• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurva Kalibrasi Kafein.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kurva Kalibrasi Kafein.docx"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENENTUAN KURVA KALIBRASI KAFEIN PENENTUAN KURVA KALIBRASI KAFEIN

I.

I. TUJUANTUJUAN 1.

1. Menentukan kurva serapan dan panjang gelombang maksimum untukMenentukan kurva serapan dan panjang gelombang maksimum untuk  penentuan kadar kafein dalam sampel tablet.

 penentuan kadar kafein dalam sampel tablet. 2.

2. Menentukan kurva kalibbrasi dari larutan kafein.Menentukan kurva kalibbrasi dari larutan kafein.

II.

II. DASAR TEORIDASAR TEORI

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan  pada pengukuran serapan sinar mon

 pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutanokromatis oleh suatu lajur larutan  berwarna pada panjang gelombamg

 berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakanspesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor

monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube fototube. Benda. Benda  bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum  bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum

yang lebar terdiri atas

yang lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yangpanjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak 

dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangiitu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan ((visionvision). Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang). Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik y

gelombang elektromagnetik yang digunakan, yang digunakan, yaitu daerah UV aitu daerah UV (200(200 –  –  380 380 nm), daerah

nm), daerah visiblevisible (380 (380 –  –  700 nm), daerah inframerah  700 nm), daerah inframerah (700(700 –  –  3000 nm) 3000 nm) (Khopkar 1990).

(Khopkar 1990).

Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah

Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukuralat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Tiap media akan menyerap caha

Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentuya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu :

spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu : a.

a. Sumber CahayaSumber Cahaya

Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki  pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi  pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi

cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari

(2)

wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 –  2200 nanometer (nm).  b. Monokromator 

Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertent (monokromatis) yang bebeda (terdispersi).

c. Cuvet

Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi  panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai

cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).

d. Detektor 

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh  penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.

Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam  persentase (% T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T (Underwood 2002). Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer :

Pada bagian kiri persamaan diketahui sebagai absorbansi larutan dan dihitung dengan spektrometer. Persamaannya kadang ditulis dalam term absorbansi. Simbol epsilon adalah absorptivitas molar larutan. bila cahaya

(3)

monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Io). Persyaratan hukum Lambert Beer, antara lain: radiasi yang digunakan harus monokromatik, energi radiasi yang diabsorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia, sampel (larutan) yang mengabsorpsi harus homogen, tidak terjadi fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer). Spektrofotometer UV-Vis membandingkan cuplikan standar yaitu substrat gelas preparat. Hasil pengukuran dari spektrofotometer UV-Vis menunjukkan kurva hubungan transmitan dan panjang gelombang ( ) (Basset 1994).

Spektrofotometer terdiri dari beberapa jenis berdasar sumber cahaya yang digunakan, yaitu: spektrofotometer Vis (Visible), spektrofotometer UV (Ultra Violet), spektrofotometer UV-Vis, dan Spektrofotometri IR (Infa Red). Pada spektrofotometri Vis, yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 – 750 nm. Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Senyawa yang dapat menyerap sinar UV terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna (bening dan transparan).

Spektrofotometri UV-Vis menggunakan dua buah sumber cahaya  berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible yaitu photodiode

yang dilengkapi dengan monokromator dan dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna. Sedangkan, spektrofotmetri IR berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah yang mempunyai panjang gelombang 2.5- 1000 μm. Pada spektrofotometri IR

(4)

digunakan untuk analisa kualitatif, misalnya untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa.

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih  banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap cahaya dalam daerah tampak (yakni senyawa  berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada

senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek. Suatu spektrofotometer standar terdiri atas spektrofotometer untuk menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang terseleksi yaitu bersifat monokromatik serta suatu fotometer yaitu suatu piranti untuk mengukur intensitas berkas monokromatik,digabungkan bersama dinamakan sebagai spektrofotometer. Spektrofotometer dapat berupa sinar tunggal atau sinar ganda. Dalam berkas satu instrumen (seperti Spectronic 20), semua cahaya melewati sel sampel. I o harus diukur dengan membuang sampel. Ini adalah desain awal, tetapi masih umum digunakan baik dalam pengajaran dan laboratorium industri. Dalam berkas ganda instrumen, cahaya dibagi menjadi dua berkas sebelum mencapai sampel. Satu berkas digunakan sebagai acuan, yang lain melewati sinar sampel. Beberapa instrumen double-beam memiliki dua detektor (photodiodes), dan sampel dan berkas referensi diukur pada waktu yang sama. Dalam instrumen lain, kedua balok melewati sebuah balok helikopter, yang menghambat satu berkas pada suatu waktu. Detektor-ubah antara mengukur sampel balok dan balok referensi. Kalibrasi yaitu kurva antara absorbansi dengan panjang gelombang. Kurva ini dapat menentukan  panjang gelombang maksimum, terlihat dari bentuk kurvanya pada bagian atas. Akan tetapi, pengukuran kurva kalibrasi ini didasarkan pada konsentrasi yang dihasilkan dari metode iodimetri dan panjang gelombang maksimumnya, sehingga diperoleh kurva kalibrasi yang linier. Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil  pengukuran dapat dikaitkan atau ditelusur sampai ke standar yang lebih teliti

(5)

atau tinggi (standar primer nasional atau internasional) melalui rangkaian  perbandingan yang tidak terputus, dalam artian standar ukur itu akan lebih  baik apabila berupa standar yang rantainya mendekati SI sehingga tingkat

ketidakpastian (error) makin kecil.

Pada umumnya sampel yang digunakan dalam bentuk larutan yang sudah diencerkan dengan jumlah konsentrasi tertentu. Larutan dengan konsentrasi yang rendah akan lebih mudah diketahui transmitannya karena kerapatan pada molekulnya kecil sehingga kemampuan menyerap radiasi elektromagnetnya kecil dan banyak radiasi yang terbaca oleh detektor pada alat spektrofotometer. Setiap senyawa punya serapan maksimal pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang ini dinamakan panjang gelombang maksimum. Pada panjang gelombang maksimum, hubungan antara absorbansi dan konsentrasi senyawa bisa disetarakan.

Kafein merupakan senyawa kimia golongan alkaloid. Alkaloid sendiri merupakan suatu jenis metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen. Alkaloid diisolasi karena memilki sifat fisiologis aktif. Alkaloid sering kali  beracun bagi manusia dengan bahaya yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan. Alkaloid  biasanya tak berwarna, seringkali bersifat aktif optik kebanyakan berbentuk

kristal pada suhu kamar. Pra-zat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan asam amino lebih rumit. Secara kimia alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Banyak alkaloid  bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya dari segi biosintesis merupakan

terpenoid termodifikasi alkaloid lain terutama berupa senyawa atomatik dengan gugus basa sebagai rantai samping. Kafein banyak terkandung dalam kopi, the coklat, atau kola. Kepolaran kafein hampir sama dengan diklorometan tersebut, sehingga kelarutan kafein cukup besar di dalam diklorometan (140mg/L) (Merry, 2009).

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami  pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan  biji kola(2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara

(6)

ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan  produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industri makanan (Lindsay, 1992).

Kafein pertama kali diisolasi oleh Pelletier & Caventou pada tahun 1819. Kafein adalah komponen alkaloid derivat xanthin yang berfungsi sebagai stimulan psikoatif pada manusia. Memiliki pengaruh langsung pada sistem saraf pusat dan stimulan metabolik. Kafein menstimulan sistem saraf  pusat dan menyebabkan peningkatan kewaspadaan, kecepatan dan kejelasan alur pikiran, peningkatan fokus, serta koordinasi tubuh yang lebih baik (Pasto, et all. 1992). Kafein termetabolisme di dalam hati menjadi tiga metabolit utama yaitu paraxanthine (84%), theobromine (12%), dan theophylline (4%) (Lindsay, 1992).Berikut adalah spesifikasi dari kafein:

Rumus molekul : C8H10 N4O2

 Nama lain : 1,3,5-trimethylxanthine trimethylxanthine, theine, methyl theobromine

Wujud : bubuk putih tidak berbau

Berat molekul : 194.19 g/mol Densitas : 1.23 g/cm3, solid

Titik leleh : 227 – 228 °C (anhydrous) 234 – 235 °C (monohydrate) Titik didih : 178 °C subl. Kelarutan dalam air : 2.17 g/100 ml (25 °C) 18.0 g/100 ml (80 °C) 67.0 g/100 ml (100 °C)

Keasaman : -0,13 –  1,22 pKa Momen dipole : 3.64 D

Kafein memiliki molekul metabolit yaitu 1-3-7-asam trimetilurat,  paraksantina, teofillina dan teobromina dengan masing-masing lintasan metabolismenya. Kafein mengikat reseptor adenosina di otak.  Adenosina ialah nukleotida yang mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosina, molekul kafein juga tertambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak, sebaliknya menghalangi adenosina untuk berfungsi. Dampaknya

(7)

aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin terlepas (Anonim, 2010). Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah,  menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan  organ dalam,  dan mengeluarkan glukosa dari hati. Lebih jauh, kafein juga menaikkan permukaan neurotransmiter dopamin di otak.  Menurut Snyder, L. R and Kirkland J.J (1979) dalam dosis yang lebih tinggi lagi kafein dapat menyebabkan jantung  berdebar keras, artelosklerosis, merusak hati, tangan gemetar, otot kejang,

kepala pusing, mual dan bahkan dapat menyebabkan mutasi pada gen. Kafein merupakan stimulansia system saraf pusat dan metabolik. Ia menghambat  phosphodiesterase dan mempunyai efek antagonis pada reseptor adenosine sentral. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun (Reynolds, 1989). Kafein dapat diisolasi dari kopi, teh, dan biji coklat, serta banyak digunakan pada berbagai macam minuman komersial maupun formulasi obat. Kafein mempunyai aktivitas stimulan pada sistem syaraf pusat, menyebabkan iritasi pada saluran gastrointestinal, mereduksi koordinasi syaraf motorik, mengubah pola tidur, menyebabkan gelisah, dan menimbulkan rasa pusing . Kafein juga merupkan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non alcohol seperti cola, yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein. Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedkiit kafein. Efek stimulan yang lemah dari coklat dapat merupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai kafein. Kafein adalah stimulan dari system saraf pusat dan metabolisme, digunakan secara baik untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga merangsang system saraf pusat dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan , sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan menjadi lebih baik.

(8)

III. METODE KERJA III.1. Alat dan Bahan

a. Alat 1. Alat-alat gelas 2. Alat sentrifugasi 3. spektrofotometer b. Bahan 1. Kafein 2. Urin

III.2. Cara Kerja

a. Operating Time

1. Dibuat larutan kafein dengan kadar 4 ppm, 6 ppm,8 ppm,10  ppm, dan 12 ppm

2. Dibaca intensitas warna pada spektrofotometer pada panjang gelombang 545 nm dengan blanko air

3. Dibaca serapan dan dilakukan setiap interval 5 menit paling tidak Selma 60 menit

4. Diplotkan serapan yang terbaca vs waktu pada kertas grafik numeric dan ditetapkan beberapa lama larutan yang mempunyai serapan tetap

b. Menentukan Panjang Gelombang Maksimum

1. Dibuat kadar larutan kafein 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm

2. Dibaca intensitas warna pada spektrofotometer pada panjang gelombang 530-580 nm

3. Diplotkan serapan yang terbaca vs waktu pada kertas grafik numeric dan ditetapkan panjang gelombang maksimumnya c. Membuat Kurva Kalibrasi

1. Dibuat satu seri larutan obat dalam air dengan kadar 4 ppm, 6  ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm

(9)

2. Dibaca intensitas warna yang terjadi dari masing-masing kadar  pada gelombang yang telah ditemukan pada butir B yaitu 273

nm

3. Dibuat persamaan dari kurva baku dengan menggunakan  persamaan kuadrat terkecil dan dihitung koefesien kolerasinya.

IV. HASIL DAN PENGAMATAN IV.1. Hasil Pengamatan

a. Pada Kurva Kalibrasi Kafein Kadar Kafein Serapan (A)

4 ppm 0,278 A 6 ppm 0,384 A 8 ppm 0,488 A 10 ppm 0,596 A 12 ppm 0,686 A b. Perhitungan Cu

 Konsentrasi Larutan Induk

Konsentrasi=

50 mg

500 ml

 x 0,1 mg ml

=100

µg

ml

= 100 ppm

 4 ppm V1 X N1 = V2 X N2 V1 X 100 = 100 X 4

 1 =

100 × 4

100

V1 = 4 ml  6 ppm V1 X N1 = V2 X N2 V1 X 100 = 100 X 6

 1 =

100 × 6

100

V1 = 6 ml

(10)

 8 ppm V1 X N1 = V2 X N2 V1 X 100 = 100 X 8

 1 =

100 × 8

100

V1 = 8 ml  10 ppm V1 X N1 = V2 X N2 V1 X 100 = 100 X 10

 1 =

100 × 10

100

V1 = 10 ml  12 ppm V1 X N1 = V2 X N2 V1 X 100 = 100 X 12

 1 =

100 × 12

100

V1 = 12 ml c. Grafik d. Pembahasan

Dari hasil praktikum mengenai penentuan panjang gelombang maksimum dan pembuatan kurva kalibrasi pada sampel,

y = 0.0514x + 0.0752 R² = 0.9991 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 5 10 15       A       b     s      o      r       b     a      n      s       i Kadar

Absorbansi Kafein

Series1 Linear (Series1)

(11)

dalam hal ini digunakan sampel kafein dengan kadar yang berbeda- beda yaitu 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm dan dalam  praktikum kali ini juga menggunakan spektrofotometer karena

dapat digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang diabsorpsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul didalan larutannya. Tujuan dari praktikum kali ini agar dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan kurva kalibrasi sehingga dapat digunkan kurva kalibrasi dalam analisis obat. Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, praktikan dapat mengetahui mengenai tahapan-tahapan pembuatan kurva kalibrasi bahwasannya larutan sampel harus dibuatakan dahulu larutan induknya dari 50 mg kafein dilarutkan dahulu dengan 500 ml air aquadest. Kemudian ditentukan kadar dari masing-masing sampel sebelum dianalisis menggunakan spektrofotometer. Setelah itu larutan induknya diencerkan sesuai dengan kadar ppm yang telah ditentukan yaitu 4  ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm. Sebelum dilakukan  pengukuran serapan, maka masing-masing komponen harus ditentukan panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu. Alasan penggunaan panjang gelombang maksimum (λ maks) yakni  panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar serta pada  panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Dari percobaan ini diperoleh panjang gelombang maksimum untuk kafein dengan menggunakan panjang gelombang maksimal yang sudah ditentukan yaitu 273 nm. Setelah itu dilakukan pengujian larutan dengan alat spektrofotometer untuk mengetahui nilai absorbansi dan kemudian dari kelima deret tersebut ketika sudah mengetahui nilai absorbansinya lalu dihitung menggunkan rumus :

(12)

Dimana, V1 : Volume larutan yang dipipet (ml)

V2 : Volume larutan setelah dilakukan pengenceran (ml)  N1 : Konsentrasi zat awal sebelum dilakukan

 pengenceran (ppm)

 N1 : Konsentrasi zat sesudah dilakukan pengenceran (ppm)

Sehingga kurva kalibrasi yang didapat adalah Y = 0,0514 x + 0,0752

R² = 0,9991

Kurva baku yang dibuat merupakan hubungan antara luas area (mAU-min) dengan konsentrasi baku (μg/mL). Hasil hubungan tersebut dibuat regresi linearnya yaitu y = bx + a, dimana y adalah respon (luas area atau tinggi), b adalah kemiringan (slope) dan a adalah intersep. Masing-masing kurva baku dibuat sebanyak 5 kali ulangan. Kurva baku yang digunakan adalah kurva baku yang memberikan koefisien korelasi paling besar (r mendekati 1,00) dengan kriteria r ≥ 0,999 (Ahuja dan Dong, 2005). Hasil dari masing-masing kurva baku berdasarkan konsentrasi vs luas area yang didapat dari sampel kafein. Dalam praktikum pembuatan kurva kalibrasi ini juga dapat dihubungkan dengan analisis obat nantinya, karena apabila kita sudah dapat mengetahui kurva kalibrasi dari suatu obat maka dapat diketahui nilai t ½ dari suatu obat atau waktu paruh dari obat yang telah dianalisis.

Pemilihan spektrofotometer UV-Vis adalah karena spektrofotometer merupakan instrument analisis yang tidak rumit, selektif, serta kepekaan dan ketelitiannya tinggi. Selain itu, senyawa kafein yang akan dianalisis memiliki kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan juga merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

(13)

V. KESIMPULAN

Dari percobaan diatas mengenai stimulansia sistem saraf pusat dapat disimpulkan bahwa :

1. Panjang gelombang larutan kafein adalah 273 nm 2.  Nilai absorban yang kita peroleh dari konsentrasi :

4 ppm : 0,278 A 6 ppm : 0,384 A 8 ppm : 0,488 A 10 ppm : 0,596 A 12 ppm : 0,986 A

Hal ini berarti masih dalam rentang nilai absorban yang baik yaitu antara 0,2 –  0,8.

3. Kurva kalibrasi yang kita peroleh mempunyai nilai r sebesar 0,9991 4. Persamaan kurva kalibrasi yang didapar adalah :

Y = 0,0514 x + 0,0752

5. Semakin tinggi kadar kafein maka semakin tinggi pula nilai absorban yang diperoleh

6. Spektrofotometer merupakan alat penentu absorbansi dari sampel tertentu untuk membuat kurva kalibrasi

7. Meteode spektrofotometri dapat digunakan untuk mementukan unsur-unsur dalam suatu bahan dengan kepekaan.

8. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara membuat hubungan antara nilai absorbansi dan konsentrasi sampel yang telah dimasukkan ke dalam persamaan garis.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, dkk.2013.  Penurunan Kadar Kafein Kopi Arabika Dengan Proses  Fermentasi Menggunakan NOPKOR MZ-15.  Skripsi. Semarang:

Universitas DIponegoro.

(14)

Fitri, Syah N. 2008.  Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap  Kadar Kafein Dari Bubuk Teh. Medan: Universitas Sumatera Utara. Gan Sulistia, dkk,  Farmakologi dan Terapi.  Bagian Farmokologi Fakultas

Kedokteran Universitas In¬donesia, Jakarta, 1988, ISO —  184.

Groisser, S. Daniel. 2013. A Study of Caffeine in Tea . Journal. The American Journal of Clinical Nutrition.

Henry,A. Suryadi MT. Arry Y,. 2002. Analisis Spektrofotometri UV-Vis Pada Obat Influenza Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Persamaan  Linier. KOMMIT. Universitas Gunadarma

Herliani, An an. 2008. Spektrofotometri. Pengendalian Mutu Agroindustri. Program D4-PJJ.

Inthisani. 2004 . Pengantar Kromatografi dan Analisis Spektrofotometer uv

 – 

vis. UIT : Makassar.

Misra H, D. Mehta, B.K. Mehta, M. Soni, D.C. Jain. 2008. Study of  Extraction and HPTLC

 – 

  UV Method for Estimation of Caffeine in  Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules. International Journal of

Green Pharmacy: 47-51.

 Nurkholis, Majid. 2006.  Pembuatan Teh Rendah KAfein Melalui Proses  Ekstraksi Dengan Pelarut Etil Asetat. Skripsi. Semarang: Universitas

Referensi

Dokumen terkait

1) Peraturan Bupati No.2 tahun 2018, yang merupakan dasar atau pedoman dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang di dalamnya mencakup mengenai

Skripsi Analisis barthesian tentang membedah ..... ADLN -

 Pemeriksaan bagian yang kemungkinan dapat merupakan faktor ekstrinsik gangguan pada lengan bawah, pergelangan tangan dan jari-jari.. Pemeriksaan ini

Pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang

Lingkarikah mereka yang sedang menyembah kepada Allah dan warnailah mereka yang sedang melayani Allah.... AKTIVITAS SAMUEL MELAYANI ALLAH DI

Selanjutnya, mengenai isi perjanjian perkawinan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) tidak memuat aturan mengenai isi

Penelitian ini dilakukan melalui pengambilan data primer dengan responden petani yang mengusahakan tebu khusus di areal lahan tegalan, baik kebun tebu baru ( planted cane ) maupun

Penelitian yang menggunakan metode survei telah dilaksanakan di Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata selama dua bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui banyaknya