• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUJAN DAN PANAS SILIH BERGANTI ( 1 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUJAN DAN PANAS SILIH BERGANTI ( 1 )"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUJAN DAN PANAS

SILIH BERGANTI

( 1 )

alam ini aku gelisah. Malam terasa amat panjang, kuingin fajar pagi cepat menyingsing. Rasanya ingin kurobek waktu agar cepat ketemu pagi. Kulihat jam diding sudah menunjukkan jam 11 malam, mataku belum juga terpejam. Pikiranku melayang-layang apa yang akan kualami besok pagi di hari pertamaku memasuki pendidikan formal. Masuk Sekolah Dasar.

Angan-anganku melambung jauh ke masa depan yang indah. Aku tak mau menjadi petani seperti bapakku. Setiap hari pergi ke sawah, ke ladang, bercocok tanam, mengurus ternak. Bila hujan kehujanan, bila panas kepanasan. Kulit jadi hitam legam, tangan jadi kapalan, kepala selalu menjujung1

beban berat. Penat dan letih bekerja dari pagi hingga sore. Namun demikian, hasilnya tetap tak mencukupi.

Aku membayangkan jika besar nanti aku ingin menjadi tentara, aku ingin jadi polisi, aku ingin menjadi pilot dan aku juga ingin menjadi dokter. Banyak benar, memang. Pada waktu itu, kukira aku bisa merangkap pekerjaan itu semuanya. Aku ingin jadi tentara karena kulihat tentara itu

(2)

2

gagah berani, badannya kekar, jalannya tegap, dan bisa menenteng bedil kesana kemari.

Aku ingin menjadi polisi karena polisi sangat ditakuti oleh pencuri, sehingga kampungku akan aman, tidak ada lagi pencurian. Aku ingin menjadi pilot, karena aku sering melihat pesawat terbang melintasi langit kampungku dari Pekanbaru ke Padang atau sebaliknya. Alangkah gagahnya aku, bila aku bisa terbang kesana kemari seperti burung.

Aku ingin menjadi dokter, karena dokter cuma ada di rumah sakit ibu kota kabupaten, dan belum ada di kampungku pada saat itu. Kulihat pekerjaan dokter itu gampang sekali, tinggal periksa pasien lalu disuntik, selesai. “Enak benar jadi dokter, kerja sedikit, uangnya banyak”, pikirku saat itu. Lamunanku semakin jauh, jauh dan semakin jauh. Rupanaya lama-lama tertidur juga.

”Di ….., Di ….., Di ….. ayo bangun Di, sudah siang ...”, terdengar suara lembut ibu sambil menepok-nepok pantatku. Ibuku memang lemah lembut, penyayang sekali, terutama kepadaku, satu-satunya anak lelaki dalam keluarga.

Aku menggeliat tanpa membuka mata, karena mata ini masih ngantuk, tapi ku jawab: “Ya, Bu ...”.

Tak lama kemudian, ibu membangunkan aku lagi. “Ayolah bangun, lupa ya, sekarang tanggal 1 Juli, nanti kau terlambat sekolah”, katanya mengingatkan.

“Sekolah .... ya sekolah ....”, baru aku sadar. Langsung kusingkirkan selimut, duduk, berdiri dan bergegas mencari perlengkapan mandi.

(3)

Pagi ini cerah betul, secerah hatiku yang girang tidak terkira. Kulihat mentari mulai memancarkan sinarnya dari ufuk timur, langit biru terbentang luas tanpa dihalangi oleh secuil awanpun. Hati sangat ceria di hari pertamaku menginjakkan kaki di lingkungan pendidikan formal, meskipun baru sekolah SD --- pendidikan terendah karena tidak ada Taman Kanak-Kanak di kampungku. Pancaran sinar matahari masih belum bisa mengusir udara dingin karena kampungku terletak di pedalaman deretan bukit barisan yang terbentang dari ujung utara sampai ujung selatan pulau Sumatera.

Karena cuaca yang dingin dan mereka pada umumnya petani, orang di kampungku jarang yang mandi pagi. Buat apa mandi pagi, karena setelah itu akan kotor lagi bekerja di sawah atau di ladang. Kebiasaan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang berprofesi sebagai guru atau pegawai kantor serta anak-anak sekolah yang masuk pagi.

Cuaca yang masih dingin di pagi itu tak kupedulikan, aku langsung pergi ke mesjid untuk mandi pagi --- belum ada orang kampung yang mempunyai kamar mandi di rumahnya. Semuanya mandi ke mesjid2 atau luak3 dan ada juga yang

mandi di sungai yang airnya mengalir jernih melewati kampung kami. Rasa dingin tak kurasakan lagi karena sebentar lagi aku akan memakai baju baru, pakaian kebanggaan anak-anak, baju putih dan celana hitam, pakaian seragam SD di daerahku pada masa itu.

Setiap mandi, aku tak lupa menggosok gigi dengan sikat gigi yang sudah diberi odol, termasuk bila aku tidak

(4)

4

mandi pagi karena sekolah siang atau libur. Pada waktu itu belum banyak orang kampungku yang menggosok gigi seperti anggota keluargaku, mereka lebih banyak menggosok gigi dengan daun banto4. Mungkin karena mereka menghemat

uang atau mungkin juga pengetahuannya yang masih minim tentang kesehatan.

Menggosok gigi dua kali sehari adalah ajaran bapakku atas anjuran dokter gigi agar gigi gerahamku dapat tumbuh lagi seperti semula. Aku memang sudah menderita sakit gigi berlobang sejak usiaku 4 tahun. “Aduuuuhhh ... sakit sekali ....”, aku menangis berguling-guling sambil memegangi pelipisku yang bengkak bila sakitnya kumat. Rasanya aku ingin mencabutnya, membuangnya jauh-jauh agar aku terhindar dari penderitaan ini. Tapi aku tak mampu.

Cuaca dingin membuat badanku menggigil, kulitku berbintik-bintik, gigiku juga gemetaran. Cepat-cepat kuambil handuk, melap badanku, pakai baju dan langsung lari pulang. Sesampainya di rumah, ibuku telah menyiapkan baju seragam yang dibeli minggu lalu di pasar Balai Sabtu --- satu-satunya pasar di kampungku dan ramainya hanya pada hari sabtu. Rasa dinginku hilang, menggigilku pergi, bibirku langsung tersenyum. Cepat-cepat kupakai baju baru tersebut. Gagah benar, ganteng benar, hebat benar rasanya aku pagi ini dengan pakaian seragam tersebut.

Sarapan pagipun sudah tersedia. Pagi itu, ibuku memasak nasi malukuk5 diberi kelapa parut dan gula saka6.

Kadang-kadang ibuku memasak nasi beras merah. “Ssshhh

4 Sejenis rumput yang daunnya agak kasat. 5 Beras yang patah-patah, kecil-kecil.

(5)

.... nikmat benar rasanya”, apalagi ditambah minuman teh tawar yang hangat. Aku lebih suka sarapan seperti itu daripada makan nasi dingin dan lauk sisa kemaren.

Tujuh kurang seperempat, aku sudah siap berangkat. Tas sudah disalempangkan di bahu. Tas tersebut berisi batu tulis sebagai buku, anak batu tulis sebagai pensil, air sebagai penghapus dan seikat lidi berisi 10 batang untuk berhitung. Sepatu hitam dan kaus kaki putih sudah terpasang rapi di kakiku. Aku berangkat bersama kakakku yang terkecil dan kakakku yang nomor dua, setelah pamit kepada ibu dan bapak, karena lonceng sekolah akan berbunyi tepat jam 7 pagi.

Sesampainya di sekolah, sudah banyak anak-anak berkeliaran di halaman. Ada yang bercanda sambil kejar-kejaran, ada yang main kelereng, ada yang cuma duduk-duduk sambil ngobrol. Tetapi, ada juga yang sudah jajan.

Kutanya kepada kakakku: “Pagi-pagi begini mengapa dia sudah jajan, Ni”7.

“Mungkin mereka belum sarapan pagi di rumahnya”, jawab kakakku.

“Ibunya tidak memasak ya?”.

“Mungkin nasi yang kemaren sudah habis, dan ibunya belum sempat memasak”.

“Ibunya belum bangun?”.

(6)

6

“Sudah. Mungkin mengurus anaknya yang kecil terlebih dahulu, baru nanti memasak nasi”.

“Mereka diberi uang jajan. Kenapa kita tidak diberi uang jajan oleh ibu?”.

“Kita kan sudah sarapan dengan nasi. Kita akan kenyang sampai siang. Lagi pula, kalau suka jajan, pikiran kita ingin jajan saja. Tak konsentrasi belajar. Nanti nilai kita jelek”, jelas kakakku.

“Teng .... teng .... teng .... teng ...”, lonceng berbunyi tepat jam 7. Semua permainan berhenti, semua obrolan diakhiri, semua yang sarapan disudahi. Anak-anak berlarian ke dekat tiang bendera, membentuk barisan sesuai kelas masing-masing. Kelas 2 sampai dengan kelas 6 sudah tahu di mana harus berbaris. Sementara anak kelas 1 masih bingung karena belum pernah berbaris.

Lalu datang seorang ibu guru yang cantik pakai baju kurung dan selendang berwarna ungu. Serasi sekali pakaiannya. Aku sudah kenal dengan ibu guru ini, namanya bu Yana. Rumahnya tak jauh dari rumahku, dan beliau selalu melewati rumahku setiap pulang pergi ke sekolah. Ibu guru yang cantik ini adalah idola kakak-kakakku. Mereka ingin menjadi guru seperti bu Yana yang selalu memakai baju bagus. Mereka tidak ingin seperti ibuku sebagai petani yang setiap hari membanting tulang di sawah atau di ladang di bawah terik matahari atau guyuran hujan. Ibuku tak pernah memakai baju bagus, kecuali kalau pergi ke pasar seminggu sekali.

“Anak-anak kelas 1 berbaris di sini ya ...”, kata bu Yana dengan lembut sambil menunjuk tempat yang paling kiri. “Buat 2 barisan yang rapi. Yang paling pendek di depan.

(7)

Makin kebelakang makin tinggi”, perintahnya. Karena anak-anak masih bingung, maka ibu guru ini terpaksa menarik anak yang pendek ke depan dan yang tinggi ke belakang.

Ketika komandan barisan meneriakkan: “Siiaaap ... grak!”, maka seluruh anak-anak berdiri siap dengan tangan lurus di samping badan. Bu Yana terpaksa mengajarkan dan membetulkan posisi siap anak-anak kelas 1, sambil berkata: “Contohlah kakak kelasmu”.

Kemudian komandan barisan meneriakkan: “Lancang depaaan ... grak!”. Semua anak menjulurkan tangan kanannya ke depan sampai menyentuh bahu temannya. Anak kelas 1 yang paling depan juga ikut menjulurkan tangan kanannya ke depan karena mencontoh teman yang di belakangnya. Lalu ibu guru kembali mengatakan bahwa anak yang paling depan tetap berdiri dalam posisi siap.

Referensi

Dokumen terkait

Equipment (Konvensi Tentang Kepentingan Internasional dalam Peralatan Bergerak) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 39 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 40, Pasal

Rendahnya kandungan Pb pada organ/jaringan yang diperiksa dalam penelitian ini dapat disebabkan affinitas Pb terhadap penyusun jaringan tersebut relatif rendah, seperti

Mengingat karya yang diciptakan semata-mata tidak mengedepankan bentuk dan teknik belaka, melainkan juga memperkuat isi atau pesan yang hendak disampaikan, maka, apa yang

Jadi dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa special event merupakan suatu peristiwa atau kegiatan khusus di luar kebiasaan sehari hari yang dalam perencanaannya

RUBIK penuh kebijaksanaan serta menjadikan keberagaman budaya dan tradisi ini sebagai kelebihan dan keunikan Agama Buddha di Indonesia, maka hal ini akan sangat bermanfaat

berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung

Nilai perusahaan merupakan nilai jual sebuah perusahaan sebagai suatu bisnis yang sedang beroperasi, karena jika nilai perusahaan tersebut semakin tinggi dapat

Rosady Ruslan (dalam Nova,2011:204) mendefinisikan media relations adalah suatu kegaiatan humas dengan maksud menyampaikan pesan (komunikasi) mengenai aktivitas yang