LAPORAN AKHIR
PENELITIAN PTUPT
Konsep Desain Kapal Pengangkut LNG sebagai Solusi dalam
Memenuhi Kebutuhan Gas di Indonesia
Tim Peneliti :
Ketua
: Prof. Ketut Buda Artana, S.T., M.T.
(DTSP/FTK)
Anggota 1
: Dr. I Made Ariana, S.T., M.Sc.
(DTSP/FTK)
Anggota 2
: AAB. Dinariyana D.P., S.T., MES., Ph.D. (DTSP/FTK)
Anggota 3
: Dr. Taufiq Arif S., S.T., M.Eng.
(BPPT)
Mahasiswa 1 : Hayy Nur Abdillah, S.T., M.T.
(DTSP/FBMT)
Mahasiswa 2 : Ni Luh Putu Pujiyanti, S.T.
(MMT/FTK)
Mahasiswa 3 : Putu Widhi Aprilia, S.T.
(DTSP/FTK)
Mahasiswa 4 : Nanda Dwi Wuryaningrum, S.T.
(DTSP/FTK)
Mahasiswa 5 : Lilik Khoiriyah
(DTSP/FTK)
Mahasiswa 6 : Mahsa Gyda Rahma
(DTSP/FTK)
Sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No: 1348/PKS/ITS/2020
DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
Daftar Isi
Daftar Isi ... i
Daftar Tabel ... ii
Daftar Gambar ... iii
BAB I RINGKASAN ... 1
BAB II HASIL PENELITIAN... 2
II. 1. Analisis Permintaan dan Penawaran untuk Kelistrikan di Wilayah Indonesia Timur [Papua, Papua Barat Dan Maluku] ... 2
II.2. Skema Distribusi LNG ... 6
II. 3. Desain Alternatif Distribusi LNG Pada Setiap Pembangkit Listrik ... 11
II. 4. Optimasi Skema Distribusi Lng Dengan Menggunakan Greedy Search ... 14
II. 5 Desain Penerima Terminal LNG ... 31
II. 6. Desain Layout Berdasarkan NFPA 59A ... 35
II. 7. Konseptual Desain – Lines Plan ... 37
II. 8. Konseptual Desain – General Arrangement ... 41
II. 9. Konseptual Desain – Uji Tahanan Kapal Skala Software ... 45
II. 10. Konseptual Desain – Uji Stabilitas Kapal Skala Software ... 48
BAB III STATUS LUARAN... 53
III.1. Luaran yang Dihasilkan ... 53
III.2. Fokus Utama Inovasi yang dihasilkan dan Jenis Invoasi ... 53
BAB IV PERAN MITRA ... 57
BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN ... 60
BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA ... 61
Lampiran 1 Tabel Daftar Luaran ... 62
Daftar Tabel
Tabel 1. Pembangkit listrik di area Papua ... 2
Tabel 2. Pembangkit listrik di area Maluku ... 3
Tabel 3. Estimasi permintaan LNG di daerah Papua ... 4
Tabel 4. Estimasi permintaan LNG di area Maluku ... 5
Tabel 5. Konstrain dan solusi distribusi LNG ... 13
Tabel 6 Kapal yang dibutuhkan untuk distribusi LNG ... 21
Tabel 7. Fasilitas pada termainal penerimaan di provinsi Papua ... 24
Tabel 8 Fasilitas penerimaan terminal di provinsi Papua ... 25
Tabel 9 Failitas terminal penerimaan di provinsi Maluku ... 27
Tabel 10 Facility of receiving terminal in Province Maluku Utara ... 29
Tabel 11 Daftar peralatan untuk terminal penerimaan LNG ... 32
Tabel 12 Regulasi dari jarak minimal NFPA 59A ... 35
Tabel 13 Lokasi terminal dan Kebutuhan LNG ... 38
Tabel 14 Jarak Satu kali Trip Kapal LNG ... 39
Tabel 15 Ukuran dan Data Utama Kapal ... 40
Tabel 16 Daftar kebutuhan consumable kapal LNG ... 44
Tabel 17 Spesifikasi Pompa Kargo ... 45
Tabel 18 Spesifikasi mesin Wartsila 9L32 ... 47
Tabel 19 Tabel kriteria stabilitas kapal kondisi muatan penuh ... 49
Tabel 20 Tabel kriteria stabilitas kapal kondisi muatan kosong ... 50
Tabel 21 Tabel Kriteria Stabilitas pada Kondisi Departure/Arrival ... 51
Tabel 22. Rute Optimal untuk distribusi wilayah Indonesia Timur ... 56
Daftar Gambar
Gambar 1. Rantai pasok LNG ... 7
Gambar 2. Alternatif supply chain ... 8
Gambar 3. Jumlah pembangkit listrik di setiap tahapan ... 11
Gambar 4. Flowchart Metodologi ... 14
Gambar 5. Komputasi dibagi menjadi 3 fase ... 15
Gambar 6. Pencarian Rute Awal ... 16
Gambar 7. Pembuatan Skenario Distribusi ... 17
Gambar 8. Memilah kriteria komputasi ... 18
Gambar 9. Konsep skema distribusi LNG ... 19
Gambar 10. Skema Distribusi LNG yang mencakup semua pembangkit listrik (Setelah 2022) .... 20
Gambar 11. FSU sebagai main hub berlokasi di Fak-Fak ... 21
Gambar 12. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Papua barat ... 23
Gambar 13. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Maluku ... 25
Gambar 14. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan di Maluku Utara ... 26
Gambar 15. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Papua ... 28
Gambar 1516. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Papua [Lanjutan] ... 29
Gambar 17. Diagram proses dari tipe 1 terminal penerimaan LNG ... 33
Gambar 18. Diagram proses dari tipe 2 terminal penerimaan LNG ... 34
Gambar 19. Diagram proses dari tipe 3 terminal penerimaan LNG ... 34
Gambar 20.Diagram proses dari tipe 1 terminal penerimaan LNG ... 35
Gambar 21.Layout terminal penerimaan berdasarkan NFPA 59A ... 36
Gambar 22. Layout terminal penerimaan LNG type 1 berdasarkan NFPA 59A ... 36
Gambar 23. Layout terminal penerimaan LNG type 3 berdasarkan NFPA 59A ... 37
Gambar 24. Layout terminal penerimaan LNG type 4 berdasarkan NFPA 59A ... 37
Gambar 25. Peta Sebaran Lokasi Terminal Penerima dan Rute Distribusinya... 38
Gambar 26. Kapal Pembanding 1 ... 39
Gambar 27. Kapal Pembanding 2 ... 40
Gambar 29. Desain Rencana Umum Kapal LNG ... 43
Gambar 30 Bentuk 3 Dimensi LNG ... 44
Gambar 31 Model bentuk lambung 3D menggunakan software maxsurf modeler ... 45
Gambar 32 Wake friction Kapal LNG ... 46
Gambar 33 Grafik Holtrop Kapal LNG ... 46
Gambar 34 Alur penyaluran daya mesin ... 47
Gambar 35 Konfigurasi mesin utama kapal LNG Tipe 9L32 ... 47
Gambar 36. Ukuran single depot dan multiple vessel ... 54
Gambar 37.Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) dalam model yang umum ... 55
Gambar 38. Distribusi LNG untuk tahap III dan II ... 55
Gambar 39. Hasil konseptual desain 3D Kapal Mini LNG 10.000DWT ... 56
Gambar 40 . Presentasi dari pihak ITS mewakili tim PRN Mini LNG di PT PAL Indonesia ... 57
Gambar 41 . Site Visit Steel Fabrication Service PT Lintech Duta Pratama ... 58
Gambar 42 . Site Visit Offshore Construction PT Profab/NOV ... 58
Gambar 43 . Site Visit Workshop PT Citra Turbindo Engineering ... 59
Gambar 44 . Site Visit ke lokasi proyek pembuatan kapal PT MOS ... 59
BAB I RINGKASAN
Inovasi pengembangan teknologi maritim menjadi prioritas riset nasional berdasarkan RPJMN 2020-2024 yang disampaikan dalam Rakornas Ristek/Brin. Prioritas ini didasarkan kepada urgensi bidang energi khususnya konversi pembangkit dengan menggunakan bahan bakar gas demi menciptakan green energy, PLN melalui RUPTL melaporkan rencana pengembangan pembangkit listrik bermesin/berbahan bakar gas (PLTG/MG) di Indonesia yang akan beroperasi dengan suplai gas bumi dari Kilang yang memproduksi gas alam cair atau LNG (Liquefied Natural Gas). Banyak faktor pendukung yang perlu disiapkan jika rencana ini terealisasi diantaranya adalah support system seperti moda transportasi pengangkut bahan bakar gas dan bagaimana konsep rute operasinya. Kapal LNG dapat dijadikan sebagai salah satu moda transportasi yang penting untuk dikaji dalam rangka mendukung kebutuhan distribusi gas di Indonesia. LNG (Liquid Natural Gas) dapat dijadikan sebagai energi alternatif terbarukan dan ramah lingkungan dalam keterbatasan energi yang mengharuskan Indonesia untuk mengimpor bahan bahan bakar minyak dari negara lain. Kapal menjadi pilihan yang optimal dalam mendukung terpenuhinya distrubusi gas kepada konsumen, pemenuhan moda transportasi dapat menggunakan dua opsi alternatif yaitu pembangunan kapal baru atau konversi dari kapal eksisting.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan studi kelayakan teknik dan ekonomis dari rantai pasokan LNG untuk memenuhi kebutuhan energi pembangkit listrik yang berada di Wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat dimana pasokan LNG tersebut berasal dari alokasi LNG dalam negeri dan berdasarkan peraturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia. Output dari penelitian ini adalah optimasi distribusi sistem transportasi LNG dari terminal origin terpilih ke seluruh pembangkit listrik di Indonesia [wilayah Timur, Tengah dan Barat] yang membutuhkan LNG sebagai sumber energinya engineering and cost estimate; analisa keekonomian; safety assessment; publikasi baik melalui seminar internasional maupun jurnal internasional.
Optimasi untuk skema distribusi LNG telah diperoleh dengan menggunakan Metode Greedy Search. Semua Tahapan didasarkan pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2016-2025 dengan pengaruh tertentu lainnya juga dipertimbangkan. Hasil optimasi total kebutuhan LNG untuk seluruh pembangkit listrik di Wilayah Indonesia Timur (Papua dan Maluku) telah diperoleh. Berbagai jenis kapal yang dimanfaatkan untuk penyaluran LNG pada wilayah ini, yaitu LNG carrier 14.000 m3,
LNG carrier 12.000 m3, LNG Carrier 10.000 m3, LNG Carrier 7.500 m3, LNG barge / LCT 100 feet.
Pada akhir tahun pertama penelitian ini didapatkan hasil optimasi rute yang disuplai oleh kapal dan konseptual desain kapal mini LNG 10.000. Konseptual desain ini diantaranya terdiri atas desain lines plan, general arrangement, analisa stabilitas serta desain 3D.
Ringkasan penelitian berisi latar belakang penelitian,tujuan dan tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, kata kunci
BAB II HASIL PENELITIAN
II. 1. Analisis Permintaan dan Penawaran untuk Kelistrikan di Wilayah Indonesia Timur [Papua, Papua Barat Dan Maluku]
Lokasi skema distribusi LNG perlu mempertimbangkan semua permintaan di lokasi tersebut. Studi ini membahas tentang distribusi LNG untuk wilayah Papua. Berdasarkan surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, 20 mmscfd LNG dialokasikan untuk listrik wilayah Papua. Skema pendistribusian LNG perlu mempertimbangkan semua kebutuhan, tidak hanya listrik di satu wilayah seperti Papua Barat saja, tetapi juga mempertimbangkan lokasi lain seperti Provinsi Papua dan Maluku. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan skema distribusi yang lebih ekonomis. Berdasarkan alasan tersebut, studi ini dibawa untuk memperluas cakupan lokasi distribusi LNG termasuk Wilayah Papua dan Maluku. PT. PLN (Persero) melalui “Rencana Umum Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik” (RUPTL) 2016 - 2025 melaporkan rencana pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan di Indonesia, termasuk pembangkit listrik di wilayah Papua dan wilayah Maluku. Terdapat 25 Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Wilayah Papua dan 33 Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Wilayah Maluku dengan total kapasitas keluaran 1.155 MW. Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan daftar pembangkit listrik di Wilayah Maluku dan Papua.
Tabel 1. Pembangkit listrik di area Papua
No Nama Provinsi Tipe Operasi COD Output
(MW)
1 Bintuni Papua Barat PLTMG Baseload 2018 10
2 Biak 1 Papua PLTMG Baseload 2017 15
3 Biak 2 Papua PLTMG Baseload 2019 20
4 Fak-Fak Papua Barat PLTMG Baseload 2019 10
5 Jayapura Papua PLTMG Baseload 2025 50
6 Jayapura Peaker Papua PLTMG Baseload 2018 40
7 Kaimana Papua Barat PLTMG Baseload 2017 10
8 Manokwari 1 Papua Barat PLTMG Baseload 2019 20
9 Manokwari 2 Papua Barat PLTMG Baseload 2022 20
10 Merauke 1 Papua PLTMG Baseload 2017 20
11 Merauke 2 Papua PLTMG Baseload 2018 20
12 Fak-Fak MPP Papua Barat PLTG/MG Baseload 2017 10
No Nama Provinsi Tipe Operasi COD Output (MW)
14 Manokwari MPP Papua Barat PLTG/MG Baseload 2017 20
15 Nabire MPP Papua PLTG/MG Baseload 2017 20
16 Timika MPP Papua PLTG/MG Baseload 2017 10
17 Nabire 2 Papua PLTMG Baseload 2019 20
18 Nabire 3 Papua PLTMG Baseload 2024 10
19 Raja Ampat Papua Barat PLTMG Baseload 2017 10
20 Sarmi Papua PLTMG Baseload 2019 5
21 Serui 1 Papua PLTMG Baseload 2017 10
22 Serui 2 Papua PLTMG Baseload 2019 10
23 Sorong 1 Papua Barat PLTMG Baseload 2017 50
24 Sorong 2 Papua Barat PLTMG Peaker 2022 50
25 Timika Papua PLTMG Peaker 2018 40
Tabel 2. Pembangkit listrik di area Maluku
No Nama Provinsi Tipe Operasi COD Output
(MW)
1 Ambon Maluku PLTMG Baseload 2018 70
2 Ambon 1 Maluku PLTMG Peaker 2018 30
3 Ambon 2 Maluku PLTMG Peaker 2021 20
4 Bacan Maluku Utara PLTMG Baseload 2018 20
5 Bula Maluku PLTMG Baseload 2018 10
6 Dobo 1 Maluku PLTMG Baseload 2017 10
7 Dobo 2 Maluku PLTMG Baseload 2020 10
8 Halmahera Maluku Utara PLTMG Peaker 2021 40
9 Langgur 1 Maluku PLTMG Baseload 2017 20
10 Langgur 2 Maluku PLTMG Baseload 2020 20
11 Maba Maluku Utara PLTMG Baseload 2023 10
12 Malifut Maluku Utara PLTMG Peaker 2017 5
13 Moa Maluku PLTMG Baseload 2022 10
14 Morotai Maluku Utara PLTMG Baseload 2019 10
15 Sofifi MPP Maluku Utara PLTG/MG Baseload 2017 10
16 Ternate MPP Maluku Utara PLTG/MG Baseload 2017 30
17 Tobelo MPP Maluku Utara PLTG/MG Baseload 2017 10
18 Namlea 1 Maluku PLTMG Baseload 2017 10
19 Namlea 2 Maluku PLTMG Baseload 2020 10
20 Namrole Maluku PLTMG Baseload 2019 10
21 Sanana Maluku Utara PLTMG Baseload 2018 15
22 Saparua Maluku PLTMG Baseload 2022 10
23 Saumlaki 1 Maluku PLTMG Baseload 2020 10
24 Saumlaki 2 Maluku PLTMG Baseload 2017 10
25 Seram Peaker 1 Maluku PLTMG Peaker 2018 20
No Nama Provinsi Tipe Operasi COD Output (MW)
27 Ternate 1 Maluku Utara PLTMG Baseload 2020 30
28 Ternate 2 Maluku Utara PLTMG Baseload 2018 40
29 Ternate 3 Maluku Utara PLTMG Peaker 2022 10
30 Tidore 1 Maluku Utara PLTMG Baseload 2021 20
31 Tidore 1 Maluku Utara PLTMG Baseload 2020 20
32 Tobelo Maluku Utara PLTMG Baseload 2020 20
33 Wetar Maluku PLTMG Baseload 2018 5
Berdasarkan kapasitas keluaran pembangkit dan jenis operasi pembangkit (Base load, load follower atau peaking power plant) dihasilkan estimasi kebutuhan LNG untuk masing-masing pembangkit. Beberapa asumsi yang diambil untuk menghitung kebutuhan LNG masing-masing pembangkit, sebagai berikut:
Asumsi Konversi
LNG Density = 0.46 ton/m3
Base load = 0.12 BBTUD/MW
Peaker = 0.035 BBTUD/MW
1 MMSCFD = 46 m3 LNG
1 BBTUD = 0.96 MMSCFD
1 BBTUD = 44.16 m3 LNG
Permintaan LNG untuk setiap pembangkit listrik akan ditampilkan di tabel 3 dan tabel 4.
Tabel 3. Estimasi permintaan LNG di daerah Papua
No Nama Output (MW) Konsumsi
(BBTUD) Konsumsi (MMSCFD) LNG (m 3) 1 Biak 1 15 1.8 1.62 79.5 2 Biak 2 20 2.4 2.16 106.0 3 Bintuni 10 1.4 1.26 61.8 4 Fak-Fak 10 1.4 1.26 61.8 5 Jayapura 1 50 6 5.40 265.0 6 Jayapura 2 40 4.8 4.32 212.0 7 Kaimana 10 1.2 1.08 53.0 8 Manokwari 1 20 2.4 2.16 106.0 9 Manokwari 2 20 2.4 2.16 106.0 10 Merauke 1 20 2.4 2.16 106.0 11 Merauke 2 20 2.4 2.16 106.0 12 Fak-Fak MPP 10 1.2 1.08 53.0 13 Jayapura MPP 50 6 5.40 265.0 14 Manokwari MPP 20 2.4 2.16 106.0
No Nama Output (MW) Konsumsi (BBTUD) Konsumsi (MMSCFD) LNG (m 3) 15 Nabire MPP 20 2.4 2.16 106.0 16 Timika MPP 10 1.2 1.08 53.0 17 Nabire 2 20 2.4 2.16 106.0 18 Nabire 3 10 1.2 1.08 53.0 19 Raja Ampat 10 1.2 1.08 53.0 20 Sarmi 5 0.6 0.54 26.5 21 Serui 1 10 1.2 1.08 53.0 22 Serui 2 10 1.2 1.08 53.0 23 Sorong 1 50 6 5.40 265.0 24 Sorong 2 50 6 5.40 265.0 25 Timika 40 1.4 1.26 61.8 550 63 56.07 2782.1
Tabel 4. Estimasi permintaan LNG di area Maluku
No Nama Output (MW) Konsumsi (BBTUD) Konsumsi (MMSCFD) LNG (m 3) 1 Ambon 70 8.4 7.56 370.9 2 Ambon 1 30 1.05 0.95 46.4 3 Ambon 2 20 0.7 0.63 30.9 4 Bacan 20 2.4 2.16 106.0 5 Bula 10 1.2 1.08 53.0 6 Dobo 1 10 1.2 1.08 53.0 7 Dobo 2 10 1.2 1.08 53.0 8 Halmahera 40 1.4 1.26 61.8 9 Langgur 1 20 2.4 2.16 106.0 10 Langgur 2 20 2.4 2.16 106.0 11 Maba 10 1.2 1.08 53.0 12 Malifut 5 0.175 0.16 7.7 13 Moa 10 1.2 1.08 53.0 14 Morotai 10 1.2 1.08 53.0 15 Sofifi MPP 10 1.2 1.08 53.0 16 Ternate MPP 30 3.6 3.24 159.0 17 Tobelo MPP 10 1.2 1.08 53.0 18 Namlea 1 10 1.2 1.08 53.0 19 Namlea 2 10 1.2 1.08 53.0 20 Namrole 10 1.2 1.08 53.0 21 Sanana 15 1.8 1.62 79.5 22 Saparua 10 1.2 1.08 53.0 23 Saumlaki 1 10 1.2 1.08 53.0 24 Saumlaki 2 10 1.2 1.08 53.0 25 Seram 1 20 0.7 0.63 30.9 26 Seram 2 30 1.05 0.95 46.4
No Nama Output (MW) Konsumsi (BBTUD) Konsumsi (MMSCFD) LNG (m 3) 27 Ternate 1 30 3.6 3.24 159.0 28 Ternate 2 40 4.8 4.32 212.0 29 Ternate 3 10 0.35 0.32 15.5 30 Tidore 1 20 2.4 2.16 106.0 31 Tidore 1 20 2.4 2.16 106.0 32 Tobelo 20 2.4 2.16 106.0 33 Wetar 5 0.6 0.54 26.5 605 59.425 67.07 2624.2
II.2. Skema Distribusi LNG
Liquefied Natural Gas (LNG) adalah Gas Alam yang sebagian besar terdiri dari Metana (CH4),
didinginkan hingga suhu minus 160 derajat Celcius pada tekanan atmosfer yang mengubahnya menjadi bentuk cair. Volume LNG menjadi 1/600 dari kondisi aslinya sebagai gas. Dengan keadaan cair, memungkinkan pengangkutan LNG dilakukan secara massal oleh kapal tanker LNG. Sebelum gas alam cair diperoleh, gas alam dibersihkan dan diproses untuk menghilangkan partikel yang tidak digunakan melalui pembersihan desulfurisasi, dehidrasi, dan karbon dioksida. Setelah itu, LNG siap diangkut ke pengguna. Dalam studi ini, sumber gas bumi diperoleh dari sumur gas BP Tangguh di Papua. Sedangkan pengguna LNG yang dihasilkan adalah pembangkit listrik yang rencananya akan dibangun dan dioperasikan di Papua Barat, Papua dan Maluku.
Rantai Pasokan LNG adalah proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan pendistribusian gas bumi dari lokasi produksi gas sampai ke lokasi penggunaan gas. Secara umum, pasokan LNG dapat ditentukan dengan konsep sebagai berikut:
Sumur gas
Kilang LNG (kilang pencairan)
Memuat terminal
Pembawa LNG
Menerima terminal
Unit regasification
Gambar 1. Rantai pasok LNG
Gambar 1 menunjukkan rantai pasokan umum LNG mulai dari platform gas hingga pengguna akhir. Gas alam diperoleh dari sumur gas yang memanfaatkan platform gas untuk menghasilkan gas alam. Gas alam dipindahkan ke kilang LNG untuk proses pencairan. Prosesnya dilakukan dengan menurunkan suhu gas bumi yang mencapai negatif 160 derajat celcius. Pada tingkat suhu ini, gas alam berubah bentuk menjadi cair yang disebut dengan gas alam cair (LNG). Sebelum melakukan ini, gas alam dibersihkan dengan pembersihan desulfurisasi, dehidrasi, dan karbon dioksida. LNG tersebut kemudian dipindahkan ke tangki penyimpanan LNG agar siap diangkut. Terminal pemuatan adalah tempat di mana LNG ditransfer dari tangki penyimpanan ke pembawa LNG. Melalui pengangkut LNG, LNG diangkut dari terminal LNG ke lokasi yang membutuhkan LNG (user). Terminal penerima diperlukan untuk memungkinkan kapal tanker LNG berlabuh dan mengejar proses bongkar muat LNG. LNG tersebut kemudian dipindahkan ke tangki penyimpanan LNG sebelum disuplai ke pengguna akhir seperti keperluan industri, pembangkit listrik dan-lain-lain.
Alternatif Rantai Pasokan LNG:
a) Sumber LNG - Kilang LNG - Antar-Jemput LNG - Terminal Penerima & Unit Regas - Pembangkit Listrik - Pengguna Akhir (Alternatif 1)
Rantai pasokan ini berlaku dengan memuat LNG dari terminal dermaga LNG Tangguh LNG. LNG shuttle berlabuh dan proses pemuatan dilakukan langsung dengan lengan pemuatan. Alternatif ini harus mempertimbangkan frekuensi jadwal kapal untuk berlabuh ke terminal BP Tangguh LNG. Saat ini, alternatif rantai pasokan ini tidak berlaku karena jadwal berlabuh kapal telah dialokasikan sepenuhnya. Tangguh LNG memiliki Train I dan II dengan satu jetty untuk pengangkut LNG besar. Selain itu, terminal LNG Tangguh tidak mampu menangani pengangkut LNG mini untuk berlabuh karena terminal ini dirancang
hanya untuk pengangkut LNG besar. Alternatif ini bisa diterapkan setelah terminal LNG train III Tangguh dan jetty II selesai dibangun pada tahun 2020.
b) Sumber LNG - Kilang LNG - STS - LNG Shuttle - Terminal Penerima & Unit Regas - Pembangkit Listrik - Pengguna Akhir (Alternatif 2)
Berbeda dengan alternatif pertama di atas, shuttle LNG tidak sampai ke terminal pemuatan LNG. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16, pengiriman LNG ke kapal (STS) dilakukan untuk mentransfer LNG dari pengangkut LNG besar ke pengangkut LNG mini yang mendistribusikan LNG ke pembangkit listrik. Pengangkut LNG besar mengambil LNG dari terminal LNG di Tangguh LNG berdasarkan jadwal berlabuh pengangkut LNG. Pengangkut LNG besar dengan muatan penuh datang ke lokasi di mana STS dapat dilakukan. STS dilakukan di daerah perairan laut yang tenang, ketinggian air laut yang cukup untuk kedua kapal sarat. Pengangkut LNG mini membawa LNG ke terminal penerima untuk dibongkar. Proses regasifikasi dilakukan untuk mengubah LNG menjadi gas untuk digunakan sebagai bahan bakar di pembangkit listrik. Alternatif ini menjadi solusi rantai pasokan LNG selama selesainya BP Tangguh Train III (sebelum 2022). Seluruh PLTU di Papua, Papua Barat dan Maluku akan dipasok oleh LNG dengan menggunakan alternatif supply chain ini sebelum BP terminal Tangguh LNG Train III selesai dibangun pada tahun 2022. Alternatif ini juga merupakan solusi atas alokasi sandar LNG yang terbatas yang hanya 37 kargo. per tahun untuk pembawa LNG mini. Dengan penerapan STS, bongkar muat LNG dapat dilakukan tanpa harus melakukan sandar kapal di jetty tangguh. Ini berupaya untuk meningkatkan peluang bongkar muat.
c) LNG source – LNG Plant – STS – Barge (CNG atau LNG) – Receiving Terminal dan Regas unit – Power Plant – End user
Alternatif ini untuk pembangkit listrik yang memiliki terminal penerima LNG yang terletak di perairan dangkal atau jika terletak di jalur perairan pedalaman seperti di sungai. Ini seperti pembangkit listrik di Bintuni. Pembangkit listrik Bintuni terletak di daerah dengan kedalaman air yang dangkal dimana pengangkut LNG konvensional tidak dapat beroperasi. Tongkang LNG merupakan salah satu pilihan yang cocok untuk lokasi ini karena memiliki draft yang rendah. Pada alternatif rantai pasokan ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16, tongkang LNG melakukan pemuatan LNG di hub STS untuk dipindahkan ke terminal LNG. Pada pilihan lain, jika terdapat dua pembangkit dengan jarak yang dekat, alternatif ini juga dapat diterapkan. Jika jarak kedua pembangkit tidak jauh, transfer LNG trucking dan perpipaan juga menjadi alternatif lain. Keputusan pemilihan alternatif perlu dilakukan ketika menghadapi masalah ini. Kedua masalah tersebut muncul di pembangkit listrik di Bintuni dan Sarmi. Lokasi PP Bintuni relatif dekat dengan terminal BP Tangguh dan terletak di perairan pedalaman dengan kedalaman perairan yang dangkal. Penggunaan tongkang LNG / CNG dapat menjadi salah satu alternatif rantai pasokan LNG di Bintuni. Sedangkan PP Sarmi terletak di dekat PP Jayapura. Selain trucking, perpipaan dan penggunaan jaringan kabel listrik, tongkang LNG merupakan salah satu alternatif.
d) LNG source – LNG Plant – LNG Shuttle – Receiving terminal & Regas unit – Power plant 1 – LNG Truck – Power plant 2 – End user (Alternative 4)
Alternatif rantai pasok ini serupa dengan alternatif rantai pasok yang ditunjukkan pada poin a. Jika ada satu atau dua pembangkit listrik lain yang lokasinya relatif dekat, opsi alternatif rantai pasokan ini memungkinkan untuk diadopsi. Opsi ini menggunakan truk LNG / CNG untuk mengangkut LNG dari terminal penerima LNG pembangkit listrik 1 ke pembangkit listrik lainnya. Sebenarnya alternatif ini tergantung pada kondisi jalan darat antara dua lokasi tempat LNG perlu diangkut. Maluku, khususnya Papua dan Papua Barat memiliki beberapa lokasi yang menunjukkan topografi yang cukup ekstrim. Jenis topografi ini membuat truk LNG tidak mungkin diterapkan untuk mengangkut LNG ke pembangkit listrik lainnya.
e) LNG source – LNG Plant – LNG shuttle – Receiving terminal & Regas unit – Gas pipeline – Power plant 1/Power plant 2 – End user (Alternative 5)
Sama halnya dengan opsi a dan d, alternatif rantai pasokan LNG ini memanfaatkan jaringan pipa sebagai media pengangkutan LNG. Alternatif ini mungkin layak diterapkan jika jarak antar pembangkit sudah dekat. Kondisi topografi atau batimetri lokasi dimana letak perpipaan harus memiliki kontur yang khas, tidak ada kondisi ekstrim seperti dasar sungai dll. LNG diangkut dari sumber LNG ke terminal penerima LNG dengan menggunakan
shuttle LNG. Perpipaan dipasang ke fasilitas regasifikasi. LNG yang telah diubah menjadi
gas dengan menggunakan fasilitas regasifikasi, diangkut menggunakan pipa ke pembangkit listrik terdekat. Jenis skema rantai pasok seperti ini tidak memungkinkan jika kondisi ekstrim seperti tersebut di atas ada.
f) LNG source – LNG plant – Regas unit – Gas pipeline – Power plant 1/ Power plant 2 – End user (Alternative 6)
Disini LNG yang telah diubah menjadi gas dipindahkan ke pembangkit listrik dengan menggunakan pipa gas. Gas yang dikirim ke pembangkit listrik digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik. Pipa gas memungkinkan untuk mengalirkan gas alam tidak hanya untuk satu pembangkit listrik tetapi juga untuk beberapa pembangkit listrik. Skema rantai pasokan ini sangat berguna ketika alternatif angkutan truk tidak memungkinkan terkait transportasi darat dan akses pengiriman tidak memungkinkan. Untuk menerapkan skema alternatif ini perlu diperhatikan kondisi lingkungan, seperti data / kondisi topografi dimana pipa direncanakan akan diletakkan.
g) LNG source – LNG plant – Regas unit – Power plant – Subsea Cable/Electric grid – End user (Alternatif)
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16, kabel bawah laut menjadi salah satu alternatif. LNG yang diperoleh dari sumber LNG dan kilang LNG langsung masuk ke fasilitas regasifikasi. Di fasilitas ini, gas yang telah dihasilkan digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik. Tenaga listrik disalurkan ke pengguna akhir dengan menggunakan jaringan listrik / kabel / kabel bawah laut. Alternatif rantai pasokan LNG jenis ini layak untuk pembangkit listrik yang memiliki kedalaman air dangkal. Oleh karena itu, shuttle LNG tidak memungkinkan secara ekonomis untuk dipilih sebagai supply chain alternative, karena dibutuhkan Jetty yang jaraknya cukup jauh untuk mencapai kedalaman laut yang cukup, agar shuttle LNG dapat berlabuh.
II. 3. Desain Alternatif Distribusi LNG Pada Setiap Pembangkit Listrik
Rancangan penyaluran LNG untuk seluruh pembangkit listrik di wilayah timur Indonesia yaitu di Papua, Papua Barat dan Maluku memiliki beberapa tahapan yang dibedakan berdasarkan beberapa kondisi prioritas dan khususnya berdasarkan RUPTL 2016. Prioritas pertama adalah untuk Tahap I yang sebagian pembangkitnya Pabrik harus siap beroperasi untuk merealisasikan Program Papua Terang 2019. Pada tahap ini, skema distribusi perlu diselesaikan hingga tahun 2019. Tahap II terkait dengan pembangunan Kilang Tangguh III yang akan selesai pada tahun 2022. Skema distribusi selama Papua Terang 2019 hingga Kereta III tahun 2022 akan berbeda (skema ini akan digunakan mulai 2019 hingga 2022). Tahap III akan ada skema distribusi LNG yang dimulai pada tahun 2022.
Gambar 3. Jumlah pembangkit listrik di setiap tahapan
Gambar 3 di atas menunjukkan peta yang menunjukkan lokasi semua pembangkit listrik dengan tanggal operasi komersialnya (COD). Dari peta tersebut dapat diketahui lokasi serta COD pembangkit pada setiap tahapan realisasi skema distribusi. Berdasarkan peta pada gambar di atas, kami menyadari bahwa lokasi pembangkit listrik tersebar di berbagai lokasi di wilayah timur Indonesia. Lokasi pembangkit listrik sebagian besar berada di pulau yang berbeda,
dengan pulau utama adalah Papua tetapi banyak pembangkit listrik lainnya tersebar di banyak pulau yang relatif lebih kecil, seperti pulau di Maluku Utara dan Selatan.
Skema pendistribusian LNG menghadapi kenyataan bahwa seluruh pembangkit listrik tersebar di wilayah yang luas dengan kondisi geografis khas Indonesia bagian timur yaitu ciri khas negara kepulauan dengan banyak pulau. Kondisi ini membuat skema pendistribusian harus dipadukan antara menggunakan shuttle LNG dengan cara pendistribusian LNG lainnya, seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Banyak pilihan kombinasi distribusi LNG yang telah dipertimbangkan. Skema distribusi yang paling optimal dibahas dengan mempertimbangkan banyak pilihan skema distribusi.
Dalam penentuan skema distribusi yang paling optimal, beberapa batasan telah dipertimbangkan terkait kondisi lingkungan dan geografis wilayah Papua dan Maluku. Studi ini juga mempertimbangkan hasil diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan dan pemerintah daerah serta pusat di Indonesia untuk mendapatkan hasil skema distribusi yang paling optimal dengan memasukkan beberapa kendala yang dikenali pada saat diskusi dan kunjungan lapangan di lokasi pembangkit listrik. Beberapa analisis fasilitas kebutuhan yang dipertimbangkan dalam proses optimasi disebutkan di deskripsi.
1. Pembawa LNG
Berdasarkan kondisi lingkungan (ombak) di perairan Maluku - Wilayah Papua, dipilih
pengangkut LNG Konvensional (bukan LNG barge / LCT) dengan kapasitas di atas 5000 ton.
Kasus khusus adalah pendistribusian LNG ke Bintuni. Tongkang LNG / LCT
digunakan karena lokasi terminal penerima berada di Teluk Bintuni dan Sungai dengan kedalaman perairan yang dangkal. Jenis pengangkut LNG konvensional tidak mampu berlayar di perairan tersebut. Oleh karena itu, tongkang LNG / LCT digunakan untuk jalur distribusi LNG ini.
2. Dermaga
Pemanfaatan kapal LNG konvensional membutuhkan tiang jetty yang lebih panjang di
setiap terminal penerima. Hal ini dipengaruhi oleh draft pengangkut LNG konvensional yang lebih tinggi dari LNG barge / LCT. Untuk memungkinkan berlabuh, tiang penyangga harus dirancang untuk mencapai kedalaman air di mana kapal memiliki cukup ruang di bawah lunas untuk menghindari landasan. Panjang jembatan mempengaruhi biaya modal.
Alternatif penggunaan jetty dari pelabuhan eksisting terdekat yang berada disekitar PLTU perlu mempertimbangkan jenis pelabuhan, areal ketersediaan unit regasifikasi, serta perizinan dan ketersediaan jalur pipa gas menuju pembangkit. Pembangunan pipa gas juga perlu memperhatikan masalah sosial yang muncul.
3. Unit Regasifikasi
Unit regasifikasi sedapat mungkin ditempatkan di sekitar area jetty untuk
meminimalkan penggunaan pipa kriogenik.
Tabel 5. Konstrain dan solusi distribusi LNG
No
Saran dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM)
Solusi dan konstrain
1 Kementerian ESDM
menyarankan untuk tidak
menerapkan skema distribusi jalan darat menggunakan truk, tetapi semuanya menggunakan jalur laut
Skema distribusi yang dibangun
menggunakan transportasi jalur laut
2 Mengingat kondisi perairan di
wilayah Papua - Maluku dengan gelombang yang relatif tinggi (kondisi kasar), disarankan kapal dengan tonase tidak kurang dari
5000 untuk menjamin
keselamatan operasi.
LNG-C yang dipilih dalam skema distribusi berkapasitas di atas 5.000 ton untuk mencegah pengoperasian kapal di laut lepas di Wilayah Maluku dan Papua
Khusus untuk penyaluran LNG ke Bintuni dari Fakfak melalui sungai dan teluk dengan
kedalaman yang terbatas masih
memungkinkan untuk menggunakan LCT / LNG Barge.
3. Diharapkan untuk tidak
menggunakan Jetty yang
diperpanjang
Penggunaan kapal pengangkut LNG
konvensional membutuhkan jetty untuk mencapai kedalaman air yang cukup, sehingga jenis jetty harus diperpanjang Jetty.
Pemilihan alternatif penggunaan jetty
eksisting di pelabuhan terdekat akan
berpengaruh pada kebutuhan lokasi lahan untuk unit regasifikasi di pelabuhan, semakin jauhnya jarak pipa gas dari unit regasifikasi ke pembangkit listrik, serta kebutuhan area. untuk pipa gas ke lokasi pembangkit listrik.
II. 4. Optimasi Skema Distribusi Lng Dengan Menggunakan Greedy Search
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan solusi distribusi LNG yang memiliki biaya transportasi tahunan dan biaya investasi tangki di darat yang minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, analisis perhitungan dilakukan dalam dua tahap yaitu: optimasi rute distribusi LNG dan analisis ekonomi skenario distribusi LNG terpilih. Optimasi rute distribusi sangat diperlukan karena hasil optimasi akan berpengaruh langsung terhadap waktu pulang pergi (RTT, total pelayaran kapal) dan kapasitas penyimpanan di darat pada terminal penerima. Jika jumlah trayek dalam skenario distribusi LNG berkurang, maka setiap trayek akan lebih panjang karena lebih banyak terminal yang dikunjungi, RTT juga akan membutuhkan waktu lebih lama dan akan membutuhkan kapasitas yang lebih besar untuk tangki di darat di terminal penerima. Kapasitas tangki darat yang lebih besar dari terminal penerima akan membutuhkan lebih banyak biaya investasi. Begitu pula jika jumlah trayek tiap skenario bertambah, maka jarak tiap trayek semakin kecil, kapasitas terminal penerima juga berkurang tetapi biaya operasional akan bertambah karena jumlah kapal yang digunakan bertambah. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan optimasi rute distribusi merupakan optimasi multi tujuan yang bertujuan untuk meminimalisasi biaya operasional kapal dan investasi on
shore tank.
Gambar 4. Flowchart Metodologi
Seperti banyak metode optimasi lainnya, terdapat beberapa kendala, yaitu: 1) setiap terminal penerima hanya dilayani satu kali di setiap trayek, 2) demand setiap terminal penerima lebih
kecil dari kapasitas kapal tanker LNG, 3) setiap trayek dilayani oleh kapal yang berbeda, meskipun dimungkinkan menggunakan ukuran kapal tanker LNG yang sama, 4) terdapat beberapa kapasitas kapal tanker mulai dari kapasitas mulai dari 3.000 m3, 7.500 m3, 10.000 m3, 12.000 m3, 14.000 m3, 18.000 m3, 20.000 m3 dan 40.000 m3. Perhitungan distribusi rute memerlukan beberapa data, yaitu: a) jarak matriks antar terminal penerima b) matriks permintaan LNG harian masing-masing terminal penerima c) data kapal tanker LNG, seperti: kapasitas tangki kapal, biaya sewa harian, dan tingkat konsumsi bahan bakar . Gambar 86 menunjukkan diagram alir metodologi optimasi rute distribusi yang digunakan:
Prosedur komputasi optimasi rute distribusi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1) pencarian rute awal menggunakan semua terminal sebagai seed rute, 2) pembuatan skenario distribusi dengan memperluas rute awal, 3) perhitungan detail parameter yang digunakan untuk sortasi dan seleksi solusi terbaik. Gambar 5 di bawah ini menunjukkan ilustrasi tiap fase:
Gambar 5. Komputasi dibagi menjadi 3 fase
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 di atas, fase 1 menghasilkan rute awal dengan menggunakan setiap terminal sebagai seed. Rute tersebut dilayani oleh kapal tertentu. Semua
spesifikasi rute, seperti kapasitas kapal akan tetap tidak berubah untuk fase yang tersisa. Pada fase 2, rute awal yang dihasilkan pada fase 1 diperluas hingga semua terminal penerima dilayani. Pada fase ini, skenario distribusi dibentuk dengan sebagian parameternya dihitung. Tahap 3 melanjutkan penghitungan tahap 2 dengan menghitung semua parameter yang akan digunakan untuk mengurutkan skenario distribusi. Tindakan yang dilakukan pada fase 3 adalah memilih skenario terbaik. Prosedur rinci algoritma optimasi dapat ditemukan pada deskripsi pseudocodes di bawah ini:
Gambar 6. Pencarian Rute Awal
Pencarian Rute Awal
Dalam penelitian ini, teknik yang sedikit berbeda digunakan untuk pemilihan seed awal, semua terminal penerima akan digunakan sebagai seed dalam pembangkitan jalur awal. Ini bertujuan untuk memperluas area cakupan pencarian solusi, sehingga algoritma optimasi dapat dengan mudah menemukan solusi global yang optimal. Dengan bertambahnya jumlah seed, semakin banyak jalur awal yang akan dihasilkan. Proses iterasi (pada baris 16, Gambar 87), dimulai dengan loop untuk setiap terminal yang disediakan. Pada iterasi level selanjutnya (line 17, Gambar 87) dilakukan looping lebih lanjut untuk setiap kapasitas kapal Tanker LNG mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar.
Proses selanjutnya adalah pembuatan rute awal berdasarkan terminal benih dan kapal. Seperti prosedur perhitungan CVRP lainnya, pembangkitan rute dimulai dari benih kemudian disebarkan ke terminal terdekat dan berlanjut hingga batas bawah kapasitas kapal terpenuhi. Logika yang sama juga digunakan dalam fungsi Make Route Ship (baris 1, Gambar 87). Rute yang dibangkitkan untuk kapal tertentu, kemudian akan digunakan untuk membangkitkan rute
lain dengan kapal yang lebih besar, sehingga diperoleh rute yang lebih panjang. Perulangan berlanjut sampai semua spesifikasi kapal digunakan. Output fase 1 merupakan kumpulan rute awal yang akan digunakan untuk menghasilkan skenario distribusi pada fase 2.
Pembuatan Skenario Distribusi
Setelah mendapatkan rute tersebut pada fase 1, proses perhitungan dilanjutkan dengan perluasan setiap rute awal hingga semua terminal telah terlayani. Algoritma melakukan pengecekan apakah ada terminal yang belum terlayani, jika ada maka akan dilanjutkan dengan membuat rute baru. Rute baru dibuat menggunakan terminal benih yang terdekat dengan terminal terakhir pada rute sebelumnya. Proses berlanjut dengan kapasitas kapal yang lebih besar untuk menghasilkan rute lain yang lebih panjang. Prosedur Make Route Ship (baris 1, Gambar 87) digunakan sekali lagi untuk menyederhanakan dan mempercepat perhitungan. Proses iterasi akan dihentikan jika semua terminal penerima dilayani, yang berarti skenario distribusi sudah terbentuk. Mengulangi proses iterasi untuk semua rute awal dari fase 1 dan spesifikasi kapal akan menghasilkan kumpulan skenario distribusi. Setiap skenario terdiri dari beberapa rute dan setiap rute dilayani oleh satu kapal tanker LNG. Setiap trayek pada masing-masing skenario terdiri dari jarak trayek (dalam nautical miles), round trip time (RTT in days) dan spesifikasi kapal LNG Tanker. Data tersebut akan digunakan sebagai masukan untuk perhitungan selanjutnya pada tahap 3 yaitu memilih skenario distribusi terbaik.
Gambar 7. Pembuatan Skenario Distribusi
Memilah dan Memilih Skenario Terbaik
Setelah mendapatkan beberapa data rute dari tahap 2 di atas, proses dilanjutkan dengan perhitungan total biaya transportasi tahunan dan kapasitas tangki LNG darat untuk
masing-masing skenario. Kedua parameter ini, bersama dengan parameter dasar lainnya seperti: jarak skenario total, skenario RTT rata-rata, penjumlahan seluruh kapasitas kapal, akan digunakan sebagai parameter pemilahan dan selanjutnya dipilih skenario terbaik sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pada titik ini optimasi rute distribusi telah selesai dan keluarannya berupa beberapa skenario terbaik. Skenario terbaik ini kemudian akan digunakan sebagai masukan untuk analisis ekonomi untuk mendapatkan lebih banyak data kinerja ekonomi, seperti: total biaya operasional selama 10 tahun dan biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun dermaga, tangki penyimpanan LNG dan fasilitas penerima di darat.
Proses perhitungan dilakukan melalui iterasi perhitungan yang tersusun atas operasi seleksi, operasi rekombinasi (crossover) dan operasi mutasi. Proses iterasi akan berhenti apabila mencapai kondisi konvergen (mencapai error yang kecil) atau jumlah iterasi tertentu.
Gambar 8. Memilah kriteria komputasi
Gambar 9 menunjukkan konsep distribusi LNG yang diterapkan dalam penelitian ini. Angka ini tidak memuat semua pembangkit listrik yang harus dipasok oleh LNG karena hanya sebagian pembangkit yang ditarik untuk menafsirkan skema distribusi umum untuk penyaluran LNG. Gambar di bawah ini menunjukkan lokasi sumber LNG di Teluk Bintuni (Tangguh LNG), FSU sebagai hub utama terletak di Fakfak dan beberapa terminal penerima yang berfungsi sebagai mini hub distribusi LNG pembangkit listrik lainnya.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9, skema distribusi LNG untuk wilayah Papua terdiri dari beberapa alternatif distribusi. Alternatif terpilih dalam gambar ini tidak menggunakan semua alternatif yang tersedia pada bab sebelumnya. Transportasi darat merupakan salah satu
alternatif yang tidak diperhatikan. Transportasi darat belum siap di wilayah Papua karena infrastruktur belum tersedia. Transportasi darat tidak mendukung transportasi LNG karena kondisi jalan yang tidak datar dengan topografi pegunungan. Hal ini menyulitkan truk untuk mengangkut LNG melalui jalur darat.
Gambar 9. Konsep skema distribusi LNG
Dalam pemilihan skema distribusi LNG juga memperhatikan cara untuk menekan biaya modal awal serta biaya operasional kapal. Misal, memilih ukuran carrier LNG yang lebih besar, berarti biaya awal akan meningkat. Untuk meminimalisir biaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kapal LNG yang lebih kecil. Untuk melakukannya, mini Hub dapat dibuat. Berdasarkan Gambar 9, penyaluran LNG secara umum membutuhkan beberapa infrastruktur seperti di bawah ini.
1. Sumber LNG dari Tangguh LNG
2. Floating Storage Unit (FSU) sebagai Hub utama ada di Fakfak
3. Transportasi dari Hub utama - mini Hub menggunakan pengangkut LNG konvensional 4. Mini Hub - terminal penerima menggunakan pembawa LNG konvensional dan tongkang LNG / LCT
Dengan memperhatikan konsep penyaluran LNG Umum di atas dan berdasarkan metode optimasi Greedy Search maka penyaluran LNG untuk Provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku dapat dilihat seperti pada Gambar 10. Gambar tersebut merupakan skema penyaluran LNG untuk seluruh pembangkit yang beroperasi setelah tahun 2022.
Gambar 10. Skema Distribusi LNG yang mencakup semua pembangkit listrik (Setelah 2022)
Pada tahap ini seluruh pembangkit listrik telah dioperasikan. Kilang Tangguh III juga telah selesai konstruksi dan siap dioperasikan. Namun FSU sebagai sarana hub STS masih beroperasi pada tahap ini meskipun Jetty Tangguh II akan siap beroperasi pada tahun 2022. Pasalnya alokasi sandar Tangguh jetty II untuk pengangkut LNG skala kecil terbatas. Dalam satu tahun, baru ada 37 kargo pengangkut LNG skala kecil yang dialokasikan untuk kebutuhan lokal. Sebaliknya, jumlah perjalanan kebutuhan lokal pembangkit listrik di wilayah Papua dan Maluku lebih dari 150 trip / tahun. Jumlah ini lebih dari jumlah alokasi sandar kapal pengangkut LNG mini. Selain itu, kepadatan lalu lintas akan meningkat drastis ketika semua pengangkut LNG skala kecil harus datang ke Jetty Tangguh II untuk pemuatan LNG. Operasi STS ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. FSU sebagai main hub berlokasi di Fak-Fak
Semua terminal penerima pembangkit listrik tersebar di lokasi-lokasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Ada beberapa jalur distribusi LNG. Jumlah dan ukuran masing-masing pengangkut LNG, FSU, tongkang LNG dan LCT yang dioperasikan pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 24. Tongkang LNG dan LCT digunakan karena kedalaman air yang rendah yang membuat pengangkut LNG konvensional tidak mampu untuk datang. lokasi ini seperti di Bintuni. Kedalaman air tidak cukup untuk draft pembawa LNG.
Gambar 11 juga menunjukkan skema distribusi LNG yang telah diusulkan untuk Tahap III (setelah 2022). Skema distribusi ini merupakan alternatif yang paling optimal. Pada bab ini, kita akan melihat lebih detail skema yang diusulkan agar distribusi LNG secara ekonomis layak untuk dilihat dari segi bisnis. Skema distribusi yang diusulkan membutuhkan kapal yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kapal yang dibutuhkan untuk distribusi LNG
Shuttle Vessel Number
FSU (125,000 - 150,000 m3) 1
Shuttle Vessel Number
Mini LNG Carrier 12,000 m3 1
Mini LNG Carrier 10,000 m3 1
Mini LNG Carrier 7,500 m3 1
LCT/LNG Barge 100ft
(Special case for Bintuni – Fakfak.
Conventional LNG-C is not capable to be operated in Bintuni which has shallow water depth in Batubara River)
1
Pada skema distribusi ini, beberapa rute dibuat dengan mengimplementasikan mini hub sedangkan STS Fakfak sebagai hub utama dioperasikan secara kontinyu di semua tahapan. Hub ini melayani semua rute utama dengan menyediakan FSU untuk memungkinkan transfer Kapal ke Kapal. Skema pendistribusian LNG pada tahap ini membutuhkan FSU sebagai sarana STS, sedangkan beberapa mini hub juga diterapkan untuk memungkinkan pendistribusian LNG ke lokasi pembangkit lainnya. Rute utama dengan menggunakan LNG carrier dan mini hub yang diterapkan dapat dilihat seperti pada Gambar 11 dan secara detail dapat dilihat sebagai berikut.
1. Rute 1 FSU sebagai Hub
Voyage route : STS Fak fak - Sorong - Manokwari - Raja Ampat - STS Fak fak
Shuttle vessel : LNG Carrier 14,000 m3
2. Rute 2 FSU sebagai Hub
Voyage route: STS Fak fak - Maba - Halmahera - Malifut - Tobelo - Morotai - Ternate
- Sofifi - Tidore - Bacan - Sanana - STS Fak fak
Shuttle vessel : LNG Carrier 14,000 m3
3. Rute 3a FSU sebagai Hub
Voyage route: STS Fak fak - Langgur - Kaimana - STS Fak fak
Rute 3b FSU sebagai Hub
Voyage route: STS Fak fak Fakfak Seram Saparua Ambon Namrole Namlea
-Bula - STS Fak fak
Shuttle vessel : LNG Carrier 12,000 m3
4. Rute 4 Manokwari sebagai mini Hub
Voyage route: Manokwari - Biak - Jayapura - Sarmi - Serui - Nabire - Manokwari
5. Rute 5 Langgur sebagai mini Hub
Voyage route: Langgur - Dobo - Timika - Merauke - Saumlaki - Moa - Wetar – Langgur
Shuttle vessel : LNG Carrier 7,500 m3
6. Rute 6 Fakfak sebagai mini Hub
Voyage route: Fakfak - Bintuni - Fakfak
Shuttle vessel : LNG/LCT Barge 100 feet
Fasilitas di setiap terminal penerima tergantung pada kebutuhan fasilitas berdasarkan moda transportasi yang digunakan. Berikut Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10 adalah daftar fasilitas di masing-masing pembangkit listrik di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Fasilitas di setiap lokasi terminal penerima pembangkit di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 2.
Gambar 12. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Papua barat
Tabel 7. Fasilitas pada termainal penerimaan di provinsi Papua
LOKASI FASILITAS TAHAP III
Bintuni
Esmasi dari panjang Trestle dari Jetty (m) 50
Number of LNG ISO Tank 40 feet 40
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD) 2
Fakfak
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 240
Number of standard LNG Storage 400 m3 7
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD) 3
LNG Filling Station unit 1
Kaimana
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD) 2
Manokwari
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Capacity of LNG Storage 18,400 m3
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD) 9
Filling Station unit 1
Raja Ampat
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 440
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD) 2
Sorong
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 750
Capacity of LNG Storage 4,800 m3
Gambar 13. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Maluku
Tabel 8 Fasilitas penerimaan terminal di provinsi Papua
LOCATION FACILITIES STAGE III
Biak
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 5
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
5
Jayapura
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Capacity of LNG Storage 7,600 m3
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
19
Merauke
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 8
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
6
Nabire
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
LOCATION FACILITIES STAGE III
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
7
Serui
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 440
Number of standard LNG Storage 400 m3 3
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
3
Timika
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 5
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
3
Sarmi
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 250
Number of standard LNG Storage 400 m3 1
Capacity of Regasification Unit (MMSCFD)
1
Seperti halnya di Provinsi Papua dan Papua Barat, pembangkit listrik di Provinsi Maluku dilayani oleh transportasi laut dengan menggunakan pengangkut LNG. Fasilitas yang perlu disiapkan di terminal penerima ditunjukkan pada Tabel 8.
Gambar 14. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan di Maluku Utara
1 Ambon 1 Jetty 200m 12 Regas (mmscfd) 1 Bula 2 1 4 Dobo 1 Jetty 540m 3 Regas (mmscfd) LNG-C 7.5K @400 m3 1 Langgur 1 Jetty 200m 6 Regas (mmscfd) 12800 m3 1 2 Moa 1 Jetty 150m 2 Regas (mmscfd) @400 m3 LNG-C 12K 6800 m3 2 Regas (mmscfd) LNG-C 7.5K 1 LNG Filling Station LNG-C 7.5K Namlea 1 3 1 Jetty 440m 3 Regas (mmscfd) @400 m3 1 LNG-C 12K LNG-C 12K @400 m3 1 Jetty 500m
Tabel 9 Failitas terminal penerimaan di provinsi Maluku
LOCATION FACILITIES STAGE III
Ambon
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 200
Capacity of LNG Storage 6,800 m3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 12
Bula
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Dobo
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 540
Number of standard LNG Storage 400 m3 4
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 3
Langgur
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 200
Capacity of LNG Storage 12.800
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 6
Filling Station Unit 1
Moa
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 150
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Namlea
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 440
Number of standard LNG Storage 400 m3 3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 3
Namrole
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 520
LOCATION FACILITIES STAGE III
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Saparua
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 150
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Saumlaki
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 250
Number of standard LNG Storage 400 m3 4
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 3
Seram
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Wetar
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 150
Number of standard LNG Storage 400 m3 1
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 1
Gambar 15. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Papua
Gambar 1516. Fasilitas yang dibutuhkan untuk terminal penerimaan pada pembangkit listrik di Papua [Lanjutan]
Tabel 10 Facility of receiving terminal in Province Maluku Utara
LOCATION FACILITIES STAGE III
Bacan
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 630
Number of standard LNG Storage 400 m3 4
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 3
Halmahera
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 560
Number of standard LNG Storage 400 m3 3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Maba
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 440
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Malifut
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 500
Number of standard LNG Storage 400 m3 1
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 1
Morotai
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 540
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Sanana Sofifi Ternate Tidore Tobelo
1 3 1 Jetty 310m 3 Regas (mmscfd) @400 m3 13 1 2 2 Regas (mmscfd) 1 1 Jetty 240m 14 Regas (mmscfd) LNG-C 14K 7200 m3 1 1 Jetty 220m 6 Regas (mmscfd) 4800 m3 1 6 1 Jetty 750m 5 Regas (mmscfd) LNG-C 14K LNG-C 14K LNG-C 14K LNG-C 14K @400 m3 @400 m3 1 Jetty 370m
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Sanana
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 310
Number of standard LNG Storage 400 m3 3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 3
Sofifi
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 370
Number of standard LNG Storage 400 m3 2
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 2
Ternate
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 240
Capacity of LNG storage 7,200 m3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 14
Tidore
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 220
Capacity of LNG storage 4,800 m3
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 6
Tobelo
Estimation of Trestle length of Jetty (m) 750
Number of standard LNG Storage 400 m3 6
Capacity of Regasification Unit
(MMSCFD) 5
Fasilitas terminal penerima meliputi panjang tiang penyangga jetty, jumlah tangki penyimpanan LNG dan kapasitas regasifikasi. Panjang jembatan untuk dermaga bervariasi tergantung pada data batimetri di setiap pantai terminal penerima. Sedangkan jumlah tangki penyimpan LNG dan kapasitas unit regasifikasi tergantung dari kapasitas pembangkit, berapa lama pulang pergi kapal dan kecepatan kapal.
II. 5 Desain Penerima Terminal LNG
Operator LNG mengirimkan LNG dari Kilang LNG ke Terminal Penerima. Komponen utama dari terminal LNG yang diusulkan, termasuk fasilitas dermaga laut untuk pembongkaran LNG, tangki khusus untuk penyimpanan LNG, peralatan proses untuk regasifikasi LNG, utilitas dan infrastruktur lainnya. Penelitian ini mengusulkan desain terminal Penerima LNG yang terdiri dari beberapa sistem sebagai berikut:
1. Sistem Transfer LNG
Dermaga dan jembatan penyangga kapal pengangkut LNG. Desain jetty ini akan bervariasi
berdasarkan ukuran kapal dan faktor lingkungan. Desain jetty dijelaskan pada bab 12.
Sistem pembongkaran LNG menggunakan lengan pemuatan atau selang fleksibel kriogenik
dan sambungan pipa saluran untuk pemindahan LNG dan BOG dari kapal ke fasilitas penyimpanan di darat.
2. Sistem Penyimpanan LNG
Penyimpanan LNG dirancang dengan menggunakan tangki tipe peluru berinsulasi dengan
kapasitas penyimpanan 400 m3 LNG. Tangki jenis ini diperkirakan akan menghasilkan LNG
Vapor (BOG) sebesar 0,20% -0,25% per hari. Setiap terminal penerima LNG memiliki
jumlah tangki yang bervariasi tergantung pada jadwal pengiriman dan tingkat konsumsi pembangkit listrik.
Sistem pengolahan BOG dengan pemanas gas dan kompresor booster untuk memanfaatkan
BOG yang dihasilkan pada proses pembongkaran dan penyimpanan LNG.
Pompa umpan LNG untuk memompa LNG dari tangki penyimpanan ke Unit Regasifikasi.
3. Sistem Regasifikasi LNG
Boiler untuk pembangkit steam dan juga berfungsi sebagai pembakaran gas jika
dibangkitkan BOG atau Gas Alam yang dibangkitkan diatas kondisi normal.
Unit vaporizer yang terdiri dari heat exchanger tipe steam tube yang menerima steam dari
boiler. LNG yang berbentuk cair kemudian dipanaskan hingga LNG tersebut berubah menjadi gas dengan temperatur berkisar antara 400-450Celsius.
Sistem transfer gas alam yang mengirimkan gas alam yang dihasilkan ke titik pengiriman di
pembangkit listrik. Aliran gas bumi menggunakan pipa gas baja karbon pada tekanan 8 - 12 bar dengan debit aliran yang bervariasi. Debit aliran gas alam bergantung pada konsumsi gas untuk masing-masing pembangkit.
4. Sistem Pemuatan LNG, diperlukan terminal Penerima LNG yang dirancang untuk mengalirkan LNG ke lokasi lain pada penelitian ini. Sistem pemuatan LNG terdiri dari:
Unit Dispenser LNG untuk pengisian tangki LNG ISO yang dikirimkan dengan truk dan
Landing Craft Tank (LCT). Ukuran Dispenser LNG dirancang untuk memenuhi waktu
pemuatan pada Optimalisasi Distribusi.
Pompa pemuatan LNG untuk memuat LNG ke LNG Barge
5. Sistem Pengendalian Proses dan Peralatan Darurat Sistem Pemantauan dan Pengendalian
Peralatan pemadam kebakaran (seperti monitor, Hydrant, Fire Extinguisher, dll.)
Pengecualian Sumber Pengapian. Sumber penyalaan yang tidak terkendali harus berada
dalam area aman yang telah ditentukan sebelumnya yang berpusat pada manifold kargo pengangkut LNG.
Kait Rilis Cepat. Semua titik tambat harus dilengkapi dengan kait pelepas. Rakitan pengait
ganda harus disediakan pada titik-titik di mana banyak
Sistem Pembebasan Darurat. Di setiap lengan keras, terminal harus sesuai dengan sistem
ERS, yang dapat dihubungkan ke sistem ESD kapal. Sistem ini harus beroperasi dalam dua tahap: Tahap pertama menghentikan pemompaan LNG dan menutup katup blok di jalur pipa; tahap kedua memerlukan aktivasi otomatis dari kopling dry-break di PERC bersama dengan katup pengapit yang bekerja cepat. Sistem ERS harus sesuai dengan standar industri yang diterima.
Tabel di bawah ini menunjukkan daftar peralatan standar dari Desain Terminal Penerima LNG yang diusulkan.
Tabel 11 Daftar peralatan untuk terminal penerimaan LNG
Sistem Detail Peralatan
LNG Transfer System Jetty LNG Metering Unit Cryogenic Pipeline LNG Storage System LNG Storage Tank LNG Pump (Feed) Cryogenic Pipeline Regasification System LNG Buffer Tank Vaporizer
Heat Exchanger (Steam Type) Gas Heater (Steam)
Boiler
Sistem Detail Peralatan
Fresh Water Tank Water Feeder Pump
BOG Treatment/Utilization System BOG Compressor
Gas Transfer System
Compressor (Booster) Gas Heater
Gas Pipeline
Pigging System (Launcher & Receiver) NG Metering Unit
Electric Generator Self-Driven Generator (Fuel Oil)
Storage Tank (Fuel Oil)
Building
Control Room Office Building
Parking Area, Utilization Area, Etc.
Fire Fighting
Hydrant
Fire Alarm, Gas Detector Portable Fire Extinguisher
Purging System N2 Storage
Piping, Valve, Etc.
Monitoring & Control System Process Control System, Dcs (Hardware &
Software Licenses)
Berdasarkan hasil optimasi terdapat alternatif - alternatif penyaluran LNG dalam penelitian ini. Untuk mengakomodasi alternatif di atas, desain terminal Penerima LNG akan dikategorikan menjadi empat jenis, sebagai berikut:
1. Tipe 1 adalah Terminal Penerima LNG standar yang diusulkan pada studi ini. LRT tipe 1 dirancang untuk menerima LNG, regasify LNG, dan mendistribusikan gas melalui pipa saluran ke Pembangkit Listrik. Gambar 16 menunjukkan diagram proses terminal Penerima LNG tipe 1.
Gambar 17. Diagram proses dari tipe 1 terminal penerimaan LNG
LNG Carrier LNG Storage Tank LNG Storage Tank LNG Storage Tank Vaporizer Vaporizer BOG Compressor Boiler Gas Heater BOG Compressor Power Plant LNG Hot Steam Natural Gas Natural Gas BOG BOG LNG Hot Steam
2. Tipe 2 merupakan modifikasi tipe 1 dengan tambahan sistem pemuatan LNG. Jenis LRT ini dirancang untuk menampung distribusi LNG menggunakan LNG Barge atau LCT. Gambar 17 menunjukkan diagram proses terminal Penerima LNG tipe 2.
Gambar 18. Diagram proses dari tipe 2 terminal penerimaan LNG
3. Tipe 3 merupakan modifikasi dari tipe 1 dengan tambahan sistem pengisian LNG menjadi ISO Tank. Jenis LRT ini dirancang untuk menampung distribusi LNG dengan menggunakan transportasi darat menggunakan Truck. Gambar 18 menunjukkan diagram proses terminal Penerima LNG tipe 3.
Gambar 19. Diagram proses dari tipe 3 terminal penerimaan LNG
4. Tipe 4 dirancang untuk menerima distribusi LNG melalui transportasi darat. Terminal Penerima LNG tipe 4 didesain tanpa jetty, Tangki Penyimpanan LNG dan menggunakan ambient air vaporizer. Gambar 19 menunjukkan diagram proses terminal Penerima LN
LNG Carrier LNG Storage Tank LNG Storage Tank LNG Storage Tank Vaporizer Vaporizer BOG Compressor Boiler Gas Heater BOG Compressor Power Plant LNG Hot Steam Natural Gas BOG BOG LNG Hot Steam LNG Loading Pump LNG LNG Barge Flexible Hose LNG Carrier LNG Storage Tank LNG Storage Tank LNG Storage Tank Vaporizer Vaporizer BOG Compressor Boiler Gas Heater BOG Compressor Power Plant LNG Hot Steam Natural Gas BOG BOG LNG Hot Steam LNG Dispenser Skid LNG LNG ISO Container
Gambar 20.Diagram proses dari tipe 1 terminal penerimaan LNG
II. 6. Desain Layout Berdasarkan NFPA 59A
National Fire Protection Association (NFPA) 59A Standard For The Production, Storage, And Handling Of Liquefied Natural Gas (LNG) merupakan standar yang digunakan untuk proses
produksi, penyimpanan, dan penanganan LNG pada penelitian ini. NFPA 59A menjelaskan pengaturan jarak minimum antara peralatan, tangki, refrigeran, struktur, proteksi kebakaran dan faktor lain yang terkait dengan keselamatan pekerja dan semua fasilitas di terminal. Tabel di bawah ini menunjukkan Ringkasan jarak minimum yang digunakan pada Rancangan Terminal Penerima LNG yang diusulkan pada studi ini.
Tabel 12 Regulasi dari jarak minimal NFPA 59A
Plant and Sitting Layout Minimum
distance
unit Storage
Distance between storage tank 2.15 m
Distance between storage tank and property 30 m
Clear space for access to all isolation valves serving multiple containers
0.9 m
Vaporizer
Distance between vaporizer and property 30 m
Distance between vaporizer and storage tank 15 m
Distance between vaporizer and process equipment 15 m
Distance between vaporizer and important plant structures 15 m
Distance between vaporizer and loading/unloading connection 15 m
LNG ISO Tank LNG ISO Tank LNG ISO Tank Vaporizer (Ambient Air) Vaporizer (Ambient Air) BOG Compressor Gas Heater BOG Compressor Power Plant Natural Gas LNG BOG
Plant and Sitting Layout Minimum distance
unit
Clearance between Vaporizer 1.5 m
Process Equipment
Distance between process equipment and property 15 m
Distance between process equipment and storage tank 15 m
Distance between process equipment and other ignition sources 15 m
Loading/unloading Equipment
Distance between dock for pipeline transfer of LNG and any bridge
30 m
Distance between loading/unloading manifold and any bridge 61 m
Distance between loading/unloading connection and important plant structures
15 m
Gambar di bawah ini menunjukkan tampilan atas Tata Letak terminal Penerima LNG yang diusulkan berdasarkan NFPA 59A.
Gambar 21.Layout terminal penerimaan berdasarkan NFPA 59A
Gambar 23. Layout terminal penerimaan LNG type 3 berdasarkan NFPA 59A
Gambar 24. Layout terminal penerimaan LNG type 4 berdasarkan NFPA 59A
II. 7. Konseptual Desain – Lines Plan
Dalam rangka menentukan ukuran utama kapal yang optimal untuk didistribusikan di wilayah Indonesia bagian timur maka dimulai dari tahap feasibility study. Hal ini dilakukan guna mempermudahkan menentukan ukuran utama kapal yang disesuaikan dengan keadaan pada daerah jalur pelayaran kapal yang akan didesain. Untuk feasibility study dilakukan pada kawasan Indonesia bagian Timur khususnya Papua Bagian Selatan. Sumber gas bumi yang dipilih adalah fasilitas kilang LNG Tangguh. Pemilihan sumber gas bumi ini dengan pertimbangan kilang LNG Tangguh
telah memiliki alokasi pasokan gas bumi untuk keperluan pembangkit listrik di wilayah Papua. Pertimbangan lainnya adalah lokasi kilang LNG Tangguh yang berada di Teluk Bintuni, sehingga jarak transportasi gas bumi akan semakin dekat. Kilang LNG Tangguh mempunyai kapasitas produksi LNG 3,8 juta ton per tahun (MTPA) atau setara dengan 545 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Gas bumi dari sumber kilang Tangguh akan didistribusikan dalam bentuk LNG yang ditranportasikan dengan kapal LNG. LNG akan dikirimkan dengan kapal selanjutnya disimpan dan diolah pada fasilitas terminal penerima LNG. Tabel 13 menunjukkan lokasi terminal penerima LNG
dengan kebutuhan LNG per hari dalam m3.
Tabel 13 Lokasi terminal dan Kebutuhan LNG
No. Lokasi Terminal
Penerima LNG Kebutuhan LNG (m3/hari) 1 Bintuni 55.2 2 Fak-fak 110.4 3 Kaimana 55.2 4 Merauke 220.8 5 Raja Ampat 55.2 6 Timika 276 Total 772.8
Sebelum dilakukan pembagian rute pelayaran, maka akan dijelaskan jarak tempuh dari block pengisian gas hingga keseluruhan PLTG sehingga dapat dipilih rute yang tepat. Berikut merupakan rute kapal pengangkut LNG seperti yang ditunjukkan pada Gambar 25.
Selain fasilitas untuk produksi kilang LNG Tangguh memiliki fasilitas tambat berupa dermaga untuk kapal pengangkut LNG. Fasilitas dermaga ini digunakan kilang LNG Tangguh untuk mendistribusikan LNG yang diproduksi meenggunakan kapal LNG. Dalam rangka menyukseskan program papua terang, dirancanglah Kapal LNG dengan maksud dapat menjadi inovasi dalam desain LNG. Pengisian LNG akan dilakukan pada Kilang LNG Tangguh yang berada di Teluk Bintuni lalu didistribusikan ke setiap stasiun pembangkit listrik tenaga gas didaerah Bintuni, Raja Ampat, Fakfak, Kaimana,Timika, dan Merauke. Mobile crane digunakan untuk bongkar muat LNG dimana waktu yang dibutuhkan kapal untuk satu kali round trip adalah 9 hari. Tabel 14. menunjukkan jarak satu kali trip dari kilang Tangguh menuju terminal penerima LNG yang didapatkan berdasarkan matriks jarak.
Tabel 14 Jarak Satu kali Trip Kapal LNG
X Origin X Destination Jarak (km)
X14 Tangguh X2 Bintuni 78 X2 Bintuni X9 Rajaampat 693 X9 Rajaampat X3 Fakfak 566 X3 Fakfak X5 Kaimana 379 X5 Kaimana X13 Timika 427 X13 Timika X7 Merauke 762 X7 Merauke X14 Tangguh 1456 Total Jarak 4361
Setelah didapatkan semua data mengenai rute pelayaran, kebutuhan sarat, kebutuhan tangki, dan lain lain. Maka dilakukan penentuan ukuran utama dan data utama dalam penentuan desain dari Mini LNG. Penentuan ukuran menggunakan metode kapal pembanding yang telah lebih dulu berlayar. Berikut data – data kapal pembanding dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar 27: