• Tidak ada hasil yang ditemukan

Christin Natalia 1, Rudolf S. Parhusip 2, Puji Pinta O. Sinurat 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Christin Natalia 1, Rudolf S. Parhusip 2, Puji Pinta O. Sinurat 3"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL PENELITIAN

Gambaran Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Yang Dirawat

Jalan dan Rawat Inap di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang

Siantar Tahun 2016

Christin Natalia

1

, Rudolf S. Parhusip

2

, Puji Pinta O. Sinurat

3

1Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedokteran

Universitas Methodist Indonesia,

2

Departemen Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran

Universitas Methodist Indonesia

3

Departemen Penyakit Syaraf, Fakultas Kedokteran

Universitas Methodist Indonesia

Korespondesi: fkmethodist@yahoo.co.id

ABSTRACT

Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease is a lung disease characterized by the air

flow resistance in the respiratory that is not fully reversible. The most often main cause is cigarette smoke. In Indonesia, the number of smokers is very high, especially in male, ranging from children, adolescents and adults. The other factors that cause the development of COPD are air pollution, vehicle exhaust, stove smoke and smoke from factories. This progressive disorder is caused by chronic inflammation due to exposure of particles or toxic gases that occur within quite a long time. The aim of this study is to describe patients with COPD in patients admitted to the outpatient care facility and inpatient care facility of Tentara Hospital stage IV Pematang Siantar in 2016 based on age, gender, occupation, smoking history, clinical symptoms, hospital service and mortality.

Method: This study is a descriptive study with cross sectional study method using simple random

sampling technique. The data was taken from the medical records of patients with COPD in Tentara Hospital stage IV Pematang Siantar, then the data was processed manually and the results are presented in tabular form.

Results: Based on the results of 207 samples that have been analyzed, 122 samples in outpatients

care facility acquired. The majority of patients aged 50-59 years, which are 62 patients (51%), most gender are male, which are 86 patients (70%) , with most occupation is self-employed, which are 37 patients (30%), mostly has a history of smoking, with the total of smokers comes to 84 patients (69%), and most clinical symptoms are cough and shortness of breath which are 65 patients (53%).

Conclusion: The results showed that patients with COPD who were treated in outpatient care

facility and inpatient care facility mostly are male patients, aged ≥50 years, majorly self-employed, who have a history of smoking with clinical symptoms of cough and shortness of breath, prefer to hospitalized in regular room, show that management of COPD patients by this hospital is excellent as the least of mortality.

Keywords: COPD, Inpatient, Outpatient

ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit paru yang ditandai oleh

hambatan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Penyebab utama dan paling sering adalah asap rokok. Di Indonesia jumlah perokok sangat tinggi di berbagai lapisan masyarakat terutama pada laki-laki mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya PPOK yaitu polusi udara, gas buang kendaraan, asap kompor dan asap pabrik. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita PPOK pada pasien yang dirawat jalan dan rawat inap di RS.Tentara Tingkat IV Pematang Siantar tahun 2016 berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat merokok, gejala klinis, pelayanan rumah sakit dan angka kematian.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode cross sectional study.

Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data yang digunakan adalah rekam medis pasien PPOK di RS.Tentara Tingkat IV Pematang Siantar, kemudian dilakukan pengolahan data secara manual dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel.

Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil penelitian dari 207 sampel yang telah dianalisa,122 sampel

pada pasien yang dirawat jalan diperoleh pasien terbanyak berusia 50-59 tahun yaitu 62 orang (51%), jenis kelamin terbanyak adalah pada laki-laki yaitu 86 orang (70%), dengan pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta 37 orang (30%), yang memiliki riwayat merokok yaitu perokok sebanyak 84 orang (69%), dan gejala klinis terbanyak adalah batuk dan sesak napas sebanyak 65 orang (53%). Dari 85 sampel pada pasien yang dirawat inap diperoleh pasien terbanyak berusia ≥ 60 tahun yaitu 50 orang (59%), jenis kelamin terbanyak adalah pada laki-laki yaitu 62 orang (73%), dengan pekerjaan yang terbanyak adalah wiraswasta 31 orang (36%), yang memiliki riwayat merokok yaitu perokok sebanyak 60 orang (71%).

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien PPOK yang dirawat jalan dan rawat

inap terbanyak adalah pada pasien laki-laki dengan usia diatas ≥50 tahun, sebagian besar pekerjaan adalah wiraswasta, yang memiliki riwayat merokok dengan gejala klinis batuk dan sesak napas, memilih rawat inap di ruang biasa sebagai pelayanan rumah sakit, menggambarkan bahwa penatalaksanaan pasien PPOK sangat baik dengan sedikitnya angka kematian.

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa lebih dikenal dengan PPOK merupakan suatu penyakit yang bisa dicegah dan diatasi, yang dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang biasanya bersifat progresif, dan terkait dengan adanya respon inflamasi kronis saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya.1

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di dunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari semua kematian secara global.2

Prevalensi kejadian PPOK di dunia rata-rata berkisar 3-11 %.3 Pada tahun 2013, di Amerika serikat PPOK adalah penyebab utama kematian ketiga dan lebih dari 11 juta orang telah di diagnosis dengan PPOK.4 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan.5

Banyak faktor yang dapat menyebabkan PPOK. Namun faktor tersering adalah riwayat merokok. Asap rokok merupakan penyebab tersering timbulnya PPOK. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK dan akan terus meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok. Prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi di berbagai lapisan masyarakat, terutama pada laki-laki mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas yaitu; 27 % (Susenas 1995); 31,5 % (SKRT 2001); 34,4% (Susenas 2004); 34,7% (Riskesdas 2007) dan 36,3%.6

Menurut Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2007 angka kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dan prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7%. Untuk di daerah Provinsi Sumatera Utara prevalensi sebesar 3,6%.7

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas bahwa PPOK merupakan salah satu penyakit berbahaya yang menyerang bagian saluran pernapasan sehingga dapat menurunkan kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang gambaran penderita PPOK yang

dirawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dimana penelitian ini dilakukan hanya dalam satu kali pada satu waktu yang bertujuan untuk membuat gambaran PPOK berdasarkan data sekunder yaitu rekam medik. Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 Juni 2017 – 20 Juni 2017

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar tahun 2016. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling, dimana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengambilan besar sampel ditentukan berdasarkan rumus slovin. Penarikan sampel diambil secara proportional random sampling yaitu pengambilan subjek dari setiap strata ditentukan seimbang dengan banyaknya subjek dalam masing – masing strata.

Kriteria Inklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien PPOK yang dirawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar pada Januari 2016 sampai Desember 2016 serta pasien berumur ≥ 40 tahun. Sementara itu, kriteria Eksklusi diantaranya PPOK yang disertai riwayat penyakit lain dan penderita PPOK yang tidak memiliki data yang lengkap sesuai variabel

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan dan komite etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia. Pengumpulan data dilakukan di bagian rekam medik Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar, data-data yang diambil adalah data penderita PPOK yang dirawat jalan dan rawat inap pada tahun 2016. Kemudian dicatat data-data yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dari rekam medik.

Penelitian dilakukan melalui analisa data yang tercantum dalam rekam medis (data sekunder) di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar tahun 2016. Alat ukur yang digunakan adalah data yang tercantum dalam rekam medis di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar tahun 2016. Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Skala Nominal yang terdiri atas : jenis kelamin, riwayat merokok, pekerjaan, gejala klinis, pelayanan rumah sakit, dan angka kematian. (2) Skala Interval yang terdiri atas : umur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(3)

Penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juni 2016 menggunakan data sekunder dari rekam medik Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar periode 1 januari 2016 sampai 31 Desember 2016. Jumlah keseluruhan sampel adalah 207 sampel. Penentuan sampel menggunakan cara teknik simple random sampling. Jumlah sampel yang dirawat inap adalah 85 sampel dan yang dirawat jalan adalah 122 sampel.

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian.

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Usia 40-49 11 13 50-59 24 28 ≥60 50 59 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 62 23 73 27 Pekerjaan Petani Buruh Pabrik STTC PNS Wiraswasta IRT 21 8 10 31 15 25 9 12 36 18 Riwayat Merokok Perokok Tidak Perokok 60 25 71 29 Gejala Klinis

Batuk dan Sesak napas Sesak napas dan nyeri dada

Batuk, nyeri dada dan sesak napas 41 16 28 48 19 33

Tabel 2. Distribusi pasien yang dirawat inap di rumah sakit Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) Pelayanan Rumah Sakit 45 15 25 53% 18% 29% Ruang Biasa ICU IGD Angka Kematian Ruang Biasa ICU IGD 7 3 5 47% 20% 33% Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa dari 122 pasien yang dirawat jalan dengan diagnosa PPOK, ditemukan pasien PPOK terbanyak berada pada kelompok usia 50-59 tahun yang berjumlah 62 orang (51%), usia ≥60 tahun berjumlah 41 orang (34%) dan yang paling sedikit ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun berjumlah 19 orang (15%). Selain itu, dari 122 pasien yang dirawat jalan dengan diagnosa PPOK ditemukan riwayat perokok

terbanyak dengan jumlah 84 orang (69%) dan paling sedikit adalah riwayat tidak perokok dengan jumlah 38 orang (31%). Pada studi ini, dari 122 pasien dengan diagnosa PPOK, pasien paling banyak mengalami gejala batuk dan sesak napas dengan jumlah 65 orang (53%), gejala sesak napas dan nyeri dada dengan jumlah 30 orang (25%) dan yang paling sedikit adalah gejala batuk, nyeri dada dan sesak napas dengan jumlah 27 orang (22%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar Tahun 2016 dari 85 pasien yang dirawat inap dengan diagnosa PPOK ditemukan pasien PPOK terbanyak pada usia ≥60 tahun yang berjumlah 50 orang (59%) dan yang paling sedikit ditemukan pada usia 40-49 tahun yang berjumlah 11 orang (13%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmatika pada 2009 di RSUD Aceh Tamiang yang menyatakan bahwa pasien PPOK terbanyak berumur 60 tahun keatas dengan proporsi 57,5% dari 139 sampel dan sejalan dengan hasil penelitian.8 Shinta pada 2007, yang menyatakan bahwa kelompok umur terbanyak pasien PPOK adalah 60 tahun keatas dengan proporsi 84,8% dari 46 sampel.9 Menurut Mannino, bahwa PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang berumur > 45 tahun. Hal ini berhubungan dengan penurunan fungsi paru yang lebih cepat menurun pada orang yang masih terus merokok setelah berumur lebih dari 45 tahun.10

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dani, yang dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung, diperoleh pasien PPOK terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 49 orang (76,6%) dan juga sejalan dengan hasil penelitian Nazli di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 104 orang (76,5%). Merokok merupakan faktor risiko terbesar terjadinya

PPOK. Laki-laki lebih banyak merokok

dibandingkan perempuan, sehingga angka kejadian PPOK lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar Tahun 2016 dari 85 pasien yang dirawat inap dengan diagnosa PPOK ditemukan pekerjaan pasien PPOK terbanyak adalah wiraswasta yang berjumlah 31 orang (36%) dan pekerjaan yang paling sedikit adalah buruh yang berjumlah 8 orang (9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Achmad yang dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 170 pasien yang didiagnosa PPOK, ditemukan pekerjaan pasien PPOK terbanyak adalah wiraswasta yang berjumlah 70 orang (41,2%).12 Data laporan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa menurut pekerjaan, prevalensi merokok paling banyak pada petani, buruh, wiraswasta, dan pegawai. Selain dari faktor risiko

(4)

merokok yang menyebabkan PPOK, beberapa pekerjaan yang berisiko terhadap kejadian PPOK seperti pekerja tambang emas, batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar oleh debu. Hal ini diakibatkan karena debu yang dihirup dalam pekerjaan tersebut akan mengendap dan dalam kurun waktu tertentu dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru.13

Penelitian Nazli pada tahun 2011 di RSUP H.Adam Malik Medan didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 136 pasien yang didiagnosa PPOK ditemukan pasien PPOK paling banyak adalah riwayat merokok dengan jumlah 105 orang (77,2%), sedangkan yang tidak perokok sebanyak 31 orang (22,8%). Menurut Supari (2008), Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, yaitu semakin banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan semakin lama kebiasaan merokok seseorang maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar tahun 2016 dari 85 pasien yang dirawat inap dengan diagnosa PPOK ditemukan gejala pasien PPOK terbanyak adalah batuk dan sesak napas yang berjumlah 41 orang (48%) dan gejala pasien PPOK yang paling sedikit adalah sesak napas dan nyeri dada dengan jumlah 16 orang (19%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika di RSUD Aceh Tamiang, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 139 pasien yang didiagnosa PPOK didapatkan gejala tertinggi pasien PPOK adalah batuk dan sesak napas yang berjumlah 100 orang (72%), disusul gejala nyeri dada dengan jumlah 39 orang (28%).8 Menurut Anwar, pada pasien PPOK tidak mampu melakukan ekspirasi secara optimal, menyebabkan peningkatan volume paru di akhir respirasi (hiperinflasi) dengan konsekuensi penurunan kapasitas inspirasi. Hiperinflasi saat istirahat dan saat melakukan aktivitas berkontribusi terhadap terjadinya sesak napas yang selalu dikeluhkan oleh pasien.14

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Pematang Siantar tahun 2016 dari 15 pasien yang meninggal dengan diagnosa PPOK ditemukan pasien paling banyak meninggal di ruang biasa dengan jumlah 7 orang (47%), di IGD berjumlah 5 orang (33%), dan yang paling sedikit di ICU berjumlah 3 orang (20%). Menurut Hariyanti biasanya pasien PPOK yang datang berobat sudah dalam keadaan parah. Lambatnya diagnosis pasien PPOK menyebabkan prognosis pasien semakin buruk. Pasien PPOK yang meninggal dunia biasanya disebabkan oleh satu atau lebih komplikasi yang terjadi. Pasien PPOK yang sering mendapat infeksi saluran napas dan tidak ditatalaksana dengan baik akan sering muncul komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.2

KESIMPULAN

PPOK sebagai kelainan paru kronis merupakan suatu penyakit yang memiliki tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Pada studi ini, menemukan bahwa sebagian besar penderita PPOK merupakan perokok atau memiliki riwayat merokok. Oleh ssebab itu, perlunya pemberian edukasi terutama yang berasal dari tenaga kesehatan mengenai bahaya merokok perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikawati Z (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Bursa Ilmu, h: 163-212

2. Bousquet J (2015). Chronic respiratory disease http://www.who.int/respiratory/copd/burden/en - Diakses Agustus 2015

3. Hurd S (2015). Global strategy for diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. Updated 2015 http://www.goldcopd.it/materiale/2015/GOLD _Pocket_2015.pdf - Diakses Juni 2016

4. Wimmer H (2015). Learn about COPD.

http://www.lung.org/lung-health-and-diseases/lung-disease- lookup/copd/learn-about-copd/how-serious-is-copd.html - Diakses Januari 2016

5. Antariksa B (2011). PPOK (Penyakit Paru

Obstruksi Kronik) diagnosis dan

penatalaksanaan. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, h: 6-22

6. Oemiati R (2013). Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) http://ejournal.litbang.depkes.go.id – Diakses November 2015

7. Sitohang V (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI tahun 2013

http://www.depkes.go.id/resources/download/g eneral/HasilRiskesdas2013.pdf - Diakses Oktober 2014

8. Rahmatika A (2009). Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123 456789/14686 Diakses Agustus 2010

9. Shinta D (2007). Studi Penggunaan Antibiotik Pada Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang Paru Laki dan Paru Wanita

RSU Dr. Soetomo Surabaya

http://www.repository.unair.ac.id/11011/ Diakses Agustus 2016

10. Mannino D.M, Buist A.S (2010). Global Burden of COPD: Risk Factors, Prevalence, and Future Trends

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1776552 6 Diakses Mei 2011

(5)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Rumah

Sakit Immanuel Bandung

http://www.repository.maranatha.edu/12712/10 /1110129_Journal.pdf Diakses Oktober 2013 12. Achmad A (2015). Karakteristik Penderita

Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Berobat Jalan di RSUP. H. Adam Malik Medan Pada

Tahun 2014

http://www.repository.usu.ac.id/handle/123456 789/5476 Diakses Juli 2016

13. Supari S.F (2008). Keputusan Menteri Kesehatan no.1022 tahun 2008 tentang pedoman pengendalian penyakit paru obstruktif kronik

http://www.depkes.go.id/downloads/Keputusan _Menkes_20072010/Tahun_2008/KMK_NO._ 1022_ttg_Pedoman_Pengendalian_Penyakit_P aru_Obstruktif_Kronik.pdf - Diakses Oktober 2015

14. Putri A (2012). Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H.Adam Malik Medan Periode Juli

2010-Juli 2011

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3 1204 Diakses Juni 2016

Gambar

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian adalah penambahan asap cair sampai taraf 1,00% dalam air minum memberikan hasil yang optimal terhadap sistem imun dan angka mortalitas ayam

Oleh karena itu Balai Pemasyarakatan, khususnya pembimbing kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas II Palopo, dituntut untuk melakukan tugas dan fungsinya secara

Pada penelitian induksi kalus, ketiga jenis eksplan (daun muda, hipokotil, dan ujung akar) dari ketiga kultivar cabai yang diuji (Gelora, Sudra, Chili 109) yang ditumbuhkan

Dalam klasifikasi ada dua pekerjaan utama yang dilakukan, yaitu pembangunan model sebagai prototipe untuk disimpan sebagai memori dan penggunaan model tersebut untuk melakukan

Penulis disini juga menyiapkan galeri tempat memamerkan hasil pengolahan limbah yang berupa perca batik tadi, sehingga pandangan orang awalnya tentang tempat pembuangan

Menurut Nida dan Taber (1974:31) dalam aspek audience penerjemah diharuskan untuk menggunakan kata yang umum atau populer digunakan dalam masyarakat bahasa sasaran. Kata ’noda’

Perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu clan teknologi pendukungnya telah mampu meningkatkan produksi lebih banyak jenis radionuklida clan radiofarmakanya, mulai

Transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah adalah pertanggungjawaban pemerintah daerah berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah kepada publik secara terbuka dan jujur