• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Interaksi Simbolik dalam Kajian Komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teori Interaksi Simbolik dalam Kajian Komunikasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Interaksi Simbolik dalam Kajian Komunikasi

Nuryani Tri Rahayu

Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Univet Bantara Sukoharjo, Jl. Letjen S. Humardani No.1 Sukoharjo 57521, Telp. (0271) 593156, Fax. (0271) 591065 e-mail :

nuryaniskh@yahoo.com Abstrak

Komunikasi adalah pendukung utama eksistensi sistem sosial karena tanpa terjadinya komunikasi maka sekelompok orang yang berada dalam suatu wilayah tertentu tidak dapat disebut sebagai masyarakat. komunikasi juga menjadi sarana bagi manusia untuk memahami dan menginterpretasikan situasi sekelilingnya. Bagi para pakar dari tradisi interaksional, komunikasi dan makna adalah reralitas sosial yang nyata, dan penjelasan-penjelasan kognitif dipandang sebagai kurang penting. Makna diciptakan dan ditopang oleh interaksi dalam kelompok-kelompok sosial. Interaksi, mengukuhkan, memelihara, dan mengubah beberapa konvensi – peran, norma, aturan-aturan, dan makna – didalam suatu kelompok sosial atau budaya dan konvensi ini pada gilirannya mendefinisikan realitas atau budaya itu sendiri. Menurut teori interaksionisme simbolik, interaksi sosial penting sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah penyebab tingkah laku manusia. Dalam interaksi simbolik terjadi penyajian gerak isyarat dan respon terhadap arti dari gerak isyarat tersebut. Pihak-pihak yang berinteraksi mengambil peran secara seimbang sehingga komunikasi dalam interaksi tersebut dapat berjalan efektif. Dalam interaksi simbolik orang menginterpretasikan masing-masing tindakan dan isyarat orang lain berdasarkan arti yang dihasilkan dari interpretasi tersebut. Pandangan ini kemudian diyakini oleh banyak teoretisi komunikasi sebagai pendekatan yang lebih tepat untuk mengkaji fenomena dan realitas komunikasi atau interaksi sosial dalam masyarakat. Kata-kata kunci : Interaksi simbolik, Komunikasi, Studi kualitatif

Pendahuluan

Pokok Pikiran Teori Interaksionisme Simbolik

Interaksi simbolik sebagai salah satu pendekatan dalam sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika Serikat (Suprapto, 2002:127). Menurut Mead, interaksi sosial dalam masyarakat terjadi dalam bentuk utama yaitu : (1) percakapan isyarat (interaksi nonsimbolik) dan (2) penggunaan simbol-simbol penting (interaksi simbolik). Pernyataan tersebut menegaskan bahwa penekanan interaksi simbolik adalah pada konteks simbol, sebab di sini orang mencoba memahami makna atau maksud dari suatu aksi yang dilakukan satu dengan yang lain.

Asumsi dasar teori interaksionisme simbolik menurut Herbert Mead dalam Suprapto (2002:140) adalah ; (1) Manusia bertindak terhadap benda berdasarkan “arti” yang dimilikinya, (2) Asal muasal arti atas benda-benda tersebut muncul dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang, (3) Makna yang demikian ini diperlakukan dan dimodifikasikan melalui proses interprestasi yang digunakan oleh manusia dalam berurusan dengan benda-benda lain yang diterimanya. Ketiga asumsi tersebut kemudian melahirkan pokok-pokok pemikiran interaksi simbolik yang menjadi ciri-ciri utamanya

(2)

yaitu ; (1) Interaksi simbolik adalah proses-proses formatif dalam haknya sendiri, (2) Karena hal tersebut, maka ia (interaksi simbolik) membentuk proses terus menerus yaitu proses pengembangan atau penyesuaian tingkah laku, dimana hal ini dilakukan melalui proses dualisme definisi dan interpretasi, (3) Proses pembuatan interpretasi dan definisi dari tindakan satu orang ke orang lain berpusat dalam diri manusia melalui interaksi simbolik yang menjangkau bentuk-bentuk umum hubungan manusia secara luas (Mead dalam Suprapto (2002:163)

Sementara itu, Ritzer (1992:209) menyatakan bahwa teori interaksionisme simbolik mengandung beberapa prinsip dasar sebagai berikut ; (1) Manusia tidak seperti binatang yang lebih rendah, karena manusia dikaruniai kapasitas berpikir, (2) Kapasitas berpikir tersebut terbentuk oleh adanya interaksi sosial, (3) Dalam interaksi sosial, manusia mempelajari arti simbol-simbol yang memungkinkan mereka menggunakan

kemampuan khusus untuk berpikir (4) Makna-makna dan simbol-simbol

memungkinkan manusia secara khusus membedakan aksi dan interaksi, (5) Manusia dapat mengubah makna-makna dan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam aksi dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka terhadap situasi tertentu, (6) Manusia dapat membuat modifikasi dan perubahan-perubahan karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji aksi yang mana yang mungkin dapat dijalankan, menilai kerugian dan keuntungan, serta memilih salah satunya, (7) Pola-pola aksi dan interaksi yang telah jalin menjalin membentuk kelompok-kelompok dan masyarakat.

Interaksionisme simbolik pada awalnya terbagi dalam dua tradisi yaitu Chicago school dan Iowa school dengan beberapa pokok pikiran masing-masing sebagaimana dijelaskan Littlejohn (1999: 156-160) yang dapat dirangkum sebagai berikut.

Chicago School

Tradisi Chicago terutama dipelopori oleh Herbert Blumer yang melanjutkan karya Herbert Mead. Blumer percaya bahwa diatas seluruh studi mengenai manusia tidak dapat dikendalikan dengan cara-cara yang sama sebagaimana studi tentang benda-benda. Para peneliti mencoba menekankan pada subjek (persoalan), memasuki pengalamannya, dan berusaha memahami nilai masing-masing person. Blumer dan para pengikutnya menghindari pendekatan kuantitatif dan ilmiah serta menekankan sejarah kehidupan, autobiography, studi kasus, catatan harian, surat-surat, dan interview tak terbimbing. Selain itu Blumer juga menegaskan pentingnya observasi partisipatif dalam studi komunikasi. Lebih jauh, tradisi Chicago menunjukkan bahwa orang bersifat kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan setiap situasi dalam cara-cara yang tak terduga. Diri dan masyarakat dipandang sebagai proses dan bukan struktur, dan oleh karenanya, menafikan proses akan menjadikan esensi hubungan sosial tersebut hilang.

George herbert Mead pada umumnya dipandang sebagai penggagas utama gerakan, dan karyanya secara nyata membentuk core (inti) tradisi chicago. Herbert Blumer, murid utama Mead, menemukan terminologi interaksionisme simbolik – ungkapan yang Mead sendiri tak pernah gunakan dan mensarikan tiga konsep utama dalam teori Mead yang terkenal yaitu “masyarakat, diri, dan pemikiran”. Kategori-kategori ini merupakan aspek yang berbeda dari proses umum yang sama, yaitu aksi

(tindakan) sosial. Tindakan sosial adalah suatu konsep payung dimana dibawahnya ada

proses-proses sosial dan psikologis. Tindakan adalah unit yang lengkap dari aturan yang tidak dapat dianalisis dalam bagian-bagian spesifik. Suatu tindakan mungkin singkat

(3)

dan simpel seperti menalikan sepatu misalnya, tapi tindakan dapat juga panjang dan kompleks seperti memenuhi rencana dalam hidup.Tindakan-tindakan berhubungan dengan sesuatu yang lain dan dibangun seumur hidup. Tindakan dimulai dari adanya impuls, melibatkan persepsi dan persetujuan mengenai makna, latihan mental, pertimbangan alternatif-alternatif, dan konsumasi (perwujudan/ penyempurnaan).

Pada sebagian besar bentuk dasarnya, tindakan sosial melibatkan hubungan 3 bagian yaitu ; initial gesture (gerakan penujuk) dari seorang individu, respon terhadap gerakan tersebut oleh individu lain, dan hasil. Hasil adalah makna komunikator bagi tindakan tersebut. Makna tidak semata-mata berada pada sesuatu hal tetapi berada dalam hubungan triadik dari ketiganya.

Dengan ide mengenai tindakan sosial dalam pemikiran ini, kemudian dijelaskan lebih detail tentang fase pertama analisis mead – masyarakat. Masyarakat atau kehidupan kelompok terdiri dari perilaku kerjasama anggota kelompok. Kerjasama manusia memerlukan kesadaran bahwa kita memahami maksud orang lain yang juga menggabarkan apa yang anda dan orang lain akan lakukan kemudian. Jadi, kerjasama terdiri dari “membaca” tindakan dan maksud orang lain serta respon dalam cara yang tepat.

Saling peran (interplay) di antara merespon orang lain dan merespon diri sendiri merupakan konsep penting dalam teori Mead, dan hal tersebut mengarah pada transisi yang tepat menuju konsep keduanya – diri. Seseorang memiliki diri sebab ia dapat merespon dirinya sendiri sebagai objek. Suatu ketika orang dapat bereaksi secara positif (favorabel) pada dirinya sendiri dan merasa bangga, bahagia, serta bersemangat. Suatu ketika menjadi marah atau muak dengan diri sendiri. Cara utama seseorang dapat melihat dirinya sendiri adalah melalui pengambilan peran atau mengasumsikan perspektif orang lain, dan hal ini mengarahkannya untuk memiliki konsep diri.

Istilah lain untuk konsep diri adalah Generalized other yaitu suatu bentuk komposisi/gabungan perspektif dari mana seseorang melihat dirinya sendiri. Generalized other adalah seluruh persepsi seseorang tentang cara orang lain melihatnya. Orang telah mempelajari gambaran diri ini sejak beberapa tahun dari interaksi simbolik dengan orang lain dalam kehidupannya. Significant others, orang terdekat adalah sangat penting sebab reaksi mereka sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.

Diri memiliki dua sisi, masing-masing menyediakan fungsi esensial. The I adalah bagian yang bersifat impulsif, tak terorganisir, tak terarah, dan tak tak terduga dari seseorang. The me, adalah generalized other, terbentuk dari pola-pola berbagi dengan orang lain yang terorganisir dan konsisten. Setiap tindakan dimulai dari impuls dari I dan dengan cepat menjadi tak terkendali oleh me. I merupakan penguat tindakan sedangkan me menyediakan arahan dan bimbingan. Mead menggunakan konsep me untuk menjelaskan penerimaan sosial dan perilaku adaptif dan I untuk menjelaskan impuls kreatif dan tak terduga.

Kemampuan orang menggunakan simbol-simbol signifikan untuk merespon dirinya sendiri membuat pemikiran menjadi mungkin. Pikiran (akal) adalah konsep Mead yang ketiga yang disebut mind. Pikiran bukanlah suatu benda tetapi proses. Ini tak lebih dari interaksi dengan diri sendiri. Kemampuan, yang berkembang sepanjang diri merupakan hal krusial dalam hidup manusia, bagi bagian-bagiannya dari tiap tindakan. Pemikiran melibatkan keragu-raguan, sementara orang menginterpretasikan situasi. Di sini orang berpikir melalui situasi dan merencanakan tindakan ke depan, membayangkan berbagai hasil dan memilih serta mengetes berbagai alternatif yang

(4)

mungkin. Orang menempatkan simbol signifikan yang mengijinkannya menamai objek. dan selalu mendefinisikan objek dalam istilah dari bagaimana ia bertindak terhadap objek tersebut. Segelas air lemon adalah minuman ketika seseorang membayangkannya sebagai minuman. Objek menjadi objek mereka melalui proses pemikiran simbolik individu-individu; ketika individu mengelilingi tindakan baru atau yang berbeda terhadap objek, objek tersebut diubah.

Bagi Blumer, objek memiliki tiga type ; Fisik (benda), sosial (orang), dan abstrak (ide-ide). Orang mendefinisikan objek secara berbeda tergantung pada bagaimana mereka bertindak terhadap objek tersebut.

Iowa School

Tradisi Iowa memilih pendekatan yang lebih ilmiah. Manford Kuhn dan Carl Couch adalah para pelopornya yang percaya bahwa konsep-konsep interaksionist dapat dioperasionalisasikan. Meskipun Kuhn menerima prinsip-prinsip dasar interaksionisme simbolik, ia berargumen bahwa metode objektif lebih berguna daripada metode-metode lunak yang dikembangkan oleh Blumer. Dan memang akhirnya Kuhn populer dengan gagasannya mengenai teknik pengukuran yang disebut sebagai Twenty Statements test.

Gagasan mendasar dari tradisi awal (Chicago) mengenai interaksi simbolik hidup hingga sekarang dan telah diterima oleh banyak ilmuwan sosial. Sekalipun begitu, interaksionisme simbolik telah berubah secara signifikan sejak awal-awal tahun sebagaimana disarankan oleh Garry Fine. Interaksionisme simbolik telah diperluas melalui pengadopsian pandangan dari teori bidang lain dan telah semakin mendukung perkembangan karya pada bidang-bidang lain dalam ilmu sosial. Manford Kuhn dan para muridnya menambahkan dua tahap baru yang tidak tampak pada teori interaksi simbolik tradisi Cichago. Pertama, membuat konsep diri menjadi lebih konkrit, dan kedua, menggunakan penelitian kuantitatif. Pada bidang yang terkhir ini, tradisi Iowa dan Chicago bergabung. Blumer secara tegas mengkritik kecenderungan dalam ilmu pengetahuan behavioral untuk beroperasi. Kuhn membuat titik hanya untuk melakukan itu. Sebagai hasilnya, Karya Kuhn menggerakkan analisis microskopik lebih maju dari apa yang dilakukan oleh pendekatan tradisional Chicago.

Premis-premis teoritikal Kuhn konsisten dengan pemikiran Mead. Kuhn memahami seluruh tindakan sebagai interaksi simbolik. Anak-anak disosialisasikan melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dimana mereka dilahirkan. Orang memiliki makna untuk dan karenanya sepakat dengan objek di sekitarnya melalui interaksi sosial. Bagi Kuhn, penamaan suatu objek adalah penting, penamaan adalah suatu cara penyampaian makna objek. Kuhn setuju dengan kolega Chicagonya bahwa individu bukan aktor pasif tapi seorang perencana aktif. Ia memperkuat pandangan bahwa individu melakukan percakapan diri sebagai bagian dari proses tindakan. Kuhn juga menekankan arti penting bahasa dalam pemikiran dan komunikasi. Empat konsep pentinmg Kuhn adalah objek, rencana aksi, orientational other, dan konsep diri (1) Seperti Mead dan Blumer, Kuhn membahas arti penting objek dalam dunia aktor (pelaku). Objek dapat berupa suatu aspek dari realitas seseorang; suatu benda, kualitas, kejadian, atau seperangkat masalah. Yang dibutuhkan sesuatu hal untuk menjadi suatu objek hanyalah bahwa seseorang menamainya atau menampilkannya secara simbolik. Realitas bagi seseorang adalah keseluruhan objek sosial mereka yang selalu didefinisikan secara sosial, (2) Konsep penting kedua bagi Kuhn adalah rencana aksi, yaitu keseluruhan pola perilaku seseorang terhadap objek yang diberikan. Sikap, atau

(5)

pernyataan verbal yang menunjukkan nilai terhadap tindakan yang akan membimbing rencana. Karena sikap adalah pernyataan verbal maka dapat diamati dan diukur. Sebagai contoh, perguruan tinggi dapat melibatkan suatu rencana aksi dimana secara nyata sekelompok rencana diarahkan oleh serangkaian sikap mengenai apa yang ingin didapat dari perguruan tinggi tersebut. orang mungkin dibimbing oleh sikap positif mengenai uang, karier, dan kesuksesan personal, (3) Konsep penting ketiga bagi Kuhn adalah

orientational other, yaitu seseorang yang secara khusus berpengaruh dalam kehidupan

seseorang. Istilah ini sinonim dengan significant other yang digunakan oleh Mead. Individu ini (orientational others) memiliki empat ciri : (a) Mereka adalah orang pada siapa seseorang secara emosional dan psikhis committed (berafiliasi), (b) Mereka adalah orang yang memberi orang lain perbendaharaan kata secara umum, konsep sentral, dan kategori-kategori, (c) Mereka memberi orang lain perbedaan mendasar antara diri dan orang lain, termasuk perbedaan penerimaan peran seseorang, (d). Komunikasi orientational other secara terus menerus didukung oleh konsep diri individu. Orientational others boleh jadi ada sekarang atau masa lalu, mereka mungkin hadir mungkin tidak. Gagasan penting di balik konsep tersebut adalah bahwa seseorang hadir untuk melihat dunia melalui interaksi dengan orang lain tertentu yang telah mengajarkan cara-cara penting dalam kehidupannya. (4) Akhirnya kita sampai pada konsep terpenting dari Kuhn yaitu self – diri. Konsep tentang diri yaitu rencana tindakan seseorang terhadap diri, terdiri dari identitas seseorang, kepentingan dan keengganan, tujuan, ideologi, dan penilaian diri. Sebagaimana konsepsi diri bersandar pada sikap, maka keseluruhan rencana aksi berikutnya terutama berasal dari konsep diri. Kuhn kemudian populer sebagai penggagas metode yang disebut Twenty

Statement Self Attitude Test (TST) untuk mengukur berbagai aspek tentang diri

dengan 20 ruang kosong yang didahului instruksi sederhana berikut ini :

“Terdapat 20 nomor kosong pada lembar berikut. Silahkan tulis 20 jawaban terhadap pertanyaan sederhana “Siapa Saya ?” pada lembar kosong. Hanya beri 20 jawaban berbeda pada pertanyaan ini. Jawab seperti jika Anda memberi jawaban pada diri anda sendiri, dan tidak kepada orang lain. Tulis jawaban dalam urutan seperti jawaban-jawaban tersebut terjadi pada Anda. Jangan khawatir tentang logika atau arti penting”.

Ada sejumlah cara untuk menganalisis respon dari test tersebut, masing-masing merekam aspek yang berbeda mengenai diri. Dua diantaranya adalah variabel berurutan (ordering) dan variabel tempat (locus). variabel berurutan (ordering) adalah indentifikasi posisi individu yang relatif tersembunyi. Ini dapat diamati dalam urutan pernyataan pada formulir. Sebagai contoh, jika seseorang mendaftar; “Babptist” sebagai suatu deal yang lebih besar dari “father”, peneliti boleh jadi menyimpulkan bahwa orang tersebut menunjukkan lebih dengan mudah berafiliasi religius ketimbang afiliasi keluarga.Locus variable adalah perluasan dimana subjek dalam suatu cara umum cenderung mengidentifikasi diri dengan kelompok konsensual seperti “American” ketimbang ideosentris atau sifat subjektif seperti “kuat”.

Aplikasi Teori Interaksionisme Simbolik dalam Kajian Komunikasi

Metode atau pendekatan penelitian adalah suatu cara kerja yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan aturan-aturan baku (sistem dan metode) dari masing-masing disiplin ilmu yang digunakan. Secara umum dikenal dua pendekatan yang dapat dalam kajian atau penelitian komunikasi yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan

(6)

kualitatif. Pendekatan kualitatif dilandasi oleh filsafat fenomenologi dan kemudian melahirkan beberapa istilah seperti naturalistik (Guba), Fenomenologi (Bogdan), atau interaksi simbolik (Blumer) dan lain sebagainya (Handayani dan Sugiyarti, 2006:47). Paradigma kualitatif menekankan pada pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial, memberikan tekanan pada pandangan terbuka terhadap kehidupan. Kehidupan sosial dipandang sebagai suatu kreatifitas bersama individu-individu dan dunia sosial dianggap tidaklah tetap (statis) akan tetapi bersifat dinamis (selalu berubah). Paradigma kualitatif mengasumsikan bahwa realitas bersifat ganda atau kompleks, antara satu dengan lainnya saling terkait sehingga merupakan kesatuan yang bulat dan bersifat holistik (Patton, 1980). Paradigma kualitatif melihat dunia sebagai kebulatan (holistik) dengan asumsi bahwa pemahaman tingkah laku manusia tidak hanya cukup dengan surface behavior melainkan juga perspektif dalam diri pelaku manusia untuk memperoleh gambaran yang utuh tetang manusia dan dunianya (Handayani dan Sugiyarti, 48).

Interaksi simbolik merupakan aliran dalam sosiologi yang menunjang dan mewarnai kegiatan penelitian kualitatif. Sebagaimana diuraikan di atas bahwa menurut pendekatan ini pengalaman manusia diperoleh melalui interpretasi. Objek, situasi, orang, dan peristiwa tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang yang terlibat. Dalam melakukan interpretasi seseorang menggunakan bantuan orang lain dalam aktivitas dan pergaulan hidupnya sehari-hari dengan orang-orang, masa lampau, dan sebagainya. Orang secara konstan berada dalam suatu proses interpretasi dan definisi selama mereka bergerak dari suatu situasi ke situasi yang lain (Sutopo, 2002 :28).

Sementara itu komunikasi mendukung eksistensi sistem sosial karena tanpa terjadinya komunikasi maka sekelompok orang yang berada dalam suatu wilayah tertentu tidak dapat disebut sebagai masyarakat. Mengenai hal ini Blumer dalam Pruss (1996:70) mengatakan bahwa ; “Esensi masyarakat berada dalam suatu proses tindakan berkelanjutan, bukan pada posisi struktur hubungan. Tanpa tindakan, berbagai struktur hubungan antar orang-orang tidak berarti. Suatu masyarakat harus dilihat dan dipahami dalam kaitan dengan tindakan itu”. Selain itu komunikasi juga menjadi sarana bagi manusia untuk memahami dan menginterpretasikan situasi sekelilingnya seperti dikemukakan Shibutani dalam Mulyana (2001:12) bahwa ; “Keberadaan manusia dalam kehidupan sosialnya diidentifikasikan sebagai individu-individu yang belajar memahami perspektif melalui komunikasi (kerangka-kerangka konseptual/simbolik dan kebudayaan) dari dunia sosial, dan individu menggunakan perspektif ini untuk mendefinisikan atau menginterpretasikan situasi yang dihadapinya”.

Dalam perspektif interaksionisme simbolik komunikasi dan masyarakat dijelaskan sebagai berikut : (1) Orang-orang mengambil keputusan dan berperilaku sesuai dengan pemahaman subjektifnya mengenai situasi dimana mereka berada (menemukan dirinya sendiri), (2) Kehidupan sosial lebih terdiri dari proses-proses interaksi dari pada struktur-struktur dan karenanya berubah secara constant, (3) Orang-orang memahami pengalamannya melalui makna yang ditemukan di dalam simbol-simbol yang ada pada kelompok primernya, dan bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat, (4) Dunia dibentuk dari objek-objek sosial yang dinamai dan secara sosial telah mengukuhkan makna-makna, (5) Perilaku orang didasarkan pada interpretasi mereka dimana objek-objek relefan dan perilaku pada situasi itu didefinisikan, (6) Diri seseorang itu sendiri adalah objek signifikan dan seperti semua

(7)

objek sosial didefinisikan melalui interaksi sosial dengan yang lainnya (Barbara Ballis Bal dalam Littlejohn (1999:155).

Interaksionisme simbolik juga memandang bahwa orang selalu berusaha mencapai tujuan melalui interaksi dengan orang lain. Pengalaman seseorang dibentuk oleh makna yang diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol ketika berkomunikasi dalam suatu kelompok. Sedang mengenai makna, Littlejohn (1999:155) mengutip pendapat teoretisi Interaksi Simbolik, George Herbert Mead bahwa, makna diciptakan dan didukung oleh interaksi dalam kelompok sosial. Sedangkan interaksi mengukuhkan, menjaga, dan mengubah konvensi-konvensi tertentu – peran, norma-norma, peraturan, dan makna – dalam suatu kelompok sosial atau kebudayaan. Sebaliknya, konvensi-konvensi tersebut mendefinisikan realitas budaya itu sendiri).

Komunikasi adalah suatu konsep yang memiliki pengertian yang sangat terbuka. Dalam kaitannya dengan interaksi simbolik, Mead dalam Pruss (1996:55) mengatakan bahwa, “Hal penting dari apa yang kita sebut sebagai “komunikasi”, terletak dalam pembagian bentuk-bentuk perilaku di mana organisme atau individu-individu mungkin menjadi objeknya”. Untuk memahami pengertian komunikasi berikut ini dikemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli dengan mengutip definisi komunikasi dari beberapa ahli, antara lain ; (1) Menurut Sandra Hygels dan Richard L. Weafer II, komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses tersebut meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri atau menggunakan alat bantu untuk memperbanyak pesan. (2) Menurut Karlfried Knapp, Komunikasi harus dipahami sebagai interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik misalnya meliputi verbal (kata-kata), para verbal dan nonverbal. (3) Mernurut Carrey, komunikasi adalah informasi yang dialihkan di antara para pengguna atau proses untuk menyatakan persetujuan atas perjanjian. Komunikasi juga diartikan sebagai bagian dari teknologi yang berkaitan dengan representasi, peralihan, interpretasi dan pemrosesan informasi di antara manusia di berbagai tempat. Komunikasi merupakan suatu proses ritual yang mengemukakan informasi melalui dua model yaitu ; (a) Model transmisi yang tidak secara langsung mengutamakan perluasan pesan dalam masyarakat tetapi lebih diarahkan untuk mengelola masyarakat dalam suatu waktu. Model ini tidak mengutamakan tindakan untuk mengambil bagian dalam informasi, tetapi representasi dari pertukaran keyakinan, (b) Model ritual yang mengutamakan upaya untuk meraih orang lain agar turut serta dalam kebersamaan (Liliweri, 2002: 3–5).

Dari definisi-definisi tersebut diketahui bahwa sekurang-kurangnya ada tiga pandangan tentang komunikasi yaitu sebagai aktivitas simbolik, sebagai proses, dan sebagai pertukaran makna. Komunikasi merupakan aktivitas simbolik karena dalam aktivitas tersebut menggunakan simbol-simbol bermakna yang diubah ke dalam kata-kata (verbal) untuk ditulis atau diucapkan, atau simbol bukan kata-kata-kata-kata (nonverbal) untuk diperagakan. Di samping itu, komunikasi merupakan proses karena komunikasi adalah aktivitas yang dinamis, terus menerus berlangsung dan mengalami perubahan. Komunikasi sebagai proses sering dijelaskan melalui formula Laswell S – M – C – R – E (source – message – channel – receiver – effect), yaitu proses yang terdiri dari sumber pesan, pesan, saluran, penerima dan konsekuensi. Pandangan bahwa komunikasi adalah suatu proses berimplikasi pada bagaimana fenomena komunikasi harus diteliti. Proses komunikasi jelas bukan fenomena yang ditandai oleh kausalitas sehingga perlu dikembangkan teori ilmu sosial dan metode penelitian yang berlandaskan pandangan

(8)

lain atas perilaku manusia, termasuk komunikasi mereka (Mulyana, 2001 :51). Sedang sebagai pertukaran makna, komunikasi mengandung pengertian adanya pemindahan makna yang terkandung dalam pesan yang dimaksudkan oleh pengirim dan diharapkan akan dimengerti oleh penerima.

Dalam kajian komunikasi, teori interaksi simbolik merupakan salah satu perspektif, atau cara untuk melihat realitas sosial karena perspektif ini berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek dimana perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2001:70). Proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Dalam konteks ini, makna diciptakan melalui poses interaksi dan proses ini bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial (Mulyana, 2001:70).

Sebagaimana perspektif manapun, teori interaksi simbolik bukan parspektif yang paling sempurna dalam kajian komunikasi. Karena teori ini lebih tepat digunakan bersama dengan pendekatan kualitatif maka kelemahan metode kualitatif seperti – (1) Perlunya metode atau teknik-teknik yang agak rumit dan intervensi peneliti akan berpengaruh terhadap diri responden, (2) Peneliti dapat memberikan prestruktur arah penyelidikan dengan kerangka pikirnya sendiri, sehingga kesempatan responden untuk menyampaikan pendapat sangat terbatas, (3) Realiability dan validity kurang dapat ditentukan secara objektif – sangat mungkin dihadapi oleh peneliti. Namun demikian gagasan interaksionisme simbolik diakui telah membawa perubahan dan kemajuan besar dalam kajian tentang masyarakat dan komunikasi karena dalam perkembangannya lebih lanjut, teori interaksionisme simbolik mencakup studi-studi yang sangat luas seperti studi tentang bagaimana kelompok-kelompok mengkoordinasikan tindakan-tindakannya, bagaimana emosi dipahami dan dikontrol, bagaimana realitas dibangun, bagaimana diri diciptakan, seberapa besar struktur sosial dapat dibentuk dan bagaimana kebijakan publik dapat dipengaruhi. Dari sini dapat dikatakan bahwa studi mengenai interaksi simbolik tidak lain adalah studi tentang bagaimana para anggota sistem sosial saling berkomunikasi untuk mencapai berbagai tujuan dan kepentingan masing-masing maupun kelompok. Teori ini juga menggeser dominasi pengaruh pendekatan positivistik terhadap pola pemikiran para ilmuwan sosial dalam memandang masyarakat dan selama beberapa dekade sebelumnya.

Penutup

Perspektif interaksional berupaya melepaskan diri dari tradisi ilmu sosial yang telah ada sebelumnya dan memandang manusia sebagai individu-individu pencipta, berbuat, aktor, dan sebagai diri. Perspektif ini terkesan mengabaikan adanya batasan bagi kebebasan yang dimiliki oleh manusia dalam berkreasi, berbuat dan bertindak sebagai aktor. Teori interaksionisme simbolik pada dasarnya disediakan sebagai salah satu perspektif ilmu pengetahuan untuk memahami sebab-sebab dari tindakan manusia. Inti dari setiap proses interaksi simbolik adalah kegiatan komunikasi di mana orang

menggunakan simbol-simbol untuk mendefinisikan dan menginterpretasikan

(9)

Interaksi simbolik hanyalah suatu perspektif, atau cara untuk melihat realitas sosial manusia dan sebagaimana perspektif manapun, interaksi simbolik tidaklah sempurna karena berbagai kelemahan pendekatan yang menyertainya dapat saja dihadapi oleh peneliti. Perspektif interaksi simbolik menempatkan komunikasi antar manusia pada posisi sentral dan berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek dimana perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Dalam konteks ini, makna diciptakan melalui poses interaksi dan proses ini bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi yang secara terus menerus menjaga keberlangsungan eksistensi sistem sosial dengan berbagai struktur dan peran masing-masing.

Teori interaksionisme simbolik terus berkembang dan mencakup studi-studi

yang sangat luas seperti studi tentang bagaimana kelompok-kelompok

mengkoordinasikan tindakan-tindakannya, bagaimana emosi dipahami dan dikontrol, bagaimana realitas dibangun, bagaimana diri diciptakan, seberapa besar struktur sosial dapat dibentuk dan bagaimana kebijakan publik dapat dipengaruhi. Dari sini dapat dikatakan bahwa studi mengenai interaksi simbolik tidak lain adalah studi tentang bagaimana para anggota sistem sosial saling berkomunikasi untuk mencapai berbagai tujuan dan kepentingan masing-masing maupun kelompok.

Daftar Rujukan

Handayani, Trisakti. dan Sugiyarti. 2006 : Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Edisi Revisi. Editor ; Surya Dharma. Malang : UMM Press.

Liliweri, Alo. 2002 : Makna Budaya alam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : LKIS

Mulyana, Deddy. 2001 : Metode Penelitian Kualitatif ; Paradigma Barui Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya. Patton, Michael Quinn. 1987 : Qualitative Rvaluation Methods. Beverly Hills : Sage

Publications.

Pruss, Robert. 1996 : Symbolik Interaction and Ethnography Research. New York : State University of New York.

Ritzer, George. 1992 : Contemporary Sociologival Theory. New York : McGraw Hill Inc.

Suprapto, Riyadi. 2002 : Interaksi Simbolik ; Perspektif Sosiologi Modern. Malang : Averrous Press Bekerjasama dengan Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sutopo H.B. 2002 : Metode Penelitian Kualitatif ; Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press.

Referensi

Dokumen terkait

High Class berusaha pula memahami interaksi secara simbolik terutama dalam memahami pola komunikasi dengan orang yang mereka anggap pantas sebagai sebuah simbol yang harus

(2) Diri ( Self ) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah

Pada hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan keseluruhan data yang didapatkan. Pada bagian ini berisi penjelasan tentang Interaksi Simbolik Remaja Perempuan

sepakat bahwa tujuan teori itu untuk memperoleh pemahaman (dari perspektif interpretive ) atau penjelasan (dari perspektif post-positivis ) tentang konteks komunikasi

Atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Interaksi Simbolik Dalam Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Nurasih

Lawrence Kincaid dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Hafied Cangara: 1998: 20), komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

Kemampuan ini lah yang memungkinkan manusia menjadi bisa melihat dirinya sendiri melalui perspektif orang lain dimana hal ini sangatlah penting dalam mengerti arti –

Interaksi sosial akan melibatkan proses komunikasi, baik secara perorangan, kelompok maupun kepada masyarakat secara keseluruhan, Alif 2017 Interaksi Simbolik dalam Keluarga