• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Strategi Pemasaran

Menurut Mc Donald (2002), salah satu tujuan menetapkan strategi pemasaran adalah agar perusahaan dapat memilih konsumen dan pasar yang hendak dimasuki. Unsur utama dalam strategi adalah perusahaan, konsumen, produk/jasa, dan pesaing. Untuk menghadapi persaingan, perusahaan perlu membangun keuntungan bersaing yang sustainable. Sustainable yang dimaksud adalah kelebihan sementara yang dimiliki perusahaan jika dibandingkan pesaing, di mana kelebihan itu dapat diraih dengan berbagai cara, misalnya promosi penjualan yang unik.

Menurut G.E Belch dan M.A Belch (2007), dalam menetapkan strategi pemasaran, perusahaan perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Analisis Peluang

Analisis pasar harus dilakukan secara berhati-hati untuk menemukan alternatif peluang pasar dari lini produk yang sudah ada pada pasar saat ini atau pasar yang baru, produk baru untuk pasar saat ini, atau produk baru untuk pasar yang baru pula. Peluang-peluang pasar adalah wilayah di mana terdapat tren permintaan yang menarik dan perusahaan percaya bahwa ada kebutuhan pelanggan yang tidak terpuaskan, dan di wilayah tersebut perusahaan dapat bersaing secara efektif.

2. Analisis Persaingan

Dalam mengembangkan strategi dan rencana pemasaran perusahaan, manajer harus berhati-hati dalam menganalisis persaingan pasar. Analisis persaingan mungkin dilakukan dimulai dari persaingan merek yang berhadapan dengan produk perusahaan secara langsung hingga merek-merek yang tidak bersaing secara langsung, misalnya merek produk subtitusi.

(2)

3. Pemilihan Target Pasar

Setelah perusahaan mengevaluasi segala peluang yang ada dengan berbagai segmen pasar, perusahaan harus memilih satu atau beberapa segmen sebagai target pasar. Target pasar ini dapat menjadi fokus bagi perusahaan dalam melaksanakan usaha-usaha pemasaran, tujuan, dan objektif pada pasar tersebut.

2.2 Segmentasi Pasar

Segmentasi adalah membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan karakteristik yang sama. Variabel utama yang dijadikan dasar dalam melakukan segmentasi pasar adalah (David, 2007; Keegan, 2002) :

2.2.1 Segmentasi Geografis

Segmentasi secara geografis adalah membagi pasar ke dalam unit geografi yang berbeda, seperti negara, kota, dan wilayah.

2.2.2 Segmentasi Demografis

Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan variabel seperti umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kebangsaan, dan kelas sosial.

2.2.3 Segmentasi Psikografis

Dalam segmentasi psikografis, pasar dibagi ke dalam kelompok yang berbeda berdasarkan psikografis/personalitas, gaya hidup, atau nilai.

2.2.4 Segmentasi Berdasarkan Perilaku

Dalam segmentasi berdasarkan perilaku, pembeli dikelompokkan berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan, atau tanggapan konsumen terhadap produk. Variabel dalam segmentasi perilaku antara lain :

(3)

1. Waktu pemakaian (occasions)

Variabel ini mengacu pada waktu penggunaan produk oleh konsumen, apakah menurut hari, minggu, bulan, tahun, atau aspek waktu lainnya dalam kehidupan konsumen.

2. Manfaat (benefits)

Pembeli dapat diklasifikasikan berdasarkan manfaat yang mereka cari dari suatu produk.

3. Status pengguna (user status)

Berdasarkan status pengguna, pembeli dapat disegmentasikan berdasarkan bukan pengguna (non user), mantan pengguna (ex-user), pengguna yang potensial (potential user), pengguna yang memakai produk untuk pertama kalinya (first-time user), dan pengguna produk secara berkala (regular user).

4. Rasio penggunaan (usage rate)

Berdasarkan rasio penggunaan, pasar dapat disegmentasikan menjadi pembeli yang jarang menggunakan produk (light produt user), pembeli dengan rasio menggunakan produk berskala sedang (medium product user), dan pembeli yang sering menggunakan produk (heavy product user).

5. Tahap kesiapan pembeli (buyer-readiness stage)

Berdasarkan tahap kesiapan pembeli, konsumen dibagi menjadi tahap tidak sadar akan keberadaan produk (unaware), sadar akan keberadaan produk (aware), terinformasi tentang produk (informed), tertarik dengan produk (interested), berkeinginan terhadap produk (desired), dan berniat membeli (inteded to buy).

(4)

6. Status kesetiaan (loyalty status)

Berdasarkan status kesetiaan, konsumen dikelompokkan menjadi konsumen yang hanya membeli satu merek sepanjang waktu (hard-core loyals), konsumen yang loyal pada dua atau tiga merek (split loyals), konsumen yang berpindah dari satu merek ke merek lain (shifting loyal), dan konsumen yang tidak loyal pada merek apapun (swithcers).

7. Sikap

Berdasarkan sikap, konsumen dapat dikelompokkan menjadi antusias, positif, acuh, negatif, dan merasa tergangu terhadap produk.

2.3 Targeting

Targeting adalah memilih satu atau beberapa segmen pasar yang paling potensial untuk ditawarkan produk perusahaan. Menurt Kotler dan Keller (2008), jenis-jenis targeting adalah :

1. Single segment concentration, yaitu perusahaan menawarkan satu produk untuk satu segmen pasar.

2. Selective specialization, yaitu perusahaan menawarkan produk yang berbeda-beda untuk setiap segmen pasar.

3. Product specialization, yaitu perusahaan menawarkan satu produk untuk semua segmen pasar.

4. Market specialization, yaitu perusahaan menawarkan semua jenis produk ke satu segmen pasar.

5. Full market coverage, yaitu perusahaan menawarkan semua jenis produk ke semua segmen pasar.

(5)

2.4 Positioning

2.4.1 Definisi Positioning

Positioning adalah tindakan merancang apa yang ditawarkan perusahaan dan kesan untuk menempati tempat yang berbeda di benak target pasar (Kotler & Keller, 2008). Positioning berarti menetapkan posisi produk di benak target pembeli dengan menyampaikan manfaat utama. Menurut G.E Belch dan M.A Belch (2007), positioning didefinisikan sebagai seni dan ilmu pengetahuan dalam mencocokkan produk atau jasa dengan satu atau lebih segmen pasar dalam rangka menetapkan bagian yang berarti dari produk atau jasa tersebut dari persaingan. Rekeyette dan Liu (2000) mendefinisikan positioning sebagai kegiatan manajerial yang menggunakan alat pemasaran, terutama promosi dan komunikasi, untuk mempengaruhi persepsi konsumen mengenai penawaran perusahaan dan dapat menempati tempat yang jelas dan berbeda di benak target konsumen. Posisi produk, jasa, atau bahkan toko, adalah image yang keluar dari pikiran dan persepsi konsumen terhadap atribut-atribut yang berhubungan dengan produk, jasa, atau toko tersebut.

Positioning biasanya didukung oleh pernyataan positioning (positioning statement) yaitu pernyataan yang dapat membentuk dan mendukung positioning, termasuk di dalamnya adalah kunci pesan yang disampaikan, target penonton, tujuan komunikasi (apa yang dilakukan, apa yang diketahui, apa yang dipercayai), manfaat utama merek, apa yang dijanjikan oleh merek, dan media.

2.4.2 Jenis-Jenis Positioning

Menurut Aaker dan Shansby (1982), strategi positioning dibedakan menjadi enam (G.E Belch & M.A Belch, 2007), yaitu :

1. Positioning berdasarkan atribut dan manfaat produk, yaitu menetapkan merek yang berbeda dari persaing pada karakteristik atau manfaat yang ditawarkan. Dengan kata lain, strategi positioning ini mengasosiasikan produk dengan suatu atribut, fitur produk, dan fitur konsumen. Contohnya Volvo menekankan pada

(6)

kenyamanan dan daya tahan, dengan menunjukkan iklan tes kecelakaan dan menampilkan data statitik mengenai umur daya tahan penggunaan Volvo. 2. Positioning berdasarkan harga/kualitas, yaitu menggunakan karakteristik

harga/kualitas untuk memposisikan merek. Salah satu cara perusahaan menggunakan strategi positioning ini adalah dengan menggunakan iklan yang merefleksikan bahwa mereknya memiliki image yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan juga dapat fokus pada kualitas atau nilai yang ditawarkan oleh merek pada harga yang sangat kompetitif. Contohnya notebook Toshiba dipromosikan melalui iklan TV sehingga image terhadap notebook Toshiba adalah notebook yang berkualitas tinggi.

3. Positioning berdasarkan penggunaan atau aplikasi, yaitu dengan mengkomunikasikan image atau posisi tertentu dari merek, dengan mengasosiasikannya terhadap penggunaan atau aplikasi tertentu. Contohnya margarin Simas diposisikan sebagai margarin untuk memasak, bukan untuk roti.

4. Positioning berdasarkan kelas produk, yaitu produk diposisikan dengan kelas poduknya. Contohnya Aqua memiliki positioning air mineral. Namun, sering kali persaingan produk datang dari kelas produk yang berbeda dan perusahaan menetapkan positioning produknya berdasarkan produk lain di luar kelas produknya. Contohnya perusahaan CD musik harus bersaing dengan perusahaan MP3 player.

5. Positioning berdasarkan pengguna produk, yaitu menetapkan posisi suatu produk dengan mengasosiasikannya terhadap kelas pengguna atau kelompok terentu. Contohnya susu Dancow diposisikan sebagai susu untuk Balita.

6. Positioning berdasarkan pesaing. Pesaing mungkin menjadi penting untuk dijadikan dasar strategi positioning terhadap produk dan jasa perusahaan. Pendekatan ini mirip dengan positioning kelas produk, tetapi pendekatan ini melibatkan pesaing pada kategori produk yang sama. Contohnya iklan Burger King mengkomunikasikan bahwa burger Mc Donald memiliki beef yang

(7)

sedikit dan rasanya tidak seenak Burger King karena produk Mc Donald tidak dipanggang.

2.4.3 Langkah-Langkah Positioning

Dalam menentukan strategi positioning, G.E Belch dan M.A Belch (2007) mengemukakan enam langkah yang harus dilakukan, yaitu :

1. Mengidentifikasi pesaing

Proses ini membutuhkan pemikiran yang luas. Pesaing tidak hanya ada pada kelas produk yang sama dengan poduk perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan juga harus mengidentifikasi pesaing di luar kelas produknya.

2. Memperkirakan persepsi konsumen terhadap pesaing

Ketika perusahaan mendefinisikan persaingan, perusahaan harus menentukan bagaimana persepsi konsumen terhadap persaingan dan harus memikirkan atribut apa saja yang dinilai penting oleh konsumen ketika konsumen mengevaluasi produk dan/atau merek.

3. Menentukan posisi pesaing

Setelah mengidentifikasi atribut apa yang penting bagi konsumen, kita harus menentukan bagaimana tiap pesaing (termasuk atribut yang dimiliki produk kita) diposisikan terhadap atribut tersebut dan membandingkan antara pesaing satu dengan yang lain. Untuk melakukan hal ini, perlu mengadakan riset konsumen.

4. Menganalisa pilihan konsumen

Konsumen yang terdiri dari berbagai segmen, tentunya memiliki motif pembelian dan menilai kepentingan atribut dengan berbeda-beda. Salah satu cara untuk menentukan perbedaan tersebut adalah dengan mempertimbangkan merek atau produk yang ideal, di mana produk itu dapat dibayangkan sebagai objek yang akan konsumen pilih daripada objek yang lainnya, termasuk objek yang hanya terdapat dalam imajinasi dan belum ada.

(8)

5. Membuat keputusan positioning

Dalam membuat keputusan positioning, manajer pemasaran harus membuat keputusan yang subjektif karena keputusan tidak selalu jelas dan terdefinisikan dengan baik serta penelitian hanya memberikan masukan yang terbatas. Oleh karena itu, keputusan positioning dapat timbul dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :

a. Apakah strategi segmentasi tepat, karena positioning dipengaruhi oleh keputusan segmentasi pasar.

b. Apakah sumber daya yang ada mampu untuk mengkomunikasikan positioning secara efektif.

c. Seberapa kuat persaingan yang ada.

d. Apakah positioning yang sekarang dapat bekerja dengan baik.

6. Memantau posisi

Setiap posisi yang dibangun, tentunya perusahaan menginginkan untuk memantau bagaimana posisi itu dipelihara di pasar.

2.4.4 Kesalahan Positioning

Menurut Kotler dan Keller (2008) kesalahan dalam positioning dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :

1. Underpositioning

Underpositioning adalah penentuan posisi yang kurang sehingga konsumen tidak melihat sesuatu yang khusus dan melihat merek tersebut hanya sebagai pemain baru yang masuk ke pasar yang sudah jenuh.

2. Overpositioning

Positioning yang dilakukan perusahaan terlalu berlebihan sehingga konsumen memiliki gambaran yang terlalu sempit atas citra sebuah merek.

(9)

3. Confused positioning

Konsumen memiliki suatu citra yang membingungkan terhadap suatu merek karena perusahaan terlalu banyak membuat pernyataan atau terlalu sering mengubah positioning suatu merek

4. Doubtful positioning

Konsumen merasa sulit untuk percaya atas pernyataan suatu merek karena aspek fitur-fitur produk tersebut meragukan, termasuk harga atau perusahaannya.

2.4.5 Repositioning

Repositioning adalah memindahkan persepsi konsumen dari tempat tertentu ke tempat yang diinginkan dan dipilih oleh pemasar atau perusahaan (Rekettye & Liu, 2000).

2.5 Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran atau sering dikenal dengan 4P terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Berikut ini adalah rincian dari masing-masing elemen.

1. Produk, terdiri dari varietas produk, kualitas, desain, fitur, nama merek, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, dan pengembalian.

2. Harga, terdiri dari daftar harga, diskon, allowance, periode pembayaran, dan jangka waktu kredit.

3. Promosi, terdiri dari promosi penjualan, iklan, tenaga penjual (sales force), hubungan masyarakat (PR), dan pemasaran langsung.

4. Tempat, terdiri dari saluran distribusi, cakupan distribusi, assortment, lokasi, persediaan, dan transportasi.

(10)

2.6 Teori Produk 2.6.1 Definisi Produk

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Suatu produk tidak hanya sebuah objek fisik, tetapi produk adalah sekumpulan manfaat atau nilai yang dapat memusakan konsumen (G.E Belch & M.A Belch, 2007). Produk juga meliputi kemasan, garansi, pelayanan purna jual, merek, nama baik perusahaan, dan nilai kepuasan.

Istilah simbolisme produk mengacu pada apakah suatu produk atau merek dapat berarti bagi konsumen dan bagaimana pengalaman konsumen ketika membeli dan menggunakan produk tersebut. Untuk beberapa produk, fitur simbolis yang kuat, arti sosial dan psikologis mungkin lebih penting daripada kegunaannya secara fungsional.

2.6.2 Tingkatan Produk

Menurut Kotler dan Keller (2008), dalam merencanakan penawaran ke pasar, pemasar perlu memikiran lima tingkat produk. Masing-masing tingkat produk akan membentuk hieraraki nilai pelanggan (customer value hierarchy). 1. Tingkat yang paling mendasar adalah manfaat inti (core benefit), yaitu layanan

atau manfaat yang sesungguhnya dibeli pelanggan. Misalnya seorang tamu hotel membeli istirahat atau tidur.

2. Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti ke dalam bentuk produk dasar (basis product). Contohnya kamar hotel meliputi tempat tidur dan kamar mandi.

3. Pada tingkat ketiga, pemasar menyiapkan produk yang diharapkan (expected product), yaitu beberapa atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk. Contohnya tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang nyaman dan kamar yang bersih.

4. Pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan (augmented product) yang melampaui harapan konsumen.

(11)

5. Pada tingkat kelima, terdapat calon produk (potential product) yang meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau jasa pada masa mendatang.

Gambar 2.1 Lima Tingkatan Produk

Sumber : Kotler, Philip & Keller, K.L., 2008

2.6.3 Klasifikasi Produk

Menurut Kotler dan Keller (2008), produk dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-cirinya, yaitu daya tahan, wujud, dan penggunaan (konsumen dan industri). Core benefit Potential product Augmented product Expected product Basic product

(12)

2.6.3.1 Klasifikasi Produk Berdasarkan Daya Tahan dan Wujud

Menurut daya tahan dan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang-barang berwujud yang biasanya dikonsumsi satu atau beberapa kali penggunaan, barang-barang ini dikonsumsi dengan cepat dan sering dibeli. Contoh barang yang tidak tahan lama adalah sabun mandi.

2. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang yang berwujud yang biasanya tetap bertahan walaupun sudah digunakan berkali-kali. Contoh barang tahan lama adalah barang elektronik.

3. Jasa (services) adalah produk-produk yang tidak berwujud, tidak terpisahkan, dan mudah habis. Contoh jasa adalah pemotongan rambut di salon.

2.6.3.2 Klasifikasi Produk Berdasarkan Penggunaan

1. Barang Konsumen

a. Barang mudah (convenience goods) adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli pelanggan dengan cepat dan dengan upaya yang sedikit. Barang mudah dapat dibagi lagi menjadi barang kebutuhan pokok (staples), barang dadakan (impulse goods), dan barang darurat (emergency goods). Barang kebutuhan pokok adalah barang-barang yang dibeli konsumen secara teratur, contohnya pasta gigi. Barang dadakan adalah barang yang dibeli tanpa perencanaan atau upaya pencarian, contohnya cokelat. Barang darurat adalah barang yang dibeli saat suatu kebutuhan mendesak, contohnya payung saat hujan.

b. Barang toko (shopping goods) adalah barang-barang yang biasanya dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses pemilihan dan pembeliannya. Contohnya pakaian dan peralatan rumah tangga. Barang toko dapat dibagi lagi menjadi barang toko homogen (homogenous shopping goods) dan barang toko heterogen (heterogenous

(13)

shopping goods). Barang toko homogen adalah barang yang memiliki kemiripan mutu tetapi cukup berbeda dari segi harga sehingga dapat menjadi alasan perbandingan dalam berbelanja. Barang toko heterogen adalah barang yang berbeda dari segi ciri-ciri produk dan layanan yang mungkin dianggap lebih penting daripada harganya.

c. Barang khusus (specialty goods) mempunyai ciri-ciri atau identifikasi merek yang unik. Oleh karena itu, cukup banyak pembeli bersedia melakukan upaya pembelian yang khusus. Contoh barang khusus adalah mobil.

d. Barang yang tidak dicari (unsought goods) adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau biasanya mereka tidak terpikir untuk membelinya. Contoh barang yang tidak dicari adalah batu nisan.

2. Klasifikasi Barang Industri

a. Bahan baku dan suku cadang (materials and parts) adalah barang-barang yang seluruhnya masuk ke produk produsen.

b. Barang modal (capital items) adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan atau pengelolaan produk jadi.

c. Pasokan dan layanan bisnis (supplies and business service) adalah barang

dan jasa yang berumur pendek, memudahkan pengembangan atau pengelolaan produk jadi.

2.7 Teori Merek

Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi dari itu, yang ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa suatu penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari pesaing (Kotler & Keller, 2008). Suatu merek produk dikatakan sukses jika merek tersebut memiliki keuntungan bersaing yang dijaga sepanjang waktu sehingga tidak dapat ditiru oleh pesaing (sustainable competitive advantage). Memilih suatu nama merek untuk sebuah produk sangat penting dari segi promosi karena nama merek mengkomunikasikan atribut dan arti. Para pemasar selalu berupaya mencari nama

(14)

merek yang dapat mengkomunikasikan konsep produk dan membantu memposisikan produk di benak konsumen. Konsumen mungkin mengidentifikasi produk secara berbeda berdasarkan merek. Konsumen mempelajari tentang merek melalui pengalamannya di masa lalu dan melalui program pemasaran merek itu. Mereka mengidentifikasikan bagaimana merek memuaskan kebutuhannya.

Dalam strategi penetapan merek, terdapat istilah brand equity yaitu aset yang tidak terlihat yang melekat pada nilai tambah atau kebaikan yang dihasilkan dari citra yang baik, kesan yang berbeda, dan/atau kekuatan nama perusahaan, nama merek, atau merek dagang di mata konsumen (G.E Belch & M.A Belch, 2007).

2.8 Teori Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah interaksi dinamis antara pengaruh kognisi (pikiran), perilaku, dan kejadian di sekitar konsumen, di mana konsumen melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka (Peter & Olson, 2005).

2.8.1 Levels of Product knowledge

Menurut Peter dan Olson (2005), konsumen memiliki empat tingkat pengetahuan dalam mengenal produk (levels of product knowledge). Konsumen memiliki levels of product knowlege yang berbeda-beda, di mana mereka dapat mengunakannya dalam menginterpretasikan informasi baru dan membuat pilihan pembelian. Levels of produt knowledge terbentuk ketika orang mendapatkan konsep pemahaman secara terpisah (proses penambahan) dan mengkombinasikannya menjadi lebih banyak. Konsumen memiliki empat levels of product knowledge yaitu kelas produk (product class), bentuk produk (product

(15)

More abstract Less abstract Product class Product form Brand Model/feature

Gambar 2.2 Levels of Product Knowledge

Sumber : Peter, Paul, J. & Olson, Jerry, C. 2005

Semua srategi pemasaran adalah berorientasi pada merek (brand oriented) dengan tujuan agar konsumen sadar (aware) akan keberadaan merek, mengajarkan konsumen mengenai merek, dan mempengaruhi mereka agar membelinya.

Model adalah contoh yang spesifik dari suatu merek (brand) yang memiliki satu atau lebih fitur (feature) atau atribut yang unik. Contohnya Coca Cola terdapat Coca Cola diet, Coca Cola bebas kafein, Coca Cola rasa lemon, Coca Cola zero sugar, dan sebagainya.

Product form adalah kategori yang lebih luas dari merek dan model, di dalamnya termasuk beberapa merek yang memiliki kemiripan bentuk. Contohnya restoran cepat saji, notebook, dan sebagainya.

Product class adalah levels of product knowledge yang paling luas dan di dalamnya mungkin terdapat beberapa product form (dan banyak merek dan model dalam ketegori tersebut). Contohnya adalah kopi, otomotif, pulpen, dan sebagainya.

2.8.2 Consumer’s Product Knowledge

Consumer’s product knowledge (pengetahuan konsumen tentang produk) terdapat tiga jenis, yaitu pengetahuan tentang atribut dan karakteristik produk, konsekuensi positif atau manfaat dalam menggunakan produk, dan nilai produk yang dapat membantu konsumen mencapai kepuasaan (Peter dan Olson, 2005).

(16)

1. Products as bundles of attributes

Konsumen memiliki pengetahuan yang berbeda-beda mengenai atribut produk. Atribut produk dibedakan menjadi atribut yang terlihat (concrete atributes) dan atribut yang tidak terlihat (abstract attributes). Concrete attribute adalah atribut yang dapat dilihat, karakteristik fisik dari produk, misalnya serat bahan selimut. Abstract attribute adalah atribut yang dinilai secara lebih subjektif, karakteristiknya tidak terlihat, misalnya kualitas kenyamanan mobil.

2. Products as bundles of benefits

Konsumen memiliki pengetahuan mengenai dua tipe product consequences yaitu functional dan psychosocial. Functional consequences adalah hasil yang diperoleh konsumen secara langsung akibat dari penggunaan suatu produk. Contohnya adalah minum Pepsi dapat menghilangkan rasa haus. Psycosocial consequences adalah mengacu pada dampak psikologis dan sosial dari penggunaan produk. Psycosocial consequences dari suatu produk adalah bersifat internal, personal, seperti bagaimana yang dirasakan konsumen ketika menggunakan produk.

Konsumen dapat berpikir secara positif dan negatif terhadap dampak dari penggunaan produk sebagai manfaat dan potensi resiko. Manfaat (benefit) adalah dampak yang dicari dan diinginkan konsumen ketika membeli dan menggunakan produk (dan merek). Konsumen memiliki pengetahuan kognitif tentang manfaat produk dan respon afektif terhadap manfaat tersebut. Pengetahuan kognitif ini adalah menghubungkan proposisi produk dengan dampak functional dan psycosocial yang diinginkan. Contohnya adalah saya menginginkan home theater yang dapat menghasilkan suara yang sempurna. Reaksi afektif terhadap benefit adalah perasaan positif yang diasosiasikan dengan dampak yang diinginkan.

Perceived risk adalah dampak yang tidak diingikan (ingin dihindari) konsumen ketika mereka membeli dan menggunakan produk. Perceived risk terdiri dari physical risk (contohnya terkena sengatan listrik ketika

(17)

menggunakan pengering rambut), financial risk (contohnya garansi yang ditawarkan tidak mencakup reparasi, membeli sepatu baru dan pada esok harinya sepatu tersebut diskon), functional risk (contohnya minum obat sakit kepala tetapi tidak berhasil menghilangkan rasa sakitnya), dan psychosocial risk (contohnya konsumen tidak merasa percaya diri mengenakan gaun malam). Perceived risk mengakibatkan respon afektif yang negatif terhadap dampak yang tidak menyenangkan dari produk, seperti emosi negatif, perasaan tidak enak, dan sebagainya.

3. Product as value satisfier

Nilai (value) adalah tujuan hidup individu. Value diklasifikasikan menjadi instrumental dan terminal. Instrumental value adalah cara kerja yang diinginkan dari suatu produk, nilai positif yang diinginkan seseorang, misalnya dapat menunjukkan kepercayaan diri konsumen. Terminal value adalah nilai yang berdampak pada psyicosocial, seperti senang, damai, dan sukses.

2.8.3 Means-end Chain of Product Knowledge

Means-end chain of product knowledge adalah menghubungkan pengetahuan konsumen tentang atribut produk dengan pengetahuannya mengenai dampak dan nilai produk (Peter dan Olson, 2005). Struktur means-end chain adalah menghubungkan atribut produk yang terlihat (tangible) dengan functional dan psysocial consequences terhadap nilai dan tujuan personal.

Gambar 2.3 Means-end Chain of Product Knowledge

Sumber : Peter, Paul, J. & Olson, Jerry, C. 2005

2.8.4 Tahapan Pengambilan Keputusan Pembelian

Attributes Functional consequences

Psycosocial consequences

(18)

1. Pengenalan masalah

Pengenalan masalah merupakan tahap pertama dalam pengambilan keputusan pembelian. Pengenalan masalah oleh konsumen terjadi ketika mereka ingin memenuhi kebutuhan dan termotivasi untuk menyelesaikan masalah. Pengenalan masalah terjadi karena terdapat perbedaan antara apa yang ideal bagi konsumen dengan apa yang terjadi sebenarnya.

2. Pencarian informasi

Tahap kedua dalam proses pengambilan keputusan konsumen adalah pencarian informasi. Ketika konsumen dihadapi pada masalah atau kebutuhan yang dapat dipuaskan oleh pembelian suatu produk atau jasa, mereka mulai mencari informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan pembelian. Pencarian informasi awal yang dilakukan oleh konsumen adalah dengan menggunakan informasi yang tersimpan di memori konsumen untuk mengingat pengalaman dan/atau pengetahuan mereka di masa lalu. Sumber-sumber informasi yang digunakan oleh konsumen dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :

a. Perorangan (personal) : keluarga, teman, tetangga, dan kenalan.

b. Komersial (commercial) : iklan, website, tenaga penjual, agen, kemasan, dan tampilan (display).

c. Masyarakat (public) : media massa dan organisasi konsumen.

d. Pangalaman (experiential) : memegang, memeriksa, dan menggunakan produk.

3. Evaluasi alternatif

Setelah memperolah informasi, konsumen bergerak untuk melakukan evaluasi alternatif. Pada tahap ini, konsumen membandingkan berbagai merek atau produk dan jasa yang telah diidentifikasi sebagai sesuatu yang dapat mengatasi masalah dan memuaskan kebutuhan.

4. Keputusan pembelian

Pada tahap ini konsumen berhenti melakukan pencarian dan evaluasi informasi tentang alternatif merek-merek dan membuat keputusan pembelian. Akhir dari tahap evaluasi alternatif adalah timbulnya kecenderungan konsumen untuk membeli merek tertentu.

(19)

Proses pengambilan keputusan konsumen tidak hanya berhenti pada pembelian. Setelah menggunakan produk atau jasa, konsumen membandingkan tingkat kinerja dengan ekspektasinya dan apakah produk atau jasa tersebut memuaskan atau tidak. Perilaku pasca pembelian terdapat tiga tahap yaitu : a. Kepuasan pasca pembelian

Kepuasan adalah suatu fungsi yang membedakan antara ekspektasi konsumen dan kinerja produk. Jika kinerja tidak sesuai dengan ekspektasi konsumen, maka konsumen tidak puas; jika kinerja sesuai dengan ekspektasi konsumen, maka konsumen puas; jika kinerja melebihi ekpektasi konsumen, maka konsumen akan menyukainya.

b. Tindakan pasca pembelian

Jika konsumen puas, maka mereka akan membeli produk itu lagi. Kepuasan konsumen juga akan mempengaruhi mereka untuk mengatakan suatu hal yang baik tentang merek itu kepada orang lain. Sebaliknya, jika konsumen tidak puas, maka mereka akan mengembalikan produk itu dan mungkin akan melakukan protes. Tindakan lain yang mungkin dilakukan akibat ketidakpuasan itu antara lain berhenti membeli produk (exit option) dan memberikan peringatan kepada teman-temannya akan produk itu (voice option).

c. Penggunaan dan pembuangan pasca pembelian

Pemasar harus selalu memantau bagaimana konsumen menggunakan dan membuang produk. Kunci utama dari frekuensi penjualan adalah rasio pengkonsumsian produk. Semakin cepat pembeli mengkonsumsi produk, semakin semakin cepat ia membeli produk itu kembali. Jika konsumen membuang produk, pemasar butuh untuk mengetahuinya, apakah produk yang dibuang itu berbahaya bagi lingkungan atau tidak.

(20)

Gambar 2.4 Model Lima Tahap Peroses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen

Sumber : Kotler & Keller, 2008; Peter & Olson, 2005; G.E Belch & M.A Belch, 2007

2.8.5 Consumer Psycology and Pricing

Persepsi konsumen terhadap harga adalah hal penting yang harus dipahami oleh seorang pemasar. Tiga topik kuncinya adalah (Kotler & Keller, 2008) :

1. Reference price yaitu konsumen membandingkan harga dengan cara mengobservasi harga terhadap harga referensi internal yang mereka ingat atau terhadap referensi harga yang berasal dari eksternal, misalnya harga eceran yang tertera di toko.

2. Price-quality inference yaitu konsumen menggunakan harga sebagai penentu kualitas. Image dari sebuah harga sangat efektif untuk produk yang sensitif seperti parfum dan mobil mewah.

3. Price ending. Banyak penjual yang percaya bahwa harga seharusnya diakhiri dengan angka ganjil. Konsumen melihat harga $ 299 itu masuk ke dalam lingkup $ 200 daripada $ 300.

2.8.6 Price Affect And Cognition

Price affect and cognition adalah melihat bagaimana harga mempengaruhi dalam proses pemilihan dan berperilaku (Peter & Olson, 2005).

1. Price perceptions and attitudes

Price perceptions mengacu pada bagaimana informasi harga dipahami oleh konsumen dan membuatnya berarti bagi mereka. Dalam proses Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian

(21)

perbandingan antara harga yang tertera dengan harga yang ada dibenak mereka. Harga yang dibandingkan ini disebut internal reference price. 2. Price behavior

Harga dapat mempengaruhi berbagai perilaku konsumen, tergantung pada konsumen, produk, ketersediaan produk di berbagai toko, dan unsur situasi. Dua tipe perilaku yang berhubungan dengan variabel harga adalah fund access dan transactions.

a. Fund access : lokasi di mana konsumen dapat menghasilkan dana untuk melakukan pertukaran (transaksi) ketika konsumen menyadari bahwa saat itu mereka tidak memiliki dana yang cukup.

b. Transactions : pertukaran dana untuk produk dan jasa. 3. Price environment

External reference price : perbandingan secara eksplisit harga yang tertera dengan harga lain pada iklan, daftar katalog, panduan harga, tampilan toko, atau persentasi penjualan.

2.9 Teori Persepsi

Persepsi (perception) adalah proses di mana individu menerima, memilih, mengorganisir, dan menginterpretasikan informasi untuk menciptakan gambaran yang luas (G.E Belch & M.A Belch, 2007). Persepsi merupakan proses individu yang bergantung pada faktor-faktor internal seperti kepercayaan, pengalaman, kebutuhan, suasana hati, dan ekspektasi. Proses penciptaan persepsi juga dipengaruhi oleh karakteristik perangsang (seperti ukuran, warna, dan intensitas) dan konteks di mana produk/jasa dilihat dan didengar.

(22)

Gambar 2.5 Proses Penciptaan Persepsi

Sumber : G.E Belch & M.A Belch. 2007

1. Selective exposure

Pada tahap selective exposure, konsumen memilih sendiri mana saja yang mereka jadikan sebagai informasi.

2. Selective attention

Perhatian (attention) adalah proses pengalokasian kapasitas terhadap beberapa rangsangan (stimulus). Setiap hari kita diperlihatkan dengan banyak pengkomunikasian tentang produk, jasa, atau merek. Karena kita tidak dapat menghadapi semuanya, maka kita akan menyaring semua rangsangan itu. Proses inilah yang disebut dengan selective attention. Oleh karena itu, para pemasar harus bekerja keras agar dapat menarik perhatian konsumen terhadap produknya. Hal yang perlu diperhatikan pemasar dalam kaitannya dengan selective attention antara lain :

a. Orang akan lebih suka menangkap rangsangan yang berkaitan dengan kebutuhannya sekarang. Contohnya orang yang ingin membeli komputer akan lebih perhatian pada iklan komputer dibandingkan pada iklan DVD. b. Orang akan lebih suka menangkap rangsangan yang mereka harapkan.

Contohnya orang akan lebih perhatian terhadap komputer di toko komputer daripada perhatian terhadap radio karena yang mereka harapkan di toko komputer adalah menemukan komputer yang tepat. c. Orang akan lebih suka terhadap rangsangan yang berkaitan dengan

ukuran sesuatu yang besar daripada dengan ukuran yang biasa. Contohnya orang akan lebih perhatian pada iklan yang menawarkan daftar harga 100 Dolar daripada 5 Dolar.

Selective attention Selective exposure Selective comprehension Selective retention

(23)

3. Selective comprehension

Selective comprehension adalah kecenderungan untuk menginterpretasikan informasi yang sesuai dengan pengertian awal kita. Konsumen sering akan mengubah informasi agar tetap konsisten dengan kepercayaan dan ekspektasinya terhadap merek dan produk. Kepercayaan konsumen terhadap merek dan produk dibentuk oleh berbagai hal, termasuk pengalaman masa lalu, aktivitas pemasaran yang dilakukan terhadap merek, dan sebagainya, akan mengubah persepsi mereka terhadap produk.

4. Selective retention

Konsumen tidak dapat mengingat begitu banyaknya informasi yang telah dipelihatkan kepada mereka, tetapi mereka dapat menahan (retain) informasi yang mendukung sikap dan kepercayaannya. Oleh karena selective retention itu, maka konsumen akan lebih suka mengingat hal yang baik tentang produk yang mereka suka dan melupakan hal baik dari produk pesaing.

Referensi

Dokumen terkait

0, 16,6 48,1 54,71 489, Industri Karet, Barang dari karet dan Plastik Industri Logam Dasar, Barang Logam,… Perdagangan dan Reparasi Transportasi, Gudang dan Telekomunika si

Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan.di dalam ekosistem,tempat

Satu hal penting dalam masalah ini ialah bahwa dalam konteks pengelolaan hutang yang mencakup hutang dalam dan luar negeri, pemerintah perlu menyesuaikan struktur

Menurut kepercayaan orang Jawa, orang yang lahir di bulan Sapar kelak akan menjadi sosok yang pemberani dan teguh dalam keyakinan (Sulistyanto, 2012:12).. Kedudukan Sapardi

anak. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai kepentingan yang

Ardiana, (1990:254), penelitian tindakan kelas yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh guru/pelaku, mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian terhadap tindakan

Anak usia dini yang mengikuti pembelajaran di PAUD berpeluang mempunyai perkembangan kognitif yang baik sekitar 3,96 kali dibandingkan dengan anak usia dini yang tidak ikut

bahwa dengan telah ditetapkannya RPJP Nasional maka Provinsi Kepulauan Riau memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas