• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jakarta, 30 April 2015 Sekretaris Utama Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jakarta, 30 April 2015 Sekretaris Utama Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan salah satu agenda reformasi pembangunan nasional bidang kesehatan. Obat dan Makanan yang aman akan meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Dengan demikian, pembangunan di bidang pengawasan Obat dan Makanan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan mendukung percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Sebagai pelaksanaan amanat Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 disusun mengacu pada Visi, Misi, Kebijakan, dan Strategi BPOM 2015-2019 dan mempertimbangkan berbagai kekuatan/kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada atau mungkin timbul.

Secara garis besar, lingkungan strategis eksternal dan internal yang dihadapi oleh

Sekretariat Utama pada tahun 2015-2019 di antaranya dinamika dan demand peraturan

perundang-undangan (regulasi), pengembangan dan efektivitas jejaring kerja sama, perkembangan teknologi informasi, tantangan reformasi perencanaan, penganggaran, dan keuangan, pemenuhan dan penataan sarana dan prasarana, serta komitmen dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

Menghadapi lingkungan strategis tersebut, Sekretariat Utama dituntut untuk dapat (i)meningkatkan kuantitas dan kualitas produk hukum dalam rangka memperkuat sistem pengawasan Obat dan Makanan melalui harmonisasi setiap peraturan perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan serta mendorong

rancangan standar/regulasi menjadi produk hukum yang siap diundangkan;

(ii)meningkatkan partisipasi masyarakat dan efektivitas kerjasama dengan kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, layanan informasi, dan edukasi (KIE) serta mendorong pemanfaatan kerjasama dalam dan luar negeri yang ada maupun membuat kerjasama baru; (iii)meningkatkan kualitas kapasitas kelembagaan BPOM melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien. Dengan etos tersebut, diharapkan Sekretariat Utama mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan BPOM.

Sebagai dokumen perencanaan indikatif dan berorientasi pada hasil, Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang merupakan dukungan Sekretariat Utama dalam kerangka pengawasan Obat dan Makanan.

(2)

Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 digunakan sebagai acuan bagi setiap unit organisasi eselon II dalam menyusun dokumen perencanaan dan dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan Sekretariat Utama.

Saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam penyusunan Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019. Semoga penyusunan dan penerbitan Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 ini mendapatkan ridha dari Allah SWT. Aamiin.

Jakarta, 30 April 2015 Sekretaris Utama

(3)

LAMPIRAN

KEPUTUSAN SEKRETARIS UTAMA PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK.04.2.21.04.15.1986 TAHUN 2015 TENTANG

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT UTAMA TAHUN 2015-2019 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT UTAMA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1KONDISI UMUM

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), mengamanatkan setiap Kementerian/Lembaga (K/L) diwajibkan menyusun rencana strategis (Renstra) untuk periode 5 tahun mengacu pada RPJM Nasional Periode 2015-2019. Sebagai pelaksanaan amanat tersebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyusun Renstra BPOM 2015-2019 berdasarkan kewenangan, tugas, dan fungsi dari BPOM.

Dalam pelaksanaannya, Renstra BPOM periode 2015-2019 tersebut memerlukan penjabaran ke dalam Renstra unit organisasi Eselon I, Satker, dan Eselon II. Untuk itu Sekretariat Utama BPOM sebagai salah satu unit organisasi Eselon I juga menyusun Renstra Unit Organisasinya mengacu kepada Renstra BPOM periode 2015-2019.

Sekretariat Utama (Sektama) BPOM memiliki peran strategis dalam mendukung tugas-tugas utama BPOM sebagai pengawas Obat dan Makanan melalui pemberian layanan yang lebih baik kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPOM baik di tingkat pusat dan Balai Besar/Balai POM dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat. Peran strategis Sektama ini meliputi: (i) pengembangan regulasi pengawasan Obat dan Makanan, (ii) dukungan upaya penegakan hukum, (iii) peningkatan jejaring komunikasi publik serta peningkatan kerjasama pengawasan Obat dan Makanan di tingkat multilateral, regional, dan bilateral; (iv) pelaksanaan perencanaan dan penganggaran yang efektif dan efisien, (v) pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN); dan (vi) pengelolaan sarana maupun prasarana yang memadai untuk pelaksanaan tugas BPOM.

(4)

- 2 -

Renstra Sektama periode 2015-2019 mempunyai nilai strategis dalam memberikan arah dan kebijakan kelembagaan baik organisasi, SDM dan Manajemen dalam rangka mendukung pencapaian pelaksanaan reformasi birokrasi BPOM untuk mewujudkan tujuan dan sasaran reformasi birokrasi nasional.

Untuk menindaklanjuti amanat tersebut di atas dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas BPOM, Sektama sesuai kewenangan, tugas, dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) Sektama Tahun 2015-2019 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan Sektama untuk tahun 2015-2019. Proses penyusunan Renstra Sektama tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dimulai dari hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014 serta menghimpun masukan-masukan pemangku kepentingan yang menjadi mitra Sektama.

Renstra Sektama tahun 2015-2019 diharapkan menjadi acuan unit kerja di lingkungan Sektama untuk meningkatkan kinerja pada masa yang akan datang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Adapun kondisi umum Sektama saat ini dapat dijelaskan mulai dari peran, tupoksi dan pencapaian kinerja sebagai berikut:

1.1.1 Peran Sektama berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan;

Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan, Sektama merupakan unsur pimpinan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM. Sektama mempunyai tugas yaitu mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan BPOM.

Dalam melaksanakan tugas, Sektama menyelenggarakan fungsi:

1. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan BPOM;

2. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas BPOM; 3. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata

laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga;

4. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM;

(5)

- 3 -

5. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan BPOM;

6. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Sektama sebagai unit organisasi yang strategis. Ke depan, Sektama akan menjalankan tugasnya secara lebih profesional dan proaktif. Dengan kewenangan dan tugas sebagai pembina di internal BPOM, Sektama dituntut menghasilkan pelayanan yang lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan dan tugas BPOM sebagai lembaga pengawasan obat dan makanan.

1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Sesuai Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan, struktur Sektama adalah sebagai berikut.

Gambar 1.1. Struktur Organisasi BPOM

Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan

INSPEKTORAT 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum SEKRETARIAT UTAMA Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan Deputi I Bidang Pengawasan Produk

Terapetik dan Napza

1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT

4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT

5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif

Deputi II Bidang Pengawasan Obat

Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

1. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik

2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 3. Direktorat Inspeksi dan

Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen

4. Direktorat Obat Asli Indonesia

Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan

Pangan Dan Bahan Berbahaya

1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 2. Direktorat Standardisasi

Produk Pangan 3. Direktorat Inspeksi dan

Sertifikasi Produk Pangan 4. Direktorat Surveilance dan

Penyuluhan Keamanan Pangan

5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

(6)

- 4 - RAKAT PERLENG BAGIAN RT KAPAN DAN TANGGA RUMAH SUBBAGIAN KAPAN DAN KEARSIPAN BAGIAN PENGEM BANGAN PEGAWAI PERLENG SUBBAGIAN JABATAN SUBBAGIAN PERSURATAN SUBBAGIAN DIKLAT BANGAN PENGEM SUBBAGIAN AN PEGAWAI PERENCANA SUBBAGIAN BAGAIAN ADMINISTRA SI KEPEGA WAIAN NAL FUNGSIO PEGAWAI MUTASI SUBBAGIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SESTAMA KEPEGA TATA USAHA SUBBAGIAN PEGAWAI RAAN KESEJAHTE SUBBAGIAN KEPALA TATA USAHA SUBBAGIAN BAGIAN TATA USAHA PIMPINAN SUBBAGIAN TATA USAHA DEPUTI MASA SUBBAGIAN PUBLIKASI DAN DOKU KONSUMEN BAGIAN HUBUNGAN MASYA-SUBBAGIAN PEMBERI-TAAN SUBBAGIAN MEDIA MENTASI BANTUAN HUKUM SUSBBAGIAN KONSUMEN SUBBAGIAN DATA DAN EVALUASI BAGIAN PENGADUAN KONSUMEN SUBBAGIAN LAYANAN PENGADUAN TASI UNDANGAN BAGIAN BANTUAN HUKUM SUBBAGIAN PERTIMBANG AN HUKUM SUBBAGIAN LAYANAN SUBBAGIAN DOKUMEN UNDANGAN PERUNDANG PERUNDANG PERATURAN PERUMUSAN SUBBAGIAN KERJASANA BAGIAN BAGIAN PERATURAN SEKRETARIS UTAMA BAGIAN RENSTRA DAN BAGIAN PROGRAM DAN SUBBAGIAN EVALUASI DAN INTERNA KERJASAMA KERJASAMA SUBBAGIAN SUBBAGIAN REGIONAL ORGANISASI PRODUK TE ANGGARAN BAGIAN ORGANISASI

SUBBAGIAN SUBBAGIAN PERBENDAHA KEUANGAN SUBBAGIAN PELAPORAN ORGANISASI RENSTRA SUBBAGIAN RAAN DAN PROGRAM SUBBAGIAN ANGGARAN SUBBAGIAN VERIFIKASI AKUNTANSI MULTILATERAL SUBBAGIAN KERJASAMA KERJASAMA REGIONAL II SUBBAGIAN KEAMANAN TATA USAHA BAGIAN KERJASAMA BILATERAL DAN MULTILATERAL SUBBAGIAN KERJASAMA BILATERAL SUBBAGIAN KERJASAMA BIRO BIRO UMUM HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BIRO KERJASAMA LUAR NEGERI BIRO PERENCANAAN DAN KEUANGAN BAGIAN FUNGSIONAL PANGAN KERJASAMA NAZABA DATA DAN SIONAL SUBBAGIAN SUBBAGIAN KOMPLEMEN RAPETIK DAN KERJASAMA BAGIAN EVALUASI SUBBAGIAN PELAPORAN REGIONAL I WAIAN HUKUM KELOMPOK JABATAN HUKUM BIMBINGAN LAYANAN PENYULUHAN LPK SUBBAGIAN PENGADUAN

(7)

- 5 -

Sebagaimana Gambar 1.2, Struktur Organisasi Sektama terdiri dari 4 (empat) Biro, meliputi Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Kerja Sama Luar Negeri (KSLN), Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas), dan Biro Umum. Setiap biro terdiri dari bagian dan subbagian. Secara keseluruhan jumlah eselon III dan IV di bawah eselon II Sektama sebanyak 54.

Terkait Struktur Organisasi Sektama masih ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1) Belum ada unit kerja yang mengelola/mengkoordinir kerjasama dalam negeri (Hubungan Antar Lembaga);

2) Terdapat beberapa unit kerja yang memiliki span of control terlalu luas,

contoh: Biro Umum, Biro Hukum dan Humas;

3) Belum ada unit kerja yang fokus mengelola diklat dan membina jabatan fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan (PFM);

4) Belum ada unit kerja yang tersendiri dalam mengelola keuangan, Barang Milik Negara (BMN) dan pengadaan barang dan jasa;

5) Belum ada subbag tata usaha di Biro Hukum dan Humas maupun Biro KSLN menyebabkan tingginya beban kerja;

6) Belum ada unit kerja khusus sebagai penjamin mutu; 7) Belum ada fungsi penggajian dalam struktur organisasi.

Untuk mendukung pelaksanaan tugas Sektama diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Sampai dengan tahun 2014, jumlah SDM yang dimiliki Sektama untuk melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan serta pelayanan administrasi umum adalah sebanyak 192 orang yang tersebar di keempat biro. Berdasarkan tingkat kepangkatan/Golongan, struktur pegawai Sektama dapat dijelaskan pada Tabel 1.1 di bawah ini:

(8)

- 6 -

Tabel 1.1.

Struktur Pegawai Sekretariat Utama Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Jenjang Pendidikan Sekretariat Utama BPOM

Jumlah Persen Jumlah Persen

S3 0 0 3 0,08

S2 29 15,18 316 8,79

Apoteker 38 19,90 1.333 36,98

S1 59 30,89 744 20,64

D3, D4 dan Sarjana Muda 16 8,36 435 12,07

D1 0 0 22 0,61

SLTA Sederajat 44 23,04 682 18,92

SLTP ke bawah 5 2,62 69 1,91

TOTAL 191 100,00 3.600 100,00

Sumber: Data Biro Umum Tahun 2014

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Sektama memiliki pegawai dengan jenjang pendidikan Apoteker sebesar 19,90 persen dan pendidikan minimal Sarjana 65,98 persen atau 126 orang. Jumlah tersebut adalah 5,26 persen dari jumlah pegawai dengan tingkat pendidikan minimal Sarjana di BPOM.

Perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis merupakan tantangan bagi Sektama untuk dapat melakukan peningkatan kualitas kelembagaan dan memprediksi kebutuhan SDM, Organisasi dan Manajemen. Pada tahun 2014, Sektama belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 272 orang, dihitung berdasarkan analisa beban kerja (ABK). Profil kebutuhan SDM Sektama berdasarkan analisis beban kerja adalah sesuai Gambar 1.3.

(9)

- 7 -

*) Tahun 2016 s.d. 2019 asumsi tidak ada penambahan pegawai

Gambar 1.3. Kebutuhan SDM Sektama Tahun 2015-2019 berdasarkan ABK

Adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai selama selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan pegawai BPOM, karena diperkirakan sejumlah 30 pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima tahun tersebut, sementara beban kerja makin meningkat. Adanya kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal.

1.1.3 Hasil Capaian Kinerja Sektama Periode 2010-2014

Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Sektama mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan penyelenggaraan pelayanan di bidang administasi umum. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut maka sasaran strategis yang dicapai dalam Renstra 2010-2014 Sektama, yaitu: 1) meningkatnya efektifitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN; 2) meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan; 3) meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan BPOM sesuai dengan sistem manajemen mutu; 4) meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM

(10)

- 8 -

Pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Sektama tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis di bawah ini:

Tabel 1.2. Pencapaian IKU Sekretariat Utama Tahun 2014

No Indikator Target Realisasi Capaian

1. Persentase unit kerja yang

mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu

100% 100% 100%

2. Persentase ketersediaan

sarana gedung dan

prasarana penunjang kinerja termasuk pemeliharaannya

95% 88,7% 93,37%

Sumber: Laporan Kinerja Sekretariat Utama Tahun 2014

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa indikator 1 telah mencapai target yang telah ditetapkan dengan capaian 100 persen dari targetnya. Indikator 2 tidak memenuhi target yang telah ditetapkan dengan capaian 93,37 persen dari target 95 persen. Profil capaian IKU tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah ini:

Tabel 1.3. Capaian IKU Sekretariat Utama Tahun 2010 – 2014 Indikator

Target dan Realisasi

Persentase unit kerja yang mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu (indikator 1) Persentase ketersediaan sarana gedung dan prasarana penunjang kinerja termasuk pemeliharaannya (indikator 2) Target 2014 100% 95% Tahun 2014 Target 100% 95% Realisasi 100% 88,7%

(11)

- 9 - Indikator

Target dan Realisasi

Persentase unit kerja yang mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu (indikator 1) Persentase ketersediaan sarana gedung dan prasarana penunjang kinerja termasuk pemeliharaannya (indikator 2) Capaian terhadap target 100% 93,37% Tahun 2013 Target 100% 90% Realisasi 100% 76,14% Capaian terhadap target 100% 84,60% Tahun 2012 Target 98,18% 85% Realisasi 98,18% 83,44% Capaian terhadap target 100% 98,17% Tahun 2011 Target 98,18% 75% Realisasi 98,18% 85,49% Capaian terhadap target 100% 113,99% Tahun 2010 Target 0% 65% Realisasi 9,09% 67% Capaian terhadap target - 102,34%

Sumber: Laporan Kinerja Sekretariat Utama Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kinerja Sektama telah menunjukkan hasil yang baik. Namun demikian, ke depan kinerja Sektama masih terus perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar target organisasi BPOM maupun Sektama yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Sebagai contoh, untuk menghadapi dinamika lingkungan strategis diperlukan penyesuaian kelembagaan BPOM yang dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis. Untuk itu Sektama seharusnya secara profesional dapat

(12)

- 10 -

tetap menghasilkan organisasi, SDM dan manajemen yang sesuai kebutuhan lingkungan strategis.

1.2POTENSI DAN PERMASALAHAN

Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik internal dan eksternal BPOM, potensi dan permasalahan yang dihadapi Sektama tidak terlepas dari potensi dan permasalahan secara kelembagaan BPOM yang semakin kompleks. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal dan internal yang dihadapi oleh Sektama adalah sebagai berikut:

1.2.1 Peraturan perundang-undangan (regulasi)

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Sektama mengacu beberapa peraturan perundang-undangan (regulasi) pemerintah. Adanya perubahan regulasi eksternal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi Sektama dalam pembinaan dan penyelenggaraan pelayanan di bidang administrasi umum. Berdasarkan perubahan tersebut, Sektama perlu menyesuaikan tugas-tugasnya dalam bidang organisasi, keuangan, manajemen kinerja dan lain-lain. Beberapa peraturan perundang-undangan yang saat ini mengalami perubahan dan perlu segera ditindaklanjuti Sektama adalah sebagai berikut :

1. Peraturan yang berkaitan dengan keuangan, antara lain Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Berdasarkan peraturan ini K/L diwajibkan menerapkan Laporan Keuangan berbasis Akrual. Implementasi secara penuh akan dimulai pada 2015. Sebelumnya selama masa peralihan (2010-204) K/L masih dimungkinkan menyusun laporan keuangan berbasis kas menuju akrual atau Cash Toward Accrual (CTA) yang selama ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang SAP.

2. Peraturan yang berkaitan dengan manajemen kinerja antara lain peraturan presiden Presiden tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). 3. Peraturan yang berkaitan perencanaan dan penganggaran antara lain

pedoman penyusunan Renstra yang diterbikan oleh Kementerian PPN/Bappenas serta Pedoman penyusunan dan pelaksanaan penganggaran yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.

4. Peraturan yang berkaitan dengan organisasi antara lain kebijakan penyusunan organisasi dengan pendekatan right sizing.

(13)

- 11 -

5. Peraturan tentang pemekaran wilayah di masing-masing propinsi, kabupaten, kota antara lain adanya Daerah Otonomi Baru (DOB). Dengan adanya daerah otonomi baru otomatis terjadi pembagian wilayah kerja bagi balai-balai pengawasan obat dan makanan di daerah.

6. Peraturan lainnya yang mendukung penyelenggaraan pelayanan umum lainnya.

Perubahan Peraturan tersebut di atas harus segera disikapi dengan cepat karena akan mempengaruhi penilaian kinerja organisasi BPOM. Sebagai contoh adalah penyusunan laporan keuangan berbasis akrual. Apabila aturan penyusunan laporan keuangan berbasis akrual tersebut tidak dipatuhi, opini keuangan BPOM dapat terpengaruh, sehingga pencapaian kinerja (tujuan dan sasaran strategis) organisasi BPOM tidak optimal.

1.2.2 Jejaring Kerja Sama

BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player. Untuk itu BPOM mengembangkan kerjasama dengan K/L, baik di pusat, daerah, maupun luar negeri. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu Jejaring Keamanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food

and Feed (INRASFF), Jaringan Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia

(JLPPI), Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah),

Indonesia Criminal Justice System (ICJS). Di tingkat regional maupun

multilateral BPOM memiliki jejaring kerja dengan ASEAN Rapid Alert System for

Food and Feed (ARASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius

Commission, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang

obat (RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection

Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S),

International Crime Police Organization Interpol. Di tingkat bilateral BPOM telah

aktif berperan serta dalam perundingan Indonesia-Negara mitra, antara lain Jepang, Korea, Malaysia, Australia, Mesir, Saudi Arabia dan India. Selain itu, BPOM juga menjalin kerjasama dengan K/L negara mitra, antara lain Ministry

of Food Drug Safety (MFDS) Korea Selatan, Ministry of Primary Industries (MPI)

New Zealand, Ministerio Do Comercio, Industria E Ambiente (MCIA) Republic

Democratic Timor Leste, Phamaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA)

Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA) Jepang, dan Korea International Cooperation Agency (KOICA) Korea. Jejaring kerjasama tersebut perlu penguatan karena belum semuanya berjalan optimal.

Masih lemahnya koordinasi menjadi salah satu penyebab belum efektifnya pemanfaatan jejaring kerja sama tersebut. Oleh sebab itu diperlukan penguatan komunikasi, koordinasi baik internal maupun eksternal BPOM.

(14)

- 12 -

Kerjasama dan kemitraan dengan media yang telah terbangun selama ini pun merupakan suatu peluang untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Media memiliki peranan yang sangat strategis dalam penyebaran informasi Obat dan Makanan di masyarakat, karena jangkauan penyebarannya yang sangat luas hingga ke seluruh pelosok tanah air. Untuk itu, perlu terus dilakukan upaya-upaya menjalin hubungan baik dengan media, antara lain dengan seringnya mengundang media untuk meliput kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BPOM.

Intensitas pertemuan akan lebih meningkatkan hubungan baik dengan media misalnya dengan penyelenggaraan konferensi pres ataupun kunjungan ke media.

Namun untuk menjamin bahwa informasi Obat dan Makanan yang dimuat/ditayangkan di media adalah informasi yang benar dan valid, maka media juga perlu diedukasi dan diberikan materi-materi terkini tentang Obat dan Makanan, antara lain dengan penerbitan siaran pers dan public warning.

Media juga perlu diberikan peluang untuk mengklarifikasi informasi Obat dan Makanan yang mereka peroleh dari sumber lain, agar masyarakat mendapatkan infomasi yang berimbang, benar, dan valid.

Apabila informasi Obat dan Makanan yang disebarkan melalui media tidak sesuai dengan informasi yang diberikan BPOM, maka BPOM memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi pemberitaan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

1.2.3 Perkembangan Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi informasi dapat menjadi potensi bagi BPOM khususnya Sektama untuk dapat melakukan pelayanan secara online,

sosialisasi, komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat. Teknologi dapat memudahkan akses informasi dan memperluas jangkauan pengawasan Obat dan Makanan ke berbagai kelompok masyarakat. Sebagai contoh keberadaan

Contact Center BPOM secara nyata telah membuka akses masyarakat atas

informasi Obat dan Makanan. Teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung penataan sumber daya di lingkungan internal BPOM. Sistem Informasi Administrasi Pegawai (SIAP), Sistem Pengarsipan, Sistem Monitoring dan Evaluasi Kegiatan dan Anggaran merupakan beberapa bentuk manfaat teknologi. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi produk Obat dan Makanan secara online, pemberitaan Obat dan Makanan yang belum terbukti kebenarannya di media sosial maupun media massa yang juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi. Dalam hal ini Sektama BPOM dituntut untuk cepat tanggap, berinovasi, dan terus mengikuti perkembangan teknologi agar pengawasan Obat dan Makanan menjadi efektif.

(15)

- 13 -

1.2.4 Reformasi Perencanaan, Penganggaran, dan Keuangan

Reformasi di bidang perencanaan dan penganggaran dimulai pada tahun anggaran 2005 dengan mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN. Sebagai tindaklanjut terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP), PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional yang menekankan pada:

1) Perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja yaitu pendekatan penganggaran atas dasar perencanaan kinerja,

2) Penganggaran berjangka menengah, yaitu pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut yang dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan pada tahun berikutnya dalam bentuk prakiraan maju, dan

3) Sistem penganggaran terpadu, yaitu penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup seluruh jenis belanja pemerintah dan didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.

Perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja, berjangka menengah serta terpadu merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip pengelolaan keuangan publik, yaitu:

a) Kerangka Kebijakan Fiskal Jangka Menengah, yaitu pendekatan penyusunan prakiraan ketersediaan anggaran sesuai tujuan kebijakan fiskal jangka menengah untuk menjaga kesinambungan fiskal;

b) Alokasi pada prioritas untuk mencapai manfaat yang terbesar dari dana yang terbatas. Hal ini dimungkinkan melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Dengan prinsip ini, kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dihitung sejak tahun sebelumnya guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui; dan

c) Efisiensi dalam pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa harus dilakukan penyelarasan program dan kegiatan yang semula seringkali berdasarkan kebiasaan menjadi sesuatu yang berorientasi kinerja. Untuk itu diperlukan

(16)

- 14 -

kerangka pikir penyusunan program dan kegiatan untuk mencapai dampak dari tingkat perencanaan yang lebih tinggi, yaitu pencapaian visi, misi, dan tujuan pembangunan pada tingkat Kabinet dan/atau dalam rangka pencapaian visi, misi dan sasaran strategis K/L pada tingkat organisasi. Kerangka pikir penyusunan program dan kegiatan diturunkan berdasarkan

logic model maupun logical framework. BPOM sudah mengenal dan

menerapkan keduanya, sehingga dalam pelaksanaan pengembangan kerangka pikir tidak mengalami kesulitan. Kerangka pikir penyusunan program tersebut akan menjadi arah dalam penyusunan program dan kegiatan pada masing-masing unit kerja. Tantangan ke depan adalah mengembangkan perencanaan berdasarkan pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Risiko dalam perencanaan perlu dikelola sehingga Sektama dapat mengawal pencapaian kinerja BPOM.

1.2.5 Sarana dan prasarana

Tugas-tugas BPOM sebagai pengawas obat dan makanan tidak terlepas dengan sarana dan prasarana pendukung. Faktor utama BPOM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan obat dan makanan adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas tidak hanya laboratorium maupun layanan publik tetapi juga fasilitas pendukung lainnya seperti gedung kantor yang sesuai standar, lahan parkir yang memadai, jaringan listrik dan air yang tertata, serta kendaraan operasional maupun laboratorium keliling yang memungkinkan mobilitas kerja dan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk itu, sarana dan prasarana merupakan faktor kekuatan yang harus dimiliki oleh BPOM dalam menjalankan tugas dan perannya.

1.2.6 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 1.4 di bawah ini:

(17)

- 15 - POL A PIKIR DA N BU D A Y A KER J A PELA Y A N AN PUB LI K MENINGK A TN Y A KA P ASIT AS D A N A K U N T A B ILI T A S K INER JA B IROK R A SI TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME PENGUNGKIT HASIL

INOVASI & PEMBELAJARAN PENGAWASAN INTERNAL PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN AKUNTABILITAS KINERJA MENINGKAT-NYA KUALITAS PELAYANAN PUBLIK ORGANISASI SDM TATA LAKSANA

Gambar 1.4 Pola Pikir Pelaksanaan RB

1)Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan Obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.

2)Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan

Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC

17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001:2007; ISO 27001:2013 Information Security Management System; WHO Quality System Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002); dan Persyaratan

(18)

- 16 -

Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset dan pengembangan (KNAPPP02:2007).

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, di antaranya pendaftaran produk (pangan, obat, obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

3)Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum

Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang.

Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. BPOM melalui peran Sektama perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan Undang Undang dan atau Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan hukum Pengawasan Obat dan Makanan untuk masuk dalam prolegnas/proleg Peraturan Pemerintah. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, BPOM perlu membuat cost-benefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM, perlu dilakukan regulatory impact assessment.

Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, Sektama perlu mendorong dan mengawal ketersediaan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang berupa peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota.

(19)

- 17 -

Dalam kaitan pengawalan pembentukan dan implementasi NSPK, perlu dukungan Sektama untuk melakukan advokasi terhadap pemangku kepentingan di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Pada area pengambilan kebijakan hukum dan penegakan hukum, peran Sektama mendukung pelaksanaan tugas tersebut dalam hal pemberian bantuan hukum, termasuk menangani perkara hukum yang mungkin timbul dalam pelaksanaan tugas dimaksud. Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama perdagangan lintas batas dan Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.

4)Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPOM telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B.

Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun, BPOM masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, BPOM telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan keuangan BPOM dari BPK.

5)Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta pemberian gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan. Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi, proses penerimaan pegawai dilakukan secara

(20)

- 18 -

transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN, dan promosi jabatan dilakukan secara terbuka.

Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi, mengacu pada standar kompetensi yang telah ditetapkan. Capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian.

Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kompetensi dan variasi latar belakang pendidikan yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.

6)Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent

of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi

dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB.

Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.

(21)

- 19 -

Rangkuman analisa pengaruh lingkungan strategis di atas dapat dilihat dalam Tabel 1.4 berikut:

Tabel 1.4.

Rangkuman Analisis SWOT

Hasil Pembahasan (SWOT)

Strengths

1. Kompetensi ASN yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas

2. Variasi latar belakang pendidikan untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi di BPOM

3. Standar Kompetensi telah ditetapkan sebagai acuan pengembangan kompetensi

4. Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN BPOM menerapkan Reformasi Birokrasi

5. Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan dengan baik

6. Standar Sarana dan Prasarana yang telah ditetapkan

7. Tersedianya Contact Center untuk melayani pengaduan dan

informasi konsumen

Weaknesses

1. Beberapa ASN masih memerlukan peningkatan kompetensi (capacity building)

2. Jumlah dan sebaran ASN yang belum memadai dibandingkan dengan cakupan tugas pengawasan dan beban kerja

3. Implementasi Human Capital Management belum optimal

4. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama

5. Dukungan e-gov untuk menunjang tugas kesektamaan belum memadai

6. Tugas, fungsi dan kewenangan belum adaptif dengan perubahan lingkungan strategis

7. Pengelolaan BMN belum optimal

8. Mutu laporan keuangan BPOM belum optimal 9. Beberapa regulasi belum memadai

Opportunities

1. Perkembangan Teknologi Informasi sebagai sarana KIE yang sangat cepat

2. Tingginya ekspektasi masyarakat

3. Tingginya minat media terhadap infomasi Pengawasan Obat dan Makanan

4. Jejaring kerja sama yang luas dengan K/L/I baik di dalam maupun di luar negeri

5. Pembina fungsional pengawas farmasi dan makanan

Threats

1. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan

2. Peraturan perundang-undangan yang dinamis dan membutuhkan proses penyesuaian

(22)

- 20 -

Hasil Pembahasan (SWOT)

3. Legal aspek Pengawasan Obat dan Makanan belum memadai 4. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional 5. Tuntutan suprasistem agar perencanaan dan penganggaran

disusun berdasarkan pada aspek teknis, ekonomi, sosial, dan spasial

Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Sektama perlu melakukan penguatan organisasi agar faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Sektama periode 2015-2019. Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, Sektama harus melakukan pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi Sektama periode 2015-2019. Di bawah ini pada gambar 1.5. terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan dan peran BPOM sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan.

Gambar 1.5. Diagram Permasalahan dan Isu Strategis, Kondisi Saat Ini dan Dampaknya

Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas Sektama sebagai unit kerja Eselon I yang membina dan menyelenggarakan pelayanan di bidang administrasi umum masih perlu terus dilakukan penguatan kelembagaan agar pencapaian kinerja di masa datang dapat terus ditingkatkan sehingga hasil pembinaan dan pelayananan maupun tugas-tugas

BELUM OPTIMALNYA PERAN SEKTAMA DALAM MELAKSANAKAN PEMBINAAN DAN PELAYANAN DI BIDANG

ADMINISTRASI UMUM

Belum optimalnya pembinaan dalam mendukung tugas-tugas

utama BPOM yang meliputi organisasi, manajemen dan SDM Belum optimalnya penyelenggaraan pelayanan di bidang administrasi Umum Belum optimalnya pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh

Kepala BPOM

PERAN SEKTAMA

PEMBINAAN PEMBERIAN PELAYANAN DI BIDANG ADMINISTRASI UMUM

(23)

- 21 -

lain yang menjadi tanggungjawab Sektama dapat memberikan kontribusi bagi tujuan dan sasaran organisasi BPOM. dalam rangka menjamin keamanan Obat dan Makanan yang lebih baik.

Untuk itu, isu-isu strategis yang menjadi pokok permasalahan dalam peran dan kewenangan Sektama yang harus terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Perlu terus ditingkatkan pembinaan terutama di bidang manajemen. 2. Perlu peningkatan Human Capital Management.

3. Perlu dilakukan penataan kelembagaan agar tepat fungsi dan tepat ukuran.

4. Perlu terus ditingkatkan efektifitas penyelenggaraan pelayanan administrasi umum dan pelayanan publik.

5. Perlu ditingkatkan jejaring kerjasama di dalam dan luar negeri.

6. Perlu penguatan akuntabilitas melalui penguatan pengawasan internal. 7. Perlu penguatan pengawalan pembentukan dan implementasi regulasi. 8. Perlu peningkatan pemberian bantuan hukum terhadap kasus-kasus di

bidang Obat dan Makanan. 9. Perlu penguatan e-government

10. Perlu ditingkatkan sarana prasarana penunjang kinerja.

Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, Sektama perlu terus melakukan perbaikan, dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Sektama dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan Sektama mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan dan sasaran Organisasi BPOM.

Gambar 1.6. Bisnis Proses SEKTAMA

SEKTAMA

Pembinaan secara

kelembagaan (Organisasi, SDM dan Manajamen ) termasuk Aspek Hukum

Penyelenggaraan pelayanan di bidang Adm Umum Pelaksanaaan Tugas Lainnya PEMBINAAN PELAYANAAN

(24)

- 22 -

Sesuai dengan bisnis proses pada gambar di atas, dalam melaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan Sektama sebagai unit kerja yang bertanggungjawab dalam meningkatkan kualitas pembinaan dan pelayanan maka penguatan Peran dan Kewenangan Sektama untuk periode 2015-2019 sebagaimana tabel 1.5 di bawah ini

Tabel 1.5.

Penguatan Peran Sektama Tahun 2015-2019

Pembinaan.

Pembinaan dalam penguatan kelembagaan yang meliputi 1. Organisasi 2. Manajemen 3. SDM 4. Aspek Hukum Pelayanan

Pemberian pelayanan di bidang adaminitrasi umum yang meliputi:

1. Perencanaan dan penganggaran, 2. Monitoring evaluasi, 3. Keuangan, 4. Tata laksana, 5. Ketatausahaan, 6. Kepegawaian, 7. Kearsipan,

8. Perlengkapan dan rumah tangga, 9. Kerjasama dan hubungan luar negeri, 10.Kehumasan,

11.Bantuan hukum,

12.Pengaduan dan informasi konsumen,

13.Penyusunan rancangan peraturan perundang undangan

(25)

- 23 - BAB II

VISI, MISI DAN TUJUAN SEKTAMA 2.1. VISI

Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, maka Sektama sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai unit organisasi yang bertanggungjawab dalam melaksanaan pembinaan dan penyelenggaraan pelayanan di bidang Administrasi Umum dituntut untuk melakukan pembinaan dan pelayanan yang berkualitas sesuai standar yang telah ditetapkan. Untuk itu, Sektama telah menetapkan visi, misi dan tujuan serta sasarannya.

Mengingat Sektama memiliki peran strategis dalam mendukung pencapaian Visi BPOM, maka Visi Sektama yang akan dicapai sesuai Renstra periode 2015-2019 adalah sama dengan Visi BPOM yaitu:

Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya

Saing Bangsa

Diharapkan Sektama dapat memberikan kontribusi yang signifikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya bagi keberhasilan pelaksanaan Renstra BPOM 2015-2019.

Penjelasan Visi:

Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:

Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat dan Makanan telah melalui analisa dan kajian, sehingga risiko yang mungkin masih timbul adalah seminimal mungkin/ dapat ditoleransi/tidak membahayakan saat digunakan pada manusia. Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat Obat dan Makanan meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya terjamin.

Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga produk lokal unggul dalam menghadapi pesaing di masa depan.

(26)

- 24 -

2.2. MISI

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, telah ditetapkan Misi Sektama sebagai berikut:

1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko

untuk melindungi masyarakat

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan pengawan komprehensif (full

spectrum) mencakup standardisasi, penilaian produk sebelum beredar,

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban BPOM, maka perlu disusun suatu strategi yang mampu mengawalnya.

Di satu sisi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan seharusnya didesain berdasarkan analisis risiko, untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan sasaran strategis ini.

BPOM termasuk Sektama perlu melakukan mitigasi risiko di semua proses bisnis BPOM.

2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan

keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan

Dalam 5 (lima) tahun ke depan, paradigma pengawasan Obat dan Makanan harus diubah yang sebelumnya adalah “watchdog” control menjadi

pro-active control dengan mendorong pemberdayaan masyarakat dan kemitraan

dengan pemangku kepentingan.

Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Masyarakat diharapkan dapat memilih dan menggunakan Obat dan Makanan yang memenuhi standar, dan diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan, serta memberikan laporan/pengaduan atas kejadian pelanggaran Obat dan Makanan. Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan

(27)

- 25 -

pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan berbahaya dan ilegal.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM

Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntut BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.

Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata

(techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan

(regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi.

Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing).

(28)

- 26 - 2.3. BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya, adalah:

1. Profesional

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.

2. Integritas

konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan

3. Kredibilitas

Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

4. Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.

5. Inovatif

Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.

6. Responsif/Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

2.4 TUJUAN

Dalam rangka pencapaian visi dan misi, maka tujuan yang akan dicapai Sektama dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:

Terwujudnya penyelenggaraan kelembagaan yang efektif, efisien dan

akuntabel.

Capaian Tujuan ini diukur dengan indikator:

 Indeks PAN RB dengan target AA pada tahun 2019

2.5 SASARAN STRATEGIS

Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Sektama, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) ke depan diharapkan Sektama akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:

(29)

- 27 -

1. Meningkatnya kuantitas dan kualitas Produk Hukum dalam rangka

Memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Salah satu subsistem itu adalah standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Sektama dalam hal ini perlu mengawal pemenuhan regulasi/standar sesuai dengan rencana pelaksanaan dalam kerangka regulasi. Peran Sektama sangat strategis untuk menjaga harmonisasi setiap peraturan perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan sehingga tidak berbenturan dan duplikasi serta mendorong rancangan standar/regulasi menjadi produk hukum yang siap diundangkan. Ke depan Sektama juga perlu memperkuat fungsinya dalam menilai dampak peraturan perundang-undangan dan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan bagi masyarakat.

Standardisasi termasuk penataan peraturan perundang-undangan ini dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri. Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, Sektama perlu mendorong dan mengawal ketersediaan NSPK yang berupa peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota.

Dalam kaitan pengawalan pembentukan dan implementasi NSPK, perlu dukungan Sektama untuk melakukan advokasi terhadap pemangku kepentingan di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut:

1. Jumlah Peraturan Kepala BPOM yang diundangkan, dengan target 100 sampai tahun 2019

2. Meningkatnya Partisipasi Masyarakat dan Efektivitas Kerjasama.

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik.

Kerjasama yang telah dilakukan oleh BPOM belum dilakukan dengan program yang terukur dan sistematis serta belum dimanfaatkan secara optimal baik untuk kepentingan BPOM maupun pelaku usaha dan masyarakat. Padahal kerjasama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat sangat strategis dalam menopang tugas pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi mandat BPOM. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan

(30)

- 28 -

identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan program kerjasama. Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya (dana, program atau SDM) yang tersedia di masing-masing lembaga dengan terlebih dahulu menentukan tujuan dan kerangka kerjasamanya, atau dengan “mendelegasikan” program-program yang ada di BPOM kepada lembaga/ kelompok masyarakat yang memiliki program yang sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan, maka harus disusun kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah disepakati termasuk mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi.

Ke depan Sektama BPOM perlu mendorong pemanfaatan kerjasama dalam negeri dan luar negeri yang ada maupun membuat kerjasama baru yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan.

Komunikasi yang efektif dengan media merupakan hal yang wajib dilakukan, untuk mengkomunikasikan hasil pengawasan kepada masyarakat.

Selain itu, terkait dengan subsistem pengawasan Obat dan Makanan oleh masyarakat sebagai konsumen, kesadaran masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat harus diciptakan. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman, bermanfaat dan bermutu. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dilakukan BPOM melalui kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE).

Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut:

1. Jumlah kerjasama yang efektif, dengan target kumulatif pada akhir 2019 sebanyak 50 kerjasama.

2. Tingkat Pemahaman masyarakat terhadap Obat dan Makanan, dengan target Baik pada akhir 2019.

3. Persentase pengaduan konsumen yang ditindaklanjuti, dengan target 85 pada akhir 2019.

(31)

- 29 -

3. Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM

Sejalan dengan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik

(good governance) seperti termuat dalam RPJMN 2015-2019, BPOM

berupaya untuk terus melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) di 8 (delapan) area perubahan. Hal ini dalam rangka menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang berkinerja tinggi sehingga kualitas pelayanan publik BPOM akan meningkat.

Kualitas tatakelola pemerintahan adalah prasyarat tercapainya tujuan dan sasaran strategis BPOM (1 dan 2). Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi landasan untuk memantapkan penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, untuk menginstitusionalisasi keterbukaan informasi publik, telah ditetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di BPOM. Pada tahun 2015-2019, Badan POM berupaya untuk meningkatkan hasil penilaian eksternal meliputi penilaian RB, Opini BPK dan SAKIP. Selain upaya internal, peningkatan hasil penilaian suprasistem akan terjadi dengan adanya dukungan eksternal antara lain dengan adanya (i) dukungan kebijakan pemenuhan target kuantitas dan kualitas SDM di Badan POM agar beban kerja lebih realistis, (ii) penguatan organisasi, (iii) dukungan anggaran.

Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine) merupakan modal penggerak organisasi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntut kemampuan BPOM untuk mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin dan secara akuntabel agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Penguatan kelembagaan/organisasi merupakan hal mendasar untuk mendukung pencapaian Tujuan BPOM. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem dan prosedur kerja.

Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2, perlu dilakukan penguatan kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola karir, pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir,

(32)

- 30 -

penilaian kinerja, disiplin, (v) promosi-mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.

Pada area pengambilan kebijakan hukum dan penegakan hukum, peran Sektama mendukung pelaksanaan tugas tersebut dalam hal pemberian bantuan hukum, termasuk menangani perkara hukum yang mungkin timbul dalam pelaksanaan tugas dimaksud.

Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikatornya adalah:

1.Indeks PAN RB, dengan target AA pada tahun 2019,

2.Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK, dengan target WTP pada tahun 2019,

3.Nilai SAKIP BPOM dari MenPAN, dengan target A pada tahun 2019. 4.Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi, dengan target

75% pada tahun 2019.

Adapun ringkasan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Sektama tahun 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas, adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Meningkatnya Kuantitas dan Kualitas Produk Hukum dalam rangka Memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

Jumlah Peraturan Kepala BPOM yang diundangkan*)

Meningkatnya Partisipasi Masyarakat dan Efektivitas Kerjasama

1. Jumlah kerjasama yang efektif

2. Tingkat Pemahaman masyarakat terhadap

Obat dan Makanan

3. Persentase pengaduan konsumen yang ditindaklanjuti*)

Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM

1. Indeks PAN RB*)

2. Nilai SAKIP BPOM

3.Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK

4. Persentase pegawai yang memenuhi

standar kompetensi

(33)

- 31 -

Dari indikator kinerja tersebut di atas, ditetapkan Indikator Kinerja Utama Sekretariat Utama adalah :

1. Jumlah Peraturan Kepala BPOM yang diundangkan; 2. Persentase pengaduan konsumen yang ditindaklanjuti; 3. Indeks PAN RB.

Gambar

Gambar 1.1. Struktur Organisasi BPOM
Gambar 1.2. Struktur Organisasi Sekretariat Utama BPOM
Gambar 1.3. Kebutuhan SDM Sektama Tahun 2015-2019 berdasarkan ABK
Tabel 1.2. Pencapaian IKU Sekretariat Utama Tahun 2014
+5

Referensi

Dokumen terkait

Yudhistira Arie Wijaya, S.Kom Raditya Danar Dana, M.Kom. 41 Metode Numerik Novi

1.3.3 Tujuan penelitian ini untuk memberikan rencana langkah perbaikan dalam pencapaian target OEE dengan mengurangi downtime stoppages dan usaha – usaha perbaikan

Dan seberapa besar pengaruh harga, kepuasan konsumen dan kualitas produk terhadap merek sepeda motor Honda.Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda,

kegiatan usaha jasa penunjang pemboran untuk pelaksanaan penyemenan selubung/casing sumur pemboran # Cementing Engineer # Maintenance # Lab Technician # HSE Officer # SCM-Logistic

Bangsa dari Nidulariales ini merupakan jamur berupa bird’s nest dan jamur penembak spora, basidiocarpnya oval, berbentuk terompet. Jamur ini dibentuk secara berkelompok

Metode PKPA untuk mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat adalah PKPA berbasis kompetensi, Competent

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.. BPOM

BPOM RI, 2020, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring, Badan POM RI, Jakarta.. Bungin,