• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar Sebelum Kegiatan Ekowisata Bahari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar Sebelum Kegiatan Ekowisata Bahari"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar Sebelum Kegiatan Ekowisata Bahari

Kondisi Sosial Masyarakat Struktur Penduduk

Kabupaten Raja Ampat terbentuk pada tahun 2003, dan sebelumnya tergabung atau menjadi bagian dari Kabupaten Sorong. Saat itu Raja Ampat terdiri atas 5 Kecamatan. Meos Mansaar termasuk dalam Distrik Waigeo Selatan. Menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001 dengan asumsi rata- rata pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 2.93 %, maka diperkirakan penduduk Distrik Meos Mansaar tahun 2001 (sebelum adanya kegiatan ekowisata) adalah 1,820 jiwa yang terdiri atas 953 jiwa laki-laki (52.34 %) dan 867 jiwa perempuan (47.66 %). Dengan luas wilayah 169.6966, maka kepadatan penduduk di Meos Mansaar tahun 2001 adalah 10.73 jiwa / km2. Sebaran penduduk menurut kampung di Distrik Meos Mansaar tahun 2001 (perkiraan) terlihat pada tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar

Jumlah Penduduk Jumlah

No Kampung KK L P L + P 1 Yembekwan* 48 127 120 247 2 Yembuba* 39 139 118 257 3 Sawingray* 25 91 83 174 4 Arborek 20 84 75 159 5 Kapisawar 18 74 62 136 6 Kabui 50 128 128 256 7 Yenwapnor* 36 117 113 230 8 Kurkapa 27 110 95 205 9 Sawandarek* 25 83 73 156 Total 288 953 867 1,820

Ket :*Lokasi pelaksanaan penelitian Sumber : BPS Kabupaten Sorong, 2001 (diolah)

(2)

Berdasarkan umur, maka sebaran penduduk di Distrik Meos Mansaar terdiri atas kelompok 0 – 14 tahun sebanyak 423 jiwa laki – laki (44.39 % ) dan 373 jiwa perempuan (43. 12 %), pada kelompok umur 15 – 59 tahun sebanyak 542 jiwa laki – laki (53.69 %) dan 479 jiwa perempuan (55.23 %), dan pada kelompok umur diatas 59 tahun (60 tahun keatas) sebanyak 18 jiwa laki – laki (1.92 %) dan 14 jiwa perempuan (1.65 %). Sebaran umur pada lokasi penelitian adalah 0 – 14 tahun sebanyak 208 jiwa laki – laki (43.96 % ) dan 192 jiwa perempuan (44.27 %), pada kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 259 jiwa laki – laki (54.71 %) dan 237 jiwa perempuan (54.71 %), dan pada kelompok umur diatas 65 tahun, sebanyak 7 jiwa laki – laki (1.33 %) dan 5 jiwa perempuan (1.02 %).

Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat yang diamati adalah perilaku terhadap lingkungan hidup disekitar kehidupan masyarakat Meos Mansaar. Sejak dulu masyarakat Meos Mansaar dikenal dengan masyarakat yang hidupnya akrab dengan alam. Pekerjaan masyarakat yang sangat tergantung dari ketersediaan sumberdaya alam membuat mereka sangat menjaga kelestarian sumberdaya alam. Pada masa sebelum tahun 2003, ancaman kerusakan terhadap sumberdaya alam terutama terhadap terumbu karang sering terjadi. Menurut salah satu tokoh masyarakat Yembuba, pada saat itu sering terjadi eksploitasi ikan dengan menggunakan bom oleh para penjual ikan dari Sorong. Masyarakat saat itu hanya bisa melapor ke pihak keamanan di ibukota kecamatan (Saonek).

Perilaku masyarakat ini dinilai berdasarkan pengetahuan, sikap dan tingkahlaku mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebelum kegiatan ekowisata bahari, masyarakat sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan dan terumbu karang bagi kehidupan manusia. Hutan bagi penduduk tidak hanya terbatas pada pohon atau tumbuhannya saja, tetapi seluruh mahluk hidup yang ada di dalamnya. Masyarakat juga memiliki pengetahuan bahwa terumbu karang adalah rumah dan tempat mencari makan bagi berbagai jenis ikan. Selanjutnya masyarakat juga mengetahui keterkaitan antara hutan dan laut (terumbu karang). Pengetahuan masyarakat ini menimbulkan

(3)

sikap yang baik terhadap lingkungan hidupnya. Sikap ini ditunjukkan dengan pernyataan mereka yang tidak setuju bila pohon pohon dalam hutan ditebang dan terumbu karang dijadikan bahan baku pembuatan rumah / bangunan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkahlaku masyarakat di lokasi penelitian terkait dengan perilaku terhadap lingkungan hidupnya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki dan sikap yang telah ditunjukkan. Hal ini terlihat dari rimbunnya hutan serta tutupan terumbu karang yang luas. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan hidupnya dari kerusakan telah berlangsung lama. Perilaku ini merupakan kebiasaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Menurut Kepala Kampung Sawandarek dan pelaku ekowisata (warga) di Sawingray bahwa alam ini sejak nenek moyang kami sampai saat ini selalu terjaga dengan baik karena ini adalah sumber kehidupan kami.

Pranata Sosial , Norma dan Aturan Adat Istiadat

Pranata Sosial atau yang disebut juga sebagai Lembaga Masyarakat (Soemarjan & Soemardi 1980) atau Lembaga Sosial (Abdulsyani 1994) yang ada di lokasi penelitian dan yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat sebelum adanya kegiatan ekowisata bahari (tahun 2003) adalah lembaga gereja dan lembaga adat. Lembaga gereja dalam hal ini adalah nilai dan norma – norma religius yang harus dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat dalam posisinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Peranan lembaga gereja sangat dominan karena hampir seluruh masyarakat Meos Mansaar adalah pemeluk agama Kristen.

Nilai dan norma agama bagi masyarakat Meos Mansaar menurut Steven Sawiyai (tokoh adat di Yembuba) merupakan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan mewajibkan setiap manusia untuk melaksanakannya. Seorang tokoh agama atau Pendeta merupakan orang pilihan atau yang ditunjuk oleh Tuhan untuk membimbing manusia sesuai petunjuk Alkitab. Masyarakat sangat menghargai dan menghormati pendeta.

(4)

Selain lembaga gereja, lembaga adatpun sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat di Distrik Meos Mansaar. Kuatnya peranan lembaga adat dalam kehidupan masyarakat ini sesungguhnya tidak terlepas dari sejarah Raja Ampat yang dikenal kuat akan aturan adat yang diturunkan oleh empat raja yang saat itu menguasai empat pulau besar di Raja Ampat yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006). Untuk menjaga agar nilai dan norma-norma adat yang berlaku dan diturunkan secara turun temurun itu tidak hilang maka dibentuklah dua lembaga adat yaitu Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Amber Woromi Waigeo dan LMA Kalanafat Salawati. Distrik Meos Mansaar termasuk dalam LMA Amber Woromi Waigeo. Tujuan dibentuknya kedua lembaga ini adalah untuk menjaga dan menegakkan keberlangsungan ide-ide yang mengkonsepsikan nilai dan norma yang berlaku, hukum adat dan aturan – aturan khusus yang mengatur aktivitas masyarakat dalam ruang lingkup yang terbatas (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006) .

Peranan Lembaga Gereja dan Adat dalam mendampingi kehidupan masyarakat Meos Mansaar selalu saling mendukung dan saling melengkapi. Agama dan adat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Meos Mansaar. Ajaran agama mutlak harus dilaksanakan oleh manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dan aturan adat istiadat harus dipelihara karena selain mengandung nilai dan norma juga merupakan bentuk penghargaan terhadap nenek moyang yang telah mewariskan aturan adat yang baik. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 100 % kepala keluarga (191 KK) di empat lokasi penelitian menyatakan bahwa sebelum kegiatan ekowisata, lembaga adat dan lembaga agama sangat berperan dalam kehidupan mereka.

Selain aturan adat dan agama, masyarakat Meos Mansaar juga sangat menjunjung tinggi nilai dan norma hidup lainnya seperti norma kesusilaan dan norma kesopanan. Berperilaku dan berhubungan dengan baik antara sesama warga kampung sangat dipelihara dan dipatuhi sehingga kehidupan sebagai satu kelompok masyarakat dalam sekampung menjadi harmonis. Kondisi nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat di Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 8.

(5)

Tabel 8 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Norma Sosial Pemberlakuan dalam Kehidupan Masyarakat

dan Adat Istiadat Kuat Sedang Lemah

Sawandarek

Norma Hidup Bermasyarakat 97.44 % - 2.56 % Aturan Adat yang Berlaku 89.74 % 10.26 %

-Hubungan Sosial 97.44 % - 2.56 %

Yembuba

Norma Hidup Bermasyarakat 98.31 % 1.69 %

-Aturan Adat yang Berlaku 100 % -

-Hubungan Sosial 100 % -

-Yenwapnor

Norma Hidup Bermasyarakat 100 % -

-Aturan Adat yang Berlaku 100 % -

-Hubungan Sosial 100 % -

-Sawingray

Norma Hidup Bermasyarakat 100 % -

-Aturan Adat yang Berlaku 94.74 % 5.26

-Hubungan Sosial 100 % -

-Data pada tabel 8 menunjukkan bahwa norma hidup bermasyarakat, aturan adat yang berlaku maupun hubungan sosial antara masyarakat sebelum berkembangnya kegiatan ekowisata bahari masih kuat diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.

Proses Sosial

Manusia dalam menjalaninya kehidupannya selalu saling berhubungan baik antar individu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Hubungan yang terjadi dapat berbentuk kerjasama, persaingan bahkan terjadi pertikaian atau konflik.

Proses sosial yang terjadi pada masyarakat di lokasi penelitian sebelum adanya kegiatan ekowisata bahari adalah proses sosial yang berbentuk kerjasama. Bentuk kerjasama yang selama ini terjadi sangat terkait dengan adanya sistem kekerabatan yang ada di lokasi penelitian. Masyarakat yang bermukim disatu kampung (termasuk juga pada lokasi penelitian) sebagian besar berasal dari satu klen. Klen bagi masyarakat Meos Manswar adalah kelompok kekerabatan yang masih berasal dari satu garis keturunan. Hubungan kekerabatan ini masing-masing saling menghargai dan

(6)

menghormati. Kerjasama yang terjadi biasanya berupa saling tolong menolong bila ada yang kekurangan atau kena musibah atau ada yang melakukan suatu hajatan dan selalu gotong royong dalam melakukan suatu pekerjaan yang dianggap berat kalau dikerjakan oleh seorang. Saling tolong menolong yang sering terlihat terutama dalam pembuatan rumah warga dan rumah ibadah. Bentuk kerjasama seperti ini terjadi secara spontan tanpa diperintah oleh seseorang dan umumnya dilakukan oleh semua warga. Hasil wawancara menunjukkan 100 % (191 KK) pada empat lokasi penelitian menyatakan bahwa bentuk kerjasama yang terjadi sebelum kegiatan ekowisata adalah gotong royong, kerja bhakti dan tolong menolong bila ada warga yang melakukan hajatan, sedangkan bentuk konflik menurut seluruh kepala keluarga (100 %) tidak pernah terjadi baik dalam hal kepemilikan lahan maupun pengelolaan sumberdaya alam.

Proses sosial berupa konflik tidak pernah terjadi dalam kehidupan masyarakat di Meos Mansaar baik dalam hal kepemilikan lahan maupun pengelolaan Sumberdaya Alam. Pemahaman dan penghayatan terhadap norma agama, nilai dan norma sosial lain, kuatnya aturan adat serta kesadaran sebagai satu keluarga besar yang berasal dari satu klen diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjalinnya kerjsama dan tidak terjadinya konflik.

Kondisi Ekonomi Masyarakat Mata Pencaharian Masyarakat

Mayoritas masyarakat Raja Ampat umumnya dan khususnya Distrik Meos Mansaar bermukim di daerah pesisir. Oleh karena itu mata pencaharian masyarakat Meos Mansaar pada umumnya adalah nelayan. Mata pencaharian sebagai nelayan adalah mata pencaharian pokok yang dianggap dapat memberikan hasil karena hanya dengan mencari hasil laut, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebelum berkembangnya ekowisata bahari sebanyak 92.09 % (163 KK) bekerja sebagai nelayan. Keadaan mata pencaharian masyarakat sebelum adanya kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 9.

(7)

Tabel 9 Jenis pekerjaan masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Jenis Rata – Rata Pendapatan (Rp) Jumlah Persen

Pekerjaan (Rp) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray Sektor Pertanian - Petani 1 - 1 - 2 1.05 - Nelayan 36 55 50 36 177 92.66 Non Pertanian - Pedagang - - 1 1 2 1.05 - PNS - 2 3 - 5 2.62 - Karyawan 2 2 - 1 5 2.62 Jumlah 39 59 55 38 191 100

Masyarakat menangkap ikan dengan menggunakan peralatan sederhana yaitu hanya nelon dan pancing. Mereka melakukan aktivitas mancing pada siang maupun malam hari. Pada siang hari selain memancing, mereka juga menyelam untuk mencari hasil laut lainnya seperti Teripang dan Bia Lola (sejenis kerang laut). Pada malam hari selain memancing mereka juga mencari ikan dengan menggunakan alat tradisonal yang disebut Kalawai. Ikan hasil tangkapan dikeringkan (ikan asin) dengan memanfaatkan sinar matahari. Ikan asin kemudian bersama-sama dengan hasil laut lainnya seperti Teripang dan Bia Lola dijual ke Sorong atau terkadang ada pembeli yang datang untuk beli di kampung – kampung tersebut. Frekwensi penjualan hasil laut ini bisa sekali per bulan atau bahkan sekali per dua bulan. Hanya beberapa masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani, dan sebagai karyawan/buruh pada perusahaan mutiara dan perusahaan ikan di sorong.

Pendapatan Masyarakat

Minimnya peralatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mendukung aktivitas nelayan dan sulitnya transportasi ke ibukota Kabupaten Sorong sebagai pusat perekonomian menyebabkan orientasi masyarakat dalam melakukan aktivitas nelayan

(8)

umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup.. Kelebihan dari ikan yang didapat itulah yang kemudian diolah menjadi ikan asin. Kondisi ini menyebabkan pendapatan yang diperoleh masyarakat rendah. Pendapatan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata di Meos Mansaar dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Pendapatan masyarakat di Meos Manswar sebelum kegiatan ekowisata bahari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pendapatan masyarakat di empat lokasi penelitian berkisar antara Rp. 235,280.70/bln/kk sampai dengan Rp. 409,370.37/bln/kk. Pendapatan rata – rata terendah terjadi di Kampung Yembuba dan yang tertinggi di Yenwapnor. Rendahnya pendapatan masyarakat ini disebabkan fasilitas yang digunakan dalam mencari ikan dan hasil laut lainnya sangat terbatas. Mereka hanya menggunakan perahu kecil dengan mendayung (tanpa mesin) sehingga waktu dan tenaga banyak terbuang. Bahan yang digunakan untuk memancing ikan seperti kail dan nilon (snar) juga tidak tersedia di kampung. Ketika bahan habis, mereka harus ke Sorong atau Ibukota Distrik di Saonek untuk membelinya. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa saat itu sudah ada masyarakat di Yenwapnor yang memiliki mesin katinting sehingga mobilitas dalam mencari hasil lautnya lebih tinggi daripada kampung-kampung lain yang hanya menggunakan perahu dayung untuk melaut. Pendapatan masyarakat tersebut di atas diperoleh dari hasil penjualan ikan asin, teripang dan Lola (sejenis kerang laut).

Kampung Rata – rata pendapatan (Rp/bulan/kk)

Sawandarek 279,696.97

Yembuba 235,280.70

Yenwapnor 409,370.37

Sawingray 378,815.79

(9)

Pengeluaran Masyarakat

Kecilnya pendapatan yang diperoleh sangat terkait dengan jumlah pengeluaran yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Pengeluaran masyarakat hanya memenuhi kebutuhan untuk makan sehari – hari atau pola pengeluaran adalah pengeluaran untuk makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi umumnya terbatas untuk beras dan bumbu-bumbu masak seperti bawang, petsin, garam dan lain-lain. Pengeluaran untuk makanan / minuman tambahan seperti gula, kopi dan teh sifatnya situasional. Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11 Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum adanya kegiatan ekowisata bahari di empat lokasi penelitian berkisar pada Rp. 203,393.94/bln/KK – Rp. 316,148.15/bln/KK. Rata – rata pengeluaran terkecil terjadi di Kampung Sawandarek dan tertinggi di Yenwapnor. Kecilnya rata-rata pengeluaran di Sawandarek disebabkan karena adanya makanan substitusi seperti jenis Ubi – ubian (ubi jalar dan ubi kayu) dari kebun sendiri sehingga pengeluaran untuk beras berkurang. Pada ketiga lokasi penelitian lainnya juga terdapat makanan substitusi dari jenis ubi – ubian ini namun jumlahnya sedikit karena masyarakat yang berkebun juga sedikit dibanding dengan di Sawandarek.

Kampung Rata – rata pengeluaran ( Rp /bulan/kk)

Sawandarek 203,393.94

Yembuba 232,614.04

Yenwapnor 316,148.15

Sawingray 310,657.89

(10)

Kecilnya jumlah masyarakat di Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray yang berkebun juga dipengaruhi oleh kondisi topografi di ketiga kampung ini yang bergunung dan berbatu .

Kondisi Perumahan Masyarakat

Tipe rumah masyarakat di Distrik Meos Mansaar sebelum adanya kegiatan pengembangan ekowisata bahari adalah rumah sederhana dengan atap, dinding maupun lantai menggunakan bahan-bahan alam yang ada di kampung tersebut. Atap rumah berasal dari daun palem atau sagu, dinding juga terbuat dari daun palem, papan atau bambu dan lantai ada yang terbuat dari papan, batang palem namun ada yang hanya berlantai pasir atau tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelum adanya kegiatan ekowisata di lokasi penelitian, kondisi perumahan masyarakat yang berkategori permanen sebanyak 3.61 %, semi permanen sebanyak 7.83 % dan tidak permanen sebanyak 88.56 %. Banyaknya kondisi perumahan masyarakat yang berkategori tidak permanen sangat terkait dengan tingkat pendapatan masyarakat saat itu. Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12 Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Kategori

Permanen Semi Permanen Tidak Permanen

(Unit) (Unit) (Unit)

1. Sawandarek 0 0 31 2. Yembuba 1 5 45 3. Yenwapnor 4 4 47 4. Sawingray 1 1 27 Jumlah (Unit) 6 13 147 Persen (%) 3.61 7.83 88.56

(11)

Dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat yang memiliki rumah permanen karena ada bantuan dari anak/saudara mereka yang mampu dan memiliki kedudukan dalam pemerintahan pada Pemerintah Daerah Papua. Rumah permanen yang bukan milik pribadi adalah rumah dinas guru. Dari tabel diatas terlihat bahwa proporsi terbesar kondisi rumah masyarakat Meos Mansaar adalah tidak permanen yaitu sebesar 88.56 % (147 unit).

Aset Masyarakat

Aset yang diamati dalam penelitian ini adalah asset rumahtangga yang terdiri dari televisi, radio/tape recorder, bufet, lemari, genset dan rumah serta aset produktif yang terdiri dari perahu/longboat dan mesin tempel/katinting. Kepemilikan aset masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Jumlah aset masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Asset Rumah Tangga (Rp) Asset Produksi (Rp)

1. Sawandarek 206,100,000 24,000,000

2. Yembuba 418,555,000 51,250,000

3 Yenwapnor 578,250,000 33,000,000

4 Sawingray 222,990,000 18,000,000

Rataan 1,425,895,000 126,250,000

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total aset rumahtangga sebelum ekowisata untuk keseluruhan lokasi penelitian berjumlah Rp. 1,425,895,000,- dan untuk asset produktif berjumlah Rp. 126,250,000,-.

(12)

Kondisi Masyarakat Meos Mansaar Setelah Kegiatan Ekowisata Bahari

Karakteristik Masyarakat

Umur Penduduk dan Jumlah Anggota Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kepala keluarga di empat lokasi penelitian bervariasi dengan kisaran umur antara 18 – 72 tahun, namun umur rata – rata kepala keluarga di empat lokasi penelitian hanya terbagi kedalam dua kelompok umur. Umur rata – rata kepala keluarga di Kampung Sawandarek adalah 42 tahun, Kampung Yembuba 48 tahun, Kampung Yenwaupnor 43 tahun dan Kampung Sawingray 47 tahun. Rata – rata umur responden di keempat kampung penelitian tergolong kedalam kelompok umur dewasa. Terkait dengan produktifitas (BPS 2007) maka sebanyak 92.15 % kepala keluarga di empat lokasi penelitian tergolong umur produktif dan 7.85 % tergolong umur nonproduktif.

Tabel 14 Interval umur kepala keluarga di lokasi penelitian No Kelompok Umur Kampung Jumlah (org) Persen (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 15 - 19 1 0 0 0 1 00.52 2 20 - 24 3 2 0 0 5 02.62 3 25 - 29 8 3 8 1 20 10.47 4 30 - 34 1 4 6 5 16 08.38 5 35 - 39 5 9 11 5 30 15.71 6 40 - 44 5 7 7 3 22 11.52 7 45 - 49 4 9 5 7 25 13.09 8 50 - 54 1 8 6 7 22 11.52 9 55 - 59 6 2 5 4 17 08.90 10 60 - 64 2 6 5 5 18 09.42 11 ≥ 65 3 9 2 1 15 07.85 jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pada lokasi penelitian tergolong umur dewasa. Interval umur yang demikian tentu berpengaruh

(13)

terhadap aktivitas baik sebagai tenaga kerja maupun kegiatan lain yang menopang kehidupan keluarga.

Apabila kelompok umur dibedakan berdasarkan kelompok responden yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari maka terlihat bahwa rata - rata umur responden yang terlibat ekowisata bahari sebesar 39.61 % (40) tahun dengan kisaran umur 18 – 53 tahun dan pada responden yang tidak terlibat ekowisata bahari sebesar 45.66 % (46) tahun dengan kisaran umur 22 – 72 tahun. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata bahari maupun yang tidak terlibat tergolong kelompok umur dewasa atau kelompok produktif. Kelompok umur responden yang terlibat ekowisata dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15 Interval umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kelompok Umur Kampung Jumlah (org) Persen (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 15 - 19 1 0 0 0 1 05.00 2 20 - 24 0 0 0 0 0 00.00 3 25 - 29 2 0 0 0 2 10.00 4 30 - 34 0 2 0 1 3 15.00 5 35 - 39 2 3 1 0 6 30.00 6 40 - 44 1 1 0 0 2 10.00 7 45 - 49 0 0 0 1 1 05.00 8 50 - 54 1 1 0 0 2 10.00 9 55 - 59 0 1 0 0 1 05.00 10 60 - 64 1 0 0 0 1 05.00 11 ≥ 65 0 1 0 0 1 05.00 jumlah 8 9 1 2 20 100

Berdasarkan tabel 15 maka responden yang terlibat kegiatan ekowisata bahari didominasi oleh kelompok umur 35 – 39 tahun yaitu sebesar 30 %. Kelompok umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari dapat dilihat pada gambar 3.

(14)

Gambar 3 Interval umur

Kabupaten Raja Ampat

Keterlibatan masyarakat

didominasi oleh umur produktif (dewasa)

ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti pendamping “diving”,

Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat adalah sama yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula pengeluaran konsumsi, pendapat

terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 16. 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 15-19 20-24 5% 0% Pe rs en ta se

Interval umur keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar didominasi oleh umur produktif (dewasa) karena sifat dari pekerjaan pada kegiatan ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti

, “Carventer” dan “Office Boy”.

Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat

yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula pengeluaran konsumsi, pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja. Hal sebaliknya terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat

24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-60 61-64 0% 10% 15% 30% 10% 5% 10% 5% 5% Kelompok Umur

yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar

dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar sifat dari pekerjaan pada kegiatan ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti “driver”,

Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata – rata jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula an dan ketersediaan tenaga kerja. Hal sebaliknya terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat

≥ 65

(15)

Tabel 16 Jumlah anggota per keluarga di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Anggota Kampung Jumlah Persen

Keluarga (Org) (%)

(org) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 ≤ 3 15 14 14 10 53 27.75

2 4-5 10 22 15 10 57 29.84

3 ≥ 6 14 23 26 18 81 42.41

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Anggota keluarga khususnya yang berumur produktif merupakan tenaga kerja dalam keluarga baik sebagai nelayan maupun sebagai tenaga kerja dalam kegiatan ekowisata bahkan sebagai pelaku ekowisata. Anggota keluarga dari masyaraakat yang terlibat ekowisata biasanya sebagai driver, pemilik penginapan dan transportasi.

Hasil pengamatan di lapangan membuktikan bahwa sekalipun rata - rata jumlah anggota keluarga masyarakat di seluruh lokasi penelitian adalah 5 orang dan yang berusia produktif 56,73 %, namun tenaga kerja dengan keahlian tertentu pada kegiatan ekowisata tidak tersedia atau sangat terbatas pada masyarakat Meos Mansaar. Hal ini yang kemudian berimplikasi kepada ketersediaan lapangan kerja yang terbatas sehingga keterlibatan masyarakat Meos Mansaar dalam kegiatan ekowisata secara kuantitatif juga kecil.

Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bervariasi dari SD sampai SMA. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis pekerjaan pada kegiatan ekowisata juga membutuhkan tingkatan pendidikan yang berbeda – beda. Ada jenis pekerjaan yang hanya membutuhkan tingkatan pendidikan SD seperti “Office

boy” namun ada yang membutuhkan tingkat pendidikan minimal SMA seperti tenaga

administrasi. Sebaran tingkat pendidikan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 17.

(16)

Tabel 17 Sebaran tingkat pendidikan masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kampung Jumlah Persen

No Pendidikan (Org) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Tdk Sekolah - 1 - - 1 0.52 2 Tidak Tmt SD 15 20 8 15 58 30.37 3 Tamat SD 16 20 34 12 82 42.93 4 Tamat SLTP 4 7 6 9 26 13.61 5 Tamat SLTA 4 10 4 2 20 10.47 6 Tamat PT - 1 3 - 4 2.10 Jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 16 memperlihatkan bahwa proporsi terbesar tingkat pendidikan masyarakat adalah tamat SD sebesar 42.93 %. Apabila tingkat pendidikan dibandingkan dengan masing-masing kelompok responden maka pada kelompok responden yang terlibat kegiatan ekowisata bahari didominasi oleh tingkat pendidikan SLTA sedangkan kelompok responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari didominasi oleh tingkat pendidikan SD. Proporsi tingkat pendidikan berdasarkan kelompok responden dapat dilihat pada tabel 18. Pada Tabel 18 terlihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat yang terlibat ekowisata bahari didominasi oleh tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar 65 % .

Tabel 18 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Terlibat No Kampung Jumlah SD SLTP SLTA (KK) 1 Sawandarek 4 - 4 8 2 Yembuba 1 2 6 9 3 Yenwapnor - - 1 1 4 Sawingray - - 2 2 Jumlah 5 2 13 20 Persen (%) 25 10 65 100

(17)

Data pada tabel

ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan mem

kelapa muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir

pendidikanpun setiap individu laki

dipastikan bisa memancing dan memanjat pohon kelapa. Hasil wawancara dengan

ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari

menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi Mereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai

untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan. terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar

Gambar 4 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya, mereka harus terlibat dalam pekerjaan

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Pe rs en ta se Ke te rli ba ta n

Data pada tabel 18 juga menunjukkan bahwa masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan mem

muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir

pendidikanpun setiap individu laki-laki yang terlahir sebagai warga Meos Mansaar ikan bisa memancing dan memanjat pohon kelapa.

Hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa sebelum berkembang ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari, setiap kepala keluarga menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi

ereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai

untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan. Tingkat pendidikan kepala keluarga terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar 4.

Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya, mereka harus terlibat dalam pekerjaan – pekerjaan tertentu yang menuntut pendidikan

SD SMP SMA

10%

25%

65%

Tingkat Pendidikan

yang terlibat kegiatan ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan memetik buah muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir, maka tanpa laki yang terlahir sebagai warga Meos Mansaar

diketahui bahwa sebelum berkembang ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun setiap kepala keluarga menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. ereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai, seseorang mudah Tingkat pendidikan kepala keluarga yang

Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos

Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya, pekerjaan tertentu yang menuntut pendidikan

(18)

tertentu, keahlian dan keterampilan tertentu serta memiliki kemampuan yang spesifik. Pekerjaan – pekerjaan tertentu ini disadari akan memberikan pendapatan yang jauh lebih besar dari pendapatan yang selama ini diperoleh sebagai nelayan tradisional. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berfikir lebih baik dan rasional serta cepat dalam menerima atau melakukan suatu inovasi.

Lama Tinggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama tinggal masyarakat dalam komunitasnya yang lebih dari 10 tahun sebesar 72.25 %, dan mereka merupakan penduduk asli Meos Mansaar. Masyarakat yang lama tinggalnya dibawah 5 tahun adalah pendatang yang menetap dan tinggal di lokasi penelitian sehingga kemudian menjadi bagian dari masyarakat Meos Mansaar karena telah menikah dengan warga setempat. Komposisi lama tinggal responden dalam komunitasnya dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19 Komposisi lama tinggal masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Lama Kampung Jumlah Persen

Tinggal (Org) (%)

(thn) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 ≤ 5 2 3 1 - 6 3.14

2 6 - 10 37 4 3 3 47 24.61

3 > 10 - 52 51 35 138 72.25

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 19 memperlihatkan bahwa komposisi lama tinggal responden pada Kampung Sawandarek berbeda dengan tiga kampung lainnya. Pada Kampung Sawandarek proporsi tertinggi lama tinggal responden adalah 6 – 10 tahun atau berkategori sedang, sedangkan Kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray

(19)

proporsi tertinggi lama tinggal responden adalah lebih dari 10 tahun. Kecenderungan ini terjadi karena Kampung Sawandarek adalah kampung yang baru berusia 10 tahun yang sebelumnya merupakan salah satu dusun dari Kampung Kurkapa. Sawandarek berubah status dari dusun menjadi kampung sejak tahun 2007.

Lama tinggal responden dalam komunitasnya mempengaruhi keterikatan emosional terhadap daerahnya. Semakin lama tinggal maka seseorang akan memiliki keterikatan emosional yang semakin kuat dan rasa memiliki yang besar terhadap kampungnya.

Jenis Pekerjaan

Keterlibatan masyarakat pada kegiatan ekowisata dalam jumlah yang kecil (20 orang) tidak menyebabkan pergesaran jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian. Umumnya sebagai masyarakat pesisir, responden di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai nelayan. Saat ini setelah berkembangnya kegiatan ekowisata sebagian besar pekerjaan responden tetap sebagai nelayan. Dari tabel 23, terlihat bahwa 84.29 % responden bekerja di sektor pertanian (petani dan nelayan) 10.47 % bekerja di sektor wisata (ekowisata) dan 5.24 % sebagai PNS dan pedagang kios. Kurangnya jumlah masyarakat di lokasi penelitian yang terlibat kegiatan ekowisata diduga karena baru satu investor yang mendirikan base resort (Papua Diving) di Meos Mansaar sehingga kebutuhan tenaga kerja juga terbatas, spesifikasi pekerjaaan tertentu yang dibutuhkan tidak tersedia pada masyarakat setempat. Selain itu jenis pariwisata yang berkembang adalah wisata bahari dimana wisatawan lebih banyak melakukan kontak dengan obyek – obyek alam yang ada dilaut (terumbu karang, ikan dan sebagainya) sehingga kontak dengan masyarakat luas jarang terjadi. Kunjungan wisatawan yang relatif sedikit juga diduga memperkecil keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari.

Dari hasil wawancara dengan beberapa kepala keluarga yang bekerja sebagai nelayan bahwa hasil nelayan mereka sebelumnya dijual di Resort PT. Papua Diving, namun karena saat ini ada pengusaha yang membeli hasil nelayan mereka dengan

(20)

harga yang lebih tinggi dari Papua Diving sehingga mereka beralih kepada pengusaha yang bersangkutan. Papua Diving membeli ikan segar dari masyarakat dengan harga Rp. 5000/kg sedangkan pengusaha (bapak Mochtar) membeli dengan harga Rp. 7000/kg untuk ikan campuran dan untuk ikan tertentu dari jenis kerapu bisa dibeli dengan harga berkisar antara Rp. 30,000 – Rp. 300.000,-/kg.Selain itu dengan terbukanya aksesibilitas sebagai konsekwensi dari Raja Ampat menjadi kabupaten baru (definitif) dengan ibukota kabupatennya di Waisai yang relatif dekat dengan Meos Mansar, menjadikan hasil nelayan mereka di jual langsung ke Waisai dan terjual habis.Jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20 Jenis pekerjaan masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis Kampung Jumlah Persen

Pekerjaan (Org) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray 1 Sektor Pertanian - Petani - 1 - - 1 0.52 - Nelayan 30 46 49 35 160 83.77 2 Sektor Wisata - Karyawan 7 7 - - 14 7.33 - Transportasi dan penginapan - 2 1 1 4 2.09 - Guide - - - -- Pedagang 1 - - 1 2 1.05 3 Lain – lain 1 3 5 1 10 5.24 Jumlah 39 59 55 38 191 100 Pendapatan Keluarga

Pendapatan mengindikasikan kondisi ekonomi responden di lokasi penelitian. Semakin besar pendapatan maka semakin mapan pula ekonomi sebuah keluarga sehingga kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut semakin tinggi. Tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 21.

(21)

Tabel 21 Pendapatan keluarga di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat No Besar Pendapatan (Rp/bulan/kk) Kampung Jumlah (Org) Persen (%) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 < 700.000,- 29 31 36 28 124 64,92

2 700.000 – 1.000.000 2 16 10 6 34 17,80

3 > 1.000.000,- 8 12 9 4 33 17,28

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Dari data pada tabel 21, terlihat bahwa kepala keluarga dengan pendapatan diatas Rp. 1.000.000,- lebih banyak terdapat pada Yembuba, Yenwapnor dan Sawandarek. Besarnya pendapatan ini berkorelasi dengan jumlah responden yang terlibat dalam kegiatan ekowisata yang mana Sawandarek dan Yembuba lebih banyak yang terlibat daripada kedua kampung lainnya. Pada Kampung Yenwapnor banyaknya jumlah pendapatan masyarakat diatas 1 juta rupiah dikarenakan ada 5 warga masyarakat yang berstatus sebagai guru (PNS) dengan penghasilan diatas 2 juta rupiah perbulan. Rata – rata pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22 Rata-rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

N

o Keterlibatan

Rata – Rata Pendapatan (Rp/bulan/kk) Jumlah (Rp)

Persen (%) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Terlibat 1,333,750,00 1,855,000.00 2,500,000.00 2,225,000.00 7,913,750.00 70.70 %

2 Tidak

Terlibat 578,838.71 831,600.00 963,351.85 906,250.00 3,280,040.56 29.30 % Jumlah 2,024,937.50 2.513.386,04 3,583,351.85 3,201,718.75 11,193,790.56 100

Dari data pada tabel 22, terlihat bahwa persentase rata – rata pendapatan masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata adalah 70.70 % sedangkan yang tidak terlibat sebesar 29.30 %. Sekalipun jumlah responden yang terlibat dalam kegiatan ekowisata hanya 10.47 % namun karena pendapatan dari keterlibatan tersebut cukup

(22)

tinggi sehingga pendapatan rata – rata responden yang terlibat melebihi pendapatan rata – rata responden yang tidak terlibat.

Kondisi Sosial Masyarakat Struktur Penduduk

Total penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2008 adalah sebesar 41,170 jiwa yang terdiri atas 21,719 jiwa laki-laki (52.75 %) dan 19,451 jiwa perempuan (47.25 %). Khusus di Distrik Meos Mansaar, jumlah penduduk sebesar 2,243 jiwa yang terdiri atas 1,211 jiwa laki – laki (53.99 %) dan 1,032 jiwa perempuan (46.01 %) dengan jumlah kepala keluarga 441 KK. Dengan demikian 5.45 % jiwa dari seluruh penduduk Kabupaten Raja Ampat yang terdiri atas 5.58 % .% laki – laki dan 5.31 % perempuan tinggal di Distrik Meos Mansaar.

Distrik Meos Mansaar terdiri atas 9 kampung dengan luas wilayah 169.6966 Km2 dan kepadatan penduduk yang rendah yaitu 13.22 jiwa/km2. Sebaran penduduk menurut kampung (desa) di Distrik Meos Mansaar terlihat pada tabel 23.

Tabel 23 Jumlah penduduk di Distrik Mios Mansaar

Jumlah Penduduk Jumlah

No Kampung KK L P L + P 1 Yembekwan* 74 160 157 317 2 Yembuba* 59 177 152 329 3 Sawingray* 38 102 95 197 4 Arborek 30 90 83 173 5 Kapisawar 27 77 64 141 6 Kabui 77 178 166 344 7 Yenwapnor 55 163 144 307 8 Kurkapa 42 138 118 256 9 Sawandarek* 39 94 85 179 Total 441 1,179 1,064 2,243

Ket : *) Kampung/Desa yang menjadi lokasi penelitian Sumber : Kantor Distrik Meos Mansaar, 2009.

Laju pertumbuhan penduduk Raja Ampat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, adalah 18,55 % sehingga laju pertumbuhan rata-rata per tahun adalah 3,09 %. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi di Distrik Waigeo Selatan (termasuk Meos

(23)

Mansaar) sebesar 8,67 % sedangkan terendah terjadi di Distrik Kepulauan Ayau (0,10 %).

Berdasarkan umur, maka sebaran penduduk di Distrik Meos Mansaar terdiri atas kelompok 0 – 14 tahun sebanyak 523 jiwa laki – laki (43.21 % ) dan 445 jiwa perempuan (43. 12 %), pada kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 665 jiwa laki – laki (54.87 %) dan 570 jiwa perempuan (55.23 %), dan pada kelompok umur samadengan atau lebih besar dari 65 tahun, sebanyak 23 jiwa laki – laki (1.92 %) dan 17 jiwa perempuan (1.65 %). Sebaran umur pada lokasi penelitian adalah 0 – 14 tahun sebanyak 220 jiwa laki – laki (41.25 % ) dan 209 jiwa perempuan (42.64 %), pada kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 301 jiwa laki – laki (56.50 %) dan 278 jiwa perempuan (56.95 %), dan pada kelompok umur diatas 65 tahun, sebanyak 12 jiwa laki – laki (2.25 %) dan 2 jiwa perempuan (0.41 %).

Perilaku Masyarakat

Kegiatan wisata pada umumnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang melalui wisatawan. Kehadiran para wisatawan dengan beragam latar belakang kebudayaan dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku individu yang sering dan selalu berinteraksi dengan wisatawan tersebut (Marpaung dan Bahar, 2002).

Perilaku yang positif pada masyarakat juga terlihat dari sikap mereka terhadap keberadaan sumberdaya alam baik yang terdapat di darat maupun yang dilaut. Sikap ini ditunjang dengan adanya pengetahuan mereka tentang manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup mahluk air laut lainnya. Selain pengetahuan tentang terumbu karang, masyarakat juga memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan bagi kelangsungan hidup manusia dan pengaruhnya terhadap mahluk hidup dilaut termasuk terumbu karang. Interaksi antara pengetahuan dan sikap kemudian memunculkan aksi atau tindakan berupa perlindungan terhadap hutan dan laut. Melalui kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia (CII) dan Unit Pelaksanaan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II (Coremap II), maka dibentuklah Daerah Perlindungan Laut (DPL) setiap kampung yaitu

(24)

hamparan terumbu karang pada pesisir dan laut yang ada di areal sekitar kampung. Pada setiap DPL tidak diperbolehkan adanya kegiatan penangkapan ikan.

Perilaku masyarakat untuk melindungi kawasannya dari kerusakan semakin terpelihara dengan hadirnya para wisatawan. Masyarakat telah mengetahui bahwa terumbu karang dan keanekaragaman mahluk hidup baik yang di darat maupun dilaut dapat menjadi atraksi wisata yang mengagumkan. Masyarakat menyadari dan mengetahui bahwa hanya dengan melihat dan menikmati keindahan pada setiap atraksi wisata, dapat menghasilkan uang bagi daerah maupun masyarakat sendiri.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada perilaku – perilaku tertentu dari masyarakat yang meniru apa yang telah dibuat oleh Papua Diving. Sebelumnya yang bersangkutan pernah bekerja sebagai karyawan di Papua Diving. Warga tersebut kemudian keluar dan membuat usaha penginapan (homestay) khusus bagi wisatawan asing dan menyusun paket wisata (dari administrasi sampai pelaksanaannya) mencontoh pada apa yang dilihat dan dikerjakan ketika bekerja di Papua Diving.

Pranata Sosial

Pranata sosial yang terdapat dalam lembaga sosial yang berperan dalam kehidupan bermasyarakat setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari adalah lembaga gereja dan adat. Seluruh kepala keluarga (100%) menyatakan bahwa lembaga sosial yang berperan penting dalam kehidupan mereka adalah lembaga gereja dan adat. Sedangkan lembaga – lembaga sosial yang ada dalam masyarakat selain lembaga gereja dan adat, terdapat pula lembaga kepemudaan dan lembaga yang bergerak dalam bidang pariwisata.

Setelah adanya kegiatan ekowisata, satu-satunya lembaga sosial yang terbentuk adalah lembaga yang bergerak dalam bidang wisata yaitu di Kampung Sawingray dengan nama “Sanggar Wisata Sawingray”. Tujuan berdirinya sanggar ini adalah untuk mengakomudir semua hasil kerajinan tangan berupa anyam-anyaman dari daun tikar (sejenis pandan hutan). Hasil kerajinan tangan ini berupa topi, keranjang mini (noken), miniatur perahu semang, ukiran patung, senat dan tikar mini.

(25)

Nilai /Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat

Nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat dapat dilihat dari tiga aspek yaitu norma hidup bermasyarakat, aturan adat yang berlaku dan hubungan sosial antara masyarakat. Secara umum dapat dinyatakan bahwa nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat dalam berbagai aspek kehidupan di empat lokasi penelitian setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari termasuk kategori kuat. Sebanyak 93.18 % kepala keluarga di lokasi penelitian masih memegang kuat norma hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk aturan adat, sebanyak 90.31 % kepala keluarga masih kuat memberlakukan aturan adat dalam kehidupannya dan untuk hubungan sosial sebanyak 88.04 % kepala keluarga masih kuat dalam menjalin hubungan sosial antara warga. Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan norma sosial dan ikatan adat istiadat dapat dilihat pada tabel 24.

Tabel 24 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Norma Sosial Pemberlakuan dalam Kehidupan Masyarakat

dan Adat Istiadat Kuat Sedang Lemah

Sawandarek

Norma Hidup Bermasyarakat 97.44 % - 2.56 %

Aturan Adat yang Berlaku 97.44 % - 2.56 %

Hubungan Sosial 82.05 % 15.38 % 2.57 %

Yembuba

Norma Hidup Bermasyarakat 89.83 10.17 %

-Aturan Adat yang Berlaku 86.44 % 8.47 % 5.09 %

Hubungan Sosial 86.44 % 10.17 % 3.39 %

Yenwapnor

Norma Hidup Bermasyarakat 85.45 % 10.91 % 3.64 %

Aturan Adat yang Berlaku 80 % 14.55 % 5.45 %

Hubungan Sosial 83.67 % 12.73 % 3.60 %

Sawingray

Norma Hidup Bermasyarakat 100 % -

-Aturan Adat yang Berlaku 97.37 % - 2.63 %

Hubungan Sosial 100 % -

-Salah satu adat yang masih bertahan di masyarakat Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar adalah kearifan lokal masyarakat yang disebut “sasi” yang sering

(26)

dilakukan untuk melindungi hasil laut di wilayahnya. Tujuannya untuk mendapatkan hasil yang berlimpah, juga dipergunakan untuk membangun gereja dan desa.

Proses Sosial

Proses sosial yang dikaji dalam kehidupan masyarakat di lokasi penelitian ini adalah bentuk kerjasama dan konflik. Bentuk kerjasama yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat di lokasi penelitian berupa gotong royong, kerja bakti, dan saling tolong menolong. Seluruh kepala keluarga (100 %) di lokasi penelitian tetap menjalin kerjasama seperti gotong royong, kerja bakti dan tolong menolong dalam membangun rumah ibadah maupun rumah pribadi, pembersihan kampung serta hajatan warga. Proses sosial setelah berkembangnya kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 25.

Tabel 25 Keadaan masyarakat berdasarkan bentuk kerjasama dan konflik setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Keadaan Kepala Keluarga

Proses Sosial Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Bentuk Kerjasama 1. Gotong royong 39 100 59 100 55 100 38 100 2. Kerja bakti 39 100 59 100 55 100 38 100 3. Hajatan 39 100 59 100 55 100 38 100 Bentuk Konflik 1. Kepemilikan lahan 39 100 59 100 - - - -2. Kelola SDA - - - -3. Lain – lain - - -

-Bentuk konflik yang terjadi selama ini di lokasi penelitian adalah konflik kepemilikan lahan. Untuk konflik yang terjadi setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari, sebayak 51,31 % kepala keluarga terlibat dalam konflik kepemilikan lahan. Setelah berkembangnya kegiatan ekowisata, bentuk kerjasama tetap berjalan dan

(27)

dipertahankan seperti sebelumnya, namun terjadi konflik kepemilikan lahan. Konflik kepemilikan lahan terjadi pada Kampung Sawandarek dan Yembuba.

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata Bahari

Persepsi masyarakat merupakan respon terhadap upaya pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Meos Mansaar baik oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2,62 % responden menyatakan sangat setuju, 83,77 % menyatakan setuju dan sisanya sebanyak 13,61 % menyatakan ragu-ragu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 26.

Tabel 26 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Persepsi Kepala Keluarga

Kategori Jumlah Persen (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

Sangat Setuju 1 2 1 1 5 2.62

Setuju 33 49 47 31 160 83.77

Ragu – ragu 5 8 7 6 26 13.61

Tidak Setuju 0 0 0 0 0 0.00

Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0 0 0.00

Data pada tabel 26 menunjukkan bahwa sekalipun masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari saat ini masih sangat sedikit, namun sesungguhnya harapan masyarakat sangat tinggi terhadap pengembangan ekowisata bahari. Hal ini merupakan modal dalam pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar. Tanpa adanya harapan masyarakat, maka aktivitas ekowisata tidak akan berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

Alasan masyarakat yang menyatakan sangat setuju dan setuju adalah bahwa kegiatan ekowisata bahari ini sebenarnya tidak akan menguras sumberdaya alam yang ada di Meos Mansaar karena wisatawan itu hanya melihat – lihat keindahan bawah laut dan mereka tidak mengambilnya. Masyarakat sangat berharap agar suatu saat mereka mampu dan dapat menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan ekowisata

(28)

bahari. Untuk harapan tersebut, tanggung jawab disandarkan dipundak generasi-generasi muda dan juga kepada pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa untuk menggapai harapan itu, tentu diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki kreatifitas dan intelektualitas. Indikatornya adalah jenjang pendidikan. Masyarakat juga memberikan apreasi yang tinggi atas usaha – usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti TNC, CI, dan Coremap dalam bentuk pelatihan diving, peningkatan keterampilan berbahasa inggris maupun studi banding ke daerah yang sudah maju sektor wisata seperti Bali, Manado, dan lain – lain. Semuanya itu dilakukan dalam rangka peningkatan kesiapan masyarakat menghadapi pengembangan ekowisata di Raja Ampat umumnya dan khususnya Meos Mansaar.

Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang ada di Sawandarek yang tidak terlibat kegiatan ekowisata, mengatakan bahwa wisatawan asing yang datang ke kampung mereka selalu memberi motivasi kepada orangtua supaya harus menyekolahkan anak-anaknya. Para wisatawan itu ada yang memberi bantuan langsung kepada anak – anak sekolah melalui kepala kampung berupa alat tulis menulis. Bahkan ada yang setelah pulang ke negaranya masih mengirim bantuan berupa uang untuk membantu biaya anak – anak sekolah yang berasal dari Sawandarek.

Masyarakat yang menyatakan ragu – ragu merasa pesimis dengan perkembangan ekowisata yang sudah ada saat ini. Menurut mereka bahwa ekowisata bahari yang sudah berkembang ini hanya menguntungkan pihak-pihak yang mempunyai kemampuan ekonomi sedangkan mereka hanya menjadi penonton. Ada juga sekelompok masyarakat yang takut terjadi degradasi budaya terutama ke generasi muda. Namun demikian mereka masih berharap perhatian yang lebih serius dari pemerintah sehingga suatu saat mereka bisa menjadi pelaku dalam kegiatan ekowisata. Persepsi responden terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar dapat dilihat pada gambar 5.

(29)

Gambar 5 Persepsi masyarakat Kabupaten Raja Ampat

Kondisi Ekonomi Masyarakat Mata Pencaharian Masyarakat

Adanya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan kesempatan berusaha pada masyarakat lokal

pencaharian masyarakat yaitu di sektor pariwisata.

Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian masyarakat dari sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi

10.47 % bekerja pada sektor

% (20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai karyawan di Base resort Papua Diving sebanyak

transportasi laut 20 % (4 KK) dan

pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 27. 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% Sawandarek 2,56% 84,62% Pe rs en ta se

masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Kabupaten Raja Ampat.

Ekonomi Masyarakat Masyarakat

danya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan kesempatan berusaha pada masyarakat lokal karena telah memperluas jenis mata pencaharian masyarakat yaitu di sektor pariwisata.

Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian masyarakat dari sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi 83.77 % nelayan dan 10.47 % bekerja pada sektor pariwisata serta 5.24 % bekerja disektor lain. Dari 10.47 (20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai karyawan di Base resort Papua Diving sebanyak 70 % (14 KK), pemilik homestay dan

% (4 KK) dan 5 % (1 KK) sebagai pengrajin cinderamata. pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

2,56% 3,39% 1,82% 2,63% 84,62% 83,05% 85,45% 81,58% 12,82% 13,56% 12,73% 15,79% 0% 0% 0%0% 0%0% 0%0% Kampung Sangat Setuju Setuju Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar

danya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan telah memperluas jenis mata

Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian 83.77 % nelayan dan % bekerja disektor lain. Dari 10.47 (20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai % (14 KK), pemilik homestay dan (1 KK) sebagai pengrajin cinderamata. Jenis pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada

Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

(30)

Tabel 27 Jenis pekerjaan kepala keluarga yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kampung Jumlah Persen

No Pekerjaan (Org) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Karyawan PD 7 7 - - 14 70 2 Pemilik trans Portasi dan penginapan - 2 1 1 4 20 3 Pedagang ikan dan kelapa - - - 1 1 5 4 Pengrajin cindera mata 1 - - - 1 5 Jumlah 8 9 1 2 20 100

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bila dibedakan berdasarkan kampung maka jumlah kepala keluarga yang terlibat dari kampung Yembuba sebanyak 9 KK , Sawandarek 8 KK, Sawingray 2 KK dan Yenwapnor 1 KK. Jarak Kampung Yembuba dan Sawingray ke Resort Papua Diving (Kri resort dan Sorido bay resort) lebih dekat (< 8 km) dibanding dengan Kampung Yenwapnor dan Sawingray. Selain lebih dekat. Jarak yang dekat dengan resort mengakibatkan frekwensi kontak antara masyarakat dengan pihak papua diving lebih besar sehingga informasi dari manajemen Papua Diving lebih cepat diterima.

Pendapatan Masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di Kampung Sawandarek setelah berkembangnya ekowisata adalah Rp. 696,393.94 . Pendapatan rata – rata masyarakat di Kampung Yembuba setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp. 957,456.14. Pendapatan rata – rata masyarakat di Kampung Yenwapnor setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp. 963,166.67. Pendapatan rata – rata masyarakat Sawingray setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp.

(31)

979,605.26. Rata – rata pendapatan masyarakat setelah berkembangnya ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 28.

Tabel 28 Rata – rata pendapatan setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Rata – rata Pendapatan(Rp/bulan/kk)

1 Sawandarek 696,393.94 2 Yembuba 957,456.14 3 Yenwapnor 963,166.67 4 Sawingray 979,605.26 Rataan 899,155.50 Pengeluaran Masyarakat

Rata – rata pengeluaran keluarga setelah berkembangnya ekowisata antara lain di Sawandarek Rp. 423,696.97, Yembuba Rp. 804,885.96,Yenwapnor Rp. 703,425.93, dan Sawingray Rp.687,500.00. Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata dilihat pada tabel 29.

Tabel 29 Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Rata – rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1 Sawandarek 423,696.97

2 Yembuba 804,885.96

3 Yenwapnor 703,425.93

4 Sawingray 687,500.00

Jumlah 654,877.21

Pengeluaran responden untuk kebutuhan bukan makanan seperti kesehatan, pendidikan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil, sedangkan pengeluaran untuk perbaikan rumah sifatnya sangat insidential dan sangat jarang dilakukan. Seandainya ada masyarakat yang membangun atau memperbaiki rumah, maka biaya yang dikeluarkan juga tidak terlalu besar karena dilakukan secara gotong royong bersama warga kampung. Selain itu jenis rumah responden yang umumnya tidak permanen

(32)

dengan menggunakan bahan alami (Kayu, bambu dan daun sagu) cukup tersedia sehingga jarang untuk membeli bahan bangunan. Jenis dan pola pengeluaran responden sebelum dan setelah berkembangnya kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 30. Tabel 30 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di Kampung

Sawandarek Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan : * Beras 152,419.58 * Lauk pauk 77,172.63 2. Bukan Pangan * Bahan bakar/penerangan 58,455.67 * Kesehatan 17,701.92 * Pendidikan 24,389.51 * Biaya sosial 10,778.57 3. Lain – lain 82,778.89 Jumlah 423,696.97

Tabel 31 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di Kampung Yembuba Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan : * Beras 310,612.23 * Lauk pauk 143,905.82 2. Bukan Pangan * Bahan bakar/penerangan 101,534.35 * Kesehatan 40,343.50 * Pendidikan 32,984.71 * Biaya sosial 14,890.74 3. Lain – lain 160,614.61 Jumlah 804,885.96

(33)

Tabel 32 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di Kampung Yenwapnor Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan : * Beras 237,832.36 * Lauk pauk 140,000.07 2. Bukan Pangan * Bahan bakar/penerangan 79,421.81 * Kesehatan 43,289.92 * Pendidikan 71,431.95 * Biaya sosial 12,635.20 3. Lain – lain 118,813.96 Jumlah 703,425.93

Tabel 33 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di Kampung Sawingray Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan : * Beras 257,211.66 * Lauk pauk 139,926.77 2. Bukan Pangan * Bahan bakar/penerangan 88,100.18 * Kesehatan 54,551.46 * Pendidikan 52,501.32 * Biaya sosial 12,568.23 3. Lain – lain 82,640.38 Jumlah 687,500.00

Kondisi Perumahan Masyarakat

Dalam penelitian ini, kondisi rumah dibedakan atas tiga kategori yaitu permanen, semi permanen dan tidak permanen yang diperoleh berdasarkan kriteria kualitas dinding, lantai, atap, luas lantai rumah dan status kepemilikan. Berdasarkan kriteria ini,

(34)

maka kondisi perumahan masyarakat setelah pengembangan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 34.

Tabel 34 Kondisi perumahan masyarakat setelah kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Kategori

Permanen Semi Permanen Tidak Permanen

(Unit) (Unit) (Unit)

1. Sawandarek 0 2 29 2. Yembuba 4 25 22 3. Yenwapnor 11 24 20 4. Sawingray 2 12 15 Jumlah (Unit) 17 63 86 Persen (%) 10.24 37.95 51.81

Setelah kegiatan ekowisata bahari, kondisi perumahan masyarakat tidak mengalami perubahan yang berarti. Rumah anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari tidak juga mengalami perubahan. Bahkan ada warga yang bekerja / terlibat dengan kegiatan ekowisata bahari tapi masih menumpang pada keluarganya.

Aset Masyarakat

Pemilikan asset dibedakan atas dua bagian yaitu asset rumah tangga (internal

asset) dan aset produktif / modal yang digunakan untuk mendukung usaha. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jumlah aset rumah tangga responden di Kampung Sawandarek saat ini adalah Rp. 221,850,000. Jumlah aset rumahtangga di Kampung Yembuba saat ini adalah Rp. 625,150,000. Jumlah aset rumahtangga di Kampung

Yenwapnor saat ini lebih besar yaitu Rp. 769,400,000. Jumlah aset rumahtangga di

Kampung Sawingray saat ini adalah Rp.334,675,000.

Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Sawandarek saat ini adalah Rp.

140,450,000. Jumlah asset produktif masyarakat di Kampung Yembuba saat ini adalah

(35)

adalah Rp. 201,500,000. Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Sawingray saat ini adalah Rp 170,850,000. Jumlah aset masyarakat setelah kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 35.

Tabel 35 Jumlah aset masyarakat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kelompok Asset Harga (Rp)

Asset Rumah Tangga

* Televisi 38,840,000. * Radio/Tape Recorder 23,160,000 * Bufet 23,625,000 * Lemari 38,000,000 * Kulkas 3,900,000 * Rumah 1,807,000,000 * Genset 16,550,000. Jumlah 1,951,075,000 Asset Produktif * Homestay 30,000,000 * Warung 6,500,000. * Perahu 119,800,000 * Lain – lain 585,500,000 Jumlah 741,800,000 Investasi

Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat merupakan suatu usaha/proyek yang dibangun oleh PT. Papua Diving. Sebagai suatu proyek, Papua Diving tentu memerlukan sejumlah dana dan fasilitas agar tujuan menyelenggarakan kegiatan ekowisata bahari dapat tercapai dalam waktu tertentu. Agar proyek dapat berhasil maka manajemen perlu memperhatikan beberapa aspek seperti infrastruktur, superstruktur dan struktur ekonomi.

Oleh karena semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi dunia usaha, maka manajemen Papua Diving dituntut untuk selalu inovatif dan kreatif agar usahanya terus berkembang. Salah satu faktor yang ikut menentukan masa depan suatu perusahaan adalah kebijakan investasi. Merencanakan suatu investasi tidak hanya

(36)

sekedar menambah aktiva atau fasilitas yang telah ada, namun juga memberikan nilai positif bagi perusahaan.

Papua Diving sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pariwisata khususnya ekowisata bahari, maka pada tahap awal telah membangun beberapa fasilitas guna mendukung kegiatannya. Fasilitas yang dibangun pada tahun 2003 di resort Kri dapat dilihat pada tabel 36.

Tabel 36 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Kri

No. Jenis Fasilitas Harga (Rp)

1. Homestay 7 unit @. Rp. 40.000.000,- = Rp. 280.000.000,-2. Dapur 1 unit @. Rp. 25.000.000,- = Rp. 25.000.000,-3. Rumah santai I unit @. Rp. 35.000.000,- = Rp. 25.000.000,-4. Barak Karyawan 2 unit @.Rp. 30.000.000,- = Rp. 60.000.000,-5. Gudang Peralatan 1 unit @. Rp. 20.000.000,- = Rp. 20.000.000,-6. Gudang BBM 1 unit @ Rp. 15.000.000,- = Rp. 15.000.000,-7. Dermaga I unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 60.000.000,-8. Tabung/Tangki O210 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 40.000.000,-9. Regulator 5 set @. Rp. 6.000.000,- = Rp. 30.000.000,-10. Base CD/rompi 5 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 20.000.000,-11. Snorkel 5 unit @. Rp. 400.000,- = Rp. 2.000.000,-12. Sepatu 5 pasang @. Rp. 350.000,- = Rp. 1.750.000,-13. Senter 5 buah @. Rp. 600.000,- = Rp. 3.000.000,-14. Fin 5 buah @. 1.800.000,- = Rp. 9.000.000,-15. Speed Boat 3 unit @. Rp. 70.000.000,- = Rp. 210.000.000,-.

Jumlah = Rp.

660.250.000,-Setelah kegiatan ekowisata berkembang, maka pada tahun 2005, Papua Diving menambah investasinya dan membuka resort baru yaitu Resort Sorido. Fasilitas yang dibangun di Resort Sorido dapat dilihat pada tabel 37.

(37)

Tabel 37 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Sorido

No. Jenis Fasilitas Harga (Rp

1. Homestay 3 unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 180.000.000,-2. Homestay 4 unit @. Rp. 35.000.000,- = Rp. 145.000.000,-2. Dapur 1 unit @. Rp. 25.000.000,- = Rp. 25.000.000,-3. Barak Karyawan 3 unit @.Rp. 40.000.000,- = Rp. 120.000.000,-5. Gudang Peralatan 1 unit @. Rp. 20.000.000,- = Rp. 20.000.000,-6. Gudang BBM 1 unit @ Rp. 15.000.000,- = Rp. 15.000.000,-7. Dermaga I unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 60.000.000,-8. Tabung/Tangki O220 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 80.000.000,-9. Regulator 4 set @. Rp. 6.000.000,- = Rp. 24.000.000,-10. Base CD/rompi 4 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 16.000.000,-11. Snorkel 5 unit @. Rp. 400.000,- = Rp. 2.000.000,-12. Sepatu 5 pasang @. Rp. 350.000,- = Rp.

1.750.000,-13. Fin 5 buah @. 1.800.000,- = Rp.

9.000.000,-14. Speed Boat 3 unit @. Rp. 70.000.000,- = Rp.

210.000.000,-Jumlah = Rp.

907.750.000,-Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar terus berkembang, sehingga Papua Diving pada tahun 2008 menambah lagi beberapa fasilitas pendukung antara lain :

1. Speed Boat 1 unit @. Rp. 550.000.000,- = Rp. 550.000.000,-.

Jumlah = Rp.

550.000.000,-,-Penyelenggaraan kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak hanya dilakukan oleh PT Papua Diving, tetapi juga oleh PT Radil yang saat ini dalam taraf pembangunan fasilitas penginapan, kantor, dermaga dan perumahan karyawan. Pelaksanaan Kegiatan ekowisata direncanakan pada awal januari 2010.

(38)

Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari

Dampak Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat Struktur penduduk

Pengembangan kegiatan ekowisata bahari oleh PT. Papua Diving tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak khususnya yang berasal dari luar Distrik Meos Mansaar sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk setempat.

Dari data yang diperoleh melalui wawancara pada empat lokasi penelitian, hanya terdapat 5 kepala keluarga (3.14 %) yang bukan penduduk asli (pendatang). Dari 6 kepala keluarga tersebut tercatat hanya 1 kepala keluarga yang terlibat dengan kegiatan ekowisata, 1 kepala keluarga sebagai pedagang dan 4 kepala keluarga sebagai nelayan. Faktor penyebab hadirnya 5 KK sebagai penduduk di lokasi penelitian adalah karena menikah dengan penduduk asli setempat sebanyak 5 KK, dan 1 KK tertarik untuk berdagang.

Jumlah tenaga kerja di PT. Papua Diving menurut informasi dari mantan karyawan Papua Diving( Zakarias Weder) ± 90 orang . Karyawan asli papua (termasuk Meos Mansaar) sebanyak 70 orang dan 20 orang adalah pendatang. Namun karena posisi resort Papua Diving (Kri resort dan Sorido Bay resort) yang terpisah dengan Kampung (pulau Mansuar) sehingga karyawan pendatang tidak tercatat sebagai penduduk kampung setempat.

Mencermati kecilnya jumlah pendatang yang menjadi penduduk di kampung-kampung pada lokasi penelitian, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan ekowisata bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk. Terkait dengan pengembangan ekowisata di Meos Mansaar, maka kecilnya jumlah pendatang yang bekerja pada sektor wisata dikarenakan kebutuhan tenaga kerja di Papua Diving sangat terbatas. Keterbatasan ini disebabkan perusahaan tersebut baru memiliki 2 base resort di pulau Mansaar.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan di Kampung Kurkapa (distrik Meos Mansaar), terdapat 1 unit perusahaan (PT. RADIL) yang sampai dengan saat penelitian

(39)

masih dalam taraf pembangunan fasilitas penginapan, dan direncanakan operasionalnya pada januari 2010. Kehadiran PT. RADIL dalam kegiatan ekowisata bahari diperkirakan akan merubah struktur penduduk karena dapat menjadi faktor penarik bagi pendatang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.

Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat Meos Mansaar terhadap lingkungan hidupnya memang merupakan kebiasaan yang sudah terbentuk sejak nenek moyang mereka, namun perilaku ini semakin intensif setelah adanya kegiatan ekowisata bahari dan pemekaran Raja Ampat menjadi kabupaten definitif. Adanya ekowisata tidak merubah perilaku positif masyarakat terhadap lingkungan. Hal ini selaras dengan salah satu tujuan kegiatan ekowisata yaitu membangun kepedulian terhadap lingkungan (Hakim 2004).

Masyarakat mengakui bahwa kegiatan ekowisata saat ini belum memberikan manfaat langsung berupa peningkatan pendapatan dan mata pencaharian kepada sebagian besar masyarakat Meos Mansaar, namun harapan terhadap kegiatan ekowisata bahari dimasa depan sangat tinggi. Masyarakat berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu warga sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekowisata bahari.

Perilaku masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya semakin positif apabila semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari di waktu mendatang. Dikuatirkan harapan masyarakat akan menurun apabila perjalanan kegiatan ekowisata tidak mampu melibatkan lebih banyak warga. Hal ini akan berdampak negatif terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar.

Pranata Sosial

Dua lembaga sosial atau lembaga masyarakat yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat Meos Mansaar adalah Lembaga Gereja dan Lembaga Adat baik sebelum ataupun setelah berkembangnya kegiatan ekowisata. Lembaga gereja sebagai lembaga yang selalu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai religius kepada

(40)

masyarakat Meos Mansaar tetap bertahan ditengah – tengah kehidupan masyarakat. Nilai – nilai religius ini tidak berubah dengan adanya pengembangan ekowisata. Kehadiran para wisatawan asing yang terkadang melakukan ibadah di Kampung Sawandarek secara tidak langsung menambah motivasi masyarakat untuk tetap mengamalkan nilai-nilai religius yang diajarkan oleh lembaga gereja. Kesadaran sebagai satu keluarga besar yang tergabung dalam lembaga gereja semakin kuat antara lain termotivasi oleh kehadiran wisatawan. Hasil wawancara dengan Kepala Kampung Sawandarek mengatakan bahwa mereka (wisatawan) yang pintar dan kaya saja tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang hamba Tuhan apalagi kita yang serba kekurangan ini. Apa alasan kita untuk tidak menjalankan kewajiban kita sebagai seorang hamba Tuhan. Kuatnya lembaga gereja dalam kehidupan masyarakat Meos Mansaar juga terkait dengan sejarah migrasinya orang-orang Biak dan Numfor ke Raja Ampat mengikuti Koreri (Manarmaker). Koreri atau Manarmaker menurut legenda Biak adalah seorang hamba pilihan yang diutus Tuhan untuk menjalankan ajaran agama. Dari cerita ini dapat dipahami bahwa sejak dulu lembaga gereja sudah memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Selain lembaga gereja, lembaga adat juga memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat di Meos Mansaar. Aturan adat selalu mewarnai aktivitas masyarakat Meos Mansaar. Kuatnya lembaga adat juga tidak terlepas dari sejarah lahirnya Raja Ampat sebagai suatu wilayah kerajaan yang kuat dengan penerapan adat istiadatnya.

Kuatnya peranan lembaga gereja dan adat ditengah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar menunjukkan bahwa nilai-nilai yang baik yang telah diyakini kebenarannya selama puluhan bahkan ratusan tahun tidak mudah terpengaruh oleh adanya pariwisata yang menurut Pitana dan Gayatri (2005) memiliki energi dobrak yang luar biasa yang mampu membuat masyarakat lokal mengalami metamorfose dalam berbagai aspek kehidupan. Penelitian yang juga dilakukan oleh Pitana (1995) dalam Pitana dan Gayatri (2005) di Ubud (Bali) menunjukkan bahwa eksistensi organisasi sosial tradisional di Ubud seperti solidaritas ”Banjar” tetap tinggi

Gambar

Tabel 9 Jenis pekerjaan masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Tabel 12 Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Tabel 14 Interval umur kepala keluarga di lokasi penelitian
Tabel 15 Interval umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Open Journal Systems (OJS) adalah sebuah sistem manajemen konten berbasis web yang khusus dibuat untuk menangani keseluruhan proses manajemen publikasi ilmiah dari proses

 pengecatan warna, dan pengecatan clear yang menggunakan teknik pengecatan yang baik dengan memperhatikan jarak semprotan dari spraygun dengan benda

Pengaruh retribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten OKU Selatan tahun 2006-2017. Dan untuk mengetahui pajak dan retribusi sektor

If something is lighter than 1000 grams, the scale shows the correct weight.. However, if an object's weight is greater than or equal to 1000 grams, the scale can show any

Ovum akan bergerak ke rahim, bersamaan dengan proses ini, didnding rahim menjadi tebal seperti spon penuh dengan pembuluh darah yang siap menerima zigot..

Bukti T-1 : Fotokopi Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Belu (Model DA-KWK) dan Catatan

Adapun aktivitas siswa pada siklus pertama dengan presentase (53%) meningkat pada siklus kedua dengan besar presentase (74%), dan dari hasil angket respon siswa bisa

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan hasil pengujian pengaruh yang telah diuraikan tentang pengaruh pola komunikasi antar suku terhadap pembentukan sikap