• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian Kinerja

Russell (1993) dalam Genoveva dan Vita M. (2002, p.3): “Pengertian kinerja adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan sesuai dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu.” Pendapat ini menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pembandingan antara capaian kerja didasarkan pada tugas yang harus diselesaikan. Dasar yang digunakan untuk menilai kinerja adalah tugas yang dibebankan kepada bagian tersebut.

Mulyadi (1997) dalam Sucipto (2003, p.1) menyatakan bahwa: “Kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya.” Selain itu, juga dijelaskan bahwa mengingat organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi.

Dale (1992) dalam Kosasih dan Sri Budiani (2007) bahwa kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masing-masing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan mewujudkan tujuan badan usaha. Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing dari karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda.

Kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh.

Menurut Bernardin dan Russel (1993) dalam Kosasih dan Sri Budiani (2007) bahwa terdapat 6 kriteria untuk menilai kinerja karyawan, yaitu:

a. Quality

Tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan.

(2)

b. Quantity

Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan.

c. Timeliness

Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada untuk aktifitas lain.

d. Cost effectiveness

Tingkatan dimana penggunaan sumber daya perusahaan berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit.

e. Need for supervision

Tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.

f. Interpersonal impact

Tingkatan di mana seorang karyawan merasa percaya diri, punya keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja.

Enam hal di atas bisa dianggap sebagai dasar pengukuran kinerja, di mana setiap poin di atas memiliki standar ukur yang berbeda. Penentuan standar ukur bisa bersifat relatif dan didasarkan pada kebijakan perusahaan masing- masing.

2.1.2 Basic Kemampuan Karyawan

Berkaitan dengan penilaian basic kinerja karyawan, Kosasih dan Sri Budiani (2007) menghubungkan dengan konsep knowledge management yang dinilai sebagai guidance tentang pengelolaan intangible assets yang menjadi pilar perusahaan dalam menciptakan nilai (dari produk/jasa/solusi) yang ditawarkan perusahaan.

Carrillo et al., (2004) dalam Kosasih dan Sri Budiani (2007) menyatakan bahwa terdapat dua pengukuran basic kemampuan karyawan yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge.

(3)

a. Tacit Knowledge

Dijelaskan bahwa pada dasarnya tacit knowledge bersifat personal, dikembangkan melalui pengalaman yang sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan. Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge atau dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh dari individu (perorangan).

Menurut Bahm (1995) dalam Kosasih dan Sri Budiani (2007) bahwa penelitian pada sifat dasar pengetahuan seketika mempertemukan perbedaan antara knower dan known, atau seringkali diartikan dalam istilah subject dan object, atau ingredient subjective dan objective dalam pengalaman.

Kosasih dan Sri Budiani (2007) menjelaskan bahwa pengalaman yang diperoleh tiap karyawan tentunya berbeda-beda berdasarkan situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Definisi experience yang diambil dari kamus bahasa Inggris adalah the process of gaining knowledge or skill over a period of time through seeing and doing things rather than through studying.

Yang artinya proses memperoleh pengetahuan atau kemampuan selama periode tertentu dengan melihat dan melakukan hal-hal daripada dengan belajar.

b. Explicit knowledge

Carrillo et al., (2004) dalam Kosasih dan Sri Budiani (2007) menyatakan bahwa explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagi. Penerapan explicit knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan, sehingga setiap karyawan dapat mempelajarinya secara independent.

Kosasih dan Sri Budiani (2007) menjelaskan bahwa explicit knowledge dalam penelitian ini adalah job procedure dan technology. Job procedure adalah tanggung jawab atau tugas yang bersifat formal atau perintah resmi atau cara melakukan hal-hal. Menurut Anshori selaku pihak yang mencetuskan knowledge management dalam Kosasih dan Sri Budiani (2007:81) menyatakan bahwa salah satu bentuk konkret dari explicit knowledge adalah standard operation procedure atau prosedur pelaksanaan

(4)

dasar dibuat untuk mempertahankan kualitas dan hasil kerja, dimana tugas- tugas akan semakin mudah dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan sistem pelayanan yang ada.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2001) Genoveva dan Vita M. (2002) faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang ialah :

(1) Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2 yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill).

(2) Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi karyawan sangat penting untuk mencapai visi dan misi perusahaan.

Kedua faktor tersebut bisa saling mempengaruhi terhadap kinerja karyawan. Untuk meningkatkan kinerja maka tidak bisa dilepaskan dari faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan.

Pendapat yang relatif sama mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga penjual sebagaimana dinyatakan oleh Anderson, et al (1992) bahwa kinerja tenaga penjual ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Ilsutasri dua faktor ini sebagaimana ditunjukkan gambar berikut:

Gambar 2.1. Faktor Penentu Kinerja Tenaga Penjual Sumber: Anderson, et al (1992, p.311)

(5)

Ilsutarsi gambar 2.1. menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang menentukan terhadap kinerja penjualan yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor eksternal yang berpengaruh ini adalah faktor lingkungan, organisasi, dan manajemen. Ketiga sub variabel ini ikut menentukan terhadap tingkat pencapaian kinerja tenaga penjual.

Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi terhadap kinerja tenaga penjual diantaranya adalah: motivsi, aptitude, skill level, kepuasan kerja, kebijakan organisasi, dan faktor personal. Faktor-faktor internal ini mempengaruhi terhadap kinerja karena keberadannya mendorong semangat kerja atau bahkan menyurutkan semangat kerja sehingga akhirnya kinerja tenaga penjual mengalami penurunan.

2.1.4 Kinerja dan Keputusan Manajemen

Terdapat keterkaitan antara kinerja karyawan dan pengambilan keputusan sebagaimana digambarkan oleh Genoveva dan Vita M. (2002, p.3) sebagai berikut:

Gambar 2.2. Keterkaitan Kinerja dan Keputusan Manajerial Sumber: Genoveva dan Vita M. (2002, p.3)

(6)

John M. Ivancevich, et al. (1987) dalam Genoveva dan Vita M. (2002) menjelaskan bahwa adanya penilaian kinerja karyawan dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja dosen dapat disusun rencana, strategi dan menentukan langkah- langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Dijelaskan pula bahwa bagi pihak manajemen, kinerja karyawan sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status akreditasi perguruan tinggi yang telah diperoleh.

Dijelaskan bahwa berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja yang dilakukan secara tidak tepat akan sangat merugikan karyawan mu perusahaan. Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi dosen yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2.2 Tenaga penjual

2.2.1 Pengertian Tenaga Penjual

Menurut Kotler (2000), tenaga penjual adalah tenaga penjual. tenaga penjual menawarkan produk kepada konsumen, dengan kemampuan menjualnya bisa terealisasi pembelian yang dilakukan konsumen. Berdasarkan pendapat tersebvut, bisa dijelaskan bahwa tenaga penjual adalah pekerja yang direkrut perusahaan dengan tugas melakukan penjualan produk.

Menurut Lawrence, et al (2007, p.797), “Sales professionals need to identify new sales prospects, and sales executives need to deploy the sales force against the sales accounts with the best potential for future revenue.” Berdasarkan pendapat ini, bisa dipahami bahwa tenaga penjual adalah karyawan yang bekerja dalam perusahaan dengan tugas untuk menjual barang guna memanfaatkan potensi pasar yang ada untuk meningkatkan pendapatan.

(7)

2.2.2 Merekrut dan Menyeleksi Tenaga penjual

Kotler (2000) menjelaskan bahwa sebelum proses seleksi tenaga penjual, maka perekrutan harus dilakukan. Perekrutan ini dengan menghubungi pasar tenaga kerja, misalnya biro kesempatan kerja, sekolah-sekolah atau tempat lain untuk mensosialisasikan informasi kebutuhan tenaga penjual.

Kotler (2000) menjelaskan bahwa proses seleksi dilakukan untuk mengukur kapabilitas calon tenaga penjual sehingga layak dipekerjakan pada perusahaan. Materi seleksi meliputi: kemampuan bekerja, perilaku, dan psikologis. Banyak perusahaan besar yang mempercayakan seleksi karyawan pada lembaga-lembaga atau konsultan manajemen maupaun konsuktan psikologi.

Perusahaan-perusahaan yang sangat cermat mempertimbangkan hasil- hasil tes ini diantarnya: IBM, Prudential, Procter & Gamble, dan Gillette. Bahkan Gillette menyatakan bahwa tes berhasil mengurangi perputaran tenaga penjual sebesar 42 persen dan memiliki korelasi yang kuat dengan kinerja tenaga penjual yang baru (Kotler, 2000).

2.2.3 Persyaratan Tenaga penjual Yang Qualified

Untuk menjadi tenaga penjual yang qualified, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya (Kartajaya, 2000):

1. Tenaga penjual harus mengerti tentang situasi perusahaan, produk, dan kompetisi.

Seorang tenaga penjual tidak hanya harus tahu product knowledge dan competitive knowledge. Bila pengetahuan atas produk diketahui tetapi tidak mempunyai antusiasme tinggi dalam menjual, maka tenaga penjual tidak akan mampu melakukan penjualan.

2. Mempunyai pengetahuan tentang pelanggan dan prospek

Bagi tenaga penjual, setiap orang yang merupakan prospek sebenarnya harus diketahui secara persis, siapa konsumennya, mengapa konsumen membeli, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Melalui pengertian mendalam tentang deskripsi konsumen tersebut, maka tenaga penjual akan mampu memprediksikan tingkat pembelian konsumen diwaktu yang akan datang.

(8)

3. Tenaga penjual harus mengetahui tentang relationship

Melalui kemampuan untuk memhami relationship ini, memungkinkan tenaga penjual mampu menciptakan citra positif tentang produk atau merek.

4. Tenaga penjual harus menguasai teknik presentasi penjualan

Tenaga penjual harus mengetahui bagaimana harus mempersiapkan presentasi produk, harus mengetahui kebutuhan konsumen yang bisa dipenuhi dari produk yang dijual, mengetahui bagaimana cara bernegosiasi, mengetahui cara menutup penjualan dan memperoleh komitmen.

Keempat kriteria di atas merupakan syarat untuk bisa menjadi tenaga penjual professional. Tenaga penjual berhubungan langsung dengan konsumen sehingga pengetahuan tenaga penjual terhadap produk bisa meyakinkan konsumen, pengetahuan terhadap pelanggan bisa mengarahkan tenaga penjual untuk lebih memahami pelanggan, pengetahuan relationship akan mampu mempererat hubungan dengan pelanggan, dan kemampuan melakukan presentasi akan mampu menambah kepercayan pelanggan bahwa produk yang dijual adalah produk terbaik.

Menurut Hanafi (2005) bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh tenaga penjual sehingga bisa menciptakan penjualan adalah: soft skill, hard skill, social skill dan mental skill.

1. Soft skill

Soft skill menunjukkan intuisi dan kepekaan sumberdaya manusia untuk menghadapi pasar yang terus berubah. Pasar identik dengan konsumen sehingga perubahan perilaku konsumen menunjukkan perubahan perilaku pasar. Jika tenaga penjual memiliki intuisi dan kepekaan tinggi terhadap perubahan perilaku pasar, maka perubahan pasar bukan menjadi hambatan untuk meningkatkan penjualan perusahaan.

2. Hard skill

Selain soft skill, tenaga penjual juga perlu memiliki kemampuan hard skill yang mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik tenaga penjual.

Tenaga penjual harus memiliki kemampuan untuk menguasai karakteristik produk yang dijual sehingga bisa mendemonstrasikan produk yang dijual.

Tenaga penjual juga harus memiliki kemampuan menguasai teknik-teknik

(9)

menjual yang baik sehingga produk yang dijual semakin menarik bagi konsumen. Misalnya tenaga penjual bisa mendemonstrasikan produk yang dijual secara langsung pada konsumen. Konsumen sebelumnya tidak menyadari bahwa kebutuhan produk namun ketika tenaga penjual mampu mendemonstrasikan produk dengan baik dan menarik sehingga bisa menyadarkan konsumen terhadap produk yang dijual tenaga penjual. Jika konsumen sudah tertarik tanpa di arahkan pun konsumen akan membeli.

3. Social skill

Kemampuan ketiga yang harus dimiliki oleh tenaga penjual adalah social skill yang menunjukkan keterampilan menciptakan hubungan sosial. Tenaga penjual wajib memiliki kemampuan menjalin interaksi yang harmonis dengan calon pembeli. Interaksi bisa dibangun melalui komunikasi yang baik dan tenaga penjual bisa mengerti karakteristik calon pembeli sehingga bisa mengarahkan pembeli pada produk yang sebenarnya dibutuhkan pembeli.

4. Mental skill.

Kemampuan keempat yang harus dimiliki oleh tenaga penjual adalah mental skill yang menunjukkan kemampuan tenaga penjual untuk menguasai emosi.

Tenaga penjual dituntut untuk tidak mudah putus asa, tenaga penjual dituntut untuk bisa kreatif dan inovatif meskipun penjualan belum bisa mencapai target. Kemampuan menguasai emosi bisa mendorong tenaga penjual tetap berusaha mencapai keberhasilan.

2.2.4 Tugas Tenaga Penjual

Menurut Lawrence, et al. (2007), bahwa tenaga penjual difungsikan untuk menciptakan penjualan sehingga pendapatan perusahaan meningkat. Untuk itu, tenaga penjual memiliki serangkaian tugas yang difokuskan pada tujuan realiasi pembelian konsumen.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dirangkai sebuah tugas yang harus dilakukan oleh tenaga penjual sehingga realiasi pembelian tercapai. Sebagaimana pendapat Kotler dan Armstrong (2000), tugas dari tenaga penjual adalah sebagai berikut:

(10)

1. Mencari calon pembeli; tenaga penjual harus bisa memilah konsumen hingga mendapatkan konsumen-konsumen yang dianggap potensial untuk melakukan pembelian.

2. Menetapkan sasaran; tenaga penjual harus mengalokasikan waktu untuk menetapkan sasaran yang harus dicapai dari penjualan yang dilakukan.

3. Berkomunikasi; tenaga penjual juga difungsikan untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk dan jasa perusahaan kepada calon pembeli

4. Menjual; tenaga penjual ditugaskan untuk mendekati, mempresentasikan, menjawab keberatan-kebaratan, dan menutup penjualan.

5. Melayani, tenaga penjual ditugaskan untuk memberikan berbagai pelayanan kepada pembeli; mengkonsultasikan masalah konsumen, memberikan bantuan teknis, membantu pembiayaan dan melakukan pengiriman.

6. Mengumpulkan informasi; tenaga penjual juga diharuskan bisa melakukan riset-riset pasar dan tugas intelejen, serta membuat laporan kunjungan

7. Mengalokasikan; tenaga penjual juga ditugaskan untuk bisa memutuskan pelanggan yang bisa memperoleh produk perusahaan ketika produk tersebut sangat terbatas ketersediaannya.

Tujuan-tujuan dari keberadaan tenaga penjual tersebut pada intinya adalah untuk bisa menyukseskan peningkatan volume penjualan yang telah direncanakan perusahaan.

2.2.5 Konsep Pengembangan Kemampuan Tenaga penjual

Krishnamoorthy (2005, p.427) menyatakan: “To have a productive sales force, firms must provide their salespeople with sales training.” Berdasarkan pendapat ini, diketahui bahwa untuk mengembangkan kemampuan tenaga penjual, maka diperlukan program pelatihan untuk pengembangan kemampuan tenaga penjual.

Namun pengembangan tenaga penjual juga memiliki keterbatasan, sebagaimana pendapat Krishnamoorthy (2005, p.427): “But from a profit- maximizing perspective, there are also reasons to limit training: training is expensive, it has diminishing returns, and trained salespeople need to be compensated at a higher level since their value in the outside labor market has

(11)

increased.” Terdapat keterbatasan dari pelatihan yang slk untuk tenaga penjual, diantaranya adalah: biaya pelatihan yang mahal, semakin rendahnya tingkat pengembalian perusahaan atas investasi pada sumberdaya manusia, dan kemungkinan kenaikan daya tawar pekerja di pasar sehingga menaikkan biaya.

Menurut Kotler (2000), pengembangan kemampuan tenaga penjual diarahkan untuk: membimbing, mengembangkan target dan norma kunjungan ke pelanggan, mengembangkan target dan norma kunjungan ke calon pelanggan, dan memanfaatkan waktu secara efisien.

1. Membimbing

Bimbingan kepada tenaga penjual diperlukan untuk mengerahkan tenaga penjual agar mengetahui tugas dan tanggung jawab yang dibebankan. Selain itu, bimbingan juga diarahkan untuk penguasaan teknik menjual yang baik sehingga kemungkinan keberhasilan penjualan semakin besar.

2. Mengembangkan target dan norma kunjungan ke pelanggan

Pelatihan bagi tenaga penjual juga dilakukan untuk pengembangan target dan norma kunjungan ke pelanggan sehingga pelanggan bisa dioptimalkan.

Misalnya pelanggan yang membeli AC, juga diintensifkan untuk membeli remote waktu untuk pengaturan AC. Hal ini dilakukan karena bisa meningkatkan efektifitas penjualan.

3. Mengembangkan target dan norma kunjungan ke calon pelanggan

Pengembangan ini dilakukan untuk calon pelanggan, dimana diperlukan keahlian tertentu untuk merekrut calon pelanggan menjadi pelanggan. Tenaga penjual harus memiliki kemampuan untuk meyakinkan caon pelanggan sehingga tertarik membeli.

4. Memanfaatkan waktu secara efisien

Tenaga penjual juga harus dilatih untuk memanfaatkan waktu secara efisien.

Pemanfaatan waktu ini dilakukan agar penjualan bisa meningkat dalam suatu periode. Untuk hal ini, tenaga penjual dibimbing agar bisa meningkatkan daya kreasi sehingga bisa meningkatkan penjualan dalam waktu yang lebih pendek.

Pemanfaatan waktu secara efisien bisa dilakukan ketika tenaga penjual memiliki jadwal yang terpadu sehingga tidak banyak waktu yang terbuang dalam setiap kali kunjungan ke calon pelanggan.

(12)

2.2.6 Penetapan Gaji untuk Tenaga penjual

Menurut Davis (2007), bahwa untuk mempertahankan tenaga penjual, perusahaan juga harus memformulasikan penetapan balas jasa berupa upah atau komisi kepada tenaga penjual. Adapun metode dari balas jasa ini meliputi: metode straight commission, komisi berdasarkan laba, gaji langsung, gaji ditambah komisi atau bonus, maupun gaji ditambah komisi dan bonus.

1. Metode straight commission

Yaitu suatu persentase daru harga jual akhir suatu produk tertentu dari total penjualan yang diterima oleh tenaga penjual. Penetapan besarnya komisi ini sangat subyektif dan sangat bervariasi diantara perusahaan.

2. Komisi berdasarkan laba

Perusahaan juga bisa menetapkan komisi berdasarkan pada laba yang dicapai perusahaan. Hal ini dilakukan agar tenaga penjual semakin termotivasi untuk meningkatkan kesuksesan penjualan perusahaan secara keseluruhan.

Penetapan bearnya komisi ini sangat bervariasi diantara perusahaan dan tergantung keputusan manajerial.

3. Gaji langsung

Gaji langsung ini merupakan pembayaran upah pada jumlah yang tetap untuk suatu periode tertentu. Gaji yang ditetapkan perusahaan juga beragam dan sangat tergantung besar kecilnya perusahaan. Dalam penetapan gaji ini, biasanya perusahaan menerapkan sistem senioritas, dimana karyawan yang memiliki pengalaman lebih banyak berhak mendapatkan gaji lebih besar.

4. Gaji ditambah komisi atau bonus

Perusahaan juga bisa menetapkan balas jasakepada tenaga penjual berdasarkan pada gaji ditambah komisis atau bonus. Hal ini tergantung pada kebijakan perusahaan untuk memisahkan komisi dan bonus. Untuk penjualan produk convenience good misalnya produk mie insten dan produk ringan yang lain biasanya diberikan komisi, namun untuk penjualan seperti mobil, kendaraan bermotor yang lain biasanya diberikan bonus.

5. Gaji ditambah komisi dan bonus

Penetapan balas jasa berupa gaji ditambah komisi dan bonus biasanya dilakukan untuk meningkatkan motivasi tenaga menjual. Manajemen

(13)

perusahaan menetapkan insentif berganda yaitu dengan memberikan komisi sekaligus bonus.

6. Kunci Sukses Penjualan

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan kinerja tenaga penjual, yaitu (Johnston: 2007): “listening skills, folow up skills, ability to adapt sales style from situation to situation, tenacity –sticking with a task, well organized, verbal communication skills, proficiency in interacting with people at all levels of customer’s organization, demonstrated ability to overcome objections, closing skills, personal planning and time management skills”.

a. Listening skills

“Others have found through their own research that buyer—seller relationships are significantly strengthened when salespeople consistently employ effective listening skills, especially using active listening.”

Kemampuan untuk mendengarkan semua penjelasan dan menunjukkan adanya antusiasme ketika mendnegarkan pembicaraan dari konsumen merupakan indikator paling penting dari kunci keberhasilan tenaga penjual. Tenaga penjual yang mampu menunjukkan antusiasme dari penjelasan konsumen merupakan petunjuk bahwa tenaga penjual menghormati konsumen sehingga konsumen merasa respon dengan tenaga penjual.

b. Folow up skills

“A key difference between transactional and relationship selling approaches is the effort devoted by the salesperson to the ongoing maintenance and management of the relationship, especially between actually face-to-face encounters with the customer”. Kunci keberhasilan kedua dari kinerja tenaga penjual untuk mendukung penjualan adalah kemampuan menindaklanjuti pertemuan dengan konsumen. Tindak lanjut ini merupakan upaya intensif untuk bisa mempengaruhi konsumen sehingga tertarik membeli.

c. Ability to adapt sales style from situation to situation

“The practice of adaptive selling is the altering of sales behaviors during a customer interaction or across customer interactions based on perceived

(14)

information about the nature of the selling situation. This is analogous to the idea discussed earlier of being a nimble firm. Being adaptive allows the salesperson to better practice relationship selling by understanding customer needs and problems and by providing solutions.” Kunci keberhasilan selanjutnya dari tenaga penjual untuk menjual adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi. Tenaga penjual bisa menyesuaikan terhadap kondisi konsumen dalam berbagai situasi (sedih, gembira, dan lainnya) sehingga bisa melakukan pendekatan dengan intensif kepada konsumen.

d. Tenacity –sticking with a task

“Nurturing customer relationships is a long-term proposition. Unlike forms of selling where the objective is to simply close a sale on one client and then move on to the next, managing relationships is a process that requires patience and the willingness to work with a client, often over long periods, before the potential benefits of the relationship to both parties are realized. Great salespeople always keep the big picture while also working on the details. This perspective facilitates tenacity and yields results that are worth the wait”. Salah satu kunci keberhasilan dari tenaga penjual adalah ketahanan dan kesetiaan pada tugas. Dalam hubungan dengan penjualan, tenaga penjual diwajibkan memiliki kesabaran dan ketelatenan untuk menjalin hubungan dengan konsumen. Berbekal kesabaran, ketelatenan menjalin hubungan dengan konsumen memungkinkan konsumen memiliki respon positif sehingga tertarik membeli.

e. Well organized

“As the content and responsibilities of sales jobs have increased in complexity and buying organizations have become more complicated to navigate, the ability of a salesperson to skillfully prioritize and arrangc the work has increased as a key success factor. Being well orgarrized is a component of effective time and territory management.” Keberhasilan kinerja tenaga penjual juga didukung oleh kemampuan tenaga penjual untuk mengorganisasikan diri, mengorganisasikan kerja, dan mengorganisasikan lingkungan pekerjaan. Pengorganisasian tenaga

(15)

penjual bisa menyebabkan tenaga penjual memiliki kedisiplinan tinggi sehingga membuka peluang yang semakin besar dari keberhasilan untuk menjual.

f. Verbal communication skills

“It is of value to note a second time that this factor, while obviously critical to sales success, is rated lower in importance by sales managers than listening skills. Salespeople must be great communicators.” Tenaga penjual harus mampu mengkomunikasikan berbagai hal kepada konsumen, khususnya mengenai produk yang dijual. Kemampuan tenaga penjual untuk berkomunikasi pada akhirnya bisa memberikan informasi yang terinci dan menarik bagi konsumen sehingga konsumen tertarik untuk membeli.

g. Proficiency in interacting with people at all levels of customer’s organization

“Selling today often involves communication and interaction with many people within the client firm besides the purchasing agent.” Tenaga penjual dituntut untuk mampu melakukan interaksi dengan konsumen dari berbagai level atau strata. Tenaga penjual harus bisa membaur dengan konsumen pada segmen pasar yang dituju. Kemampuan untuk berinteraksi dengan konsumen dari berbagai strata menjadikan tenaga penjual tidak terpisahkan dengan konsumen sehingga memudahkan mempengaruhi konsumen.

h. Demonstrated ability to overcome objections

“A Customer may have a number of concerns about any given purchase that the salesperson must work to overcome to the satisfaction of the customer. Objections are a natural and expected part of any sales process.

By developing a trusting relationship over the long run with the client, and by working to negotiate win-win solutions, objections can be minimized.”

Dalam melakukan pembelian, konsumen juga dihadapkan dengan berbagai keterbatasan baik keterbatasan daya beli maupaun keterbatasan yang disebabkan oleh atribut produk yang tidak sesuai dengan keinginan konsumen. Dalam hal ini, tenaga penjual diharuskan memiliki kemampuan

(16)

untuk melakukan negosiasi dengan konsumen sehingga berbagai keterbatasan bisa mendapatkan solusi yang saling menguntungkan sehingga konsumen merealisasikan pembelian. Untuk itu, tenaga penjual sebaiknya bisa mengarahkan konsumen dalam berbagai hal khususnya berkaitan dengan pembelian sehingga pembelian terealisasi.

i. Closing skills

“Obviously, in order for a salesperson to be successful, he or she has to generate business from clients.” Tenaga penjual harus memiliki kemampuan agar konsumen merealisasikan pembelian. Cara yang bisa dilakukan diantaranya adalah mengarahkan konsumen bahwa produk yang dibeli memang dibutuhkan oleh konsumen dan sebagai produk terbaik.

j. Personal planning and time management skills

“As with being well organized, being good at personal planning and managing your time will serve you well in a sales career.” Untuk mendukung keberhasilan penjualan tenaga penjual, maka tenaga penjual harus memiliki perencanaan yang baik atas aktivitas yang akan dilakukan dan waktu. Perencanaan dan manajemen waktu akan mengintegrasikan hubungan dengan konsumen sehingga mendukung keberhasilan penjualan.

Gambar

Gambar 2.1. Faktor Penentu Kinerja Tenaga Penjual  Sumber: Anderson, et al (1992, p.311)
Gambar 2.2. Keterkaitan Kinerja dan Keputusan Manajerial  Sumber: Genoveva dan Vita M

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Tjiptono (2008:224) Personal Selling adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada

Pola yang digunakan sebuah toko tidak hanya memastikan efisiensi dari perputaran pelanggan di dalam toko dan memicu mereka untuk melihat lebih banyak barang,

Tokoh 1 : satu. Kalimat ini secara tidak langsung meyakinkan konsumen untuk beralih menggunakan produk yang ditawarkan. b) Tindak tutur yang digunakan pada

Jika orang menyebutkan produk mana yang terlintas dibenak kita adalah sesuatu yang berupa barang padahal produk tidak hanya berupa barang melainkan juga dapat berupa jasa

Beberapa faktor yang mempengaruhi minat beli pelanggan antara lain adalah karakteristik produk, persepsi akan harga produk itu sendiri, dan tingkat kesadaran akan merek..

Perusahaan bisa memilih saluran pemasaran lebih dari satu, misalnya dengan multi channel yaitu sistem saluran ganda yang melayani pelanggan pada dua tingkat berlainan, namun dalam

Kesimpulan dari definisi diatas, bahwa personal selling sangat berpengaruh pada loyalitas konsumen, dalam menjual suatu produk atau jasa diperlukan tenaga penjual yang

Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek.. Kata iklan (advertising)