• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA ACUAN SURVAELINS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERANGKA ACUAN SURVAELINS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KERANGKA ACUAN

KERANGKA ACUAN

PEMBINAAN PHBS

PEMBINAAN PHBS

I. I. PENDAHULUANPENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Berkaitan dengan itu diharapkan masyarakat mampu derajat kesehatan yang optimal. Berkaitan dengan itu diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara

berpartisipasi aktif dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri,dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri, sehingga bukan menjadi obyek, tetapi menjadi subyek dalam pembangunan sehingga bukan menjadi obyek, tetapi menjadi subyek dalam pembangunan kesehatan.

kesehatan.

Mengacu pada Undang

Mengacu pada Undang

 –

 –

  Undang Nomor 25 / 2000 tentang Program  Undang Nomor 25 / 2000 tentang Program Pembangunan Nasional bidang Kesra, disebutkan bahwa terdapat 6 Program Pokok Pembangunan Nasional bidang Kesra, disebutkan bahwa terdapat 6 Program Pokok Pembangunan Kesehatan, dimana program Perilaku sehat merupakan prioritas utama Pembangunan Kesehatan, dimana program Perilaku sehat merupakan prioritas utama yang harus diupayakan.

yang harus diupayakan.

Sesuai tuntutan reformasi pembangunan, maka sektor kesehatan juga Sesuai tuntutan reformasi pembangunan, maka sektor kesehatan juga mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu mengajak dan memotivasi mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu mengajak dan memotivasi masyarakat pada umumnya dan penyelenggara pelayanan

masyarakat pada umumnya dan penyelenggara pelayanan kesehatan khususnya untukkesehatan khususnya untuk mulai mengubah pola piker dari sudut pandang sakit menjadi sudut pandang sehat mulai mengubah pola piker dari sudut pandang sakit menjadi sudut pandang sehat yang lebih dikenal

yang lebih dikenal dengan istilah Paradigma sehat.dengan istilah Paradigma sehat.

Paradigma sehat tersebut dijabarkan dan dioperasionalkan dalam bentuk Paradigma sehat tersebut dijabarkan dan dioperasionalkan dalam bentuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yaitu dalam budaya hidup perorangan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yaitu dalam budaya hidup perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, serta bertujuan untuk keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, serta bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental maupun meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental maupun sosial.

(2)

II.

II. TUJUANTUJUAN 1.

1. Tujuan UmumTujuan Umum

Meningkatkan dan memelihara serta melindungi kesehatan perorangan, keluarga Meningkatkan dan memelihara serta melindungi kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat baik fisik, mental spiritual

dan masyarakat baik fisik, mental spiritual maupun sosial.maupun sosial.

2.

2. Tujuan KhususTujuan Khusus a.

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mandiri dalam mengupayakanMeningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mandiri dalam mengupayakan kesehatannya.

kesehatannya. b.

b. Meningkatkan sikap masyarakat untuk mandiri dalam upaya memeliharaMeningkatkan sikap masyarakat untuk mandiri dalam upaya memelihara kesehatannya.

kesehatannya. c.

c. Meningkatkan perilaku masyarakat untuk mandiri dalam upaya memeliharaMeningkatkan perilaku masyarakat untuk mandiri dalam upaya memelihara kesehatannya.

kesehatannya. d.

d. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mandiri dalam upaya memeliharaMeningkatkan peran serta masyarakat untuk mandiri dalam upaya memelihara kesehatannya.

kesehatannya.

III.

III. SASARANSASARAN

Sasaran kegiatan ini yaitu : Sasaran kegiatan ini yaitu : 1.

1. Rumah TanggaRumah Tangga 2.

2. SekolahSekolah 3.

3. TempatTempat

 –

 –

 tempat ibadah tempat ibadah

IV.

IV. WAKTUWAKTU

Pembinaan PHBS dilakukan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah disusun Pembinaan PHBS dilakukan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah disusun

V.

V. LOKASILOKASI

Lokasi pembinaan meliputi wilayah kerja Puskesmas

Lokasi pembinaan meliputi wilayah kerja PuskesmasSiwuluhSiwuluhkabupaten Brebeskabupaten Brebes VI.

VI. PELAKSANAPELAKSANA

Pelaksana kegiatan PHBS adalah: Pelaksana kegiatan PHBS adalah:

(3)

1. Petugas PKM 2. Petugas UKS 3. Petugas HS 4. Petugas Gizi 5. Bidan Desa 6. Kader PHBS VII. PENUTUP

Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan pembinaan PHBS.

Mengetahui

Kepala Puskesmas Siwuluh

Dr. Suparto Hary Wibowo, M.Kes NIP. 196707032002121003

Siwuluh,

Koordinator Sub Unit Promkes

... NIP.

(4)

KERANGKA ACUAN

PENYELIDIKAN EPIDEMOLOGI DBD

I. PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) mempunyai gejala demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai tanda-tanda perdarahan berupa bintik-bintik merah, mimisan, perdarahan pada gusi, muntah darah, berak darah. Pemeriksaan laboratorium dari sediaan darah hematokrit naik 20% dan trombosit <100.000/mm3 dan serologis positif. [1]

Tersangka Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah Demam 2-7 hari ditandai dengan manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet positif, ptekie, perdarahan pada gusi, dan epistaksis atau mimisan.

Ambil Spesimen:

- Periksa Darah Lengkap (Trombosit & Hematokrit), - Tes Serologi

Jika hasil positif, Lakukan Respon KLB

Beri minum yang banyak, kompres, antipiretik golongan parasetamol.

Rujuk ke Rumah Sakit bila panas tidak turun dalam 2 hari atau keadaan tambah memburuk.

Respons Pelaporan:

 W1

 Hasil pemeriksaan penunjang/lab

Respons Kesehatan Masyarakat:

 Penyelidikan Epidemiologi  Surveilans intensif

 Ambil specimen dari sebagian kasus untuk konfirmasi Lab serologi  Membentuk posko pengobatan di lapangan

 Melakukan pemberantasan vektor (PSN, Foging, Larvasidasi)  KIE

(5)

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Pencegah terhadap menyebaran penyakit DBD 2. Tujuan Khusus

a. Menurunkan Frekuensi Penyebaran Penyakit DBD

b. Menurunkan jumlah kasus dan kematian dalam suatu penyebaran penyakit

c. Membatasi penyebaran luasnya penyakit DBD

III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

a. Penemuan kasus  b. Pelacakan Kasus

c. Hot Case

d. Survey Status Imunisasi Polio e.  Nomor Epid

f.  Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak g. Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari

h. Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi

IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN a. Menerima feed back dari RS / DKK

b. Lapor pada kepala Puskesmas

c. Menyiapkan alat-alat d. Berangkat ke lokasi e. Lapor pada kepala desa

f. Menjelaskan maksud dan tujuan pada keluarga pasien

g. Melakukan pemeriksaan jentik aedes aegipty dan lakukan abatisasi h. Catat hasil pemeriksaan

i. Laporkan hasil pemeriksaan ke DKK  j. Pengarsipan

(6)

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Sesuai adanya laporan kasus dari masyarakat atau bidan desa / kalau ada kasus

VI. SASARAN

Diwilayah kerja puskesmas Siwuluh ( 6 Desa ) desa tegalglagah, desa petunjungan, desa banjaratma,desa siwuluh, desa luwungragi dan desa bangsri

VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

a. Sumber data dari Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

b. Sumber data dari dokter praktek , bidan, perawat, dan pelayanan kesehatan swasta c. Masyarakat /maupun petugas desa siaga

VIII. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI

 Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap ada laporan dari masyarakat /feedback

dari Rmhskt untuk dilakukan PE dan ditulis dalam buku dan form W1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

 Setiap minggu direkap atau laporan kalau ada kasus atau tidak ada Kasus ke Dinas Kesehatan

Kabupaten

IX. PENUTUP

Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan penyelidikan epidemologi DBD

Mengetahui

Kepala Puskesmas Siwuluh

Dr. Suparto Hary Wibowo, M.Kes NIP. 196707032002121003

Siwuluh,

Koordinator Sub Unit Promkes

... NIP.

(7)
(8)

KERANGKA ACUAN

SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (SKD-KLB) CAMPA

K

I. PENDAHULUAN

Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan  berbahaya lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan  jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak padasektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintaskabupaten/kota, provinsi, regional bahkan internasional yang membutuhkan koordinasi dan penanggulangan.

Penanggulangan KLB/wabahpenyakit menular diatur dalam UU No.4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, Permenkes no 949 tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan SKD KLB dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan provinsi sebagai daerah otonom yang berpengaruh terhadap penyelenggaran penggulangan KLB/wabah serta peraturan terkait lainnya yang berhubungan dengan SKD KLB.

Dampak KLB : KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang besar sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak yang terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi ancaman KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB/wabah.

Pengertian KLB : (1) Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap  penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan

teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat; (2) Peringatan kewaspadaan dini KLB adalah pemberian informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu; (3) Deteksi dini KLB adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan  perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB; (3) Kondisi rentan KLB adalah kondisi masyarakat, lingkungan, perilaku dan penyelenggaraan  pelayanan kesehatan yang merupakan faktor risiko terjadinya KLB.

Ruang Lingkup : Kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus menerus dan sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, peringatan kewaspadaan dini KLB dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana dan  prasarana kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya

(9)

i. Tujuan penyelenggaraan Kegatan SKD KLB : Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB, seperti (1) Teridentifikasinya adanya ancaman KLB; (2)Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB; (3)Terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB; (4) Terdeteksinya secara dini adanya kondisi rentan KLB; (4) Terdeteksinya secara dini adanya KLB; (5) Terselenggaranya penyelidikan dugaan KLB.

Secara umum kegiatan SKD KLB meliputi :

Kaji an E pidemiologi 

, Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian secara terus menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan menggunakan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah : Data surveilans epidemiologi penyakit  berpotensi KLB; Kerentanan masyarakat spt status gizi yang buruk, imunisasi yang tdk lengkap,  personal hygiene yang buruk dll; Kerentanan lingkungan spt sanitasi dan lingkungan yang jelek; Kerentanan pelayanan kesehatan spt sumberdaya, sarana dan prasarana yang rendah atau kurang memadai; Ancaman penyebaran penyakitberpotensi KLB dari daerah lain; Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi.Sumber data surveilans epidemiologi penyakit adalah :Laporan KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB, Data epidemiologi KLB dan upaya  penanggulangannya, Surveilans terpadu penyakit berbasis KLB, Sistem peringatan dini KLB di

rumah sakit.Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi adalah :Data surveilans terpadu penyakit, Data surveilans khusus penyakit berpotensi KLB, Data cakupan program. Data cakupan program tersebut diantaranya adalah Datalingkungan pemukiman, dataperilaku masyarakat, data pertanian, data meteriologi dan fisika;Informasi masyarakat sebagai laporan kewaspadaan dini; Data terkait lainnya.

Peringatan K ewaspadaan,

  Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada daerah tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3

 – 

  6 bulan yang akan datang) dan disampaikan kepada semua unitterkait di Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI, sektor terkait dan masyarakat sehingga mendorong peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB di unit pelayanan kesehatan dan program terkait serta peningkatan kewaspadaan masyarakat perorangan dan kelompok.Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap penyakit berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yangakan datang) agarterjadi kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat dijadikan acuan perumusan perencanaan strategis program penanggulangan KLB.

Suatu wilayah tertentu dinyatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb : (a) Angka kesakitan dan atau angka kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan kenaikan yang mencolok (bermakna) selama 3 kali masa observasi berturut-turut (Harian atau Mingguan), (b) Jumlah penderita dan atau jumlah kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (Harian, MIngguan, Bulanan) dibandingkan dengan rata-rata dalam satu tahun terakhir, (c) Peningkatan CFR (case fatality rate) pada suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dalam waktu satu bulan dibandingkan CFR bulan lalu, (d) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu (Mingguan, Bulanan) di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dibandingkan dengan  periode yang sama pada tahun yang lalu.

(10)

Peningkatan Kewaspadaan dan K esiapsiagaan terhadap KLB

. Kewaspadaan dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini kondisi rentan KLB, peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini KLB, penyelidikan epidemiologi adanya dugaan KLB, kesiapsiagaan menghadapi KLB dan mendorong segera dilaksanakan tindakan penggulangan KLB.

Deteksi dini kondisi rentan KLB. Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan, perilaku dan kerentanan  pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau PWS kondisi rentan. Dalam penerapan cara surveilans epidemiologi terhadap KLB, dapat dilakukan dengan : (1) Identifikasi kondisi rentan KLB, (2) Mengidentifikasi secara terus-menerus perubahan kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah, (3) Pemantauan wilayah setempat kondisi rentan KLB. Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data  perubahan kondisi rentan KLBmenurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun

tabel dan grafik PWS kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus-menerus dan secara sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB, (4) Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan : Di Sarkes secara aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan kondisi rentan oleh masyarakat,perorangan atau kelompok; Di Sarkes petugas meneliti dan mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat, status kesehatan masyarakat,status pelayanan kesehatan; Petugas kesehatan mewawancarai  pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB;

Mengunjungi daerah yangdicurigai terdapat perubahan kondisi rentan.

Deteksi dini KLB. Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB dengan mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap penyakit- penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB : (1) Identifikasi kasus berpotensi KLB. Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke UPK diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain disekitar tempat tinggal kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan kasus; (2) PWS penyakit  berpotensi KLB.Setiap UPK melakukan analisis adanya dugaan peningkatan penyakit dan faktor

risiko yang berpotensi KLB diikuti penyelidikan kasus; (3) Penyelidikan dugaan KLB.

Penyelidikan dugaan KLB dilakukan dengan cara : Di UPK setiap petugas menanyakan kepada setiap pengunjung UPK tentang kemungkinan adanya peningkatansejumlah penderita yang diduga KLB pada lokasi tertentu; Di UPK setiap petugas meneliti register rawat jalan dan rawat inap khususnya yang berkaitan dengan alamat penderita, umur dan jensis kelamin atau karakteristiklain; Petugas kesehatan mewawancarai kepala desa atau pihak yang terkait yang mengetahui keadaan masyarakat tentang adanya peningkatan kasus yang diduga KLB; Membuka  pos pelayanan di lokasi yangdiduga terjadi KLB; Mengunjungi rumah-rumah penderita yang

dicurigai memunculkan KLB.

Deteksi dini KLB dapat dilakukan melalui : pelaporan kewaspadaan KLB oleh masyarakat, Perorangan dan organisasi yang wajib membuat laporan kewaspadaan KLB antara lain : Orang yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB; Petugas kesehatan yang memeriksa penderita yangberpotensi KLB; Kepala instansi yangterkait seperti

(11)

kepala pelabuhan, kepala stasiun kereta api, kepala bandara udara dll serta UPK lainnya;  Nahkoda kapal, pilot dan sopir.

Kesiapsiagaan menghadapi KLB. Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap SDM, sistem konsultasi dan referensi, sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan tim penanggulangan KLB serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB kabupaten/kota, provinsi dan pusat.

Tindakan Penanggulangan KLB yang Cepat dan Tepat. Setiap daerah menetapkan mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan dilakukan tindakan  penanggulangan dengan cepat dan tepat. Tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat

dilakukan dengan : Advokasi dan Asistensi Penyelenggaran SKD KLB Advokasi dan asistensi tujuannya agar SKD KLB berjalan secara terus menerus dengan dukungan daripihak yang terkait; Pengembangan SKD KLB Darurat. Untuk menghadapi ancaman terjadinya KLB  penyakit tertentu yang sangat serius dapat dikembanghkan dan atau ditingkatkan SKD KLB  penyakittertentu dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas.

Peran Unit SKD KLB dan Mekanisme Kerja. Masing masing unit yang ada dijajaran kesehatan dapat berperan sebagai berikut : (1)Peran Dinas Kesehatan Provinsi : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB; Peringatan Kewaspadaan Dini KLB; Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB; Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB,(2) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kajian Epidemiologi Ancaman KLB,  Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB, Pengembangan SKD KLB Darurat; (3) Peran Puskesmas : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, (4) Peran Masyarakat (perorangan, kelompok dan masyarakat): Peningkatan kegiatan pemantauan perubahan kondisi rentan; Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan penyakit dengan melapor kepada  puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan kewaspadan dini; Melaksanakan  penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di tengah masyarakat; Melakukan identifikasi  penderita, pengenalan tatalaksana kasus dan rujukan serta upaya pencegehan dan pemberantasan

tingkat awal

Indikator Kinerja  : Indikator kinerja SKD KLB adalah : (1) Kajian dan peringatan kewaspadaan dini KLB secara teratur setidak-tidanya setiap bulan dilaksanakan oleh Dikes Kabupaten/Kota, Provinsi dan Depkes RI; (2) Terselenggaranya deteksi dini KLB penyakit  berpotensi KLB prioritas di puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium, (3) Kegiatan  penyelidikan dan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat terlaksana kurang dari 24 jam sejak

teridentifikasi adanya KLB atau dugaan KLB, (4) Tidak terjadi KLB yang besar dan  berkepanjangan.

I. TUJUAN

a. Tujuan Umum

(12)

b. Tujuan Khusus

 Menurunkan Frekuensi Penyebaran Penyakit DBD

 Menurunkan jumlah kasus dan kematian dalam suatu penyebaran

penyakit

 Membatasi penyebaran luasnya penyakit DBD

 KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

a. Penemuan kasus  b. Pelacakan Kasus

c. Hot Case

d. Survey Status Imunisasi Polio e.  Nomor Epid

f.  Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak g. Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari

h. Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi

 CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

a. Menerima feed back dari RS / DKK b. Lapor pada kepala Puskesmas c. Menyiapkan alat-alat

d. Berangkat ke lokasi e. Lapor pada kepala desa

f. Menjelaskan maksud dan tujuan pada keluarga pasien

g. Melakukan pemeriksaan jentik aedes aegipty dan lakukan abatisasi h. Catat hasil pemeriksaan

i. Laporkan hasil pemeriksaan ke DKK  j. Pengarsipan

 JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Sesuai adanya laporan kasus dari masyarakat atau bidan desa / kalau ada kasus

(13)

Diwilayah kerja puskesmas Siwuluh ( 6 Desa ) desa tegalglagah, desa petunjungan, desa banjaratma,desa siwuluh, desa luwungragi dan desa bangsri

 EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

d. Sumber data dari Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

e. Sumber data dari dokter praktek , bidan, perawat, dan pelayanan kesehatan swasta f. Masyarakat /maupun petugas desa siaga

 PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI

I. Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap ada laporan dari masyarakat /feedback dari Rmhskt untuk dilakukan PE dan ditulis dalam buku dan form W1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

II. Setiap minggu direkap atau laporan kalau ada kasus atau tidak ada Kasus ke Dinas Kesehatan Kabupaten

 PENUTUP

Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan penyelidikan epidemologi DBD

Mengetahui

Kepala Puskesmas Siwuluh

Dr. Suparto Hary Wibowo, M.Kes NIP. 196707032002121003

Siwuluh,

Koordinator Sub Unit Promkes

... NIP.

(14)

PELACAKAN KASUS AFP

I.

PENDAHULUAN

Acute Flaccyd Paralysis (AFP) merupakan gejala awal dari penyakit Polio. Surveilans kasus lumpuh layuh akut (AFP) merupakan salah satu strategi dari eradikasi polio, yaitu melakukan pengamatan terus-menerus secara sistematis terhadap setiap kasus AFP. Tujuannya, untuk mendeteksi kemungkinan keberadaan virus polio liar di suatu wilayah, sehingga dapat dilakukan mopping up atau upaya khusus untuk memutus transmisi virus  polio liar agar tidak menyebar ke wilayah yang lebih luas.

Konsep Surveilans AFP

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar-benar kasus AFP

2 .Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus-polio liar.  b. Memantau perkembangan program eradikasi polio.

c. Membuktikan Indonesia bebas polio.

III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

(15)

c. Pelacakan Kasus

d. Pengumpulan Spesimen e. Hot Case

f. Survey Status Imunisasi Polio g.  Nomor Epid

h.  Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak i. Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari

 j. Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi

I. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

Pelaksanaan Surveilans Aktif oleh cantact person :

1. Surveilans aktif dilakukan setiap hari, berkoordinasi dengan contact person diruangan 2. Diskusikan dengan DSA/ DSS hasil temuan

3. Segera lapor < 24 jam ke dinkes kabupaten/ kota apabila menemukan kasus AFP Pelaksanaan Surveilans AFP di Masyarakat/ CBS

 Peran Dinkes Kab./ Kota : Jelaskan Strategi CBS dan peran PKM dalam SAFP,

Koordinasi pelaksanaan SAFP di PKM, Menyiapkan bahan-bahan Densiminasi informasi, Melatih petugas PKM dalam pelaksanaan SAFP

 Peran Puskesmas : Menemukan kasus (PKM, Pustu, Poliklinik desa dan klinik swasta),

Menemukan kasus dan menyebarluaskan informasi (kader, pengobatan tradisional, PKK  pesantren, TOMA dll

 Sebar luas info ke masy. (poster, leaflet, pengenalan kasus kelumpuhan dan melaporkan

lke PKM/ RS dan petugas kesehatn)

 Pelacakan kasus (< 24 jam)

 Lapor ke Dinkes setipa kasus AFP < 24 jam  Melakukan pelacakan bersama Dinkes

 Mengamankan spesimen sebelum dikirim (kontrol suhu)  Mengirimkan laporan mingguan W2 ke Dinkes

II. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Sesuai adanya kasus diduga AFP

III. SASARAN

Semua anak yang umurnya dibawah 15 tahun diwilayah kerja puskesmas Siwuluh

IV. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

a. Sumber data dari Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

b. Sumber data dari dokter praktek , bidan, perawat, dan pelayanan kesehatan swasta c. Masyarakat /maupun petugas desa siaga

(16)

V. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI

 Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap kasus AFP yang ditemukan , baik yang asal

dari dalam maupun luar wilayah kerja, telah dicatat daam form FP1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

 Setiap minggu direkap atau laporan kalau ada kasus atau tidak ada Kasus ke Dinas Kesehatan

Kabupaten

VI. PENUTUP

Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan pelacakan kasus AFP.

Mengetahui

Kepala Puskesmas Siwuluh

Dr. Suparto Hary Wibowo, M.Kes NIP. 196707032002121003

Siwuluh,

Petugas Surveilans Epidemologi

Nur Muhamad Wahyu Sani,S.KM NIP.

(17)

KERANGKA ACUAN

PENGAMBILAN SPESIMEN KASUS AFP

I.

PENDAHULUAN

Bahwa perlu dilakukannya pemeriksaan spesimen pada kasus Acute Flaccyd Paralysis (AFP) yang diduga benar-benar sudah dilakukan surveilans Epidemilogi. Surveilans kasus lumpuh layuh akut (AFP) merupakan salah satu strategi dari eradikasi polio, yaitu melakukan pengamatan terus-menerus secara sistematis terhadap setiap kasus AFP. Tujuannya, untuk mendeteksi kemungkinan keberadaan virus polio liar di suatu wilayah, sehingga dapat dilakukan mopping up atau upaya khusus untuk memutus transmisi virus  polio liar agar tidak menyebar ke wilayah yang lebih luas.sehingga secepat mungkin untuk

dilakukan pengambilan spesimen dan diteliti dilaboratorium.

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Pengambilan sampel spesimen tinja kasus AFP

2 .Tujuan Khusus

 Memastikan kasus benar-benar AFP  Mengumpulkan data epid.

 Ambil Spesimen  Cari kasus tambahan

 Memastikan ada/ tidaknya sisa kelumpuhan pada KU 60 hari  Mengumpulkan resume medik/ pemriksaan penunjang lainnya

III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

Prosedur pelacakan

 Isi format pelacakan (FP1)

 Kumpulkan 2 Spesimen Tinja, yang kelumpuhannya < 2 bulan  Upayakan setiap kasus AFP mendapat perawatan medis

 Mencari kasus tambahan (tanyakan : orang tua, TOMA, Kader, guru dll)

 Lakukan follow up (Kunjungan ulang) 60 hari terhadap kasus dengan spesimen tidak

(18)

IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN Pengumpulan Spesimen

 Bila Kelumpuhan terjadi <= 2 bulan saat ditemukan : Isi formulir FP1, Kumpulkan 2

Spesimen Tinja

 Bila Kelumpuhan terjadi > 2 bulan saat ditemukan : Isi formulir FP1, Tidak perlu ambil

spesimen, Membuat resume medik

Pengumpulan Spesimen Tinja

 Perlengkapan pengumpulan spesimen  Prosedur pengumpulan Spesimen  Pengiriman Spesimen ke laboratorium  Prosedur Pengiriman Spesimen

 Spesimen Adekuat

Perlengkapan pengumpulan spesimen

 2 Buah pot bertutup ulir

 2 Buah kantong plastik ukuran kecil (membungkus @ pot tinja)

 2 Buah plastik besar : bungkus 2 pot tinja; Bungkus FP1 dan formulir pengiriman

spesimen

 2 buah kertas label auto-adhesive  Pulpen dengan tinta tahan air  Cellotipe

 FP1 dan FP-S1

 Specimen carrier 5 cold pack  Lackban

 Formulir pemantauan rantai dingin

 Lembar tata cara pengumpulan spesimen

Prosedur pengumpulan Spesimen

 Segera setelah dinyatakan sebagai kasus AFP (2 spesimen dengan jarak kedua

 pengambilan minimal 24 jam)

 Pengambilan spesimen diupayakan < 14 hari

 Penderita diminta BAB di atas kertas, ambil tinja sebanyak ± 8 gr

 Masukan tiap spesimen ke pot tinja, beris cellotipe pada badan dan tutup pot  Beri label (nomor epid, nama dan tanggal ambil spesimen)

 Lapis label dengan cellotape

 Setiap pot masukan ke pot kecil, kemudian dibungkus dalam 1 kantong besar  FP1 dan FP-S1 Bungkus dalam plastik besar (masukan dalam Spesimen carrier)  Masukkan dalam spesimen carrier (ditata agar tdk terguncang)

(19)

 Tutup Spesimen carrier dengan lackban

 Tempelkan alamat laboratorium di badan spesimen carrier

 Apabila di rawat di RS : Minta bantuan petugas RS Titipkan perlengkapan, Jelaskan

 prosedur pengambilan

 Tidak diperoleh pada saat kunjungan lapangan : Minta bantuan orang tua, Buat perjanjian

waktu ambil (jaga suhu, ganti coldpack dengan yang beku setiap 2 hari), Jelaskan ke orang tua cara pengambilan

Pengiriman Spesimen ke laboratorium

 Sebelum dikirim ke tujuan isi formulir pematauan rantai dingin Spesimen (FPS -0)  Pengiriman oleh tim pelacak Kab/ kota atau provinsi

 Kab./ kota dapat mengirim langsung ke lab. Nasional  Pengiriman dengan menggunakan jasa pengirman

Prosedur Pengiriman Spesimen

 Setelah di kemas harus dikirim ke Lab. Nasional s elambat-lambatnya 3 hari  Upayakan tidak pada hari libur (boleh : jika sdh konfirmasi pada pihak lab)

 Bila dikirim melalui provinsi : Periksa kondisi spesimen, Menuliskan kondisi dan tanggal

 pengiriman dari provinsi ke lab. Nasional, Cek Coldpack

Spesimen Adekuat

 2 spesimen dikumpulkan dengan tegang waktu minimal 24 jam  Pengumpulan spesimen < 14 Hari

 Berat ± 8 gram

 Saat diterima Lab.: 2 spesimen tidak bocor, 2 spesimen volume cukup, Suhu dalam

spesimen carrier 2-8C, 2 spesimen tidak rusak.

Hot Case

3 Kategori :

A (Spe. Tdk adekuat, usai < 5 tahun, demam, kelumpuhan tidak simetris) B (spe. Tdk adekuat & dokter mendiagnosis poliomyelettis

C (spe. Tdk adekuat & Cluster)

Cluster : 2 kasus atau lebih, satu wilayah, beda waktu kelumpuhan tidak lebih dari 1  bulan)

Kontak  : usia < 5 thn, berinteraksi dengan kasus sejak kelumpuhan sampai 3 bulan kedapan)

(20)

Prosedur pengambilan spesimen Kontak 

 Setiap hot case ambil 5 kontak  1 kontak ambil 1 spesimen

 Beri label setiap spesimen : Nomor epid, Nama kontak, Tanggal pengambilan  Pengepekan sama dengan spesimen AFP

 Kirim ke Laboratorium Nasional

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Sesuai adanya kasus untuk dilakukan pengambilan spesimen atau tinja

VI. SASARAN

Semua anak yang umurnya dibawah 15 tahun diwilayah kerja puskesmas Siwuluh

VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

Dilakukan pelacakan barangkali ada kasus lain

VIII. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI

 Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap kasus AFP yang ditemukan , baik yang asal

dari dalam maupun luar wilayah kerja, telah dicatat daam form F P1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

 Menuliskan no EP pada setiap kasus di tempat spesimen kasus AFP

 Catat nama alamat dan dan tanggal kapan mengambilan spesimen dilakukan

 PENUTUP

Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan pengambilan spesimen kasus AFP.

(21)

KERANGKA ACUAN

FOGGING FOCUS

I.

PENDAHULUAN

Pengasapan atau fogging untuk memberantas nyamuk aedes aegypti penyebab demam  berdarah bisa berbahaya jika dilakukan tanpa prosedur. Selain bisa menyebabkan orang yang menghirup gas semprotan keracunan, fogging juga berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem.

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Untuk memberantas nyamuk aedes aegipty dewasa

2 .Tujuan Khusus

a. Agar tidak ada penyebaran lebih luas  b. Membunuh nyamuk dewasa

c. Dengan fonging maka akan meminimalkan perkembangan biakan nyamuk lebih  banyak 

III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

 1. Index kasus  2. PE

 3.Analisa hasil PE masuk kriteria fogging, maka persiapan fogging focus  4.Membuat surat pemberitahuan pada kepala desa

 5.Siapkan alat dan bahan  6. Berangkat ke lokasi  7.Lapor pada kepala desa

 8.Pelaksanaan fogging focus dirumah penderita dan disekitarnya  9.Lapor hasil kegiatan pada kepala Puskesmas / DKK

(22)

IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

 Sebagai langkah awal pengasapan/fogging dalam suatu area tertentu, dengan membuat

gambaran atau memetakan area yang disemprot. Area yang tercakup sedikitnya berjarak 200 meter di dalam radius rumah yang terindikasi sebagai lokasi dengue. Kemudian dilakukan peringatan kepada warga terlebih dahulu untuk keluar ruamh dengan terlebih dahulu menutup makanan atau mengeluarkan piaraan.

 Berbagai bahan insektisida yang dipergunakan dalam pelaksanaan operasional fogging

fokus adalah golongan sintentik piretroit dengan do sis penggunaan 100 ml/Ha. Semaentara perbandingan campuran 100 ml : 10 liter solar.

 Sasaran fogging adalah semua ruangan baik dalam bangunan rumah maupun di luar

 bangunan (halaman/pekarangan), karena obyek sasaran adalah nyamuk yang terbang. Sifat kerja dari fogging adalah knock down effect yang artinya setelah nyamuk kontak dengan partikel (droplet) isektisida diharapkan mati setelah 24 jam.

 Terdapat dua macam peralatan yang digunakan untuk pengasapan atau fogging antara

lain mesin fog dan ULV (Ultra Low Volume). Mesin fog dipe rgunakan untuk keperluan operasional fogging dari rumah ke rumah (door to door operation). Untuk keperluan ini dipergunakan swing fog machine SN 11, KeRF fog machine, pulls fog dan dina fog. Beberapa jenis peralatan ini mempunyai prinsip kerja yang sama yakni menghasilkan fog (kabut) racun serangga sebagai hasil kerja semburan gas pembakaran yang memecah larutan racun serangga (bahan kimia yang digunakan), menjadi droplet yang sangat halus dan berwujud sebagai fog. Rata-rata alokasi waktu yang diperlukan dengan penggunaan  peralatan ini adalah 2-3 menit untuk setiap rumah dan halamannya. Sementara Ultra Low

Volume (ULV) menghasilkan cold fog. hasil ini didaptkan dengan mekanisme terjadinya tekanan mekanik biasa terhadap racun serangga melewati system nozzle. Dengan alat ini droplet racun serangga yang dihasilkan jauh lebih halus daripada fog biasa. ULV sangat cocok dipergunakan pada area out door atau luar ruangan.

 Menurut Depkes RI (2005), untuk membatasi penularan virus dengue dilakukan dua

siklus pengasapan atau penyemprotan, dengan interval satu minggu. Penentuan siklus ini dengan asumsi, bahwa pada penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang

mengandung virus dengue atau nyamuk infektif, dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Kemudian akan segera diikuti dengan munculnya nyamuk baru yang akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan terjadinya

 penularan kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama, agar nyamuk  baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain. Sedangkan persyaratan waktu penyemprotan menurut WHO (2003) sebagai berikut :

Kondisi yang Kondisi Kondisi yang

Waktu Pagi hari Pagi sampai tengah Pertengahan pagi

(06.30-08.30) hari atau sore hari, awal

sampai

(23)

angin

(3-13 km/jam) kuat, diatas 13 km/jam

Hujan

Tidak ada hujan Gerimis kecil Hujan lebat Suhu udara

Dingin Sedang Panas

Dalam pelaksanaannya, kegiatan fogging dilakukan minimal oleh dua orang petugas, dengan perhitungan setiap hari dapat menyelesaikan 30-40 rumah (1-1,5 Ha).

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Apabila ada kasus dan di PE dan diyatakan perlu dilakukan fogging.

VI. SASARAN

Sewilayah kerja puskesmas siwuluh yang dinyatakan perlu fogging focus

VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

Setelah dilakukan fogging maka diamati dan dipantau dan tetap melakukan PSN dan Pencatatan dan pelaporan ke dinas

VIII. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI Formulir hasil PE dikirim

IX. PENUTUP

Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan Fogging focus.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Denso Indonesia Sunter Plant telah melaksanakan simulasi tim kesiapsiagaan tanggap darurat banjir sebagai salah satu upaya penanggulangan dalam menghadapi

Untuk mengambil tindakan tanggap bencana secara tepat, sangatlah penting untuk menyiapkan masyarakat yang terorganisir dan terlatih dengan baik bagi penanggulangan bencana. Berikut

Meskipun responden dalam penelitian tersebut memiliki pengetahuan dan sikap yang baik dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD namun tidak diikuti dengan tindakan yang

Untuk mengambil tindakan tanggap bencana secara tepat, sangatlah penting untuk menyiapkan masyarakat yang terorganisir dan terlatih dengan baik bagi penanggulangan bencana. Berikut

ISO 20000-1: 2011 dalam mengukur tingkat layanan teknologi informasi pada PT XYZ dan sebagai upaya perbaikan berkelanjutan dengan rekomendasi yang tepat untuk meningkatkan tingkat

Berbagai pelatihan terlah dilakukan sebagai bentuk upaya peningkatan kapasitas, diantaranya Pelatihan Standar Minimum untuk Pendidikan di Situasi Darurat:

Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat 2.A Surveilans Gizi a Peningkatan Cakupan Pelayanan Melalui Kunjungan Rumah dalam Rangka Konfirmasi Balita Risiko Gangguan Pertumbuhan maupun Status