• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Suratman BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Suratman BAB I"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan adalah

dengan melakukan penyelenggaraan kesehatan. Adapun yang dimaksud

pelayanan kesehatan menurut Levey dan Lomba adalah setiap upaya yang

diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan

menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan,

keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).

Pusat kesehatan masyarakat yang sering disingkat Puskesmas

merupakan unit pelayanan kesehatan milik pemerintah yang bertanggung

jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat untuk wilayah

kecamatan, sebagian kecamatan atau kelurahan (profil statistik kesehatan

indonesia, 2011).

Pemerintah mendirikan puskesmas di berbagai daerah dan unit-unit

yang lain seperti posyandu, puskesmas rawat inap dan lain-lain.

Puskesmas sebagai salah satu institusi kesehatan dasar yang paling dekat

dengan masyarakat keberadaanya memang sangat vital dan memiliki peran

setrategis untuk memperkuat derajat kesehatan masyarakat apalagi

(2)

Pusmesmas dari tahun ke tahun mengalami peningkayan yaitu

tercatat pada tahun 2002 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah

7.277 unit, puskesmas pembantu 21.587 unit, puskesmas keliling 5.084

unit (perahu 716 unit, ambulans 1.302 unit). Puskesmas yang memberikan

fasilitas pelayanan rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit, sisanya

sebanyak 5.459 unit tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Depkes

RI, 2004).

Data statistik tahun 2004 puskesmas di Indonesia sebanyak 7.550,

tahun 2005 sebanyak 7.669, tahun 2006 sebanyak 8.015, tahun 2007

sebanyak 8.234, tahun 2008 sebanyak 8.548 dan tahun 2009 sebanyak

8.683. Data di atas membuktikan bahwa jumlah puskesmas semakain

meninggat di Indonesia tetapi hanya sekitar 30% penduduk yang

memanfaatkan pelayanan puskesmas, puskesmas pembantu dan

puskesmas rawat inap (Depkes RI, 2004).

Provinsi Jawa Tengah memiliki rumah sakit umum sebanyak 179

unit, rumah sakit jiwa sebanyak 4 unit, rumah sakit bersalin sebanyak 10

unit, rumah sakit khusus lainya sebanyak 576 unit, pukesmas keliling

sebanyak 948 unit, puskesmas pembantu sebanyak 888 unit, rumah

bersalin sebanyak 249 unit, balai pengobatan sebanyak 888 unit, praktik

pengobatan tradisional sebanyak 3.091 unit, pos kesehatan desa sebanyak

5.209 unt, toko obat sebanyak 367 unit, gedung farmasi sebanyak 35 unit,

(3)

Puskesmas terdiri dari puskesmas perawatan, puskesmas non

perawatan, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling. Jumlah

puskesmas di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 867 (termasuk 291

puskesmas rawat inap). Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk

pada tahun 2011 sebesar 0,80 berarti bahwa jumlah puskesmas belum

tercukupi. Rasio tertinggi sementara berada di Kota Tegal (1,28) dan rasio

terendah masih tetap di Kabupaten Sukoharjo (0,44). Rasio 0,80

menunjukan bahwa tahun 2011 jumlah puskesmas masih mengalami

kekurangan, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas

pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada

tahun 2011 masih tetap sama dengan tahun 2010 sebanyak 1.827. Tahun

2011 jumlah puskesmas keliling adalah 948 unit, menurun dibandingkan

tahun 2010. Rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas pada tahun

2011 adalah 1,09. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas

pembantu, dan puskesmas keliling (Dinkes Jateng, 2011).

Rasio kinjungan masyarakat terhadap puskesmas provinsi Jawa

Tengah terutama di kabupaten-kabupaten masih tergolong rendah, hal ini

banyak diantaranya berada pada kabupaten-kabupaten yang pertumbuhan

ekonominya rendah seperti banjarnegara.

Banjarnegara dengan jumlah penduduk 465.000 memiliki

puskesmas sejumlah 12 unit diantaranya memiliki fasislitas rawat inap,

(4)

1.598 unit, pos obat desa sebanyak 192 dan pondok bersalin 153 unit,

memiliki jumlah kunjungan sebanyak 756.715 dengan perincian tahun

2006 sebanyak 616.542,tahun 2007 sebanyak 604.311,tahun 2008

sebanyak 542.555,dan tahun 2009 sebanyak 672.250. (Dinkes Kab

Banjarnegara, 2010).

Puskesmas yang tersebar merata dalam setiap kabupaten guna

membantu masyarkat dalam keadaan kesehatan yang kuang baik ternyata

kurang berespons dikalangan masyarakat terbukti dengan angka

kunjungan masyarakat yang masih minim terhadap puskesmas yang sudah

di sediakan oleh pemerintah. hal ini dapat dilihat dari indikator rata-rata

kunjungan per hari secara nasional adalah 93,57 atau 94 kunjungan per

puskesmas per hari buka, dengan kisaran antara 21 (di Propinsi

Kalimantan Timur) dan 228 (di Propinsi Jawa Timur), sedangkan rata-rata

frekuensi kunjungan masyarakat ke puskesmas secara nasional adalah 2,27

kali pada tahun 1996 dengan kisaran antara 1,55 (di Pronpinsi Irian Jaya)

dan 3,64 di Propinsi Kalimantan Selatan (Depkes RI, 2005).

Menurut hasil Susenas Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

(2007), dari penduduk yang berobat jalan sebesar 23,4% memanfaatkan

puskesmas, dan penduduk yang pernah dirawat inap sebesar 9,81%.

Kejadian ini mencermikan bahwa dari sekian ribu penduduk Indonesia

hanya sebagaian yang memanfaatkan puskesmas sebagai sarana untuk

(5)

Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 secara akumulasi sebesar 5,1%

yang berkunjung ke puskesmas penurunan cakupan kunjungan rawat jalan

di pukesmas tersebut mengisyaratkan bahwa terjadi penurunan kunjungan

rawat jalan di pelayanan kesehatan atau puskesmas (Dinkes Jateng, 2011).

Kecamatan Banjarnegara dengan 2 puskesmas dan posyandu

sebanyak 144. Puskesmas- puskesmas tersebut puskesmas 1 Banjarnegara

dan puskesmas 2 Banjarnegara namun ratio knjungan masih kurang dari

standar yaitu hanya berkisar 23.400 per tahun sementara untuk tahun 2013

jumlah kunjungan dalam setahun 22.100 (Dinkes Kab Banjarnegara 2010).

Hal ini jika menunjukan bahwa kunjungan ke puskesmas 2 Banjarnegara

masih redah jika kita bandingkan dengan standar yang ditetapkan

pemerintah yaitu 100 per hari maka jumlah yang diharapkan per tahun

kurang lebih 36.000.

Puskesmas 2 Banjarnegara terletak di jalan Tirtosari Semarang

Kidul Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara yang

membawahi 33. 135 jiwa yang terbagi dalam 6 wilayah kerja yaitu desa

Cendana, kelurahan Sokanandi, kelurahan Krandegan, desa Sokayasa,

kelurahan Semarang Kidul, dan kelurahan Parakan Canggah.

Puskesmas 2 Banjarnegara pada awal berdiri sebagai puskesmas

pembantu namun setelah tahun 2000 menjadi puskesmas rawat jalan dan

menjadi puskesmas yang sudah terdaftar sebagai puskesmas penyelengara

(6)

pendaftaran, persalinan, obat, IGD, pemeriksaan, BP, KIA, konsultasi,

gizi, laboratorium dan poli gigi. Puskesmas 2 Banjarnegara memberikan

pelayanan bagi masyarakat yang memiliki jamkesmas, jamkesda, askes,

dan umum dengan biaya atau pembayaran sebesar Rp. 5500. Puskesmas 2

Banajrnegara sebagai puskesmas kedua setelah puskesmas Karang Tengah

memiliki rasio kunjungan perhari berkisar antara 70-90 pasien.

Hasil wawancara dengan karyawan atau petugas dipuskesmas 2

Banjarnegara mereka mengelukan untuk bagian alat masih banyak sekali

yang kurang terutama alat-alat utuk di poli gigi dan alat-alat penunjang

penegakan diaknosa klinis seperti ekg, laboratorium, dan yang lain

sehingga menyulitkan untuk memberikan pelayanan secara optimal.

Mereka juga mengatakan bahwa jarak puskesmas yang lumayan jauh yaitu

desa Cendana menuju Puskesmas 2 memiliki jarak 5 km, kelurahan

Sokanandi 3 km, kelurahan Krandegan 2 km, desa sokayasa 4 km, dan

kelurahan Semarang kidul 1 km yang kurang lebih memakan waktu sekitar

20-60 menit untuk mencapai puskesmas tersebut. Hal ini menjadikan

pasien lebih memilih pengobatan lain.

Efransyah, Lutfan dan Hasanbasri (2013) mengatakan bahwa

Jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan

masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Meskipun pelayanan

kesehatan di Puskesmas sudah gratis, tetapi untuk mengakses puskesmas

(7)

Notoatmodjo (1985) mengatakan rendahnya presentasi masyarakat

yang berobat kepuskesmas karena fasilitas kesehatan, terbatasnya waktu

pelayanan, mutu pelayanan yang diberikan, keramah tamahan tenaga

kesehatan dan jarak puskesmas yang masih jauh dari jangkauan

masyarakat.

Syafriadi, Kusnanto dan Lazuardi (2008) menyebutkan bahwa

faktor keterpencilan, sulit dan mahalnya transportasi merupakan hambatan

untuk menjangkau sarana kesehatan. Nurcahyani (2000) menyimpulkan

ada hubungan antara biaya berobat, biaya transportasi, jarak dan lama

waktu terhadap pemanfaatan pelayanan.

Hasil penelitian Nadia (2012) yang berjudul pengaruh kualitas jasa

kesehatan terhadap kepuasan pasien di puskesmas Bara-Baraya Makasar

menyimpulkan bahwa variabel tangible (sarana dan prasarana), empati

(perhatian), responsevennes (daya tanggap) dan assurance (jaminan)

memiliki pengaruh singnifikan terhadap kepuasan pasien. Penelitian di

atas adalah salah satu indikator bahwa bila masyarakat puas dengan suatu

pelayanan maka akan kembali menggunakan pelayanan tersebut.

Menurut Suharmlati, Handayani dan Kristiana (2012) Kurangnya

peralatan kesehatan dan sarana penunjang kesehatan (laboratorium) di

puskesmas sering mengecewakan masyarakat yang akhirnya harus

menempuh perjalanan yang jauh dan sulit. Keadaan ini semakin

(8)

karena itu perlu kelengkapan alat kesehatan dan bahan habis pakai yang

menunjang pelayanan kesehatan khususnya untuk kasus penyakit yang

banyak terjadi di puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Maramis (2006) mengatakan bahwa keramah tamahan dan

perhatian yang baik dari petugas kesehatan serta fasilitas kesehatan yang

memadai akan membuat citra pelayanan kesehatan menjadi baik.

Selain faktor di atas pemanfaatan puskesmas juga di pengaruhi

oleh persepsi masyarakat. Notoatmodjo (1985) mengatakan bahwa

pelayanan yang kita dirikan berdasarkan asumsi kebutuhan yang kita

putuskan, bahwa masyarakat membutuhkanya. Kenyataanya masyarakat

baru mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar

tidak mendapat apa-apa, hal ini bukan berarti harus mencari pengobatan ke

fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya) tetapi

kefasilitas pengobatan tradisional yang kadang-kadang menjadi pilihan

masyarakat yang pertama, itulah sebabnya redahnya penggunaan

puskesmas karena persepsi yang berbeda antara pemberi pelayanan dan

masyarakat.

Dari hasil survey yang dilaksanakan oleh departemen kesehatan

tahun 2010, didapatkan bahwa masalah yang menjadi keluhan dari

pelanggan pelayanan kesehatan adalah; lamanya mereka menunggu,

kurang ramahnya petugas, kejelasan informasi, dan kebersihan sarana pada

(9)

Menurut khoeriyah dan rahayu (2013) bahwa faktor kunjungan

masyarakat ke puskesmas karena penyediaan fasilitas pelayanan yang

belum sesuai dengan harapan dari pemakai fasilitas atau masyarakat.

Hasil survei Permatasari dan Turohmah (2013) menunjukkan

bahwa ada empat aspek Quality Management System (QMS) Poli Umum

Puskesmas Dupak yang mendapatkan nilai kurang dari 80%. Empat aspek

tersebut antara lain jam buka pelayanan, kecepatan antrian, kehandalan

dan ketanggapan petugas, serta keramahan dan perhatian petugas.

Berdasarkan Prinsip Pareto, 80% akibat berasal dari 20% penyebab

sehingga 20% masalah mutu pelayanan di Poli Umum Puskesmas Dupak

menyebabkan 84 kerugian sebesar 80%. Pasien yang merasa puas

diprediksi 60% masih ada kemungkinan meninggalkan pelayanan

kesehatan (Supriyanto & Wulandari, 2010).

Iqbal Mubarok (2011) mengatakan bahwa faktor penghambat

partisipasi masyarakat adalah persepsi. Persepsi masyarakat yang berbeda

dengan persepsi penyedia layanan tentang masyalah kesehatan yang di

hadapi.

Menurut Kotler (2001) kualitas jasa pelayanan kesehatan harus

dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen

tersebut. Dalam hal ini pelanggan yang mengkonsumsi dan menikmati jasa

(10)

Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian

menyeluruh atas keunggulan suatu jasa (Hilal, 2005).

Penelitian Mujahidah, Darmansyah, dan Yusran (2013) dengan

judul faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan dipuskesmas Marusu Kabupaten Maros

menyatakan bahwa Berdasarkan uji statistik Chi Square memperlihatkan

nilai ρ = 0,042 < 0,05. Karena nilai ρ < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha

diterima. Dengan demikian ada hubungan persepsi dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Marusu Kec. Marusu Kab. Maros.

Besar hubungan antara persepsi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

= 0,245 yang berarti hubungannya rendah. Sebagian besar menyatakan

persepsi cukup namun pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang baik,

yaitu sebanyak 25 responden (44,6%) menyatakan persepsi cukup namun

pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang baik. Hal tersebut kurang baik

karena sebagian besar jarak rumah pasien jauh dari puskesmas datang

lebih awal sesuai jam buka puskesmas dari pada petugas kesehatan.

Hasil penelitian Achmad (2005) di Puskesmas Binjai kota Binjai

dengan berjudul Pengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan

Pelayanan Pengobatan Di Puskesmas, menyatakan bahwa persepsi

masyarakat tentang pelayanan Puskesmas dan pengaruhnya terhadap

pemanfaatan pelayanan Puskesmas merupakan indikator utama

(11)

Menurut Kotler (2001) mengidentifikasi adanya kesenjangan

antara persepsi konsumen dan persepsi penyedia jasa pelayanan kesehatan

yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang berkualitas.

Penyedia jasa pelayanan kesehatan tidak selalu memahami secara tepat apa

yang di inginkan pelanggan. Penyedia pelayanan jasa mungkin berfikir

bahwa pasien menginginkan fasilitas umum yang lebih baik, tetapi pasien

mungkin lebih mementingkan daya tanggap perawat.

Kebutuhan pelayanan kesehatan yg sudah memenuhi harapan

pasien maka untuk berobat kembai menggunakan jasa pelayanan

kesehatan yang sama (Yulianti, 2004) dalam penelitian Irigan Tarigan dan

Ratih Ariningrum, 2008).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diketahui bahwa Angka kunjungan

masyarakat untuk memanfaatkan pukesmas di lingkup nasional, regional,

dan lokal masih sangat rendah hal ini terjadi karena beberapa faktor seperti

enabling factor (faktor pendukung ) yaitu sarana dan prasarana, sifat

pelayanan, jarak biaya dan reinforcing factor (faktor pendorong) yaitu

sikap tenaga kesehatan dan persepsi masyarakat. Peneliti merumuskan

masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah hubungan antara

enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat

(12)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujua untuk mengetahui hubungan

antarastigma dan persepsi masyarakat terhadap minat berobat

masyarakat dipukesmas 2 Banjarnegara

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan penelitian ini akan dapat :

a) Mengetahui hubungan antara enabling factor (saran dan

prasarana, sifat pelayanan, jarak, dan biaya) terhadap minat

berobat masyarakat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.

b) Mengetahui hubungan antara reinforcing factor (sikap tenaga

kesehatan dan persepsi masyarakat) terhadap minat berobat

masyarakat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.

c) Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap minat

berobat masyarakat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.

D. Manfaat Penelitian

Apabila hipotesis terbukti maka diharapan penelitian ini dapat bermanfaat

bagi :

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang berobat

sehingga keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan jika

(13)

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber ilmu bagi lembaga pendidikan untuk senantiasa

meningkatkan atau meperkokoh sikap-sikap peserta didik agar

dapat memberikan pelayanan yang diharapkan masyarakat dan

dapat meningkatkan mutu serta minat masyarakat untuk

mmanfaatkan fasilits kesehatan

c. Bagi Institusi Terkait

Manfaat bagi puskesmas adalah sebagai tolak ukur tenaga

kesehatan ditempat tersebut dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat sehingga dapat menumbuhkan dan meningkatkan

minat berobat masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang dinaungi.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memperluas ilmu bidang

keperawatan komunitas agar lebih berkembang dalam rangka

membekali peserta didiknya agar mengenali dan mengerti bagaimana

sarana prasarana, sifat pelayanan, jarak, biaya, sikap dan persepsi

masyarakat mempengaruhi minat berobat masyarakat sehingga dapat

di antisipasi.

E. Penelitian Terkait

Hasil penelitian Khusnawati (2008) Menerangkan dalam

(14)

pada puskesmas Sungai Durian, Kabupaten Kubu Raya. Menyimpulkan

bahwa aspek-aspek dimensi kualitas pelayanan Sungai Durian yang belum

memenuhi tingkat kepuasan pelanggan diatanatranya pelayanan, peralatan,

dan pengobatan yang kurang sigap, pelayanan admiistrasi yang memakan

waktu lama, serta belum sesuai dengan kebutuhan pasien.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara

enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat

untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.

Hasil penelitian Teguh Riyadi (2002) menerangkan dalam

Tesisnya yang berjudul hubungan antara mutu puskesmas menurut

persepsi pasien dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan pengobatan

rawat jalan umum dipuskesmas Maos Kabupaten Cilacap menyimpulkan

bahwa pasien dalam memperspsikan mutu pelayanan petugas loket

pendaftaran rawat jalan puskesmas Maos yang dinyatakan dalam tinggkat

kepuasan sebagian besar (63,5%) menyatakan puas terutama terhadap

penampilan dan kecepatan dalam melayani pasien. Pasien yang

menyatakan tidak puas (36,4%) terutama terhadap keramahan dari

petugas. Pasien yang puas dengan presentase (86,4%) menyatakan

berminat untuk memanfatkan ulang pengobatan rawat jalan dan pasien

yang tidak puas dengan presentase terbesar (65%) juga menyatakan minat

(15)

Hasil penelitian Cahyo (2006) Menerangkan dalam tesisnya yang

berjudul perilaku gelandangan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

masyarakat di Kota Semarang Jawa Tengah (Studi Kasusu Di Kawasan

Pasar Johar).Menyimpulkan bahwa karakteristik subyek peneliti

(pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) membentuk perilaku pencarian

pengobatan, sedangkan faktor lainya mempengaruhi pengetahuan, sikap,

dan praktik gelandangan dalam mencari pelayanan kesehatan.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara

enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat

untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.

Hasil penelitian Solikhah (2008) menerangkan dalam penelitianya

yang berjudul hubungan sikap masyarakat wilayah kerja puskesmas

dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di puskesmas Mergangsan Kota

Yogyakarta menyimpulkan bahwa sikap reponden terhadap pelayanan

rawat inap bersalin dengan pemanfaatan rawat inap bersalin dipuskesmas

mergangsan memiliki hubungan signifikan namun berkoelasi terbalik.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara

enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat

(16)

Hasil penelitian Nu’man (2010) dalam penelitianya yang berjudul

faktor-faktor pemanfaatan pelayanan pusat kesehatan masyarakat

(puskesmas) II Tambak Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas

menyatakan bahwa karakteristik responden sebagian besar bersetatus

sebagai kepala keluarga, mayoritas bekerja petani, berumur 30-39 tahun,

berpendapatan rendah serta berpendidikan rendah.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara

enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat

untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.

Hasil penelitian Ngadilah, Kustanto, dan Kristiani (2009)

menerangkan dalam penelitianya yang berjudul pemanfaatan pustu di

Kabupaten Kupang. Penelitian analitik rancangan cross sectional dengan

menggunkan metode kuantitatif didukung kualitatif. Hasil Penelitian ada

hubungan yang signifikan p< 0,05 antara kontrol peilaku, sikap,

pengetahuan dan norma-norma obyektif.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara

enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

[r]

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

eksponensial untuk central death rates memberikan error yang lebih kecil. dibandingkan dengan

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Persediaan barang dagang harus selalu disediakan setiap periode tertentu ataupun pada keadaan tertentu yang telah ditentukan sebuah perusahaan agar dapat melakukan kegiatannya

[r]