• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA UNTUK MENDUKUNG “JOGJA HERITAGE CITY” DI KAWASAN BUDAYA KOTABARU KOTA YOGYAKARTA–D.I. YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA UNTUK MENDUKUNG “JOGJA HERITAGE CITY” DI KAWASAN BUDAYA KOTABARU KOTA YOGYAKARTA–D.I. YOGYAKARTA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KERJA PRAKTEK

(TPS701)

IDENTIFIKASI UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA UNTUK

MENDUKUNG “JOGJA HERITAGE CITY” DI KAWASAN BUDAYA KOTABARU

KOTA YOGYAKARTA–D.I. YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Imanuel Yuda Prihanto

610012067

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2015

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH KERJA PRAKTEK

(TPS701)

IDENTIFIKASI UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA UNTUK

MENDUKUNG “JOGJA HERITAGE CITY” DI KAWASAN BUDAYA KOTABARU

KOTA YOGYAKARTA–D.I. YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

Imanuel Yuda Prihanto

(610012067)

Disahkan,

Tanggal,……November 2015

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2015

Menyetujui,

Ketua Jurusan

Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota

Solikhah Retno Hidayati, ST.

NIK. 1973 0202

Dosen Pembimbing

Novi Maulida Ni’mah, S.T., M.Sc.

NIK. 1973 0255

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Makalah Kerja Praktek dengan judul “Identifikasi Upaya Pelestarian

Bangunan Cagar Budaya Untuk Mendukung “Jogja Heritage City” Di Kawasan

Budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta, Provinsi D.I. Yogyakarta” ini dengan baik.

Makalah ini bagian dari lanjutan dari laporan Kerja Praktek pada jurusan Teknik

Perencanaan Wilayah & Kota (PWK) Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.

Atas tersusunnya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah

ini:

1.

Ibu Solikhah Retno Hidayati, S.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Perencanaan

Wilayah dan Kota (PWK) STTNAS Yogyakarta.

2.

Ibu Novi Maulida Ni’mah, S.T., M.Sc., selaku dosen pembimbing yang banyak

memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran hingga

terselesainya makalah ini.

3. Direktur CV. Reka Kusuma Buana beserta seluruh staf yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan Kerja Praktek pada

Konsultannya.

4. Bapak Edy Masduqi, S.Si., M.Sc., selaku Tim Leader dari proyek ini sekaligus

sebagai pembimbing penulis yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing serta selalu memberikan arahan kepada penulis selama kegiatan

proyek ini berlangsung.

5.

Semua teman-teman baik kakak tingkat maupun adik tingkat terkhususnya

angkatan 2012 Jurusan Teknik PWK STTNAS Yogyakarta yang tidak dapat

penulis sebutkan namanya satu persatu.

6.

Keluarga yang selalu mendukung saya.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi

kita semua.

Yogyakarta, November 2015

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PENGESAHAN ...

ii

KATA PENGANTAR ...

iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ...

v

DAFTAR GAMBAR ... vi

ABSTRAK ...

1

1.

Latar Belakang ...

1

1.1. Rumusan Masalah ...

2

1.2. Tujuan ...

2

1.3. Sasaran ...

2

1.4. Lingkup Penulisan ...

2

2.

Metodologi ...

2

2.1. Pendekatan Penelitian ...

2

2.2. Teknik Pengumpulan Data ...

2

3.

Hasil dan Pembahasan ...

3

3.1. Gambaran Umum Kawasan ...

3

3.2. Kebijakan-Kebijakan Tentang Bangunan Cagar Budaya (BCB) ....

3

3.3. Identifikasi Jogja Heritage City di Kawasan Kotabaru ...

5

3.4. Identifikasi Upaya Pelestarian Cagar Budaya Untuk Mendukung

Jogja Hertige City di Kawasan Kotabaru ...

6

3.5. Kesimpulan ...

9

Ucapan Terima Kasih ... 10

Daftar Pustaka ... 10

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Bangunan Cagar Budaya Pendidikan Di Kotabaru dan Sekitarnya ...

7

Tabel 2

Bangunan Cagar Budaya Kesehatan Di Kotabaru dan Sekitarnya ...

8

Tabel 3

Bangunan Cagar Budaya Peribadatan Di Kotabaru dan Sekitarnya ...

8

Tabel 4

Bangunan Cagar Budaya Umum Di Kotabaru dan Sekitarnya ...

8

Tabel 5

Bangunan Cagar Budaya Rumah Tinggal Di Kotabaru dan Sekitarnya

8

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Peta Bagian Wilayah Perencanaan ...

3

Gambar 2.

SMP 5, Contoh BCB Pendidikan ...

7

Gambar 3.

Rumah Sakit DKT, Contoh BCB Kesehatan ...

8

Gambar 4.

Gereja HKBP, Contoh BCB Peribadatan ...

8

Gambar 5.

RRI, Contoh BCB Lainnya ...

8

Gambar 6.

Homestay Indraloka, Contoh BCB Rumah Tinggal ...

8

Gambar 7.

Peta Sebaran Bangunan Cagar Budaya Di Kotabaru dan Sekitarnya ..

9

(7)

IDENTIFIKASI UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR

BUDAYA UNTUK MENDUKUNG “JOGJA HERITAGE CITY” DI

KAWASAN BUDAYA KOTABARU

KOTA YOGYAKARTA–D.I. YOGYAKARTA

Imanuel Yuda Prihanto

1

, Novi Maulida Ni’mah.

2

Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah & Kota, STTNAS Yogyakarta1 imanuelyuda27@gmail.com

Dosen Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, STTNAS Yogyakarta2 maulida2411@gmail.com

Abstrak

Kotabaru adalah salah satu kawasan di Indonesia yang berkembang secara khas. Kawasan Budaya Kotabaru di dalam Perda 2 tahun 2010 tentang RTRWP DIY merupakan Kawasan Strategis Provinsi dengan tipologi Pelestarian Sosial Budaya. Seiring dengan perkembangan kota menjadi kota yang modern, terjadi banyak pembongkaran benda-benda bersejarah menjadi bangunan modern. Hal ini apabila dibiarkan akan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian benda cagar budaya, bahkan dikhawatirkan dalam jangka panjang sedikit demi sedikit benda-benda cagar budaya akan hilang. Beberapa tahun lalu, Pemerintah Kota Yogyakarta telah menetapkan lima kawasan program Jogja Heritage City. Lima kawasan itu meliputi Kotabaru, Kotagede, Keraton, Pakualaman, dan Malioboro. Program dari Jogja Heritage City untuk mempertahankan dan melestarikan bangunan cagar budaya yang memiliki nilai-nilai sejarah dan budaya yang terkandungnya. Pengendalian peruntukan bangunan cagar budaya telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor 62 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya dan dengan diterbitkannya Perda No. 2 tahun 2005 tentang pengelolaan cagar budaya dan benda cagar budaya beserta seluruh penjelasannya maka peraturan ini menjadi dasar hukum diberlakukannya perlindungan dan pemeliharaan terhadap bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial terutama di DIY dan Kotabaru pada khususnya Perda tersebut kemudian diperkuat dengan peraturan Gubernur no. 74 tahun 2008 yaitu mengenai tata cara penetapan dan klasifikasi kawasan cagar budaya.Pelestarian, pemeliharan dan perlindungan ini meliputi memelihara lingkungan dan unsur-unsur fisik tersebut secara utuh sebagaimana aslinya. Merenovasi secara keseluruhan untuk mengembalikan kepada bentuk dan tampilan semula dan merenovasi bagian-bagian tertentu dengan menyesuaikan bentuk asliya pada bagian terluar dengan kedalaman tertentu. Biasanya bagian dalamnya dapat diubah atau disesuaikan dengan perkembangan dan fungsi bangunan. Sehingga bangunan cagar budaya sudah tentu perubahan-perubahan bangunan tersebut harus didasarkan pada kaidah-kaidah arkelogis tanpa mengesampingkan unsur teknis dan kekuatan struktur bangunan yang harus disesuaikan untuk kepentingan kelangsungan bangunan tersebut dalam jangka panjang.

Kata kunci : Kotabaru, Jogja Heritage City, Bangunan Cagar Budaya

1.

Latar Belakang

Cagar budaya mempunyai pengertian yang serupa seperti cagar alam yang sudah sering didengar dalam masyarakat. Cagar alam adalah sebidang lahan yang dijaga untuk melindungi flora dan fauna yang ada di dalamnya, sedangkan cagar budaya yang dilindungi bukan suatu daerah yang bersifat alamiah melainkan hasil kebudayaan manusia yang berupa benda-benda peninggalan masa lalu.

Dalam Perda DIY No. 11 Tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar, disebutkan Budaya dan Benda Cagar Budaya yang selanjutnya disingkat BCB adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa

kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun serta diidentifikassi mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengentahuan dan kebudayaan; serta benda alam yang diidentifikasi mempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

. Salah satu daerah yang memiliki benda-benda peninggalan masa lalu terdapat di kawasan Kotabaru, Kota Yogyakarta.

Beberapa tahun lalu Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah DIY telah menetapkan lima kawasan program Jogja Heritage City. Lima kawasan itu meliputi Kotabaru, Kotagede, Keraton, Pakualaman,

(8)

dan Malioboro. (Tempo.Co Yogyakarta, 2014). Kelima wilayah tersebut perlu melakukan pengawasan terhadap pengajuan izin pendirian dan renovasi bangunan yang tak sesuai dengan konsep program Jogja Heritage City. Kawasan Kotabaru memiliki bangunan bercorak kolonial sehingga dilarang untuk diubah menjadi fasad Jawa, atau bentuk lain yang tak mencermikan fasad khas Indische.

Ditetapkannya Kawasan Kotabaru sebagai Kawasan Cagar Budaya merupakan salah satu aset Kota Yogyakarta yang mempunyai nilai penting sejarah dengan banyaknya bangunan kuno yang dinilai sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Kawasan Budaya Kotabaru di dalam Perda 2 tahun 2010 tentang RTRWP DIY merupakan Kawasan Strategis Provinsi dengan tipologi Pelestarian Sosial Budaya. Kotabaru merupakan salah satu satuan ruang lain yang mempunyai nilai keistimewaan. Kotabaru adalah salah satu kawasan di Indonesia yang berkembang secara khas. Wilayah ini direncanakan untuk hunian masyarakat kolonial. Sejarah pemukiman ini dimulai ketika pada tahun 1917 residen Yogyakarta meminta sebuah wilayah di sebelah timur Sungai Code kepada Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Secara administratif Kotabaru saat ini menjadi nama kelurahan yang terletak di Kecamatan Gondokusuman Daerah Istimewa Yogyakarta.

Seiring dengan perkembangan kota menjadi kota yang modern, terjadi banyak pembongkaran benda-benda bersejarah menjadi bangunan modern. Hal ini apabila dibiarkan akan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian benda cagar budaya, bahkan dikhawatirkan dalam jangka panjang sedikit demi sedikit benda-benda cagar budaya akan musnah. Seiring dengan itu kita akan banyak kehilangan cerita bersejarah yang melekat pada benda-benda cagar budaya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya maka selain Pemerintah, masyarakat juga memiliki kewajiban merawat bangunan Cagar Budaya. Oleh karena itu perlu ada perhatian serius terhadap benda-benda cagar budaya dengan memberikan perlindungan yang lebih kuat untuk menjaga kelestariannya.

1.1. Rumusan Masalah

Bagaimana upaya kebijakan daerah dalam pelestarian bangunan cagar budaya untuk mendukung Jogja Heritage City di kawasan budaya Kotabaru?

1.2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dasar ketentuan kebijakan – kebijakan dalam menjaga kelestarian dan mempertahankan nilai sejarah serta budaya pada bangunan cagar budaya meskipun dimanfaatkan untuk fungsi lain dalam mendukung Jogja Heritage City.

1.3. Sasaran

Sasaran dari penyusunan makalah ini adalah

1. Mengetahui kebijakan dalam upaya pelestarian bangunan cagar budaya di kawasan budaya Kotabaru untuk mendukung Jogja Heritage City.

2. Mengidentifkasi arahan pengembangan terkait kebijakan

dalam upaya pelestarian bangunan cagar budaya di kawasan budaya Kotabaru untuk mendukung Jogja Heritage City.

1.4. Lingkup Penulisan

Dalam makalah ini membahas mengenai upaya pelestarian bangunan cagar budaya untuk mendukung Jogja Heritage City (Kota Pusaka) di Kawasan Budaya Kotabaru. Sehingga memerlukan suatu kebijakan untuk menjaga nilai-nilai sejarah dan budaya yang terkandung. Dalam menentukan ketentuan tersebut terdapat kebijakan yang menjadi dasar untuk pelestarian cagar budaya yaitu Peraturan Gubernur DIY Nomor 62 Tahun 2013 tentang pelestarian Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jadi makalah ini hanya sebatas membahas tentang upaya pelestarian bangunan cagar budaya untuk mendukung Jogja Heritage City di Kawasan Budaya Kotabaru agar bangunan cagar budaya tidak mengalami perubahan nilai-nilai sejarah dan budaya yang ada di dalamnya.

2.

Metodologi

2.1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam makalah ini melalui pendekatan deskriptif yaitu pendekatan yang memberikan suatu gambaran atau deskripsi tentang suatu fenomena-fenomena yang ada secara obejktif, yang berlangsung saat ini atau masa lampau.

2.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan sekunder. Beberapa metode pengumpulan data antara lain:

(9)

a. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk memperkaya data dan informasi. Kegiatan pengumpulan data sekunder tersebut dilakukan dengan mencari literatur (artikel, buku, dan laporan penelitian) dan mencari data-data di internet (browsing) mengenai kebijakan dan program pengembangan kawasan cagar budaya di kawasan Kotabaru;

b. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer guna melengkapi data sekunder dan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi sebenarnya di lapangan. Data primer dikumpulkan dengan cara :

1) Observasi/ pengamatan lapangan bertujuan untuk mengenal kondisi visual wilayah secara keseluruhan. 2) Dokumentasi lapangan untuk

mendapatkan gambaran kondisi lapangan.

3) Kegiatan wawancara yang mencakup pertemuan dengan masyarakat di wilayah studi dan instansi pemerintahan guna mengetahui kebijakan-kebijakan yang ada.

3.

Hasil dan Pembahasan

3.1. Gambaran Umum Kawasan

Lingkup Kawasan meliputi sebagian wilayah Kecamatan Gondokusuman dan

sebagain wilayah Kecamatan Danurejan, dengan rincian sebagai berikut :

a. Kawasan Inti, yaitu wilayah Kelurahan Kotabaru, dengan batas sebagai berikut:

• Batas Utara :Jl. Jenderal Sudirman • Batas Selatan :Rel Kereta Api. • Batas Barat :Sungai Code • Batas Timur :Jl.Wahidin

Sudirohusodo

b. Kawasan Penyangga, yaitu wilayah Kelurahan Terban, dan Kelurahan Bausasran dengan batas sebagai berikut:

• Batas Utara :Jl. Colombo – Jl. Cik Di Tiro

• Batas Selatan :Jl.Stasiun Lempuyangan – Rel kereta api. • Batas Barat :Sungai Code • Batas Timur : Sungai Belik

3.2. Kebijakan-Kebijakan Tentang

Bangunan Cagar Budaya (BCB) Kebijakan penataan ruang di Kawasan Budaya Kotabaru, Yogyakarta dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan kondisi alamiah (lingkungan) serta buatan. Kebijakan penataan ruang di Kawasan

Budaya Kotabaru, Yogyakarta

dikembangkan ke dalam suatu kerangka kebijakan yang strategis. Arah kebijakan terkait dengan Kawasan budaya Kotabaru Gambar 1.

Peta Bagian Wilayah Perencanaan

Sumber: Laporan Penyusuan Peraturan Zonasi Kawasan Budaya Kotabaru, 2015

(10)

dapat ditinjau dari kebijakan pusat sampai daerah.

Kebijakan terhadap benda-benda cagar budaya dan kawasannya telah dilakukan sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda yaitu diatur dalam Monumenten Ondonnantie 1931 (Stbld. No 238 Tahun 1931) yang lazimnya disingkat dengan M.O. Mengingat M.O. 1931 pada saat itu tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan Indonesia, maka M.O. dicabut dan diganti dengan undang-undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Dikeluarkannya UU No. 5 Tahun 1992 ini, maka pelaksanaan perlindungan benda cagar budaya telah mempunyai peraturan tersendiri yang diperlukan dalam mengatur tentang penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, pengelolaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan pengawasan terhadap benda cagar budaya, agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Seiring dengan adanya pemberian otonomi yang luas pada daerah-daerah sesuai Undang-Undang Pemerintah Daerah, tentu saja UU No 5 Tahun 1992 tersebut tidak sesuai dengan perkembangan sekarang. Berdasarkan hal tersebut, UU No 5 Thun 1992 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang berlaku hingga sekarang ini.

Mengingat Kawasan Budaya Kotabaru berada pada lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai tradisional, dimana banyak sekali bangunan cagar budaya yang ada, maka perlu merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada Bab I, pasal 1 yang menjelaskan bahwa:

a.

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

b.

Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

c.

Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat (bab IV pasal 13). Namun dapat pula dikuasai dan dimiliki oleh setiap orang, seperti dalam bab IV pasal 12 Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini. Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan negara.

Kotabaru sebagai kawasan cagar budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini tertuang dalam Perda DIY No 6 Tahun 2012, Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Disebutkan dalam perda tersebut bahwa panduan arsitektur bangunan baru pada kawasan cagar budaya Kotabaru ditetapkan memakai gaya arsitektur Indische dan kolonial.

Dalam Peraturan Daerah RTRW Kota Yogyakarta Bab 4 Pasal 10 Ayat 4 menyebutkan bahwa Strategi untuk memantapkan fungsi lindung melalui pemeliharaan dan pelestarian terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan serta pencegahan dampak negatif kegiatan manusia meliputi :

a. Mengelola kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan memadukan kepentingan pelestarian budaya Daerah dan pariwisata budaya;

b. Mengelola kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan mengembangkan pariwisata rekreasi dan pendidikan;

c. Melarang kegiatan budidaya apapun yang tidak berkaitan dengan fungsinya dan tidak berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Peraturan tersebut menjelaskan bahwa dalam kawasan cagar budaya memiliki keterbatasan terhadap kegiatan masyarakat. Keterbatasan ini berkaitan dengan pemanfaatan kawasan cagar budaya yang harus berkaitan dengan nilai- nilai budaya dan sesuai dengan fungsinya.

Dalam Perda DIY Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya, untuk mengendalikan terjadinya kerusakan dan kemusnahan cagar budaya Dinas Kebudayaan

(11)

Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta melalui pemberian Izin Mendirikan Bangun Bangunan (IMBB) bangunan cagar budaya atau IMBB bangunan yang akan didirikan di kawasan cagar budaya di Kota Yogyakarta. Dalam mekanisme permohonan IMBB untuk bangunan cagar budaya atau bangunan yang berada di kawasan cagar budaya tersebut, ada ketentuan bahwa apabila bangunan yang akan dimintakan IMBB merupakan warisan budaya maka pemohon harus meminta rekomendasi dari Dinas Kebudayaan Provinsi DIY terlebih dahulu.

Bangunan bersejarah dapat dimiliki oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan tidak bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya namun perlu diketahui bahwaPasal 17 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2010 menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang mengalihkan kepemilikan cagar budaya peringkat nasional, peringkat propinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan tingkatannya.” Dengan adanya berbagai kebijakan dalam pengelolaan kawasan cagar budaya maka maka Kawasan Kotabaru yang memiliki banyak bangunan sebagai benda cagar budaya, khususnya bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur Indische diperlukan suatu ketentuan yang dapat memberi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sehingga dapat menjaga kelestarian cagar budaya dari ancaman pembangunan modern perkotaan.

3.3. Identifikasi Jogja Heritage City (Kota Pusaka) di Kawasan Kotabaru Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum (Dirjen Taru) bekerjasama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) meluncurkan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka Indonesia (P3KP), 16 April 2012, di Yogyakarta. Salah satu tujuan program adalah mendukung kapasitas Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang didirikan di Solo, 25 Oktober 2008. Salah satu tonggak Tahun Pusaka Indonesia 2013 ialah diluncurkan Piagam Pelestarian Kota Pusaka Indonesia 2013 di Kementrian Koordinator Bidang Kesra, 23 Desember 2013. Piagam ini adalah kesepakatan masyarakat pendukung pelestarian pusaka yang akan mengawal dan terus mendorong penataan dan pelestarian Kota Pusaka. Piagam menyatakan bahwa Kota Pusaka (Heritage City) adalah

kota/kabupaten yang mempunyai aset pusaka istimewa. Aset tersebut berupa rajutan pusaka alam dan pusaka budaya yang lestari. Tercakup unsur ragawi/cagar budaya (artefak, bangunan, dan kawasan dengan ruang terbukanya) dan kehidupan fisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Sebagai Kota Pusaka, rajutan pusaka yang istimewa merupakan keunggulan yang harus lestari sepanjang masa. Tidak terkecuali panorama yang terbentuk karena alam maupun budi daya manusia.

Kota Yogyakarta sejak 2012 telah terpilih menjadi peserta Kota Pusaka. Sesuai dengan Keputusan Gubernur DIY Nomor 186/KEP/2011, ditetapkan di Kota Yogyakarta terdapat 5 (lima) Kawasan Cagar Budaya yaitu Kraton, Kotagede, Pakualaman, Malioboro dan Kotabaru yang sangat sesuai dengan terpilih sebagai Kota Pusaka. Selain aset budaya ragawi tersebut, terdapat aset budaya non ragawi berupa kesenian, busana, kuliner, upacara adat dan tradisi, bahasa daerah, prasarana budaya dan lembaga budaya. Pernyataan nilai penting Kota Pusaka Yogyakarta mengandung arti bahwa

penyelenggaraan pembangunan dan

pemerintahan di Kota Yogyakarta melestarikan nilai-nilai luhur serta kebudayaan yang meliputi seluruh hasil olah cipta, rasa dan karsa manusia yang menjadi roh dan semangat kehidupan di Kota Yogyakarta untuk terus berkembang menjadi karakter masyarakat menuju kesejahteraan seluruh Kota Yogyakarta dan warganya.

Secara umum, Kota Yogyakarta menghadapi tantangan dan permasalahan pembangunan di dalam melestarikan keunggulan, yaitu desakan pembangunan kota/urbanisasi, Tata Kelola Pemerintahan,

Bencana Alam, Akulturasi Budaya

Luar/modern dan Ulah Manusia.

Visi dari Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka adalah “Mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pusaka unggulan dan nyaman huni dengan karakter pariwisata berbasis budaya, pendidikan yang berkarakter dan

inklusif, pusat pelayanan jasa yang

berwawasan lingkungan serta ekonomi kerakyatan.” Misi untuk mewujudkan visi ini meliputi 1) mewujudkan tata kelola Kota Pusaka yang baik, 2) melestarikan tata ruang dan morfologi Kota Yogyakarta yang berkelanjutan, 3) mewujudkan tata bangunan dan lingkungan kota pusaka unggulan yang nyaman huni dan berstandar internasional, 4) mewujudkan sarana dan prasarana publik yang mendukung kegiatan pariwisata dan pusat pelayanan jasa yang berstandar

(12)

internasional, 5) mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Yogyakarta dalam kerangka Kota Pusaka unggulan.

Kawasan Budaya Kotabaru memiliki banyak nilai-nilai dan budaya yang dapat mendukung Jogja Heritage City ditinjau dari sejarahnya Kawasan Kotabaru yang memiliki periode sejak sebelum kemerdekaan, masa kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Berawal dari tempat tiggal orang Eropa disekitar keraton dimulai dari Loji Kecil sampai meluas ke Setyodiningratan (Darmosugito, 1956) Pada awalnya Cornelis Cane sebagai residen pada saat itu minta persetujuan HB VII untuk menggunakan lahan di sebelah utara kota sebagai pemukiman untuk orang Eropa, lahan di sebelah timur Sungai Code dibangun kawasan dengan nama Nipwe Wijk (Brugen & Wassig, 1998 dalam wahyu, 2011).

Kawasan Kotabaru merupakan permukiman orang belanda yang dibangun setelah Perang Dunia I atau pada akhir masa pemerintahan HB VII tahun 1877-1921. Kawasan ini dibangun terpisah dari keraton dan benar-benar merupakan suatu kawasan yang baru. Pelaksanaan pembangunan di atur secara rinci dari pemberian lahan dan wewenang pendirian bangunan, jalan, taman dan perawatannya dalam Rijksblad van sultanat Djogjakarta 1917 no 12; 107-108 (dalam wahyu, 2011). Dengan ketentuan diatur pihak kasultanan, adanya wewenang pendirian bangunan di kawasan Kotabaru ini dibebani pajak sewa kepada kesultanan.

Pada awal berdirinya bangunan di Kotabaru diperuntukan bagi pekerja kantoran, perkebunan, dan pemerintahan. Kemudian pada masa pendudukan tentara Jepang bangunan-bangunan tersebut dialih fungsikan kepada pemerintah Jepang dan digunakan sebagai perkantoran dan tangsi militer tetapi tidak ada perubahan fisik bangunan yang signifikan. Berdasarkan perkembangan lingkungannya, Kotabaru mengalami kemajuan yang pesat sebagai daerah hunian baik sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat perdagangan dan jasa. Hal ini tidak terlepas dari kawasan Kotabaru yang sangat strategis di Kota Yogyakarta yang berdekatan dengan pusat perdagangan Malioboro, pusat pemerintahan daerah serta berada dalam jalur pergerakan ekonomi dan sosial budaya warga Yogyakarta pada umumnya.

Sejak terbentuknya permukiman Kotabaru pada masa kolonial memang dirancang untuk menjadi permukiman yang nyaman, tertata rapi dan aman bagi warga Belanda pada masa itu. Oleh karenanya banyak arsitektur rumah tinggal di kawasan

Kotabaru yang mempunyai ciri khas arsitektur Indische yang merupakan unsur gaya arsitektur barat di Indonesia. Sehingga apabila dilihat dari sejarahnya Kawasan Kotabaru sangat mendukung untuk Jogja Heritage City.

3.4. Identifikasi Upaya Pelestarian Cagar Budaya Untuk Mendukung Jogja

Heritage City di Kawasan Kotabaru

Pengendalian peruntukan bangunan cagar budaya telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor 62 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya dan dengan diterbitkannya Perda No. 2 tahun 2005 tentang pengelolaan cagar budaya dan benda cagar budaya beserta seluruh penjelasannya maka peraturan ini menjadi dasar hukum diberlakukannya perlindungan dan pemeliharaan terhadap bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial terutama di DIY dan Kotabaru pada khususnya Perda tersebut kemudian diperkuat dengan peraturan Gubernur no. 74 tahun 2008 yaitu mengenai tata cara penetapan dan klasifikasi kawasan cagar budaya.

Preservasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan kondisi suatu cagar budaya. Kawasan preservasi adalah suatu atau beberapa kawasan di dalam kota yang harus dilestarikan, dilindungi, dipelihara (konservasi) dan dipugar (direnovasi atau direstorasi) yang sesuai dengan bentuk aslinya tetapi tetap disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan fungsionalnya karena merupakan kawasan atau mengandung bangunan dan/atau bangunan bangunan yang mempunyai nilai sejarah, nilai seni dan budaya serta nilai arsitektur. Nilai-nilai ini juga merupakan ciri khas kota tersebut. Koservasi adalah tindakan untuk mempertahankan makna suatu cagar budaya baik berupa benda atau suatu kawasan. Preservasi atau rekonstruksi bangunan adalah pembangunan kembali bangunan lama atau bangunan yang sudah tidak digunakan menjadi bangunan baru atau bangunan yang dapat digunakan kembali seba gaimaa fungsinya dulu, atau bisa juga mengkonversi suatu bangunan sehingga mempunyai fungsi yang baru.

Cagar budaya adalah peninggalan budaya yang ditetapkan sebagai warisan budaya yang harus dilindungi. Dalam penetapan suatu bangunan.menjadi Benda Cagar Budaya harus memenuhi beberapa persyaratan yang diantaranya adalah :

a. Memiliki masa gaya minimal 50 tahun. b. Mempuyai arti khusus bagi sejarah dan

ilmu pengetahuan.

(13)

c. Mempunyai nilai budaya bagi pribadi bangsa.

Cagar budaya setidaknya meliputi benda, bangunan, situs serta kawasan yang mencakup persyaratan tersebut diatas. Pelestarian, pemeliharan dan perlindungan ini meliputi memelihara lingkungan dan unsur-unsur fisik tersebut secara utuh sebagaimana aslinya. Merenovasi secara keseluruhan untuk mengembalikan kepada bentuk dan tampilan semula dan merenovasi bagian-bagian tertentu dengan menyesuaikan bentuk asliya pada bagian terluar dengan kedalaman tertentu. Biasanya bagian dalamnya dapat diubah atau disesuaikan dengan perkembangan dan fungsi bangunan.

Dalam kaitannya dengan undang-undang cagar budaya dan peraturan rencana tata ruang diidentifikasikan sasaran dan arah hadap bangunan maupun kawasan. Dalam hal ini perlu pengarahan visual baik berupa koridor pandangan maupun yang berbentuk tata bahasa, irama, ukuran dan bahan bangunan. Preservasi dan konservasi biasanya ditujukan untuk menjaga agar suasana karakteristik lingkugan tetap terjaga tidak berubah drastis. Agar kawasan tersebut tetap mengikuti perkembangan kota perubahan yang terjadi lebih ditujukan pada perubahan perutukan, sedagkan lingkungan fisiknya tidak berubah. Perangkat kebijakan seperti undang-undang cagar budaya dapat diberlakukan untuk melindungi bangunan yang dipugar.

Ada beberapa langkah dalam melakukan preservasi dan koservasi baik itu bangunan BCB atau merupakan suatu kawasan Cagar Budaya, yaitu;

a. Dengan memutuskan tujuan utama pemulihan bangunan lama yang sudah tua atau rusak.

Hal ini mencakup fungsi dan manfaat gedung tersebut setelah dipulihkan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

b. Menilai kondisi bangunan yang akan dikonservasi apakah bangunan tersebut masih layak berdiri atau tidak secara preposisi atau kestrategisan bangunan tersebut. Hal ini berhubungan erat dengan manfaat bangunan dan biaya yang harus dikeluarkan.

c. Merekonstruksi bangunan ada beberapa cara yang bisa dipergunakan, tentunya yang terbaik dan paling sesuai dengan kondisi bangunan tersebut.

Setelah menilai dan menentukan langkah-langkah diatas maka dilakukan rekonstruksi atau mengubah bangun bangunan yang telah rusak menjadi bangunan bernilai ekonomis tinggi dan mampu

digunakan sebagai bangunan baru. Kaitannya dengan bangunan cagar budaya sudah tentu perubahan-perubahan bangunan tersebut harus didasarkan pada kaidah-kaidah arkelogis tanpa mengesampingkan unsur teknis dan kekuatan struktur bangunan yang harus disesuaikan untuk kepentingan kelangsungan bangunan tersebut dalam jangka panjang.

Banyak bangunan di Kotabaru yang merupakan peninggalan arsitektur kolonial yang masih berdiri sampai sekarang. Bangunan bergaya arsitektur Indische baik yang berpotensi sebagai bangunan warisan budaya maupun bangunan yang sudah ditetapkan sebagai BCB. Berdasarkan fungsinya bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial bergaya arsitektur Indische di kotabaru dapat dikelompokan menjadi bangunan umum dan bangunan rumah tinggal. Bangunan umum berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi :

1. Bangunan Pendidikan

Yang dimaksud bangunan pedidikan ini adalah bangunan-bangunan sekolah. Banyak bangunan sekolah yang dibangun pada masa kolonial yang sudah ditetapkan sebagai BCB yaitu:

Tabel 1.

Bangunan Cagar Budaya Pendidikan di Kotabaru dan Sekitarnya

Nama BCB/Situs Nomor Penetapan

SD Negeri Ungaran I BCB PM.07/PW.007/MKP 2007 SMP Negeri 5 BWB 798/KEP/2009 SMA Negeri 3 BCB PM.07/PW.007/MKP 2007 SMA Bopkri 1 BCB PM.07/PW.007/MKP 2007 SMP Negeri 8 BCB 210/KEP/2010 SMA Negeri6 BCB PM.07/PW.007/MKP2010

SMA Negeri 9 BWB 798/KEP/2009

SMP Negeri 1 BCB PM.07/PW.007/MKP/2010 Museum TNI AD BCB 210/KEP/2010

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2012

Gambar 2. SMP 5, Contoh BCB Pendidikan

(Survei Lapangan, 2015)

2. Bangunan Kesehatan

Bangunan kesehatan yang dimaksud adalah bangunan-bangunan rumah sakit. Bangunan rumah sakit yang bergaya arsitektur

(14)

Indis dan sudah ditetapkan sebagai bangunan BCB adalah:

Tabel 2.

Bangunan Cagar Budaya Kesehatan di Kotabaru dan Sekitarnya

Nama BCB/Situs Nomor Penetapan

RS Panti Rapih BCB PM.07/PW.007/MKP2010 RS Mata dr. YAP BCB PM.07/PW.007/MKP 2007 Rs Bethesda BCB 210/KEP/2010

Rs DKT BCB 210/KEP/2010

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2012

Gambar 3. Rumah Sakit DKT. Contoh BCB Kesehatan. (Survei Lapangan, 2015)

3. Bangunan Peribadatan

Bangunan peribadatan yang dimaksud disini adalah bangunan gereja.Bangunan Gereja yang dibangun dengan gaya arsitektur Indis dan sudah ditetapkan sebagai BCB adalah :

Tabel 3.

Bangunan Cagar Budaya Peribadatan di Kotabaru dan Sekitarnya

Nama BCB/Situs Nomor Penetapan

Gereja St Antonius BCM PM.07/PW.007/MKP2010

Gereja HKBP BCM 210/KEP/2010

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2012

Gambar 4. Gereja HKBP, Contoh BCB Peribadatan ( Survei Lapangan, 2015)

4. Bangunan umum lainnya yang bergaya arsitektur Indische dan sudah ditetapkan BCB adalah :

Tabel 4.

Bangunan Cagar Budaya Umum di Kotabaru dan Sekitarnya

Nama BCB/Situs Nomor Penetapan

Kolose St Ignatius BCB 210/KEP/2010

RRI BCB 210/KEP/2010

Susteran Amal Kasih BCB 185/KEP/2011

Mulia

Badan Perpustakaan

Daerah BCM PM.07/PW.007/MKP2010

Seminari BCB 210/KEP/2010

Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota BCM PM.07/PW.007/MKP2010 Gedung Asuransi

Jiwasraya BWB 798/KEP/2009

Stasiun

Lempuyangan BCB 210/KEP/2010

Museum TNI AD BCB 210/KEP/2010

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2012

Gambar 5. RRI, Contoh BCB Lainnya ( Survei Lapangan, 2015)

5. Bangunan Rumah Tinggal Tabel 4.

Bangunan Cagar Budaya Rumah Tinggal Di Kawasan Kotabaru dan Sekitarnya

Nama BCB/Situs Nomor Penetapan

Rumah Indis Prof. Dr. Herkutato

BCB 798/KEP/2009

Asrama Kompi BCB 210/KEP/2010

Rumah Mr. Djody Gondokusumo

BCB 210/KEP/2010

Indraloka Home stay BWB 798/KEP/2009

Rumah Prof DR. Maria

Sumardjono

BWB 798/KEP/2009

Rumah HJ. Soebekti BWB 798/KEP/2009

Rumah Wicara Dwi Riyanto BWB 798/KEP/2009 Asrama Mahasiswa Aceh BWB 798/KEP/2009 Joglo Mangun suwito BWB 798/KEP/2009 Kafe da resto own cipta karya BWB 798/KEP/2009

Asrama Mahasiswa

Ratnaningsih

BWB 798/KEP/2009

Primagama TK dan Playgrup BCB 0224/U/1981 Rumah Adi Pranoto, SE BWB 798/KEP/2009

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, 2012

Gambar 6. Indraloka Home Stay, Contoh BCB Rumah Tinggal

( Survei Lapangan, 2015)

(15)

3.5. Kesimpulan

Kawasan Budaya Kotabaru masih memiliki banyak nilai-nilai dan budaya yang dapat mendukung Jogja Heritage City ditinjau dari sejarahnya Kawasan Kotabaru yang memiliki periode sejak sebelum kemerdekaan, masa kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Dari pengertian Kota Pusaka (Heritage City) itu adalah kota/kabupaten yang mempunyai aset pusaka istimewa. Aset tersebut berupa rajutan pusaka alam dan pusaka budaya yang lestari. Tercakup unsur ragawi/cagar budaya (artefak, bangunan, dan kawasan dengan ruang terbukanya) dan kehidupan fisik, ekonomi, dan sosial-budaya.

Banyak bangunan di Kotabaru yang merupakan peninggalan arsitektur kolonial yang masih berdiri sampai sekarang. Bangunan bergaya arsitektur Indische baik yang berpotensi sebagai bangunan warisan budaya maupun bangunan yang sudah ditetapkan sebagai BCB. Cagar budaya tersebut adalah peninggalan budaya yang ditetapkan sebagai warisan budaya yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, pengendalian peruntukan bangunan cagar budaya telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor 62 Tahun 2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya dan dengan diterbitkannya pula Perda No. 2 tahun 2005 tentang pengelolaan cagar budaya dan benda cagar budaya beserta seluruh penjelasannya maka peraturan ini menjadi dasar hukum diberlakukannya perlindungan

dan pemeliharaan terhadap bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial terutama di DIY dan Kotabaru pada khususnya Perda tersebut kemudian diperkuat dengan peraturan Gubernur no. 74 tahun 2008 yaitu mengenai tata cara penetapan dan klasifikasi kawasan cagar budaya. Pelestarian, pemeliharan dan perlindungan ini meliputi memelihara lingkungan dan unsur-unsur fisik tersebut secara utuh sebagaimana aslinya. Merenovasi secara keseluruhan untuk mengembalikan kepada bentuk dan tampilan semula dan merenovasi bagian-bagian tertentu dengan menyesuaikan bentuk asliya pada bagian terluar dengan kedalaman tertentu. Biasanya bagian dalamnya dapat diubah atau disesuaikan dengan perkembangan dan fungsi bangunan.

Berdasarkan kebijakan-kebijakan dalam upaya melestarikan bangunan cagar budaya untuk mendukung Jogja Heritage City di Kawasan Budaya Kotabaru, peran dari pemerintah sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan untuk menjaga nilai sejarah dan budaya bangunan itu sendiri, sehingga pemerintah harus bijak dan tegas dalam pengambilan keputusan dalam hal perizinan. Dalam melestarikan bangunan cagar budaya, peran masyarakat juga sangat penting karena dengan masyarakat ikut menjaga, menaati peraturan, dan kebijakan yang ada serta sadar akan pentingnya bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah dan budaya, maka bangunan cagar Gambar 7.

Peta Sebaran Bangunan Cagar Budaya Di Kotabaru dan Sekitarnya

Sumber: Laporan Penyusuan Peraturan Zonasi Kawasan Budaya Kotabaru, 2015 Survei & Analisis

(16)

budaya tersebut tidak akan hilang oleh perkembangan kota yang modern.

Ucapan Terima Kasih

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah mengaruniakan hikmat dan kebijaksanaan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Terima kasih buat Dosen yang telah membimbing dan mengarahkan dalam pengerjaan makalah ini. Terima kasih juga buat Konsultan di CV. Reka Kusuma Buana yang memberikan banyak masukan-masukan dalam proses pengerjaan makalah ini dan terima kasih buat teman-teman mahasiswa yang memberikan semangat dan motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Daftar Pustaka

Harjiyatni Francisca Romana, Sunarya Raharja, 2011. Jurnal Perlindungan Hukum Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan Di Yogyakarta. Fakultas Hukum. Universitas Janabadra. Yogyakarta.

Laporan Pendahuluan (2015). Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasn Budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta.

Laporan Antara (2015). Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasn Budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta.

Laporan Akhir (2015). Penyusunan Peraturan Zonasi Kawasn Budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta.

Pemerintah Kota Yogyakarta, 2012. Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta.

TEMPO.CO. Yogya Batasi Bangunan Baru di Kawasan Cagar Budaya. Tanggal Post : 12 Februari 2014.

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Perlu juga merujuk pada laporan Daily Bulletin (Outlook Harian) kami untuk memperkuat pandangan terhadap laporan ini.. Trend pada laporan ini dilihat dari kondisi 15’-chart

Sebuah hasil penelitian yang menarik dalam edisi terbaru jurnal ilmiah Cell menyebut kan bahwa para peneliti telah berhasil menemukan beragam gen yang berkontribusi p ada autisme dan

Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan memanfaatkan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh pada pengungkapan tanggung jawab sosial di

orangtua mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dari tenaga kesehatan, perawat memperkenalkan anggota timnya yang merawat bayinya, menjelaskan apa yang menjadi

Analisis statik menggunakan metode elemen hingga dan bertujuan untuk menentukan struktur atau komponen, dapat dengan aman menahan kekuatan dan beban yang telah

governance dalam pengelolaan zakat saja sedangkan penelitian sekarang yaitu menekankan pada penerapan pengelolaan zakat di BAZNAS Kota. Mojokerto dalam perspektif

Penelitian ini menghasilkan rumusan 4 alternatif strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan pengawasan kegiatan perikanan di Kabupaten Sukabumi yaitu dengan