• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SUBIANTO DANANGJOYO NUGROHO BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SUBIANTO DANANGJOYO NUGROHO BAB II"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Iklan

Iklan adalah informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak masyarakat dengan atau tampa imbalan kepada lembaga penyiar yang bersangkutan (PerMenKes RI, 2010).

1. Fungsi Iklan

Menurut Susanto (1989) fungsi iklan dapat dibagi menjdi dua baik dari komunikator maupun komunikan.

a. Dari segi komunikator, fungsi periklanan yaitu:

1) Menambah penggunaan barang/jasa yang dianjurkan.

2) Menambah pemakai generasi baru dalam penggunaan barang/jasa yang dianjurkan.

3) Memberi suatu kesempatan luar biasa apabila menggunakan barang/jasa yang dianjurkan.

4) Memungkinkan pengenalan langsung dari semua produk/jasa sehingga dikenal sebagai “sumber produk yang sama”.

5) Memperkenalkan sistem kerja dan organisasi dalam persiapan barang/jasa.

6) Memberi suatu pelayanan khalayak (berupa penyebaran informasi).

7) Menyediakan kesan-kesan yang buruk atau negatif tentang barang/jasa yang diberikan.

8) Memberi kemungkinan pengguna barang/jasa yang dianjurkan sebagai pengganti dari barang/jasa yang mirip, tetapi sukar diperoleh di suatu tempat atau pasaran tertentu.

(2)

10) Memperoleh pengertian masyarakat terhadap produk/jasa yang mungkin kurang baik tetapi cukup baik untuk dilihat dari harganya terhadap barang/jasa yang mirip.

11) Memperkuat situasi komunikator pasaran (barang dan jasa). b. Ditinjau dari segi komunikan, fungsi iklan yaitu:

1) Periklanan mempunyai pelayanan berupa penyebaran informasi yang mungkin sedang dicari.

2) Sifat non-pribadi lebih mengarah perhatian komunikan kepada kebutuhan dan manfaat baginya, apabila barang/jasa/ide yang dianjurkan dapat diterima.

3) Sebagai akibat praktis dari iklan (khususnya dari barang/jasa sejenis yang diadakan oleh berbagai organisasi/instalasi), terjadilah pembatasan harga yaitu dalam bentuk batas harga dasar dan batas harga tertinggi.

4) Yang memperkenalkan barang atau jasa sejenis melalui media masa dan beberapa komunikator akan mengakibatkan bahwa komunikan sebagai pemakai (=konsumen) “menuntut” adanya mutu tertentu untuk batas harga tertentu.

2. Tujuan Iklan

Menurut Susanto (1989), tujuan iklan meliputi:

a. Menyadarkan komunikan dan memberi informasi tentang suatu barang, jasa atau ide.

b. Menimbulkan dalam diri komunikan suatu perasaan suka akan barang jasa ataupun ide yang disajikan, dengan memberikan preferensi padanya.

(3)

3. Televisi Sebagai Salah Satu Media Iklan

Menurut Unde dalam bukunya (2014), televisi dapat diartikan seperti “karena melihat maka percaya” (seeing is believing) dan “one picture worth thousand words” sangat menunjang peranan televisi untuk menarik kepercayaan masyarakat (Nicholas Johnson, 1980). Dapat dilakukan oleh George Gabner (1980) dan Ro-bert T. Bower (1980), juga mencoba memerinci sejumlah ciri khas televisi. Menurut Gabner, khalayak televisi sifatnya lebih heterogen dibandingkan dengan media cetak da radio karena televisi menyerap semua golongan audiensi, baik yang tunaaksara maupun yang memiliki pendidikan formal tertentu. Bagi kebanyakan orang yang tunaaksara satu kurang membaca koran, televisi memang merupakan satu sumber informasi yang besar sekali.

Berbagai studi juga mengungkapkan bahwa televisi bisa menimbulkan dampak yang langsung atas sikap dan perilaku penonton. James Monarco (1977), menekankan kemampuan yang besar dari televisi untuk menghubungkan realitas dengan penonton. Kemampuan itu disebabkan oleh sifat televisi yang menyajikan pengalaman secara kesinambungan, dan bukan hanya satu pengalaman seperti halnya dengan film (Unde, 2014).

Menurut Jenis (1997), ada beberapa kelebihan iklan televisi yang berlaku secara umum yaitu:

a. Kesan realistik: karena sifatnya yang visual, dan merupakan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata.

b. Masyarakat lebih tanggap: karena iklan di televisi di siarkan dirumah-rumah dalam suasana yang serba santai atau rekreatif, maka masyarakat lebih siap untuk memberikan perhatian.

(4)

dan dalam frekuensi yang cukup sehingga pengaruh iklan itu bangkit.

d. Adanya pemilahan area siaran (zoning) dan jaringan kerja yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat.

e. Ideal untuk pedagang eceran: iklan televisi dapat menjangkau kalangan pedagang eceran sebaik ia menjangkau konsumen.

f. Terkait erat dengan media lain: tayangan iklan televisi mungkin saja terlupakan begitu cepat, tetapi kelemahan ini bisa diatasi dengan memadukannya pada wahana iklan lain.

Menurut Jenis (1997), ada beberapa kelemahan-kelemahan iklan televisi antara lain:

a. Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal sehingga pemilihan sering sulit untuk dilakukan.

b. Jika yang diperlukan calon pebeli adalah data-data yang lengkap mengenai suatu produk atau perusahaan pembuatnya maka televisi lagi-lagi tidak akan bisa menandingi media pers.

c. Hal-hal kecil lainnya bisa dikerjakan banyak orang sambil menonton televisi, sama seperti ketika mereka mendengarkan radio.

d. Karena pemirsanya yang sulit pilah-pilih itu, maka iklan televisi justru terbilang mahal.

e. Karena pembuatan iklan televisi butuh waktu yang cukup lama, maka ia tidak cocok untuk iklan-iklan khusus atau bahkan yang bersifat darurat yang segera mungkin disiarkan.

f. Di negara-negara yang memiliki cukup banyak stasiun televisi, atau yang jumlah total pemirsa relatif sedikit, biaya siaran mungkin cukup rendah sehingga memungkinkan ditayangkannya iklan yang panjang atau berulang-ulang. Iklan seperti itu justru akan membosankan pemirsa.

(5)

4. Peraturan Periklanan

Peraturan periklanan dan publikasi pelayanan kesehatan yang diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1787/MENKES/PER/XI/2010 mengatur beberapa hal seperti penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan (PerMenKes RI, 2010). Sedangkan tata krama dan tata cara periklanan Indonesia diatur dalam Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 386/MENKES/SK/IV/1994 tentang pedoman periklanan: obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman (KepMenKes RI, 1994).

Untuk penandaan dan informasi sediaan farmasi maupun alat kesehatan harus memenuhi persyaratan yang objektif, kelengkapan dan tidak menyesatkat (Republik Indonesia, 1994). Untuk penjelasan lebih detail terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 76 tahun 2013 tentang iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yaitu:

a. Objektif

Objektif berarti iklan harus memberikan informasi yang benar sesuai izin edar dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan, mutu dan kemanfaatan.

b. Kelengkapan

Kelengkapan berarti iklan harus memberikan informasi baik kemanfaatan, kontraindikasi, efek samping atau informasi yang lainnya yang berkaitan dengan kelengkapan produk.

c. Tidak menyesatkan

(6)

B. Swamedikasi

Pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dokter. Obat-obatan yang digunakan untuk swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep atau obat bebas atau obat OTC (over the counter). Obat-obat bebas tersebut dapat diperoleh di toko obat, apotek, supermarket, dan warung-warung dekat rumah. Sedangkan, obat-obat yang diperoleh dengan resep dokter bisa disebut obat resep (Manan, 2014).

Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami oleh masyarakat. Penyakit ringan yang biasa diobati oleh masyarakat seperti demam, nyeri, batuk, infuenza, pusing, sakit magh, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI, 2006).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1985, penggunaan obat rasional bila memenuhi syarat seperti pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhannya, periode waktu yang adekuat dan harga yang terjangkau (Depkes RI, 2006).

Batasan penggunaan obat rasional adalah memenuhi beberapa kriteria, antara lain (Depkes RI, 2008):

1. Tepat diagnosis

Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah.

2. Tepat indikasi penyakit

Obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit. 3. Tepat pemilihan obat

Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. 4. Tepat dosis

(7)

a. Tepat jumlah

Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup. b. Tepat cara pemberian

Cara pemberian obat yang tepat adalah obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi mengakibatkan penurunan efektifitasnya.

c. Tepat interval waktu pemberian

Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

d. Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing– masing. Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan, sedangkan untuk kusta paling singkat 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10–14 hari. 5. Tepat penilaian kondisi pasien

Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan: kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia atau bayi.

6. Waspada terhadap efek samping

Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya.

(8)

8. Tepat tindak lanjut (follow up)

Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter.

9. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat.

10. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan Ketidak patuhan minum obat terjadi pada keadaan berikut : a. Jenis sediaan obat beragam

b. Jumlah obat terlalu banyak

c. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

e. Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara menggunakan obat

f. Timbulnya efek samping

C. Informasi Umum Obat

Obat merupakan bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemilihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Depkes RI, 2006).

1. Penggolongan Obat

Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu: a. Obat Bebas

Obat bebas merupakan obat yang dijual bebas dipasaran dan tanpa menggunakan resep dokter untuk mendapatkan obat tersebut. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

(9)

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas merupakan obat yang termasuk obat keras namun masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi bewarna hitam.

Contoh : CTM

c. Obat Keras dan Psikotropik

Obat keras merupakan obat yang hanya dapat dibeli di Apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat keras adalah terdapat huruf K di dalam lingkaran merah dengan garis tepi bewarna hitam.

Contoh : Asam Mefenamat

Obat psikotropik merupakan obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Contoh : Diazepam, Phenobarbital d. Obat Narkotik

Obat narkotik merupakan obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai hilangnya rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.

Contoh : Morfin, Petidin (Depkes RI, 2006). 2. Cara Pemilihan Obat

Untuk menetapkan jenis obat yang perlu diperhatikan yaitu: a. Gejala atau keluhan penyakit.

(10)

c. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan dari obat tertentu.

d. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat yang dapat dibaca dalam etiket atau brosur obat. e. Pilih obat sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi

antara obat satu dengan yang lainnya saat diminum bersamaan. f. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap

tanyakan kepada apoteker (Depkes RI, 2006). 3. Cara Penggunaan Obat

a. Penggunaan obat tidak digunakan secara terus-menerus. b. Gunakan obat sesuai yang tertera pada etiket atau brosur obat.

c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dapat di konfirmasikan kepada apoteker atau dokter. d. Hindarkan penggunaan obat orang lain walupun penyakitnya sama. e. Untuk mendapatkan informasi tentang penggunakan obat yang lebih

lengkap dapat ditanyakan kepada apoteker (Depkes RI, 2006). 4. Cara Penyimpanan Obat

a. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. b. Simpan obat pada suhu kamar atau terhindar secara langsung dengan

sinar matahari atau baca aturan penyimpanan sesuai dengan brosur obat.

c. Simpan obat pada suhu yang tidak panas atau tidak lembab supaya obat tidak mudah rusak.

d. Jangan menyimpan obat sediaan sirup pada lemari pendingin karena obat dapat membeku kecuali tertera pada etiket atau brosur obat cara penyimpanan harus ditempat lemari pendingin.

(11)

D. Persepsi

Menurut Robbin, persepsi merupakan sebagai proses dimana orang dapat mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberi makna terhadap suatu lingkungan (Notoatmodjo, 2010).

Walaupun proses mulainya rangsangan fisik hingga interprestasi yang begitu cepat, maka untuk mempelajari persepsi kita dapat membaginya menjadi dua bagian besar yaitu: proses sensasi atau merasakan (sensasion) yang menyangkut proses sensor dan proses persepsi yang menyangkut interprestasi kita terhadap suatu objek yang kita lihat atau kita dengar atau kita rasakan (Notoatmodjo, 2010).

Ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam perhatian kita. Faktor-faktor ini dapat kita bagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal merupakan faktor yang melekat pada suatu objek, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang terjadi bila ada stimulus dari orang yang mempresentasikan hal tersebut.

1. Faktor Eksternal

a. Kontras: cara paling mudah untuk menarik perhatian seseorang yaitu dengan kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan. 1) Kontras warna: jika kita mendaki gunung maka kita harus

memakai pakaian yang berwarna mencolok seperti warna jingga, supaya memudahkan pencarian bila kita tersesat.

2) Kontras ukuran: cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan iklan, dimana mereka akan membuat papan iklan yang besar untuk menarik perhatian.

3) Kontras bentuk: jika kita berbadan gemuk kemudian kita berkumpul diantara orang yang berbadan kurus maka kita akan cepat menjadi perhatian.

(12)

b. Perubahan intestinal: suara yang pelan berubah menjadi keras, atau cahaya yang awalnya redup menjadi terang akan menarik perhatian kita.

c. Pengulangan: iklan yang sering diulang-ulang akan menarik perhatian kita, walupun sering sekali membuat kita merasa marah dibuatnya.

d. Sesuatu yang baru: suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita dari pada sesuatu apa yang sudah kita ketahui.

e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak: suatu stimulus yang menarik perhatian orang banyak maka akan menarik perhatian kita. 2. Faktor Internal

a. Pengalaman atau pengetahuan: pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterprestasikan stimulus yang kita peroleh. Pengalaman masa lalu maka akan mempengaruhi perubahan interprestasi.

b. Harapan: harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi akan adanya stimulus yang ada.

c. Kebutuhan: kebutuhan akan mempengaruhi stimulus tersebut dapat masuk dalam rentang perhatian kita dan kebutuhan ini akan menginterprestasikan stimulus secara berbeda.

d. Motivasi: motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang.

e. Emosi: emosi seseorang akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus yang ada. Emosi takut juga akan mempengaruhi persepsi kita terhadap rasa sakit.

(13)

E. Perilaku

Menurut Skinner, perilaku merupakan suatu respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh sebab itu perilaku ini terjadi karena melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan organisme itupun akan merespon. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas dalam perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Untuk perilaku terbuka merupakan respon terhadap stimulus tersebut sudah tergambar dalam bentuk tindakan maupun praktek, sehingga perilaku ini dapat diamati oleh orang lain (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, pelayanan sistem kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan disekitar. Faktor-faktor perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal sendiri merupakan karakteristik orang yang bersangkutan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Untuk faktor eksternal merupakan faktor yang menyangkut lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012), yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok yaitu:

1. Pemahaman dan pertimbangan yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan perilaku seorang terhadap objek.

(14)

b. Kepercayaan: dapat diperoleh dari orang tua, kakek maupun nenek. Seseorang menerima kepercayaan tersebut berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

c. Sikap: menggambarkan sikap suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain yang dekat.

2. Orang penting sebagai referensi (personal reference), perilaku seorang dan perilaku anak kecil banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu dipercaya, maka apa yang dia katakan atau perbutan cenderung untuk dicontoh.

3. Sumber daya disini mencakup fasilitas, waktu, uang, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh penting bagi perilaku seseorang dan kelompok masyarakat.

4. Kebudayaan (culture), kebiasaan, nilai-nilai, dan tradisi. Sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup sehingga nantinya akan menjadi tradisi atau kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk secara lama sebagai akibat masyarakat bersama. Kebudayan selalu berubah, baik secara lambat atau cepat, sesuai dengan peradaban manusia.

G. Hipotesis

Terdapat hubungan antara persepsi terhadap iklan obat di televisi dengan perilaku swamedikasi pada masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

yang mengungkapkan bahwa konflik ditempat kerja yang berkepanjangan, pemberian beban kerja yang terlalu berlebihan terhadap karyawan dapat menimbulkan stress yaitu kondisi

Latar belakang : Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh transudasi yang berlebihan atau eksudasi dari permukaan pleura dan