Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dasar-dasar teori yang erat hubungannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Tinjauan pustaka penting sebagai pedoman berpikir dan landasan dalam rangka menganalisa masalah yang ada pada suatu perusahaan. Hal ini sebagai dasar untuk mendukung kebenaran dari masalah yang dihadapi perusahaan.
2.1 Kerangka Dasar Teori 2.1.1. Pengertian Pemasaran
Definisi Pemasaran menurut Kotler (1991,p.4) adalah sebagai berikut :
“Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan nama individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dengan cara menciptakan serta mempertemukan produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya.”
Sedangkan pemasaran menurut Stanton (1984,p.7) “Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan berdasarkan kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.”
Dilihat dari pengertian diatas pemasaran dapat diartikan sebagai proses sosial manejerial, dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan yang mereka inginkan dengan merancang atau mengidentifikasikan kebutuhan, menetukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan kebutuhan barang dan jasa kepada pihak lain yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, mencapai sasaran pasar serta tujuan perusahaan.
2.1.2. Pengertian Penjualan
Pembelian suatu barang atau jasa oleh seorang pembeli dari seorang penjual sesuai dengan harga (Price) yang telah ditetapkan atau dalam beberapa kasus melalui perjanjian pertukaran barang (Barter) atau imbal beli (Pass and Lowes,1999,p.518).
Selling adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mencari pembeli, mempengaruhi, dan memberi petunjuk agar pembeli dapat menyesuaikan kebutuhannya dengan produk yang ditawarkan serta mengadakan perjanjian mengenai harga yang menguntungkan bagi kedua belah pihak (Moekijat,2000, p.488).
Santoso menjabarkan konsep tentang pemasaran. Konsep ini beranggapan bahwa masalahnya bukanlah dari produk tersebut mahal atau murah, namun pada kemampuan perusahaan untuk secara agresif melakukan promosi dan menjual produknya pada pelanggan. Jadi konsep ini menekankan pada bagaimana menjual bukan produk yang dijual. Sehingga perusahaan yang menggunakan konsep ini akan beranggapan bahwa apapun bisa dijual, sejauh diketahui bagaimana cara membujuk pelanggan agar mau membelinya.
Menurut Aleen (1990,p.59) penjualan pribadi adalah cara yang paling langsung dan pribadi untuk mencapai pelanggan. Kebanyakan perusahaan kecil memulai menjual dengan cara ini ketika si pemilik pergi keluar dan menjual.Kelemahan utamanya adalah beban waktu yang besar pada pengambil keputusan tertinggi didalam perusahaan kecil. Penjualan personal adalah alat yang paling efektif, biaya pada tahap proses pembelian lebih lanjut terutama dalam membangun preferensi, keyakinan dan tindakan pembeli. Penjualan personal memiliki tiga ciri khusus :
a. Konfrontasi Personal
Penjualan personal mencakup hubungan yang hidup, langsung dan interaktif antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak dapat mengobservasi reaksi dari pihak lain dengan dekat.
b. Mempererat
Penjualan personal memungkinkan timbulnya berbagai jenis hubungan mulai dari hubungan penjualan sampai hubungan persahabatan. Wiraniaga biasanya sudah benar-benar mengetahui minat pelanggan yang terbaik.
c. Tanggapan
Penjualan personal membuat pembeli merasa berkewajiban untuk mendengarkan pembicaraan pembicara.
Menurut Force One Selling and Distribution Consultant dalam modul certifred sales professional progam,(2007,p.2-3) penjualan merupakan penyebaran produk yang ditujukan pada para pedagang, dengan lebih mengandalkan harga dan distribusi akan berdampak pada jangka pendek dan menengah (1-6 bulan).
Penjualan juga berkepentingan untuk menambah jumlah pelanggan terdaftar dan rasio pelanggan aktif serta meningkatkan frekuensi penjualan ulang.
* Principle ke outlet = Penjualan
** Outlet ke konsumen = Pemasaran Gambar 2.1 Alur Barang Produksi 2.1.2.1. Ketrampilan menjual
Menurut Force One Selling and Distribution Consultant dalam modul certrifed sales professional progam,(2007,p.5-6). Menjual adalah bagian dari aktivitas perusahaan yang membutuhkan ketrampilan. Menjual lebih mengacu pada obyek dari sebuah aktifitas atau kegiatan. Disini yang biasanya melakukan penjualan adalah para wiraniaga yang telah cukup memiliki ketrampilan dalam menjual produk perusahaan. Ada lima tahap dalam menjual :
Principle Outlet Konsumen
1 Perencanaan
Penjualan
2 Menggali Kebutuhan
3 Pemasaran
Penjualan
4 Mengatasi Keberatan
5 Menutup Penjualan Semakin
tinggi semakin sulit
Lebih mudah, dibutuhkan kemahiran administrasi
Lebih sulit, dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi
Gambar 2.2 Tahapan Dalam Menjual
Namun wiraniaga seringkali melakukan empat langkah dalam melakukan penjualan, yaitu :
Gambar 2.3 Empat Langkah Penjualan 1. Pernyataan Pembuka (Opening Statement)
Merupakan langkah yang sangat penting untuk menuntun anda ke langkah berikutnya, yaitu menggali kebutuhan. Pernyataan pembuka memberi indikasi atas tingkah ketertarikan prospek, serta dapat membuat atau mematahkan proses penjualan.
2. Menggali Kebutuhan (Probing for Needs) Ada dua tipe dalam menggali kebutuhan, yaitu:
• Terbuka (Open Probe)
• Dijawab lebih dari sekedar “Ya” atau “Tidak”
• Sangat berguna untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh pelanggan.
• Menggairahkan percakapan.
Pernyataan pembuka
Menggali kebutuhan
Presentasi penjualan
Menutup penjualan
1
2
3
4
• Tidak membatasi respon
• Tertutup (Closed Probe)
• Biasanya dijawab dengan “Ya” atau “Tidak” atau meminta informasi yang spesifik
• Membatasi responden prospek
• Dapat menghambat prosepek mungkin akan dimanipulasi atau diinterogasi.
3. Presentasi Penjualan
Ada empat langkah dalam presentasi penjualan :
• Memperkenalkan nama produk
• Menggali pengetahuan pelanggan atas produk yang ditawarkan
• Mempresentasikan fitur serta keuntungan yang sesuai dengan kebutuhan prospek yang terungkap
• Menggali atas permintaannya 4. Penutupan Penjualan (Asking for The Order)
Ada dua metode dalam melakukan penutupan penjualan, yaitu:
• Metode Langsung
Merupakan cara penutupan penjualan yang lebih disukai, dimana metode ini langsung pada sasaran, menyebabkan prosepek membuat komitmen, dan membuat pilihan pembelian.
Contoh :
• Apakah pelanggan bersedia untuk menjalankan progam order yang ditetapkan oleh perusahaan ?
• Dapatkah pelanggan dan wiraniaga membicarakan proses penjualan selanjutnya?
• Metode Tidak Langsung
Kita mengasumsikan pembelian menanyakan apa, kapan atau bagaimana pembelian akan dilakukan.
Contoh :
• Apakah barang yang sudah di order oleh toko dapat diantar dalam waktu yang cepat?
2.1.2.2. Teknik Menjual
Menurut Force One Selling and Distribution Consultant, (2007,p.7) di dalam menjual jasa atau barang diperlukan strategi penjualan yang ditujukan untuk menyesuaiakan cara menghadapi konsumen yang dihadapi dengan cara yang sama, karena untuk menentukan pendekatan menjual tersebut dibutuhkan penyesuaian yang didasarkan pada:
• Saluran pasar
• Segmen pelanggan
• Tingkat kepentingan pelanggan
• Dimatrikkan antara saluran pasar, dengan segmen pelanggan dan juga kepentingan pelanggan
Dari penyesuaian tersebut dapat dibagi empat pendekatan strategik menjual dan tipe-tipe penjual yaitu :
• Teknik penjual hit dan run
• Teknik penjual professional
• Teknik penjual konsultan
• Teknik penjual eksperential 2.1.2.3. Personal Selling
Menjual produk atau sekelompok produk dengan cara mengandalkan tenaga penjual terlatih yang mendatangi semua pembeli potensial untuk secara pribadi menerangkan kelebihan dan kegunaan produk tersebut sehingga mereka bisa diyakinkan (Sameto,2004,p.50-52).
Dalam mengevaluasi efektivitas personal selling ini dapat dibuat beberapa cara (Sameto,2004,p.65-66):
• Dengan membuat laporan kunjungan atas konsumen harian dan kemudian dihitung jumlah kunjungan rata-rata tiap orang.
• Dalam laporan kunjungan tentu dicantumkan jumlah penjualan kepada konsumen pada kunjungan tersebut. Dengan demikian dapat dibuat rata- rata penjualan per kunjungan untuk tiap penjual dan rata-rata penjualan harian.
• Dari hitungan di atas dapat pula dihitung biaya per kunjungan rata-rata
• Dapat pula dihitung jumlah konsumen yang dikunjungi dan dibedakan antara konsumen baru dan lama.
2.1.2.4. Sales Force
Staf penjualan yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk menjual barang atau jasa. Fungsi mereka bervariasi mulai dari tugas-tugas pasif seperti mencatat pembelian ulang dari pelanggan dan melakukan pengiriman sampai kepada melakukan penjualan perseorangan (personal selling) yang aktif untuk mendapatkan bisnis tambahan baik dari pelanggan yang ada maupun yang baru.
Staf penjualan ini terdiri dari : a. Sales Representatives
Adalah staf penjualan yang mengunjungi grosir, pengecer serta pelanggan akhir, dengan melakukan tatap muka dengan calon pembeli sebagai upaya penjualannya.
b. Staf Penjualan via telepon
Adalah staf penjualan yang melakukan kontak dengan calom pembeli melalui telepon dengan menciptakan kontak awal yang kemudian dapat dilanjutkan dengan kunjungan wiraniaga.
c. Demonstrator Produk
Adalah staf penjualan yang bertugas ditoko grosir maupun pengecer atau yang mengunjungi pelanggan untuk memberi kesempatan kepada calon pembeli untuk melihat cara kerja produk ataupun mencobanya.
d. Manajer Penjualan
Adalah staf penjualan yang bertanggung jawab dalam pengorganiasasian dan pengontrolan aktifitas dari staf penjual lapangan dan perekrutan, seleksi, training bagi staf penjualan.
Dalam mengorganisir staf penjualan lapangan, wiraniaga harus menawarkan semua produk perusahaan diwilayah penjualan (Sales territories) yang kecil atau melakukan spesialisasi dalam penjualan lini produk terbatas didaerah-daerah yang lebih luas (Pass,1999).
2.1.2.5. Sales Force Operation Management
Sales Force Operation Management adalah pelaksanaan progam pengaturan sistem kerja bagi wiraniaga. Pengaturan ini sangat penting bagi
perusahaan karena wiraniaga adalah ujung tombak perusahaan. Karena itu, pengaturan terhadap kerja wiraniaga diperlukan untuk menciptakan suatu sistem kerja yang efektif dan efisien bagi perusahaan. Sales Force Operation Management juga membantu salesman untuk bekerja lebih terencana, teratur, fokus pada tujuan, dan terkontrol.
2.1.2.6. Kemampuan Dalam Menjual ( Technical Selling Skill )
Menurut Force One Selling and Distribution Consultant,(2007,p.9-12) daya jual terapan atau applied salesmanship terbagi menjadi dua macam kemampuan menjual yaitu:
a. Ketrampilan Teknis ( Hard Selling Skills ) 1. Produk Features
Memahami fitur-fitur dari suatu produk yang ditawarkan.
2. Produk Benefit
Memahami keunggulan dan manfaat produk yang ditawarkan.
3. Produk Positioning
Posisi produk kita dibandingkan dengan produk pesaing yang sejenis.
4. Produk Competitiveness
Daya saing dari suatu produk terhadap pesaing 5. Unique Selling Proposition
Menjual keunikan atau keistimewaan produk yang ditawarkan.
6. Route Planning
Merencanakan rute kunjungan untuk mengefisienkan waktu kunjungan dan biaya operasional.
7. Daily Sales Itinerary
Rencana penjualan tiap harinya.
8. Time and Teritory Management
Mengatur waktu dan wilayah yang akan dikunjungi.
9. Sales Collection
Memiliki kemampuan untuk menagih atau nama lainnya debt collector.
10. Sales Invorcing
Berkaitan dengan kegiatan administrasi perusahaan untuk membuat faktur.
11. Sales Reporting
Membuat laporan kerja untuk mempermudah proses evaluasi pada kunjungan berikutnya.
12. Sales Budgeting / Targeting
Menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan ketika menawarkan atau mempromosikan produk dan juga besarnya target penjualan yang harus dicapai.
13. Stock Keeping
Mengetahui jumlah persediaan yang ada atau dimiliki oleh perusahaan.
14. Sales Promotion
Promosi-promosi yang dilakukan dengan menawarkan produk kita untuk meningkatkan penjualan.
15. Trade Promotion
Promosi-promosi yang ditawarkan untuk meningkatkan penjualan.
16. Overcoming Objection
Kemampuan mengatasi keberatan untuk meningkatkan penjualan.
b. Ketrampilan Diri ( Soft Selling Skills ) 1. Sales Presentation
Kemampuan seorang wiraniaga dalam berpresentasi dimuka umum untuk menawarkan produk.
2. Produk Presentation
Kemampuan seorang wiraniaga dalam berpresentasi dengan mendemonstrasikan secara langsung keunggulan dari produk yang ditawarkan.
3. Self Presentation
Kemampuan seorang wiraniaga dalam berpresentasi dengan tatap muka langsung, biasanya dengan satu calon orang pelanggan.
4. Comunication Skills
Kemampuan dan kecakapan seorang wiraniaga dalam berkomunikasi dan meyakinkan calon pelanggan terhadap produk yang ditawarkan.
5. Body Language Skills
Gerak tubuh yang dilakukan seorang wiraniaga ketika mempersentasikan produk agar meyakinkan calon pelanggan.
6. Inter Personal
Kemampuan seorang wiraniaga untuk menjalin hubungan dengan pelanggan.
7. Intra Personal
Kemampuan seorang wiraniaga untuk menjalin hubungan dengan membangun sebuah jaringan kerja.
8. Network Builder
Kemampuan seorang wiraniaga dalam membangun sebuah jaringan kerja.
9. Problem Identification
Kemampuan seorang wiraniaga untuk dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi dengan seorang pelanggan.
10. Sales Negotiations
Kemampuan seorang wiraniaga untuk bernegosiasi dengan pelanggan.
11. Sales Bargaining
Kemampuan seorang wiraniaga dalam melakukan tawar menawar dengan pelanggan.
12. Mind Setting
Kemampuan seorang wiraniaga dalam merubah pola pikir pelanggan atau juga bisa menyamakan persepsi dengan pelanggan.
13. Decission Making
Kemampuan seorang wiraniaga dalam mengarahkan pelanggan untuk membuat keputusan membeli.
14. Problem Solving
Kemampuan seorang wiraniaga dalam memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
15. Conflict Resolution
Kemampuan seorang wiraniaga dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
16. Teamwork Building
Kemampuan seorang wiraniaga dalam membangun kerja sama yang baik dengan sesama wiraniaga didalam lingkungan kerjanya.
2.1.3 Pengertian Saluran Distribusi
Menurut Kotler (1985,p.3-7) adalah “saluran distribusi adalah terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan atau fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk ke konsumen.”
Saluran distribusi merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan agar produk yang ditawarkan tersebut mudah didapat oleh pelanggan.
Saluran distribusi dapat mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan pemilikan yang memisahkan barang dan jasa. Bentuk saluran distribusi yang akan digunakan memasarkan produk yang berbeda tergantung jenis produk dan pelanggan yang menjadi sasaran.
Saluran distribusi untuk barang consumer goods : a. Produsen → Konsumen
b. Produsen → Pengecer → Konsumen
c. Produsen → Grosir → Pengecer → Konusumen
d. Produsen → Grosir → Pemborong → Pengecer → Konsumen
Perusahaan harus menentukan jumlah perantara yang dipekerjakan disetiap tingkat saluran. Ada 3 strategi dalam menetukan jumlah penyalur (Hiam and Schewe 1994,p.384) yaitu :
1. Distribusi Intensif
Penggunaan sebanyak-banyaknya perantara pada setiap jenjang, terutama pengecer. Digunakan untuk barang yang digunakan dengan intensitas atau frekuensi atau kualitas tinggi.
2. Distribusi Selektif
Penggunaan sejumlah tertentu perantara pada setiap jenjang, khususnya pengecer. Pada umumnya digunakan untuk produk-produk khusus dan cukup mahal ( shopping goods dan speciality goods ) produk yang ditandai oleh kesadaran akan merek. Dengan distribusi selektif, produsen memperoleh keuntungan karena anggota saluran distribusi yang sebaik mungkin, menghindari resiko piutang tidak tertagih, pemasar yang tidak agresif dan hal-hal lain yang tidak layak bagi produsen.
3. Distribusi Eksklusif
Penggunaan satu perantara pada setiap satu jenjang, khususnya pengecer untuk melayani sejumlah besar konsumen diwilayah yang relatif luas.
Strategi ini umumnya digunakan untuk barang khusus ( Speciality goods ), yang oleh produsen ingin dijaga citranya dan yang pembeli bersedia mendatangi penyalur yang menyediakan produk ini.
Menurut Kotler (1997,p.102), fungsi utama saluran distribusi adalah : a. Promosi
Pembinaan dan penyebaran komunikasi yang bersifat membujuk berkaitan dengan penawaran barangnya.
b. Kontak
Mencari dan menghubungi calon pembeli.
c. Riset
Pengumpulan informasi yang diperlukan untuk merancanakan dan melancarkan pertukaran.
d. Pembiayaan
Usaha memperoleh dan menyediakan dana untuk pembiayaan kegiatan penyaluran.
e. Penyaluran fisik
Pengangkutan dan penyimpanan barang dagangan.
f. Perundingan
Upaya untuk mencapai kesepakatan mengenai harga dan syarat- syarat jual beli lainnya dengan juga melaksanakan pengalihan hak milik atas sesuatu barang.
g. Penyesuaian
Usaha menyesuaikan bentuk dan sifat barang yang ditawarkan dengan kebutuhan pembeli. Termasuk aneka kegiatan seperti produksi, penyesuaian mutu, perakitan dan pengemasan.
h. Pengambilan resiko
Menerima resiko berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan penyaluran.
2.1.3.1. Memotivasi Perantara
Secara terus menerus para perantara perlu dimotivasi supaya mereka melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Syarat untuk bergabung dalam saluran dilengkapi juga dengan motivasi. Selain itu perlu disertai pula dengan pengawasan dan rangsangan terus menerus dari produsen. Produsen tidak hanya harus menjual produknya lewat perantara, tetapi menjual kepada perantara
Dalam merangsang perantara supaya dapat mencapai hasil penjualan yang diharapkan, harus dimulai dengan usaha produsen untuk memahami kebutuhan dan kinginan dari sales agent.
Para perantara mempunyai peranan dasar untuk membantu perusahaan didalam menawarkan produk perusahaan menyalurkannya serta membantu didalam penjualan. Atau dengan kata lain para perantara pemasaran merupakan sumber daya perusahaan yang secara agresif dapat mempromosikan dari perusahaan tetentu, serta merangsang dan mempengaruhi konsumen untuk membeli produk tersebut.
Supaya para perantara dapat termotivasi untuk bekerja semaksimal mungkin, maka perlu adanya suatu perangsang ekonomis melalui kegiatan promosi yang tidak hanya diberikan pada pemakai akhir tetapi juga untuk perantara. Dengan perangsang ekonomis tersebut maka usaha untuk meningkatkan volume penjualan para perantara akan dapat tercapai dan sekaligus dapat memotivasi para perantara untuk lebih agresuf memasarkan produk perusahaan.Menurut Kay and Hinds ( 2004 ).
2.1.3.2 Jaringan Distribusi
Menurut Force One Selling and Distribution Consultant dalam modul certifred sales professional progam, dalam membangun jaringan distribusi
diperlukan strategi SCP ( Spreading, Coverage, Penetration ), diantaranya adalah Coverage.
Coverage mencakup pada bagian customer yang dilayani oleh suatu perusahaan dan juga mencakup pada SKU ( item produk ) yang dimiliki oleh perusahaan.
8 Strategi Coverage a. Siklus Kunjungan
Misalnya : dua kali dalam satu bulan atau satu bulan tiga kali.
b. Kepuasan pelaksana
Ada empat jenis kepuasan dasar salesman :
• Mendapat order
• Tagihan tepat waktu
• Hubungan dengan pelanggan baik
• Mendapat dukungan dari atasan c. Stop Call Ratio
Rata-rata jumlah toko yang dikunjungi setiap kali salesman berhenti.
Sebaiknya setiap kali berhenti, minimal dua toko yang dikunjungi.
d. Prosedur kunjungan
Misalnya : prosedur di Giant tidak sama dengan di Hypermart atau dalam melakukan kunjungan, salesman memprioritaskan pada penagihan atau penawaran produk.
e. Durasi kunjungan
Lama kunjungan berdasarkan :
• Pelanggan lama atau pelanggan baru
• Birokrasi lembaganya
• Effektive call atau non effective call f. 4 sales contact
Alasan kunjungan salesman :
• Menjual
• Menagih
• Penelitian pasar
• Membangun, yaitu tanpa menjual dan menagih g. Kepuasan pelanggan
Empat jenis kepuasan pelanggan :
• Kepuasan Dasar ( Basic Satisfaction )
• Kepuasan yang diharapkan ( Expected Satisfaction )
• Kepuasan yang mengejutkan atau tidak disangka – sangka ( Delighted Satisfaction )
• Kepuasan yang tidak terpikirkan ( Augmented Satisfaction ) h. Jadwal kunjungan
Misalnya : jadwal kunjungan ke toko X adalah setiap hari senin siang.
2.1.4 Manajemen
Ada 5 fungsi dasar dari manejemen yaitu : perencanaan, pengorganisiasian, penstaffan, pimpinan dan pengendalian. Beberapa dari kegaiatan yang spesifik tercakup dalam masing-masing meliputi :
• Perencanaan, adalah menetapkan tujuan dan standart mengembangkan aturan dan prosedur, mengembangkan rencana dan memproyeksi beberapa peristiwa dimasa depan.
• Pengorganisasian, adalah memberikan setiap bawahan suatu tugas khusus, membangun department, mendelegasikan wewenang kepada bawahan, menetapkan saluran wewenang dan komunikasi, mengkoordinasi kerja bawahan.
• Penstaff-an, adalah membutuhkan tipe atau jenis orang yang akan dipekerjakan, merekrut calon karyawan, mengevaluasi kinerja, menyuluh karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan.
• Pimpinan, adalah membuat orang lain menyelesaikan pekerjaan, mempertahankan semangat kerja dan memotivasi bawahan.
• Pengendalian, adalah menetapkan standart seperti kuota penjualan, standart mutu atau tingkat produksi, melakukan pengecekan untuk melihat sebagaimana perbandingan antara kinerja aktual dan standart ini, mengambil tindakan perbaikan sesuai kebutuhan secara keseluruhan.
Fungsi-fungsi ini proses manajemen (Dessler).
2.1.5 Bauran Pemasaran
Pengertian pemasaran mengingatkan kita akan bauran pemasaran yang terdiri dari 4P (product, place, price, promotion). Pengertian bauran pemasaran menurut Philip Kotler yaitu : “Bauran Pemasaran (Marketing Mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya dipasar sasaran (Kotler,2002,p.18).
Sedangkan definisi bauran pemasaran menurut (Swatha,1996,p.42), Bauran Pemasaran adalah kombinasi dari 3 variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi. Variabel bauran pemasaran tersebut perlu dikombinasikan dan dikoordinasikan agar badan usaha dapat melakukan tugas seefektif mungkin. Jadi badan usaha tidak hanya memilih kombinasi terbaik saja tetapi juga harus mengkoordinasikan berbagai macam elemen dan bauran pemasaran untuk melaksanakan progam pemasaran yang tepat.
2.1.5.1. Product
Jika orang menyebutkan produk mana yang terlintas dibenak kita adalah sesuatu yang berupa barang padahal produk tidak hanya berupa barang melainkan juga dapat berupa jasa yang dihasilkan untuk individu atau suatu perusahaan yang digunakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen.
Pengertian produk menurut Philip Kotler adalah “ Produk yaitu segala sesuatu yang ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian pembelian, pemakaian atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen.” ( Kotler,2003,p.13 ).
Menurut Donnelly, Jr (1998,p.99), secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 kriteria, yaitu sebagai berikut :
1) Produk pertanian dan bahan-bahan mentah
Produk ini tumbuh atau diambil dari tanah atau laut, seperti biji besi, gandum dan pasir. Pada umumnya produk-produk ini hampir sejenis dijual dalam jumlah yang besar dan mempunyai nilai yang rendah tiap unit atau bagian yang besar.
2) Barang-barang organisasi
Banyak produk yang dibeli oleh perusahaan-perusahaan bisnis untuk memproduksi barang-barang atau untuk kelancaran bisnisnya. Yang termasuk kategori ini, yaitu :
• Bahan mentah dan barang setengah jadi
• Peralatan utama dan pembantu
• Komponen-komponen atau bagian yang menjadi satu kesatuan elemen dari beberapa barang jadi yang lain.
• Perlengkapan atau bagian-bagian yang digunakan untuk mengoperasikan bisnis tetapi tidak menjadi bagian dari produksi akhir
3) Barang-barang konsumsi
Barang yang dikonsumsi dapat dibedakan menjadi 3 kelas yaitu :
• Barang convenience, barang-barang yang sering menarik konsumen dalam waktu singkat juga termasuk dalam kategori ini. Contoh:
makanan yang mana sering dibeli dengan usaha-usaha yang sangat kecil
• Barang shopping, seperti alat-alat yang dibeli setelah beberapa waktu dan energi yang dikeluarkan untuk membandingkan macam-macam yang ditawarkan.
• Barang speciality, barang-barang spesial dimana konsumen secara khusus memiliki kekuatan untuk mendapatkannya.
2.1.5.2. Place
Proses penyimpanan dan pengiriman produk kepada konsumen, biasanya dilakukan melalui perantara seperti grosir (Wholeseler) dan pengecer (Retailer).
Tugas manajemen ditribusi fisik meliputi pengiriman sejumlah produk ketempat- tempat konsumen biasa melakukan pembelian, pada waktu yang tepat dan untuk menambah persediaan dalam kondisi yang baik. Sasarannya adalah memaksimalkan tersedianya produk dan meminimumkan biaya ditribusi.
Distribusi sering digambarkan sebagai satu dari bauran pemasaran (4P) yaitu Place, dengan menempatkan produk pada tempat yang sesuai untuk pembelian (Pass and Lowes, 1999,p.172).
2.1.5.3 Price
Harga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap volume penjualan suatu produk. Apabila harga yang ditetapkan terhadap suatu produk sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka volume penjualan produk tersebut akan meningkat.
Sedangkan pengertian harga menurut Kotler, “Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konusmen untuk meperoleh barang atau jasa yang diinginkan atau yang dibutuhkan.” ( Kotler,2002,p.315 ).
Menurut Kotler (2002,p.550) dalam menyusun kebijakan penetapan harga, perusahaan dianjurkan mengikuti prosedur 6 tahap :
1. Perusahaan memilih tujuan penetapan harga atau kelangsungan hidup, laba sekarang maksimum, pendapatan sekarang maksimum, pangsa pasar maksimum, penyaring lapisan pasar maksimum atau kepemimpinan mutu produk.
2. Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjadi pada tiap kemungkinan harga.
3. Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai level produksi dan pada berbagai level akumulasi pengalaman produksi.
4. Perusahaan menganalisis biaya, harga dan tawaran pesaing.
5. Perusahaan menyeleksi metode penerapan harga, penetapan harga markup, penetapan harga berdasarkan pengembalian yang diharapkan, penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan, penetapan harga nilai, penetapan harga sesuai harga yang berlaku atau penetapan harga penawaran tender tertutup.
6. Perusahaan memilih harga akhir, dengan memperhitungkan penetapan harga psikologis, pengaruh elemen bauran pemasaran lain terhadap harga, kebijakan penetapan harga perusahaan dan pengaruh harga tersebut terhadap pihak-pihak lain.
Ada 2 faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan harga (Kotler,1987,p.4-6) adalah:
• Faktor-faktor intern yang mempengaruhi keputusan harga meliputi : 1) Sasaran pemasaran
Sebelum menetapkan harga, perusahaan harus menetapkan apa yang ingin dicapainya dengan produk tertentu. Jikalau perusahaan itu telah memilih pasar sasarannya dan telah pula menentukan posisinya dengan cermat, maka strategi marketing mixnya termasuk harga langsung menyusul pula.
2) Bertahan hidup
Perusahaan menetapkan bertahan hidup sebagai sasaran utama jika terjadi kelebihan aktifitas produksi, persaingan yang tajam, atau berubahnya keinginan konsumen untuk menjaga kelancaran produksi dan perputaran persediaan, perusahaan harus menetapkan harga yang rendah dengan harapan pasar cukup peka terhadap harga.
3) Laba maksimum dalam jangka pendek
Perusahaan lebih menitikberatkan pada kemampuan keuangan yang ada dan kurang mempertimbangkan prestasi keuangan dalam jangka panjang 4) Kepemukaan market share
Kebanyakan perusahaan ingin mencapai market segmen dominant, karena mereka percaya bahwa perusahaan yang memiliki market share yang tinggi akan mengeluarkan biaya yang paling rendah dan mencapai laba tertinggi dalam jangka panjang.
5) Kepemukaan mutu produk
Perusahaan dapat saja menentukan sasaran untuk mencapai kepemukaan dalam hal mutu. Dalam hal ini biasanya diperlukan penetapan harga yang tinggi untuk dapat menutup biaya produk yang berkualitas tinggi dan biaya yang cukup besar untuk riset dan pengembangan.
• Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi keputusan harga meliputi : 1) Pasar dan permintaan
Baik konsumen maupun pembeli industrial membandingkan harga suatu produk atau jasa dengan manfaat memilikinya, oleh karenanya sebelum menetapkan harga, pemasar harus memahami hubungan antara harga dan permintaan terhadap produk atas jasa tersebut.
2) Penetapan harga dalam jenis pasar yang berlainan
Kebijakan penetapan harga oleh penjual akan bervariasi menurut jenis pasar. Pada pasar persaingan murni, pembeli dan penjual adalah pihak
yang mengikuti harga (price taker) bukan sebagai pihak yang menetapkan harga (price maker). Para penjual dipasar murni, tidak dapat menghabisakan waktu untuk mengatur strategi pemasaran karena peranan penelitian pasar, pengembangan produk, penetapan harga, periklanan dan promosi penjualan berada pada titik minimal selama pasar masih pada posisi bersaing penuh.
3) Persepsi konsumen terhadap harga
Perusahaan dalam menetapkan harga harus memperhatikan persepsi konsumen terhadap harga dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
4) Harga dan tawaran pesaing
Para konsumen mengevaluasi harga serta nilai utility sebuah produk dengan membandingkan harga serta nilai produk-produk yang termasuk sama. Juga strategi penetapan harga perusahaan dapat mempengaruhi sifat persaingan yang dihadapinya. Perusahaan perlu mengetahui harga dan mutu produk yang ditawarkan oleh setiap pesaing yang ada.
2.1.5.4 Promotion
Untuk mendapatkan tanggapan perusahaan memilih bentuk promosi penjualan didalam kegiatan promosinya, karena bentuk promosinya ini dirancang untuk menghasilkan tindakan yang segera dan spesifik. Berikut beberapa definisi promosi penjualan :
“Promosi penjualan adalah kegiatan-kegiatan menstimulasi penjualan produk atau jasa yang dilakukan selain lewat advertensi, personal selling dan publisitas (Digit, 1992,p.54).
Sedangkan Swastha (1984,p.279), mendefinisikan sebagai berikut “Promosi penjualan adalah kegiatan-kegiatan pemasaran selain personal selling, periklanan dan publisitas, yang mendorong efektivitas pembelian konsumen dan pedagang dengan menggunakan alat-alat seperti promosi, poster dsb.”
Sasaran promosi penjualan, dalam menjalankan promosi penjualan harus ada sasaran tertentu yang ingin dituju. Dalam hal ini ada 3 jenis sasaran promosi penjualan, yaitu :
a. Konsumen
b. Pengecer c. Wiraniaga
2.1.6. Salesman (Wiraniaga)
Menurut Swastha,D.H, (1996,p.6-15) wiraniaga berdasarkan tugas penjualan dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Merchandising Salesman
Tidak hanya menjual saja, tetapi juga membantu penyalur dan mempromosikan penjualan produknya. Ia bertanggung jawab pula atas persediaan barang dan membantu periklanan. Tugas penjualan yang dilakukan disebut trade selling.
2. Sales Engineer
Penjual yang juga dapat memberikan latihan atau demonstrasi secara teknis tentang barang-barang yang dijual. Biasanya barang-barang yang dijual berupa barang industri, seperti instalasi, bahan mentah dan barang setengah jadi atau komponen-komponen. Tugas penjualannya disebut technical selling.
3. Detail Man
Ciri khususnya adalah tidak melakukan penjualan secara langsung, misalnya perusahaan obat-obatan dapat menggunakan detailman untuk memperkenalkan dan membujuk para dokter agar menggunakan obat- obatan yang diproduksikan. Tugas penjualannya disebut missionary selling 4. Pioneer Product Salesman
Mempunyai tugas pokok untuk membuka daerah baru atau segmen pasar yang baru bagi produk barunya. Dalam hal ini, perusahaan juga menentukan penyalurnya. Tugas ini disebut new business selling.
2.1.7. Time and Motion Study
Time and motion study adalah urutan hal yang harus dilakukan wiraniaga mulai dari masuk kerja hingga saat pulang kerja, antara lain: merencanakan kunjungan (call plan), waktu tempuh antar outlet, waktu istirahat, waktu yang diperlukan di outlet, dan administrasi penjualan.
Ada 4 jenis kunjungan wiraniaga, antara lain:
• Sales servicing
Kunjungan dilakukan secara rutin dengan tujuan utama memperoleh permintaan order dari pelanggan.
• Sales development
Kunjungan dilakukan untuk menambah merek dan item yang dijual di outlet pelanggan.
• Sales back check
Kunjungan dilakukan dengan tujuan menggali informasi pasar, informasi tentang pesaing dan konsumen. Biasanya dilakukan tiga sampai empat kali setahun.
• Sales special
Kunjungan dilakukan untuk merchandising, promosi, menyelesaikan masalah pelanggan, hingga menciptakan goodwill. (slide sertifikasi CPSD Force one).
2.1.8 Rencana Kerja
Rute rencana kerja dapat menolong seorang wiraniaga menemukan celah- celah konsumen yang tersembunyi. Rute kerja ini dapat memandu wiraniaga menelusuri area distribusi yang telah disediakan oleh manajer penjualan.
Membuat target merupakan bagian dari persiapan menjual. Tanpa target, sales force tidak memiliki ukuran waktu maupun volume yang harus dicapai.
Hal yang penting untuk meraih target adalah waktu untuk merealisasikan.
Seorang yang selalu merasa tidak memiliki waktu sulit merealisasikan target yang telah ditetapkan oleh manajer penjualan. Mencapai target tertentu membutuhkan komitmen tinggi dari sales force. Komitmen itu tampak dari cara mengatur waktu dimiliki untuk mengunjungi outlet yang telah ditetapkan. Selain yang disebutkan di atas, rencana kerja yang baik biasanya dilengkapi dengan rencana kunjungan mingguan, penagihan piutang, pembuatan rute perjalanan beserta mapping areanya, merchandising dan sales force yang keliling dari toko ke toko.
Perencanaan matang akan menghemat waktu dalam presentasi. Fakta menunjukkan bahwa waktu yang digunakan untuk persiapan terinci dari suatu
pertemuan, tidak hanya meningkatkan efektifitas menjual tetapi juga memperpendek proses penjualan (Forsyth,1996,p.158).
Alasan utama untuk mendesak membuat rencana kunjungan (call plan) adalah:
A. Untuk mendesak wiraniaga berpikir tentang kunjungan sebelum membuatnya dan karena itu lebih berkemungkinan mempersiapkan diri untuk negosiasi bisnis yang berarti.
B. Untuk memaksa penjual memikirkan penggunaan waktu, bagaimana ia dapat mengurangi waktu perjalanan dan memaksimalkan waktu berhadapan dengan pelanggan.
C. Memberikan kesempatan kepada manajer wilayah supaya terlibat dalam aktivitas penjualan dan memberikan saran tentang penanganan kunjungan tertentu bahkan juga menemani penjual ke kunjungan yang sangat penting (Forsyth,1996,p.205).
2.1.9. Routing
Routing merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam time and territory management. Routing biasanya merupakan urut-urutan jalur yang diberikan oleh perusahaan kepada setiap wiraniaganya agar kinerja wiraniaga lebih sistematis, teratur, dan tepat sasaran, seorang wiraniaga hendaknya membuat rute perjalanan. Rute perjalanan ini dapat membantu setiap wiraniaga mengenali, bertanggung jawab dan tidak keluar dari ketentuan territory yang sudah ada.
Menurut Frans M. Royan, “ Rute perjalanan adalah jadwal kunjungan ke toko yang dibuat berdasarkan segi geografis area distribusi yang ada atau tipe outlet. Rute perjalanan selain memuat jalan-jalan, hari, nama pasar yang ada di area yang akan dikunjungi, juga memuat jadwal kunjungan minggu pertama sampai dengan minggu ke empat. Rute perjalanan ini dapat mengarahkan salesman bekerja sesuai dengan rencana.”( Royan, 2003,p.47 ).
Sedangkan menurut Rolph E. Anderson, Joseph F. Hair, Jr dan Alan J Bush dalam bukunya yang berjudul Professional Sales Management (2002,p.347), Rute perjalanan biasanya disusun sebagai suatu pola bagi salesman untuk dapat menyusun order penjualan dari setiap permintaan konsumen atau toko. Jika
diintisarikan, rute perjalanan ini memiliki tujuan ( Royan, 2003, 47-48 ), antara lain sebagai berikut:
• Mengoptimalkan waktu kunjungan ke outlet.
• Menjaga keseimbangan wilayah dengan batasan yang jelas.
• Menunjukkan frekuensi pelayanan yang diperlukan agar kunjungan menjadi teratur sesuai potensi outlet dan kebutuhan pelanggan.
• Membantu perusahaan agar aktivitas para salesman tidak mengalami over lapping.
• Mendidik setiap salesman dalam mengerjakan areanya sendiri dengan disiplin.
• Dan apabila rute perjalanan dibuat dengan benar, salesman dengan benar, salesman akan datang lebih dahulu sebelum pesaing datang. Jika strategi yang digunakan adalah strategi buffer stocking, kedatangan lebih dahulu dengan mengisi gudang secara penuh dapat mencegah pesaing masuk kedalam outlet yang bersangkutan.
Menurut Rolph E. Anderson, Joseph F. Hair, Jr dan Alan J Bush dalam bukunya Professional Sales Management ( 2002,p.347 ), tiga keuntungan dari pengaturan rute perjalanan Salesman adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi waktu perjalanan dan biaya penjualan.
2. Mengembangkan cakupan territory.
3. Mengembangkan komunikasi.
2.1.10. Mapping
Menurut Frans M Royan, mapping adalah suatu cara mengenali pelanggan melalui peta. Dengan adanya peta, seorang salesman yang baru dapat bekerja dengan lebih efisien sebab langsung tahu tempat-tempat yang harus dituju.
Di dalam mapping akan digambarkan suatu sketsa tentang jalan, pasar dan toko dalam bentuk gambar dan keterangan yang ditulis di bawah mapping tersebut. (Royan,2003,p.49)
Keunggulan penggunaan mapping bagi para wiraniaga adalah sebagai berikut:
1. Wiraniaga dapat mengetahui dengan pasti lokasi outlet sehingga kemungkinan kecil ada outlet yang tertinggal ketika wiraniaga tersebut melakukan kunjungan.
2. Mapping dapat juga digunakan sebagai acuan untuk menetapkan outlet pareto.
3. Mapping juga memiliki fungsi maksimal untuk memandu seorang wiraniaga baru.
4. Mapping dapat mewakili kekuatan dan pertumbuhan pasar ketika dilakukan evaluasi.
5. Memudahkan evaluasi area tertentu, baik pertumbuhan omzet, pertumbuhan outlet maupun availability dan visibility produk.
6. Melalui mapping seorang supervisi dapat dengan cepat dan tepat melakukan pengontrolan.
Kelemahan yang muncul ketika mapping yang dibuat kurang detail sehingga tidak dapat mewakili seluruh outlet yang ada, antara lain:
• Bila seorang wiraniaga hanya mengandalkan mapping, tentu saja pelanggan baru yang berada di luar mapping tidak terdeteksi.
• Adanya sifat malas dari wiraniaga yang mengandalkan mapping dapat mempengaruhi kinerja, sebab outlet potensi yang ada di luar mapping terlepas dari perhatian wiraniaga.
• Sketsa gambar dalam mapping sering menyulitkan seorang pemasar karena antara gambar dengan realita kadangkala tidak sama ketika dicek di lapangan.
• Pembuatan mapping membutuhkan waktu lama dan memerlukan ketelitian yang sangat tinggi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan mapping, antara lain:
• Ambil peta kota atau wilayah distribusi yang telah ditetapkan.
• Membagi perkiraan jarak tempuh, jumlah outlet dan waktu yang dipergunakan untuk mengelola area distribusi tersebut.
• Lakukan survey outlet, seperti banyak sedikitnya serta potensi setiap outlet.
• Tentukan outlet yang tepat untuk disesuaikan dengan kategori produk perusahaan.
• Tentukan urutan kunjungan sehingga saat praktek di lapangan dapat menghemat waktu.
• Tentukan estimasi penetrasi per outlet.
• Tentukan kategori outlet atau tipe outletnya, contoh: minimarket, supermarket, hypermarket atau retailer.
• Buatlah peta perjalanan (mapping).
2.1.11. Pengertian Kompensasi dan Insentif
Kompensasi merupakan salah satu cara untuk memotivasi, menggerakkan para salesman agar lebih giat dalam bekerja.
a) Ada tiga metode dasar dalam kompensasi :
• Straight sallary adalah gaji yang tetap yang diberikan kepada karyawan pada interval waktu tertentu ( bulanan, tahunan ).
• Straight comisiion adalah tetap yang diberikan kepada karyawan adalah penjualan perusahaan selalu mendapat profit atau penjualan mengalami peningkatan terus menerus.
• Combination compensastion plan adalah kombinasi dari gaji tetap dan komisi tetap dan atau bonus.
b) Cara menentukan tingkat kompensasi secara umum :
• Skill, pengalaman.
• Level income harus dibandingkan dengan yang dikerjakan.
• Level income harus dibandingkan dengan individu yang lain.
Insentif meliputi komisi dan bonus, golongan insentif tergantung dari jumlah penjualan yang dapat dicapai oleh sales person sesuai dengan sales quota.
2.2 Pernyataan atau Kutipan pemimpin 2.2.1 Yuliana Agung, MBA (2005)
Langkah-langkah yang dapat dilakukan agar telemarketing mendapatkan respon positif dari pelanggan:
• Tentukan jenis produk atau jasa apa saja yang dapat ditawar kan melalui sistem telepon, sehingga layanan ini sifatnya menjadi informatif atau memberi penjelasan kepada calon konsumen.
• Tentukan format atau standart layanan telepon keterangan yang diberikan harus singkat, menarik dan tidak bertele-tele, salam yang disampaikan juga harus diperhatikan agar mempunyai first impression yang kuat.
• Konsumen yang mendapat layanan telepon ini harus sesuai dengan target market yang ingin dicapai. Database konsumen penting supaya rasio target tercapai.
2.2.2 Mindiarto Djugorahardjo, MBA (2004)
Citra diri perusahaan merupakan satuan yang tidak terlepas dari citra diri karyawannya yang baik didalam kontekstual, maka secara fakta citra diri perusahaan akan baik dan positif pula secara kuantitas maupun kualitasnya.
Apakah para armada penjual kita sudah demikian adanya. Kalau jawabannya belum, mulailah dan lakukan sekarang juga! Lantas bagaimana membangun armada penjual yang unggul? Hanya satu jawabannya, latihlah mereka secara tepat dan berkesinambungan.
2.2.3 Pri Notowidigdo (2002)
Beberapa soft skill yang penting :
• Kemampuan berkomunikasi
• Bersikap fleksibel
• Kemampuan memasarkan
• Kemampuan untuk belajar
2.3 Cuplikan / Kliping Berita
Berikut ini adalah beberapa kliping / berita terkait mengenai masalah- masalah yang sedang dihadapi oleh penulis. ( Cuplikan berita dapat dilihat di lampiran ) :
2.3.1 Marketing-Oriented, Selling Techniques
Pada era 80-an, metode transcational selling yang berlandaskan prinsip AIDA (Attention-Interest-Desire-Action) sangat populer di kalangan salesman Indonesia. Melalui metode ini salesman lebih ditempatkan sebagai seorang order taker. Memasuki era 90 an terjadi pergeseran yang signifikan di area pertempuran bisnis yang menuntut seorang salesman lebih menjadi seorang sales consultant dengan metode consultative selling. Seiring dengan perubahan yang terus terjadi MarkPlus Institute of Marketing (MIM) kemudian memperkenalkan pendekatan baru yang disebut MOST, akronim dari Marketing Oriented Selling Techniques atau teknik penjualan yang berorientasi kepada marketing.
MOST mengajak jajaran salesman di era 2000 an untuk melengkapi lagi perannya dari seorang sales consultant menjadi seorang trusted advisor.
MOST menggabungkan ketajaman strategi marketing dengan keakuratan teknik selling karena bagaimanapun salesman tanpa marketing sense hanya akan menjadi salesman yang semata punya motivasi yang berlebihan.
Sementara salesman yang menggunakan marketing sense bisa dipastikan bisa mengantisipasi perubahan kompetisi.
Dengan MOST, salesman akan berada di tempat yang tepat, dengan orang yang tepat, pada waktu yang tepat, menggunakan rencana yang tepat dan menjual dengan value yang tepat pula. Dengan MOST salesman dapat membina hubungan jangka panjang dengan pelanggan “gajah”. Maklum, MOST adalah metode yang pada dasarnya merupakan hasil intergrasi dari teknik selling dengan “nine core element of marketing (marketing strategy, tactic and value)”
Secara praktis, MOST dijabarkan dalam lima langkah yang diringkas dalam akronim SALES, yaitu S-scan the business landscape using 4C analysis, A-assort and prioritize qualified prospects using segmentation,
targeting, positioning; L-learn and identify the buying roles (decision maker, influencer, user, coach, etc), their influence, our strenghs and weaknesses, and their response to the buying situation; E-evaluate the situation through:
identify the competitor, compare and differentiate our capability to competitor, map our value proposition compare to competitor; S-ell the professional value (functional benefit+price) and personal value (emotional benefit+other expense). Sebagai catatan, di dalam SALES, selling merupakan langkah terakhir. Mengingat langkah-langkah yang dilakukan di dalam MOST, maka metode ini sangat ideal digunakan untuk menangkap pelanggan besar/major account dalam business to business (B2B)-yang keputusan pembeliannya dilakukan lebih dari satu orang dan dibutuhkan lebih dari satu kali visit/ sales call.
Diambil dari majalah MIX, IV, 20 Juni – 15 Juli 2007 p.17
2.3.2 Paradigma baru tenaga penjualan
Dunia sales telah berubah. Serbuan informasi yang membanjiri masyarakat telah menimbulkan dampak besar bagi perilaku konsumen. Konsumen jadi semakin banyak tahu shingga kian rewel. Dengan kata lain, proses pengambilan keputusan konsumennya telah berubah banyak, karena mereka lebih well-inform dibandingkan dengan jaman-jaman sebelumnya. Tentunya kerewelan konsumen ini membuahkan konsekuensi yang tidak sedikit bagi para penjual (sales force) produk atau jasa. Para tenaga penjual, ini suka atau tidak memainkan peran yang lebih kompleks dan menantang ketimbang sebelumnya. Lebih jauh lagi, sekarang-sekarang ini perusahaan-perusahaan dipaksa untuk memiliki skuadron sales force yang lebih canggih luar dalam.
Tak lagi sekumpulan sales force biasa-biasa saja.
Paradigma dalam sales force management (armada penjualan) harus menjual, penjual dan menjual kini tidak relevan lagi. Dulu, setiap penjual ditentukan quaota yang harus dicapai. Mereka yang berhasil mencapai atau melebihi quotonya dinilai lebih baik. Untuk memacu pertumbuhan secara efektif dan efisien para menajer sibuk menyusun progam kompensasi dan training.
Mereka membekali tenaga penjualan dan ketrampilan mengenai fitur dan
manfaat produk, meluluhkan penolakan, membuka dan menutup pertanyaan dan sebagainya.
Langkah tersebut bukan tanpa alasan. Dalam pikiran para manajer,tenaga penjual memang harus mampu mengkomunikasikan value yang harus ditawarkan. Sebab dalam bayangan mereka, alasan utama diadakannya armada penjualan adalah untuk menjamin pelanggan mendapatkan informasi secara benar tentang produk pada waktu yang tepat. Sehingga, hal tersebut bisa mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
Namun, gagasan tersebut makin kurang maknanya dengan perkembangan tekhnologi informasi yang pesat belakangan ini. Sekarang untuk mengetahui benefit suatu produk, orang bisa mencarinya melalui internet dan saluran lainnya. Bahkan lengkap dan harganya. Sehingga kecepatan mendapatkan informasi jauh lebih tinggi dengan mem-browsing jalur maya dibandingkan memanggil tenaga sales misalnya. Itu sebabnya, kini berkembang pertanyaan, masihnya kita membutuhkan armada penjualan?
Muncul gagasan, penjual haruslah terampil dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pelanggan, mereka harus bisa mendiagnosa dan mengajukan solusi pemecahan masalah pelanggan. Gagasan ini diilhami oleh pemikiran bahwa fungsi penjual tidaklah sekedar menjual produk selesei.
Medan perebutan pun bergeser dari ratusan transaksi kecil-kecil dengan ratusan pelanggan ke transaksi dengan nilai lebih besar,dengan jumlah pelanggan yang lebih kecil tapi lebih penting. Dan pelanggan penting memerlukan perhatian terfokus dan berkesinambungan.
Konsekuensinya, perusahaan harus meningkatkan kemampuan armada penjualnya untuk men-deliver manfaat dengan memberikan mereka lebih banyak dukungan teknik,meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Atau memberikan keleluasaan bagi mereka untuk menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama pelanggannya menggeluti dan mencari pemecahan atas problem-problem yang dihadapi pelanggannya. Namun, langkah tersebut tentunya membutuhkan biaya. Tak seorang pun tenaga penjual yang bersedia untuk bekerja sukarela . Mereka tentu menuntut kompensasi sesuai dengan kerja dan hasil yang dicapainya, baik berupa gaji,
komisi, bonus, biaya perjalanan dan tunjangan. Disisi lain, perusahaan harus diakui sangat sensitif terhadap biaya dan manfaat sebelum melakukan hal tesebut.
Itu sebabnya, selain dituntut menyusun kompensasi yang fair, perusahaan harus mengenai karakter konsumennya. Disini, selain harus mengenali kebutuhan, psikografi pelanggannya antara lain apakah mereka sekedar ingin bertransaksi selesei atau kerjasama jangka panjang. Perusahaan harus memilah-milah pelanggannya berdasarkan layanan. Rackhman dan DeVincentin dalam bukunya “Rethinking the Sales Force” (Mc-Graww- Hill,1999) memunculkan gagasan untuk membagi pelanggan tidak berdasarkan account. Ini karena anggapan bahwa customer kakap bisa mendatangkan peluang dan keuntungan lebih besar.
Namun kini bisa jadi asumsi itu kedaluarsa karena tuntutan pelanggan yang kini bergeser. Mereka memang lebih membutuhkan layanan yang lebih personal. Tapi,seberapa besar tingkatannya itulah yang perlu dilihat perusahaan. Sebab baik jenis maupun tingkatannya tak bisa “di-gebya-uyah”.
Ada pelanggan yang membutuhkan perusahaan pemasok menempatkan karyawannya, tapi ada pula yang merasa tidak perlu.
Rackhman dan DeVincentis sengaja membedakan value untuk customer dengan value untuk perusahaan tempat tenaga penjual boleh bangga berhasil menjual produk senilai Rp 1 miliar atau 10% dari total penjualan perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kalau tenaga penjual itu tak mencapai penjualan , pendapatan perusahaan bisa jadi Cuma Rp 9 miliar, tidak Rp 10 miliar.
Namun, itu bukan value untuk customer melainkan value untuk perusahaan sendiri.
Lalu value bagi customer itu apa? Rackhman dan DeVincentis mendefinisikan value sebagai hasil pengurangan cost terhadap benefit. Dengan persamaan itu, value bisa diciptakan melalui dua pendekatan.Pertama, penjual menciptakan value dengan memberikan benefit baru bagi konsumen diluar benefit yang melekat pada produk barang atau jasa itu sendiri.Contohnya,seorang detailer obat-obatan bisa jadi sangat bermanfaat bagi seorang dokter. Itu karena detailer tersebut berhasil mengedukasi sang dokter sekitar obat-obatan terbaru.
Mereka menjelaskan opsi-opsi baru yang tidak terdapat dalam buku teks dokter.Sehingga tanpa detailer bisa jadi seorang dokter menjadi kuper dan ketinggalan.
Pendekatan kedua adalah kalau tak bisa menciptakan value baru,cost yang dibebankan pada customer harus dikurangi.Untuk mencapai tujuan itu ada berbagai cara. Cara yang gampang adalah dengan menciptakan tenaga sales force yang lebih murah,salah satunya adalah dengan melakukan penjualan lewat telepon atau tenaga penjualan paruh waktu.
Lalu mana yang harus dipilih?Idealnya, tenaga penjual harus bisa menciptakan benefit baru.Sebab dengan adanya benefit baru pemasar berpeluang mendapat kue dan profit yang lebih besar.Disisi lain,seorang tenaga penjual yang berhasil menambah nilai baru tentu akan lebih merasa sukses ketimbang bila menjual dengan memainkan harga.
Namun,yang paling penting,memilih menambah benefit baru atau menurunkan cost,akan sangat bergantung pada tipe customernya.Sebab bisa jadi ada customer yang menginginkan cost yang dikeluarkan rendah,ada pula yang tak merasa keberatan mengeluarkan cost tinggi untuk mendapatkan value yang lebih tinggi.
Untuk itulah, Rackhman dan DeVincentin memunculkan gagasan untuk membagi customer tidak berdasarkan ukuran account,melainkan jenis layanan yang akan diberikan bagi customer.Paradigma tetap, yakni beda customer harus diperlakukan berbeda pula.Berdasarkan jenis layanan,Rackhman dan DeVincentin membagi customer menjadi tiga segmen: intrinsic value customer(IVC), extrinsic value customer(EVC), dan strategic value customer(SVC).Bagi IVC,value merupakan suatu yang hakiki pada produk itu sendiri.Sedangkan bagi EVC,value bukan yang hakiki pada produk itu sendiri melainkan datang setelah orang menggunakan produk tersebut secara tepat.
Secara mendasar,berbeda dengan IVC yang melihat bahwa berhadapan dengan tenaga penjual merupakan pemborosan waktu,EVC merasa berhadapan dengan tenaga sales merupakan investasi karena mereka merasa terbantu untuk bisa memahami kebutuhan dan isu bisnis mereka.Lalu bagaimana dengan SVC?Mereka adalah customer yang selalu menginginkan suatu value
yang luar biasa.Mereka tidak sekedar membutuhkan advis melainkan juga butuh sesuatu untuk mendongkrak kompetensi inti merek.
Atas dasar pemilihan itu,muncullah pemilihan model penjualan.Pertama adalah transactional sales.Dalam transaksi ini pembeli mempunyai pemahaman penuh kebutuhan dan produk yang akan mereka beli.Mereka yang membutuhkan layanan model ini adalah segmen intrinsik value customer.Kedua adalah consultative sales.Mereka yang membutuhkan layanan ini adalah ekstrinsik value customer.Mereka adalah konsumen yang belum mengetahui secara detail kebutuhan dan produk yang bisa memenuhi kebutuhan itu.Karena itu mereka memerlukan konsultasi.Yang ketiga adalah enterprise sales.Model ini cocok untuk penjualan business to businnes dalam skala besar dan atau lingkungan yang terbatas.
Menurut Jacky Mussry.pengamat dari MarkPlus&Co,perubahan sikap konsumen maupun kondisi persaingan pasar yang kian memanas menyebabkan rethinking the sales force memang tidak bisa ditunda-tunda lagi.Jacky beranggapan bahwa perusahaan-perusahaan lokal harus sudah mulai mempraktikan strategi tersebut.
Kedepan seorang salesman bakal memiliki tiga tanggung jawab.Pertama,seorang penjual tidak bisa hanya bertanggung jawab untuk menjual saja.Dia setidaknya harus jadi konsultan advisor dan pencari jalan keluar bagi masalah konsumennya.Cuma hati-hati saja,biasanya tidak semua konsumen merasa mempunyai masalah.Kedua,salesman harus bisa menciptakan permintaan.Itu tentu saja datang dari impuls buying,pembelian yang emosional,sedikit perencanaan,termasuk barang-barang ratusan juta rupiah.Makanya banyak pemasar yang belakangan ini membuat salesforecast bukan berdasar daya beli tapi daya cicil para calon konsumen.Ketiga,salesman pada akhirnya harus jadi psikolog atau sosiolog karena kemampuan mendengar dan tidak sekedar oratorskill,dialah yang akan keluar sebagai pemenang.
Dia juga menambahkan,seperti halnya diorganisasi TNI dimana ada Kopassus,AL,kavaleri dan lain sebagainya,maka perusahaan juga harus punya skuadron salesman yang memiliki spesialisasi sendiri-sendiri seperti halnya
TNI.Maklum psikografis konsumen sekarang ini berkembang luar biasa.Itu sebabnya,untuk membidik pasar perusahaan harus mengerahkan “serdadu”
yang berbeda-beda.Ada salesman yang harus bertindak ala “kopassus”,tapi dilain pihak harus ada salesman yang berprilaku seperti kavaleri.
Sekedar contoh,untuk menggarap end user dari segmen konsumen berkantung tebal,contohnya tentu harus dipilih salesman dengan klasifikasi tertentu dengan pendekatan yang berbeda.Begitu juga dengan segmen klas “ecek- ecek” tentu yang dikerahkan akan sangat berlainan.Hal serupa juga terjadi ketika hendak membidik pasar bisnis (BtoB).Berhadapan dengan supermarket,pabrik atau grosir,tentu saja selasman yang dikerahkan tidak bisa gubyah uyah begitu saja.
Contoh kongkrit,untuk menjual otomotif dengan harga diatas Rp 300juta,maka seharusnya yang “berkuasa” dishow room adalah salesman dan bukan pemilik show room yang bersangkutan.Mengapa?Karena salesman punya kecanggihan untuk mendekati orang kaya,buka diarea show room,akan tetapi ditempat kerja,lokasi tongkrongan mereka,klub golf,fitness atau di cooffe shop,yang notabene biasanya tidak bisa ditembus sang owner.Hanya saja,akibatnya jam kerja si sales mobil ini lebih banyak hari Jumat,Sabtu atau Minggu.
Agar tidak salah pilih model selling,menurut Jacky Mussry,penting bagi para pengambil keputusan untuk membuat segmentasi pelanggan terlebih dahulu karena kebutuhan dan karakter masing-masing segmen pastilah berbeda sehingga model selling yang dipakai pun tidak akan seragam.Pada tahap segmentasi ini,menurut Jacky,perusahaan harus mengelompokkan target market ke dalam segmen yang tepat berdasarkan kebutuhan dan psikografinya.
Setelah melakukan segmentasi target market dan memahami kebutuhannya,langkah berikutnya adalah menuyusun kriteria transaksi calon konsumen.Pada tahap ini,kata Jacky,perusahaan harus mempertimbangkan kontribusi target market kepada margin,menghitung cost to servicenya,dan mengukur potensi market serta life time valuenya.Langkah ini perlu untuk menganalisis kelayakan treatment sales kepada target market.Tentu saja,kalau setelah dihitung-hitung ternyata life time value target market ini besar,perusahaan bisa menanamkan investasi yang cukup besar pula dalam
memprospek calon customer tersebut.Bahkan kalau perlu,dia”menanamkan”
orang diperusahaan prospek.
Langkah selanjutnya,barulah perusahaan menentukan model selling yang akan digunakan dan menetapkan value apa yang akan dideliver oleh perusahaan atau oleh salespeople yang ditunjuk.
Jacky mengingatkan agar perusahaan tidak terjebak dalam marketing myopia,yaitu kondisi dimana salespeople hanya berfikir bahwa misinya semata untuk mengkomunikasikan value product,dia tidak berusaha menciptakan value sendiri sebagai pelanggan.Sementara top management memisahkan secara jelas peran divisi marketing dan selling.Marketing dilihat hanya berfungsi untuk menciptakan value melalui inovasi produk atau branding sementara peran sales hanya untuk mengkomunikasikan value yang diciptakan marketing tersebut kepada pelanggan.Menurut Rackhman dan DeVincentin,pola pikir seperti ini sangat sempit.
Perkembangan zaman menuntut peningkatan peran salespeople,tidak peduli seberapa besarnya transaksi yang akan dilakukan oleh target market.Jadi menurut Rackhman et al,pada model penjualan transaksional sekalipun,biasanya dipakai untuk produk-produk yang tidak membutuhkan keterlibatan lebih dalam dari salespeople atau untuk produk-produk B2C,salespeople harus men-deliver value bagi pelanggan,misalnya dengan memberikan kemudahan dalam proses pembayaran.
Strategi dan Taktik Rethinking Sales Force Management Strategi
• Melakukan segmentasi dan positioning yang tepat
• Memahami unit-unit pengambilan keputusan diperusahaan target market
• Membuat bagan proses pengambilan keputusan pembeli
• Mengaitkan pengambilan keputusan pembeli dengan proses penjualan
• Membangun tim penjual yang dapat melakukan deal secara ekektif dengan team pembeli
• Mengukur dan melayani kinerja penjualan
• Melakukan negosiasi untuk kuota penjualan,kompensasi,dan insentif
• Memotivasi salesforce
• Menggunakan multi saluran dan mengelola konflik yang terjadi disaluran distribusi itu
• Merancang dan mengelola saluran pihak ketiga
• Merancang dan mengelola hubungan sales dengan pelanggan
• Memahami alat atau sarana untuk menciptakan value (true value levers)
• Memberikan keuntungan yang lebih pada tingkat biaya yang sama atau memotong ongkos yang dikeluarkan customer untuk memperoleh tingkat keuntungan yang sama atau memberikan keuntungan lebih pada tingkat harga yang lebih rendah
• Merancang kekuatan penjualan untuk mendeliver value yang lebih kepada pelanggan
Taktik
• Menciptakan atau bekerja keras untuk meciptakan positioning yang unik dalam benak pelanggan
• Memilih portfolio pelanggan yang tepat
• Menganalisis permintaan (sales call)
• Menyetel kembali wilayah penjualan
• Mengubah penekanan produk atau pasar,dalam kasus produk bahan baku seperti terigu dan gas,dijual lewat transaksi yang lebih canggih (futer trading) seperti option,forward,swap dan lain-lain
• Melakukan realokasi waktu salesperson seperti mengizinkan mereka menghabiskan lebih banyak waktu kerja untuk memahami isu pelanggan
• Menyesuaiakan ukuran sales force
• Mengeksplorasi bagaimana memotivasi dan memberikan kompensasi kepada salespeople.Misalnya memberikan insentif uang tunai,kartu debit,sertifikat,bonus perjalanan,merchandise,tambahan waktu cuti dan lain-lain
• Dalam perekrutan sebaiknya dilakukan:seleksi terhadap orang-orang terbaik dari sekolah terbaik pula,memberikan kompensasi terbaik,dan menyediakan dua jenis pekerjaan,yaitu kerja paruh waktu dan full time
• Mengenali bahwa value komunikasi tidak akan cukup lama bertahan
• Meningkatkan kemampuan salesforce untuk mendeliver keuntungan dengan memberikan dukungan teknis lebih besar atau memperbaiki kemampuan pemecahan masalah
• Fokus kepada penahanan biaya agar tidak membengkak Diambil dari majalah MIX, IV, 20 Juni – 15 Juli 2007 p.31
2.3.3 Salesmanship dan motivasi saja tidak cukup
American Marketing Asossiation dalam surveinya kepada Chief Marketing Officer (CMO) menemukan kegagalan salesman business to business (B2B) dalam menutup transaksinya 90% karena mereka tidak mampu menyampaikan value secara efektif, bahkan 73% karena value tidak sampai ke pelanggan! Jadi, untuk menghadapi dunia baru penjualan, boro-boro menciptakan value, mengkomunikasikannya saja mereka sudah kerepotan.
Di Indonesia? Barangkali kondisinya setali tiga uang. Itu sebabnya 31 orang praktisi sales dari berbagai level jabatan di Tanah Air dalam polling Majalah MIX Marketing Xtra pada bulan lalu secara bulat menyatakan bahwa kemampuan salesmanship dan motivasi saja kini tidak cukup lagi buat para salespeople.
Tak heran 31 orang praktisi sales di Tanah Air secara spontan mengatakan “tidak cukup!” ketika ditanya apakah kemampuan salesmanship dan motivasi cukup untuk menghadapi the new purchasing world?
Berbagai alasan dikemukakan mengikuti pernyataan pada polling tersebut. Namun pada intinya mereka berpendapat bahwa salesmanship dan motivasi saja tidak cukup bagi salesman untuk menghadapi perubahan karena customer semakin kritis dan selektif memilih produk seiring dengan semakin meningkatnya daya beli,tingkat pendidikan, semakin terbukanya akses informasi dan semakin banyaknya pilihan.
Menurut mereka, salesman harus terus mengikuti dinamika pasar, fokus memenuhi kebutuhan customer, menguasai keahlian lain (bahasa, komunikasi, IT, psikologi dan lain-lain), memahami bisnis dan marketing (persaingan, strategi pemasaran, brand, channel distribusi, dan lain-lain), inovatif, memiliki visi jangka panjang, berjiwa leadership, dan mempunyai kemampuan interpersonal dan attitude yang baik.
Dari sekian banyak jawaban, alasan bahwa salesman harus menguasai keahlian lain (bahasa, komunikasi, IT, psikologi, dan lain-lain) mendapat perhatian paling besar-diungkapkan oleh 13 responden, diikuti kemampuan interpersonal dan attitude yang baik-disebut 6 responden, berikutnya fokus memenuhi kebutuhan konsumen (4 responden), inovatif (2), mengikuti dinamika pasar (1), customer semakin kritis dan selektif dan harus memiliki pengalaman bisnis (masing-masing 1 responden).
Perlu Additional Skill Dan Marketing Knowledge
Sementara itu, ketika ditanya lebih spesifik tentang kompetisi yang harus dimiliki salesman untuk menghadapi perubahan, attitude yang baik dan karakter yang kuat dipilih oleh 24 responden, lalu memiliki keahlian lain oleh 22 responden, menguasai teknik salesmanship oleh 19 responden, memahami general business dan marketing knowledge oleh 15 responden, memahami target market dan punya motivasi tinggi masing-masing dipilih oleh 6 responden, sementara berwawasan luas dan inovatif masing-masing dipilih oleh 3 responden.
Attitude dan karakter yang kuat itu antara lain mencakup jujur (tidak over promise), adaptif, dapat berimprovisasi, mau belajar terus, percaya diri, dapat membina hubungan baik, kreatif, memiliki spirit, ulet, pantang menyerah, ramah, sopan, dan dapat berempati.
Sementara keahlian lain yang dimaksud antara lain menguasai teknologi informasi (tidak gagap teknologi), mampu membaca data, bisa melakukan riset pelanggan secara sederhana, mengerti managerial, tahu basic knowledge psikologi, memiliki communication skill, analytical skill, dan numerical skill serta mempunyai keahlian customer relationship.
Memiliki keahlian komunikasi kerap disebut oleh responden sebagai salah satu skill yang perlu dikuasai untuk menghadapi perubahan dunia. Hali ini sejalan dengan survei American Marketing Asossiation kepada para chief marketing officer (CMO) di negeri Paman Sam yang menunjukkan 73%
kegagalan salesman menutupi transaksi adalah karena kegagalan mereka mengkomunikasikan value kepada pelanggan sehingga value tidak sampai.
American Marketing Asossiation juga menengarai bahwa 70%-80% kegagalan transaksi adalah karena salesman tidak mengaplikasikan komponen marketing. Karena itu, wajar kalau responden pada polling Majalah Mix Marketing Xtra ini juga 100% menyatakan perlunya salesman memahami basic marketing dalam menjalankan tugasnya.
Diambil dari majalah MIX, IV, 20 Juni – 15 Juli 2007 p.18
2.3.4 Salesman is brand builder, not only sales builder
Menurut artikel Harvard Business Review edisi Juli-Agustus berjudul
“Ending the War between Sales & Marketing” yang ditulis oleh Philip Kotler, Neil Rackham, dan Suj Krishnaswamy, ada 4 tipe relationship antara sales dan marketing. Keempatnya adalah undefined relationship, defined relationship, aligned relationship dan integrated relationship.
Dalam tipe undefined relationship, sales dan marketing berdiri sendiri- sendiri dengan kegiatan dan agenda masing-masing, dimana masing-masing grup tidak tahu sama sekali kegiatan grup satunya hingga masalah muncul.
Biasanya kondisi ini terjadi pada perusahaan atau business unit yang masih kecil, dimana sales dan marketers menikmati hubungan informal antara keduanya, dimana marketer masih berfungsi untuk men-support sales.
Tipe ini harus di upgrade menjadi tipe defined apabila mulai timbul konflik antara keduanya dikarenakan perebutan sumber daya yang memang sedikit. Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan cara membuat secara jelas aturan-aturan pekerjaan antara sales dan marketing masing-masing.
Dalam tipe defined, kedua pihak menetapkan proses dan aturan untuk mencegah perselisihan dengan cara berusaha melakukan bagian tugasnya masing-masing. Tipe defined mulai menyebabkan konflik antara sales dan