HUBUNGAN ANTARA BERMAIN PERAN DENGAN INTERAKSI SOSIAL ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK
ABA IV KOTA JAMBI
SKRIPSI
Nama : Eka Khusnawati Nim : RR1F116010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI 2020
ABSTRAK
Khusnawati Eka. 2020. Hubungan Antara Bermain Peran Dengan Interaksi Anak
Usia 5-6 Tahun Di TK ABA IV Kota Jambi. Skripsi. Program Studi Ilmu Pendidikan Anak Usia Dini, Jurusan Pendidikan Anak usia Dini dan Dasar, FKIP, Universitas Jambi. Pembimbing (I) Drs. Tumewa Pangaribuan, M.Pd dan Pembimbing (II) Nyimas Muazzomi, S.Ag., M.Pd.
Kata Kunci: Bermain Peran, Interaksi Sosial
Interaksi sosial menjadi dasar bagi manusia untuk bersosialisasi, tak terkecuali anak usia dini, seorang anak usia dini untuk bisa memiliki interaksi sosial yang baik apabila diberikan kegiatan yang tepat agar dapat menstimulus dan merangsang interaksi sosialnya, salah satu kegiatan tersebut adalah bermain peran. bermain peran adalah bermain simbolik yang dapat mengembangkan beberapa aspek perkembangan salah satunya interaksi sosial pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Jean Piaget tentang tahapan perkembangan bermain dan teori John Luwis Gillin & John Philip Gillin tentang interaksi sosial. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat hubungan antara bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi?”. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi.
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasi karena di dalam penelitian ini untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Populasi penelitian ini berjumlah 70 anak dan sampel penelitian ini 70 anak di TK ABA IV Kota Jambi, dan teknik penarikan sampel adalah total sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket (kuesioner) yang di berikan kepada guru tentang bermain peran dan interaksi sosial. Analisi adata yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji linearitas, uji korelasi pearson product moment, uji t-test. Dengan bantuan IBM
SPSS Statistict 22.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa terdapat huubungan antara bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi.. Dengan perhitungan dengan uji normalitas menunjukkan nilai sig 0.200 > 0.005 artinya data berdistribusi normal. Uji linearitas menjelaskan bahwa Fhitung=2.015 > Ftabel=3,13 atau dengan nilai probabilitas 0.000 < 0.05 sehingga dapat disimpulkan regresi berpola linear. Pada pengujian korelasi di dapatkan koefisien rxy hitung sebesar 0,645 lebih besar dari r tabel sebesar 0,235 . rhitung > rtabel (0,645 > 0.235), dan uji t-tesr analisis pada taraf signifikansi 5% menunjukkan nilai thitung > ttabel (6.965 > 1.995). kooefesien korelasi antara variabel X dan Y yakni bermain peran (X) dengan interaksi sosial (Y) adalah 0.645 dengan menunjukan tingkat hubungan yang kuat.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: “terdapat hubungan korelasi yang kuat antara bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi”.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wata‟ala, karena atas berkah dan rahmat serta ridha-Nya yang senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya, Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga menjadi skripsi dengan berjudul “Hubungan Antara Bermain Peran Dengan Interaksi Sosial Anak Usia 4-5 Tahun di TK ABA IV Kota Jambi”.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Selain itu, penulisan skripsi ini mungkin juga tidak dapat terlaksana dengan lancar tanpa adanya berbagai pihak-pihak terkait yang membantu menyelesaikan proposal skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak terkait. Pihak-pihak tersebut adalah:
1. Bapak Drs. Tumewa Pangaribuan, M.Pd dan Ibu Nyimas Muazzomi, S.Ag., M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi saya di Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
2. Bapak Dr. Drs. H. Hendra Sofyan, M.Si selaku ketia Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini.
Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Universitas Jambi yang telah membimbing, mendidik serta telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat bagi diri saya yang didapatkan selama perkuliahan.
4. Kedua orang tua saya sangat berjasa dalam hidup saya mulai dari mengandung, melahirkan, mengasuh, mendidik, dan memenuhi semua kebutuhan saya sampai membesarkan saya, yang tak henti-hentinya selalu mendo‟akan yang terbaik untuk saya sampai saat ini dan dengan segala fasilitas yang disediakan sehingga saya sampai pada tahap akhir penyelesaian sarjana.
5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2016, khususnya kelas R-002 yang namanya tidak dapat dituliskan satu persatu. Teman-teman yang membantu saya mencari moril.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam proposal ini jauh dari kata sempurna. Harapan penulis semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta dapat dikembangkan lagi. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan proposal ini di waktu yang akan datang.
Jambi, 01 Desember 2020 Penulis
Eka Khusnawati NIM RRA1f116010
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Identifikasi Masalah ... 5 1.3 Batasan Masalah... 6 1.4 Rumusan Masalah ... 6 1.5 Tujuan Penelitian ... 6 1.6 Manfaat Penelitian ... 6 1.7 Devinisi Operasional ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Bermain Peran ... 9
2.1.1. Pengertian Bermain ... 9
2.1.2. Tahapan Perkembangan Bermain Anak ... 10
2.1.3. Pengertian Bermain Peran ... 11
2.1.4. Langkah-Langkah Bermain Peran ... 13
2.1.5. Jenis-Jenis Bermain Peran ... 19
2.1.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Bermain Peran ... 20
2.1.7. Aspek Perkembangan Yang Diperoleh Dari Bermaqin Peran ... 21
2.1.8. Manfaat Bermain Peran ... 23
2.1.9. Tujuan Bermain Peran ... 24
2.1.10. Pola Interaksi Dalam Bermain Peran ... 25
2.1.11. Kelebihan dan Kelemahan Bermain Peran ... 25
2.2.Interaksi Sosial ... 27
2.2.1. Pengertian Interaksi Sosial ... 27
2.2.2. Faktor Dasar Adanya Interaksi Sosial ... 30
2.2.3. Fase-Fase Interaksi Sosial ... 32
2.2.5. Karakteristik Interaksi Sosial ... 33
2.2.6. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 34
2.2.7. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 37
2.3.Kaitan Antara Bermain Peran Dengan Interaksi Sosial ... 40
2.4.Penelitian Relevan ... 41
2.5.Kerangka Berfikir... 43
2.6.Hipotesis ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 44
3.2.Jenis Penelitian ... 44
3.3.Populasi dan Sampel ... 44
3.4.Jenis dan Sumber Data ... 46
3.5.Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.6.Teknik Validasi Instrumen Penelitian ... 49
3.7. Teknik Analisis data ... 49
3.7.1 Uji Prasyarat ... 49
3.7.2 Uji Hipotesis ... 51
3.7.3 Uji T ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data dan Pengujian Hipotesis ... 54
4.1.1 Hasil Analisis Deskripsi Bermain Peran ... 55
4.1.2 Hasil Analisis Deskripsi Interaksi Sosial ... 59
4.2. Hasil Uji Prasyarat ... 63
4.2.1. Uji Normalitas ... 63
4.2.2. Uji Linearitas ... 64
4.3. Uji Hipotesis ... 64
4.3.1. Uji Korelasi Pearson Product Moment ... 64
4.3.1. Uji T-test ... 68
4.4. Pembahasan ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN ... 77
DAFTAR TABEL
3.1. Tabel Data Populasi Penelitian ... 45
3.2. Tabel Sampel Penelitian ... 45
3.3. Tabel Kisi-Kisi Angket Bermain Peran ... 46
3.4. Tabel Kisi-Kisi Angket Interaksi Sosial ... 48
3.5. Tabel Interprestasi terhadap koefisien korelasi ... 52
4.1. Tabel Hasil Skor Angket Variabel X ... 55
4.2. Tabel Deskripsi Statistik Variabel X ... 56
4.3. Tabel Distribusi Frekuensi Variabel X ... 57
4.4. Tabel Hasil Skor Angket Variabel Y ... 59
4.5. Tabel Deskripsi Statistik Variabel Y ... 60
4.6. Tabel Distribusi Frekuensi Variabel Y ... 61
4.7. Tabel Uji Normalitas ... 63
4.8. Tabel Uji Linearitas ... 64
4.9. Tabel Rekap Tabulasi Data Korelasi ... 65
4.10. Tabel Korelasi ... 67
4.11. Tabel Pedoman Terhadap Interprestasi Korelasi ... 68
DAFTAR GAMBAR
3.1. Gambar Kerangka Berfikir ... 43
3.2. Gambar Histogram Bermain Peran ... 58
3.3. Gambar Histogram Interaksi Sosial ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-Kisi Angket Bermain Peran ... 78
Lampiran 2. Kisi-Kisi Angker Interaksi Sosial ... 80
Lampiran 3. Angket Penelitian ... 81
Lampiran 4. Hasil Data Penelitian ... 87
Lampiran 5. Korelasi Pearson Product Moment Variabel X dan Variabel Y ... 89
Lampiran 6. Nilai F Tabel ... 91
Lampiran 7. Nilai R Tabel ... 93
Lampiran 8. Nilai T Tabel ... 95
Lampiran 9. RPPM ... 96
Lampiran 10. RPPH ... 104
Lampiran 11. Tabulasi Nilai Angket Bermain Peran ... 112
Lampiran 12. Tabulasi Nilai Angket Interaksi Sosial ... 115
Lampiran 13. Dokumentasi Foto Bermain Peran ... 118
Lampiran 14. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas ... 123
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomer 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yaitu mengembangkan seluruh aspek manusia Indonesia dan mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa Indonesia (Sujiono, 2013:8)
Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orangtua dalam proses pengasuhan, perawatan, dan pendidikan kepada anak dengan menciptakan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan untuk memahami dan mengetahui tentang bagaimana belajar yang diperolehnya dari lingkungan.
Selain itu menurut Direktorat PAUD dalam Mutiah Diana (2015:2) pendidikan anak usia dini juga menempati posisi yang mendasar dan menempati posisi yang sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia. Anak usia dini ialah mahluk yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan aspek-aspek perkembangan yang terdapat dalam dirinya.
Usia dini (0-6 tahun) merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan bagi anak di masa depannya atau disebut juga masa golden age (masa keemasan) sekaligus masa yang kritis untuk menentukan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Maka dari itu, ketika anak berada dalam masa keemasan maka orang tua maupun guru mempunyai tanggung
jawab untuk menstimulasi dan merangsang perkembangan anak. Bagi orang tua stimulasi yang dapat diberikan kepada anak yaitu dengan menyediakan berupa fasilitas sarana dan prasarana yang baik dan tepat ketika anak berada di lingkungan rumah. Sedangkan bagi guru di sekolah salah satu cara untuk menstimulasi dan merangsang pertumbuhan dan perkembang anak yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, serta melaksanakan kegiatan bermain yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal.
Salah satu kegiatan bermain yang dapat dilakukan oleh anak adalah kegiatan bermain peran. Menurut Aida dan Rini (2015:89) Metode bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif, yang diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang dipilih. Perilaku yang dilakukan anak ditampilkan dalam setiap tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan penggunaan bahasa. Anak melakukan impersonalisasi terhadap karakter yang dikaguminya atau ditakutinya baik yang ia temui dalam kehidupan sehari-hari maupun dari tokoh yang ia tonton di film.
Dengan menampilkan bermacam peran, anak berusaha untuk memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan di ambilnya dan melibatkan interaksi verbal paling tidak dengan satu orang lain. Selain itu anak juga dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntunan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dan dapat memahami tingkah lakunya sendiri serta paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Kegiatan bermain peran sangat sesuai dengan karakteristik anak usia dini karena pada saat ini anak berpikir secara simbolik sehingga kegiatan ini sangat tepat dan efektif dalam rangka mengoptimalkan potensi anak bagi pembentukan dasar (fisik, bahasa, kognitif, seni) dan perilaku (moral-agama, dan sosial-emosional). Selain itu main peran juga menjadi perhatian penting karena dalam anak bermain dapat mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya.
Menurut Bonner dalam Yuniati (2014:75) interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan hubungan timbal balik dari pada interaksi sosial antara dua atau lebih individu itu. Anak yang mampu berinteraksi sosial dengan baik akan mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Jadi kemampuan berinteraksi sosial sangat penting bagi anak usia dini.
Mengapa interaksi sosial menjadi penting bagi anak usia dini? Tentu kita ketahui bahwa anak usia dini juga sama seperti orang dewasa. Mereka memiliki keinginan untuk menjalin relasi dengan orang lain untuk memenuhi keinginan ataupun tujuannya. Bahkan interaksi sosial menjadi dasar bagi anak usia dini dalam bersosialisasi di manapun ia berada termasuk di sekolah.
Agar kemampuan anak berkembang khususnya interaksi sosial pada anak berkembang dengan baik sebaiknya diberikan kegiatan yang dapat membuat interaksi sosial anak dapat berkembang dengan kegiatan tersebut yaitu dengan metode yang dapat merangsang interaksi sosial anak seperti bermain peran.
Bermain peran merupakan salah satu bentuk pembelajaran dimana anak-anak ikut aktif dalam memankan peran-peran tersebut. Bermain peran dapat juga disebut bermain simbolik atau main pura-pura, fantasi imajinasi atau main drama (Khoerunnisa, 2015:8)
Dalam bermain peran itu sendiri dapat dilakukan dengan cara berkelompok ataupun secara mandiri. Banyak sekali manfaat yang didapat oleh anak dengan bermain peran termasuk interaksi sosialnya. Oleh sebab itu kegiatan bermain peran baik sekali digunakan untuk anak dalam bermain karena dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan.
Penting sekali bagi orang tua dan seorang pendidik dituntut agar dapat mengembangkan interaksi sosial pada anak.. Interaksi sosial pada anak adalah sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan. Sebab, merupakan sesuatu yang berharga untuk masa depan anak yang akan datang agar anak tersebut memiliki interaksi sosial yang baik sehingga anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, bermain peran sangat berperan penting dalam membentuk kemampuan berinteraksi sosial anak usia dini. Hasil observasi awal pada tanggal 20-22 Januari 2020, pada anak usia 5-6 tahun tepatnya di kelas B1, B2, B3, dan B4 terdapat 70 anak, yakni 39 Perempuan dan 31 laki-laki. Dari 70 anak tersebut terdapat 39 anak interaksi sosialnya masih belum berkembang secara optimal yaitu dengan inisial DT, GA, GT, HH, JT, MT, SA, UV, .AG, QA, RA, ZA, AS, HK, KF, MA, NB, NF, RA, RS, SM, SR, AL, AA, FQ, JD, KN, KS, MF, MA, NS, RA, SN, CA, FJ, MN, IA, SA, KP. Hal ini dapat diketahui ketika peneliti melakukan pengamatan ada anak yang lebih memilih untuk bermain
sendiri, anak memilih diam saja dan memilih mengerjakan sesuatu tersebut sendiri dan agak menjauh dari teman lainnya, anak lebih memilih untuk berdiri dan melihat temannya saja kalau tidak anak hanya sibuk dengan dirinya sendiri, anak mengabaikan teman yang mengajaknya berbincang disampingnya, anak saat diajak berbincang tidak mau menjawab tetapi ia hanya melihat orang yang mengajaknya berbincang setelah itu ia kembali menunduk. Tetapi tidak semua begitu dan ada pula yang sesuai harapan. Ada juga anak yang mampu berinteraksi sosial walaupun belum sesuai harapan, lalu ada pula anak yang ternyata interaksi sosialnya sesuai harapan.
Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan kegiatan bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA 4 Kota Jambi karena menurut peneliti masalah yang diangkat tersebut menarik untuk diteliti. Selain itu objek penelitian sangat mendukung untuk diteliti dengan adanya fasilitas – fasilitas yang tersedia dan sentra bermain peran yang mendukung penelitian ini. Melihat analisis permasalah di atas, peneliti mengangkat judul “Hubungan Antara Kegiatan
Bermain Peran Dengan Interaksi Sosial Anak Usia 5-6 Tahun di TK ABA IV Kota Jambi“.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat disimpulkan identifikasi masalah penelitian ini adalah:
1. Belum optimalnya kemampuan interaksi sosial pada anak usia dini.
2. Masih adanya anak yang belum bisa merespon dengan baik jika diajak berinteraksi.
1.3 Batasan Masalah
Agar dapat mempermudah dan menghindari penafsiran yang berbeda-beda maka peneliti memberi batasan masalah penelitian ini:
1. Kegiatan bermain peran dalam penelitian ini di batasi pada kegiatan bermain peran makro.
2. Interaksi Sosial dalam penelitian ini di batasi pada interaksi sosial asosiatif 3. Penelitian ini di batasi pada anak usia 5-6 tahun TK ABA IV Kota Jambi
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan terdahulu, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: “Apakah terdapat hubungan antara bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi ?”
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengukur hubungan antara kegiatan bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Bagi guru
Sebagai pengetahuan bagi guru akan hubungan bermain peran dengan interaksi sosial anak usia 5-6 tahun di TK ABA IV Kota Jambi
2. Manfaat Bagi siswa
Agar anak dapat mengembangkan kemamouan berinteraksi sosialnya dengan melakukan kegiatan bermain peran
3. Manfaat Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengetahuan secara teoritis berdasarkan penelitian dan sebagai syarat meraih gelar strata 1 (S1)
4. Manfaat Bagi Akademik
Dapat dijadikan sebagai pengembangan khasanah pengetahuan dalam menghadapi dunia pendidikan pada masa yang akan datang, guna memperbaiki permasalahan anak dalam berinteraksi sosial.
1.7 Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari perbedaan makna terhadap hal-hal yang bersifat esensial yang dapat menimbulkan kerancuan dalam mengartikan judul, maksud dari pengertian serta digunakan sebagai pengertian agar mudah dipahami
1. Kegiatan bermain peran
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bermain peran makro dalam penelitiannya. Dalam bermain peran makro anak berperan sesungguhnya dan menjadi seseorang atau sesuatu, dan cara bermain peran makro menurut Shaftel & Shaftel dalam Haenilah (2015:129) adalah: 1) Menjelaskan aturan bermain peran. 2) Menciptakan suasana yang dapat memotifasi anak dalam bermain peran. 3) Memilih peran. 4) Menyusun tahapan bermain peran. 5) Menyiapkan pengamat. 6) Pemeranan. 7) Diskusi. 8) Kesimpulan
2. Interaksi sosial.
Untuk penelitian ini peneliti menggunakan interaksi sosial asosiatif menurut Gillin & Gillin dalam Philipus & Aini (2011:23) dimana interaksi sosial asosiatif adalah interaksi sosial yang positif atau mengarah pada persatuan, dan
interaksi sosial asosiatif dapat tercipta karena adanya kerja sama, akomodasi, dan asimilasi.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Bermain Peran
2.1.1 Pengertian Bermain
Bermain merupakan kebutuhan ilmiah anak usia dini. Selain sebagai aktifitas bersenang-senang, bermain juga dimaksutkan untuk belajar anak.Karena memang belajarnya anak melalui aktifitas bermain. Jadi bermain bagi anak usia dini mempunyai kedudukan yang sangat penting. Banyak manfaat yang dapat diperoleh anak dari kegiatan bermain , oleh karenanya kegiatan bermain tidak bisa dilepaskan dari anak usia dini.
Bermain menjadi prioritas utama kegiatan pembelajaran anak usia dini. Melalui bermain seorang anak dapat belajar berbagai hal yang baru yang belum ia ketahui sebelumnya. Selain itu, bermain dapat pula menstimulasi berbagai perkembangan anak, seperti fisik-motorik, kognitif, logika-matematika, bahasa, moral-agama, sosial-emosional, dan seni. Melalui bermain pula kreatifitas anak akan terbangun dan berkembang dengan maksimal. Dalam rangka mengetahui peran penting bermain bagi perkembangan anak.
Bermain bagi anak usia dini sudah tidak asing lagi. Setiap pada anak usia dini pasti disitu dijumpai kegiatan bermain. Bermain dengan anak usia dini diibaratkan seperti halnya dua sisi mata uang. Antara sisi satu dengan sisi lainnya saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Karena memang bermain itu adalah dunianya anak.
Menurut Santrock dalam Anggraini (2019:106) bermain adalah proses kegiatan yang dilakukan anak secara berulang untu mencapai kesenanangan dan kepuaan bagi dirinya
Johan Huizinga dalam Suminar (2019:17) memandang bahwa bermain adalah kegiatan khas yang dilakukan oleh setiap manusia, tanpa memandang usia dan latar belakang darimana manusia tersebut berasal.
Menurut Sofyan Hendra (2015:55) bermain adalah suatu kegiatan atau tingkah laku yang dilakukan anak secara sendiri atau berkelompok dengan menggunakan alat atau tidak untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, bermain ada yang dapat dilakukan sendiri dan ada pula yang dapat dilakukan secara berkelompok sesuai kecepatannya sendiri maka ia melatih kemampuannya.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu upaya untuk memperoleh suatu kesenangan dan kepuasan jiwa dalam setiap aktifitas yang dilakukan, baik menggunakan alat permainan atau tidak. Namun untuk anak usia dini sebaiknya bentuk alat permainan harus memiliki nilai edukatif, agar dapat mengembangkan potensi anak (Fadillah,2017:8)
2.1.2 Tahapan Perkembangan Bermain
Tahapan perkembangan bermain menurut Jean Piaget dalam Kurnia (2012:79) adalah sebagai berikut:
1. Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti
kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.
2. Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2- 7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura.
3. Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.
4. Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya
2.1.3 Pengertian Bermain Peran
Menurut Hurlock dalam Febriana (2018:120) bermain peran atau yang sering disebut bermain purapura adalah bentuk aktif dimana anak-anak, melakukan kegiatan yang berhubungan dengan materi atau keadaan yang seolah nyata atau benar-benar terjadi.
Menurut Darmadi (2019:76) bermain peran disebut juga bermain simbolik,pura-pura, fantasi, imajinasi, atau bermain drama. Bermain peran ini sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, emosional anak, pada usia
tiga sampai enam tahun. Bermain peran dipandang sebagai kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan spesial, afeksi, dan keterampilan kognisi.
Menurut Mansyur dalam Yanto (2015:54) bermain peran adalah cara
menyajikan suatu bahan pelajaran atau materi pelajaran dengan
mempertunjukkan, mempertontonkan, atau memperlihatkan suatu keadaan atau peristiwa-peristiwa yang dialami orang, cara atau tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi dengan kata lain bermain peran adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem atau masalah agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial tersebut.
Menurut Zainal Aqib dalam Ernani & Syarifudin (2016:31) metode role playing atau bermain peran adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Menurut Roestiyah, metode role playing atau bermain peran adalah dimana siswa bisa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial/psikologis itu.
Adapun pendapat dalam Nuliandiri dalam Ketia (2019:27) bermain peran adalah merupakan metode yang dapat mendorong para siswa untuk memerankan, mendramatisasikan, dan melihat secara langsung situasi yang terkait dengan masalah-masalah, tanpa menggunakan naskah tertulis untuk kemudian mendiskusikan masalah-masalah tersebut.
Selain itu ada Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan dalam Rahmawati (2014:383) metode bermain peran merupakan metode yang dilakukan secara memperagakan suatu kegiatan secara singkat dengan tekanan utama pada karakter atau sifat orang.
Khoerunnisa (2015:84) bermain peran merupakan salah satu bentuk pembelajaran, dimana anak-anak ikut terlibat aktif dalam memainkan peran-peran tertentu. Bermain peran dapat disebut juga dengan main simbolik atau main pura-pura, fantasi imajinasi atau main drama.
Menurut Aida dan Rini (2015:89) metode bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif, yang diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang dipilih. Perilaku yang dilakukan anak ditampilkan dalam setiap tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan penggunaan bahasa. Anak melakukan impersonalisasi terhadap karakter yang dikaguminya atau ditakutinya baik yang ia temui dalam kehidupan sehari-hari maupun dari tokoh yang ia tonton di film.
Menurut Heru Subagiyo (2013:3) dalam Utama (2018:110) bermain peran atau role playing diartikan mengacu pada perubahan perilaku seseorang untuk menjalankan peran, baik peran sosial sebagai masyarakat ataupun peran khayalan seperti dalam teater. Jadi metode bermain peran atau role playing pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke suatu pertunjukan peran didalam kelas atau pertemuan, yang kemudian
dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta didik memberikan penilaian terhadap perannya.
2.1.4 Langkah-langkah bermain peran
Bermain peran adalah suatu permainan yang terstruktur dan memiliki tujuan, untuk sampai pada tujuan bermain peran tersebut ada langkah-langkah yang harus dilakukan saaat bermain peran agar permainan tersebut sampai pada tujuannya.
Menurut Yanto (2015:55) dalam rangka menyiapkan suatu situasi bermain peran di dalam kelas, guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan dan Instruksi
a) Guru memilih situasi atau masalah bermain peran.
Situasi-situasi yang dipilih harus menjadi “sosiodrama” yang menitik beratkan pada jenis peran, masalah dan situasi familier, serta pentingnya bagi siswa. Keseluruhan situasi harus dijelaskan, yang meliputi deskripsi tentang keadaan peristiwa, individu-individu yang dilibatkan, dan posisi-posisi dasar yang diambil oleh pelaku khusus. Para pemeran khusus tidak didasarkan pada individu nyata di dalam kelas, hindari tipe yang sama pada waktu merancang pemeran supaya tidak terjadi gangguan hak pribadi secara psikologis dan merasa aman.
b) Latihan terlebih dahulu
Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan pemanasan. latihan-ltihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan ini dirancang untuk
menyiapkan siswa, membantu mereka mengembangkan imajinasinya, dan untuk membentuk kekompakkan kelompok dan interaksi.
c) Guru memberikan instruksi khusus kepada peserta bermain peran.
Setelah memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas. Penjelasan tersebut meliputi latar belakang dan karakter- karakter dasar melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta (pemeran) dipilih secara sukarela. Siswa diberi kebebasan untuk menggariskan suatu peran. Dalam brifing, kepada pemeran diberikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian, perasaan, dan keyakinan dari para karakter. Dengan demikian dapat dirancang ruangan dan peralatan yang perlu digunakan dalam bermain peran tersebut.
d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan.
Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing peran kepada para audience. Para audience diupayakan mengambil bagian secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu kelas dibagi dua kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator, masing-masing melaksanakan fungsinya. Kelompok satu bertindak sebagai pengamat yang bertugas mengamati, adapun yang di amati adalah :
1. perasaan individu karakter,
2. karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi, 3. mengapa karakter merespons cara yang mereka lakukan.
Sedangkan kelompok dua bertindak sebagai spekulator yang berupaya menanggapi bermain peran itu dari tujuan dan analisis pendapat. Tugas kelompok ini mengamati garis besar rangkaian tindakan yang telah dilakukan oleh pemeran.
2. Tindakan Dramatik dan Diskusi
Setelah melaksanakan persiapan dan intruksi selanjutnya ada tindakan dramatis dan diskusi. Tindakan dramatik dan diskusi tersebut meliputi:
a) Para pemain terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran.Sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran.
b) Bermian peran harus berhenti pada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut. c) Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat
pada situasi bermain peran.
Masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya. Para pemain juga dilibatkan dalam diskusi tersebut. Diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup siswa, yang pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna untuk mengamati dan merespon situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Evaluasi Bermain Peran
Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran. Siswa diperkenankan memberikan komentar evaluatif tentang bermain peran yang telah dilaksanakan, misalnya tentang makna bermain peran bagi meraka, cara-cara yang telah dilakukan selama bermain peran, dan cara-cara meningkatkan efektivitas bermain peran selanjutnya.
Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran yang dilakukan siswa. Dalam melakukan evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluasi dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh guru selama berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan evaluasi tersebut, selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangan pribadi, sosial, dan akademik para siswanya
Daftar centang ini berguna untuk menentukan prinsip-prinsip yang mendasari strategi bermain peran serta langkah-langkah yang perlu dilakukan agar pelaksanaannya dapat berhasil dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Selanjutnya Shaftel dalam Haenilah (2015:129) mengemukakan tahapan-tahapan dalam pembelajaran bermain peran makro:
1. Menjelaskan aturan bermain peran
Sebelum bermain peran dimulai, hendaknya guru menjelaskan aturan bermain peran terlebih dahulu. Kegiatan ini berkenaan menggambarkan suatu peran berlandaskan prinsip-prinsip yang benar.
2. Menciptakan suasana yang dapat memotivasi anak untuk bermain peran. Beberapa cara yang dapat membangun motivasi anak adalah dengan mengeksplor keinginan anak, bertanya tentang pengalaman anak, atau bertanya tentang cita-cita anak. Bermain peran memiliki fungsi selain untuk
mengilustrasikan angan-angan, juga dapat menjadi cara untuk
mengungkapkan pengalaman psikologis anak. 3. Memilih peran.
Ketika anak-anak sudah sepakat menentukan jenis permainan, maka guru bersama anak harus mendiskusikan tentang sejumlah peran yang akan dimainkan, selan jutnya guru harus menawarkan masing-masing peran kepada
anak. Guru harus memberikan gambaran setiap peran dengan benar yang dilandasi oleh konsep keilmuan. Kondisi ini akan menjadi dasar pemahaman anak tentang peran itu.
4. Menyusun tahapan bermain peran.
Anak diajak dialog untuk menyusun tahapan bermain sesuai dengan gambaran garis besar alur cerita. Ketika menyusun tahapan bermain peran anak diberi kesempatan untuk mengemukakan idenya berdasarkan angan-angan atau pengalaman yang mereka miliki.
5. Menyiapkan pengamat.
Bermain peran merupakan suatu wahana pembelajaran yang sangat tepat untuk mengembangkan aspek bahasa dan sosial emosi anak. Guru harus menyiapkan pengamat untuk memberikan komentar terhadap peran-peran yang dimainkan oleh teman-temannya.
6. Pemeranan.
Pada tahap ini anak mulai memerankan masing-masing perannya secara spontan, sesuai dengan alur cerita. Pemeranan dapat berhenti apabila para anak terasa merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dilakukan. Adakalanya para anak keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan.
7. Diskusi
Diskusi bisa dimulai dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru. Guru dapat menelusuri bagaimana emosi anak ketika terlibat memerankan sebuah peran atau anak yang mengamati.
8. Kesimpulan
Tahap kesimpulan harus dapat menegaskan nilai-nilai positif yang terkandung dalam adegan bermain peran
Langkah-langkah tersebut harus guru lakukan dalam metode bermain peran pada anak usia dini dan guru harus paham tentang itu karena menurut Ekawarna & Sofyan (2010:26) tugas dan pekerjaan guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan pendidikan nasional terkenal memiliki tingkat kemajemukan (complexity) sangat tinggi, sebagian besar dari waktu yang dimiliki guru diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan tugas dan pengabdiannya sebagai pendidik, pelatih dan pengajar.
2.1.5 Jenis-jenis Bermain Peran
Bermain peran merupakan suatu bentuk kegiatan yang menuntut anak untuk berperan menjadi tokoh-tokoh tertentu. Melalui kegiatan ini anak akan belajar melakukan interaksi dengan temannya, belajar menghayati peran yang dimainkan, serta belajar memecahkan masalah sederhana yang terjadi saat anak sedang bermain
Menurut Arriyani dkk dalam Agustiani & Monepa (2019:157) terdapat dua jenis bermain peran, yaitu:
a. Bermain Peran Besar (Makro)
Kegiatan bermain peran besar (makro) dilaksanakan oleh anak langsung dan menggunakan alat dengan ukuran sesungguhnya. Dalam kegiatan ini anak dapat mengekspresikan ide-idenya dengan memerankan seseorang atau sesuatu. b. Bermain Peran Kecil (Mikro)
Dalam kegiatan bermain peran kecil (mikro), anak memainkan peran melalui alat bermain atau benda yang berukuran kecil. Anak bertindak sebagai dalang yang melupakan otak penggerak yang hidupkan alat main tersebut untuk memainkan adegan ataupun suatu peran-peran dalam skenario bermain peran.
Dalam menyajikan kegiatan pembelajaran, bermain peran makro dan bermain peran mikro dapat divariasikan. Kedua jenis bermain peran ini sangat menarik bagi anak karena kegiatan bermain peran yang dilakukan bersama teman akan menjadi pengalaman berharga bagi perkembangan sosial anak. Melalui kegiatan bermain peran diharapkan sifat egosentris anak akan semakin berkurang dan secara bertahap akan berkembang menjadi anak yang sosial yang dapat bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran adalah kegiatan memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda disekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan imajinasi anak. Bermain peran memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan pengertian mereka tentang dunia sekitarnya melalui peran-peran yang dimainkan mulai dari lingkungan terdekatnya sampai lingkungan sekitarnya. Kegiatan bermain peran merupakan praktik anak dalam kehidupan nyata yang membolehkan anak untuk membayangkan dirinya dimasa depan. Pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan bermain peran dapat mendukung dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi anak.
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Bermain Peran
Menurut Syarbini (2014:66) kualitas pengalaman bermain peran tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
2. Ruang yang cukup
3. Adanya peralatan untuk bermacam-macam adegan permainan
2.1.7 Aspek Perkembangan Yang Diperolah Dari Bermain Peran
Menurut Kuppermic (2011:141) dalam Sofyan (2018:74) Taman Kanak-kanak tidaklah sekedar berfungsi untuk meletakkan dasar-dasar kemampuan akademik melainkan juga mengembangkan aspek-aspek psikologi anak. Beranjak dari hal itu maka kurikulum atau program kegiatan belajar mengajar pada pendidikan anak usia dini seyogyanya dilandasi oleh pemahaman bagaimana anak-anak belajar tentang segala sesuatu. Inti dari program kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak adalah untuk memberikan pengalaman belajar yang penuh makna. Proses pembelajaran ini semua diharapkan untuk memberi atau merangsang pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek aspek psikologis anak secara optimal.
Dari bermain peran ini tentunya ada aspek perkembangan yang diperoleh oleh anak. Menurut Khoerunnisa (2015:86-87) menjelaskan ada beberapa aspek perkembangan yang berkembang, yaitu:
1. Bahasa dan intelektual
Ketika anak melakukan peran tertentu, seorang anak akan melakukan komunikasi dengan temannya dan menemukan banyak kosakata baru, serta mendapat informasi baru yang diperoleh dari pengalaman bermain mereka. 2. Rasa percaya diri
Ketika anak memainkan peran orang dewasa seperti menjadi seorang ayah, ibu, dokter, polisi, koki dan lain-lain, anak akan merasa mampu untuk melakukannya, sehingga rasa mampu inilah yang akan memupuk konsep diri yang nantinya akan membentuk rasa percaya diri anak. Hal ini dapat dilihat dari ekspresi wajah anak yang mencerminkan bahwa mereka merasa bangga dan senang saat memainkan peran tersebut.
3. Sosial emosional
Bermain peran dapat menumbuhkan sosial dan emosional anak, terlihat ketika anak bertukar pengalaman saat memainkan peran, dan harus sabar menunggu giliran ketika ingin memerankan tokoh yang lainnya, misalnya bermain peran dengan setting rumah sakit, dan tokoh yang diperankan diantaranya, dokter, suster, apoteker, dan pasien, anak akan bergantian memainkan peran tersebut.
4. Fisik Motorik
Bermain peran merupakan sebuah permainan yang mengajak seluruh anaknya untuk aktif bermain, sehingga anak akan lincah bergerak memainkan perannya dan melibatkan seluruh anggota tubuh dan indra mereka.
5. Fantasi dan Imajinasi
Melalui bermain peran, seorang anak akan mengeluarkan imajinasinya. Imajinasi tersebut dan menumbuhkan kreativitas anak, seperti halnya seorang anak ketika memainkan peran sebagai ayah yang harus pergi ke kantor menggunakan transportasi berupa mobil, maka ketika anak melihat sebuah kardus, anak tersebut akan mengolah jadikan sebagai mobil-mobilan.
Namun, menurut Abdurahman (2003: 13) dalam Sofyan Hendra (2016:30) keberhasilan semua aspek dari proses optimalisasi perkembangan yang ada pada anak-anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor ini meliputi: Kualitas guru dalam merancang dan menerapkan proses pembelajaran, infrastruktur yang tersedia, kurikulum, dan motivasi anak.
2.1.8 Manfaat Bermain Peran
Penggunaan metode bermain peran diharapkan dapat memberikan kesempatan pada anak dalam memahami situasi kehidupan yang sebenarnya, membangun keterampilan sosial serta mengekspresikan diri dengan kreatif.
Menurut Gunarti dkk dalam Agustiani & Monepa (2019:159) kegiatan bermain peran mempunyai manfaat sangat penting dalam perkembangan anak usia dini, yaitu:
a. Mengembangkan daya khayal/imajinasi b. Menggali kreatifitas anak
c. Melatih motorik kasar anak untuk bergerak d. Melatih penghayatan anak terhadap peran tertentu e. Menciptakan suasana yang menyenangkan
f. Mencapai kemampuan berkomunikasi secara spontan atau berbicara lancar g. Membangun pikiran yang analitis dan kritis, dan membangun sikap posotif
dalam diri anak
i. Untuk membawa situasi yang sebenarnya kedalam bentuk simulasi atau miniatur kehidupan
j. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembangan.
Pendapat lain mengenai manfaat dari bermain peran yaitu dari Khoerunnisa (2015:87-88) mengungkapkan bahwa manfaat bermain peran adalah sebagai berikut:
a. Membantu anak membangun konsep dan pengetahuan melalui rasa percaya diri anak dengan orang lain atau teman sebayanya. Contohnya pengetahuan tentang sekolah yang dia dapatkan melalui informasi teman sebayanya ketika mereka berbicara, mengobrol atau berkomunikasi.
b. Membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah. Contohnya ketika anak-anak memainkan dokter-dokteran, maka ia harus berfikir bagaimana tugas-tugas yang dilakukan dokter, dimana ruangan dokter dan peralatan apa saja yang digunakan dokter. c. Meningkatkan rasa percaya diri anak. Contohnya seorang anak yang percaya
diri dalam mengambil keputusan saat bermain bersama temannya dan percaya diri ketika kerja sama dan saling membantu dengan temannya dalam mengerjakan tugas.
2.1.9 Tujuan Bermain Peran.
Setiap permain pasti memiliki tujuannya masing-masing. Sama halnya dengan bermain peran. Tujuan bermain peran menurut (Endraswara,2011) dalam (Puspitasari 2013:71) mengatakan bahwa tujuan bermain peran adalah:
1. Mendorong siswa untuk menciptakan realitas mereka sendiri 2. Mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain
3. Meningkatkan motivasi belajar siswa
4. Melibatkan para siswa pemalu dalam kegiatan kelas 5. Membuat rasa percaya diri siswa
6. Membantu siswa untuk mengidentifikasi dan kesalah pahaman yang benar 7. Menunjukkan siswa bahwa dunia nyata yang kompleks dan masalah yang
muncul di dunia nyata tidak dapat diselesaikan dengan hanya menghafal informasi
8. Menggaris bawahi penggunaan simultan keahlian yang berbeda (yang diperoleh secara terpisah)
2.1.10 Pola interaksi Sosial Anak Dalam bermain Peran
Mildred Parten dalam Gunardi dalam Agustiani & Monepa (2019:161-162) menyatakan bahwa pola interaksi soaial anak dalam bermain peran adalah: a. Tidak Peduli: Anak tidak ikut bermain, hanya memperlihatkan perilaku tidak
peduli
b. Pengamat: Anak memperhatikan anak lain saat bermain. Mereka mungkin berhubungan secara lisan tetapi tidak ikut bermain
c. Bermain sendiri: Anak terlibat dalam main dengan diri sendiri
d. Paralel atau sosial berdampingan: Anak main dekat dengan anak lain. Anak terlibat dalam main sendiri tetapi senang dengan kehadiran anak lain
e. Asosiatif atau sosial bersama: Anak main dengan anak lain dalam satu kelompok, bertukar mainan dengan temainnya tetapi tidak ada tujuan yang direncanakan
f. Sosial bekerja sama: anak main dengan anak lain dan kegiatan mainnya memiliki tujuan yang direncanakan, anak merencanakan dan berperan
2.1.11 Kelebihan dan Kelemahan Bermain Peran
Dalam bermain peran dan kelebihan-kelebihan atau nilai plus dari permainan ini. Menurut Utama (2018:110) mengatakan bahwa kelebihan metode bermain peran atau role playing adalah seluruh peserta didik terlibat atau berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Selain itu kelebihan metode ini adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda
3. Guru dapat mengevaluasi pengalaman peserta didik melalui pengamatan pada waktu permainan
4. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan peserta didik, disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan dan yang saling untuk tidak dilupakan.
5. Sangat menarik bagi peserta didik sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias
6. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri peserta didik serta menumbuhnkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
7. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya dengan penghayatan peserta didik sendiri.
Dalam sebuah permainan pasti ada kelebihan dan kelemahannya, sama halnya dengan bermain peran, bermain peran bukan hanya memiliki
kelebihan,pastinya juga memiliki kekurangan didalamnya. Menurut Syaodih (2005:49) dalam Endramoyo (2018:26) ada beberapa kelemahan bermain peran yitu:
1. Guru harus menguasai dengan betul permasalahan apa yang diangkat dalam permainan bermain peran, jika tidak bermain peran yang dilakonkan siswa tidak akan berhasil
2. Masalah yang dianggap mengenai realita kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan melihat aspek norma-norma yang berlaku dan kaidah sosial agar tidak menyinggung perasaan seseorang
3. Memerlukan waktu yang relatif panjang.
2.2 Interaksi Sosial
2.2.1 Pengertian Interaksi Sosial
Manusia terlahir sebagai makhluk sosial, kenyataan tersebut menyebabkan manusia tidak akan dapat hidup normal tanpa kehadiran manusia yang lain. Hubungan tersebut dapat dikategorikan sebagai interaksi sosial. Adapun pengertian interaksi sosial menurut para ahli dapat dikemukakan sebagai berikut
Menurut Setiadi & Kolip dalam Mahmud dkk (2015:130) mengatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan yang dinamis berkaitan dengan orang per orongan, kelompok perkelompok, maupun perorangan terhadap kelompok ataupun sebaliknya
Menurut Lestari (2013:75) Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan orang perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorang dengan kelompok manusia
Dalam berinteraksi seseorang individu atau kelompok sosial sedang berusaha atau belajar untuk memahami tindakan sosial seorang individu ataupun kelompok sosial lain. Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur bila individu dalam masyarakat dapat bertindak sesuai dengan konteks sosialnya, yakni tindakan yang disesuaikan dengan situasi sosial saat itu, tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, serta individu bertindak sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat
Menurut Gilin & Gilin (1956) dalam Purwahida (2017:212) dalam mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia. Hubungan ini memprasyaratkan kehadiran minimal dua pihak. Interaksi akan terjadi dengan adanya kehadiran minimal dua pihak.
Koentjaningrat (1990) dalam Purwahida (2017:212) menambahakan bahwa interaksi sosial terjadi apabila seseorang individu melakukan sesuatu hal yang dapat menimbulkan suatu reaksi bagi individu lainnya. Rusdiyanta (2009) menegaskan pendapat kedua pakar di atas mengenai pengertian interaksi sosial sebagai hubungan pengaruh yang tampak dalam pergaulan hidup bersama.
Widodo & Pratitis (2013:132) interaksi sosial terjadi karena manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lainnya bukan hanya untuk mempertahankan hidupnya, melainkan juga untuk melakukan kegiatan lainnya. Interaksi sosial pertama kali terjadi didalam keluarga, terutama dengan ibu. Seiring dengan perkembangan lingkungan sosial seseorang, interaksi tidak saja terjadi dengan anggota keluarga, tetapi juga meliputi lingkup sosial yang
lebih luas seperti di sekolah, masyarakat dan dengan teman-teman, baik yang sesama jenis maupun berbeda jenis kelamin.
Gillin dan Gillin dalam Fatnar & Anam (2014:42) interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusi.
Menurut Walgito dalam Fatnar & Anam (2014:42) interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Interaksi sosial merupakan salah satu cara individu untuk memelihara tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tetap dapat bertingkah laku sosial dengan individu lain.
Menurut Santoso dalam Fatnar & Anam (2014:42) interaksi sosial dapat pula meningkatkan jumlah atau kuantitas dan mutu atau kualitas dari tingkah laku sosial individu sehingga individu makin matang di dalam bertingkah laku sosial dengan individu lain di dalam situasi sosial.
Sartika (2013:141) mengatakan bahwa Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.
Menurut Shaw dalam Yunistiati (2014:73) interaksi sosial adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain
Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain (Yuniati,2014:73)
Pengertian Interaksi sosial menurut Bonner dalam Yuniati (2014:75) interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan hubungan timbal balik dari pada interaksi sosial antara dua atau lebih individu itu.
Gerungan dalam Yuniati (2014:75) merumuskan interaksi sosial adalah sebagai suatu hubungan antara dua manusia atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi yang lain dan sebaliknya.
Dari pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa interaksi sosial adalah proses tindakan yang dilandasi oleh kesadaran adanya orang lain dan proses respon terhadap tindakan orang lain tersebut. Interaksi sosial sebagai kunci rotasi semua kehidupan sosial, dimana dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi sosial merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial. Karena tanpa adanya tindakan dan respon, maka kegiatan– kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.
Menurut Yuniati (2014:73) ada beberapa faktor dasar adanya proses interaksi sosial yaitu:
1. Faktor Imitasi
Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang
2. Faktor Sugesti
Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional
3. Faktor Simpati
Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan, kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilainilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati
4. Faktor Identifikasi
Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya).
Maunah (2016:132) menyebutkan beberapa faktor dasar terjadinya interaksi sosial yaitu:
1. Imitasi
Kehadiran imitasi dapat mendorong seseorang untuk memahami kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku
Kehadiran sugesti dapat berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
3. Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan suatu kecendrungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lainnya. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini
4. Simpati
Pada proses simpati ini terdapat proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan menjadi peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
2.2.3 Fase-Fase Interaksi Sosial
Menurut Bales dalam Yunistiati (2014:76) interaksi sosial merupakan proses yang kompleks sehingga bila dianalisa terdap pase-pase sebagai berikut:
1. dalam interaksi sosial terdapat aspek. 2. dalam interaksi sosial ada dimensi waktu 3. dalam interaksi sosial ada problem yang timbul
4. dalam interaksi sosial timbul ketegangan dalam penyelesaian problem yang ada
5. dalam interaksi sosial timbul suatu integrasi yaitu proses penyelesaian dari problem yang ada tersebut.
Proses interaksi sosial memiliki ciri-ciri. Menurut Muslim (2013:486) interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya dua orang pelaku atau lebih
2. Adanya hubungan timbal balik antar pelaku
3. Diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara langsung 4. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas.
Selanjutnya ada Tim Sosiologi (2002) dalam Ritonga & Tarigan
(2011:95) yang juga menyebutkan ada 4 (empat) ciri-ciri interaksi sosial, antara lain:
1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang.
2. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial. 3. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas.
4. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu.
2.2.5 Karakteristik Interaksi Sosial
Ada beberapa karakteristik interaksi sosial. Menurut Gerungan dalam Pebriana (2017:7) bahwa interaksi sosial itu memiliki karakteristik yang dinamis dan tidak statis. Hal ini berarti bahwa karakteritik interaksi sosial dapat ditinjau dari berbagai segi sesuai dengan ciri interaksi yang dilakukan manusia. Artinya bahwa karakteritik interkasi akan dapat dilihat secara detail pada model interaksi yang dilakukan oleh manusia. Secara umum model karakteristik interaksi sosial dapat diartikan sebagai model interaksi sosial yang secara individu,secara kelompok serta kelompok dengan kelompok. Untuk kejelasan karakteristik tersebut maka peneliti akan menguraikan karakteristik interaksi sosial sebagai berikut:
1. Interaksi antara individu dengan individu
Interaksi ini terjadi karena hubungan masing-masing personil atau individu. Perwujudan dari interaksi ini terlihat dalam bentuk komunikasi lisan atau gerak tubuh, seperti berjabat tangan, saling menegur, bercakap-cakap, atau saling bertengkar.
2. Interaksi Antara Individu dengan Kelompok
Bentuk interaksi ini terjadi antara individu dengan kelompok. Individu memiliki kepentingan untuk berinteraksi dengan kelompok tersebut. Misalnya seorang guru memiliki hubungan dengan individu atau siswa di sekolah. Bentuk interaksi semacam ini juga menunjukkan bahwa kepentingan seseorang individu berhadapan dengan kepentingan kelompok.
3. Interaksi Antara Kelompok dengan Kelompok.
Jenis interaksi ini saling berhadapan dalam bentuk berkomunikasi,namun bisa juga ada kepentingan individu di dalamnya atau kepentingan individu dalam kelompok tersebut.Ini merupakan satu kesatuan yang berhubungan dengan kepentingan individu dalam kelompok yang lain.
Selanjutnya ada Maryati & Suryawati dalam Ritonga & Tarigan (2011:95) yang juga mengatakan bahwa ada tiga macam karakteristik interaksi sosial, yaitu:
1. Interaksi antar individu dan individu dalam hubungan bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan)
2. Interaksi antara individu dan kelompok. Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam-macam sesuai situasi dan kondisinya.
3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok. Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi, misalnya, kerjasama antara dua perusahan untuk membicarakan suatu proyek.
2.2.6 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Ada pun syarat terjadinya interaksi sosial menurut Muslim (2013:485) Proses interaksi sosial dalam masyarakat terjadi apabila terpenuhi dua syarat sebagai berikut:
1. Kontak sosial
Kontak sosial yaitu hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapan, maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan reaksi.
2. Komunikasi
Komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu
Selanjutnya ada juga Soekanto dalam Soyomukti (2016:321) yang juga mengemukakan syarat interaksi sosial, adapun syarat itu adalah:
1. Kontak Sosial
Kata “kontak” (Inggris: “contact") berasal dari bahasa Latin yaitu con atau cum yang artinya bersama-sama, dan tango yang artinya menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau
hubungan fisik, sebab orang bisa melakukan kontak sosial dengan pihak lain tanpa menyentuh pihak lain yang terlibat. Kontak sosial juga dapat diartikan sebagai gejala sosial yang saling berhubungan, berhadapan, bertatap muka antara dua individu. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yakni:
a. Kontak sosial anatara orang per orang. Misalnya, seorang anak dengan anggota keluaraganya yang lain
b. Antara orang per orang dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya antara kelompok manusia dengan orang per orang. Dalam hal ini kelompok dianggap sebagai kesatuan yang memiliki nilai bersama yang mengatur. Misalnya partai politik, jika seseorang masuk kedalam partai politik ia harus menyesuaikan diri dengan ideologi partai politik tersebut.
c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Misalnya, kelompok-kelompok siswa berkumpul menolak adanya tindakan anarkis yang guru lakukan ketika mengajar.
Dari uraian di atas, juga harus diuraikan beberapa sifat-sifat kontak sosial, antara lain:
a. Kontak sosial tidak hanya tergantung pada tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan itu.
Kita dapat saja melakukan komunikasi panjang lebar dengan seseorang, tetapi jika tidak ada tanggapan, tindakan itu tidak dapat dikategorikan interaksi sosial.
b. Kontak sosial dapat bersifat positif dan negatif
Kontak sosial yang bersifat positif akan menghasilkan kerja sama yang saling menguntungkan. Sebaliknya, kontak sosial yang negatif akan menghasilkan
konflik atau pertentangan atau menghasilkan hubungan mendominasi yang merugikan suatu pihak.
c. Suatu kontak sosial juga dapat bersifat primer dan sekunder
Dalam kontak sosial primer, subjek yang mengadakan kontak saling bertatap muka, tidak menggunakan media atau sarana lainnya. Sedangkan kontak sosial sekunder, subjek yang mengadakan kontak sosial tidak saling bertatap muka tapi menggunakan media atau sarana lainnya.
2. Komunikasi
Menurut Dedy Mulyana dalam Soyomukti (2016:323) komunikasi berasal dari kata Bahasa latin communis yang berarti sama. Kata komunikasi juga mirip dengan kata komunitas (community), yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunikasi merujuk pada sekelompok orang yang hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu secara bersama. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Tujuan bersama akan tercapai bila makna yang terkandung dalam komunikasi dipahami secara bersama oleh komunitas.
Inti proses komunikasi adalah adanya pesan yang disampaikan, dan bagaimana pesan diterima oleh penerima pesan. Jadi, dalam interaksi sosial ada dan pihak atau lebih yang menerima pesan. Ada pertukaran pesan, dan ada media untuk menyampaikan pesan. Menurut Sujiono Soekanto dalam Soyomukti (2016:323) arti penting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (simbol-simbol yang digunakan, bahasa, dan gestikulasi) dan perasaan apa yang ingin disampaikan pada orang tersebut.
Soekanto (2012) dalam Fatnar & Anam (2014:72) , mengemukakan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu:
1. Kerja sama yang berarti suatu uasaha bersama antara perorangan atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan.
2. Akomodasi, sebagai suatu proses di mana orang perorangan saling bertentangan, kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
3. Persaingan, diartikan sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bersaing mencari keuntungan melalui bidang kehidupan dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman.
4. Konflik/pertentangan, adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan
Pada umumnya ada empat bentuk interaksi sosial kemudian dirinci lagi menjadi beberapa bentuk. Gillin & Gillin dalam Philipus & Aini (2011:23) mengadakan penggolongan yang luas dalam interaksi sosial. Menurut mereka ada dua macam proses yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu: 1. Proses Asosiatif (Processes Of Association)
Interaksi sosial bersifat asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan atau interaksi sosial yang bersifat positif. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif dapat tercipta karena adanya beberapa indikator, beberapa indikator tersebut adalah :
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang penting dan utama. Walapun pada kenyataannya kita tidak dapat menghindari adanya suasana pertentangan atau konflik. Dalam kerja sama itu terdiri dari lima bentuk, yaitu:
1. Kerukunan yang mencakup gotong royong atau tolong menolong 2. Bertukaran barang-barang dalam ketika bermainan ataupun belajar. 3. Sikap kepemimpinan
4. Sikap yang dapat menyesuaikan diri dalam suatu kelompok
5. Join venture yaitu kerja sama dalam mengusahakan proyek-proyek permainan tertentu misalnya pembuatan drama
b. Akomodasi
Akomodasi adalah suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan. Adapun beberapa bentuk akomodasi tersebut adalah:
1. Anak dapat mengalah ketika ada suatuprdebatan didalam kelompok. 2. Anak dapat mencegah meledaknya suatu pertentangan.
3. Anak dapat mengajak teman yang memiliki sifat individual di kelas untuk bekerja sama
4. Anak dapat bergaul dengan semua temannya sehingga tidak ada kelompok-kelompok tertentu di kelas.
c. Asimilasi
Asimilasi adalah suatu usaha yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok untuk mengurangi perbedaan diantara mereka. Adapun bentuk-bentuk asimilasi adalah:
2. Toleransi 3. Saling terbuka 2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut dengan oppositional process. Proses disosiatif dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:
a. Persaingan
Persaingan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia bersaing mencari keuntungannya melalui bidang kehidupan yang menjadi perhatian umum.
b. Kontroversi
Kontroversi sebenarnya suatu proses yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
c. Pertentangan
Pertentangan terjadi karena menyadari adanya perbedaan-perbedaan antara kelompok-kelompok lainnya..
Selanjutnya ada juga Muslim (2013:486) mengemukakan bahwa interaksi sosial dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1. Asosiatif
Interaksi sosial bersifat asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif dapat tercipta karena adanya beberapa hal berikut:
a. Kerjasama (cooperation) b. Akomodasi