• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta [Polres Sleman] tahun 2001-2006 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta [Polres Sleman] tahun 2001-2006 - USD Repository"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PELANGGARAN PERATURAN LALU-LINTAS DENGAN TINGKAT KECELAKAAN

DI JALAN RAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (POLRES SLEMAN)

TAHUN 2001-2006

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

OLEH :

BUDI PRIHARTANTO 01 9114 172

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iii

If an individual has a calm state of mind,

that person's and views will be calm

and tranquil even in the presence of great agitation.

-

Tenzin Gyatso, 14th Dalai Lama

E specially F or :

’’’GOD’’’ Jesus & Virgin Mary

MyParents, Andreas (Alm) & Maria MyBrothers, Anang (Alm) & Cay “siKrebo”

‘Ve’ Mylove, ‘Ve’

(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan

dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Mei 2008

Penulis

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Bernardus Budi Prihartanto

Nomor Mahasiswa : 01 9114 172

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PELANGGARAN PERATURAN LALU-LINTAS DENGAN TINGKAT KECELAKAAN DI JALAN RAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (POLRES SLEMAN)TAHUN 2001-2006

Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 14 Mei 2008

Yang menyatakan

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Allah Semesta Alam atas semua Berkat yang tak

terbalaskan kepada penulis dalam hidup ini yang selalu menyertai sehingga penulis dapat

menyelesaikan sebuah karya berjudul “Hubungan Antara Tingkat Pelanggaran dan

Tingkat Kecelakaan di Jalan Raya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Polres Sleman)

Tahun 2001-2006. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun berkat bantuan, dukungan,

perhatian, bimbingan, semangat dan keterlibatan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya

kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.si. selaku Dekan Program Studi Psikologi dan

Dosen Pembimbing Akademik angkatan ’01, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang penuh keikhlasan, kesabaran, dukungan dan membantu penulis dalam hal

pendidikan dan administrasi dari proses pembuatan sampai selesainya skripsi ini,

serta selama penulis belajar di Program Studi Psikologi.

2. Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari S.Psi, M.si. selaku Ketua Program Studi

Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang juga penuh keikhlasan,

kesabaran, dukungan dan membantu penulis dalam hal pendidikan dan administrasi

dari proses pembuatan sampai selesainya skripsi ini, serta selama penulis belajar di

Program Studi Psikologi.

3. Bapak Dr. A. Supratiknya, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang penuh pengertian,

penuh keramahan, penuh kesabaran dan ketulusan dalam memberi banyak sekali

masukan, meluangkan banyak waktu, segenap tenaga, berbagai macam share

pengalamannya, dukungan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Minta Istono, S.Psi, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik

dan masukan yang membangun kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan

kritik dan masukan yang membangun kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

(8)

vii

6. Segenap Dosen Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

yang telah memberikan materi perkuliahan, pengalaman dan dukungan selama

penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Segenap karyawan Program Studi Psikologi, Mba’ Nanik, Mas Gandung, Mas Doni,

Mas Mudji “Playboy” serta Pa’ Gie… Terima kasih atas semua kerja sama juga

senyumnya.

8. Kepolisian Resort Sleman, Terima kasih atas data-data yang diberikan sehingga

proses pengolahan data dapat terlaksana.

9. Buat kedua Orang Tuaku, Andreas (Alm) & Maria, Abangku Anang (Alm) & Adikku

Cay, Terima kasih atas semua doa, kasih sayang, pengertian, kesabaran, dukungan

serta semangat yang tiada terhenti dan sangat berarti sekali dalam perjalanan hidup…

diberikan kepada penulis. I Love U 4ever & Always.

10. Veron MyLove & family, Makasih atas semua cinta, semua kasih sayang, semua

pengertian, kesabaran, dukungan, semangat dan juga bantuannya sampai selesai

skripsi ini dan nanti… Terima kasih telah mengisi dan menjadi bagian dalam

hidupku… Thanks alot & Always, ya… mylove… Ve…

11. Uki Sadewa, Spiritual Master yang selalu memberikan pencerahan, mengiringi serta

menuntunku dari jalanku yang gelap dan kering, kini dan akan datang menjadi terang

dan bersemi… Terima kasihku takkan pernah habis terucapkan. Mas Dwi temen

seperjuanganku yang sekarang dan akan datang…

12. Buat temenku Denny ”Benjoe”&Adhis, Thanks a lot buat semangat dan bantuan

ketika aku berusaha untuk bangkit kembali… Yossi, makasih udah mau nyempet2in

waktunya buat jadi second leaderku! Peng-Q ”bakul warto adol cerito”, Galih ”Sang

Wartawan”, Temen2ku Anak Teknik Mesin ’99, Anak2 “Pondok”, Mami, Babe

Gendut & Family, makasih atas semua nasehat dan makannya… so, Punks&Skins

like Jose, Miftah, Anom, Aing, Santo, Chabib, Doni, Ukat, Alex, Miko, Avie, Ipix,…

Anak2 Bali, Haddy, Hardy “Brekele”, Kusma, Eka, Putu, Gede& Erik.

13. Buat semua temen2ku yang masih berjuang, lanjutkan perjuangan sampe titik

keringat penghabisan di ruang rapat… like, Awan, Lastro, Angga, Justo&Orry,

Yoppy, Dion, Jaja, Nyit2, Dina, Rini, Mira, Daru, Ndus dan semua temen2ku Psi

(9)

viii

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun telah memberikan

banyak bantuan, dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga

akhir.

Yogyakarta, 14 Mei 2008

Penulis

(10)

ix

ABSTRACT

The Correlation between the Degree of the Traffic Regulations Transgression and the Degree of the Highway Traffic Accident in the City of Yogyakarta

(Polres Sleman) in the Year 2001-2006

Bernardus Budi Prihartanto

Sanata Dharma University Faculty of Psychology

2008

This study is a correlative research which takes into account of the secondary data. It is intended to find the positive relationship between the degree of the traffic regulations transgression and the intensity of the highway traffic accident in the city of Yogyakarta (Polres Sleman) in the year 2001-2006. The controlled variable in this study is the intensity of highway traffic accident and the free variable is the degree of the traffic regulation transgression. All variable are measured with reference to the total account of data obtained from Polres Sleman throughout the year 2001-2006. Accordingly, the category of the traffic regulations transgression is classified in terms of Situpak data and Susceptibility of the highway traffic accident.

The hypothesis in this study denotes that there is a positive significant correlation between the traffic infraction which is committed by the individual, the higher the intensity of the highway traffic accident will be. Conversely, the lower the degree of the traffic infraction which is undertaken by the individual, the lower the intensity of the highway traffic accident will be. The hypothesis of this study is analyzed by applying theKendall’s tau_b method of correlation.

The finding of this study constitutes that there is a positive and significant correlation between the degree of the traffic infraction and the intensity of the highway traffic accident. It means that the correlation coefficient value (tau) = 0.816 is in accordance to the significance level 1% z value = 10,2 (z > 2,58). That is to say that the hypothesis in this study is feasible due to the fact that there is a positive as well as significant correlation between the degree of the traffic infraction and the intensity of the highway traffic accident.

(11)

x

ABSTRAK

Hubungan Antara Tingkat Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas Dengan Tingkat Kecelakaan Di Jalan Raya Di Daerah Istimewa Yogyakarta

(Polres Sleman)Tahun 2001-2006

Bernardus Budi Prihartanto

Universitas Sanata Dharma Fakultas Psikologi

2008

Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan yang positif antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Polres Sleman) tahun 2001-2006. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat kecelakaan di jalan raya dan variabel bebas penelitian ini adalah pelanggaran peraturan lalu-lintas. Semua variabel diukur berdasarkan data Laporan Tuntas Polres Sleman selama tahun 2001-2006. Sedangkan untuk pembagian kategori pelanggaran peraturan lalu-lintas diperoleh berdasarkan data Situpak dan Kerawanan Lantas Polres Sleman tahun 2005.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif dan signifikan antara pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya. Semakin tinggi pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan individu maka semakin tinggi juga tingkat kecelakaan di jalan raya. Sebaliknya Semakin rendah pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan individu maka semakin rendah pula tingkat kecelakaan di jalan raya. Hipotesis penelitian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi dariKendalls tau_b.

Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya memiliki hubungan yang positif dan signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (tau) = 0,816 dengan taraf signifikan 1% nilai z = 10,2 (z > 2,58). Ini berarti hipotesis penelitian diterima atau ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya.

(12)

xi

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ... v

Kata Pengantar... vi

3. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu-Lintas... 11

4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas... 15

5. Hal-hal yang Mempengaruhi Pengguna Jalan Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas... 17

(13)

xii B. Kecelakaan Lalu Lintas

1. Pengertian kecelakaan lalu lintas di jalan raya... 30

2. Bentuk-bentuk dan ukuran kecelakaan di jalan raya... 31

3. Faktor-faktor penyebab kecelakaan di jalan raya... 32

C. Hubungan Pelanggaran Peraturan Lalu-lintas dengan tingkat Di Jalan Raya... 35

D. Hipotesis Penelitian... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 39

B. Subjek Penelitian... 39

C. Variabel Penelitian. ... 39

D. Metode Pengumpulan Data... 42

E. Tekhnik Pemeriksaan Keabsahan Data... 42

F. Tekhnik Analisis Data. ... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian... 45

B. Pembahasan... 51

BAB V. RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA... 62

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1: Uji Korelasi Antara Masing-masing Pelanggaran Peraturan

Lalu-Lintas dengan Kecelakaan di Jalan Raya... 49

Tabel 2: Deskripsi Data Rekapitulasi Jumlah Pelanggaran Peraturan

Lalu-Lintas dengan Jumlah Kecelakan Selama Tahun 2001-2006

(15)

xiv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 : Pelanggaran Peraturan lalu lintas Polres Sleman tahun 2001 – 2006... 47

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Tabel Hasil Rekapitulasi penjumlahan antara tiap pelanggaran peraturan

lalu-lintas dan tingkat kecelakaan di jalan raya setiap bulannya selama

tahun 2001-2006 di wilayah Polres Sleman

Lampiran 2: Hasil uji korelasi Total perilaku melanggar peraturan lalu-lintas dengan

kecelakaan di jalan raya.

Lampiran 3: Hasil uji korelasi 4 (empat) jenis perilaku melanggar peraturan lalu-lintas

dengan kecelakaan di jalan raya.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jalan raya adalah salah satu sarana transportasi yang sangat vital, karena

merupakan penghubung antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Banyak

pengguna jalan baik itu yang berjalan kaki, pengendara sepeda, pengendara

kendaraan bermotor roda dua dan roda empat, serta kendaraan jenis lainnya yang

melintas di jalan raya, sehingga terkadang menyebabkan kemacetan terutama pada

jalan-jalan protokol. Keadaan seperti ini merupakan salah satu penyebab terjadinya

kecelakaan (antar pengguna jalan). Faktor lainnya adalah pelanggaran terhadap

peraturan lalu-lintas yang dilakukan oleh pengguna jalan khususnya kendaraan

bermotor. Jauh sebelum kendaraan bermotor ditemukan, kecelakaan di jalan hanya

melibatkan kereta, hewan, dan manusia. Kecelakaan lalu lintas menjadi meningkat

secara eksponensial ketika ditemukan berbagai jenis kendaraan bermotor. Kecelakaan

sepeda motor yang tercatat pertama kali terjadi di New York pada tanggal 30 Mei

1896. Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama, tercatat terjadi kecelakaan yang

menimpa pejalan kaki di London. Sejak saat itu, kecelakaan di seluruh dunia terus

terjadi hingga jumlah kumulatif orang meninggal akibat kecelakaan tercatat 25 juta

orang pada tahun 1997. Pada tahun 2002 saja tercatat 1,2 juta orang. Jumlah

kecelakaan tidak merata untuk masing-masing wilayah dan negara (Kompas, 21 April

2004). Selain itu, menurut data yang diperoleh setidaknya di seluruh dunia setiap

tahunnya korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas hampir

(18)

Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar Dephub) rata-rata

korban meninggal dunia dalam 1 tahun sejumlah 10.696 jiwa atau setiap harinya lebih

dari 20 keluarga yang harus kehilangan anggota keluarganya. Bahkan menurut

prediksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa kecelakaan lalu-lintas

merupakan penyebab kematian tertinggi pada tahun 2020 yang akan datang (M

Subair, 2005). Berdasarkan data Situpak dan kerawanan Lantas Tahun 2005 dari

pihak Polres Sleman, Yogyakarta, pelanggaran dan kecelakaan merupakan ancaman

faktual yang kerap terjadi khususnya di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Menurut

data pelanggaran lalu lintas 5 tahun terakhir periode 2001-2005, kejadian pelanggaran

total berjumlah 92.980, dengan jumlah denda Rp 999.526.500 sedangkan data Laka

Lantas 5 tahun terakhir periode 2001-2005, kejadian kecelakaan total berjumlah 1.465

kejadian dengan 363 orang meninggal dunia, 369 orang mengalami luka berat dan

1557 orang mengalami luka ringan. Sedangkan total kerugian dikalkulasikan sebesar

Rp 1.758.946.000.

Berdasarkan realitas yang terjadi sekarang ini bahkan sebelumnya, banyak

sekali pelanggaran yang terjadi di jalan raya. Pada umumnya

pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan lalu-lintas terjadi diakibatkan oleh kelalaian

pengguna jalan itu khususnya pengendara kendaraan bermotor. Pelanggaran yang

sering dilakukan oleh kendaraan bermotor misalnya: tidak memperhatikan dan tidak

mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang terpasang di sepanjang jalan, mengabaikan

kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor sampai dengan kelengkapan kendaraan

(19)

Data dari Kepolisian mengungkap bahwa 60% kasus kecelakaan yang terjadi di

jalan raya disebabkan oleh pengendara kendaraan bermotor yang kurang mematuhi

petunjuk mengemudikan kendaraan dan peraturan lalu-lintas di jalan raya (Asosiasi

keselamatan jalan, 1993). Pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan

bermotor cenderung disebabkan karena mereka kurang mengetahui peraturan yang

berlaku di jalan raya (Asosiasi keselamatan jalan, 1993). Pendataan yang dilakukan

oleh Mabes Polri menunjukkan, 91% kecelakaan di jalan terjadi karena perilaku

warga yang tidak disiplin, 5% faktor kendaraan, 3% faktor jalan, dan hanya 1% faktor

lingkungan alam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank

dalam Road Safety Guidelines for The Asian and Pacific (2006), menilai keselamatan

berlalu lintas di Indonesia menduduki tempat yang cukup memprihatinkan dibanding

dengan bangsa-bangsa tetangga kita Asia Tenggara lainnya, menempatkan Indonesia

masuk daftar negara paling buruk dalam bidang keselamatan lalu lintas se-Asia

Pasifik, Indonesia berada di bawah Laos dan Nepal. Sedangkan hasil penelitian PBB

menunjukan 80% dari kecelakaan lalu lintas di jalan terjadi di negara-negara yang

berpenghasilan menengah dan rendah, dan tentu ini termasuk Indonesia.

Pada dasarnya semuanya dapat berjalan dengan baik tanpa adanya

kejadian-kejadian yang sebenarnya tidak diinginkan jika semua pengendara mau dan berusaha

untuk memperhatikan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas serta berusaha untuk

berhati-hati, sopan dan saling menghormati ketika berkendaraan di jalan raya demi

keselamatan diri sendiri dan orang lain sebagai pengguna jalan. Dirjen Perhubungan

Darat yang diwakili oleh Kasubdit Manajemen Keselamatan, Gede Pasek Suardika

(20)

beberapa aspek, yaitu sumber daya manusia dan manajemen. Dari sisi sumber daya

manusia, kecelakaan disebabkan rendahnya disiplin berlalu lintas, rendahnya

kesadaraan akan keselamatan, dan belum memadainya kompetensi petugas bidang

keselamatan. Sedangkan dari sisi manajemen di antaranya disebabkan penegakan

hukum yang belum menimbulkan efek jera dan sistem informasi yang belum

memadai (Pikiran Rakyat, 24 November 2006). Selain itu, muara dari seluruh

persoalan kecelakaan lalu lintas di negeri ini ialah hukum yang masih amburadul.

Hukum belum mampu menciptakan ketertiban sosial. Disiplin dan kepatuhan

terhadap hukum belum menjadi bagian dari peradaban masyarakat. (Media Indonesia

editorial. 13 Februari 2007).

Selain itu menurut dosen psikologi klinis Universitas Padjadjaran Aris

Buditomo, mengemudikan kendaraan merupakan kegiatan yang bisa sangat

melelahkan, apalagi saat suasana jalan yang macet, dapat menimbulkan kejenuhan,

kekesalan, dan bisa mengganggu emosi sehingga kondisi jiwa yang tadinya tenang,

menjadi kurang tenang. Ia juga menambahkan bahwa tidak aneh apabila pengemudi

kendaraan ngebut, serobot sana serobot sini atau melakukan pelanggaran. Kondisi

kemacetan lalu lintas, gangguan di perjalanan, jarak tempuh yang jauh, dan

kekurangnyamanan alat atau perlengkapan kendaraan, memang berpotensi

mengganggu kestabilan emosi setiap pengemudi kendaraan. (Pikiran Rakyat 17

Desember 2002).

Pengguna jalan perlu memiliki kesadaran terhadap pentingnya berkendaraan

dengan sopan, saling menghormati, taat terhadap hukum yang berlaku dan memiliki

(21)

pembelajaran guna mengurangi resiko terjadinya kecelakaan di jalan raya. Di jalan

raya diperlukan kesadaran dari para pengguna kendaraan atau jalan raya demi

terciptanya ketertiban dan keteraturan. Taraf kepatuhan hukum atau disiplin

pengemudi bergantung pada taraf pengetahuan hukum, dan sikapnya terhadap hukum

dan pola perikelakuannya (Soekanto, 1981:65).

Selain itu menurut Suryohadiprojo (1989) niat untuk mentaati peraturan

merupakan suatu kesadaran bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan tidak akan

tercapai. Hal itu berarti bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang

kuat. Artinya sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan yang berlaku muncul dari

dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau

kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. sikap dan perilaku dalam

disiplin berlalu lintas ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan dan kehendak untuk

mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi

tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga

mempunyai kehendak(niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan

yang berlaku.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu untuk diketahui secara lebih mendalam

mengenai hubungan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat

kecelakaan di jalan raya. Oleh karena itu penulis ingin meneliti mengenai hubungan

antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan

raya. Wilayah penelitian pada penelitian ini adalah wilayah hukum Polres Kabupaten

(22)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah apakah terdapat

hubungan positif antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat

kecelakaan di jalan raya di wilayah hukum Polres Kabupaten Sleman tahun

2001-2006.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki ada tidaknya hubungan yang positif

dan signifikan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat

kecelakaan di jalan raya di wilayah hukum Polres Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan semakin menambah dan melengkapi teori-teori

yang sudah ada mengenai hubungan antara pelanggaran peraturan lalu-lintas

dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di wilayah hukum Polres Kabupaten

Sleman.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Kepolisian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau

sumbangan pengetahuan dalam hal hubungan antara tingkat pelanggaran

peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan yang terjadi di wilayah

kabupaten Sleman, sehingga muncul suatu usaha dari pihak Kepolisian untuk

menekan laju tingkat pelanggaran lalu lintas dan tingkat kecelakaan yang

(23)

b. Bagi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

sumbangan pengetahuan khususnya dalam hal yang berkaitan dengan interaksi

antara emosi, motivasi, persepsi dan peran sensori-motorik dalam diri manusia

yang mengemudikan kendaraan. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan

informasi dan referensi tentang hubungan antara tingkat pelanggaran

peraturan lalu lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di wilayah

kabupaten Sleman tahun 2001-2006.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini membantu peneliti semakin mengembangkan ilmu

yang didapat dari bangku kuliah sehingga mampu untuk mengetahui metode

yang sesuai dengan kebutuhan pengguna jalan atau kendaraan dan petugas

lalu lintas dalam menciptakan suasana yang aman dan tenang serta teratur dan

juga mengerti akan pentingnya keselamatan di jalan raya.

d. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi atau

bahan pembanding apabila peneliti lain ingin mengembangkan penelitian yang

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini disajikan tiga pokok bahasan yaitu pertama mengenai perilaku

melanggar peraturan lalu-lintas, kedua mengenai kecelakaan lalu-lintas, dan yang ketiga

hubungan antara perilaku melanggar peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di

jalan raya.

A. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas

1. Pengertian Perilaku Menyimpang/Melanggar

James (1958) menjelaskan bahwa perilaku menyimpang adalah keadaan

individu yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, jabatan

atau sosial, biasanya dengan akibat negatif pada tingkah laku dan kehidupan

emosionalnya. Cohen, (Saparinah, 1986) juga mengemukakan berbagai definisi

yang menyangkut perilaku menyimpang. Definisi-definisi tersebut adalah: tingkah

laku yang menyimpang dari aturan-aturan normatif atau dari

pengharapan-pengharapan masyarakat; tingkah laku yang secara statistis abnormal; tingkah

laku yang patologis; tingkah laku yang secara sosial dinilai tidak baik, serta

tingkah laku yang berhubungan dengan peranan menyimpang. Dengan kata lain

perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang melanggar, atau bertentangan,

atau menyimpang dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian normatif

maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan.

Perilaku menyimpang adalah sikap yang bertentangan dengan aturan yang

berlaku atau harapan masyarakat, yang mengakibatkan terjadinya penolakan

(25)

penyimpangan ini dibagi dua, yakni penyimpangan primer dimana yang menjadi

masalah adalah sikap pribadi yang mengundang reaksi negatif dari pihak lain, dan

penyimpangan sekunder dimana persoalannya adalah hakikat dan konsekuensi

tanggapan masyarakat terhadap tingkah laku menyimpang itu. Suatu sikap tidak

mungkin dikatakan menyimpang, sebelum ada suatu reaksi terhadap tingkah laku

itu. Penyimpangan bukan merupakan suatu kualitas yang ada dalam sikap itu

sendiri, namum ada pada interaksi antara orang yang melakukannya dengan

tanggapan terhadap sikap itu (Soekanto, 1988).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku menyimpang adalah ketidakmampuan individu dalam

menyesuaikan diri, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya,

sehingga timbul tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah

ditetapkan, serta norma-norma yang ada didalam suatu lingkup sosial budaya

dimana individu tersebut berada.

2. Faktor-faktor Perilaku Menyimpang/Melanggar

Faktor-faktor penyimpangan sosial Menurut James (Soekamto, 1984).

adalah sebagai:

a. Longgar/tidaknya nilai dan norma.

Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar

salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran longgar

tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma dan nilai sosial

(26)

lain. Misalnya: mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi dijalan raya

dianggap hal yang biasa dan wajar.

b. Sosialisasi yang tidak sempurna.

Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna,

sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di masyarakat Polisi

idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi teladan namun

kadangkala terjadi oknum Polisi justru memberi contoh yang salah, seperti

melakukan pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas. Karena masyarakat

mentolerir tindakan tersebut maka terjadilah tindak perilaku menyimpang.

Lombroso (Soekamto, 1984), mengemukakan perilaku menyimpang salah

satunya disebabkan oleh faktor psikologis yaitu menjelaskan sebab terjadinya

penyimpangan ada kaitannya dengan kepribadian retak atau kepribadian yang

memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan dan dapat juga

karena pengalaman traumatis yang dialami seseorang.

Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun

dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat

dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya

sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat

mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku

yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar

(27)

dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu

terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat

terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Suatu perilaku

dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan

norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain

penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak

berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat.

3. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas

Perilaku melanggar peraturan lalu lintas adalah perilaku yang menunjukkan

ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan peraturan lalu lintas

di jalan raya (termasuk di sini rambu-rambu lalu-lintas dan petunjuk, serta

larangan bagi pengguna jalan).

a. Pengertian Peraturan Lalu-lintas.

Peraturan lalu-lintas adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan

di jalan raya sehari-hari dan akan dilaksanakan sanksi-sanksi sesuai dengan

pelanggaran yang dilakukan. Di negara Indonesia peraturan-peraturan yang

mengatur tentang seluk beluk lalu-lintas dituangkan dalam bentuk

Undang-Undang no. 14 tahun 1993 Peraturan lalu-lintas diperlukan guna terwujudnya

situasi yang tertib, aman, dan lancar di jalan raya. Peraturan lalu-lintas

dimaksudkan untuk menegakkan tata tertib dan disiplin di jalan raya. Dengan

memberlakukan disiplin, para pengguna jalan dapat beradaptasi dengan

peraturan yang diberlakukan di jalan raya, sehingga muncul keseimbangan

(28)

b. Peraturan Lalu-Lintas Bagi Pengguna Jalan

Peraturan yang mengatur hal yang berkaitan dengan kelancaran

lalu-lintas di jalan raya didasari oleh adanya undang-undang no. 14 tahun 1993

mengenai tata tertib berlalu-lintas yang harus diketahui, ditaati dan diikuti

oleh para pengguna jalan.

Khusus bagi pengguna jalan yang mengemudikan kendaraan bermotor,

penulis akan menguraikan beberapa hal yang perlu dan penting untuk

diketahui dan diperhatikan selama berada di jalan raya. Peraturan-peraturan

tersebut antara lain sebagai berikut (Asosiasi keselamatan jalan, 1993) :

1). Petunjuk Sebagai Pengemudi

a). Sebelum berangkat: perhatikan kesehatan anda, apakah anda cukup

sehat untuk mengemudi; periksalah, apakah surat-surat keterangan

anda seperti KTP, SIM, dan STNK ada pada saku anda; periksalah

peralatan kendaraan anda seperti lampu isyarat, lampu besar, lampu

rem, kipas kaca, dan lain-lain; perhitungkanlah jalan mana yang

terdekat atau yang menurut perkiraan anda tidak macet untuk

mencapai ke tempat yang anda tuju.

b). Dalam perjalanan:

(1) Sebelum keluar halaman berhentilah di pintu halaman, apabila

aman barulah anda ke luar ke jalan.

(2) Taatilah semua rambu-rambu lalu-lintas.

(29)

menghadapi persimpangan/lampu pengatur lalu-lintas; menghadapi

tempat-tempat penyeberangan; megnhadapi lintasan jalan kereta

api; menghadapi tempat-tempat ramai; akan didahului oleh

kendaraan lain; berpapasan dengan kendaraan

lain;berpapasan/didahului iring-iringan jenasah/

rombongan/pasukan yang bila perlu minggir dan berhenti.

(4) Bila akan berhenti/berjalan, merubah arah/berbelok, berilah tanda

yang jelas dan jangan mendadak

(5) Selalu waspada terhadap kemungkinan gangguan yang datang

mendadak, seperti orang yang tiba-tiba menyebrang jalan.

(6) Jalankan kendaraan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

(7) Apabila hendak membelok ke kanan, dahulukan kendaraan yang

datang dari depan

(8) Selalu menjaga jarak dengan kendaraan yang berada didepan

sehingga apabila kendaraan yang didepan berhenti mendadak

masih ada kesempatan untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

2) Larangan-larangan bagi pengemudi.

Di bawah ini merupakan larangan-larangan bagi pengemudi pada

saat mengemudikan kendaraannya di jalan raya (Asosiasi keselamatan

jalan, 1993) :

a) Apabila kesehatan terganggu, lelah jasmani/rohani.

b) Dalam keadaan mabuk atau sehabis minum-minuman keras.

(30)

d) Memotong kendaraan lain secara mendadak.

e) Mengendarai kendaraan dengan cara zig-zag.

f) Mendahului kendaraan lain pada tikungan, jembatan, tanjakan, turunan,

zebra-cross/penyebrangan, lintasan jalan kereta api, di persimpangan

dan apabila pandangan mata kedepan tidak bebas.

g) Mengemudi sambil mengobrol, merokok, makan dan minum.

3) Rambu-rambu lalu-lintas.

Yang dimaksud dengan rambu-rambu lalu-lintas adalah alat-alat

pengatur dan pengendali lalu-lintas yang dipasang dan ditempatkan oleh

badan atau instansi yang berwenang untuk pengaturan, memberikan

peringatan dan petunjuk bagi para pengguna jalan.

a.) Perambuan lalu-lintas

(1.) Perambuan lalu-lintas yang berlaku sekarang ini, penerapannya

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.

170/L/Phb./1975 tanggal 6 Mei 1975 tentang Perambuan.

(2.) Ada tiga jenis rambu-rambu lalu-lintas yaitu: yang menunjukkan

peringatan suatu bahaya yang terdiri dari 26 jenis rambu dengan

jumlah 56 buah, berbentuk bujur sangkar diagonal tegak, dan

berwarna dasar kuning; yang menunjukkan larangan dan amar

(perintah) yang terdiri dari 61 buah rambu, berbentuk lingkaran,

dan berwarna dasar putih atau merah; yang memberikan petunjuk

yang terdiri dari 40 buah jenis rambu, berbentuk persegi panjang,

(31)

terdapat pula bentuk-bentuk petunjuk yang dapat digunakan oleh

pengguna jalan, seperti:

(a) Tanda-tanda di permukaan jalan

Marka jalan adalah salah satu perangkat pengendali

lintas yang tidak kalah pentingnya dengan lampu

lalu-lintas dan rambu-rambu. Perangkat ini berupa garis kuning

atau putih atau garis putus-putus, huruf, tanda panah, angka

yang digambarkan pada permukaan jalan.

(b) Tanda-tanda isyarat.

Sistem pengendalian lalu-lintas dengan isyarat cahaya

lampu-lampu sampai kini dianggap cukup efektif dan efisien

terbukti dari pemakaiannya yang hampir merata di seluruh

dunia, terutama lalu-lintas perkotaan. Isyarat cahaya/lampu

lalu-lintas berguna bagi pengguna jalan antara lain : pejalan

kaki, pengemudi kendaraan bermotor dan pengemudi

kendaraan tidak bermotor. Ada dua macam isyarat cahaya

yaitu: cahaya tidak kedip (terus menerus menyala), dan

cahaya berkedip (nyala terputus-putus). Sedangkan warna

cahaya meliputi warna merah, kuning, hijau.

4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas

Dalam Asosiasi keselamatan jalan (1993), bentuk-bentuk perlanggaran

peraturan lalu-lintas adalah sebagai berikut :

(32)

b. Berhenti di jalur lalu-lintas, sedangkan masih ada tempat lain di luar jalur

lalu-lintas.

c. Berhenti di belokan, persimpangan, perempatan, atau jembatan tanpa alasan.

d. Melanggar tanda pengatur lalu-lintas.

e. Melanggar garis tanda berhenti.

f. Berhenti tidak cukup ke kiri untuk dilewati kendaraan lain.

g. Meninggalkan kendaraan yang masih dalam keadaan hidup.

h. Melanggar tanda larangan masuk yang telah ditetapkan waktu dan jenis

kendaraan.

i. Melanggar tanda larangan parkir, berhenti.

j. Melanggar tanda larangan memutar arah.

k. Melanggar tanda larangan melewati atau memotong kendaraan lain.

l. Melanggar tanda larangan masuk.

m. Melanggar penggunaan jalur yang tidak diperuntukkan baginya.

n. Melanggar tanda larangan membelok.

o. Melanggar ijin muat yang ditetapkan.

p. Mengemudikan kendaraan terlalu cepat, berliku-liku, zig-zag atau dengan cara

yang dapat membahayakan keamanan lalu-lintas atau merusak jalan.

q. Berjalan di sebelah kanan jalur lalu-lintas tanpa alasan yang sah.

r. Tidak cukup ke kiri ketika dilewati atau berpas-pasan atau tidak cukup ke

kanan sewaktu mendahului kendaraan lain.

s. Tidak mendahulukan kendaraan yang mendapat prioritas seperti kereta api,

(33)

terjadi kecelakaan, iring-iringan penguburan, barisan militer, rombongan

polisi, pawai anak sekolah yang berbaris teratur atau bersepeda berkelompok

disertai pengiringnya.

t. Menimbulkan bahaya, gangguan, rintangan, karena gaduh, asap atau bahan

lain.

u. Mengemudi sedemikian rupa hingga tidak menguasai kendaraannya.

v. Naik sepeda motor tanpa gandengan lebih dari dua orang.

w. Melanggar syarat-syarat penomoran, penerangan, perlengkapan, dan muatan.

Adapun jenis kelngkapan yang harus dipunyai setiap kendaraan bermotor,

yaitu : kendaraan bermotor harus mempunyai rem, knalpot, ban hidup, kaca

spion, lampu sen. Lampu penerangan pada malam hari.

5. Hal-hal yang Mempengaruhi Pengguna Jalan Melakukan Pelanggaran

Peraturan Lalu-Lintas

Pelanggaran peraturan lalu-lintas tidak sedikit mengakibatkan kerugian, baik

berupa materi bahkan nyawa orang. Namun hal ini tidak membuat orang semakin

berhati-hati dan belajar dari kejadian yang sebelumnya, melainkan semakin tidak

perduli terhadap keadaan di jalan raya.

Secara psikologis, karakteristik tingkah laku pemakai jalan dipengaruhi

(Direktorat lantas Polri, 2006) :

a. Karakteristik mental :

1) Motivasi adalah suatu faktor yang terdapat di dalam diri pengguna jalan

(misalnya suatu kebutuhan biologis yakni rasa lapar/ingin makan atau haus/

(34)

tingkah laku si pengguna jalan dalam mengemudikan kendaraannya di jalan

raya.

2) Intelegensia/kecerdasan adalah suatu tingkat kemampuan yang dimiliki oleh

pengguna jalan raya dalam mengolah dan mengintegrasikan informasi yang

diperolehnya dari lingkungan dengan aspek-aspek lain yang juga ikut

mempengaruhi situasi di jalan raya. Kemampuan tersebut diantaranya

adalah bagaimana pengguna jalan memahami, merasakan, dan bertanggung

jawab secara sosial, serta terampil dalam memelihara keadaan di jalan raya

yang mendukung atau menghambat kelancaran lalu-lintas di jalan raya.

Pengguna jalan yang tingkat kecerdasan berlalu-lintasnya berkisar antara

cukup sampai dengan tinggi cenderung lebih “pandai” dalam berperilaku di

jalan raya (lebih sopan-santun dalam mengemudikan kendaraannya ataupun

lebih mematuhi peraturan lalu-lintas di jalan raya dan tidak ugal-ugalan

dalam mengemudikan kendaraannya).

3) Belajar adalah suatu proses aktivitas mental atau psikis yang berlangsung

dalam interaksi aktif dengan lingkungan sekitar (situasi dan keadaan jalan

raya) yang terjadi dalam diri para pengguna jalan yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan

nilai sikapnya terhadap aktivitas atau kegiatan yang berlangsung di jalan

raya. Proses belajar para pengguna jalan dalam aktivitasnya di jalan raya

dapat mempengaruhi bagaimana perilaku pengguna jalan pada saat

mengemudikan kendaraan di jalan raya. Misalnya seorang pengemudi

(35)

dan macet pada jam-jam tertentu akan lebih memahami keadaan tersebut

dan akan lebih hati-hati dalam mengemudikan kendaraannya apabila

melewati jalan tersebut.

4) Emosi adalah keadaan mental atau psikis pengguna jalan dalam bereaksi

terhadap lingkungan jalan raya yang mengandung aktivitas dan derajat yang

tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan

perasaan yang kuat. Tingkat perasaan pengguna jalan yang kuat (emosi)

terutama pada saat pengguna jalan sedang mengemudikan kendaraannya di

jalan raya dapat mempengaruhi perilakunya di jalan raya. Misalnya

pengguna jalan yang sedang dalam keadaan emosi yang sangat kuat

(gembira/marah/sedih) akan cenderung lebih mudah bereaksi

(kebut-kebutan ataupun mengendarai kendaraan lebih pelan) terhadap situasi dan

keadaan di jalan raya yang ramai, padat, macet,lenggang.

b. Karakteristik fisik :

1) Penglihatan.

Hal-hal seperti ketajaman penglihatan, kemampuan menanggapi

obyek, bidang penglihatan pemakai jalan, pengenalan terhadap warna ikut

mempengaruhi bagaimana perilaku pengemudi di jalan raya. Selain itu

juga kemampuan antisipasi yang merupakan suatu kemampuan perkiraan

seseorang terhadap benda / objek yang bergerak dengan kecepatan tertentu

yang datang dari arah berlawanan maupun dari arah silang kanan atau kiri

seberapa lama sampai dihadapannya juga dapat mempengaruhi perilaku

(36)

2) Pendengaran.

Suara atau bunyi yang di dengar secara langsung atau tidak langsung

oleh pengguna jalan dengan kendaraan bermotor dapat memberikan

informasi tentang kendaraan, lalu lintas lain, keadaan permukaan jalan dan

fungsi daripada kecepatan yang diinginkan. Selain itu tingkat kebisingan

suatu kendaraan di jalan raya juga dapat mempengaruhi perilaku pengguna

jalan lain yang ada di jalan raya. Hal ini dikarenakan ada beberapa suara

atau bunyi dari kendaraan lain yang dapat mengganggu kosentrasi

pengemudi kendaraan di jalan raya.

3) Waktu reaksi.

Para pengemudi bereaksi karena adanya rangsangan. Kecepatan

reaksi dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan mental, yang prosesnya

berupa:

a) Persepsi : adalah berupa daya reaksi atau kemampuan respon mata,

telinga, tangan dan kaki seseorang terhadap aksi yang dihadapinya

yang mempengaruhi perilaku pengemudi kendaraan di jalan raya.

Selain itu daya konsentrasi atau kemampuan konsentrasi

penglihatan dan pikiran pengguna jalan terhadap suatu obyek/benda

yang bergerak ataupun sebaliknya, serta terhadap situasi atau keadaan

jalan raya pada suatu waktu juga mempengaruhi perilaku pengguna

jalan raya. Dengan kata lain kemampuan pengguna jalan dalam

(37)

terjadi di jalan raya mempengaruhi cepat-tidaknya ia bereaksi terhadap

situasi atau aktivitas tersebut.

b) Identifikasi : adalah kemampuan pengguna jalan dalam mengenal,

menyadari, dan mempelajari situasi dan aktivitas yang terjadi di jalan

raya yang di lakukan oleh orang lain (pengguna jalan yang lain).

Pengguna jalan mempelajari bagaimana kecepatan bereaksi pengguna

jalan lainnya saat terjadinya suatu peristiwa yang sekiranya dapat

mengancam keselamatan jiwa ataupun kelancaran lalu-lintas. Perilaku

tersebut diolah dalam diri pengguna jalan yang mempelajari reaksi

pengguna jalan lainnya yang kemudian akan juga dilakukannya

apabila terjadi peristiwa yang serupa.

c) Evaluasi : adalah kemampuan pengguna jalan dalam menilai ataupun

mentaksir (memperkirakan) cepat-tidaknya ia bereaksi terhadap suatu

aktivitas, peristiwa ataupun situasi yang terjadi di jalan raya dan juga

cepat-tidaknya pengguna jalan lainnya bereaksi terhadap suatu

aktivitas, peristiwa ataupun situasi di jalan raya yang kiranya dapat

mengurangi atau menambah kelancaran lalu-lintas di jalan raya.

Penilaian atau perkiraan pengguna jalan tersebut mencakup juga

baik-tidak baik, tepat-baik-tidak tepat ia bereaksi ataupun pengguna jalan lainnya

bereaksi terhadap suatu kejadian di jalan raya. Pengguna jalan akan

memilih untuk tidak melakukan ataupun melakukan lagi respon yang

(38)

dapat menghambat atau mendukung kelalncaran lalu-lintas di jalan

raya (mengancam keselamatan para pengguna jalan raya).

4) Terdapat beragam faktor lain yang juga dapat mempengaruhi tingkah laku

pengemudi, terutama hal-hal yang mempengaruhi kecepatan reaksi, dan

juga proses-proses yang mempengaruhi mental. Faktor-faktor tersebut

antara lain :

a) Umur. Makin menuanya seseorang, maka lebih lambat reaksinya

dan penglihatannya akan berkurang.

b) Kelelahan. Pengemudi yang lelah akan bereaksi lebih lambat.

c) Alkohol. Alkohol mempunyai pengaruh terhadap anestetik/bius (mati

rasa).

d) Penyakit dan cacat tubuh. Hal itu dapat membatasi kemampuan mental

atau fisik pengemudi. Tetapi pengemudi biasanya mampu mengatasi.

e) Cuaca, ketinggian daerah dan ventilasi. Cuaca yang buruk dan

ketinggian daerah dapat meningkatkan ketegangan dan kelelahan

dalam mengemudi.

f) Latihan pendidikan dan penindakan yang dapat dilaksanakan dengan

cara:

(1) Melatih pengemudi sebelum mendapat SIM.

(2) Pengujian SIM yang ketat dan teliti.

(3) Pendidikan mengenai keselamatan jalan pada masyarakat.

(39)

g) Orang-orang yang cenderung mendapat kecelakaan. Suatu penelitian

telah menunjukkan bahwa pengemudi yang cenderung mendapat

kecelakaan biasanya merupakan orang-orang yang tidak dapat

menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial, agresif dan

menentang terhadap peraturan.

h) Pejalan kaki. Pejalan kaki menggunakan juga sistim jalan yang ada.

Fisik dan mental mereka tentu saja sama dengan karakteristik

pengemudi, yaitu:

(1) Mereka kurang latihan mengenai peraturan-peraturan tentang jalan.

(2) Mereka mungkin cacat phisik, buta atau pincang.

(3) Mereka mungkin tidak dapat membaca, dan juga tidak mengerti

rambu-rambu petunjuk.Selain itu juga fasilitas pejalan kaki ikut

mempengaruhi aktivitas pengguna jalan lainnya, termasuk

diantaranya:

(a) Trotoar, tempat penyeberangan, jembatan, rambu-rambu lalin,

daerah aman dan pulau jalan, jalan bawah tanah bagi pejalan

kaki dan lampu.

(b) Kecepatan berjalan biasanya 1 s/d 1,5m/detik.

(c) Waktu reaksi lebih sedikit dari pada pengemudi, yang

rata-rata 4 s/d 5 detik, karena tingkat latihan dari pejalan

kaki dalam menggunakan sistim jalan tidak setinggi

(40)

i) Kapasitas jalan.

Kapasitas jalan adalah kemampuan maksimum suatu jalan untuk

menampung sejumlah kendaraan. Kendaraan yang berjalan sendirian

dapat berjalan dengan cepat atau lambat sesuai dengan kehendak

pengemudinya. Sebagian besar pengemudi ingin mencapai tujuannya

dengan secepat mungkin sesuai dengan kemampuan dari kendaraannya

dan sesuai dengan keadaan jalan yang ditempuhnya. Bilamana dijalan

tersebut terdapat beberapa kendaraan lain, maka kendaraan itu

kadang-kadang akan menghambatnya dan memaksa untuk mengurangi

kecepatannya sampai pada suatu waktu dia dapat melewati kendaraan

itu. Kadang-kadang dia pula yang akan menghalangi dan

memperlambat jalannya kendaraan lain yang lebih cepat dari dia. Bila

lebih banyak lagi kendaraan yang memakai jalan itu, maka

hambatan-hambatan seperti itu akan terjadi lebih serius.

j) Kontruksi jalan.

Keadaan atau kondisi jalan raya yang memiliki banyak

persimpangan, tikungan, berlubang, berkelok-kelok, licin,

bergelombang dapat mempengaruhi bagaimana perilaku pengguna

jalan raya. Pengerasan ( halus/licin/tidak rata) pada jalan

mempengaruhi pada pergerakan kendaraan, tenaga diperlukan dari

pengguna jalan saat melewati jalan tersebut dengan kendaraannya. Hal

ini sudah memberikan informasi tentang kondisi jalan dan keadaan

(41)

mengenai menentukan kecepatannya.Cekungan atau lengkungan pada

jalan juga dapat mempengaruhi kecepatan daripada kendaraan

bermotor dan perkembangan lalu lintas.

k) Perlengkapan / Kelengkapan.

Alat-alat pengendali lalu lintas dibutuhkan untuk

mengendalikan para pemakai jalan, khususnya untuk pergerakan yang

aman pada sistem jalan tersebut. Alat tersebut merupakan obyek fisik

yang menyampaikan informasi : perintah, kondisi, petunjuk pada

pemakai jalan yang dapat mempengaruhinya terhadap pengguna jalan.

Jenis-jenis informasi adalah :

(1) Yang bersifat peraturan/perintah yang harus dipatuhi yakni

larangan atau pembatasan; dan perintah (termasuk perintah

berhenti dan memberikan jalan pada persimpangan).

(2) Peringatan ( terhadap bahaya ).

(3) Informasi/petunjuk berupa arah, identifikasi tempat,

fasilitas-fasilitas.

Cara untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut adalah

dengan menggunakan alat-alat pengatur atau pengendali lalu-lintas

yang terbagi menjadi 3(tiga) jenis fisik yaitu: rambu jalan; marka

jalan dan kanalisasi; alat pemberi isyarat lalu lintas / TL. Ketiganya

diatur di dalam Kep.Men. Perhubungan tentang Pedoman dan Tata

(42)

6. Dampak Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas

Pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan oleh pengemudi

kendaraan di jalan raya dapat menyebabkan beberapa hal beriku ini:

a. Dampak Fisik

Menurut Buditomo (Pikiran Rakyat 17 Desember 2002) pelanggaran

peraturan lalu-lintas yang dilakukan oleh pengemudi di jalan raya yang

disebabkan karena kelalaian dan ketidak disiplinan pengemudi dalam

berkendaraan di jalan raya dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Kecelakaan yang terjadi akibat dari pelanggaran dapat menelan korban benda

mati dan korban manusia. Pelanggaran peraturan lalu-lintas yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan dapat dikarenakan kecelakaan tunggal

dan juga dapat melibatkan kendaraan dengan kendaraan dan pejalan kaki

dengan kendaraan, serta kendaraan dengan lingkungan fisik seperti menabrak

rambu, marka jalan dan pohon yang berada ditepi jalan (Asosiasi keselamatan

jalan, 1993). Selain itu Kansil&Kansil (1994) menambahkan pelanggaran

peraturan lalu-lintas yang dilakukan pengemudi dapat menyebabkan

kecelakaan yang menelan korban manusia berupa korban meninggal dunia,

korban luka berat, dan korban luka ringan.

b. Dampak Psikologis

Pengemudi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan lalu-lintas

secara langsung akan mendapatkan punishment atau ganjaran dari pihak

berwajib seperti tindakan pidana tilang ataupun ganti rugi materiil (kendaraan,

(43)

kecelakaan). Dalam hal ini, punishment atau ganjaran bertujuan untuk

memantapkan pola perilaku pengguna jalan yang sudah ada dan ingin

dipertahankan dan/atau mengubah pola perilaku pengguna jalan yang ada saat

ini ke arah perilaku baru yang dicita-citakan. (Ieda dan Bernadette, 2001).

Menurut Cohen (Saparinah, 1986) dampak psikologis yang akan

dialami oleh orang-orang yang melakukan pelanggaran terhadap suatu

peraturan dan juga pada orang-orang yang melihat pelanggaran peraturan

tersebut diantaranya rasa terancam, rasa takut, rasa cemas, dan berbagai reaksi

emosional negatif lainnya. Reaksi emosioanal negatif tersebut dapat berupa

reaksi individual yang secara perlahan dapat menjadi reaksi kolektif. Reaksi

tersebut biasanya dinyatakan dengan menilai perilaku melanggar tersebut

sebagai tindakan berbahaya atau sebagai penyimpangan yang serius.

Konsekuensinya, akan ada kecenderungan pada individu atau kelompok

masyarakat yang bersangkutan untuk melakukan kontrol sosial terhadap

pengguna jalan yang melakukan pelanggaran peraturan lalu-lintas, diantaranya

dengan menetapkan punishment bagi pelaku.

c. Dampak secara Hukum dan Ekonomi

Pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan oleh pengguna jalan

juga memiliki dampak secara hukum dan ekonomi, di mana kedua hal ini

sering saling berkaitan dalam hubungannya dengan kasus pelanggaran

peraturan lalu-lintas. Pengguna jalan yang melakukan pelanggaran terhadap

aturan-aturan yang berlaku di jalan raya akan ditindak secara hukum pidana

(44)

diatur dalam undang-undang lalu-lintas. Hukuman yang akan dijalani oleh

pengguna jalan dapat berupa menjalani persidangan, dan berupa ganti rugi

secara ekonomi seperti denda keuangan, biaya administrasi, dan ganti rugi

berupa sarana dan prasarana jalan yang rusak akibat pelanggaran; kerusakan

kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan; dan biaya pengobatan bagi korban

manusia (Asosiasi keselamatan jalan, 1993).

Dalam kehidupan bermasyarakat selalu tidak lepas dari adanya

norma-norma hukum yang mengatur hampir seluruh bidang kehidupan. Karenanya

dengan adanya norma-norma tersebut menuntut adanya kesadaran dari

masyarakat untuk mau mentaati norma tersebut. Setiap masyarakat yang normal

selalu mempunyai kesadaran hukum; masalahnya adalah taraf kesadaran hokum

tersebut, yakni tinggi, sedang dan rendah. Tolak ukur taraf kesadaran hukum

tersebut, menurut Soekanto (1990:34) meliputi: pengetahuan mengenai hukum;

Pemahaman terhadap hukum; sikap terhadap hukum; dan perilaku hukum.

Seseorang dianggap mempunyai taraf kesadaran hukum yang tinggi apabila

perilaku nyatanya sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian,

maka taraf kesadaran hukum yang tinggi didasarkan pada kepatuhan hukum,

yang menunjukkan sampai sejauh manakah perilaku nyata seseorang serasi

dengan hukum yang berlaku.

Demikian halnya dengan perilaku berlalu lintas. Tanpa keadaan yang

tertib, sudah tentu kehidupan lalu lintas tidak akan dapat berlangsung. Tertib

(45)

sepeda motor bersedia mentaati segala bentuk peraturan lalu lintas pada saat

berlalu lintas di jalan. Untuk dapat mentaati peraturan, maka pemahaman

terhadap peraturan itu sendiri adalah syarat mutlak yang harus dimiliki

setiap pemakai jalan. Sebab tidak mungkin seseorang dapat mentaati suatu

peraturan, tanpa mengetahui dan memahami peraturan itu terlebih dahulu.

Upaya pemahaman terhadap peraturan lalu lintas yang ditekankan kepada

setiap pemakai jalan, telah dilakukan pihak Polantas melalui penerangan atau

penyuluhan, baik secara langsung maupun melalui media massa. Disamping itu,

pemahaman terhadap peraturan lalu lintas juga diisyaratkan secara formal

terhadap proses pemilikan SIM. Karena itu setiap pemakai jalan untuk dapat

memiliki SIM, harus mematuhi peraturan lalu lintas terlebih dahulu, disamping

juga harus terampil dalam mengemudikan kendaraanya di jalan.

Kurangnya disiplin d a la m berlalu lintas, pada tahap awal menimbulkan

pelanggaran- pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas. Banyaknya fasilitas

tertib lalu lintas, seperti misalnya jalur tertentu, lampu lalu lintas, jembatan

penyeberangan dan rambu-rambu lalu lintas lainnya, acapkali tidak berfungsi

maksimal. Bahkan tidak jarang, fasilitas- fasilitas tersebut, rambu-rambu lalu

lintas begitu saja di langgar, walaupun ada petugas yang berjaga-jaga di tempat

itu. Disiplin dalam arti yang positif seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli

berikut ini. Hodges (dalam Yuspratiwi, 1990) mengatakan bahwa disiplin dapat

diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti

aturan-aturan yang telah ditetapkan. dalam kaitannya dengan lalu lintas,

(46)

menunjukan ketaatan pengendara terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku.

Niat untuk mentaati peraturan menurut Suryohadiprojo (1989) merupakan

suatu kesadaran bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan tidak akan tercapai.

hal itu berarti bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat.

artinya sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan yang berlaku muncul dari

dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu

atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. sikap dan perilaku

dalam disiplin berlalu lintas ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan dan

kehendak untuk mentaati peraturan. artinya, orang yang dikatakan mempunyai

disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara

kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak(niat) untuk menyesuaikan diri

dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Secara teoritis, taraf kepatuhan hukum

atau disiplin pengemudi bergantung pada taraf pengetahuan hukum, dan sikapnya

terhadap hukum dan pola perikelakuannya (Soekanto, 1981:65).

Dari uraian diatas, terdapat asumsi bahwa pengguna jalan memiliki berbagai

macam faktor yang melatar belakangi perilakunya di jalan raya. Faktor-faktor

yang melatarbelakangi perilaku dijalan raya antara lain dipengaruhi oleh

karakteristik-karakteistik pengguna jalan seperti karakter mental dan karakter

fisik. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi pengendara seperti taraf kesadaran

akan hukum yang tinggi maupun rendah, kesediaan atau tidaknya pengendara

untuk mematuhi, memahami serta berkemauan dan berkehendak untuk mentaati

peraturan-peraturan lalu lintas yang berlaku. Peraturan memiliki peranan penting

(47)

Peraturan merupakan salah satu alat yang dibuat dan digunakan oleh suatu

Negara bagi masyarakat, yang harus ditaati dan dipatuhi anggota masyarakat.

Demikian juga dalam kehidupan di jalan raya, telah dibuat suatu peraturan untuk

menciptakan kehidupan berlalu lintas yang tertib dan teratur. Dengan adanya

peraturan lalu lintas tersebut, setiap pemakai jalan khususnya pengendara

kendaraan bermotor harus tahu, mengenal, taat dan mematuhinya.

Pengetahuan tentang peraturan lalu lintas adalah merupakan salah satu

syarat mutlak yang harus dimiliki seluruh pengendara kendaraan bermotor.

Disamping peraturan, kedisiplinan individu sebagai pengguna jalan juga memiliki

peranan penting, Hodges (dalam Yuspratiwi, 1990) mengatakan bahwa disiplin

dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk

mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. dalam kaitannya dengan lalu lintas,

pengertian disiplin berlalu lintas adalah suatu sikap dan tingkah laku yang

menunjukan ketaatan pengendara terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengguna jalan melakukan

pelanggaran ada faktor yang sifatnya berdiri sendiri dan ada gabungan dari

beberapa faktor yang mempengaruhi pengguna jalan dalam berlalu lintas. Namun

dalam hal ini belum dapat diketahui dengan pasti mengenai faktor-faktor apa saja

yang mendasari terjadinya pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. Oleh karena

itu, peneliti harus sangat berhati-hati di dalam menilai tingkah laku seseorang

pengguna jalan karena kerap kali tidak diketahui secara tepat faktor yang

melatarbelakangi perbuatannya. Walaupun sukar dan perlu kehati-hatian, peneliti

(48)

pengguna jalan tertentu sangat membantu usaha pemahaman mengenai tingkah

laku dari pengguna jalan tersebut sehingga pelanggaran dan kecelakaan dapat

diminimalisir.

B. Kecelakaan Lalu-Lintas

1. Pengertian Kecelakaan Di Jalan Raya

Kecelakaan di jalan raya dapat diartikan menderita sesuatu yang

menyusahkan atau menyulitkan akibat suatu kejadian atau peristiwa yang tidak

disengaja maupun disengaja yang terjadi di jalan raya. Pada umumnya

kecelakaan diakibatkan oleh di sengaja / tidak di sengaja, Sengaja adalah

tindakan yang telah di rencanakan terlebih dahulu sedangkan tidak sengaja

adalah tindakan yang tidak di rencanakan terlebih dahulu (kamus bahasa

Indonesia,1997). Kecelakaan yang di sengaja menurut Saparinah (1986) adalah

pelanggaran peraturan lalu-lintas yang terjadi dapat juga karena pengendara

bersikap mencoba-coba dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang

ada (contoh kebut-kebutan di jalan yang tidak ramai) dengan konsekuensi bahwa

mereka dihukum atau tidak dihukum sesuai dengan ketentuan kolektivitas yang

berlaku.

Kecelakaan lalu-lintas tidak sengaja menurut Kansil&Kansil (1994: 241)

dapat diartikan sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan

tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,

dan dapat mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Kecelakaan

(49)

tentang Prasarana dan Lalu Lintas sebagai "Suatu peristiwa di jalan yang tidak

disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa

pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta

benda".

Kecelakaan menurut Sulaksmono (Buchari, 2007) adalah suatu kejadian

yang tidak terduga dan yang tidak dikenhendaki yang mengacaukan suatu

proses aktivitas yang telah diatur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka

dalam sekejap mata, dan setiap kejadian tersebut terdapat empat faktor bergerak

dalam satu kesatuan berantai yakni : lingkungan, bahaya, peralatan dan

manusia. Kecelakaan ialah suatu kejadian yang tidak terduga dan yang tak

diharapkan, karena dalam peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan,

lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian tidak

disengaja atau disangka yang mengakibatkan kematian, luka-luka atau kerugian

materi dan salah satu pemakai jalan harus melakukan / ada pergerakan lalu

lintas.

2. Bentuk-Bentuk dan Ukuran Kecelakaan Di Jalan Raya

Kecelakaan yang terjadi di jalan raya dapat berbentuk: kecelakaan murni /

pelaku tunggal berupa kecelakaan yang dilakukan sendiri oleh pengguna

kendaraan tanpa melibatkan pihak lain. Selain itu, kecelakaan dapat pula terjadi

dikarenakan pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna kendaraan dalam hal

ini kecelakaan dapat melibatkan kendaraan dengan kendaraan seperti kendaraan

roda empat dengan kendaaraan roda empat, kendaraan roda dua. Kendaraan

(50)

kendaraan roda dua dengan lingkungan fisik seperti menabrak rambu, marka

jalan dan pohon yang berada ditepi jalan.

Kecelakaan dapat mengakibatkan kendaraan rusak ringan dan rusak parah;

kecelakaan yang mengakibatkan korban kecelakaan luka ringan seperti lecet

atau tergores di bagian tubuh tertentu; kecelakaan yang mengakibatkan korban

kecelakaan luka berat seperti mengeluarkan darah yang cukup banyak di bagian

tubuh yang vital, sehingga diharuskan untuk operasi; kecelakaan yang

menyebabkan korban meninggal dunia (Asosiasi keselamatan jalan, 1993).

Kecelakaan yang terjadi di jalan raya juga dapat menelan korban yakni

berupa korban meninggal, korban luka berat, dan korban luka ringan. Korban

meninggal adalah seseorang atau kelompok yang dipastikan meninggal sebagai

akibat kecelakaan lalu-lintas dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari

setelah kecelakaan terjadi. Korban luka berat adalah seseorang atau kelompok

orang yang karena kecelakaan lalu-lintas mengalami luka-luka, menderita cacat

tetap(salah satu anggota tubuh tidak dapat sembuh untuk selama-lamanya) atau

harus dirawat di rumah sakit/tempat lain dalam jangka waktu lebih dari 30 hari

sejak terjadi kecelakaan. Sedangkan korban luka ringan adalah seseorang atau

kelompok orang yang mengalami lecet atau tergores benda yang tidak terlalu

(51)

3. Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Di Jalan Raya

Faktor penyebab terjadinya kecelakan di jalan raya ada 4, yaitu: Faktor

jalan, faktor kendaraan, faktor lingkungan dan faktor manusia (Asosiasi

keselamatan jalan, 1993).

Dari keempat faktor diatas, faktor manusia sebagai pengemudi merupakan

penyebab utama timbulnya kecelakaan di jalan raya (Asosiasi keselamatan

jalan, 1993). Pengendara atau pengemudi kendaraan bermotor yang kurang

hati-hati dalam mengemudikan kendaraan dan pelanggaran yang dilakukan oleh

manusia ketika berada di jalan raya mengakibatkan banyak terjadi kecelakaan.

Untuk alasan tersebutlah, penulis akan lebih menguraikan faktor manusia dalam

penyebab kecelakaan di jalan raya.

Sullivan dan Meister (Asosiasi keselamatan jalan, 1993) mengembangkan

suatu analisa faktor manusia di dalam pekerjaan mengemudi secara skematis.

Kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan mengemudi dengan aman

ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan yang dapat diuraikan

kira-kira sebagai berikut:

a. Faktor Keterampilan Si Pengemudi :

1) Keterampilan si pengemudi mengendalikan arah kendaraan yang

dikemudikan yang meliputi antara lain cara membelok, atau

merubah arah kendarannya, cara mundur, cara mendahului

kendaraan lain dan cara mengikuti kendaraan lain.

2) Ketrampilan si pengemudi mengendalikan kecepatan kendaran yang

(52)

b. Tingkat Kemampuan Dari Si Pengemudi :

1) Kondisi psikofisiologis si pengemudi yang terdiri atas: tingkat

kecerdasan si pengemudi; daya ingat si pengemudi; kondisi

penghilatan si pengemudi; daya reaksi/kecepatan reaksi si pengemudi;

kemampuan si pengemudi mengenal gerak dan posisi kendaraan; daya

perkiraan si pengemudi; daya persepsi si pengemudi.

2) Kondisi psiko sosial, yakni keadaan perangai si pengemudi.

3) Pengemudi yang tergolong “Accident Prone Driver” yaitu pengemudi

yang mudah atau sering mengalami kecelakaan

4) Pengemudi yang sering melakukan pelanggaran terhadap peraturan

lalu lintas.

Berdasarkan data dari Laporan Tuntas Polres Sleman tahun 2005, faktor

pelanggaran lalu-lintas adalah penyebab terjadinya kecelakaan di jalan raya.

Pelanggaran-pelanggaran lalu-lintas berbentuk 6 kategori pelanggaran yaitu :

a. Muatan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor muatan kendaraan seperti

jumlah muatan yang diangkut melebihi kapasitas angkut yang telah ditetapkan.

b. Kecepatan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kecepatan kendaraan.

c. Rambu-rambu lalu-lintas ialah kecelakaan yang disebabkan oleh tidak mentaati

rambu-rambu lalu lintas yang berlaku.

d. Surat-surat kendaraan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor

lengkapan surat-surat kendaraan.

e. Perlengkapan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor ketidak lengkapan

Gambar

Tabel 2:  Deskripsi Data Rekapitulasi Jumlah Pelanggaran Peraturan
Grafik 1 : Pelanggaran Peraturan lalu lintas Polres Sleman tahun 2001 – 2006...
Grafik 1Pelanggaran Peraturan lalu lintas Polres Sleman tahun 2001 - 2006
Grafik 2Kecelakaan Lalu lintas Polres Sleman Tahun 2001 - 2006
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ordo Solanales merupakan suatu bangsa yang besar, terutama terdiri atas terna, jarang berupa tumbuhan berkayu, daun tunggal, jarang majemuk, duduknya tersebar atau

Nilai signifikasi data yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara data skill representasi free body diagram dan pemahaman konsep

Buat project baru dengan StandartEXE untuk membuat User Interface sederhana dengan melibatkan komponen Label, Textbox dan CommandButton yang ada di Toolbox pada

Djamil Padang dengan diagnosis hemiparesis dextra + paresis N VII, XII dextra tipe sentral ec stroke iskemia tipe emboli cerebri dan diagnosis sekunder

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Nunukan,

[r]

[r]

· Penentuan tujuan yang jelas dan dapat dicapai. Seperti tujuan mengajak pengunjung ikut andil dalam pemilahan dan pengurangan sampah dari sumber dengan target pemilahan dari