari.

(21)

5) Pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan standard yang telah ditentukan

6) Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya pemeriksaaan:

- Ukuran biometrik janin - Volume air ketuban

7) Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan apabila 3 hari bebas gejala–gejala preeklampsi berat

 Perawatan Obstetrik

a. Kehamilan preterm (kehamilan antara 22 minggu sampai ≤ 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, persalinannya ditunggu hingga aterm

b. Kehamilan preterm yang tekanan darah turun selama perawatan tetapi belum mencapai normotensif, terminasi kehamilan dilakukan pada kehamilan 37 minggu

c. Kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi inpartu atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan dengan mempersingkat kala II, yaitu dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. SC dilakukan apabila ada indikasi obstetri.

2. Pre-eklamsia Berat

Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri).7 Perawatan yang penting pada

preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.

(22)

Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa:

a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125 cc/jam atau

b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc

Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc//24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Pemberian obat anti kejang7

Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin

pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklamsia. Banyak cara pemberian magnesium sulfat.

Cara pemberian magnesium sulfat regimen:

a) Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4 intravena, (40 % dalam 10 cc)

selama 15 menit.

b) Maintenance dose : Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.

c) Syarat-syarat pemberian MgSO4

a. Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu

kalsium glukonas 10 %=1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.

(23)

c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.

d) Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

e) Dosis terapeutik dan toksis

Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mEq/dl Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl Bila terjadi refrakter terhadap pemberian magnesium sulfat, maka diberikan salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin.

Pemberian antihipertensi7

Di RSU dr. Pirngadi Medan, antihipertensi diberikan jika tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.

a) Antihipertensi lini pertama Nifedipine

Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat maka hanya boleh diberikan per oral.

b) Antihipertensi lini kedua

Sodium nitroprusside: 0,25 μg i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 μg i.v./kg/5 menit.

Diazokside: 30-60 mg mg i.v./5 menit; atau i.v infuse 10 mg/menit dititrasi Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah Furosemide.

Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam (6 gr/12 jam IM sebanyak 4 kali) untuk pematangan paru janin. Glukokortikoid juga diberikan pada sindroma HELLP.

(24)

Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah terjadi stabilisasi hemodinamik. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam pascapersalinan. Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :

a. Ibu

- Kehamilan > 37 minggu

- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :

1) Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD yang persisten, atau

2) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan gejala-gejala.

- Muncul tanda dan gejala Impending Eklampsia: PE berat disertai gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium, kenaikan TD yang preogresif

- Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal - Diduga terjadi solusio plasenta

- Timbul inpartu, ketuban pecah, atau perdarahan - HELLP Syndrome

b. Janin

- Adanya tanda-tanda fetal distress - Adanya tanda-tanda PJT

- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal - Terjadinya oligohidramnion

Manajemen persalinan

Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam. Sikap dasar adalah bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian

(25)

obat anti kejang terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat anti hipertensi terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).

Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan, tekanan darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi.

 Pada ibu aterm namun belum inpartu, induksi persalinan dapat dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan bila nilai skor pelvik ≥5. Bila perlu, dilakukan pematangan cervix dengan balon kateter no. 24 diisi dengan 40 cc aquadest. Pada skor pelvik yang rendah dan kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria lebih baik dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Seksio sesaria dilakukan bila : (1) induksi persalinan gagal (6jam setelah diinduksi tidak tercapai his yang adekuat); (2) terjadi maternal/fetal distress.

 Pada ibu aterm yang sudah inpartu, dilakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf. Kemudian persalinan kala II dipersingkat denga EV/EF. Seksio sesaria dilakukan bila: (1) terjadi maternal/fetal distress; (2) 6jam tidak masuk fase aktif; (3) penyimpangan partograf.

 Seksio sesaria primer dilakukan apabila kontraindikasi persalinan pervaginam atau usia kehamilan < 34 minggu.

2.2.8. Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dapat terjadi pada ibu maupun janin/anak.8,12

Maternal

a) Eklampsia

Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.

b) Perdarahan serebrovaskular

(26)

darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg. c) HELLP Syndrome

d) Gagal ginjal

Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat. e) Edema paru f) Ablasio retina g) Solusio plasenta h) Koma i) Trombosis vena Kematian maternal

Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi.

Fetal

a) Pertumbuhan janin terhambat

Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena plasenta iskemi yang terdiri dari area infark.

b) Persalinan prematur c) Perdarahan serebral d) Pneumorhorax e) Serebral Palsy

2.2.9. Prognosis

Kematian ibu pada preeklampsia 3x lipat dari kematian dalam obstetri dan pada eklampsia angka kematian ibu berkisar 7-17%. Angka kematian perinatal pada preeklampsia berkisar 10%. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal. Angka kejadian prematuritas pada preeklampsia paling sedikit 2x kehamilan normal. Angka kematian bayi prematur lebih kurang 22%. Kejang merupakan faktor utama sebagai penyebab kematian ibu. Kriteria yang dapat meningkatkan angka kematian ibu (Kriteria Eden) antara lain:8

(27)

2. Koma 6 jam atau lebih 3. Temperatur ≥39oC

4. Nadi ≥120x per menit 5. Pernafasan ≥40x per menit 6. Edema pulmonal

7. Sianosis

8. Urin ≤30ml/jam

2.3. Sindroma HELLP

Terminologi ini diperkenalkan oleh Weinsten tahun 1982 yang merupakan kumpulan gejala multisistem dengan karakteristik anemia hemilitik, mikroangiopati, gangguan fungsi hepar dan trombositopenia. Sindroma ini terdapat pada 10% dari pasien PE.8

Hemolisis belum diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh kerusakan sel hati yang mengakibatkan kenaikan kadar produk penghancuran fibrin, menyebabkan penurunan kadar dari faktor pembekuan darah di plasma dan terjadinya trombositopenia ataupun hemolisis disebabkan eritrosit mengalami trauma sehingga berubah bentuknya dan cepat mengalami hemolisis.8

Kenaikan dari kadar enzim hepar akibat dari nekrosis hemoragia periportal pada bagian lobulus hepar. Perdarahan dari lesi ini dapat meluas ke bawah kapsula hepar dan membentuk hematoma subkapsuler dapat berlanjut menjadi ruptur dari kapsul hepar yang fatal dan memerlukan tindakan bedah. Trombositopenia akibat dari vasospasme berat menyebabkan pecahnya lapisan endotel yang disertai dengan perlengketan trombosit dan penimbunan fibrin ataupun akibat dari proses imunologis. Trombositopenia berat <100.000 per µl merupakan tanda buruk bagi ibu hamil.8

Diagnosis sindroma HELLP yaitu:

 Didahului tadna dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)

(28)

 Tanda-tanda hemolisis intravaskular: kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek

 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar: kenaikan ALT, AST, LDH

 Trombositopenia ( trombosit ≤ 150.000/ml)

 Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada atau tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP

Diagnosis dini sangat penting pada sindroma HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengelolaan pada preeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Cairan yang diberikan adalah RD 5%, bergantian RL 5% dengan kecepatan 100 ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak dilakukan seksio sesaria dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu diberi transfusi trombosit. Bila trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesaria maka perlu diberi transfusi darah segar. Dapat pula diberikan plasma exchange dengan fresh frozen plasma dengan tujuan menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.

Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap 12 jam segera setelah diagnosis sindroma HELLP ditegakkan. Kegunaan doublestrength dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan preterm, meningkatkan pematangan paru janin, dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala klinik dan laboratorik.

Pada sindroma HELLP post partum diberikan deksametason 10 mg IV setiap 12 jam 2 kali, disusul pemberiam 5 mg deksametason 2 x selang 12 am (tappering off).

Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan: meningkatnya produksi urin, trombosit > 100.000/ml, menurunnya tekanan darah, menurunnya kadar LDH, dan AST. Bila terjadi ruptur hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi.

(29)

Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur kehamilan, harus segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan secara pervaginam maupun perabdominam. Perlu diperhatikan adanya gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).

(30)

BAB 3 LAPORAN KASUS STATUS IBU HAMIL

Anamnesa Pribadi

Nama : Ny. H

Umur : 24 tahun

Suku : Jawa

Alamat : Jl. Indragiri LK VI, Kec: Medan Belawan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

Status : Menikah

Tanggal masuk : 20 Februari 2016 Jam masuk : 01.26 WIB

Anamnesa Penyakit

Ny. H, 24 tahun, G1P0A0, Jawa, Islam, SMP, IRT, i/d Tn. G, 25 tahun, Jawa, Islam,

buruh, merupakan pasien rujukan dari RS luar dengan diagnosa PEB + PG + KDR (32-34)mgg + PK + AH

Keluhan utama : tekanan darah tinggi

Telaah : Hal dialami os sejak sehari yang lalu. Os datang ke bidan 1 hari yang lalu karena keluhan tidak enak badan, bengkak pada kedua kaki dan tangan, serta wajahnya tampak sembab, didapati bahwa tekanan darahnya tinggi yaitu 180/100 mmHg . Oleh bidan diberi obat dan langsung dirujuk ke RS luar sebelum dirujuk ke RSU Pirngadi. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat sakit kepala (-). Riwayat nyeri ulu hati (-). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat mual muntah (+) sejak 2 hari ini sebanyak 2x per hari. Riwayat trauma (-).Riwayat dikusuk (-). Riwayat

(31)

mules-mules mau melahirkan (-). Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-). Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-).BAK (+) N, BAB (+) N

Riwayat penyakit terdahulu :

-Riwayat pemakaian obat : -Inj MgSO4 20% (20cc)

-Inj Furosemid 1amp/12 jam -Nifedipin 10mg RIWAYAT HAID - HPHT : 25/7/2015 - TTP : 2/5/2016 - ANC : Bidan 2 X RIWAYAT PERSALINAN 1. Hamil ini PEMERIKSAAN FISIK STATUS PRESENS

Sens : compos mentis Anemis : -

TD : 180/110 mmHg Ikterik : - HR : 88x/i Sianosis : -RR : 20x/i Dyspnoe : -T : 36,5 0C Oedema : + STATUS GENERALISATA Kepala : dbn

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)

Refleks pupil (+/+), isokor, ka=ki Leher : Pembesaran KGB (-/-)

TVJ R-2 cmH2O

Thorax : SP: vesikular ST:

(32)

-/-Abdomen: lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time < 3 detik Oedem pretibial (+/+), oedem pada tangan (+/+)

STATUS OBSTETRI

Abdomen : Membesar asimetris

TFU : teraba 3 jari di atas umbilikus, Teregang : Kanan Terbawah : Kepala Gerak : + His : -DJJ : 144 x/i, reguler (+) STATUS GINEKOLOGIS VT : Cervix tertutup ST : lendir darah (-) USG TAS :

- Janin tunggal, persentasi kepala, anak hidup - Fetal movement (+), fetal heart rate (+) - BPD 75,3 mm

- FL 58,1 mm - AC 251 mm

- Plasenta corpus posterior - Air ketuban cukup - EFW: 1439 gr

(33)

LABORATORIUM

20 Februari 2016 pukul 01:54

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah rutin WBC 10940 4000-1000/μL RBC 4,42 4-5 x 106/μL HGB 12,8 12-14 gr/dL HCT 36,8 36-42 % PLT 88000 150000-440000/μL SGOT 175,00 0,00-40 U/L SGPT 90,0 0,00-40 U/L

Alkaline Prospatase 143,0 30,0- 142,0 U/L

Total Bilirubin 1,62 0,00-1,20 mg/dl Direct Bilirubin 0,60 0.05-0.30 mg/dL Albumin 1,9 3,6-5,0 g/dL LDH 1658 240-480 U/I Ureum 35 10-50 mg/dL Kreatinin 0,92 0,6-1,2 mg/dL Asam urat 7,0 3,5-7,0 mg/dL Glukosa ad random 108 < 140 mg/dL

(34)

Natrium 130,00 136 – 155 mmol/L Kalium 3,1 3,5 – 5,5 mmol/L Chlorida 111,00 95 – 103 mmol/L D-dimer 3600 <500ng/ml Fibrinogen 464 240-340 mg/dl Urin rutin Protein +++ Negatif DIAGNOSA SEMENTARA

Preeklampsia berat + Sindroma HELLP + PG + KDR (28-30) minggu + PK + AH

TERAPI

- Pasang kateter menetap

- IVFD RL+MgSO4 40% (12 gr)30cc 14 gtt/I maintenance - Inj Cefotaxime 2gr →profilaksis (skin test)

- Inj Dexamethason 15mg →single dose

- Jika tekanan darah ≥ 160/110, berikan nifedipin 10 mg per 30 menit, max. 120 mg/24 jam

- Nifedipine 4 x 10 mg (maintenance)

RENCANA - EKG

- Konsul toleransi operasi dengan anestesi, penyakit dalam dan kardiologi - Terminasi kehamilan

- SC a/i PEB + Hellp Syndrome Follow up

(35)

Pukul Tekanan Darah (mmHg)

Gerak HIS DJJ (x/i) Keterangan

03.00 180/110 + - 144 Nifedipin 10 mg tab

04.00 170/110 + - 156 Jawab konsul kardio:

toleransi operasi low risk Nifedipin 10 mg tab

05.00 170/110 + - 156 Nifedipin 10 mg tab

06.00 170/110 + - 164 Nifedipin 10 mg tab

07.00 170/110 + - 168 Nyeri kepala (+)

(36)

Laporan Seksio Caesaria

Tanggal Operasi : 20 Februari 2016, pukul 08.30 WIB

Diagnosa Pra bedah : PEB + HELLP Syndrome + PG + KDR (28-30)minggu + PK + AH

Diagnosa Pasca Bedah : Post SC a/i PEB + HELLP Syndrome

Tindakan : Seksio Caesaria

Uraian Pembedahan

- Ibu dibaringkan diatas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik. - Dilakukan tindakan aseptik dan antisepsis, seluruh tubuh di tutup doek steril

kecuali lapangan operasi

- Dibawah general anastesi, dilakukan insisi pfannensteil mulai dari kutis, subkutis,fascia, otot, peritoneum. Plika vesikouterina digunting kanan kiri disisipkan di bawah hack blast

- Uterus diinsisi konkaf dilebarkan tumpul

- Dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, BB 1400 gr, PB 42 cm . A/S : 6/9, anus (+)

- Tali pusat diklem pada dua sisi, digunting diantaranya - Plasenta dilahirkan secara PTT, kesan : lengkap

- Cavum uteri dibersihkan dengan kassa steril, kesan : bersih.

- Uterus dijahit secara hemostatic figure of eight interlocking. Kontrol perdarahan.

- Dilkukan reperitonealisasi. Kontrol perdarahan.

- Lapisan abdomen dijahit lapis demi lapis dengan kontrol perdarahan - Operasi selesai

- Kondisi umum ibu post SC stabil.

TERAPI

- IVFD RL+MgSO4 40% 12 gr  30cc 14 gtt/i - IVFD RL + Oxitosin 10-10-5-5 /12 jam IU  14 gtt/i - Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam - Inj. Gentamycin 80 mg/12 jam

(37)

- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam

- Nifedipine 4 x 10 mg → Jika TD ≥160/110 mmHg berikan Nifedipin 10 mg/30 menit, dosis maksimal 120 mg/24 jam

- Inj. Dexamethason rescue 10 mg-10 mg-5 mg-5 mg / 12 jam

RENCANA

- Cek darah rutin 2 jam post SC, panell HELLP, albumin - Observasi vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan

PEMANTAUAN POST SC Jam ( WIB ) 09.30 09.45 10.00 10.30 11.00 Nadi permenit 112 116 110 112 116 TD ( mmHg ) 170/110 170/110 170/110 160/110 160/110 Pernafasan permenit 22 20 22 22 22 Perdarahan 10cc 10cc 5cc 5cc 0cc

(38)

FOLLOW UP PASIEN 20

Februari 2016

Hasil Laboratorium 2 jam Post SC

Hb : 13,5 gr/dl N: 12-14 gr/dl

Leukocyte : 19,490/mm3 N: 4000-11000 /uL

Hematocrit : 38,3% N: 36,0-42,0 %

Trombocyte : 83.000/mm3 N: 150.000-440.000 /uL

SGOT/SGPT : 175 / 90 U/L N: 0.00-40.00 U/L

ALP : 143 U/L N: 30-142 U/L

Billirubin Total : 1,62 mg/dl N: 0-1,2 mg/dl Direct bilirubin : 0,60 mg/dl N: 0,05-0,30 mg/dl Albumin : 1,9 g/dl N: 3,6-5 g/dl LDH : 1658 U/L N: 240-480 U/L Ur : 35 mg/dl N: 10-50 mg/dl Cr : 0,92 mg/dl N: 0,60-1,20 mg/dl Uric Acid : 7 mg/dl N: 3,50-7-00 mg/dl Glukosa adr : 108 mg/dl N: < 140 mg/dl Na : 130 mmol/L N: 136-155 mmol/L K : 3,1mmol/L N: 3,5-5,5 mmol/L Cl : 111 mmol/L N: 95-103 mmol/L

R/ Substitusi albumin : ( 3-1,9) x 70 x 0,8 / 20 = 3,08 (masukkan albumin 20% dalam 300cc→100cc setiap hari selama 3 hari.

2 1 Februari 2016

S Nyeri bekas luka operasi (+) O Status Present :

Sensorium : Compos Mentis Anemis :

-TD : 160 / 110 mmHg Dyspnoe : -HR : 105 x/i Oedem : - RR : 22 x/i Ikterik : -T : 36,1 oC Sianosis : -Status Lokalisata : Kepala : Normocephal

Mata : palpebral inferior anemis -/-T/H/M : dbn/nasal kanul terpasang/dbn Thorax : SP: vesikuler, ST: (-)

Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <3dt ,Oedem pretibial (+) Status Obstetrikus :

(39)

Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat L/O : tertutup verban , kering

P/V : (-) lochia (+) rubra

BAK : (+) via kateter, UOP ± 45 cc/jam warna kuning kemerahan

BAB : (-) flatus (-)

A Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH1

P Th/

 IVDF RL+ Oxytocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i

 Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam

 Inj. Gentamycin 80mg/12jam

 Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam

 Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam

 Inj. Dexamethason rescue 10 mg-10 mg-5 mg-5 mg/ 12 jam

 Nifedipine 4x10mg

 Alinamin F 1amp/12 jam R/

 Awasi Vital Sign, Kontraksi, UOP dan tanda - tanda perdarahan

 Albumin 20% 3FLs (1Fls/hr)

22

Februari 2016

S Nyeri bekas luka operasi (+) O Status Present :

Sensorium : Compos Mentis Anemis : +

TD : 170 / 100 mmHg Dyspnoe :

-HR : 108 x/i Oedem : -

RR : 20 x/i Ikterik :

-T : 36,8 oC Sianosis :

-Status Obstetrikus :

Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat L/O : tertutup verban , kering

P/V : (-) lochia (+) rubra

BAK : (+) via kateter , UOP:750cc/12jam, berwarna kuning keruh

BAB : (-) flatus (+)

A Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH2

(40)

- IVFD RL  20 gtt/i

- Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam - Inj. Gentamycin 80mg/12jam - Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam - Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam - Inj. Furosemid 10mg/ 12jam - Nifedipine 4x10mg

- Captopril 2x25mg - KSR tab 2x1 R/Cek panel HELLP Hasil Laboratorium

Hb : 10,8 gr/dl N: 12-14 gr/dl

Leukocyte : 17.810 /mm3 N: 4000-11000 /uL

Hematocrit : 31,9 % N: 36,0-42,0 %

Trombocyte : 159.000/mm3 N: 150.000-440.000 /uL

SGOT : 40 U/L N: 0.00-40.00 U/L

SGPT : 35 U/L N: 0.00-40.00 U/L LDH : 762 U/L N: 240-480 U/L Ur : 35 mg/dl N: 10-50 mg/dl Cr : 0,78 mg/dl N: 0,60-1,20 mg/dl 23 Februari 2016

S Nyeri bekas luka operasi (+) O Status Present :

Sensorium : Compos Mentis Anemis : +

TD : 200 /110 mmHg Dyspnoe :

-HR : 100 x/i Oedem :

-RR : 24 x/i Ikterik :

-T : 37,0 oC Sianosis :

-Status Obstetrikus :

Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) N

TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) kuat L/O : tertutup verban , kering

P/V : (-) lochia (+) rubra

BAK : (+) via kateter, UOP:60cc/jam BAB : (+) flatus (+)

A Post SC a/i PEB + HELLP Sindrome + NH3

P R/ -Aff kateter -Aff Infus

-Pasien minta PAPS Th/ -Cefadroxil 2x500mg -Metronidazol 2x500mg

(41)

-B Comp 2x1 -Ranitidine 2x1 -Nifedipine 4x10mg -Captopril 2x25mg

(42)

BAB 4 ANALISA KASUS

Seorang wanita, Ny.H, usia 24 tahun, G1P0A0 datang ke RSUPM pada

tanggal 20 Februari 2016 pukul 01.26 WIB dengan keluhan tekanan darah tinggi. Os merupakan pasien rujukan RS luar dengan diagnose PEB + PG + KDR (32-34)mgg + PK + AH. Waktu di RS luar tekanan darah 180/100mmHg. Riwayat mual muntah (+) sejak 2 hari ini.

Pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 180/110mmHg dan oedem pada wajah dan ekstremitas. Pemeriksaan obstetrikus dengan kesan PK, AH dan DJJ 144kali/menit. Pemeriksaan ginekologis dengan kesan cervix tertutup.

Hasil USG-TAS dengan kesan IUP (29-30)mgg + PK + AH. Hasil laboratorium dengan kesan thrombositopenia, peningkatan enzim hati dan peningkatan LDH. Pemeriksaan urin dengan kesan proteinuria +3. Sehingga pasien di diagnosa dengan PEB dan sindroma HELLP. Setelah dilakukan stabilisasi, namun kondisi semakin memburuk, maka diputuskan untuk dilakukan SC Cito, lahir bayi perempuan, BB 1400 gr, PB 42 cm . A/S : 6/9, anus (+).

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

 Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam.

 Disebut preeklampsia berat dengan impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus,

muntah- Pada kasus ini ditemukan tekanan darah saat masuk 180/110 mmHg disertai proteinuria (+++) dan tidak ditemukan riwayat hipertensi sebelumnya

 Pasien mengeluhkan mual muntah 2x per hari 2 hari sebelum masuk RS sehingga OS didiagnosa dengan preeklampsia berat

(43)

muntah, nyeri epigatrium, dan kenaikan progresif tekanan darah

 Penderita preeklampsia berat harus dirawat inap dan dipasang foley catheteter untuk mengukur pengeluaran urin. Medikamentosa yang diberikan yaitu anti-konvulsan dan anti hipertensi

 Indikasi dilakukannya perawatan aktif pada ibu antara lain kehamilan>37 minggu, impending eklampsia, kegagalan pada perawatan konservatif, dan HELLP Syndrome

 Pada pasien ini telah dilakukan pemasangan kateter dan pemberian medikamentosa berupa MgSO4 20% 4gr  20cc pada loading dose di RS luar dan MgSo4 40% 12gr  30cc pada maintenance dose dan pemberian antihipertensi yaitu nifedipin

 Pada kasus ini, dari hasil pemeriksaan laboratorium

didadapati trombosit

83.000/mm3, SGOT 175 U/I,

SGPT 90 U/I dan LDH 1658 U/I, sehingga OS didiagnosis dengan preeklampsia berat + sindroma HELLP, kemudian dilakukan stabilisasi, namun kondisi tetap, maka diputuskan untuk dilakukan SC Cito, lahir bayi perempuan, BB 1400 gr, PB 42 cm . A/S : 6/9, anus (+).sehingga dilakukan terminasi kehamilan yaitu sectio caesaria

(44)

1) Apakah penanganan untuk pasien ini sudah tepat?

2) Sebagai dokter umum di level puskesmas, apabila menemukan kasus seperti ini apa yang harus dilakukan?

(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gant C, Gilstrap L, Wenstrom H. Hypertensive disorders in pregnancy. In: Williams Obstetrics. 21stEd. New York: McGraw-Hill. 2001: pp. 567-609

2. Lim, Kee-Hak. Preeclampsia. 2014. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview. [Accesed 15th June 2015]

3. Chappel, S. Morgan,L. Searching for genetic clues to the causes of preeclamsia. Clinical Science. 2006: 443-458

4. Powe, CE. Levine, RJ. Karumanchi SA. Preeclampsia, a Disease of the Maternal Endothelium. The Role of Antiangiogenic Factors and Implications for Later Cardiovascular. 2011. Available at http://circ.aha journals.org/content/123/24/2856.full.pdf+html. [Accesed 15th June 2015] 5. Depkes RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI. 2001.

6. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-pregnancy-pdf [Accesed 15th June 2015]

7. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. 8. Tanjung, MT. Preeklampsia: Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor

Fibrinolisis Ibu dan Gas Darah Tali Pusat. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2004.

9. Indriani N. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal. 2011.

10. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension in pregnancy : The management of hypertensive disorders during pregnancy. 2011. Available at http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/ guidance-hypertension-in-pregnancy-pdf [Accesed 9th February 2015]

11. World Health Organization. WHO recommendations for Prevention and treatment of pre-eclampsia and eclampsia. 2011. Available at http://www.hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/obsandgynaeprogram me/guideeclamspsia.pdf [Accesed 15th June 2015]

(46)

L., editor. Obstetrics & Gynaecology. 3rd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2008: 165-169.

13. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The Diagnosis And Management Of Pre-Eclampsia And Eclampsia Clinical Practice Guideline. 2013. Available at http://whqlibdoc.who.int/publications/2011/97892415483 35_en g.pdf [Accesed 15th June 2015]

14. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive Summary. 2014. Available at http://sogc.org/wp-content/uploads/2014/05/ gui307CPG1405E1.pdf [Accesed 15th June 2015]

Referensi

Dokumen terkait

Etiologi kanker payudara belum dapat diketahui dengan jelas tetapi banyak penelitian menyebutkan adanya hubungan beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya

Kerangka konseptual adalah suatu model yang menjelaskan hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi bagi rinosinusitis kronis antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui tukang ojek yang mengalami keluhan Carpal Tunnel Syndrome sebanyak 72 responden (75%).. Faktor yang dominan menyebabkan

Berbagai macam etiologi dapat menyebabkan reaksi likenoid pada rongga mulut, meskipun penyebab utama kemunculannya tidak diketahui tetapi pemakaian obat antihipertensi (tabel

risiko banyak$ penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital  hospital .. 5adi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Faktor

Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi

Faktor Komplikasi Kehamilan Beresiko Terhadap Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Hasil analisis diketahui nilai p-value 0.00 < alpha 0.05 yang memiliki makna ada korelasi yang