• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE UMUM PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODE UMUM PENELITIAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

53

3 METODE UMUM PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara (Lampiran 1). Wilayah Kota Ternate dibatasi oleh Selat Halmahera dibagian Timur dan Laut Maluku di bagian Utara, Selatan dan Barat. Secara geografis Kota Ternate merupakan wilayah kepulauan yang terletak pada posisi 0o-2o LU dan 126o-128o BT. Sebagai wilayah yang memiliki tingkat kepadatan dan aktivitas yang tinggi, Kota Ternate juga merupakan salah satu daerah yang memiliki produktivitas sumberdaya ikan yang tergolong rendah dibandingkan dengan 9 kota/kabupaten lainnya yang terdapat di Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu selama lebih kurang 8 bulan.

3.2. Pengumpulan data

Dalam memenuhi tujuan yang ditetapkan, penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang dimulai dari penelitian pendahuluan, pengumpulan fakta dan data di lapangan, dan penelusuran pustaka. Data yang terkumpul mencakup seluruh atribut-atribut keberlanjutan perikanan yaitu pada aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan hukum/kelembagaan. Data ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pelaku perikanan (nelayan/ABK, pemilik kapal, pengumpul/dibo-dibo, petugas TPI, Pelabuhan Perikanan, dan stakesholders lainnya) dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan langsung di lokasi penelitian.

Beberapa data/informasi lainnya dihimpun bersumber dari penulusuran pustaka dari berbagai sumber yang relevan, diantaranya Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, Biro Pusat Statistik (BPS) daerah, dan hasil laporan-laporan penelitian dilokasi yang sama dan terkait dengan penelitian ini. Keseluruhan data ini kemudian diolah melalui berbagai analisis meliputi analisis deskriptif, analisis bioekonomi, financial performance analysis, analisis RAPFISH (multidimensional scaling/MDS, leverage analysis, monte carlo analysis), dan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Secara diagramatis, tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(2)

54

Gambar 2 Tahapan penelitian

RAPFISH Selesai Keragaan Perikanan Tangkap Kelayakan Investasi Perikanan Pelagis Status Sumberdaya Perikanan Pelagis Atribut-atibut Sensitif

Implementasi Kebijakan Pengembangan Keberlanjutan Perikanan Pelagis

Alternatif Kebijakan Pengembangan Perikanan Pelagis (Analisis AHP)

DESKRIPTIF BIOEKONOMI KINERJA

USAHA Perikanan

Pole and line

Perikanan Pancing tonda Perikanan Rawai tuna Perikanan Purse seine Mulai Tujuan Penelitian Deskripsi Umum Kondisi Lokasi Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data Aspek Ekologi Aspek Sosial Aspek Teknologi Aspek Ekonomi Aspek Hukum/Kelembagaan Status Keberlanjutan Perikanan Pelagis

(3)

55

Berkenaan dengan pengumpulan data, untuk pemutahiran data dilakukan pula konsultasi dengan para ahli dan atau para pengambil kebijakan lokal dalam mengklarifikasi kebenaran informasi yang terkumpul sehingga terjadi kesempurnaan informasi untuk memungkinkan pembobotan/penskoran dari 45 atribut keberlanjutan perikanan. Mengacu pada Pitcher & Preikshot (2001) yang kemudian ditinjau sesuai RAPFISH Group UBC (2005) dan Soesilo (2003), data tersebut mencakup aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan hukum/kelembagaan sebagaimana diringkaskan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Atribut yang digunakan dalam analisis RAPFISH

Komponen/ Bidang Atribut yang digunakan

Ekologi (1) status eksploitasi, (2) keragaman rekruitmen, (3) perubahan trophic level, (4) jarak migrasi, (5) tingkatan kolaps, (6) perubahan ukuran ikan tangkapan, (7) tangkapan pra-maturity, (8) discarded by catch, (9) spesies tangkapan.

Ekonomi (1) keuntungan (2) kontribusi pada PDRB, (3) gaji/upah rata-rata, (4) pembatasan masuk, (5) sifat pemasaran, (6) pendapatan lain, (7) ketenagakerjaan, (8) kepemilikan, (9) pasar utama, (10) subsidi.

Sosial 1) sosialisasi penangkapan, (2) pertumbuhan komunitas penangkapan, (3) sektor penangkapan, (4) pengetahuan lingkungan, (5) tingkat pendidikan, (6) status konflik, (7) pengaruh nelayan, (8) pendapatan penangkapan, (9) pastisipasi keluarga.

Teknologi (1) lama trip, (2) tempat pendaratan, (3) pengolahan pra-jual, (4) penanganan di kapal, (5) selektivitas alat tangkap, (6) penggunaan FADs, (7) ukuran kapal, (8) daya tangkap, (9) efek samping alat tangkap.

Hukum/ Kelembagaan

(1) ketersediaan peraturan formal pengelolaan perikanan, (2) keadilan dalam hukum, (3) ketersediaan personil penegak hukum, (4) keterlibatan nelayan dalam penentuan kebijakan, (5) illegal fishing (Pitcher & Preikshot 2001), (6) peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan, (7) kepatuhan nelayan terhadap peraturan perikanan (Suyasa 2007), (8) manfaat aturan formal bagi nelayan.

Sumber : Pitcher & Preikshot (2001); Soesilo (2003); Suyasa (2007)

Atribut pada Bab 6 (dimensi ekologi), penulis telah melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan dengan tujuan agar hasil kajian ini dapat lebih bermanfaat dan diaplikasikan pada situasi yang lebih bervariasi.

(4)

56

Modifikasi tersebut adalah atribut sifat pemasaran, dimana pada metode umum teknik RAPFISH hanya mengenal pasar lokal, nasional dan regional (negara tetangga), dan pasar internasional (negeri jauh) dengan skor 0, 1, 2. Fakta di lapangan menunjukkan adanya pasar lokal di sekitar Kota Ternate, dipasarkan nasional antar provinsi, dan dipasarkan secara internasional (dieksport). Selain itu, pemasaran ikan yang dilakukan di Kota Ternate, tidak seutuhnya semua ikan hasil tangkapan dipasarkan tepat pada satu sifat pemasaran, dimana ada sebagian yang dipasarkan secara lokal, nasional maupun dieksport.

Selanjutnya pada Bab 9 (dimensi hukum dan kelembagaan), dalam analisis dengan model pendekatan RAPFISH penulis juga melakukan modifikasi berupa menggantikan nama dimensi keberlanjutan yang sebelumnya bernama dimensi etika menjadi dimensi hukum dan kelembagaan. Atribut-atribut yang terdapat pada dimensi ini, sebagian besar mengacu pada Susilo (2003), kecuali atribut illegal fishing yang tetap mengacu pada Pitcher & Preikshot (2001).

Penentuan responden untuk masing-masing wilayah terpilih di Kota Ternate, dilakukan secara acak berdasarkan 4 jenis perikanan pelagis yang dominan secara proporsional. Responden dalam penelitian ini berasal dari: (1) kelompok kegiatan perikanan pelagis perjenis alat tangkap; (2) kelembagaan yang terkait dengan kegiatan perikanan pelagis yaitu dinas terkait, organisasi pemerintahan daerah, organisasi pemerintahan desa, dan lainnya; (3) Pihak swasta yang terkait dengan kegiatan organisasi di wilayah pantai termasuk dibo-dibo; (4) Tokoh masyarakat setempat; (5) Key person lainnya yang relevan dengan aktivitas perikanan pelagis di lokasi penelitian.

3.3 Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan data yang dikumpulkan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pengolahan dan analisisnya akan dikerjakan dengan mengikuti prosedur yang lazim, baik untuk penilaian dan pendugaan parameter sumberdaya perikanan, maupun penentuan status keberlanjutan perikanan dari aspek-aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan hukum dan kelembagaan, penentuan alternatif kebijakan, serta untuk implementasi pengembangan pengelolaan perikanan pelagis yang berkelanjutan.

(5)

57

Secara singkat, analisis RAPFISH digunakan untuk menentukan status keberlanjutan dari kelima aspek tersebut di atas, sedangkan untuk menggambarkan kondisi aktual keragaan perikanan tangkap dari masing-masing aspek tersebut, data diolah dengan menggunakan analisis deskriptif. Dalam penentuan skor pada atribut status eksploitasi pada dimensi ekologi dari analisis RAPFISH, sebagian data terlebih dahulu diolah dengan analisis bioekonomi. Adapun penentuan skor pada atribut keuntungan dan atribut gaji/upah rata-rata pada aspek ekonomi, data sebelumnya dianalisis dengan analisis kinerja usaha (financial performance analysis). Atribut-atribut sensitif hasil keluaran dari analisis leverage, selanjutnya dianalisis dengan analisis AHP, yaitu menentukan alternatif kebijakan dalam pengelolaan perikanan pelagis yang akan datang yang selanjutnya diracang suatu kegiatan yang terencana (implementasi) dalam pengembangan pengelolaan perikanan pelagis yang berkelanjutan di Kota Ternate. Berikut ini diuraikan analisis-analisis dimaksud.

3.3.1 Analisis deskripsi

Sesuai tujuan, untuk mendeskripsikan kondisi aktual keragaan perikanan tangkap di lokasi penelitian, metode pendekatan deskriptif akan digunakan pada penelitian ini. Pendekatan deskriptif ini, bertujuan membuat deskripsi atau penggambaran secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir 1983). Penggambaran tersebut meliputi pengamatan langsung di lokasi penelitian dan semua informasi statistik mengenai atribut-atribut keberlanjutan perikanan dalam aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum/kelembagaan.

3.3.2 Analisis bioekonomi dengan metode CYP (Clark, Yoshimoto, dan Pooley 1992)

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, salah satu metode yang digunakan RAPFISH dalam atribut ekologi adalah penilaian atau pendugaan sumberdaya perikanan. Hal terpenting yang perlu diketahui dalam penilaian ini, adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan. Penilaian sumberdaya perikanan ini idealnya dilakukan pada setiap spesies (stock-by-stock basis). Sebelum nilai estimasi tangkapan lestari tersebut diketahui, terlebih dahulu perlu diketahui produktifitas dari stok ikan, yang biasanya diestimasi dengan model

(6)

58

kuantitatif. Model surplus produksi akan digunakan dalam perhitungan nilai sumberdaya ekologi ini. Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dalam persamaan yang diacu dalam Fauzi (2004) yaitu :

t t h X F t X − = ∂ ∂ ) ( ………...…..……….. [3.1] Di mana :

F (Xt ) : Fungsi pertumbuhan alami biomas ikan ht : Laju penangkapan

Untuk menggambarkan stok biomass ini menggunakan model logistik. Persamaan dari model logistik tersebut adalah :

t t t t h K X rX t X −       − = ∂ ∂ 1 ………..…..…… [3.2] Di mana :

r : Laju pertumbuhan intrinsik K : Daya dukung lingkungan

Bentuk fungsi logistik adalah bentuk simetris di mana ada titik puncak kuadratik. Jika stok sumberdaya perikanan mulai dieksploitasi oleh nelayan, maka laju eksploitasi sumberdaya perikanan dalam satuan waktu tertentu diasumsikan merupakan fungsi dari input (effort) yang digunakan dalam menangkap ikan dan stok sumberdaya yang tersedia. Dalam fungsi hubungan itu dapat digambarkan sebagai berikut :

h(t)= H (E(t), X(t)) ………...….………….………..…… [3.3] Selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linier terhadap biomass dan effort yaitu :

h(t) = qEt Xt ……….……….………..……. [3.4] Di mana :

q : Koefisien kemampuan penangkapan (catchability coeflsien) Et : Upaya penangkapan

Asumsi kondisi keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan upaya lestari (yield-effort-curve) dari fungsi di atas dapat ditulis sebagai berikut :

(7)

59 2 2 E r K q qKE ht t       − = ... [3.5]

Estimasi parameter r, K dan q untuk persamaan yield-effort dari model logistik di atas melibatkan teknik non-linier. Namun demikian dengan menuliskan Ut = ht/Et, maka persamaan MSY pada tingkat effort yaitu

b a EMSY 2 − = dapat

ditransformasikan menjadi persamaan linier sehingga metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi di atas. Dalam penelitian ini teknik untuk mengestimasi parameter biologi dari model surplus produksi adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto, dan Poley (1992) atau sering dikenai dengan metode CYP (Fauzi 2004). Persamaan CYP dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut :

) ( 2 ) ln( 2 ) 2 ( ) ln( ) 2 ( 2 ) ln( +1 + +1 + − + − + + = t t t t E E r q U r r qK r r U ………... [3.6]

Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort) yang dilambangkan dengan U pada periode t+1 dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q dan K secara terpisah. Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan 3.6 dapat diestimasikan dengan OLS (Ordinary Least Square) melalui :

) ( ) ln( ) ln(Un+1 =C1+C2 Un +C3 En+En+1 ………...…..……... [3.7] Sehingga nilai parameter r, q dan K pada persamaan 3.5 dapat diperoleh melalui persamaan berikut : ) 1 ( ) 1 ( 2 2 2 C C r + − = ) 2 ( 3 r C q=− + ….……….………...…. [3.8] q e K r r C1(2+ )/(2 ) =

Dengan mengetahui koefisien ini maka dapat diketahui kondisi optimal pemanfaatan pada setiap kondisi pengelolaan, yaitu :

(8)

60

(1) Kondisi MEY (Maximum Economic Yield)

Pengelolaan perikanan pada kondisi MEY juga dikenal dengan rezim pengelolaan Sole Owner. Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi MEY yaitu:

cE E r q pqKE −      − = 1

π

………...………. [3.9]

Menggunakan hasil dari persamaan 3.8 terhadap effort (E) akan menghasilkan :

      − = ∗ pqK c q r E 1 2 ..………... [3.10]

Dengan tingkat panen optimal sebesar:

      −       + = ∗ pqK c pqK c rK h 1 1 4 ... [3.11] E q h X . = ∗ ... [3.12]

Dengan mensubtitusikan persamaan 3.10 dan persamaan 3.11 ke dalam persamaan 3.9, diperoleh manfaat ekonomi yang optimal.

(2) Kondisi MSY (Maximum Sustainable Yield)

Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi pengelolaan MSY yaitu :

MSY

MSY cE

ph − =

π

………..……….…..…. [3.13]

Menggunakan hasil dari persamaan (3.8) terhadap effort (E) menghasilkan:

q r EMSY

2

= ………...……… [3.14]

Dengan tingkat panen optimal sebesar :

4 rK

hMSY = ... [3.15] Dengan tingkat biomas optimal sebesar :

(9)

61 q r xMSY . 2 = ... [3.16]

(3) Kondisi Open Access (OA)

Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi open access yaitu:

OA

OA cE

ph − =

π

………... [3.17]

Menggunakan hasil dari persamaan (3.8) terhadap effort (E) menghasilkan:

      − = pqK c q r EOA 1 ………... [3.18] Dengan tingkat panen optimal sebesar:

      −       = pqK c pq rc hOA 1 ... [3.19] Dengan tingkat biomas optimal sebesar:

pq c

xOA= ... [3.20]

3.3.3 Analisis kinerja usaha

Dalam menganalisis kinerja usaha perikanan pelagis atau financial performance analysis dilakukan dengan mencari NPV, RTO, RTL, ROI, dan PP menurut Choliq et al. (1993) pada wilayah studi sebagai berikut:

1. NPV (Net Present Value) merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus:

dimana :

t = 1,2, ...,10;

i = interest rate (discount rate); (l + i)t = the discounted factor.

T T T T t t t t r C B r C B r C B r C B NPV ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 1 1 1 0 0 0 0 + − + + + − + + − = + − =

= L ……… [3.21]

(10)

62

2. RTO (Return to Owner) yaitu untuk mengetahui net benefit yang diterima oleh pemilik

RTO = Penerimaan - Total Biaya ……….…..……... [3.22] 3. RTL (Return to Labour) yaitu untuk mengetahui penerimaan yang

diterima oleh masing-masing ABK pada usaha perikanan

RTL = ω (Penerimaan -Biaya operasional) / Jumlah ABK …….…... [3.23] Dimana: ω = bagi hasil

4. ROI (Return of Investment) yaitu untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik

ROI = Benefit /Investasi ………..….. [3.24] 5. PP (Payback Period) yaitu untuk mengetahui lamanya pengembalian

investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik.

PP = Investasi / Benefit ……….………. [3.25] Di dalam melaksanakan kegiatan perikanan pelagis dapat disusun analisis kineria usaha dan Net Present Value (NPV) pada wilayah studi. Kegiatan perikanan pelagis dianalisis berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan. 3.3.4 Analisis RAPFISH (Rapid Appraissal for Fisheries)

Analisis keberlanjutan dengan teknik RAPFISH ini dimulai dengan me-review, mengidentifikasi dan mendefinisikan atribut perikanan yang digunakan. Setelah itu dilakukan penilaian (scoring) perikanan yang dianalisis. Dalam melakukan penilaian (scoring), itu didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam teknik RAPFISH. Data hasil skoring selanjutnya diproses dengan menggunakan fasilitas perangkat lunak (Software) RAPFISH yang dipautkan (add-ins) pada MS-Excel. Sesuai masukan hasil skor atribut yang tersusun dalam matriks 'RapScores’ dalam bentuk lembaran kerja perangkat lunak MS-Excel, maka proses pengolahan data selanjutnya berlangsung dalam perangkat lunak tersebut (Gambar 3).

(11)

63 A B C D E F G H I J K L M 1 Attributes > Fisheries V A bbr evi at ion E C O L O G IC A L ex p lo it at io n st at u s re cr u it m en t v ar ia b il it y ch an g e in T l ev el m ig ra to ry r an g e ra n g e co ll ap se si ze o f fi sh ca u g h t ca tc h < m at u ri ty d is ca rd ed b y ca tc h sp ec ie s ca u g h t

2 Pole and line Ternate PLT 0 1 0 1 2 1 1 0 0 3 Purse seine Ternate PST 0 2 1 0 2 1 2 0 1

4 Rawai Tuna Ternate RTT 0 0 2 2 1 1 2 0 0

5 Pancing Tonda Ternate PTT 0 2 1 0 2 1 1 0 1

6

7 Reference fisheries:

8 GOOD - best attribute values 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 BAD - worst attribute values 4 2 2 2 3 2 2 2 2

10 UP - half good, half bad 0 0 0 0 0 2 2 2 2 11 DOWN - opposite to UP 4 2 2 2 3 0 0 0 0 12 Anchor Fisheries: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0 2 14 0 0 0 0 0 0 0 2 2 15 0 0 0 0 0 0 2 2 2 16 0 0 0 0 3 2 2 2 2 17 0 0 0 2 3 2 2 2 2 18 0 0 2 2 3 2 2 2 2 19 0 2 2 2 3 2 2 2 2 20 4 2 2 2 3 2 2 2 2 21 4 2 2 2 3 2 2 2 0 22 4 2 2 2 3 2 2 0 0 23 4 2 2 2 3 2 0 0 0 24 4 2 2 2 0 0 0 0 0 25 4 2 2 0 0 0 0 0 0 26 4 2 0 0 0 0 0 0 0 27 4 0 0 0 0 0 0 0 0

Gambar 3 Lembaran kerja Rapscore (Contoh dimensi ekologi)

Dalam perangkat lunak (Software) RAPFISH, pengolahan terjadi dalam tiap modul VBA (Visual Basic Applications) yang masing-masing terhubung pada “g77ALSCAL.dll” untuk operasi multi-dimensional scalling (MDS), analisis leverage (JackKnife), dan analisis Monte Carlo. Diagram perangkat lunak tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 4.

(12)

64

Gambar 4 Diagram p

(Sumber: Kavanagh dan A. Analisis multi-dimensional

Analisis multi dimensional

mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah. Transformasi ini adalah untuk menentukan posisi relatif da

terhadap ordinasi good dan

Gambar 4 Diagram perangkat lunak RAPFISH (Sumber: Kavanagh dan Pitcher 2004) dimensional

multi dimensional pada dasarnya adalah teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih Transformasi ini adalah untuk menentukan posisi relatif dari perikanan

dan bad (Fauzi dan Anna 2002a).

pada dasarnya adalah teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih ri perikanan

(13)

65

Menurut Kavanagh & Pitcher (2004), atribut-atribut menurut dimensi (j) dari perikanan (i) yang diolah datanya dalam modul 'RunRap' dan 'g77ALSCAL.dll' meliputi: (1) perhitungan statistik ('CalcStats'), (2) pembakuan ('Standardize'), (3) jarak matriks ('Proximities'), (4) rotasi ('Rotate'), dan (5) koreksi posisi ('FlipNScale'). Pengolahan data dari kelima langkah

(1) Perhitungan statistik ('CalcStats')

Untuk semua perikanan (kolom i) yang ditelaah (n=4: pole and line, purse seine, rawai tuna dan pancing tonda), ukuran pemusatan (µ) dan penyebaran (σ) dari skor setiap atributnya (kolom j) diperoleh mengikuti persamaan 3.26 dan 3.27 berikut.

(2) Pembakuan ('Standardize')

Pembakuan nilai skor dilakukan untuk setiap atribut agar setiap atribut mempunyai bobot yang seragam dan perbedaan antar skala pengukuran dapat dililangkan. Pembakuan skala hasil skor atribut setiap kolom j dari masukan matriks X mengikuti persamaan 3.28.

Dalam hal ini diasumsikan skor setiap atribut menyebar normal (Gaussian) dan µ dan σ diestimasikan secara tepat oleh nilai tengah dan simpangan baku setiap atribut. Dengan demikian, setiap atribut yang dibakukan bobotnya menjadi X01, terdistribusi secara normal (Kavanagh & Pitcher 2004).

(3) Jarak matriks ('Proximities')

Di dalam analisis multi-dimensional, objek atau titik yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tesebut diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau objek yang sama dipetakan ke dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambakan pada titik yang

N Xij N i j / 1

= =

µ

1 -2 / 1 2 N 1 i 2 1 / /       −       ∑ =

=                 = N N X N i X ij j ij

σ

………..………. (3.26) ……….……… (3.27) j j , , - / 01i j X i j

µ

σ

X = ……..……….….. (3.28)

(14)

66

saling berjauhan. Teknik penentuan jarak (ordinasi) di dalam MDS dihitung dengan menggunakan metode Euclidian Distance Squared (Seuclid). Penentuan jarak atau kesamaan matriks diproses oleh modul 'g77ALSCAL.dll'. Sesuai masukan matriks X01, jarak Euclidean Squared (Seuclid) diperhitungkan menurut persamaan berikut ini.

Keluaran dari matriks Seuclid berdimensi NxN di mana N merupakan jumlah atribut dalam suatu dimensi perikanan. Skala multi-dimensional dari matriks ini diubah oleh routine 'g77ALSCAL.dll' menjadi matriks berdimensi Nx2. Secara singkat, hasil ordinasi merupakan transformasi keseluruhan atribut dalam suatu dimensi keberlanjutan perikanan, kemudian jarak atau kesamaan matriksnya diperhitungkan kembali. Ketepatan pengukuran dan/atau transformasi ini ditunjukkan oleh nilai 'stres'. Selain itu, koefisien determinasi (R2) yang mengungkapkan proporsi ragam dari masukan data matriks yang dapat dijelaskan oleh hasil skala multi-dimensional.

Mengikuti rumusan Kruskal Johnson & Wichern (1992) diacu dalam Mamuaya (2007), nilai stres (Q) secara sederhana dalam modul 'g77ALSCAL.dll' dihitung sebagai berikut:

di mana:

d

= rata-rata jarak dalam ordinasi

di,j = rata-rata jarak turunan atau kemiripan yang dihasilkan (transformasi) di,j = data jarak atribut

Analisis ini berhenti jika nilai stres telah memenuhi persyaratan yang dikehendaki yaitu sampai pada tingkat terkecil. Nilai stres yang semakin kecil akan mempertajam pendugaan posisi ‘jarak’ antar titik atau mempertajam pengujian dugaan susunan peringkat jarak. Persyaratan yang dimaksud dalam hal ini adalah < 0,07 atau jika nilai stres in tidak turun lagi dalam setiap iterasi (Kavanagh 2001). Namun demikian Fisheries.com (1999) mengatakan bahwa nilai stres

(

)

(

)

2 2 -Q , , , d d d d j i j i j i = …………...………..……… (3.30) ………. (3.29)

{

}

1 2 , , j i,

-= = attributes k j k i N k X X Seuclid

(15)

67 sebesar 25% sudah memadai. Sebagai acuan, Kruskal Johnson & Wichern (1992) diacu dalam Mamuaya (2007) mengajukan kriteria ketepatan transformasi skala multidimensional berdasarkan nilai stress seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kualifikasi nilai stres dalam transformasi skala multi-dimensional Nilai Stres (%) Kualifikasi ketepatan (goodness of fit) 20,0 10,0 5,0 2,5 0,0 Poor (rendah) Fair (cukup) Good (layak) Excellent (unggul) Perfect (sempurna)

Sumber: Johnson & Wichern (1992) diacu dalam Mamuaya (2007)

(4) Rotasi ('Rotate'),

Pengolahan data selanjutnya menerapkan metode trigonometri untuk rotasi masukan matriks V (Nx2) menjadi matriks 'Vrotate' pada vektor horisontal atau sejajar absis yang sisi kirinya 'buruk' dan sisi kanannya 'baik'. Untuk menghitung sudut vektor dari 'buruk' ke 'baik' dengan notasi 'Igood' dan ‘Ibat’ sebagai nomor baris terkait 'baik' dan 'buruk' pada matriks V, acuannya menurut Kavanagh dan Pitcher (2004) adalah:

∆x = V(Igood,1) - V(Ibad,1) ... (3.31) ∆y = V(Igood,2) - V(Ibad,2)………... (3.32)

θ = tan-1(∆y / ∆x) ……… (3.33)

Demikian pula rotasi matriks V dengan sudut -θ, routine 'g77ALSCAL.dll' diprogramkan untuk setiap baris i = l, 2,..N dari matriks V, menyelesaikan:

1) Perubahan V dari kordinat (x,y) ke koordinat polar (magnitude, fase)

x = V (i,1) ; y = V (i,2);

Magnitude = (x2 + y2)1/2 ; fase = tan-1 (y / x) 2) Fase baru = fase – θ

3) Pengembalian ke kordinat (x,y) dengan fase baru 'Vrotate'(i,1) = magnitude * cos (fase baru) 'Vrotate'(i,2) = magnitude * sin (fase baru)

(16)

68

(5) Koreksi posisi ('FlipNScale').

Kesalahan posisi titik yang bersifat kebalikan cermin (mirror image ambiguity) bisa terjadi dalam MDS, tetapi dengan adanya titik-titik acuan tambahan (anchors) kesalahan ini jaring terjadi. Untuk menjamin tidak terjadinya kesalahan ini maka dalam proses 'g77ALSCAL.dll' ini juga dilakukan proses ‘kebalikan cermin’ (flip) untuk titik tertentu yang mengalami kesalahan. Untuk mengoreksi posisi titik dan skala ordinasi pada sumbu y, rangkaian proses dalam 'g77ALSCAL.dll' memungkinkan semua titik dalam masukan matriks V yang berkenaan dengan 'atas' berada di atas 'bawah'. Selanjutnya, sesuai batasan untuk perikanan acuan 'I-up' adalah nomor baris 'atas' dan 'I-down' adalah nomor baris 'bawah', operasional koreksi tersebut berlangsung sebagai berikut:

"If” V(I-up,2) < V(I-down,2)

"Then" Vflip(i,2) = -V(i,2) untuk semua perikanan acuan "Else" Vflip(i,2) = V(i,2) untuk semua perikanan acuan

Dalam hal ini, skala dan pergeseran Vflip secara vertikal, sepanjang absis dari titik nol ('buruk') hingga titik 100 ('baik'), berada di antara ordinal -50 ('bawah') dan ordinal 50 ('atas'). Akhirnya, pergeseran pada absis sepanjang ordinal = 0, mengikuti persamaan untuk semua i= l,2, ..N di bawah ini.

Dengan demikian untuk semua i = l, 2, ..N

Vflips (i,2) = Vflip (i,2) – Vflip (Igood,2) …………... (3.36) Keseluruhan proses pengolahan dan analisis data yang berlangsung pada modul 'RunRap' dan 'g77ALSCAL.dll' tersebut di atas, menghasilkan keluaran dalam lembaran kerja MS-Excel. Keluaran dimaksud mencakup antara lain data hasil ordinasi (skala 0-100), nilai stress (Q), koefisien determinasi (R2), dan tampilan peta ordinasi status keberlanjutan perikanan.

) 2 , ( ) 2 , ( ) 2 , ( ) 2 , ( 100 Vflip(i,2)       − − = Ibad V Igood V Ibad V i V ………..……. (3.34) ………..……... (3.35) ) 1 , ( ) 1 , ( ) 1 , ( ) 1 , ( 100 Vflip(i,1)       − − = Ibad V Igood V Ibad V i V

(17)

69

B. Analisis leverage/JackKnife (Sensitivitas)

Setelah nilai ordinasi (indeks) keberlanjutan ditemukan melalui ordinasi RAPFISH (Hasil MDS), maka analisis leverage dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif berpengaruh dalam memberikan kontrubusi terhadap nilai indeks keberlanjutan. Selain itu, analisis ini dilakukan untuk memperhitungkan sensitivitas setiap atribut dalam menentukan ordinasi status keberlanjutan perikanan. Pengolahan datanya dilakukan secara berulang yaitu direduksi satu per satu atribut dari dimensi keberlanjutan perikanan yang ditelaah. Untuk setiap dimensi keberlanjutan perikanan, setiap reduksi satu atributnya diproses dalam 'g77ALSCAL.dll' untuk menghasilkan ordinasi status keberlanjutan, dan selanjutnya diterima sebagai masukan oleh modul 'levereging'. Dalam modul ini, pengaruh setiap reduksi atribut diperhitungkan melalui akar kuadrat nilai tengah (RMS) ordinasi status keberlanjutan perikanan mengikuti persamaan umum:

di mana:

Xred = hasil ordinasi reduksi atribut ('Vflip-remove'),

Xflip = hasil ordinasi tanpa reduksi atribut ('Vflip'),

N = jumlah perikanan (pole and line, purse seine, rawai tuna, pancing tonda). Keluaran dari proses pengolahan data dalam modul 'levereging' ditunjukkan dalam lembaran kerja MS-Excel. Dalam hal ini, hasil-hasil analisis MDS disajikan berupa ordinasi status keberlanjutan perikanan (skala 0–100) dari setiap reduksi satu atribut ('Vflip - remove'), dan hasil-hasil ordinasi tanpa reduksi atribut ('Vflip').Sesuai persamaan (3.47), hasil perhitungan RMS dinyatakan besarannya sesuai hasil komputasi dari ordinasi status keberlanjutan perikanan (skala 0-100). Artinya, semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya satu atribut tertentu, maka semakin besar pula peranan atribut dalam penentuan nilai indeks keberlanjutan pada skala 0-100, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut dalam status keberlanjutan perikanan tangkap.

(

)

= = N i flip red X X N RMS 1 2 -1 ……….………..…..… (3.37)

(18)

70

C. Analisis Monte Carlo

Dalam modul 'Monte Carlo' yang terhubung dengan 'g77ALSCAL.dll', serangkaian proses simulasi berlangsung untuk menguji pengaruh dari beragam kekeliruan (ketidak-pastian), baik yang berkenaan dengan scoring maupun dalam proses ordinasi status keberlanjutan perikanan. Menurut Law dan Kelton (2000), simulasi Monte Carlo yang umumnya statik, digunakan untuk memecahkan permasalahan stokastik atau deterministik tertentu. Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004), pembangkit bilangan acak dalam analisis ini didasarkan pada sebaran normal galat angka skor dengan nilai tengah 0 dan simpangan baku (σ) terseleksi (noise) berselang kepercayaan (confidence interval) 95% dalam proporsi 20% dari selang skor setiap atribut (skor antara ‘baik’ dan ‘buruk’). Sesuai tabel Gaussian yang menunjukkan untuk selang kepercayaan 95% sebesar 3,92, simpangan baku tersebut diperhitungkan sebagai berikut.

Selanjutnya, untuk membangkitkan peubah acak normal ‘Galat” (G1dan

G2) dengan nilai tengan 0, dan σnoise di gunakan metode transformasi kebalikan

“Box-Muller” (Kavanagh 2001). Langkah awalnya yaitu membentuk sepasang peubah acak bebas 'uniform’ (U1 dan U2) yang menyebar antara 0 dan 1 guna

menentukan magnitude (r) dan fase (θ) dengan kaidah berikut.

θ = 2 π (U2)

Dalam hal ini, r mengikuti sebaran Rayleigh dan θ tersebar 'uniform' dari 0 ke 1. Pasangan peubah acak Gaussian dengan nilai tengah 0 dan simpangan baku σ (noise) kemudian diperhitungkan mengikuti:

X, = r.cos (θ) ... (3.41) X2 = r.sin (θ) ... (3.42)

Pada akhirnya, penyesuaian nilai tengah dan simpangan baku dari G1 dan G2

diselesaikan mengikuti:       = 92 , 3 ' 20 ,

0 skoratribut 'baik' - skor atribut ' buruk

niose

σ

( )

{

}

[

2lnU1

]

r = − ……….... (3.38) ………...… (3.39) ………... (3.40)

(19)

71 Gl = nilai tengah+X1 (simpangan baku) ... (3.43)

G2 = nilai tengah+X2 (simpangan baku) ... (3.44)

Untuk setiap atribut keberlanjutan perikanan yang ditelaah, peubah acak normal tersebut (G) difungsikan sebagai 'gangguan' yang kemudian direkam pengaruhnya dalam ordinasi status keberlanjutan perikanan. Sesuai pilihan dalam perangkat lunak RAPFISH, analisis ini dijalankan sebanyak 30 kali. Hasilnya yang kemudian disajikan dalam lembaran kerja MS-Excel mencakup data dan pencaran posisi yang antara lain menunjukkan ordinasi status keberlanjutan perikanan (skala 0–100) yang dipengaruhi berulang secara acak.

Secara keseluruhan, keluaran analisis RAPFISH yaitu status keberlanjutan perikanan ditinjau dari berbagai dimensi ini nantinya merupakan dasar untuk analisis selanjutnya (AHP) dan dalam menyusun kegiatan yang terencana dalam pengembangan pengelolaan selanjutnya mengacu pada atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi status perikanan pada masing-masing aspek yang dianalisis.

3.3.5 Analytical hierarchy process (AHP)

Pengambilan keputusan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hierarki Analisis (PHA) dilakukan melalui pendekatan sistem. Pemahaman terhadap situasi dan kondisi sistem membantu untuk melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Prinsip-prinsip dasar dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan PHA yaitu: (1) menyusun hierarki, (2) menetapkan prioritas, (3) konsistensi logis.

Untuk dapat memahami permasalahan yang kompleks, perlu memecah persoalan tersebut ke dalam elemen-elemen pokoknya, kemudian elemen dibagi ke dalam sub-sub elemennya seterusnya sampai membentuk suatu hierarki. Dengan memecah permasalahan kedalam gugusan yang lebih kecil, dapat dipadukan sejumlah besar informasi ke dalam struktur masalah yang membentuk gambaran yang lengkap dari keseluruhan sistem.

Prioritas strategi yang diharapkan dapat diperoleh dengan menggunakan analisis PHA. Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis ini adalah mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang ingin dicapai dan selanjutnya penyusunan struktur hierarki dimulai dari tujuan umum (tingkat 1),

(20)

72

kemudian aktor yang berperan dalam mencapai tujuan umum (tingkat 2), kriteria dalam mencapai tujuan umum (tingkat 3), tujuan berdasarkan atribut sensitif keluaran dari analisis RAPFISH (tingkat 4), dan kemungkinan alternatif kebijakan pada tingkatan paling bawah (tingkat 5).

Langkah selanjutnya adalah membuat skala perbandingan (matrik berpasangan). Matrik berpasang ini dibuat dari puncak hierarki, kemudian satu tingkat dibawahnya dan seterusnya dibuat untuk keseluruhan tingkatan hierarki. Matriks banding berpasangan diperoleh berdasarkan pendapat responden yang sudah dipilih. Matriks banding berpasang diisi dengan suatu bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen lainnya. Pembobotan bilangan yang digunakan adalah suatu skala nilai dari 1 sampai 9 mengikuti panduan skala perbandingan Saaty (1991) (Tabel 9).

Tabel 9 Nilai skala perbandingan berpasangan

Intensitas/

Pentingnya Definisi Keterangan

1 Atribut yang satu dengan yang

lainnya sama penting

Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan

3 Atribut yang satu sedikit lebih

penting (agak kuat) dari atribut yang lainnya.

Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain

5 Sifat lebih pentingnya atribut yang

satu dengan lain kuat

Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain.

7 Menunjukkan sifat sangat penting

satu atribut dengan atribut lain

Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan

9 Satu atribut ekstrim penting dari

atribut lainnya

Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain

menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai.

2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua penilaian Diperlukan kesepakatan (kompromi)

Resiprokal Jika aktivitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya

Asumsi yang masuk akal

Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan

dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks

(21)

73 Pembobotan perbandingan dilakukan berdasarkan pada pertanyaan seberapa kuat suatu elemen berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi, memenuhi atau menguntungkan pada suatu pertimbangan (sifat yang dibandingkan) dibandingkan dengan elemen lain. Berkenan dengan hal ini, maka dalam penelitian ini dilakukan perbandingan atas masing aktor, masing-masing tujuan, dan setiap tujuan yang ada dengan beberapa alternatif yang ditawarkan. Skala perbandingan ini di buat berdasarkan tingkatan kualitatif dari kriteria yang dikuantitatifkan dari tujuan untuk mendapatkan suatu skala baru yang memungkinkan untuk melakukan perbandingan antar beberapa alternatif.

Prioritas menyeluruh dari berbagai pertimbangan dari permasalahan pengambilan keputusan, diperoleh dengan cara mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Sintesis dilakukan dengan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan bilangan tunggal yang menunjukan prioritas setiap elemen. Dalam kajian ini, pembobotan dilakukan dengan menggunakan rata-rata aritmetik. Formulasi untuk menentukan vektor prioritas dari elemen-elemen pada setiap matriks dengan menggunakan pembobotan rata-rata aritmatik adalah sebagai barikut:

1) Menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom

    ……….. (3.45) Dimana:

Nkj : Nilai kolom ke-j

aij : Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i kolom j

n : jumlah elemen

2) Membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Ndij)

Ndij = 

 ………. (3.46)

Dimana:

Ndij : Nilai setiap entri yang dinormalisasi pada baris i dan

kolom j

3) Vektor prioritas dari setiap elemen diperoleh dengan menrata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi)

   

(22)

74

Dalam persoalan pengambilan keputusan, tidak diharapkan bahwa suatu keputusan didasarkan peda pertimbangan yang memiliki konsisitensi rendah sehingga nampak pada pertimbangan acak. PHA mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi (CR). Nilai rasio konsistensi harus lebih kecil dari 10% dimana jika rasio konsistensi lebih dari 10%, pertimbangan tersebut mungkin acak dan perlu diperbaiki. Rasio konsistensi dihitung melalui rumus sebagai berikut:

1) Perhitungan akar ciri atau nilai eigen (eigen value) maksimum (λ maks) VA = aij x Vp dengan VA = (V aij) ………..…… (3. 49) Dimana : VA : Vektor Antara   dengan VB = Vbi ……….. (3.50) Dimana : VB : nilai eigen λ max =    !"  ……… (3.51)

2) Perhitungan Indeks konsistensi (CI)

#$ % &' ( ) ) ( *

3) Perhitungan rasio konsistensi (CR)

#+ #$ +$

Dimana :

RI = Indeks acak dari matriks berordo yang digunakan untuk menentukan rasio konsistensi (Mulyono 1996)

Gambar

Gambar 2  Tahapan penelitian
Tabel 7  Atribut yang digunakan dalam analisis RAPFISH
Gambar 3  Lembaran kerja Rapscore (Contoh dimensi ekologi)
Gambar 4  Diagram p
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bahan pengembang merupakan bahan zat organik yang ditambahkan ke dalam adonan untuk menghasilkan gas CO 2 yang membentuk inti untuk perkembangan tekstur dan dapat

Penggunaan tepung ikan sidat sebagai bahan baku biscuit crackers memberikan oengaruh terhadap peningkatan kadar lemak, protein, abu, dan air, namun disisi lain menurunkan

Berdasarkan hasil penelitian nugget ikan lele dengan substitusi tepung terigu menggunakan tepung biji nangka, maka dapat disimpulkan :.. Substitusi tepung terigu menggunakan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rakhmat- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Praktek Kerja Industri Pengolahan Pangan dengan judul

1) Attention (Perhatian) BUMDes Berjo menyuguhkan keindahan alam , wahana dan fasilitas yang serta menawarkan keunikan yang membedakan dari wisata lain yaknni

Jadi, mereka bertujuan mengumpulkan target market dalam satu waktu, untuk melakukan pendekatan dengan audiens dan membangun awareness.?. Sehingga audiens selalu ingat dengan

Demikian pula simpulan dan saran-saran KIPBIPA III di UPI Bandung (1999, ketika itu masih bernama IKIP) mencatat hal-hal berikut: (a) mengajarkan bahasa Indonesia

Gambaran umum kerangka regulasi baik yang sudah ada dan regulasi yang diperlukan Daerah dalam pelaksanaan tugas, fungsi, serta kewenangannya pada pembangunan