• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di hutan primer Gunung Pesawaran Taman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di hutan primer Gunung Pesawaran Taman"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Penelitian ini dilaksanakan di hutan primer Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Bandar Lampung yang memiliki ketinggian 1200 sampai 1660 mdpl. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan agustus 2008 mendapatkan hasil sebagai berikut

1. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik

Dalam penelitian dilakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Berdasarkan

pengukuran yang telah dilakukan dilakukan dilapangan didapat hasil sebagai berikut:

a. Suhu rata-rata pada malam hari berkisar antara 15-20oC sedangkan suhu rata-rata pada siang hari berkisar antara 18-29oC.

b. Kelembaban udara berkisar antara 60%-86%.

c. Intensitas cahaya berkisar antara 600 Lux ditempat yang ternaung sampai 1070 Lux pada tempat yang terdedah.

(2)

Dari hasil penjelajahan dan pengoleksian sampel di lokasi penelitian pada bulan Agustus 2008 ditemukan beberapa spesies anggrek. Setelah dilakukan identifikasi diperoleh 20 spesies anggrek liar yang terbagi dalam 15 genus. Daftar inventarisasi spesies-spesies anggrek tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Anggota orchidales yang ditemukan di daerah jelajah

No Genus Spesies

1 Acriopsis Acriopsis javanica 2 Agrostophyllum Agrostophyllum sp1

3 Agrostophyllum sp2

4 Apendiculata Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr 5 Angraecum Angraecum mahavahens

6 Bulbophyllum Bulbophyllum vaginatum (Lindl.) Rchb.f

7 Bulbophyllum sp

8 Calanthe Calanthe sp

9 Coelegine Coelegyne incrassata Bl Lindl 10 Dendrobium Dendrobium paniferum J.J.Sm 11 Eria Eria oblitterata

12 Eria sp1

13 Eria sp2

14 Gastrochilus Gastrochilus sororius

15 Nephelaphyllum Nephelaphyllum tenuiflorum Bl.,Bijdr 16 Oncidium Oncidium cebolleta

17 Phalaenopsis Phalaenopsis sumatrana-alba Korth. & Rchb.f 18 Pholidola Pholidota carnea (Bl.) Lindl.

19 Pholidola chinensis Lindl

(3)

3. Deskripsi Spesies Anggrek

Spesies 1 : Acriopsis javanica Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 8. Acriopsis javanica foto pengamatan

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, tidak mempunyai pseudobulp, rimpang pendek, berumpun. Daun tunggal, bangun garis, ujung runcing, tepi rata, panjang 20-30 cm, lebar 2-5 cm, upih daun memeluk rimpang,

(4)

Spesies : Agrostophyllum sp1 Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 9. Agrostophyllum sp1 foto pengamatan (a) dan foto http://images.google.co.id (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang pipih, hijau. Daun tunggal, lancet, ujung tumpul, tepi rata, panjang 5-20 cm, lebar 1-2 cm, pelepah daun memeluk batang, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.

(5)

SPESIES 3

Spesies : Agrostophylum sp2 Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 10. Agrostophyllum sp2 foto pengamatan pada habitat (a) dan foto di laboratorium (b)

Habitus herba, menahun, epifit. Batang bulat, hijau berumpun dengan pertumbuhan simpodial, umbi semu beruas banyak bentuk pipih, tertutup oleh upih daun yang terlihat rapuh tetapi tidak mudah layu atau rontok. Daun Tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, mempunyai upih daun yang memeluk umbi semu, tidak bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor

(6)

Spesies : Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr Nama daerah : tidak diketahui

a

b

Gambar 11. Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr foto pengamatan pada habitat (a) dan foto di laboratorium (b)

Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, mencapai 50 cm, hijau, berumpun. Daun tunggal, lancet, pangkal memeluk batang, ujung tumpul, tepi rata, panjang 1,5-2 cm, lebar 0,5-1 cm, duduk berselang seling,

(7)

pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga tunggal terminalis, berwarna putih. Buah berupa buah kotak, bulat, hijau. Akar serabut, putih kotor.

SPESIES 5

Spesies : Angraecum mahavahens Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 12. Angraecum mahavahens foto pengamatan

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau, berumpun. Daun tunggal, pangkal daun memiliki upih daun yang memeluk batang, ujung runcing, tepi rata, panjang 2-5 cm, lebar 0,3-0,5 cm,

bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.

(8)

Spesies : Bulbophyllum vaginatum (Lindl.) Rchb.f Nama daerah : tidak diketahui

a

b

Gambar 13. Bulbophyllum vaginatum (Lindl.) Rchb.f foto pengamatan (a) dan foto http://www.orchidsindonesia.com (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, rimpang panjang merayap. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung tumpul, tepi rata, bentuk bulat telur meruncing, tekstur kaku, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai pendek menancap pada pseudobulb,

(9)

pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga tunggal terminalis, menggantung. Buah tidak ditemukan. Akar serabut, putih kotor.

SPESIES 7

Spesies : Bulbophyllum sp Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 14. Bulbophyllum sp foto pengamatan

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau, rimpang pendek. Daun tunggal, lancet, menancap pada pseudobulp, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.

(10)

Spesies : Calanthe sp Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 15. Calanthe sp foto tandan bunga (a) dan foto saat pengambilan sampel (b)

Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, hijau dengan rimpang yang pendek. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 30-50 cm, lebar 10-15 cm, bertangkai cukup panjang, duduk

berselang seling, pertulangan melengkung, berwarna hijau. Bunga majemuk terminalis, menggantung, panjang tandan 75-100 cm, bunga berwarna kuning cerah. Akar serabut, putih kotor.

(11)

SPESIES 9

Spesies : Coelegyne incrassata (Bl).Lindl Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 16. Coelegyne incrassata (Bl).Lindl foto habitus dengan buah (a) dan bunga (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau, berumpun. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai pendek, duduk berhadapan, menancap pada pseudobulb, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga majemuk terminalis, bentuk bulir, menggantung, panjang tandan 15-25 cm, berwarna kuning pucat. Buah berupa buah kotak, bulat gada dengan 6 sirip, hijau. Akar serabut, putih kotor.

(12)

Spesies : Dendrobium paniferum J.J.Sm Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 17. Dendrobium paniferum J.J.Sm foto pengamatan (a) dan foto http://www.orchidsindonesia.com (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau Daun tunggal, lancet, pangkal memeluk batang, ujung runcing, tepi rata, panjang 0,5-1 cm, lebar 1 cm, bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga tunggal, menggantung. Akar serabut, putih kotor.

(13)

SPESIES 11

Spesies : Eria oblitterata Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 18. Eria oblitterata foto habitus di laboratorium

Habitus herba, tahunan, epifit menggantung. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga majemuk lateralis, bentuk bulir, menggantung, panjang tandan 15-25 cm, berwarna merah muda. Buah berupa buah kotak, bulat, hijau. Biji tidak ditemukan dalam pengamatan. Akar serabut, putih kotor.

(14)

Spesies : Eria sp1 Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 19. Eria sp1 foto batang (a), dan foto dari Handayani (1997) (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, berwarna coklat, berumpun, pertumbuhan simpodial, batang beruas banyak, panjang 81-90 cm, diameter 2-2,5 cm, bulat berwarna cokelat bata. Daun tunggal, lancet, pangkal

meruncing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm,

(15)

batang dan terdapat banyak trikoma yang berwarna merah bata, berwarna hijau tua, panjang 14-15 cm, ]ebar 4,5-5 cm. Akar serabut, putih kotor.

SPESIES 13

Spesies : Eria sp2 Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 20. Eria sp2 foto pengamatan pada habitat (a) dan foto di laboratorium (b)

Habitus herba, tahunan, epifit, berumpun. Batang bulat, hijau, mempunyai rimpang yang semu, tumbuh simpodial. Daun tunggal terdapat diujung batang berjumlah 4-6 helai, bentuk pedang, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 0,5-1,5 cm, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.

(16)

Spesies : Gastrochilus sororius Schltr Nama daerah : tidak diketahui

a

b

Gambar 21. Gastrochilus sororius Schltr foto pengamatan (a) dan foto http://www.orchidsindonesia.com (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, tidak mempunyai pseudobulp, berwarna hijau. Daun tunggal, bangun garis, pangkal runcing, ujung

runcing, tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 0,5-1 cm, tidak bertangkai, upih daun memeluk batang, duduk berselang seling, pertulangan sejajar,

berwarna hijau. Bunga berupa bunga tandan lateralis, bentuk bulir, menggantung, panjang tandan 15-25 cm, tenda bunga berwarna kuning

(17)

dengan bercak-bercak coklat, diameter bunga1,5 cm. Akar serabut, abu-abu kehijauan.

SPESIES 15

Spesies : Nephelaphyllum tenuiflorum Bl. Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 22. Nephelaphyllum tenuiflorum Bl. foto pengamatan (a) dan foto bunga dari http://www.orchidsindonesia.com bunga (b)

Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, berwarna ungu. Daun tunggal, bentuk tombak, pangkal rata, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar pangkal 4-6 cm, bertangkai, duduk

berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.

(18)

Spesies : Oncidium cebolleta Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 23. Oncidium cebolleta foto pengamatan

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat pendek. Daun tunggal, tebal berdaging, bangun paku, pangkal daun dengan upih yang memeluk batang, ujung daun tumpul, tepi rata, panjang 5-12 cm, lebar 0,3-0,5 cm, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau keputih-putihan. Akar serabut, putih kotor.

(19)

SPESIES 17

Spesies : Phalaenopsis sumatrana Korth. & Rchb.f Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 24. Phalaenopsis sumatrana-alba Korth. & Rchb.f. foto pengamatan

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, sangat pendek, hijau. Daun tunggal, berjumlah 4-6, bulat telur terbalik, tepi rata, panjang 15-25 cm, lebar 5-9 cm, bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga majemuk tandan terminalis, panjang tandan 20 cm, berbunga 3-9 buah, besar sedang, daun kelopak punggung oval memanjang, warna putih, dengan labelum berwarna kuning, daun kelopak dengan bentuk dan warna kurang lebih sama.

(20)

Spesies : Pholidota carnea (Bl)Lindl Nama daerah : tidak diketahui

a b

Gambar 25. Pholidota carnea (Bl)Lindl foto habitus dengan buah (a) dan bunga (b)

Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau. Daun tunggal terdapat di ujung pseudobulb berjumlah 2, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 8-20 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai pendek, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga majemuk (tandan) terminalis, menggantung, panjang tandan 15-25 cm, berwarna merah muda. Buah berupa buah kotak, bulat, hijau. Akar serabut, putih kotor, abu-abu.

(21)

SPESIES 19

Spesies : Pholidola chinensis Lindl

Nama daerah : anggrek bongko, Anggrek bongkol

a c Gambar 26. Pholidola chinensis Lindl. foto di laboratorium(a), dan foto dari http:// www.springerlink.com (b)

Habitus terna, epifit, tinggi, tahunan, tinggi 20-40 cm. Batang bulat, alau bulat telur, diameter 2-5 cm, panjang 5-8 cm, berair atau sukulen, licin, hijau. Daun tunggal, tangkai pendek, berseling, helaian daun bentuk lanset atau lonjong, panjang 10-20 cm, lebar 4-8 cm, ujung meruncing, pangkal rimcing, tepi rata, pertulangan sejajar melengkung, permukaan licin, hijau. Bunga majemuk, bentuk bulir, di ketiak daun, kelopak bentuk oval, ujung runcing, panjang 1-2 cm, coklat, kelopak lepas, 5 helai, bentuk tidak sama, putih. Buah kotak, bentuk kapsul, permukaan berusuk, panjang 2-3 cm,

(22)

berwarna coklat kehijauan.

SPESIES 20

Spesies : Spatoglotis sp Nama daerah : tidak diketahui

Gambar 27. Spatoglotis sp. foto pengamatan

Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, rizoma pendek. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai panjang, duduk berselang seling, pertulangan sejajar melengkung, berwarna hijau tua. Akar serabut, putih kotor.

B. Pembahasan

Sebagaian besar kaki Gunung Pesawaran bahkan sampai lereng gunung telah menjadi kebun kopi atau ladang yang dikelola oleh penduduk, meskipun

(23)

kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan taman hutan raya. Kondisi ini menyebabkan hanya sebagian kecil dari kawasan gunung pesawaran yang masih termasuk dalam hutan primer. Selain perkebunan kopi penduduk, sebagian lagi berupa ladang dan semak semak belukar bekas kebun yang telah ditinggalkan oleh penduduk.

Hutan primer gunung pesawaran hanya pada ketinggian 1200 mdpl sampai 1600 mdpl. Dengan kondisi habitat yang gelap dengan naungan dan pohon-pohon yang ditumbuhi lumut. Dari ketinggian 1200 sampai 1600 mdpl hanya dalam jarak 2 km. Ini menunjukkan bahwa pada hutan ini merupakam daerah yang memiliki rata-rata kemiringan yang cukup tajam. Meskipun memiliki kemiringan yang cukup tajam, namun terdapat banyak pohon-pohon yang besar yang mendominasi dan membentuk naungan yang rapat.

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai September. Pada masa ini musim hujan belum tiba, namun musim kemarau hampir berakhir. Sedangkan waktu anggrek berbunga pada umumnya pada awal musim penghujan, hal ini menyebabkan banyak anggrek yang diketemukan belum berbunga atau bunganya belum mekar.

Inventarisasi dilakukan dengan menggunakan metode jelajah dengan menyusuri jalan setapak di hutan primer gunung pesawaran. Keuntungan metode ini peneliti dapat menghindari daerah yang tidak mudah di jangkau seperti jurang dan tebing. Inventarisasi dilakukan dengan mencatat setiap spesies yang ditemukan kemudian melakukan pengambilan gambar, dan sampel apabila memungkinkan untuk di identifikasi. Identifikasi berdasarkan

(24)

Universitas Lampung.

Berdasarkan dari hasil pengoleksian dan identifikasi sampel anggrek yang tumbuh di hutan primer Gunung Pesawaran, diperoleh 20 spesies yang terbagi dalam 15 genus yaitu genus Acriopsis, Agrostophyllum, Apendiculata,

Agraecum, Bulbophyllum, Calanthe, Coelegine, Dendrobium, Eria, Gastrochilus, Nephelaphyllum, Oncidium, Phalaenopsis, Pholidota, dan Spatoglotis.

Genus Acriopsis ditemukan hanya satu spesies epifit yaitu Acriopsis javanica. Genus Agrostophyllum ditemukan dua spesies, dua epifit yaitu Agrostophyllum sp1, Agrostophyllum sp2. Genus Apendiculata ditemukan satu spesies yaitu Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr. Genus Agraecum ditemukan satu spesies epifit yaitu Angraecum mahavahens. Genus Bulbophyllum ditemukan dua spesies epifit yaitu Bulbophyllum vaginatum (Lindl.)Rchb.f dan Bulbophyllum sp. Genus Calanthe ditemukan hanya satu spesies terestrial yaitu Calanthe sp. Genus Coelegine ditemukan satu spesies epifit yaitu Coelegyne incrassata Bl Lindl. Genus Dendrobium ditemukan satu spesies yaitu Dendrobium paniferum J.J.Sm. Genus Eria ditemukan tiga spesies yang semuanya epifit yaitu Eria oblitterata, Eria sp1dan Eria sp2. Genus Pholidota ditemukan dua spesies yaitu Pholidola chinensis Lindl, dan Pholidola charnea (Bl.) Lindl. Sedangkan genus Gastrochilus, Nephelaphyllum, Oncidium, Phalaenopsis, dan Spatoglotis hanya ditemukan masing-masing satu spesies yang sebagian besar epifit hanya genus Spatoglotis dan Nephelaphyllum yang merupakan tumbuhan terestrial.

(25)

Spesies yang dimaksud adalah Gastrochilus sororius, Nephelaphyllum

tenuiflorum Bl.,Bijdr, Oncidium cebolleta, Phalaenopsis sumatrana-alba Korth. & Rchb.f., dan Spatoglotis sp.

Spesies anggrek yang ditemukan di hutan primer Gunung Pesawaran sebagian besar merupakan anggrek epifit yaitu 16 spesies dan 4 spesies merupakan anggrek terestrial. Anggrek epifit hidup menumpang pada dahan-dahan atau batang pohon. Anggrek epifit mendapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan dari air yang menetes/pencucian daun-daun tanaman yang lebih besar atau dari penguraian bahan-bahan mati dengan bantuan organisme lain (Gunawan.2005. Hal: 29). Sedangkan anggrek terestrial mendapatkan nutrisi dari tanah.

Selain itu kondisi lingkungan didaerah ini juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan angrek. Dari hasil pengukuran dilapangan didapat suhu rata-rata pada malam hari berkisar antara 15-20oC sedangkan suhu rata-rata pada siang hari berkisar antara 18-29oC. Menurut Iswanto (2007) kisaran suhu tersebut sesuai dengan kisaran suhu yang dibutuhkan beberapa anggrek seperti Cymbidium, Miltonia, Dendrobium, Cattleya, Oncidium, Vanda, dan Renanthera. Anggrek terestrial umumnya lebih tahan panas dari pada anggrek epifit. Namun tidak semua anggrek terestrial toleran terhadap suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sehingga menghambat pertumbuhan.

Kelembaban udara turut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

(26)

Iswanto (20007) kelembaban yang dibutuhkan anggrek berkisar antara 60% sampai 80%. Kelembaban tinggi dibutuhkan antara lain untuk menghindari proses penguapan yang berlebihan. Dari hasil pengukuran di hutan primer Gunung Pesawaran didapat bahwa kelembaban udara rata-rata 60%-86%. Pada kisaran kelembaban tersebut tanaman anggrek dapat mempertahankan

kandungan air yang ada untuk pertumbuhan dan berbagai reaksi metabolisme didalamnya.

Pengukuran intensitas cahaya pada hutan primer gunung Pesawaran berkisar antara 600 lux ditempat yang ternaung sampai 1070 lux pada tempat yang terdedah. Dengan banyaknya pohon yang membuat lantai hutan ternaungi maka intensitas cahaya yang sampai pada lantai hutan hanya sedikit. Keadaan ini sesuai untuk pertumbuhan anggrek yang cenderung membutuhkan intensitas cahaya rendah untuk pertumbuhannya.

Tumbuhan anggrek epifit menempel pada pohon yang memiliki struktur kulit lunak, tebal dan tidak mengelupas, seperti meranti, waru, rengas, dan lain-lain. Struktur kulit pohon yang seperti ini memudahkan biji anggrek untuk

menempel dan memperoleh unsur-unsur yang dia perlukan untuk pertumbuhannya, karena anggrek epifit mendapatkan unsur-unsur untuk pertumbuhan dan perkembangannya dari pencucian daun-daun tumbuhan yang lebih tinggi. Struktur kulit pohon yang keras, tipis dan dapat mengelupas seperti pada kulit pohon jambu biji dan bambu tidak dapat ditumbuhi anggrek, karena biji anggrek tidak dapat menempel dan tumbuh pada kulit pohon seperti

(27)

ini. Pada kulit pohon seperti ini biji anggrek yang menempel akan ikut jatuh bersama kulit pohon yang terkelupas sebelum sempat tumbuh.

Dari hasil pengamatan dilapangan, ditemukan anggrek epifit menempel pada pohon-pohon tinggi yang membentuk naungan untuk lantai hutan atau pada pohon yang lebih rendah. Kebanyakan spesies anggrek yang ditemukan tumbuh bersama dengan rumpun lumut yang juga banyak tumbuh pada pohon-pohon di hutan primer Gunung Pesawaran. Pohon-pohon-pohon yang ditumpangi oleh anggrek antara lain pohon meranti (Shorea leprosura), mahoni (Swietenia mahagoni), bungur (Lagerstroma speciosa), dan berangan (Castanopsis argentea). Pohon-pohon ini pada umumnya selain memiliki kulit pohon yang lunak juga ditumbuhi oleh lumut, sehingga lebih mudah bagi biji anggrek untuk tumbuh pada pohon yang sudah ditumbuhi lumut karena lumut menjaga kandungan air untuk pertumbuhn awal biji selain itu juga menyediakan unsur hara lain untuk pertumbuhan awal kecambah anggrek.

(28)

(29)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber belajar untuk meningkatkan pemahaman materi pokok fungi pada siswa SMA kelas X semester 1. Kompetensi dasar yang harus dicapai siswa pada materi pokok fungi (jamur) menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah siswa mampu mendeskripsikan ciri-ciri dan jenis-jenis jamur berdasarkan hasil pengamatan, percobaan, dan kajian literatur, serta peranannya dalam

kehidupan.

Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, seorang guru dalam kegiatan belajar-mengajar harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Jadi, metode adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan (Djamarah dan Zain, 2006).

Selian itu guru juga harus pandai dalam memilih sumber belajar. Karena dalam proses belajar mengajar ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. nilai-nilai itu terambil dari berbagai sumber yang dipakai dalam proses belajar mengajar. Sumber belajar adalah sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Winataputra dan Ardiwinata, 1991: 165 dalam Djamarah dan Zain, 2006). Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan adalah alam

lingkungan (Roestiyah, N.K., 1989: 53 dalam Djamarah dan Zain, 2006). Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran materi Fungi adalah Gunung Betung.

(30)

salah satu metode yang melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung, yang meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lain. Dengan mengamati secara langsung maka anak akan memperoleh kesan yang sesuai dengan pengamatannya.

Setelah dilakukan perencanaan yang matang, karya wisata dapat dilaksanakan dengan alokasi waktu 4 x 45 menit. Sebelum karya wisata dilakukan siswa terlebih dahulu dibagi dalam kelompok kerja dan diberi penjelasan singkat tentang konsep yang akan dipelajari. Pada saat pelaksanaan siswa secara langsung melakukan penjelajahan dan pangamatan langsung pada objek di Gunung Betung di ketinggian 600 m dpl.

Dilokasi siswa langsung melaksanakan pengamatan dengan menggunakan LKS dan hasil penelitian sebagai penuntun kerja dan penunjang. Menurut Sudjana (1991) penyampaian materi dengan menggunakan LKS menyebabkan siswa menjadi lebih aktif. Dengan demikian hasil belajar siswa diharapkan menjadi lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan media tersebut. Siswa

menginventarisasi jamur, kemudian mangamati bagaimana ciri-ciri jamur yang ditemukan selanjutnya didiskusikan untuk mencari klasifikasi dan peranan jamur tersebut di alam khususnya di Gunung Betung. Setelah mendapatkan hasil, siswa dituntut dapat mengkomunikasikan laporan hasil pengamatannya.

Pada akhir kegiatan belajar mengajar dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk mengetaui tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap materi yang telah

(31)

diberikan. Evaluasi diberikan dalam bentuk soal yang berisi pertanyaan mengenai ciri-ciri Basidiomycotina dan peranannya bagi kehidupan.

Aplikasi hasil penelitian Inventarisasi Basidiomycotina pada ketinggian 600 m dpl di Gunung Betung Tahura Wan Abdul Rachman Bandar Lampung dapat digambarkan dalam strukturisasi hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi SMA kelas X semester 1 pada materi pokok Fungi yang disajikan pada gambar 5. Basidiomycotina Inventarisasi Faktor biotik: 1.Jumlah individu 2.Jumlah tubuh buah Faktor lingkungan: Suhu, kelembaban, pH, intensitas cahaya. Sumber belajar Kurikulum SMA 2006 (KTSP)

(32)

Gambar 5. Strukturisasi Konsep Inventarisasi Basidiomycotina Pada Ketinggian 600 m dpl Di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Bandar Lampung.

(33)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber belajar di SMA kelas X semester 2. Kurikulum tingkat satuan pendidikan di SMA kelas X semester 2 memuat materi Arthropoda sub materi Orthoptera. Salah satu indikator yang dituntut oleh kurikulum adalah siswa mampu mengidentifikasi anggota filum Arthropoda dan mendeskripsikan peranannya dalam kehidupan di alam.

Untuk mencapai indikator tersebut, seorang guru harus dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan juga harus terampil dalam memilih dan menggunakan metode mengajar. Dengan pemilihan metode yang tepat, siswa diharapkan dapat memahami konsep pelajaran dengan mantap yang akhirnya berdampak optimal terhadap hasil belajar siswa.

Metode mengajar merupakan suatu cara dalam mengajar agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik . Hal ini sesuai dengan pendapat

Surakhmad (1979, 23) yang mengatakan bahwa metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuannya.

Kurikulum yang menuntut siswa agar dapat mengidentifikasi anggota filum Arthropoda dan mendeskripsikan peranannya dalam kehidupan dapat dipenuhi dengan langsung mempelajarinya di alam. Metode yang dianggap cocok untuk mempelajarinya adalah metode karyawisata. Metode karya wisata adalah suatu cara mengajar yang dilakukan dengan jalan mengunjungi suatu tempat untuk mempelajari hal-hal tertentu dibawah bimbingan guru. Dengan membawa

(34)

dapat pengalaman yang sesungguhnya.

Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini memerlukan keahlian dan ketrampilan guru. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan, mulai dari perancanaan, pelaksanaan sampai tahap tindak lanjut. Hal ini dimaksudkan agar karya wisata dapat berjalan secara efektif dan efesien.

Tahap perencanaan meliputi penetapan tujuan, lamanya waktu pelaksanaan, memperhitungkan jumlah peserta, memeperhitungkan iklim dan suasana objek, biaya dan menyusun kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan meliputi

kegiatatn observasi dan tertib pelaksanaan di lokasi. Sedangkan tahap tindak lanjut meliputi tahap mendiskusikan hasil observasi dan membuat laporan hasil pengamatan.

Karya wisata juga memiliki kelemahan-kelemahan yang harus di perhitungkan. Diantaranya adalah biaya yang tidak sedikit, dan pada karya wisata juga sering kali lebih menonjolkan unsur rekreasi dari pada belajar, oleh karena itu perlu persiapan dan perencanaan yang matang.

Setelah dilakukan perencanaan yang matang, karya wisata dapat dilaksanakan dengan alokasi waktu selama 4x 45 menit. Sebelum karya wisata dilakukan siswa terlebih dahulu dibagi kedalam beberapa kelompok kerja dan diberikan penjelasan singkat tentang konsep yang akan dipelajari. Pada saat pelaksanaan

(35)

siswa secara langsung melakukan pengamatan pada objek di gunung Betung yang telah terpetakan pada hasil penelitian ini.

Di lokasi siswa langsung melaksanakan pengamatan dengan menggunakan LKS dan hasil penelitian ” Pemetaan Orthoptera di Gunung Betung” sebagai penuntun kerja. Siswa menginventarisasi, kemudian mengamati bagaimana ciri-ciri Orthoptera yang kemudian didiskusikan untuk mencari klasifikasi dan peranan Orthoptera tersebut di alam, khususnya di gunung Betung. Setelah mendapatkan hasil, siswa dituntut dapat mengomunikasikan laporan hasil pengamatan didepan kelas.

Strukturisasi penerapan hasil penelitian ini sebagai sumber belajar Biologi pada SMA kelas X semester 2 pada materi Arthropoda sub materi Orthoptera

disajikan pada gambar 8.

Pemilihan metode yang tepat:

Metode Karya Wisata

Perencanaan: 1. Penetapan tujuan.

2. Waktu 3. LKS

4. Memperhitungkan kumlah peserta

5. Memperhitungkan iklim dan suasana objek 6. Biaya

Materi Arthropoda Sub Materi Orthoptera

Hasil Penelitian dan LKS sebagai penuntun

kerja siswa Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP)

(36)

Gambar 8. Strukturisasi Penerapan Hasil Penelitian Pemetaan Orthoptera di Gunung Betung

Gambar

Tabel 1. Anggota orchidales yang ditemukan di daerah jelajah
Gambar 8. Acriopsis javanica foto pengamatan
Gambar 9. Agrostophyllum sp1  foto pengamatan (a) dan foto                      http://images.google.co.id (b)
Gambar 10. Agrostophyllum sp2  foto pengamatan pada habitat (a) dan foto                     di laboratorium (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Sekiranya Ada) Terdapat label pada setiap bahan/komponen, mempunyai sistem Peralatan, kabinet dan rak berada dalam keadaan teratur, baik dan kemas Bilik yang bersih, tidak

Karena nilai C.R = 14,500 >1,96 maka H 0 ditolak pada taraf signifikan 5%, yang berarti budaya organisasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan diteliti adalah apakah pergantian manajemen, pertumbuhan perusahaan, reputasi auditor, kesulitan keuangan,

Salah satu upaya pengembangan pariwisata Kabupaten Cilacap yang dilakukan oleh bidang pengembangan objek wisata adalah program destinasi pengembangan sebagai kebijakan

Beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa dan Beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,

Hubungan antara rasio BOPO dengan ROA berpengaruh negatif.Hal ini dapat saja terjadi karena apabila BOPO meningkat berarti telah terjadi peningkatan biaya operasional

Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji independent t test p hitung = 0,000 (p = < 0,05) menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan

Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pembelajaran dan karakter pendidikan gender profetik Pesantren Aswaja Pasuruan yang mereka