• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN VOLUME DAN PH SALIVA PADA LANSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN VOLUME DAN PH SALIVA PADA LANSIA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN VOLUME DAN PH SALIVA

PADA LANSIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :

FITRI APRILYA MARASABESSY J 111 10 138

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Hubungan Volume dan pH Saliva pada Lansia

Oleh : Fitri Aprilya Marasabessy/ J 111 10 138

Telah Diperiksa dan Disahkan

Pada Tanggal 26 November 2013

Oleh :

Pembimbing

drg. Zohra Nazaruddin NIP. 19630118 198903 2 002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin

Prof. Mansjur Nasir, DDS, Ph.D NIP. 19540625 198403 1 001

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…..

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanyalah dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Volume dan pH Saliva Pada Lansia”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran gigi masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai belah pihak sehingga dengan segala keterbatasan penulis, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan walau masih jauh dari sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

2. drg. Zohra Nazaruddin, selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan, petunjuk, serta bimbingan bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.

(4)

3. drg. Eri Hendra Jubhari, M.Kes, sebagai penasehat akademik yang senantiasa memberikan dukungan, nasihat, motivasi dan semangat, sehingga penulis berhasil menyelesaikan jenjang perkuliahan dengan baik 4. Ayahandaku Abdullah Marasabessy dan Ibundaku Fauziah

Marasabessy, Serta keempat saudara ku yang sangat kusayangi, Taufan Hakim Marasabessy, Afifa Chara Marasabessy, Sitti Rahima Marasabessy dan Syaiful Ahmad Zidane Marasabessy. Tak lupa juga untuk sepupuku yang senasib dan seperjuangan Sitti Rahma Marasabessy. Rasa terima kasih dan penghargaan yang terdalam dari lubuk hati, penulis berikan kepada mereka semua yang senantiasa telah memberikan doa, dukungan, bantuan, didikan, nasihat, perhatian, semangat motivasi, dan cinta kasih yang tak ada habis-habisnya. Tak ada kata atau kalimat yang mampu mengekspresikan besarnya rasa terima kasihku. Yang pasti, saya sungguh bersyukur dan bahagia memiliki kalian semua berada disisiku. Tiada apapun atau siapapun didunia ini yang dapat menggantikan kalian. Sekali lagi, terima kasih.

5. Seluruh dosen yang telah bersedia memberikan ilmu, serta staf karyawan FKG Universitas Hasanuddin.

6. Seluruh keluarga besar Atrisi 2010, khususnya untuk sahabat-sahabatku Nurul, Fara, Booy, dan Intan yang senantiasa membantu, menghibur dan memberikan semangat. Terima kasih untuk semuanya. Saya sangat senang bisa mengenal dan berbagi bersama kalian. 2Takkan terlupakan pengorbanan kalian. Sekali lagi terima kasih.

(5)

7. Teman-Teman seperjuangan di bagian IPM, Dime, Maryam, Erwin dan Ningsih terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan sarannya.

8. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang namanya tidak bisa disebut satu persatu.

Semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dari segala pihak yang telah bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi ke depannya, juga dalam usaha peningkatan perbaikan kualitas Kesehatan Gigi dan Mulut masyarakat. Amin

Makassar, 25 November 2013 Penulis

(6)

ABSTRAK

Latar Belakang : Rongga mulut merupakan tempat paling rawan dari tubuh karena merupakan pintu masuk berbagai agen berbahaya, seperti mikroorganisme, agen karsinogenik, selain itu juga rentan terhadap trauma fisik, kimiawi, dan mekanis. Dalam rongga mulut terdapat saliva yang membantu pencernaan dan proses penelanan, di samping itu juga untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan dapat menyebabkan ludah bersifat asam maupun basa.

Derajat keasaman (pH) saliva merupakan faktor penting yang berperan dalam rongga mulut, agar saliva dapat berfungsi dengan baik maka susunan serta sifat dari saliva harus tetap terjaga dalam keseimbangan yang optimal, khususnya derajat keasaman. Pada sekresi saliva kurang dari 0,06 ml/menit (3 ml/jam) akan timbul keluhan mulut kering, sedangkan sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan volume dan pH saliva pada lansia.

Metode : Subjek penelitian terdiri dari 30 sampel Lansia dengan umur 51 tahun ke atas.

Subjek diminta mencucurkan salivanya ke penampung saliva kemudian di ukur volume serta pH saliva dan hasilnya di catat pada form penelitian.

(7)

Hasil : Pada penelitian ini terlihat adanya penurunan volume saliva yang diikuti dengan penurunan pH saliva seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan hasil uji statistik, terlihat bahwa terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara volume saliva dengan pH saliva (p: 0.000, p<0.05). Adapun, nilai koefisien korelasi yang dicapai adalah 0.785 (positif), yang berarti bahwa setiap peningkatan atau pun penurunan volume saliva terjadi, maka akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pH saliva sebesar 78.5%. Koefisisen korelasi 0.60 hingga 0.79 menunjukkan hubungan korelasi dengan kategori hubungan yang kuat (Sopiyudin, 2009).

Kesimpulan : Terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara volume dan pH saliva pada lansia, dimana jika terjadi peningkatan atau penurunan volume saliva maka akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pH saliva.

Kata Kunci : Lansia, Volume Saliva, pH Saliva

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ………...………. ii

KATA PENGANTAR ………...………. iii

DAFTAR ISI ………... vi DAFTAR TABEL ………..…….. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1 1.2 Perumusan Masalah ……… 2 1.3 Tujuan Penelitian ……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALIVA 2.1.1 Anotomi Kelenjar Saliva ………. 4

2.1.2 Komposisi Saliva ……….………….... 6

2.1.3 Fungsi Saliva ………... 7

2.1.4 Volume Saliva ………...…….. 8

2.1.5 PH Saliva ……….….….. 13

(9)

2.2.1 Perubahan Pada Lansia ……….………..…… 15

2.2.2 Keadaan Rongga Mulut Pada Lansia …….…….... 15

2.3 HUBUNGAN VOLUME DAN PH SALIVA ………... 16 BAB III KERANGKA KONSEP ………. 18

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN …………...……….. 19

4.2 DESAIN PENELITIAN ………..………….. 19

4.3 POPULASI DAN SAMPEL ……….… 19

4.3.1 Populasi 4.3.2 Sampel 4.4 INSTRUMEN PENELITIAN ……… 20 4.5 PENGUMPILAN DATA ………..…………. 20 4.6 DEFENISI OPERASIONAL ………...……… 21 4.6.1 Volume Saliva 4.6.2 pH Saliva 4.6.2 Lansia 4.7 KRITERIA PENILAIAN

(10)

4.7.1 Volume Saliva ………..……….…………. 21

4.7.2 pH Saliva ……….……….…….. 22

4.8 Alur Penelitian ……….23

BAB V HASIL PENELITIAN ………...…... 24

BAB VI PEMBAHASAN ………...… 29

BAB VII PENUTUP ……….……… 31

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Distribusi karakteristik sampel penelitian... 25 Tabel 2 : Distribusi kelompok usia berdasarkan jenis kelamin sampel penelitian

...25 Tabel 3 : Distribusi usia, volume saliva, dan pH saliva berdasarkan jenis

kelamin dan kelompok usia ... 26 Tabel 4 : Korelasi volume saliva (ml) dengan pH saliva sampel penelitian . 27

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut mempunyai berbagai macam fungsi, yaitu sebagai mastikasi, fonetik dan juga estetik. Hal ini Mengakibatkan rongga mulut merupakan tempat paling rawan dari tubuh karena merupakan pintu masuk berbagai agen berbahaya, seperti mikroorganisme, agen karsinogenik, selain itu juga rentan terhadap trauma fisik, kimiawi, dan mekanis. 1

Dalam rongga mulut terdapat saliva yang merupakan suatu cairan yang sangat penting selain cairan celah gusi. Saliva membantu pencernaan dan proses penelanan, di samping itu juga untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Di dalam mulut, saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan dapat menyebabkan ludah bersifat asam maupun basa. 2

Derajat keasaman (pH) saliva merupakan faktor penting yang berperan dalam rongga mulut, agar saliva dapat berfungsi dengan baik maka susunan serta sifat dari saliva harus tetap terjaga dalam keseimbangan yang optimal, khususnya derajat keasaman. Karena pH sangat terkait dengan beberapa aktivitas pengunyahan yang terjadi di rongga mulut. Penurunan pH saliva dapat menyebabkan demineralisasi elemen-elemen gigi dengan cepat, sedangkan

(13)

kenaikan pH dapat membentuk kolonisasi bakteri yang menyimpan juga meningkatnya pembentukan kalkulus.24

Derajat keasaman dan kapasitas bufer saliva selalu dipengaruhi perubahan-perubahan, misalnya oleh siang dan malam, diet, perangsangan kecepatan sekresi. Dukungan terbesar saliva secara kuantitatif diberikan oleh kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis. 2

Perasaan mulut kering terjadi apabila kecepatan resorbsi air oleh mukosa mulut bersama-sama dengan penguapan air mukosa mulut, lebih besar dari pada sekresi saliva. Pada sekresi saliva kurang dari 0,06 ml/menit (3 ml/jam) akan timbul keluhan mulut kering, sedangkan sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang dewasa kecepatan sekresi saliva normal saat stimulasi adalah 1-2 ml/menit. Perubahan umur diketahui dapat berpengaruh terhadap penurunan produksi saliva. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan fungsi gandula parenkhim saliva. Pada orang usia lanjut morfologi kelenjar saliva mengalami perubahan, dengan akibat penurunan produksi saliva.2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan volume dan pH saliva pada lansia.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah terjadi penurunan volume dan pH saliva pada lansia 2. Apakah ada hubungan volume dan pH saliva pada lansia.

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saliva

2.1.1 Anotomi Kelenjar Saliva

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan.3

Gambar 2.1: Kelenjar Saliva

Sumber : Dental caries : a pH-mediated disease. CDHA J; 2010: 25(1) 1. Kelenjar parotis ,2. kelenjar submandibular, 3. Kelenjar sublingual.

Lingkungan oral dikuasai hampir secara eksklusif oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva di bagi dalam dua kelompok yaitu kelenjar saliva mayor dan minor. Pada kelenjar saliva mayor ada tiga kelenjar utama, terletak simetris pada

(16)

kedua sisi kepala: Parotis, Submandibular (kadang-kadang disebut sebagai Submaxillarys), dan Sublingual (Gambar 2.1).

Kelenjar parotis adalah yang terbesar dari kelenjar lain dan terletak pada bagian samping di atas m. masseter bagian inferior menempel pada m. sternocleidomastoideus, dan pada bagian posterior, kelenjar ini terletak di atas venter posterior m.digastricus. Kelenjar ini di pisahkan dari kelenjar submandibularis oleh ligamentum stylomandiularis, sedangkan bagian dalam, yaitu perluasan retromandibular berhubungan dengan rongga parafaringeal. Cabang dari terminal n. facialis berjalan di dalam substansi kelenjar tersebut. Ductus poroticus, misalnya ductus stensen, dengan panjang 5 sampai 6 cm, bermula dari aspek anterior kelenjar, melintasi m. masseter, menembus m. buccinator, dan memasuki rongga mulut pada regio molar pertama atau molar kedua rahang atas. Meskipun kelenjar parotis adalah yang terbesar, kelenjar ini hanya menghasilkan seperempat dari volume air liur.5

Kelenjar submandibularis terletak di bawah corpus mandibulae dan menempati sepertiga yang di bentuk oleh venter posterior dan anterior m.digastrici. Bagian tengah berhubungan dengan m. styloglossus dan m. hyoglosus. Otot mylohyoideus yang membatasi rongga sublingual dan submandibular, merupakan batas superior kelenjar submandibularis. Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar submandibularis yang melintasi batas posterior dari m. mylohyodeus dan memasuki rongga atau ruang sub lingual. Ductus wharton dengan panjang kurang lebih 6 cm, melintas di bagian anterior dan berakhir dalam lubang saluran di dasar mulut, tepat di samping frenulum lingualis. Nervus

(17)

lingualis terletak superolateral dari ductus pada regio molar posterior, dan aspek medial dari ductus pada regio anterior.5

Kelenjar sublingualis menempati rongga sublingual bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang terdapat sepanjang plica sublingualis , yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkan alur dari ductus submandibularis, atau melalui ductus utama (yaitu ductus bartholin) yang berhubungan dengan ductus manibularis.5

Sedangkan pada kelenjar saliva minor dalam jumlah besar terletak pada submukosa atau mukosa bibir, permukaan lidah bagian bawah, bagian posterior palatum durum dan mukosa bukal.5

2.1.2 Komposisi Saliva

a. Unsur organik dari seluruh saliva : Urea, uric acid, glukosa bebas, asam amino bebas, laktat dan asam-asam lemak.

b. Makromolekul yang ditemukan dalam saliva : Protein, amilase, peroksidase, tiosianat, lisozim, lipid, IgA, IgM dan IgG.

c. Unsur anorganik : Ca2+, Mg2+, F, HCO3- (bikarbonat), K+, Na+, Cl- dan NH4

d. Gas : CO2, N2 dan O2 e. Air 6,7

Air liur terdiri dari air 99% dengan 1% sisanya sebagai bahan organik molekul (glikoprotein, lipid) dan elektrolit (kalsium, fosfat).8

(18)

2.1.3 Fungsi Saliva

Saliva memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah untuk lubrikasi jaringan dalam rongga mulut, melindungi jaringan dalam rongga mulut agar tidak terjadi abrasi saat mastikasi berlangsung, membantu metabolisme karbohidrat, aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen rongga mulut, membersihkan debris dan sisa makanan yang tertinggal dalam rongga mulut, serta saliva juga turut membantu mempertahankan kestabilan sistem bufer dalam rongga mulut.8

Saliva memiliki sifat utama sebagai berikut:

1. Perlindungan ke jaringan oral dan peri-oral a. Pelumasan dengan mucins dan glikoprotein

b. Antimikroba dan aktivitas pembersihan mengecilkan dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhannya

c. Buffer produksi asam dengan bikarbonat dan pengendali pH plak d. Remineralisasi dari enamel dengan kalsium dan fosfat.

2. Memfasilitasi makan dan berbicara

a. Pengolahan makanan, pengunyahan dan menelan b. Pencernaan, inisiasi dengan enzim

c. Meningkatkan rasa

d. Mengaktifkan pelumas berbicara sebagai fungsi motorik. 3. Penggunaan dalam pengujian diagnostik

a. Bakteri, ragi dan jumlah virus mengindikasikan aktivitas karies dan mengubah respon imun maupun tes doagnostik untuk penyakit oral dan sistemik

(19)

b. Keseimbangan hormonal untuk mengidentifikasi steroid dan hormon seks.8

2.1.4 Volume saliva

Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis menginervasi kelenjar parotis, submandibula, dan sublingualis. Saraf parasimpatis selain menginervasi ketiga kelenjar di atas juga menginervasi kelenjar saliva minor yang berada palatum. Saraf parasimpatis bertanggung jawab pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang dihasilkan oleh sel sekretori. 14

Variasi sekresi saliva tergantung pada kondisi kelenjar saliva tanpa stimulasi atau terstimulasi. Volume saliva tanpa stimulasi yaitu 0,3 mL dalam 1 menit dengan pH yang berkisar antara 6,10-6,47 dan dapat meningkat sampai 7,8 pada saat volume saiva mencapai volume maksimal. Volume saliva terstimulasi 3,0 mL dalam 1 menit dengan pH 7,62. 15

Penyebab Gangguan Volume Saliva

Sekresi saliva yang berkurang selalui disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak normal. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering (xerostomia), seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya. 16

(20)

Faktor-faktor yang mengganggu sekresi volume saliva antara lain :

1. Terapi Radiasi

Pada radioterapi area kepala dan leher, kelenjar saliva terpapar radioterapi dengan dosis dan volume yang sama dengan tumor primer, hal itu dapat merusak sel-sel pada kelenjar saliva sehingga produksi saliva menurun.

Menurunnya curah saliva sejalan dengan semakin meningkatnya dosis radioterapi ini disebabkan karena kerusakan sel-sel asinar pada kelenjar saliva khususnya kelenjar parotis. Sel-sel tersebut sangat sensitif terhadap radiasi. Keterlibatan kelenjar saliva dalam area radiasi dapat menyebabkan fibrosis, degenerasi lemak, atrofi sel-sel asinar dan nekrosis sel kelenjar.

Akibat utama dari radiasi terhadap kelenjar saliva adalah xerostomia yang ditandai dengan penurunan volume saliva. Saliva cenderung menjadi lebih kental. Kelenjar saliva pada tahap awal akan mengalami inflamasi akut kemudian mengalami atrofi dan fibrosis. Selama radioterapi, sel asinar serous dipengaruhi lebih dulu dari sel asinar mukus. Akibatnya saliva menjadi lebih lengket dan kental. Produksi saliva turun sebanyak 50% selama satu minggu setelah radioterapi. Perubahan komposisi saliva juga terjadi antara lain, penurunan sekresi IgA, kapasitas buffer dan pH saliva menjadi asam.19

2. Gangguan pada kelenjar saliva.

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum

(21)

mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. 17

Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. 17

Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang. 17,18

3. Kesehatan umum yang terganggu.

Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. 17,19

Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat, penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga pertu intake cairan dibatasr. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. 20

(22)

Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada infeksi pemafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas melalui mulut . 18

4. Obat-obatan

Beberapa obat-obatan mempunyai efek menaikkan sekresi saliva dan menurunkan sekresi saliva. Obat-obatan yang mempengaruhi aliran saliva bekerja dengan menekan aksi sistem saraf autonom dan secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar saliva dan dengan merangsang sekresi saliva. 14

Contoh obatan yang dapat menghambat pengeluaran saliva yaitu obat-obatan antidepresan, antipsikotik, transquilizer, antihistamin, hipnotika, antihipertensi, antikholinergi, diuretika, anti parkinson, dan obat pengurang nafsu makan. Jika obat-obatan tersebut digunakan untuk waktu lebih dari satu minggu, maka harus diambil langkah-langkah untuk melindungi gigi dari serangan karies.21

Adapun contoh obat-obatan yang menaikkan sekresi saliva antara lain :

a. Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat dan dapat merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat merusak email dan dentin.

(23)

b. Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat, natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva.

c. Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.19

5. Keadaan fisiologis.

Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga dan bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering. 18

Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. 18

6. Usia.

Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. 21

Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.

(24)

Selain itu, penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut. 22,23

7. Keadaan-keadaan lain.

Agenesis dari kelenjar saliva sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang ada pasien yang mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan adanya cacat yang besar dari kelenjar saliva. 18

Kelainan syaraf yang diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multiple akan mengakibatkan hilangnya innervasi kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva. 17

Belakangan telah dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering, sebab terapi radiasi untuk mengurangi ketidaknyamanan pada sarkoma kaposi intra oral dapat menyebabkan disfungsi kelenjar saliva. 17

2.1.4 PH Saliva

Suatu derajat keasaman atau seringkali disebut (pH) adalah sesuatu yang digunakan untuk menentukan tingkat keasaman suatu larutan. Dimana semakin kecil nilai pH maka semakin tinggi tingkat keasaman suatu larutan, dan dikatakan netral bila nlai pH adalah 7. Saliva adalah cairan dengan komposisi yang seringkali mengalami perubahan antara lain dapat dilihat dari derajat keasaman (pH), kandungan elektrolit dan protein didalam susunannya. Menurut Amerogen (1991) dinyatakan bahwa susunan kualitatif dan kuantitatif elektrolit di dalam

(25)

ludah menentukan pH dan kapasitas bufer saliva. Efek bufer adalah sifat saliva yang cenderung untuk selalu menjaga suasana dalam mulut agar tetap netral, dengan cara cairan saliva cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula.9

Faktor- faktor yang mempengaruhi pH dalam saliva

pH dan kapasitas buffer saliva selalu dipengaruhi perubahan-perubahan antara lain:

1. Irama siang dan malam

pH saliva dan kapasitas buffer akan tinggi segera setelah bangun ( keadaan istirahat), tetapi akan cepat turun. Pada saat makan nilai pH saliva tinggi, tetapi dalam waktu 30-60 menit akan turun lagi. Selain itu, sampai malam hari akan naik, lalu kemudian akan turun lagi.

2. Diet

Diet berpengaruh dalam pH saliva. Diet yang kaya karbohidrat akan menurunkan pH saliva karena menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri. Diet yang kaya akan sayur-sayuran akan cenderung menaikkan pH saliva.

3. Perangsangan kecepatan sekresi

Hal ini berkaitan dengan ion bikarbonat yang meningkat jika tejadi peningkatan dari laju alir saliva sehingga pH saliva meningkat.9

(26)

Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.3

2.2 LANSIA

2.2.1 Perubahan Pada Lansia

Proses umum penuaan tidak dapat diterangkan dengan jelas. Hal ini sering dijabarkan sebagai gabungan dari fenomena fisiologis normal dan degenerasi patologis. Penuaan dapat didefenisikan sebagai suatu hal biologis dimana proses tersebut merupakan hal yang genetik, suatu terminasi yang tak terelakkan dari pertumbuhan normal. Segi patologis dari penuaan termasuk proses destruksi, yang kemungkinan berkaitan dengan reaksi autoimun atau akumulasi dari pengaruh trauma-trauma minor yang terjadi sepanjang hidup. Berbagai penyakit tertentu yang pernah dialami sepanjang kehidupan cenderung memperkuat besarnya perubahan degeneratif yang terjadi pada usia lanjut. Usia lanjut juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan perubahan patologis.10

Regresi pada fungsi tubuh secara umum mulai terjadi pada usia 25 hingga 30 tahun dan berlanjut terus sampai akhir hayat. Penurunan metebolism selular menyebabkan berkurangnya kemampuan sel untuk bertumbuh dan reparasi. Laju pembelahan sel (mitosis) menurun sehingga pada usia 65 tahun deplesi selular mendekati 30%. Karena semua jaringan, organ dan sistem tidak bergeser dengan kecepatan yang sama, struktur komposit tubuh dan fungsinya juga berbeda pada pasien usia lanjut di bandingkan dengan pasien usia muda.10

(27)

2.2.2 Keadaan rongga mulut pada lansia

Mukosa mulut dilapisi oleh sel epitel yang berfungsi sebagai barier terhadap pengaruh dari dalam maupun luar mulut. Pertambahan usia dapat menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan, berkurangnya kapiler dan suplai darah, berkurangnya keratinisasi, serta penebalan serabut kolagen pada lamina propia. Hal ini menyebabkan mukosa mulut terlihat menjadi lebih pucat, tipis kering, dan mengalami proses penyembuhan yang melambat. 11

Selain itu, pada lansia biasanya terjadi penurunan tingkat kebersihan mulut, berkurangnya jumlah gigi geligi, penurunan sensivitas mukosa rongga mulut terhadap iritasi dan terjadi pula pelemahan jaringan penyangga gigi sehingga kemampuan mengunyah berkurang.

Semua perubahan di atas merupakan proses degenerasi yang menyebabkan menurunnya resistensi mukosa. Mukosa mulut menjadi mudah terluka oleh karena makanan keras, hal tersebut dapat diperberat karena mulut kering akibat menurunya produksi saliva.12

2.3 Hubungan Volume dan pH Saliva

Saliva merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut yang berperan dalam fungsi perlindungan. Perannya sebagai pelumnas yang melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut terhadap iritasi mekanis, termal, dan zat kimia. Fungsi lain termasuk kapasitas buffer, bertindak sebagai penyimpanan ion yang memfasilitasi remineralisasi gigi, aktivitas antimikroba, yang melibatkan immunoglobulin A, lisozim, laktoferin, dan myeloperoxidase. Fungsi perlindungan dilakukan dengan cara meningkatkan

(28)

sekresi saliva yang dapat diukur melalui kecepatan aliran, volume, pH dan viskositasnya.

Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatnya volume dan mengencerkan saliva yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat yang dapat meningkatkan pH. 13

Sebaliknya menurunnya kecepatan sekresi saliva akan menurunkan pH saliva. Keadaan ini akan mempengaruhi proses demineralisasi dan remineralisasi gigi geligi.14

Hal ini akan dibuktikan pada penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan volume dan pH saliva khususnya pada lansia.

(29)

BAB III KERANGKA KONSEP Tidak diteliti Diteliti LANSIA Penggunaan Gigitiruan Konsumsi obat-obatan

Faktor Ekternal Faktor Internal

Merokok Jenis Kelamin Usia OH Penyakit Sistemik pH Saliva Volume Saliva

(30)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional deskriptif, yaitu suatu rancangan penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap objek alamiah, tanpa melakukan intervensi apapun terhadap objek tersebut.

4.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study, yaitu observasi dan pengukuran variabel yang di lakukan pada saat tertentu dan tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang di lakukan.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Lansia umur 51 tahun keatas di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan seperti usia, tidak ada riwayat penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi volume dan pH saliva, tidak merokok, tidak menggunakan gigi tiruan dan tidak rutin konsumsi

(31)

obat-obatan. Akan diambil sampel sebanyak 30 orang yang memenuhi kriteria tersebut.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ;

a. Pot penampung saliva b. Gelas ukur saliva

c. pH meter untuk mengukur pH saliva d. Handskun

e. Alat tulis menulis

4.5 Pengumpulan Data

Pengambilan sampel saliva (metode tanpa stimulasi) dilakukan satu kali antara jam 09.00-11.00. Sebelum penelitian akan dilakukan, diinformasikan kepada sampel untuk tidak makan dan minum minimal 60 menit sebelum pengambilan sampel. Selama penelitian berlangsung sampel tidak diperbolehkan untuk makan dan minum. Pengumpulan saliva dilakukan dengan mencucurkan salivanya ke dalam penampung saliva. Volume saliva diukur dengan gelas ukur saliva dan pH saliva diukur dengan pH meter kemudian hasilnya dicatat pada form penelitian.

Pada penelitian ini metode pengumpulan saliva yang digunakan adalah metode passive drool. Metode ini adalah metode yang paling efektif dan sering digunakan untuk mengumpulkan saliva dengan mengeluarkan saliva secara pasif ke dalam wadah kecil.

(32)

4.6 Defenisi Operasional

4.6.1 Volume Saliva

Volume saliva adalah jumlah saliva yang dapat dikumpulkan dari sampel tanpa stimulasi selama 5 menit.

4.6.2 PH Saliva

PH saliva adalah tingkat keasaman pada cairan rongga mulut yang di dapat dari sampel (LANSIA umur 51 tahun keatas) sehingga dapat diketahui asam atau basa.

4.6.3 Lansia

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.

4.7 Kriteria Penilaian

4.7.1 Volume Saliva

Volume saliva tanpa stimulasi dinilai dengan menggunakan gelas pengukur saliva, dimana kriteria penilaian volume saliva (mL) disesuaikan dengan nilai normal volume saliva menurut Batthal dan Ericsson (1996), jumlah normal volume saliva tanpa stimulasi yaitu 0,3 mL dalam 1 menit. Jadi, dalam waktu 5

(33)

menit jumlah volume saliva tanpa stimulasi yang dapat terkumpul normalnya 1,5 mL. Kriteria penilaiannya ; a. < 1,5 : < Normal b. 1,5 : Normal c. > 1,5 : > Normal 4.7.2 pH Saliva

pH saliva dinilai dengan menggunakan pH meter, dimana ;

a. < 7 : pH Asam b. 7 : Netral c. > 7 : pH Basa

(34)

4.8 Alur Penelitian

Pengumpulan Sampel

Pengambilan Sampel Saliva

Kesimpulan Analisis Data Pengukuran pH Saliva

Pengukuran Volume Saliva

(35)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara volume saliva dengan pH saliva pada populasi lanjut usia. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa pada tanggal 17 Mei 2013. Adapun, lanjut usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berusia 50 tahun ke atas. Hubungan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah hubungan korelasi. Subjek penelitian adalah seluruh lanjut usia yang berusia 50 tahun ke atas dan tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji. Seluruh sampel berjumlah 30 orang.

Pengambilan data diawali dengan metode interview untuk mendapatkan identitas pasien, seperti usia dan jenis kelamin. Selanjutnya, saliva pasien diambil dengan metode tanpa stimulasi (unstimulated saliva) dan dilakukan satu kali antara jam 09.00 hingga jam 11.00. Sampel telah diinstruksikan sebelunya untuk tidak makan dan minum sebelumnya selama 60 menit untuk mengurangi variabel perancu. Pengumpulan saliva dilakukan dengan mencucurkan saliva ke dalam penampungan saliva secara pasif selama lima menit (metode passive drool). Volume saliva diukur dengan gelas ukur dan pH saliva dengan pH meter. Seluruh hasil penelitian selanjutnya dicatat, dikumpulkan, dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel distribusi sebagai berikut.

(36)

Tabel 1. Distribusi karakteristik sampel penelitian

Karakteristik sampel penelitian Frekuensi (n) Persen (%) Mean ± SD Jenis Kelamin Laki-laki 15 50 Perempuan 15 50 Usia 74.57 ± 8.71 Kelompok Usia Usia 51-60 tahun 2 6.7 Usia 61-70 tahun 6 20.0 Usia 71-80 tahun 16 53.3 Usia 81-90 tahun 6 20.0 Volume Saliva (ml) 1.09 ± 0.28 pH Saliva 5.46 ± 0.69 Total 30 100

Tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel penelitian yang berjumlah 30 sampel secara keseluruhan dan terdiri atas 15 perempuan (50%) dan 15 laki-laki (50%). Rata-rata usia sampel penelitian adalah 74 tahun dengan kelompok usia yang paling banyak adalah usia 71-80 tahun, yaitu sebanyak 16 orang (53.3%). Adapun, kelompok usia yang paling sedikit adalah usia 51-60 tahun, yaitu sebanyak dua orang (6.7%). Rata-rata volume saliva sampel secara keseluruhan adalah 1.09 ml dan rata-rata pH saliva pasien secara keseluruhan adalah 5.46.

Tabel 2. Distribusi kelompok usia berdasarkan jenis kelamin sampel penelitian

Usia Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan Kelompok Usia Usia 51-60 tahun 1 (3.3%) 1 (3.3%) 2 (6.7%) Usia 61-70 tahun 4 (13.3%) 2 (6.7%) 6 (20%) Usia 71-80 tahun 6 (20.0%) 10 (33.3%) 16 (53.3%) Usia 81-90 tahun 4 (13.3%) 2 (6.7%) 6 (20%) Total 15 (50%) 15 (50%) 30 (10%)

Tabel 2 menunjukkan distribusi kelompok usia berdasarkan jenis kelamin sampel penelitian. Seperti yang telah dijelaskan, terdapat 15 laki-laki dan 15

(37)

perempuan. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 15 laki-laki, terdapat satu orang (3.3%) yang berusia 51-60 tahun; empat orang (13.3%) yang berada dalam kategori usia 61-70 tahun; enam orang (20%) yang masuk dalam kelompok usia 71-80 tahun; dan empat orang (13.3%) yang berusia 81-90 tahun. Adapun, untuk sampel yang berjenis kelamin perempuan, terdiri dari satu orang yang berusia 51-60 tahun; dua orang (6.7%) yang berusia 61-70 tahun; sepuluh orang (33.3%) yang berada dalam kategori usia 71-80 tahun; dan dua orang (6.7%) yang berada dalam kelompok usia 81-90 tahun.

Tabel 3. Distribusi usia, volume saliva, dan pH saliva berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia

Jenis Kelamin dan Usia Usia Volume Saliva pH Saliva Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Jenis Kelamin Laki-laki 74.20 ± 9.51 1.10 ± 0.23 5.50 ± 0.70 Perempuan 74.93 ± 8.13 1.08 ± 0.18 5.43 ± 0.70 Kelompok Usia Usia 51-60 tahun 54.00 ± 4.24 1.40 ± 0.00 6.50 ± 0.00 Usia 61-70 tahun 66.00 ± 2.89 1.32 ± 0.07 6.08 ± 0.49 Usia 71-80 tahun 76.50 ± 2.92 1.08 ± 0.11 5.31 ± 0.57 Usia 81-90 tahun 84.83 ± 2.48 0.80 ± 0.08 4.91 ± 0.49 Total 74.57 ± 8.70 1.09 ± 0.21 5.46 ± 0.69

Tabel 3 menunjukkan distribusi usia, volume saliva, dan pH saliva berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. Terlihat dari tabel 3, baik jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki rata-rata usia, volume saliva, dan pH saliva yang hampir serupa, yaitu rata-rata usia 74 tahun, volume saliva 1.10 ml untuk laki-laki dan 1.08 untuk perempuan, serta pH saliva 5.5 untuk laki-laki dan 5.43 untuk perempuan. Berdasarkan kelompok usia, terlihat semakin tinggi usia diikuti dengan penurunan volume saliva dan pH saliva. Pada usia 51-60 tahun, volume saliva yang diperoleh mencapai 1.40 ml dan pH 6.5. Akan tetapi, seiring

(38)

peningkatan usia, volume dan pH saliva menurun, mulai dari usia 61-70 tahun, volume saliva menurun menjadi 1.32 ml dengan pH 6.08, diikuti pada usia 71-80 tahun, volume saliva terus menurun menjadi 1.08 ml dengan pH 5.31, hingga pada usia 81-90 tahun, terlihat volume saliva hanya diperoleh 0.80 ml dengan pH hanya mencapai 4.91. Secara keseluruhan, rata-rata usia sampel penelitian adalah 74 tahun dengan volume 1.09 ml dan pH saliva 5.46.

Tabel 4. Korelasi volume saliva (ml) dengan pH saliva sampel penelitian Volume Saliva pH Saliva

p-value Koefisien korelasi (r) Mean ± SD Mean ± SD

1.09 ± 0.28 5.46 ± 0.69 *0,000 0,785 *Pearson correlation test: p<0,05, signifikan

Tabel 4 menunjukkan korelasi volume saliva (ml) dengan pH saliva sampel penelitian. Pada penelitian ini, hubungan antara variabel bebas dengan variabel akibat yang ingin dicapai adalah hubungan korelasi. Kedua variabel, baik variabel bebas dan variabel akibat berskala numerik, sehingga pada penelitian ini uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson dengan taraf confidence interval 95% (tingkat kemaknaan 0.05). Seperti yang telah dijelaskan pada tabel 3, terlihat adanya penurunan volume saliva yang diikuti dengan penurunan pH saliva seiring dengan bertambahnya usia. Pada tabel 4, berdasarkan hasil uji statistik, terlihat bahwa terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara volume saliva dengan pH saliva (p: 0.000, p<0.05). Adapun, nilai koefisien korelasi yang dicapai adalah 0.785 (positif), yang berarti bahwa setiap peningkatan atau pun penurunan volume saliva terjadi, maka akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pH saliva

(39)

sebesar 78.5%. Koefisisen korelasi 0.60 hingga 0.79 menunjukkan hubungan korelasi dengan kategori hubungan yang kuat (Sopiyudin, 2009).

(40)

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada keadaan lanjut usia (Lansia), biasanya terjadi penurunan tingkat kebersihan mulut, berkurangnya jumlah gigi geligi dan penurunan sensitivitas mukosa rongga mulut terhadap iritasi. Selain itu juga terjadi pelemahan jaringan penyangga gigi sehingga kemampuan mengunyah menjadi berkurang.

Semua perubahan tersebut adalah proses degenerasi yang menyebabkan resistensi mukosa menurun. Mukosa mulut menjadi mudah terluka oleh makanan yang keras dan proses penyembuhan yang agak melambat. Semua keadaan tersebut diperberat karena mulut kering akibat menurunnya produksi saliva. 12

Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan inilah yang menyebabkan menurunnya produksi saliva. 21,22

Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatnya volume dan mengencerkan saliva yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat yang dapat meningkatkan pH. Sebaliknya menurunnya sekresi saliva akan menurunkan jumlah dan susunan kandungan saliva yang dapat menyebabkan menurunnya pH saliva.

(41)

Hal ini diperkuat dari hasil penelitian berdasarkan kelompok usia dari 30 orang sampel, terlihat semakin tinggi usia diikuti dengan penurunan volume saliva dan pH saliva. Pada usia 51-60 tahun, volume saliva yang diperoleh mencapai 1.40 ml dan pH 6.5. Akan tetapi, seiring peningkatan usia, volume dan pH saliva menurun, mulai dari usia 61-70 tahun, volume saliva menurun menjadi 1.32 ml dengan pH 6.08, diikuti pada usia 71-80 tahun, volume saliva terus menurun menjadi 1.08 ml dengan pH 5.31, hingga pada usia 81-90 tahun, terlihat volume saliva hanya diperoleh 0.80 ml dengan pH hanya mencapai 4.91. Secara keseluruhan, rata-rata usia sampel penelitian adalah 74 tahun dengan volume 1.09 ml dan pH saliva 5.46.

Selain itu juga berdasarkan hasil uji statistik, terlihat bahwa terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara volume saliva dengan pH saliva (p: 0.000, p<0.05). Adapun, nilai koefisien korelasi yang dicapai adalah 0.785 (positif), yang berarti bahwa setiap peningkatan atau pun penurunan volume saliva terjadi, maka akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pH saliva sebesar 78.5%. Koefisisen korelasi 0.60 hingga 0.79 menunjukkan hubungan korelasi dengan kategori hubungan yang kuat.

(42)

BAB VII PENUTUP

7.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

2. Apakah terjadi penurunan volume dan pH saliva pada lansia :

Berdasarkan kelompok usia, terlihat semakin tinggi usia diikuti dengan penurunan volume saliva dan pH saliva. Pada usia 51-60 tahun, volume saliva yang diperoleh mencapai 1.40 ml dan pH 6.5. Akan tetapi, seiring peningkatan usia, volume dan pH saliva menurun, mulai dari usia 61-70 tahun, volume saliva menurun menjadi 1.32 ml dengan pH 6.08, diikuti pada usia 71-80 tahun, volume saliva terus menurun menjadi 1.08 ml dengan pH 5.31, hingga pada usia 81-90 tahun, terlihat volume saliva hanya diperoleh 0.80 ml dengan pH hanya mencapai 4.91. Secara keseluruhan, rata-rata usia sampel penelitian adalah 74 tahun dengan volume 1.09 ml dan pH saliva 5.46.

3. Apakah ada hubungan volume dan pH saliva pada lansia :

Berdasarkan hasil uji statistik, terlihat bahwa terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara volume saliva dengan pH saliva (p: 0.000, p<0.05). Adapun, nilai koefisien korelasi yang dicapai adalah 0.785 (positif), yang berarti bahwa setiap peningkatan atau pun penurunan volume saliva terjadi, maka akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pH saliva sebesar 78.5%. Koefisien

(43)

korelasi 0.60 hingga 0.79 menunjukkan hubungan korelasi dengan kategori hubungan yang kuat.

7.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk lebih menyempurnakan penelitian ini, yaitu dengan membandingkan variabel lain yang juga merupakan etiologi dari mulut kering khususnya pada lansia. Seperti jenis obat yang dikonsumsi, tingkat stress, terapi radiasi yang pernah dijalani dan kesehatan umum yang terganggu yang menyebabkan berkurangnya sekresi saliva.

2. Melihat kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada lansia. Khususnya di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayani T.A, Handajani J. Efek merokok terhadap status pH dan volume saliva pada laki-laki usia dewasa dan usia lanjut. Dent J: Dentika;2010: 15(2); 145-9.

2. Chrismawaty E. Peran struktur mukosa rongga mulut dalam mekanisme blockade fisik terhadap iritan. MIKGI; 2006:V: 244-9.

3. Soesilo D, Santoso R.E, Diyatri I. Peranan sorbitol. Dent J: Majalah Kedokteran Gigi; 2005: 38(1); 25-8.

4. Novy B, Young D. Dental caries : a pH-mediated disease. CDHA J; 2010: 25(1).

5. Hasan H. Penanganan sialolitiasis. J Kedokteran Gigi: Dentofasial; 2009: 8(1);35-9.

6. Rosen F.S. Anatomi and physiology of the salivary gland. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology. 2001:1-11.

7. Rantonen P. Salivary flow and composition in healthy and diseased adults. Dissertation. Helsinki: University of Helsinki, 2003:16-26.

8. Roland S.M. Gigi penasihat kesehatan oral aksi, gigi umum praktisi st. john wood. 2005: London.

9. Febyanti P.A. Perbedaan perubahan derajat keasaman (pH) plak sebelum dan seduah mengkonsumsi makanan yang mengandung gula dan makanan yang tidak mengandung gula pada penghuni asrama JKG Poltekkes. JKG: Semarang; 2007.

(45)

10. Tarigan S. Pasien protodonsia lanjut usia : beberapa pertimbangan dalam perawatan. Sumatera Utara: FKG USU; 2005. hal.1-35.

11. Barnes I.E, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Alih bahasa Cornella Hutauruk. EGC; 2006.

12. Dharmautama M, Koyama A.T, Kusumawati A. Tingkat keparahan halitosis pada manula pemakai gigitiruan. J Kedokteran Gigi: Dentofasial; 2008: 7(2); 107-14.

13. Rodian M, Satari M.H, Rolleta H.E. Efek mengunyah permen karet yang mengandung sukrosa, xylitol, probiotik terhadap karakteristik saliva. Dent J: Dentika; 2011: 16(1); 44-8.

14. Rahayu F.A, Handajani J. Mengkonsumsi minuman beralkohol dapat menurunkan derajat keasaman dan volume saliva. Dent J: Dentika; 2010: 15(1); 15-9.

15. Roletta H.E. Pengaruh stimulus pengunyahan dan pengecapan terhadap kecepatan aliran dan pH saliva. J Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 2002;1(9): 29-34.

16. Glass B.J, Van Dis M.L, Langlais R.P, Miles D.A. Xerostomia: diagnosis and treatment planning considerations. J of Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology; 1984: 58(2); 248-52.

17. AI-Saif K.M. Clinical management of salivary deficiency : a review article. The Saudi Dent J; 1991: 3(2); 77-80.

18. Haskell R, Gayford J.J. Penyakit mulut ed. ke-2. alih bahasa drg. Lilian Yuwono. Jakarta: EGC; 1990. hal.67-73.

(46)

19. Amerongan A.V.N. Ludah dan kelenjar ludah : arti bagi kesehatan gigi ed. ke-1. alih bahasa Prof.drg.Rafiah Abyono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1991. hal.2-6.

20. Scully C, Cawson R.A. Medical problems in dentistry 3rd ed. Wright. p.192-6. 21. Edwina A.M, Joyston B.S. Dasar-dasar karies penyakit dan

penanggulangannya. Editor: Narlan Sumawinata, Safrida Faruk. Jakarta: EGC; 1991. hal.1-3, 65-8.

22. Pedersen P.H, Loe H. Geriatric dentistry 1st ed. Munksgard: Copenhagen; 1986. p.94-120.

23. Ernawati D.S. Kelainan jaringan lunak rongga mulut akibat proses menua. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga; 1997: 30(3); 113.

24. Minasari. Peranan saliva dalam rongga mulut. Dent J: Majalah Kedokteran Gigi USU; 1999: 4(2): 33-9.

Gambar

Gambar 2.1: Kelenjar Saliva

Referensi

Dokumen terkait

Dengan munculnya UU No .22 tahun 1999yang mengatur perlimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah serta UUNo.25 tahun 1999 yang

7. Seluruh Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang. Pak Arif Khunai dan Ibu Rodiyah selaku pemilik CV Abby Offset Printing &amp; Packaging

formulasi langkah demi langkah kategori induktif dari materi, dg mempertimbangkan defenisi kategori &amp;tingkat abstraksi.mengurutkan kategori lama atau formulasi kategori

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 49 sampai dengan Pasal 53 Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa,

Menimbang, bahwa dalil dalil yang diajukan Penggugat untuk menggugat cerai Tergugat pada pokoknya adalah pada bulan Januari tahun 2011 Penggugat meminta kepada Tergugat

Provinsi Riau saat ini banyak perkebunan kelapa sawit yang seharusnya sudah melakukan peremajaan (Replanting ) ,tetapi banyak masyarakat yang tidak mau melakukannya karena tidak

Aspek yang dikaji iaitu tahap pemahaman pelajar mengenai tajuk ikatan kimia, salah konsep yang dihadapi oleh pelajar dalam tajuk ikatan kimia, tahap minat mata pelajaran kimia

Selain itu, hasil penelitian Triastuti, Wardati dan En (2016) tentang pemberian pupuk kascing dengan dosis 25 g/polybag memberikan pengaruh nyata pada parameter tinggi bibit