• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agritek Edisi Khusus Dies Natalis IPM ke-6 November 2007.ISSN p.79-86

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Agritek Edisi Khusus Dies Natalis IPM ke-6 November 2007.ISSN p.79-86"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN PERBAIKAN PENGELOLAAN HARA P DAN K PADA TUMPANGSARI KAPAS DAN KACANG HIJAU

Mohammad Cholid dan F.T.Kadarwati Abstrak

Penelitian Perbaikan pengelolaan hara P dan K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau dilaksanakan dari September 1998 sampai Maret 1999 di instalasi Penelitian Asembagus, Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menduga kebutuhan pupuk P dan K tanaman kapas lebih tepat, didasarkan pada status hara P dan K tanah yang dikalibrasikan dengan tanggap tanaman kapas terhadap pemupukan dan mengetahui peran bahan organik terhadap kelarutan P. Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua kelompok kegiatan : (1) Penelitian perbaikan pengelolaan hara P dan (2) Penelitian perbaikan pengeloaan hara K. Penelitian pengeloaan hara P terdiri dari dua faktor disusun dalam Rancangan Petak Terbagi yang diulang tiga kali. Perlakuan bahan organik sebagai petak utama terdiri dari : B1. Tanpa bahan organik dan B2. Pemberian bahan organik 5 ton per ha. Perlakuan dosis pupuk P sebagai anak petak terdiri dari : P1. 0 kg P2O5 per ha, P2. 25 kg P2O5 per ha, P3. 50 kg P2O5 per ha dan P4. 75 kg P2O5 per ha. Penelitian perbaikan pengelolaan hara K disusun dalam Rancangan Acak Kelompok yang diulang tiga kali. Perlakuan pupuk K terdiri dari : K1. 0 kg K2O per ha, K2. 20 kg K2O per ha, K3. 40 kg K2O per ha, K4. 60 kg K2O per ha dan K5. 80 kg K2O per ha. Tanah dengan tektur pasir pemberian bahan organik sebesar 5 ton/ha belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kapas dan kacang hijau pada tahun pertama. Pada status hara P sedang dan K tinggi pemberian pupuk P dan K tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas tumpangsari dengan kacang hijau, sehingga pemberian pupuk P dan K pada kondisi tersebut dinilai tidak ekonomis.

Kata Kunci : Gossypium hirsutum L., Vigna radiata L., tumpangsari, pengelolaan hara, fosfor, kalium.

Abstract

Improvement of Phosphorus and Potassium Management for Cotton and Mungbean Intercropping

An experiment was conducted from September 1998 to Mart 1999 at Asembagus Research Station, East Java . The objective was to predict phosphorus and potassium plant requirement more exactly based on phosphorus and potassium soil status that calibration to cotton fertilizing respond. The Experiment insisted two activities i.e. (1) improvement of phosphorus management and (2) improvement of potassium management. Split Plot Design was used to study improvement of phosphorus management with three replications. Two organic matter applications were main plot, viz. no-organic matter and 5 ton/ha organic matter. Four levels of phosphor fertilizing were sub plots, viz. 0 kg P2O5/ha, 25 kg P2O5/ha, 50 kg P2O5/ha and 75 kg P2O5/ha. Improvement of potassium management research was arrangement in Randomized Block Design wit three replication. Five levels of potassium viz. 0 kg K2O/ha, 20 kg K2O/ha, 40 kg K2O/ha, 60 kg K2O/ha and 80 kg K2O/ha. Result showed that organic matter and phosphorus fertilizing of cotton affected not significantly different to growth (plant

(2)

height, canopy, number of vegetative and generative branches, boll number and weight of 100 bolls) and yield of cotton and mungbean intercropping on single and combination factor. The growth and yield of cotton and mungbean intercropping was not influenced by potassium fertilizer rate of cotton. Implication of these researches that phosphorus and potassium status was medium to high, application of fertilizer was not needed. No additional of phosphorus and potassium is require when the mount of them in soil was medium to high.

Key word : Gossypium hirsutum L., Vigna radiata L., intercropping, management nutrition, phosphorus, potassium.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya ketersediaan hara dalam tanah. Untuk mencapai hasil serat tertentu tanaman kapas memerlukan unsur-unsur pokok N, P, K, Mg dan S. Jumlah unsur hara yang diperlukan bagi tanaman kapas tergantung pada beberapa produksi yang akan dicapai. Jadi semakin tinggi target produksi kebutuhan hara semakin meningkat (Hobt and Kemler, 1980).

Penyerapan hara N, P dan K pada berbagai fase pertumbuhan kapas dikemukakan oleh Rude (1984), seperti tertera pada Tabel 2. Penyerapan hara terbanyak (lebih dari 80%) terjadi sejak pembentukan bunga sampai waktu pembentukan dan pemasakan buah (umur 35-120 hari), hanya sedikit sekali yang diserap pada awal pertumbuhan kapas.

Tabel 1. Serapan N, P dan K pada berbagai fase pertumbuhan kapas. Table 1. Absorbility of N, P and K on cotton gowth periods.

Fase pertumbuhan Growth periods

N P K

....%.... Kecambah ->Kuncup bunga

Seeedling->Squrring Kuncup bunga->Pembungaan Squrring->Flowering Pembungaan->Pembuahan Flowering->Bolling stage Pembuahan->Pemasakan buah Bolling stage->Boll maturity

10 30 40 20 7 31 35 27 7 23 53 17

Walaupun kebutuhan NPK pada awal pertumbuhan kapas kurang dari 20% tetapi perlu tersedia. Kekurangan N pada periode ini akan menghambat pertumbuhan dan

(3)

mengurangi pembentukan kuncup bunga. Kekurangan P akan menghambat perkembangan akar, sedangkan kekurangan K akan mengurangi vigor tanaman, ketahanan kapas terhadap kekeringan dan penyakit (Guinn, 1982).

Pemupukan berimbang merupakan pengelolaan hara tanaman yang ditujukan untuk mencapai keseimbangan optimum semua hara yang ada dalam tanah dalam mencapai hasil yang optimal dan lestari tanpa merusak fungsi sumberdaya lahan dan lingkungan (Sri Adiningsih et al., 1995). Pemupukan berimbang difokuskan pada keseimbangan unsur hara makro N, P dan K. Unsur N tidak tersedia dalam mineral tanah, unsur P tersedia tapi lambat dan banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaannya, sedang K sama dengan P tetapi mobilitasnya tinggi (Bastari, 1996).

Berdasarkan “Cotton Handbook” yang disusun oleh Commercial Cotton Growers Association (1985) bahwa pada status hara P diatas 50 ppm P2O5 dan status hara K diatas 0,25 me/100 g tanah pada tektur pasir, diatas 0,30 me/100 g tanah pada lempung berpasir dan diatas 0,50 me/100 g tanah pada tektur liat, pemupukan P dan K tidak perlu dilakukan. Kebutuhan hara P dan K tanaman kapas didasarkan atas analisis tanah tertera pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Kebutuhan hara P (P2O5) kapas berdasarkan analisis tanah Table 2. Cotton nutrition requirement of P (P2O5) base on soil analysis.

Status P tersedia Status of available P

Ekstrak Resin/Resin Extract ppm P2O5

Kebutuhan P/P requirement Kg/ha P2O5

Sangat tinggi/ Very high Tinggi/High Sedang/Medium Kurang/Less Sangat kurang/Least .>50 30 – 50 15 – 30 7 – 15 < 7 Nol 20 – 35 35 – 45 45 – 80 >80 Tabel 3. Kebutuhan hara K (K2O) kapas berdasarkan analisis tanah

Table 3. Cotton nutrition requirement of K (K2O) base on soil analysis Status K dalam tanah

Status of K soil Pasir Sandy Lempung berpasir Sandy loam Liat Clay Kebutuhan K K requirement Kg/ha K2O Sangat tinggi/Very high Tinggi/High Sedang/Medium Kurang/less >0,025 0,1-0,25 0.05-0,10 <0,05 >30 0,20-0,30 0,10-0,20 <0,10 >0,50 0,30-0,50 0,15-0,30 <0,15 Nol 20-35 35-45 45-80 Keterangan : *) K dapat dipertukarkan ditunjukkan dari analisis tanah

(4)

Bahan organik merupakan penyangga biologis yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Penambahan bahan organik jerami sebanyak 5 ton/ha/musim selama 4 musim dapat meningkatkan C-organik 1,5 %, K-dd 0,22 me, Mg-dd 0,25 me, KTK 2 me/100 g tanah, meningkatkan Si tersedia dan stabilitas agregat tanah (Adiningsih dan Rochayati, 1996).

Berdasarkan proyeksi kebutuhan pupuk tahun 1987 – 1995, kebutuhan pupuk TSP dan KCl memperlihatkan kecenderungan terus meningkat dengan kenaikan setiap tahun masing-masing sebesar 8,6% dan 8,7%. Sehubungan dengan meningkatnya konsumsi pupuk P dan K dan mengingat sangat terbatasnya dana subsidi pemerintah, maka perlu diupayakan penggunaan pupuk yang efisien dengan memperhatikan keseimbangan hara yang ada didalam tanah. Hal ini disebabkan pupuk P dan K ini merupakan komoditas impor, sehingga banyak menyedot devisa negara.

Hara P dan K yang diberikan dalam bentuk pupuk hanya sebagian saja yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk TSP yang diberikan kedalam tanah hanya 15% - 20% yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sedang sisanya tertinggal sebagai residu dalam tanah yang terikat dengan unsur hara lain seperti besi (Fe), aluminium (Al), mangan (Mn) dll. Sedang pupuk KCl yang diberikan kedalam tanah hanya sekitar 30% yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sisanya terbawa lairan air dan difiksasi dalam tanah (Dabin, 1980).

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan secara lebih tepat kebutuhan pupuk P dan K tanaman kapas, didasarkan atas status hara P dan K tanah yang dikalibrasikan dengan tanggap tanaman kapas terhadap pemupukan dan mengetahui peran bahan organik terhadap kelarutan P.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian di Instalasi Penelitian Asembagus, Jawa Timur yang dilaksanakan dari bulan September 1998 sampai Maret 1999.

Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua kelompok kegiatan : (1) Penelitian perbaikan pengelolaan hara P pada tumpangsari kapas dan kacang hijau ; dan (2) Penelitian perbaikan pengelolaan hara K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau. (1) Penelitian perbaikan pengelolaan hara P pada tumpangsari kapas dan kacang hijau

(5)

Penelitian disusun dalam Rancangan Petak Terbagi yang diulang tiga kali. Perlakuan bahan organik sebagai petak utama terdiri dari : B1. Tanpa bahan organik dan B2. Pemberian bahan organik 5 ton per ha. Perlakuan dosis pupuk P sebagai anak petak terdiri dari : P1. 0 kg P2O5 per ha, P2. 25 kg P2O5 per ha, P3. 50 kg P2O5 per ha dan P4. 75 kg P2O5 per ha.

(2) Penelitian perbaikan pengelolaan hara K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok yang diulang tiga kali. Perlakuan pupuk K terdiri dari : K1. 0 kg K2O per ha, K2. 20 kg K2O per ha, K3. 40 kg K2O per ha, K4. 60 kg K2O per ha dan K5. 80 kg K2O per ha.

Kedua kegiatan penelitian menggunakan ukuran petak percobaan (20 x 6) m2, tata tanam dalam bentuk tumpangsari dengan sistem tanam 1 baris kapas + 3 baris kacang hijau (44.000 kapas/ha + 264.000 kc. Hijau). Jarak tanam kapas 150 cm x 30 cm (2 tanaman per lubang) dan kacang hijau 25 cm x 20 cm (2 tanaman per lubang) . Pemupukan N kapas berdasarkan analisis kadar N-Nitrat (N-NO3) dalam tanah dengan dosis 60 N per ha (setara dengan 100 kg ZA dan 100 kg Urea) , sedang kacang hijau dipupuk 50 kg Urea per ha. Varietas kapas yang digunakan adalah Kanesia 7, sedang untuk kacang hijau digunakan varietas lokal Wongsorejo.

Pengamatan yang dilakukan meliputi : variabel pertumbuhan kapas (tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah cabang generatif, jumlah buah, bobot 100 buah), produksi kapas berbiji dan serapan hara P dan K; serta produksi kacang hijau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(1) Perbaikan pengelolaan hara P pada tumpangsari kapas dan kacang hijau Komponen Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman dan lebar kanopi kapas. Hasil pengamatan kedua parameter tersebut disajikan pada Tabel 4.

(6)

Tabel 4. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi kapas pada umur 105 hst.

Table 4. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on plant height dan canopy width

Perlakuan Treatments

Tinggi tanaman/Plant height (cm)

Lebar kanopi/Canopy width (cm)

Tanpa BO/No organic matter (OM) BO 5 ton/ha/ OM 5 ton/ha 126,91 128,01 78,52 79,42 KK (CV) (%) 16 14

Dosis pupuk P kapas (kgP2O5/ha)

Rate of P fertilizer (kg P2O5/ha)

0 25 50 75 126,13 128,13 126,98 128,48 79,40 78,12 78,65 79,72 DMRT 5% t.n. t.n. KK(CV) % 15 12

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05

Dari Tabel 4. Terlihat bahwa pemberian bahan organik dan dosis pupuk P kapas dari 0 hingga 75 kg P2O5/ha , tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi secara interaksi maupun masing-masing faktor.

Komponen Produksi

Komponen produksi kapas yang diamati meliputi : cabang vegetatif, cabang generatif , jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah. Tidak Terdapat pengaruh masing-masing faktor maupun interaksi antara pemberian bahan organik dan dosis pupuk P tanaman kapas terhadap cabang vegetatif, cabang generatif, jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah (Tabel 5.).

(7)

Tabel 5. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap jumlah cabang vegetatif, cabang generatif dan jumlah buah per tanaman pada 105 hst.

Table 5. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on numbers of vegetative and genetarive branches, boll numbers per plant and 100 boll weight

Perlakuan Treatments Jumlah cabang vegetatif numbers of vegetative branches Jumlah cabang generatif numbers of generative branches Jumlah buah boll numbers per plant Bobot 100 buah 100 boll weight Tanpa BO

No organic matter (OM) BO 5 ton/ha OM 5 ton/ha 1,53 1,58 13,65 13,74 18,55 18,66 462,36 485,88 KK (CV) (%) 7 11 14 12

Dosis pupuk kapas (kgP2O5/ha)

Rate of P fertilizer (kg P2O5/ha)

0 25 50 75 1,49 1,56 1,56 1,61 13,74 13,38 13,70 13,95 18,22 18,45 18,27 19,48 432,08 468,70 497,03 498,65 DMRT 5% t.n. t.n. t.n. t.n. KK(CV) % 10 15 13 10

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05 Hasil Kacang hijau dan Kapas

Tidak terdapat pengaruh masing-masing faktor maupun interaksi antara pemberian bahan organik dan dosis pupuk P tanaman kapas terhadap produksi kacang hijau dan produksi kapas berbiji.

Tabel 6. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap produksi kacang hijau dan produksi kapas berbiji.

Table 6. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on mungbean and cotton yields. Perlakuan

Treatments

Produksi kacang hijau Mungbean yield

(Kg/ha)

Produksi kapas berbiji Cotton yields.

(Kg/ha) Tanpa BO/No organic matter (OM)

BO 5 ton/ha/ OM 5 ton/ha 670,61 706,91 2100,72 2189,72 KK (CV) (%) 16 10

Dosis pupuk P kapas (kgP2O5/ha)

Rate of P fertilizer (kg P2O5/ha)

0 25 50 75 607,02 682,33 719,29 746,42 2066,72 2168,26 2106,31 2239,61 DMRT 5% t.n. t.n.

(8)

KK(CV) % 16 9

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05 Kadar P Petiol

Kadar P dalam petiol tanaman kapas pada umur 60 hari dan 90 hari setelah tanam dipengaruhi dosis pupuk P, sedang interaksi nya dengan bahan organik tidak berbeda nyata. Pemberian bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P petiol (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap kadar P dalam petiol pada 60 hst dan 90 hst.

Table 7. Effect of organic matter and rate of P fertilizer for cotton on P petiol content at 60 DAP and 90 DAP

Perlakuan Treatments

Kadar P petiol (%)/ P petiol content (%) 60 hst 90 hst Tanpa BO/No organic matter (OM)

BO 5 ton/ha/ OM 5 ton/ha 0,44 0,45 0,49 0,54 KK (CV) (%) 6 3

Dosis pupuk P kapas (kgP2O5/ha)

Rate of P fertilizer (kg P2O5/ha)

0 25 50 75 0,41 c 0,43 bc 0,45 ab 0,48 a 0,46 c 0,50 b 0,52 b 0,61a DMRT 5% t.n. t.n. KK(CV) % 5 3

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05 Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa pemupukan P kapas dengan dosis 75 kg P2O5/ha

memberikan kadar P petiol tertinggi pada umur 60 hst (0,48%) dan 90 hst (0,61%). Sedang kadar P terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan P yaitu : 60 hst (0,41%) dan 90 hst (0,46%).

Perlakuan pemberian bahan organik dan dosis pupuk P pada tanaman kapas, baik masing-masing faktor maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas serta kacang hijau.

Pemberian bahan organik sebanyak 5 ton /ha tidak berpengaruh terhadap semua parameter pertumbuhan kapas ( tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah cabang generatif, jumlah buah dan bobot 100 buah kapas) dan produksi kapas berbiji serta kacang hijau. (Tabel 4, 5, dan 6 ). Hal ini disebabkan peranan bahan organik

(9)

yang paling besar dalam kaitannya dengan perbaikan sifat fisik tanah, sedang sebagai suplai hara sangat sedikit dan lambat tersedia, sehingga pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kapas yang ditumpangsarikan dengan kacang hijau.

Bahan organik merupakan penyangga biologis yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Dalam hubungannya dengan sifat fisik tanah bahan organik membantu meningkatkan laju infiltrasi dan absorbsi tanah serta kemantapan struktur tanah. Pupuk organik dalam tanah merupakan persediaan unsur hara yang berangsur-angsur dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Tanah yang diberi bahan organik dalam jangka waktu lama akan memberikan hasil yang baik.

Penambahan bahan organik jerami sebanyak 5 ton/ha/musim selama 4 musim dapat meningkatkan C-organik 1,5 %, K-dd 0,22 me, Mg-dd 0,25 me, KTK 2 me/100 g tanah, meningkatkan Si tersedia dan stabilitas agregat tanah (Adiningsih dan Rochayati, 1996). Apabila dihitung dalam hektar setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si 1,7 ton c-organik yang sangat dibutuhkan bagi kegiatan jasad renik tanah. Peranan bahan organik sebagai pemacu kelarutan P tanah belum terlihat, diduga jumlah bahan organik yang diberikan terlalu rendah. Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang kemampuan daya penyangga pupuk anorganik, sehingga efisiensinya menurun karena sebagian besar pupuk akan hilang melalui pencucian, fiksasi atau penguapan.

Dari hasil analisis P tanah di lokasi penelitian dengan menggunakan metode P-olsen menunjukkan status hara P dalam tanah sedang yaitu 23,12 ppm P2O5 sesuai dengan kriteria CCGA (1985). Pemupukan P pada tanaman kapas sebesar 0, 25, 50, dan 75 kg P2O5/ha tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter pertumbuhan kapas (tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah cabang generatif, jumlah buah dan bobot 100 buah kapas) dan produksi kapas berbiji serta kacang hijau. (Tabel 4, 5, dan 6 ).

Hasil penelitian pemupukan P pada lahan berstatus hara P sedang hingga tinggi tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas (Manwan, 1993; Kadarwati et al, 1995 a dan Machfud, 1998). Pemupukan P dari dosis 0 hingga 75 kg P2O5/ha tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi , karena

tanah mampu menyediakan hara P yang cukup bagi tanaman dan tanaman kapas dan kacang hijau mampu memanfaatkan residu P yang ada dalam tanah. Pemupukan P

(10)

kapas tumpangsari dengan kedelai di lahan sawah dengan residu P tinggi sampai sangat tinggi menunjukkan bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil kapas berbiji ( Kadarwati et al. , 1995a ; 1995b). Demikian juga pada penelitian Machfud (1996) menyebutkan bahwa kapas yang tidak dipupuk P tidak berbeda nyata dengan kapas yang dipupuk P dosis 56,25 kg P2O5/ha . Hal ini

membuktikan bahwa residu P tanah masih dapat diserap tanaman kapas untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksi. Produksi kapas berbiji dan kacang hijau yang dicapai pada perlakuan bahan organik dan pemupukan P adalah 2100,72 kg/ha – 2239,61 kg/ha kapas berbiji dan 607,02 kg/ha – 746,42 kg/ha kacang hijau.

Meskipun secara kenampakan belum menunjukkan perbedaan yang nyata dari parameter yang diamati, tetapi kondisi ini perlu dicermati karena dari hasil analisis kadar P petiol menunjukkan bahwa pada kapas yang tidak dipupuk P kadar P dalam petiol menunjukkan persentase terendah dibanding yang dipupuk P 25 kg, 50 kg dan 75 kg P2O5/ha. Apabila tanaman kapas tidak dipupuk P terus menerus rendahnya serapan

hara P akan ditujukkan pada penurunan parameter pertumbuhan dan produksi kapas tumpangsari dengan kacang hijau.

(2) Perbaikan pengelolaan hara K pada tumpangsari kapas dan kacang hijau Komponen Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan kapas yang diamati meliputi tinggi tanaman dan lebar kanopi kapas. Hasil pengamatan kedua parameter tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh dosis pupuk K terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi kapas Table 8. Effect of rate of K fertilizer for cotton on plant height dan canopy width

Perlakuan Treatments Tinggi tanaman/Plant height (cm) Lebar kanopi/Canopy width (cm) Dosis pupuk K kapas (kg K2O/ha)

Rate of K fertilizer (kg K2O/ha)

0 20 40 60 80 112,62 116,03 116,53 121,08 119,38 73,77 75,53 74,93 77,37 77,27 DMRT 5% t.n. t.n. KK(CV) % 15 16

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

(11)

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05 Dari Tabel 8 Terlihat bahwa dosis pupuk K kapas, tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lebar kanopi .

Komponen Produksi

Komponen produksi kapas yang diamati meliputi : cabang vegetatif, cabang generatif , jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah. Tidak terdapat pengaruh dosis pupuk K tanaman kapas terhadap cabang vegetatif, cabang generatif, jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah (Tabel 9.).

Tabel 9. Pengaruh dosis pupuk K terhadap jumlah cabang vegetatif, cabang generatif , jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah.

Table 9. Effect of rate of K fertilizer for cotton on numbers of vegetative and genetarive branches, boll numbers per plant and 100 boll weight

Perlakuan Treatments Jumlah cabang vegetatif numbers of vegetative branches Jumlah cabang generatif numbers of generative branches Jumlah buah boll numbers per plant Bobot 100 buah 100 boll weight

Dosis pupuk K kapas (kg K2O/ha)

Rate of K fertilizer (kg K2O/ha)

0 20 40 60 80 1,33 1,42 1,52 1,52 1,45 12,23 13,00 12,92 13,58 13,70 15,40 15,87 16,60 16,80 17,70 405,60 429,03 412,73 442,30 445,80 DMRT 5% t.n. t.n. t.n. t.n. KK(CV) % 15 13 17 10

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05

Hasil Kacang hijau dan Kapas

Tidak terdapat pengaruh dosis pupuk K tanaman kapas terhadap produksi kacang hijau dan produksi kapas berbiji (Tabel 10).

(12)

Tabel 10. Pengaruh dosis pupuk K terhadap produksi kacang hijau, bobot 100 buah dan produksi kapas berbiji.

Table 10. Effect of rate of K fertilizer for cotton on mungbean and cotton yields. Perlakuan

Treatments

Produksi kacang hijau Mungbean yield

(Kg/ha)

Produksi kapas berbiji Cotton yields.

(Kg/ha) Dosis pupuk K kapas (kg K2O/ha)

Rate of K fertilizer (kg K2O/ha)

0 20 40 60 80 601,93 616,35 669,07 633,81 706,04 2057,84 1977,06 2074,57 2205,47 2264,80 DMRT 5% t.n. t.n. KK(CV) % 16 10

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05

Kadar K Petiol

Kadar K dalam petiol tanaman kapas pada umur 60 hari dan 90 hari setelah tanam dipengaruhi dosis pupuk K yang diberikan pada tanaman kapas (Tabel 11). Tabel 11. Pengaruh dosis pupuk K terhadap kadar K dalam petiol pada 60 hst dan 90 hst

Table 11. Effect of rate of K fertilizer for cotton on K petiol content at 60 DAP and 90 DAP Perlakuan

Treatments

Kadar K petiol (%)/ K petiol content (%) 60 hst 90 hst Dosis pupuk K kapas (kg K2O/ha)

Rate of K fertilizer (kg K2O/ha)

0 20 40 60 80 5,30 b 5,90 ab 6,18 a 6,26 a 6,26 a 3,36 b 3,43 b 3,49 ab 3,49 ab 3,60 a DMRT 5% - - KK(CV) % 5 6

Angka dalam satu lajur yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 uji Duncan.

Number followed by the same letters on the same coloumn are not significantly different at DMRT 0,05 Dari Tabel 11. menunjukkan bahwa pemupukan K kapas dengan dosis 80 kg K2O/ha memberikan kadar K petiol tertinggi pada umur 60 hst (6,26%) dan 90 hst (3,60%). Sedang kadar K terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan K yaitu : 60 hst (6,26%) dan 90 hst (3,60%).

(13)

Pemupukan K pada tanaman kapas sebesar 0, 20, 40, 60 dan 80 kg K2O /ha tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan ( tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif, jumlah cabang generatif, jumlah buah dan bobot 100 buah kapas) dan produksi kapas berbiji serta kacang hijau. (Tabel 8, 9, dan 10 ). Tidak adanya pengaruh pemupukan K terhadap pertumbuhan dan produksi kapas tumpangsari dengan kacang hijau disebabkan tanah mampu mensupai hara K yang cukup bagi tanaman . Hal ini sesuai dengan hasil analisis K tanah di lokasi penelitian dengan menggunakan metode uji tanah K-NH4OAc, menunjukkan status hara K sangat tinggi yaitu 1,44 me /100 g tanah.

Hasil penelitian pemupukan K pada lahan dengan status hara K sedang hingga tinggi tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas ( Mitchell et al., 1992; Tupper et al. dalam Gregory et al., 1994 dan Sahid, 1990). Menurut CCGA (1985) yang menyatakan bahwa pada status hara K diatas 0,25 me/100 g tanah pada tanah dengan tektur pasir, pemupukan K tidak perlu dilakukan. Pada perlakuan pemupukan K produksi kapas berbiji dan kacang hijau yang dicapai adalah 1977,06 kg/ha – 2264,80 kg/ha kapas berbiji dan 610,93 kg/ha – 706,04 kg/ha kacang hijau.

Meskipun demikian perlu dimonitor secara kontinu status hara K tanah dalam kaitannya dengan respon tanaman kapas terhadap pemupukan K yang terakumulasi dalam petiol menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata yaitu peningkatan dosis pupuk K yang diberikan pada tanaman kapas meningkatkan kadar K petiol kapas, meskipun secara penampakan belum menunjukkan perbedaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tanah dengan tektur pasir pemberian bahan organik sebesar 5 ton/ha belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi kapas dan kacang hijau pada tahun pertama.

Pada status hara P sedang dan K tinggi pemberian pupuk P dan K tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kapas tumpangsari dengan kacang hijau, sehingga pemberian pupuk P dan K pada kondisi tersebut dinilai tidak ekonomis.

Dengan memperhatikan semakin langka bahan baku dan tingginya harga pupuk P dan K di pasaran, perlu dilakukan rekomendasi pemupukan yang didasarkan pada

(14)

pengelolaan hara P dan K yang merupakan perpaduan antara pemanfaatan P tanah dan pupuk P.

DAFTAR PUSTAKA

Bastari, T. 1996. Penerapan anjuran teknologi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Hal:7-35. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Cipayung, 16-17 Nopember 1987.

Dabin, B. 1980. Phosphorus deficiency in tropical soil as constraints on agricultural out put. P:217-232. In: Soil related constraints to food production in the tropics. IRRI. Los Banos.

Grerory L. Mullins, Donald W. Reeves, Charles H. Burmester and Hamilton H. Bryant. 1994. In row sub soilling and potassium placement effect on root growth and potassium content of cotton. Agron. J. 86:136-139.

Guinn, G. 1982. Causes of square and boll shedding in cotton. Technical Buletin. Number 1672. Agricultural Research service United State Department of Agriculture.

Hasnam, Prima, D.R., Machfudz, M. Sahid dan Darmono. 1989. Beberapa anjuran agronomi untuk meningkatkan produktivitas kapas rakyat. Prosiding Lokakarya Teknologi Kapas tepat Guna. Balittas. Malang.

Hobt, H. and G. Kemler. 1980. Magnesium and Sulfur for better crops. Sustained high yield and pusfit. Kah und salz ag. Kaseel. Germany.

Kadarwati, F.T. , M. Yusron., M. Machfud., dan G. Kustiono. 1995 a. Pengaruh pemupukan P padi dan kapas setelah padi terhadap pertumbuhan dan hasil kapas. Penelitian Tanaman Tembakau dan serat 10 (1) : 67 – 76.

Kadarwati, F.T. , B. Hariyono, M. Machfud., dan Soewarno. 1995 b. Pemanfaatan residu fosfor pada tumpangsari kapas dan kedelai. Penelitian Tanaman Industri 1(4) : 191-198.

Kadarwati, F.T. 1996. Pendayagunaan tanah, air, pupuk dalam budidaya kapas. Makalah Pelatihan Peningkatan Sumber Daya Manusia untuk Program IKR Sukun Group di Kudus. 14-18 Desember 1996.

Machfud, M., M.Sahid dan F.T. Kadarwati. 1998. Pemupukan P kapas yang ditumpangsarikan dengan kedelai di lahan sawah. Prosiding Diskusi Kapas Nasional. Jakarta. 26 November 1996. 135-140.

Manwan , I. 1993. Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk P pada padi. Lokakarya Pupuk Fosfat Formulasi Baru. Bandung. 33 hal.

(15)

Mitchell, C.C., G. pate, C.H. Burmester, K.L. Edmisten, and W. Gazaway. 1992. Fertility status of Alabama cotton soil. Proc. Belwide Cotton Prod. Res. Conf. Natl. Cotton Council of Am. Memphis. p.1120-1125.

Sri Adiningsih, J. 1987. Penelitian pemupukan fosfat pada tanaman pangan lahan kering. Hal 285-308 dalam Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Fosofat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Cipanans. 29 Juni – 2 Juli 1987.

Sri Adiningsih, J., Diah Setyorini, dan Tini Prihatini. 1987. Pengelolaan hara terpadu untuk mencapai produksi pangan yang mantap dan akrab lingkungan. Hal 55-69 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Cisarua. 10-12 Januari 1995.

Sri Adiningsih, J. dan Sri Rochyati. 1996. Peranan bahan organik dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan produktivitas lahan. Hal: 160-180. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat, Cipayung, 16-17 Nopember 1996.

Gambar

Tabel 4. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman               dan lebar kanopi kapas pada umur 105 hst
Tabel 5. Pengaruh pemberian bahan organik dan dosis pupuk P terhadap jumlah cabang                  vegetatif, cabang generatif dan jumlah buah per tanaman pada 105 hst
Tabel 9. Pengaruh dosis pupuk K terhadap jumlah cabang vegetatif, cabang generatif ,                 jumlah buah per tanaman dan bobot 100 buah
Tabel 10. Pengaruh  dosis pupuk K terhadap produksi kacang hijau, bobot 100 buah dan                produksi kapas berbiji

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Bupati Grobogan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Besaran Penghasilan Tetap, Tunjangan, Jaminan Kesehatan dan Penerimaan Lainnya Yang Sah Bagi Kepala Desa dan

Menggunakan kesembilan model ini, simulasi dilakukan untuk mempelajari efek dari ketidakmurnian Sr, kesetabilan sistem, momen magnetik, serta kurva densitas elektron dari

Kendala lain dalam penegakan hukum tindak pidana pembakaran hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur yaitu dalam melakukan penyidikan tindak pidana pembakaran hutan,

Dari hasil tersebut maka didapatkan hasil analisis gains skor sebesar 0,53 untuk kelas eksperimen dan 0,2 untuk kelas kontrol, maka dapat dikatakan bahwa terdapat

Berdasarkan pemaparan yang disajikan diatas maka penelitian ini dengan judul “Pengaruh Price Book Value (PBV), Earning Per Share (EPS), Dan Volume Perdagangan Terhadap

Argudio horri dagokionean, beraz, etxebizitza-kooperatibak bere horre- tan helburu bat izan beharrean, bitarteko bat direla esan genezake, etxebizitza bat eskuratzeko beste

Dalam hal ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Bamboo Dancing (tan i bambu) dapat memacu motivasi belajar siswa. Masalah yang akan dibahas

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrat dengan jenis leguminosa yang berbeda terhadap konsentrasi NH 3 dan protein total rumen secara..