2.1. Kerangka Dasar Teori
2.1.1. Perumahan
2.1.1.1. Definisi Perumahan
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman Bab 1, “Perumahan adalah sekelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.”
Berdasarkan pertunjuk perencanaan kawasan perumahan kota (Departemen pekerjaan umum, 1987, p. 4), “Lingkungan perumahan adalah sekelompok rumah-rumah dengan prasarana dan fasilitas lingkungannya.”
2.1.1.2. Pengertian Real Estate dan Real Property
Menurut Fisher (1991, p. 154), “Real estate adalah sebidang tanah yang teridentifikasi termasuk dengan sarana pendukung (improvement), jika ada.”
“Real property adalah kepentingan, manfaat dan hak-hak yang melekat pada suatu real estate karena kepemilikan. Real property terdiri dari hak-hak yang memiliki nilai atau kekuatan secara hukum dan terdiri dari 3 komponen yaitu tanah, obyek yang secara permanen menempel pada tanah, dan hal-hal hukum yang melekat pada tanah itu yang tidak dapat dipindahkan oleh hukum.” (Betts and Elly, 2001, p. 11-12).
Kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap keduanya sama, namun sebenarnya secara teoritis kedua hal tersebut berbeda. Real property adalah kepemilikan atas suatu properti sedangkan real estate adalah sebidang tanah serta obyek yang melekat diatasnya.
2.1.1.3. Rumah sebagai kebutuhan utama manusia
Perumahan dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Selain itu, juga merupakan tempat berlindung dan istirahat sekaligus merupakan tempat melakukan aktivitas.
Ada juga persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan tujuan pembangunan perumahan, yaitu agar setiap orang dapat menempati perumahan yang sehat untuk mendukung kelangsungan dan meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Sesuai dengan petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota (Departement pekerjaan umum, 1987), kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan. Dalam kenyataannya ini berwujud jalan dan transportasi.
2. Kompatibilitas, yaitu keserasian dan keterpaduan antara kawasan yang menjadi lingkungannya.
3. Fleksibilitas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik atau pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.
4. Ekologi, yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.
2.1.1.4. Ketentuan pembangunan perumahan
Berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 648-348 tahun 1992, No. 739/KPTS/1992, No. 09/KPTS/1992 (1992), “Pembangunan perumahan dan pemukiman diarahkan untuk mewujudkan kawasan dan lingkungan perumahan dan pemukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah dengan perbandingan dan kriteria tertentu, sehingga dapat menampung secara serasi antara kelompok masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial.”
2.1.2. Pemasaran (Marketing Mix)
“Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.” (Kotler, 2004, p. 9).
“Marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.
McCarthy mengklasifikasikan alat-alat itu menjadi empat kelompok yang luas yang disebut 4P dalam pemasaran yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).” (Kotler, 2004, p. 18).
2.1.2.1. Produk
“Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk menarik perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup objek fisik, pelayanan, orang, tempat, organisasi, dan gagasan.” (Kotler, 1997, p. 268). Sebuah produk yang dihasilkan harus benar-benar memperhatikan beberapa hal yang dapat menarik konsumen yaitu bentuk penawaran secara fisik, harga, lokasi, promosi, serta layanan purna jual. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan pengembang perumahan adalah rumah. Para pengembang menawarkan produk rumahnya dengan berbagai macam konsep mulai dari bentuk rumah secara fisik sampai dengan fasilitas-fasilitas yang dapat membuat para penghuni merasa nyaman tinggal di perumahan tersebut. Produk-produk properti yang ditawarkan tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan pasar dan juga menarik perhatian konsumen.
(Wurtzebach & Miles, 1994). Properti yang menarik dan dapat memenuhi kebutuhan pasar dapat ditinjau dari:
1. Lokasi
• Harga suatu properti akan ditentukan dari letak properti tersebut.
(Hodgkins, 1982).
• Letak produk properti yang strategis akan lebih menarik minat konsumen.
(Wurtzebach & Miles, 1994). Hal tersebut berhubungan dengan aksesibilitas atau jarak kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan yang dapat memberi kemudahan bagi penghuni.
2. Lingkungan
• Harga suatu properti akan ditentukan pula dari lingkungan sekitar properti.
(Hodgkins, 1982).
• Lingkungan akan mempengaruhi konsumen dalam pemilihan suatu produk properti. (Wurtzebach & Miles, 1994). Lingkungan yang aman, bersih dan lengkap dengan fasilitas-fasilitas pasti akan memberikan suatu nilai tambah bagi konsumen.
3. Bentuk dan tampak luar
Harga suatu properti akan ditentukan juga dari bentuk dan tampak luar properti tersebut. Properti dikatakan menarik apabila bentuk dan tampak luarnya sesuai dengan permintaan pasar. (Hodgkins, 1982).
4. Luas
Pemilihan suatu produk properti juga didasarkan atas luas yang ditawarkan.
Secara umum luas yang lebih besar lebih disukai. (Hodgkins, 1982). Luas tersebut meliputi luas tanah, luas bangunan, tipe rumah, jumlah kamar tidur dan jumlah kamar mandi.
5. Kemungkinan perkembangan atau investasi
Properti yang dipilih harus memiliki potensi atau oppportunity yang bagus di masa yang akan dating. (Hodgkins, 1982).
6. Frontage
Frontage adalah lebar dari bagian depan suatu rumah atau tanah. Lebar dari bagian depan sebuah bangunan rumah atau tanah juga mempengaruhi harga.
Secara umum lebar yang lebih besar lebih disukai. (Hodgkins, 1982). Jadi semakin lebar bagian depan dari rumah atau tanah yang ditawarkan semakin tinggi harga properti tersebut.
2.1.2.2. Harga 1. Pengertian harga
“Harga adalah jumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah nilai yang konsumen pertukarkan untuk mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa.”
(Kotler, 1997, p. 339). Berdasarkan pendapat ini dipahami bahwa harga bisa dilihat dari sisi penjual dan pembeli. Bagi penjual harga merupakan suatu nilai dalam uang atas produk yang dimiliki dan dijualnya. Sedangkan bagi pembeli
harga adalah sejumlah pengorbanan dalam bentuk uang yang harus dikeluarkan pembeli untuk mendapatkan barang yang diinginkan.
2. Tujuan penetapan harga
Tujuan penetapan harga menurut Tjiptono (1997) adalah sebagai berikut:
a. Tujuan berorientasi pada laba, dimana tingkat laba yang ditetapkan sesuai atau yang diharapkan sebagai sasaran laba. Dalam kondisi persaingan global yang kondisinya sangat kompleks dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, maksimisasi laba sangat sulit dicapai, karena sulit memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu
b. Tujuan berorientasi pada volume, dimana perusahaan menetapkan harga berdasarkan tujuan pencapaian target penjualan yang ditetapkan.
c. Tujuan berorientasi pada citra, harga yang ditetapkan perusahaan dalam rangka menciptakan citra tertentu pada konsumen. Harga tinggi yang ditetapkan perusahaan untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius dan harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra sebagai produk dengan tingkat kompetitif yang tinggi.
d. Tujuan stabilisasi harga, perusahaan menetapkan harga dengan memperhatikan harga produk lain yang sejenis sehingga penetapan harga ini tidak menyebabkan terjadinya perang harga antar penjual.
e. Tujuan-tujuan lainnya, misalnya mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah, dan lainnya.
3. Metode penetapan harga
Tiga metode penetapan harga sebagaimana dinyatakan oleh Kotler (1997), adalah sebagai berikut:
a. Cost based pricing, penetapan harga produk berdasarkan biaya untuk memproduksi barang. Terdiri dari dua sub strategi yaitu:
1) Mark up pricing (cost plus pricing), penetapan harga jual dengan memperhitungkan terpenuhinya penggantian atas biaya produksi.
2) Target profit pricing, penetapan harga berdasarkan target laba yang ditetapkan oleh perusahaan.
b. Buyer based pricing, penetapan harga berdasarkan pada nilai atau manfaat yang dapat diperoleh pembeli.
c. Competition based pricing, yaitu penetapan harga dengan memperhitungkan tingkat persaingan, terdiri dari dua sub strategi yaitu:
1) Going rate pricing, penetapan harga suatu produk dengan mempertimbangkan harga produk sejenis yang beredar di pasaran.
2) Sealed-bid pricing, penetapan harga jual produk dengan mempertimbangkan daya tawar produk perusahaan dibandingkan dengan daya tawar produk-produk pesaing.
2.1.2.3. Promosi
“Promotions means activities communicate the merit of the product and persuade target customers to buy.” (Kotler dan Armstrong, 1993, p. 498).
Promosi dipahami sebagai semua kegiatan yang diarahkan untuk mengkomunikasikan produk dan mempengaruhi konsumen untuk membeli produk perusahaan. Hal ini diartikan bahwa promosi merupakan kegiatan dalam pemasaran yang dijalankan dengan tujuan untuk meningkatkan penjualan dengan jalan mengarahkan konsumen untuk menciptakan keinginan membeli barang yang dipasarkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi merupakan sarana yang digunakan oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan yang diinginkan, sehingga promosi dapat digunakan untuk mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian.
Ada empat alat promosi utama yang disebut bauran promosi yaitu advertising, personal selling, sales promotion, dan public relations (Kotler dan Armstrong, 2001). Berikut ini dijelaskan masing-masing bauran promosi.
1. Advertising
Advertising merupakan alat komunikasi secara massa yang dapat digunakan untuk mencapai pasar yang luas. Berdasarkan aspek tujuan, menurut Tjiptono (1997), advertising diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. Pioneering advertising (informative advertising), yaitu advertising yang berupaya menciptakan permintaan awal (primary demand).
b. Competitive advertising (persuasive advertising), yaitu advertising yang berupaya mengembangkan pilihan pada merek tertentu.
c. Reminder advertising, yaitu advertising yang berupaya melekatkan nama atau merek produk tertentu di benak khalayak.
Permintaan awal dapat diciptakan dengan jalan mengenalkan produk kepada konsumen. Hal ini sangat jelas, seorang konsumen tidak dapat memilih sebuah produk yang dibelinya jika konsumen tidak mengenalnya. Membujuk sasaran menjadi lebih penting apabila para pesaing menawarkan produk-produk yang sejenis. Perusahaan tidak hanya memberitahukan kepada konsumen bahwa produknya tersedia, perusahaan juga harus membujuk mereka untuk membeli.
Bagi produk yang membawakan konsep baru, beban untuk menerangkannya kepada konsumen secara efisien dapat dilakukan oleh advertising. Advertising juga ditujukan untuk meyakinkan kembali kepada konsumen agar melakukan penilaian yang baik atas hubungannya dengan perusahaan serta produknya.
2. Personal selling
“Personal selling adalah bagian interpersonal dari bauran pemasaran.
Personal selling melibatkan komunikasi dua arah yang lebih pribadi antara wiraniaga dengan pelanggan perorangan, bisa berupa tatap muka, pembicaraan telepon, konferensi video, dan lain sebagainya.” (Kotler, 2001, p.201).
Ditambahkan oleh Tjiptono (1995) bahwa personal selling mempunyai sifat-sifat antara lain:
a. Personal confrontation, yaitu adanya hubungan yang hidup, langsung, dan interaktif antara dua orang atau lebih.
b. Cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam hubungan, mulai dari sekedar hubungan jual beli sampai dengan suatu hubungan yang lebih akrab.
c. Response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan pelanggan untuk mendengar, memperhatikan, dan menanggapi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa personal selling memiliki keuntungan karena bersifat lebih fleksibel dalam pengoperasiannya. Para penjual dapat menyesuaikan presentasi penjualan mereka dengan kebutuhan serta perilaku para pembeli individual.
3. Sales promotion
Menurut Tjiptono (1997, p. 229), “Sales promotion adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera serta meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan.” Dengan sales promotion perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerja sama yang lebih erat dengan pengecer.
Tjiptono (1997) berpendapat bahwa tujuan sales promotion secara umum dapat digeneralisasikan sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemintaan dari pemakai industrial dan atau konsumen akhir b. Meningkatkan kinerja pemasaran perantara.
c. Mendukung dan mengkoordinasikan kegiatan personal selling dan iklan.
4. Public relations
“Public relations adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa secara non personal.” (Tjiptono, 1997, p. 228). Public relations merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung dalam suatu produk untuk membentuk citra produk yang bersangkutan. Dibandingkan dengan iklan, public relations mempunyai kredibilitas yang lebih baik, karena pembenaran (baik langsung maupun tidak langsung) dilakukan pihak lain selain pemilik iklan. Di samping itu karena pesan public relations dimasukkan dalam berita atau artikel koran, tabloid, majalah, radio, dan televisi, maka khalayak tidak memandangnya sebagai komunikasi promosi.
Public relations juga dapat memberi informasi lebih banyak dan lebih terinci daripada iklan. Namun demikian karena tidak ada hubungan perjanjian antara pihak yang diuntungkan dan pihak penyaji, maka pihak yang diuntungkan tidak dapat mengatur kapan public relations itu akan disajikan atau bagaimana public relations tersebut disajikan.
Ada dua media promosi yaitu : 1. Above The Line (ATL)
Adalah promosi yang dipublikasikan dan ada harga atau biaya yang harus dibayarkan kepada agen iklan untuk membuat serta mempublikasikannya.
Media yang digunakan antara lain :
• Televisi
• Radio
• Koran, tabloid
• Majalah
• Web site
• Billboard, neonbox
• Vertical banner, horizontal banner 2. Below The Line (BTL)
Adalah promosi yang dipublikasikan dengan biaya yang minimum atau bahkan hampir tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk mempublikasikannya.
Media yang digunakan antara lain :
• Brosur
• Katalog, kalender
• Video profile
• Direct mail
• Event activities
• Sales promo
2.1.2.4. Saluran distribusi
Saluran distribusi merupakan salah unsur bauran pemasaran yang harus turut diperhatikan dalam rangka menjalankan kebijakan bauran pemasaran. Hal ini dikarenakan saluran distribusi merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial. Salah satu tujuan saluran distribusi adalah agar konsumen mendapat kemudahan dalam memperoleh dan membeli produk yang dihasilkan oleh produsen.
Aspek yang penting dalam bisnis real estate yang berkaitan dengan distribusi adalah pemilihan saluran distribusi, apakah hal itu dilakukan sendiri atau melalui perantara. Perantara biasanya berupa perantara perorangan, penghuni lama yang membawa pembeli baru, atau perantara organisasi yang sudah professional.
2.1.3. Selling
2.1.3.1. Pengertian Selling
“Selling adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mencari pembeli, mempengaruhi dan memberi petunjuk agar pembeli dapat menyesuaikan kebutuhannya dengan produk yang di tawarkan serta mengadakan perjanjian mengenai harga yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.” (Moekijat, 2000, p. 488).
Menurut Force One Selling and Distribution Consultants (2006), menjual adalah proses interaksi antara calon pembeli dan calon penjual dalam menjajaki sebuah transaksi barang atau jasa yang saling dibutuhkan kedua pihak.
Menjual merupakan sebuah proses yang multi kompleks, sebuah kegiatan yang kompetitif, profesi terbesar dan terlama, serta kegiatan yang sangat universal untuk setiap profesi seperti rohaniawan, politikus, pebisnis, aktivitas sosial, pemimpin.
2.1.3.2. Strategi Penjualan
Force One Sellling and Distribution Consultants (2006) berpendapat perlu adanya strategi penjualan yang baru dalam persaingan yang ketat. Strategi
Sumber: Modul Sertifikasi 25 November 2006
Gambar 2.1. New Sales Strategy in Hyper Competitions
Berdasarkan gambar diatas ada 48 New Sales Strategy yang telah dirangkum menjadi 2 sub strategi yaitu :
1. Vertical Sales Building
a. Competitive focused sales strategy b. Product focused sales strategy c. Customer focused sales strategy d. Sales force focused sales strategy 2. Horizontal Sales Expansion
a. Branch focused sales strategy b. Community focused sales strategy
c. Events / momentum focused sales strategy d. Channel focused sales strategy
2.2. Cuplikan / Kliping Berita
2.2.1. Sektor properti dan sektor otomotif merupakan 2 sektor yang sangat mempengaruhi kondisi perekonomian 2006. properti untuk saat ini lebih terkonsentrasi pada RSH yang rata-rata dikonsumsi masyarakat penghasilan tetap. Pertumbuhan RSH mencapai 40% namun tahun 2006 ke depan menjadi 35% karena bungan KPR yang di prediksi masih tinggi namun terdapat optimisme dari pasar properti mengingat adanya inner energy produk properti yang didukung bahan baku lokal. (“Sektor properti anjlok”, 2005).
2.2.2. Pasar properti tersumbat di tahun 2006 awal karena selain krisis ekonomi dan dampak kenaikan BBM akibatnya daya beli konsumen menurun, mau tidak mau properti membanting harga agar turnover dana yang dimiliki tetap berjalan. (“Bulan madu properti kini sudah berakhir”, 2005).
2.2.3. Menghadapi kondisi perekonomian yang kurang kondusif sector properti minta perbankan penurunan bunga. Penurunan bunga itu bias memberikan harapan bagi properti untuk mengatur strategi lebih lanjut karena tidak terbebani beban bunga atas sebagian dana yang diperolehnya melalui kredit bank. (”Sektor Properti Minta Bunga Terus Turun”, 2006).
2.2.4. Terjadinya pergeseran tren pemasaran ke arah community marketing sehingga perusahaan memerlukan event untuk berinteraksi langsung dengan komunitas konsumennya. Dengan event marketing, sebuah produk dapat diperkenalkan dan dirasakan langsung oleh konsumen. (“The Power of Event Marketing”, 2006)
2.2.5. Djarum Black mengadakan event marketing yaitu dengan mengumpulkan para pecinta mobil hitam dalam suatu komunitas. Hitam menjadi pilihan karena dikaitkan dengan karakter brand Djarum Black. Selama ini klub- klub mobil yang ada kebanyakan warna-warni, makanya kita ciptakan genre mobil hitam dan kebetulan memang ada rokoknya. (“Blacking Up the City”, 2006).
2.3. Pernyataan / Kutipan Pemimpin / Pengamat Bisnis dan Industri
2.3.1. Samsudin, 2006 berpendapat bahwa:
Secara keseluruhan, dalam pandangan Hadi, persaingan bisnis properti tahun 2006 sangat ketat, khususnya landed residential dan kondominium.
Persaingan ini dipicu banyaknya proyek yang diluncurkan dan dalam tahap pemasaran sepanjang 2005, sehingga persaingan memperebutkan konsumen makin meruncing. Ini seperti terlihat dari berbagai promosi pemberian hadiah, subsidi kredit pemilikan rumah sampai diskon harga jual. Untuk pasar komersial, Hadi menambahkan, pasokan diperkirakan melambat sehubungan dengan penundaan penyelesaian bangunan akibat naiknya biaya konstruksi.
Hadi menuturkan, pada 2006 hendaknya pengembang tidak terburu meluncurkan produk baru. Pengembang perumahan menengah mewah perlu mempunyai kiat-kiat penghematan biaya operasional dan desain produk. Juga, menginovasi produk agar dapat bertahan dalam menghadapi kenaikan harga bahan bangunan, biaya produksi dan melemahnya daya beli masyarakat. Dengan begitu, kenaikan harga jual produk perumahan dapat lebih ditekan. (p. 71-72).
2.3.2. Purnomosidi, 2006 mengakui:
Adanya gairah pembangunan properti, terutama ptoperti di segmen kelas menengah atas. Tapi para developer, sebagian besar masih berasal dari pengembang papan atas. Sedangkan para pengembang kecil yang membangun proyek rumah sederhana, pada umumnya masih diliputi kondisi sulit. Hal ini terjadi karena pasar menengah ke bawah, daya belinya juga masih rendah.
Menurutnya, meski proyek baru banyak bermunculan, tetapi secara umum kinerja penjualan selama semester I 2006 tak lebih baik dibanding periode sama tahun lalu. Diakui, pascakrisis moneter, bisnis properti terutama selama 2004/2005 menunjukkan tren ke arah recovery yang cukup tinggi.
Pertumbuhannya bergerak secara konsisten dan mempu meraih prestasi diluar perkiraan banyak kalangan bisnis. Namun menjelang akhir tahun, sejak terjadi kenaikan harga BBM pada Oktober 2005, tren penjualan mulai menurun dan terus berlanjut pada 2006 hingga memasuki semester I. (p. 71-72)
2.4. Artikel / Tajuk / Penulisan dalam Majalah Terkemuka Terkait
2.4.1. “Jurus Baru Pengembang Kakap”, 2006, p. 17 – 21
Musim gugur di bisnis properti tampaknya telah berlalu. Setelah dihantam krisis hebat tahun 1998, belakangan sektor properti mulai bangkit kembali. Tanda-tandanya cukup jelas, yakni makin maraknya pembangunan proyek-proyek properti di Tanah Air, baik untuk pusat perbelanjaan, apartemen, perkantoran maupun perumahan horizontal. Selain itu, proyek-proyek properti yang dulu sempat terbengkalai, kini banyak yang telah dibangun.
Dilihat dari kondisi ekonomi makro, tahun 2005 sebenarnya bukan merupakan tahun yang menguntungkan untuk bisnis properti. Selama tahun 2005 terjadi dua kali kenaikan BBM (bahan bakar minyak), yang memicu inflasi dan mendorong kenaikan suku bunga. Di sisi lain, daya beli masyarakat pun menurun.
Namun anehnya, dalam kondisi seperti itu properti tetap bertumbuh cukup pesat.
Faktor positif dan negatif industri properti terkini:
Faktor positif:
1. Kebutuhan primer akan tempat tinggal terus meningkat.
2. Tren pembelian properti sebagai produk investasi.
3. Kenaikan harga properti paralel dengan harga lahan yang tidak pernah turun, rata-rata 20% per tahun.
4. Bisa dijadikan anggunan yang paling bernilai untuk kredit usaha.
5. Semakin mudah akses, kelengkapan infrastuktur yang terpenuhi, dan semakin mahal harga aset.
6. Suku bunga mulai memperlihatkan tren penurunan.
Faktor negatif:
1. Suku bunga kredit yang masih tinggi menghambat konsumen dan pengembang perumahan.
2. Banyak bank masih enggan mengucurkan kredit akibat trauma masa lalu.
3. Daya beli masih rendah sehingga kebutuhan papan masih menjadi barang yang mewah.
4. Kenaikan harga rata-rata 20% sulit dibendung dan menyulitkan konsumen.
2.4.2. “Tidak Ada Lagi Crash Properti”, 2005, p. 34 – 36
Kenaikan harga BBM telah menyulut naiknya harga-harga barang dan mendorong naiknya inflasi. Sebagian industri mulai merasakan getahnya: biaya produksi membengkak, sementara penjualan seret karena daya beli masyarakat merosot. Ketua Umum DPP REI, Lukman Purnomosidi berpendapat sektor properti tidak terpuruk selama ada kebutuhan dan ekspektasi dari keuntungan investasi. Namun, Lukman melihat naiknya inflasi dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdampak pada sektor properti, khususnya pengembang dan konsumen menengah bawah. Karena naiknya KPR, daya beli konsumen menurun dan cicilan meningkat. Pengembang akan merasakan dampak kenaikan biaya konstruksi dan beban bunga.