PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN
DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA
Studi Kasus : Sentra Industri Kerajinan Perak Kota Gede, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Disusun oleh :
THOMAS DWI AKTO
NIM : 021334090
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Segala kesedihan dan kebahagiaan yang mewarnai proses penulisan skripsi ini
kupersembahkan untuk:
•
Bapa di Surga dan Bunda Maria, tidak ada kata selain syukur.
•
Bapak dan Ibu yang telah memberikan segalanya untuk keberhasilanku.
•
Kakak dan adiku yang selalu mendukungku.
MOTTO
Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan
dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran.
(James Thurber)
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan dengan sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 Februari 2008
ABSTRAK
PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA
Studi Kasus : Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta
Thomas Dwi Akto Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (2) Pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (3) Pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.
Studi kasus dari penelitian ini adalah Sentra Industri Perak Kota Gede pada tanggal 6 Februari 2007 sampai dengan 6 Mei 2007. Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh pengusaha perak di Sentra Industri Perak Kota Gede. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi yang dikembangkan oleh Chow.
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CAPITAL, EDUCATION, AND
CULTURAL WORKING ATMOSPHERE TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP SPIRIT AND
THE EFFECTIVENESS OF BUSINESS MANAGEMENT
A Case Study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center Yogyakarta
Thomas Dwi Akto Sanata Dharma University
Yogyakarta
This study aims to know: (1) the influence of capital towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (2) the influence of education towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (3) the influence of cultural working atmosphere towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management.
This is a case study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center on February 6 to May 6, 2007. The research’s population were all silver industrialists in Kota Gede. The data were collected through questionnaire. The data analysis was the regression analysis developed by Chow.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kasih, karunia dan rahmat yang berlimpah dari Tuhan Yesus
Kristus dan Bunda Maria sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Permodalan, Pendidikan dan Kultur Lingkungan Kerja terhadap hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha”. Studi Kasus Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, semangat,
dan doa dari berbagai pihak yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa
syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas limpahan rahmat dan karuniaNya.
2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Kepala Jurusan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan
5. Bapak Drs. FX. Muhadi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar
dan meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, serta pengarahan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.
6. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah
sabar dalam memberikan pengarahan, bimbingan, serta saran kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak E. Catur Rismiyati, S.Pd., M.A selaku dosen tamu yang telah memberikan
saran dan pengarahan dalam skripsi ini.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya dengan sepenuh
hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang.
9. Mbak Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu penulis selama
menjalankan studi di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.
10. Para responden yang ada di Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta yang
telah memberikan dukungannya dalam mengisi kuesioner.
11. Bapak AF. Sunarto dan Ibu CH. Sri Sulastri, terimakasih untuk semua dukungan,
doa, dan cinta yang besar untukku.
12. Mas Arip kakakku dan Lia adikku yang memberikan banyak keceriaan dan canda
tawanya sehingga penulis memperoleh semangat baru dalam menyelesaikan
skripsi ini.
13. Keluarga Kota Gede Om Tadi (Almarhum), Bulek Ganuk serta putra tercinta Akta
serta tempat untuk bersinggah selama kuliah dan selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
14. Kelurga besar Kota Gede Mbak Ana, Mas Agus (pejantan tambun), Mas Ithul,
Mas Pamungkas, Didin (kriting), Vita, Angkringan Kang Paimo (aku ga akan
utang susu jahe lagi), Dawud (anakmu piro....), Mbak Salon (makasih
senyumnya), Ibuknya Tiyo ( makasih rokoknya), Ibu Iin, makasih atas dukungan
dan doanya
15. Anak-anak Distro Studio, anak-anak Ryfan Studio, Band-band Indie Wates
Hypocrite, The Mad, Riot and Funny, Pinkipat, dan band wates lainnya (tunjukan
pada mereka……..), serta teman-teman ngeBand Mas Danang (mbritis kang...),
Abex, Pompi, Papang, Rama, Prisma, P Not, Yoyok, Wawan bakpo, Dedi, Mas
Adam, (mari ekspresikan diri...).
16. Rekan-rekan Mudika yang keren abis Mas kenthus, Mas didik, Mas TJ, Mas
Wahyu, Mbak Yani, Prima, Dimas, Westri, Berta, Mbak Ndari, makasih untuk
canda tawanya dan doanya.
17. Rekan-rekan Karang Taruna, Itong, Cowonx, Iwan, Kithul, Monde, Septi, pipit,
Endah, Mas gendut, Mas C’nel, Lfi, Arep, Hijau Production, mari berjuang dan
makasih untuk dukungannya.
18. Komunitas Orkes Mbok Iyah Mas Koben, Mas Olan, Mas Tito, gandung, Mas
Pipit, Pendy, Cary (nguri-uri kabudayan yo lek...),
19. Anak-anak dari komunitas Skaters di wates (meluncur tanpa henti coy...).
20. Teman-temanku di PAK C’02 yang telah memberikan semangat hidup, Mas Toro
(anakmu piro?), Satya, Valent, Dewi K, Risa, Esti, Dika, Tiara, TM Brenda, Bang
Andre, Ucie and Adi, Lia, Dewi cilik, Sari, Sigit. Terima kasih atas bantuan,
kebersamaan dan kenangan-kenangan indahnya.
21. Teman-teman SMA ku yang santai abis Yudi, Agus, Edi, Izur, (kapan ada waktu
untuk kumpul lagi...), Heri Inpres + cewek imutnya ( thank’s Laptopnya he2....).
22. Teman-temanku yang telah nungguin aku ujian: Agil, Putri, Adi, Mas Banu, Sari
PDU, Mbak Putri’02 thanks yak udah nungguin dengan sabar.
23. Temanku Rama dan Adi yang sudah menemaniku melewati malam setelah
pendadaran usai di rumah Dagen dengan GUINNES dan HEINEKEN nya jadikan
hidup lebih hidup.
24. Motor BMW kesayanganku ( terima kasih nganter main kesana sisni dan ikutan
ngurus penelitianku )
25. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Besar membalas
semua kebaikan saudara-saudara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, dan penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
ABSTRAK... vi
ABSTRACT...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah...7
C. Rumusan Masalah...7
D. Tujuan Penelitian... 8
E. Manfaat Penelitian... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10
A. Tinjauan Teoretik...10
1. Efektivitas Mengelola Usaha... 10
2. Jiwa Berwirausaha... 14
3. Kultur Lingkungan Kerja...16
4. Permodalan... 24
5. Pendidikan...29
B. Penelitian Terdahulu... 32
C. Hubungan Diantara Variabel Penelitian... 33
D. Kerangka Berfikir/Rasionalitas Penelitian...39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42
A. Jenis Penelitian...42
B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 43
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...43
D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Pengukuran ... 44
1. Variabel Penelitian...44
2. Definisi Operasional... 46
3. Pengukuran Variabel...47
E. Teknik Pengumpulan Data...47
F. Indikator Variabel... 48
G. Pengujian Instrumen Penelitian... 50
H. Uji Prasyarat Analisis Korelasi...55
I. Analisis Data...56
1. Analisis Deskriptif... 56
2. Pengujian Hipotesis Penelitian... 56
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...64
A. Analisis Deskriptif... 64
B. Analisis Data...79
C. Pembahasan Hasil Penelitian... 91
BAB V PENUTUP...104
A. Kesimpulan...104
B. Keterbatasan Penelitian...107
C. Saran...108
DAFTAR PUSTAKA...109
DAFTAR TABEL
Tabel.3.1 Tabel Skala Sikap...47
Tabel.3.2 Efektivitas Mengelola Usaha... 48
Tabel 3.3 Jiwa Kewirausahaan...49
Tabel 3.4 Kultur Lingkungan Kerja... 49
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Efektivits Mengelola Usaha... 51
Tabel.3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Jiwa Kewirausahaan... 52
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja... 53
Tabel 3.8 Interprestasi Koefisien Koerelasi Nilai r...54
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian... 54
Tabel.4.1 Umur Perusahaan... 64
Tabel.4.2 Umur Pengusaha... 65
Tabel 4.3 Kekayaan Pengusaha...65
Tabel 4.4 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari modal sendiri... 67
Tabel 4.5 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari modal sendiri...68
Tabel 4.6 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari modal sendiri dan modal asing... 69
Tabel 4.7 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari modal sendiri dan modal asing... 70
Tabel 4.8 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari pendidikan rendah. 71 Tabel 4.9 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari pendidikan rendah... 72
Tabel.4.11 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari pendidikan tinggi...74
Tabel 4.12 Power Distance... 75
Tabel 4.13 Collectivsm and Individualism...76
Tabel 4.14 Femininity vs Masculinity... 77
Tabel 4.15 Uncertainty Avoidance...78
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian... 112
Lampiran 2 Data Induk Penelitian...121
Lampiran 3 Uji Validitas dan Rabilitas... 127
Lampiran 4 Uji Normalitas...133
Lampiran 5 Distribusi Frekuensi... 134
Lampiran 6 Regresi... 152
Lampiran 7 Tabel r... 164
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belakangan ini kondisi negara kita di berbagai bidang tidak menunjukkan
perubahan berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur, hukum semakin
tidak jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak ada
perubahan ke arah yang lebih baik. PHK tetap berlangsung karena banyak
wirausahawan tidak lagi berminat memulai atau mengembangkan usahanya dan
para investor asing sudah banyak yang memutuskan untuk memindahkan
usahanya ke negara lain yang lebih menjanjikan. Peningkatan pengangguran yang
ada menyebabkan semakin menurunnya taraf ekonomi bagi golongan keluarga
menengah ke bawah yang tinggal di indonesia. Semakin sempitnya lapangan kerja
dan tingginya tingkat persaingan tanpa ada jalan keluar akan membawa bangsa ini
ke dalam kemiskinan yang berkepanjangan.
Di sisi lain, jumlah populasi dengan usia produktif tidak bisa begitu saja
menganggur. Hidup tetap harus berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk
menutupi biaya hidup yang semakin mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan
diskusikan dalam berbagai pertemuan baik formal maupun informal. Sebagian
ide tersebut memang hanya merupakan “mimpi yang indah” tetapi sebagian lagi
ditanggapi dengan antusiasme yang tinggi. Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat
kita justru merasa terpacu ketika dihadapkan pada suatu krisis yang
Stacey (1997) dalam tulisannya berjudul "Excitement and Tension at the Edge
of Chaos" yang mengatakan bahwa kreativitas cenderung meningkat pada saat
situasi semakin parah, atau sering disebut dengan istilah populernya "kreatif
karena kepepet". Jika asumsi Stacey ini benar, sangat mungkin “mimpi-mimpi
indah” itu sudah ada di benak banyak sekali penduduk Indonesia yang secara
kreatif dan positif menginginkan perubahan.
(http.www.e-psikologi.com/wirausaha/010802.htm)
Semakin tingginya kebutuhan hidup sekarang ini menyebabkan suatu
perubahan yang mencolok dalam kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat
tinggalnya. Hal ini disebabkan karena manusia mencoba untuk memenuhi segala
kebutuhan yang diperlukan dengan berbagai bentuk tingkah laku. Misalnya saja
dengan membentuk suatu usaha tertentu atau bekerja di instansi tertentu.
Keadaan yang tidak seimbang diantara jumlah penduduk dengan
kemampuan negara menciptakan lapangan kerja untuk penduduk mereka, dan
terdapatnya pertumbuhan penduduk yang pesat dari masa ke masa menyebabkan
implikasi yang buruk untuk perkembangan ekonomi suatu negara. Menurut Bank
Dunia (2000), jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
besar sekitar 210 juta jiwa pada akhir tahun 2000, yang menyebabkan indonesia
menghadapi masalah tekanan penduduk yang besar sekali terutama di pulau Jawa
(Todaro, 2003;49). Oleh karena itu sekarang banyak bermunculan suatu lahan
atau lapangan pekerjaan yang bersifat lembaga formal maupun non formal
(swasta). Bagi mereka para pengusaha swasta yang telah mampu menciptakan
dari lapangan pekerjaan yang diciptakan mampu mengurangi tingkat
pengangguran dan mampu menambah taraf ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Banyak sebagian dari masyarakat kita yang sudah mencoba masuk dalam
dunia usaha dan mencoba menggeluti dunia kerajinan sebagai tulang punggung
perekonomian keluarga. Beberapa sentra-sentra industri yang ada di daerah
yogyakarta misalnya sentra industri perak di daerah manding, sentra industri
keramik di kasongan, sentra industri perak di kota gede dan lain sebagainya. Dari
masing-masing daerah tersebut menawarkan beberapa produk hasil kerajinan
tangan yang siap bersaing dipasaran lokal maupun luar negeri. Sentra industri
perak kota gede misalnya, dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat sekitar
mereka mencoba menerapkan ide serta kreatifitasnya lewat produk berupa perak
yang siap dipasarkan. Jika kita menyusuri sepanjang jalan Mondorakan Kota
Gede, kita akan banyak menjumpai beberapa toko yang menjual kerajinan perak.
Banyak wisatawan lokal ataupun domestik yang sengaja berkunjung untuk
memburu hasil kerajinan ini. Hasil kerja keras mereka berupa kerajinan perak
patut dibanggakan, karena membawa nama Yogyakarta khususnya Kota Gede
hingga ke beberapa penjuru.
Namun belakangan ini sentra industri perak di Kota Gede mengalami
penurunan jumlah produksi. Kondisi ini jelas terlihat dari berkurangnya jumlah
toko yang menjual perak tersebut. Para penjual perak tidak seramai dulu, mulai
dari pengusaha kecil sampai pengusaha besar semua membuka toko untuk
memamerkan hasil kerajianan mereka. Sekarang ini hanya tinggal para pengusaha
menggeluti usaha ini. Semakin merosotnya jumlah pedagang yang ada membuat
para wisatan atau pengunjung enggan datang ke Kota Gede, mereka mungkin
lebih tertarik mendatangi sentra industri di tempat lain yang ramai pengunjung
dan menawarkan banyak produk. Modal menjadi salah satu kendala dalam
mengembangkan usaha perak ini.
Setiap perusahaan yang sudah mulai beroperasi akan selalu mengadakan
pengeluaran uang atau dana untuk membiayai operasi perusahaan seperti untuk
membeli bahan mentah, membayar gaji, membayar hutang dan lain sebagainya.
Pengeluaran itu disebut ”revenue exspenditure” yaitu pengeluaran uang yang
dimaksudkan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu sebuah pengusaha
harus memiliki sejumlah modal dalam bentuk uang untuk menjalankan usahanya
secara efektif.
Modal sebenarnya bisa didapatkan dari tabungan sendiri atau berasal dari
tabungan keluarga dan teman, bila dirasa kurang mencukupi wirausaha akan
mencari lebih banyak saluran resmi pendanaan lain, seperti Bank atau investor.
Kebanyakan sumber pendanaan untuk pengusaha adalah investor perorangan,
penyalur, pemberi pinjaman, Bank komersial, program yang didukung
pemerintah, atau lembaga keuangan masyarakat.
Banyak sedikitnya produk serta keanekaragaman hasil kerajinan
dipengaruhi oleh kreatifitas para pengrajinnya. Merekalah yang sebenarnya
mampu mendongkrak pasar lewat karya-karyanya. Sebagian besar para pengrajin
didareah Kota Gede masih memiliki latar pendidikan yang rendah. Jenjang
belakang pendidikan yang rendah cenderung membawa mereka pada pola berfikir
yang kurang maju, sehingga dalam menggeluti kerajinan perak menemui banyak
kendala misalnya kurang peka terhadap kondisi pasar yang ada.
Kehidupan manusia itu berkembang dan ingin selalu berkembang. Selagi
kebutuhan selalu ada dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan selalu datang
maka manusia bereaksi dengan lingkungannya. Individu dengan pendidikan yang
terbatas, seperti tidak tamat Sekolah Dasar atau tidak pernah sekolah akan
mempunyai kemampuan yang kurang dalam menguasai lingkungannya, sehingga
mereka kurang mampu berfikir kritis, tidak jauh tujuan kedepan, kurang mampu
merencanakan kehidupan yang layak dan memiliki daya abstraksi yang terbatas.
Seseorang yang berpendidikan rendah juga cenderung memiliki sikap mental
yang terikat oleh sifat kesederhanaan, sehingga dalam menghadapi kehidupannya
mereka kurang cakap dalam masalah pemenuhan akan kebutuhan. Perpindahan
dari satu lingkungan kehidupan sosial tertentu kepada kehidupan sosial yang lain
membutuhkan suatu kemampuan dan keinginan sebagai alat untuk terlepas dari
keterbelakangan.
Adanya jalur pendidikan yang ada maka perkembangan potensi dalam
masyarakat akan terwujud sesuai dengan keberadaanya masing-masing. Melalui
pendidikan kita meningkatkan pengetahuan, keterampilan nilai dan sikap tiap-tiap
individu. Pendidikan merupakan suatu bentuk bantuan dimana dalam proses
pemberian bantuan tersebut kadar dan jenis bantuannya disesuaikan dengan
kemampuan, tujuan dan tuntutan lingkungan. Bantuan tersebut pada prinsipnya
meningkatkan taraf kehidupan. Makin baik pendidikannya maka manusia makin
mampu menghadapi kehidupan dalam masyarakat karena dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi diri sendiri secara nyata sehingga mampu menciptakan
produksi secara menyeluruh.
Para pengusaha yang berhasil pasti memiliki pola-pola tingkah laku yang
menunjukan adanya jiwa kewirausahaan. Menurut Dusselman (1998) pola-pola
tingkah laku tersebut adalah pola tingkah laku keinovasian, kepemimpinan,
kemampuan manajerial dan keberanian menghadapi resiko. Jiwa kewirausahaan
ada pada setiap orang yang memiliki perilaku inovatif dan kreatif dan pada setiap
orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan
(Suryana, 2001:7). Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan dalam
berwirausaha diperlukan kemampuan dalam membuat sesuatu yang inovatif dan
kreatif serta keberanian menghadapi resiko.
Perkembangan sebuah usaha tidak terlepas dari kinerja karyawan atau
orang-orang yang ada didalam perusahaan tersebut. Kinerja sangat dipengaruhi
oleh semangat, ketenagan, kesegaran dan faktor-faktor lain yang ada dalam
lingkungan perusahaan. Semua karyawan memiliki kebutuhan untuk
mengungkapkan diri, ingin diterima sebagai bagian dari "anggota
keluarga/perusahaan", ingin dipercaya dan didengar kata-katanya, dihargai oleh
manajemen dan bangga terhadap apa yang dikerjakannya.
Ketika karyawan berada dalam lingkungan yang ramah dan orang-orang
disekitarnya dapat menimbulkan kesenangan maka karyawan tersebut akan
nantinya membuat karyawan merasa betah bekerja dan akan merasa nyaman
karena lingkungan tempat kerjanya sangat mendukung bagi dirinya.
Para pengusaha di daerah Kota Gede harus belajar bagaimana membentuk
"budaya perusahaan" dan lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini hanya dapat
dicapai melalui praktek kepemimpinan dan manajemen perusahaan yang baik,
pendekatan kemanusiaan, keadilan bagi semua, struktur karir yang jelas, program
pelatihan dan pengembangan yang terpadu, dukungan peralatan kerja yang
memadai, penilaian kinerja yang obyektif, program "reward" yang tepat, gaji dan
tunjangan yang memadai serta kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh
perusahaan.(http.www.e-psikologi.com/wirausaha/010802.htm)
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karyawan perlu
mengetahui bahwa pihak manajemen mengakui kehadiran mereka, sadar akan arti
penting karyawan bagi perusahaan, para manager mampu mengingat nama-nama
bawahannya dan tidak segan menyapa mereka. Para manager dapat memperoleh
loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya
sebagai "mitra kerja", menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan
saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman.
Penciptaan suatu lapangan pekerjaan yang bersifat non formal (swasta)
membutuhkan seseorang yang benar-benar mampu melihat suatu bentuk peluang
usaha dan cara pengelolaanya. Sebagian besar para pengusaha perak di kota gede
kurang memperhatikan hah-hal yang mungkin dapat mempengaruhi efektivitas
mengelola usahanya. Adanya penurunan jumlah pengusaha dan semakin
pengusaha dalam mengelola usaha. Beberapa hal yang mempengaruhi efektivitas
mengelola usaha diantaranya adalah penggunaan peralatan yang ada,
keterampilan, kemampuan melihat peluang usaha serta kemampuan dalam
menjaga kualitas produk, dll. Namun mengingat beberapa hal diatas, fakor yang
sangat berpengaruh terhadap efektivitas mengelola usaha adalah permodalan,
pendidikan, kultur lingkungan kerja serta jiwa kewirausahaan. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor tersebut memberikan dampak yang begitu besar
terhadap kualitas pengeloaan usaha serta mampu memberikan pengaruh terhadap
jalanya sebuah usaha. Beberapa faktor inilah yang dirasa sebagai faktor utama
jalanya sebuah usaha yang kemudian disebut sebagai variabel.
Dengan melihat beberapa hal tersebut penulis mengambil judul penelitian
tentang “Pengaruh Permodalan, Pendidikan dan Kultur Lingkungan Kerja terhadap hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha “
B. Identifikasi Masalah
Keefektivan mengelola usaha diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam yang
mempengaruhi jalannya usaha. Faktor ini meliputi: sumber daya manusia,
tanggung jawab sosial, pengalaman usaha, sumber daya keuangan/permodalan,
jiwa kewirausahaan, kultur lingkungan kerja dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu
faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi jalannya usaha. Faktor ini
pihak luar, pesaing, pendidikan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis
memfokuskan pada faktor permodalan, pendidikan, kultur lingkungan kerja, jiwa
kewirausahaan serta efektivitas mengelola usaha karena terbatasnya waktu, biaya
dan tenaga.
C. Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pendidikan yang diperoleh, tersedianya modal untuk usaha serta kultur
lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektifitas
mengelola usaha.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan beberapa masalah
diantaranya :
1. Apakah ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa
kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?
2. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa
kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?
3. Apakah ada pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa
kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa
2. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa
kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha
3. Untuk mengetahui pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan
antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana bagi mahasiswa
khususnya tentang permodalan, pendidikan, jiwa kewirausahaan, kultur
lingkungan kerja dalam hubunganya dengan efektivitas mengelola usaha
2. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperdalam pengetahuan dan
meningkatkan pemahaman yang sebelumnya diperoleh melalui bangku kuliah
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan masukan pada
masyarakat yang memiliki usaha atau akan merintis usaha baru.
4. Bagi pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam hal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
1. Efektivitas Mengelola Usaha
Bagi sebuah organisasi, efektivitas merupakan salah satu konsep yang
memiliki arti sangat penting. Akan tetapi efektivitas itu sendiri sangat sulit
untuk didefinisikan secara pasti, karena banyaknya aspek yang terkait didalam
pengertian efektivitas. Ahli ekonomi akan mengartikan efektivitas sebagai
kemampuan organisasi menghasilkan laba sebesar-besarnya, sedangkan ahli
politik cenderung mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi memperoleh
posisi yang lebih kuat diantara organisasi-organisasi lain. Berbeda lagi dari
definisi seorang karyawan, yang mengartikan efektivitas sebagai kemampuan
organisasi memberikan tingkat kesejahteraan setinggi-tingginya kepada para
anggota atau karyawan (Muhyadi, 89:277).
Efektivitas memiliki pengertian, yaitu kemampuan sebuah perusahaan
atau organisasi. Dalam pengertian yang lazim efektivitas berkenaan dengan
keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tingkat produktifitas yang
tinggi. Hal senada diungkapkan juga oleh Etzioni (Muhyadi,89:277) bahwa
efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mencapai sumber dan
memanfaatkannya secara efisien dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut
Etzioni (Muhyadi, 89:278) pengertian efektivitas menghasilkan berbagai
a. Perspektif Individu
Efektivitas merupakan kemampuan individu melakukan tugasnya secara
efektif yang ditentukan oleh beberapa faktor, seperti keterampilan,
pengetahuan, kecakapan, sikap dan motivasi.
b. Perspektif Kelompok
Efektivitas dari organisasi merupakan gabungan dari individu efektif, yang
secara umum efektivitas kelompok ditentukan oleh kekompakan anggota,
kepemimpinan struktur kelompok dan peran masing-masing anggota.
c. Perspektif Organisasi
Organisasi terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok yang
terbentuk dari efektivitas individu dan kelompok yang hasilnya ditentukan
oleh lingkungan, teknologi, strategi, proses dan iklim kerjasama.
Menurut Siti Adipringandari ada beberapa dasar yang mutlak harus
dimiliki oleh seorang pengusaha, agar dalam pengelolaan sebuah kegiatan
usaha dapat berjalan dengan lancar :
a. Memiliki semangat kerja yang tinggi.
Mencintai apa yang dikerjakannya sehingga membuat terus berkarya
menghasilkan prestasi-prestasi baru tiada henti. Ketika menghadapi
halangan atau kegagalan, tidak putus asa dan justru belajar dari kegagalan
b. Seorang pengusaha harus memiliki impian.
Impian merupakan wujud dari visi dan misi seseorang dalam berkarya.
Dengan mimpi pikiran akan terfokus dan memudahkan mencapai apa yang
c. Tegas dalam mengambil keputusan.
Menunda pekerjaan merupakan kerugian bagi pengusaha. Kecepatan
dalam mengambil keputusan yang tepat merupakan kunci keberhasilan
dan keputusan harus diterapkan secara konsisten agar hasil yang
diharapkan bisa segera terwujud.
d. Dedikasikan seluruh tenaga, waktu dan pikiran untuk pekerjaan. Kadang
kala seseorang harus bekerja sedikitnya 13 jam sehari dan tujuh hari
seminggu agar impian terwujud.
e. Rinci dalam pengelolaan usaha.
Pengusaha harus bisa memperhatikan hal yang detail dari proses produksi
usahanya dan tidak bersikap masa bodoh. Dengan demikian ia mengetahui
kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya. Ia juga tidak mau
dibohongi bawahannya.
f. Tidak menggantungkan hidup pada nasib.
Yang menentukan apa yang ingin anda kerjakan dan hidup anda
ditentukan oleh kemampuan merealisasikan diri dendiri adalah anda
sendiri.
g. Dana.
Menjadi kaya bukan tujuan utama seorang wirausahawan, uang hanya
untuk ukuran keberhasilan. Bila sukses uang akan datang dengan
h. Bagi-bagi.
Kepemilikan usaha dibagikan kepada karyawan karena tanpa mereka
bisnis tidak akan jalan. Karena itu, karyawan harus diperhatikan agar ada
rasa memiliki terhadap perusahaan.
i. Memilki etika moral.
Pengusaha sukses selalu memiliki moralitas dalam menjalankan bisnis.
Moralitas ini menjadi penting karena berfungsi sebagai pengendali diri
agar tidak terjebak pada praktek bisnis yang menghalalkan segala cara.
j. Mampu belajar dan mendengarkan.
Pengusaha harus terus belajar dan mendengarkan masukan dari orang lain,
tidak tergantung pada bakat alam, berbagai ajang diskusi seminar, sekolah,
konferensi menjadi tempat baginya untuk terus mengasah pengetahuan
dibidangnya.
k. Rencana bisnis.
Seseorang pengusaha selalu memiliki rencana bisnis yang akan
dikembangkan. Penyusun rencana bisnis ini penting sebagai arahan dalam
mencapai tujuan perusahaan
l. Hasil terbaik.
Pengusaha sukses ingin mencapai prestasi terbaik dan prestasi itu akan
menjadi kepuasan tersendiri yang sulit diganti oleh apapun.
(http://www.republika.co.id).
Memang banyak hal yang dituntut untuk menjadi pengusaha yang
untuk mengelola, menggerakkan, memimpin, mengendalikan, mengatur dan
mengusahakan organisasi supaya lebih baik sedemikian rupa sehingga
organisasi mampu mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah
ditetapkan dengan pengorbanan yang lebih kecil dengan hasil yang dicapai.
Mengelola itu sendiri berarti memimpin, mengendalikan, mengatur dan
mengusahakan supaya lebih baik, lebih maju, dan sebagainya serta bertangung
jawab penuh atas pekerjaan tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1995;470)
2. Jiwa Kewirausahaan
Dalam kehidupannya seseorang memiliki sebuah keinginan, yang
kemudian keinginan tersebut diikuti dengan tindakan. Munculnya tindakan
dalam memenuhi keinginan tersebut bisa berbeda-beda diantara individu yang
satu dengan yang lain. Perbedaan dari tindakan tersebut bisa dipengaruhi oleh
bentuk kepribadian yang dimiliki. Kepribadian seseorang itu sendiri tidak
lepas dari pengaruh kejiwaan, menurut Ahmadi (1975;7) jiwa adalah daya
hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur
bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behaviour) dari hewan
tingkat tinggi dari manusia.
Dalam dunia wirausaha keinginan atau tujuan tersebut akan tercapai
apabila seseorang memiliki kemampuan untuk melihat dan menilai
kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya
keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya
adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam
mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif yang oleh
Sungkono (2000;3) dikatakan sebagai azas hidup atau prinsip hidup.
Perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang adalah perbuatan sebagai
hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmaniah, rohaniah,
sosial, dan lingkungan. Proses belajar adalah proses untuk meningkatkan
pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat
berbuat yang lebih baik dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam
hidup. Jadi jiwa mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan,
dan kecakapan-kecakapan. Aristoteles sendiri juga mengemukakan bahwa
jiwa merupakan daya hidup dari pada makhluk yang hidup.
3. Kultur Lingkungan Kerja
Berdirinya sebuah unit usaha dibutuhkan sebuah lingkungan yang
digunakan sebagai lahan untuk menjalankan proses produksi. Keberadaan
suatu perusahaan harus didukung dengan situasi lingkungan yang kondusif.
Lingkungan yang mendukung akan membawa pengaruh positif dalam
melaksanakan proses produksi, baik dari lingkungan fisik atau lingkungan
psikisnya. Menurut Soemadji (1982;184) lingkungan kerja mencakup dua
unsur utama, yaitu unsur fisik dan psikis. Lingkungan kerja fisik adalah
lingkungan kerja berupa kebendaan, yang dapat mempengaruhi secara
kerja psikis bisa didefinisikan sebagai lingkungan disekitar lingkungan kerja,
yang lebih bersifat kejiwaan dan batin, yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Lingkungan kerja yang bersifat psikis tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
a. Hubungan pekerja dengan pemimpin
Dalam lingkungan kerja interaksi antara pekerja atau karyawan
dengan pemimpin perusahaan akan sering terjadi. Interaksi dalam bentuk
komunikasi akan menghasilkan sebuah hubungan yang baik jika
komunikasi diantara kedua belah pihak juga berjalan dengan baik.
Hubungan yang terjalin baik antara pekerja dengan pemimpin didalam
suatu perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Hubungan yang
baik tersebut mengindikasikan adanya saling pengertian dan saling
menghormati antara kedua belah pihak. Dengan demikian pekerja merasa
dihargai, diperhatikan oleh perusahaan sehingga pekerja lebih giat dalam
hal bekerja. Apabila hubungan antara bawahan dan atasan terjalin dengan
baik maka akan mempengaruhi produktivitas kerja (Robbins, 1993).
b. Hubungan dengan rekan kerja
Secara vertikal hubungan baik antara karyawan dengan karyawan
akan mendukung waktu selesainya suatu pekerjaan karena pekerjaan yang
ada akan terasa lebih ringan dan hubungan tersebut nantinya akan
mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas para pekerja. Dalam
hubungan yang baik pekerja akan merasa tenang dalam bekerja. Pada
akan muncul ide-ide atau gagasan yang lebih baik. Oleh sebab itu
diharapkan hasil kerja dari para pekerja dapat dijadikan peluang yang bagi
perkembangan perusahaan dimasa mendatang (Robbins, 1993).
c. Keamanan kerja
Keamanan sangat dibutuhkan agar para karyawan tidak merasa
was-was terhadap segala sesuatu yang dapat menghambat kinerja dalam
menyelesaikan pekerjaan. Keamanan kerja adalah kondisi dimana
seseorang merasa aman, tenang dan tanpa kuatir dalam menjalankan
pekerjaannya. Perbuatan yang sering tidak dilihat atau tidak disadari sukar
diungkapkan dan dibicarakan tetapi bisa dirasakan.
Dari beberapa uraian di atas masih ada definisi-efinisi lain mengenai
lingkungan kerja yaitu bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, kebisingan
dan lain sebagainya (Soemadji,1996:109). Menurut Michael Amstrong
(Wibowo,2004;34) kultur perusahaan merupakan pola sikap, keyakinan,
asumsi dan harapan yang dimiliki bersama, yang mungkin tidak dicatat, tetapi
membentuk cara bagaimana orang-orang bertindak dan berinteraksi dalam
organisasi dan mendukung bagaimana hal-hal tersebut dilakukan. Dalam
kamus manajemen pengertian dari lingkungan kerja bisa dikatakan sebagai
faktor fisik, psikologis, sosial, dan jaringan hubungan yang berlaku didalam
Kondisi dari kultur lingkungan kerja yang telah tercipta dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah Power Distance (jarak kekuasaan),
Individualism dan Collectivism, Masculinity dan Femininity serta Unsertainty
Advoidance (Hoffstede, 1980:35-93).
Jarak kekuasaan dalam lingkungan kerja terbagi menjadi dua bagian
yaitu jarak kekuasaan tinggi dan jarak kekuasaan rendah. Dalam jarak
kekuasaan yang tinggi ada kecenderungan mengembangkan aturan,
mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan
status atau kekuasaan. Dalam hal ini sebuah lingkungan kerja akan nampak
sebuah hirarki yang ketat dan kekuasaan cenderung terpusat. Hubungan antara
bawahan dan atasan sering mengedepankan emosional. Perbedaan gaji yang
cukup mencolok diantara atasan dan bawahan, serta dimilikinya pendidikan
yang rendah diantara para pekerja dan memiliki kedudukan lebih rendah dari
pada karyawan yang ada dikantor.
Lingkungan yang memiliki jarak kekuasaan rendah berusaha
meminimalkan perbedaan status dan kekuasaan, karena struktur organisasi
tidak terlalu ketat. Seperti yang diungkapkan oleh Hofstede (1980) bahwa
seorang manajer yang mempertahankan jarak kekuasaan akan menjadi pusat
dalam pengambilan keputusan, karena manajer dianggap lebih unggul dalam
hal kemampuan atau ilmu pengetahuan. Manajer yang tidak mempertahankan
jarak kekuasaan akan memiliki bentuk kerjasama yang lebih baik dengan
bawahannya karena atasan selalu memberikan kesempatan kepada bawahan
rendah menciptakan sebuah kesetaraan antara atasan dan bawahan sehingga
tercipta sebuah kondisi dimana bawahan dan atasan saling memberi
pertimbangan dalam kondisi yang sama. Ada kemungkinan sekarang menjadi
seorang bawahan besok bisa menjadi atasan tergantung kondisi dan situasi
dalam menyelesaikan pekerjaan.
Jarak Kekuasan menjelaskan derajat ketergantungan karyawan pada
atasannya. Sehingga semakin dekat jarak kekuasaan, maka hubungan antara
bawahan dengan atasannya semakin akrab, dan semakin rendah tingkat
ketergantungan bawahan pada atasan yang bersangkutan (Ndraha, 1999:243).
Individualism dan Collectivism dalam lingkungan kerja memiliki
pandangan bahwa orang tidak bisa hidup sendiri dalam hidup ini termasuk
dalam lingkungan kerjanya. Dalam individualisme hubungan antara atasan
dan bawahan didasarkan pada kontrak yang dapat memberikan keuntungan
bersama. Kondisi dari masyarakat yang individualistik mengharapkan
anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak
pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau
Kolektif menekankan atau mengutamakan kewajibannya pada
masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya. Bahkan diharapkan
untuk mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dalam
kolektivisme hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada
syarat-syarat moral seperti dalam lingkungan keluarga, manajemennya adalah
manajemen bersama dan masing-masing individu memiliki tugas
sendiri-sendiri. (Hoffstede, 1980:63-67)
Kondisi yang berbeda antara individualistik dan kolektif akan
memberikan perbedaan secara nyata dalam sikap, nilai-nilai, keyakinan dan
perilaku yang berkaitan dengan kerja dan perusahaan serta gaya
kepemimpinan ideal yang diharapkan.
Untuk mengukur sisi individualisme, digunakan instrumen yang terdiri
dari (Ndraha, 1999:245):
a) Personal Time, yaitu pekerjaan (job) yang memberikan waktu luang yang
cukup untuk diri sendiri dan keluarga.
b) Freedom, yaitu kebebasan untuk menggunakan cara pendekatan sendiri
terhadap pekerjaan.
c) Challenge, yaitu pekerjaan yang menantang, yang memberikan
kebanggaan dan kepuasan dalam melaksanakan (sense of
accomplishement).
Pengukuran instrumen dari sisi kolektivisme yaitu dengan:
a) Training, yaitu kesempatan untuk mengalami pelatihan guna
b) Physical Conditions, yaitu adanya lingkungan kerja yang baik (ventilasi,
cahaya, ruangan, warna, dsb).
c) Use of skill, yaitu penggunaan keterampilan sepenuhnya dalam melakukan
pekerjaan.
Faktor yang ketiga adalah Masculinity dan Femininity atau sifat
kelaki-lakian dan sifat kewanitaan. Ini merupakan gaya kepemimpinan
seorang atasan dimana seorang atasan yang memiliki sifat kelaki-lakian akan
bertindak secara tegas terhadap bawahannya, menekankan pada keadilan, dan
penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan kekerasan. Dimensi
maskulin menunjukan tingkatan atau sejauh mana suatu masyarakat
berpegang teguh pada peran gender atau nilai-nilai seksual yang tradisional
yang didasarkan pada perbedaan biologis dan menekankan pada nilai
asertivitas, prestasi, dan performansi.
Dalam gaya kepemimpinan yang kewanitaan, seorang atasan
menggunakan kemampuannya secara maksimal demi terciptanya kesepakatan
bersama, menekankan kesamaan, solidaritas dan kualitas serta menggunakan
musyawarah dalam menyelesaikan masalah pekerjaan sehingga tercipta
hubungan interpersonal yang baik, keharmonisan dan kinerja kelompok.
Perbedaaan dalam dimensi ini akan berpengaruh pada struktur
organisasi dan corak hubungan dalam suatu perusahaan. Biasanya dalam
masyarakat yang memiliki dimensi maskulin tinggi perbedaan antara pria dan
wanita menjadi menonjol, remaja pria mengharapkan karir pekerjaan yang
feminity menganggap bahwa kerja yang baik menuntut kemampuan untuk
lebih memperhatikan kesejahteraan orang lain dan kurang mengutamakan
kepentingan diri sendiri.
Untuk mengukur sisi maskulin digunakan instrumen dari Hofstede,
(Ndraha, 1999:246) yang terdiri dari :
a) Earning, yaitu pendapatan: kesempatan mendapat job yang menjanjikan
pendapatan yang tinggi
b) Recognition, yaitu pengakuan atau penghargaan masyarakat terhadapat
pekerjaan.
c) Advancement, yaitu kesempatan untuk maju dan mendapat kedudukan
tinggi.
Sedangkan instrumen untuk sisi feminim :
a) Manager, yaitu adanya hubungan baik atasan dan bawahannya.
b) Cooperation, yaitu kerjasama antar karyawan di dalam perusahaan yang
bersangkutan.
c) Living area, yaitu bertempat tinggal di pemukiman yang layak bagi
karyawan dan keluarganya.
d) Employment security, yaitu ketenangan bekerja selama karyawan suka,
tanpa dihantui oleh pemutusan hubungan kerja.
Faktor yang terakhir adalah Unsertainty Advoidance (menghindari
ketidakpastian). Dalam lingkungan kerja terdapat aturan-aturan formal dan
aturan non formal yang isinya mengatur hak dan kewajiban dari atasan serta
penyelesaian suatu pekerjaan (Hoffstede, 1980:121). Dimensi Uncertainty
Avoidance menunjukkan tingkatan atau sejauh mana masyarakat dalam
menghadapi situasi yang tidak pasti. Masyarakat yang memiliki Uncertainty
Avoidance tinggi merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha
menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Dalam Uncertainty
Avoidance yang tinggi cenderung memiliki kejadian turn over (keluar-masuk
karyawan) yang sedikit. Karyawan memiliki ambisi yang rendah sehingga
perilakunya kurang berani dalam mengambil resiko dan petualangan, serta
perilakunya lebih ritual.
Dalam kondisi Uncertainty Avoidance yang rendah toleransi terhadap
situasi yang samar-samar atau tidak pasti masih dirasa kurang. Dalam situasi
ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif
sendiri dalam menyelesaikan tugas. (Kisni dan Tri Salis Yuhardi, 2003:
277-283)
Menurut Ndraha (1999:247) ada beberapa instrumen yang digunakan
untuk mengukur penghindaran ketidakpastian dalam masyarakat:
a. Job stress, yaitu frekuensi meregang atau nervous di tempat kerja atau
sewaktu bekerja.
b. Rule orientation, yaitu persetujan terhadap ketentuan bahwa aturan wajib
ditaati.
c. Intent to stay with company for a long-term career, yaitu seberapa banyak
karyawan yang ingin bekerja untuk jangka waktu lama di perusahaan yang
4. Permodalan
Sebuah organisasi atau usaha tidak akan berjalan dengan normal tanpa
adanya suatu dana yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk permodalan.
Bagaimana suatu usaha dapat berjalan tanpa adanya bahan mentah atau bahan
baku yang akan diolah sebagai sumber pendapatan. Peyelesaian produk mulai
dari bahan baku sampai dengan barang jadi tidak terlepas dari peran karyawan
yang pada akhirnya setiap organisasi atau unit usaha harus memberikan gaji
ataupun upah kepada mereka.
Modal dapat diwujudkan dalam bentuk uang, barang ataupun
investasi, akan tetapi kebanyakan dari para pengusaha yang memiliki industri
kecil modal kebanyakan hanya berupa uang serta peralatan untuk membuat
produk tertentu. Dalam pengertian usaha, modal diartikan sebagai kekayaan
atau aktiva yang sebenarnya yang dimiliki usaha itu dalam artian uang, milik
yang berujud seperti pabrik dan perlengkapan atau milik yang tak berujud
seperti good will, merk dagang, paten dan milik lainya yang serupa
(Komaruddin, 1981:49).
Modal ialah kolektifitas dari barang-barang yang masih ada dalam
proses produksi, akan tetapi pengertian modal dalam masalah permodalan
ialah sebagai kolektifitas yang dinilai dengan uang dan yang merupakan daya
beli dari barang-barang modal itu yang disebut kekayaan (Soemita, 1974:11)
Menurut beberapa penulis Jerman seperti Prion, Rieger dan Walb
pengertian dari modal adalah daya beli yang ada dalam barang-barang modal,
(Komaruddin,1981:49) yang dimaksud dengan modal ialah yang ada di neraca
sebelah kredit, sedangkan yang ada di neraca sebelah debet disebut
barang-barang modal.
Sebelum suatu usaha berjalan maka penentuan besarnya modal serta
sumber modal menjadi pertimbangan yang amat penting. Hal ini menyangkut
kelangsungan hidup dari usaha tersebut untuk waktu yang akan datang. Ada
beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi para
pengusaha untuk menentukan besarnya modal serta sumber modal yang
dipilih.
a. Sifat kegiatan perusahaan itu sendiri.
b. Tingkat bunga yang berlaku.
c. Peraturan-peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pengendalian
kredit.
d. Tersediannya bahan-bahan dipasar.
e. Kebijaksanaan yang berlaku diperusahaan itu sendiri.
f. Faktor-faktor ekonomi.
g. Besarnya uang yang beredar.
Jumlah kekayaan yang sebelumnya dimiliki oleh para pengusaha dapat
dijadikan modal dengan menggunakan berbagai cara (Soemita, 1974:11).
a. Cara pertama adalah kekayaan itu oleh para penabung sendiri ditanam
dalam barang-barang modal. Dalam hal ini disebut pembentukan modal
intern, yang dalam tahun-tahun terakhir ini merupakan cara yang semakin
b. Cara kedua adalah dengan penyerahan yang lazim disebut dengan
pemberian kredit, yang dapat dilakukan dengan penyerahan langsung oleh
para penabung atau pembentuk kekayaan kepada perusahaan-perusahaan
dan penyerahan itu bisa melewati lembaga-lembaga kredit.
Bagi kebanyakan pengusaha masalah modal merupkan sumber
masalah yang utama dalam mendirikan usaha. Pencarian sumber-sumber
modal memang dibutuhkan sebuah spekulasi untuk memperoleh
pengembalian yang lebih besar sehingga didapatkan suatu keuntungan.
Beberapa sumber modal bagi usaha kecil dapat diketahui dari berbagai
alternatif, diantaranya adalah :
a. Tabungan pribadi
Tabungan merupakan sebuah nominal tertentu dimana modal tersebut
memang dikumpulkan oleh pengusaha itu sendiri.
b. Teman dan saudara
Teman atau saudara dapat menjadi salah satu sumber pinjaman bagi
pendanaan baru suatu usaha. Jenis pendanaan ini lebih didasarkan pada
hubungan pribadi daripada analisis keuangan. Untuk mengurangi
terjadinya masalah pengusaha bisa membuat kesepakatan tertentu secara
lebih mudah dalam merencanakan pembayaran.
c. Investor perorangan lain
Sejumlah orang besar orang secara pribadi berinvestasi dalam kegiatan
dengan pengalaman bisnis moderat sampai dengan yang signifikan, tapi
juga profesional dan kaya.
d. Bank
Instansi pemerintahan atau swasta yang bergerak dibidang keuangan
seperti Bank mampu menyediakan kredit bagi mereka para pengusaha
untuk menambah modalnya.
e. Program yang didukung Pemerintah
Beberapa program pemerintah memberikan pendanaan bagi bisnis
berskala kecil. Pemerintah Negara telah mengalokasikan sejumlah uang
untuk meningkatkan dan mendanai bisnis baru. Program pemerintah yang
mendukung dengan didirikan beberapa saran untuk membangun tempat
bisnis baru.
f. Sumber Pendanaan lain
1) Lembaga keuangan berdasarkan komunitas
Ada beberapa lembaga keuangan yang didirikan oleh kelompok atau
komunitas tertentu saja. Lembaga ini dapat memberikan pinjaman
kepada komunitas yang berpenghasilan rendah dan menerima dana
dari pemerintah. Hal ini tentunya sangat membantu jalanya dunia
bisnis khusunya bagi yang tidak mempunyai atau bahkan sedikit akses
untuk pendanaan pendirian perusahaan.
2) Perusahaan besar
Para pemilik perusahaan besar mau menginfestasikan uangnya sebagai
5. Pendidikan
Banyak orang yang meyakini bahwa untuk mendapatkan suatu
penghidupan yang layak maka orang harus memiliki pendidikan cukup.
Memang ada benarnya juga, karena pendidikan bisa membawa orang untuk
berfikir lebih baik lagi, dan mampu memberikan suatu dasar untuk bertindak
lebih logis dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tidak hanya
dibutuhkan bagi mereka yang duduk di instansi pemerintahan saja, akan tetapi
banyak bidang lain yang membutuhkannya salah satunya adalah dalam bidang
wirausaha.
Menurut Idris (1984:10), pendidikan adalah serangkaian kegiatan
komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik
secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka
memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam artian
supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi
manusia yang bertanggung jawab.
Menurut Daien (1974:21), pendidikan merupakan bantuan yang
diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun
rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Pendidikan menurut Yusuf
(1986:10) merupakan fasilitator dan dinamisator kehidupan tiap-tiap pribadi,
baik sebagai makluk individual, sosial maupun etnis dalam keluarga sekolah
atau masyarakat.
Berbeda dengan John Dewey (Idris,1984:9), ia memiliki cara pandang
kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan
sesama manusia. Sedangkan menurut Rousseau (Idris,1984:10), pendidikan
adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan
tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
Pendidikan adalah suatu proses yang berlanjut secara terus menerus.
Sebagai suatu proses, pendidikan itu berlangsung dalam bermacam-macam
situasi dan lingkungan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa lingkungan
pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi dua.
a. Lingkungan formal
1) Lingkungan sekolah
Fungsi dan peranan sekolah yang pertama-tama adalah
membantu keluarga dalam pendidikan anak-anaknya disekolah.
Sekolah, guru dan tenaga pendidik lainnya melalui wewenang hukum
yang dimilikinya berusaha melaksanakan tugas yaitu memberikan
pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap secara lengkap sesuai
dengan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak dari keluarga yang
berbeda. Ada beberapa jenjang pendidikan formal yang bisa diperoleh
seorang anak dalam usaha mengembangkan dirinya, diantaranya
adalah :
a) SD ( Sekolah Dasar)
b) SMP ( Sekolah Menengah Pertama)
c) SMA ( Sekolah Mengah Atas)
2) Lingkungan non formal
a) Dari beberapa lembaga pendidikan formal di atas adapula
pendidikan yang bersifat non formal, yaitu Balai Latihan Kerja,
Kursus, Les Privat
b) Lingkungan keluarga
Reymond. W. Murray mengemukakan bahwa keluarga berfungsi
sebagai kesatuan keturunan dan juga kebahagiaan masyarakat
dimana keluarga tersebut memiliki kewajiban untuk meletakan
dasar pendidikan, rasa keagamaan, kemauan, kecakapan
berekonomi dan pengetahuan penjagaan diri pada si anak.
c) Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat akan memberikan manfaat yang sangat
berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam proses dan pola
yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan
maupun performans dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun
dalam keluarga. Kekurangan yang ada dapat disi dan dilengkapi
oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi anak didik
secara utuh. Pendidikan dalam lingkungan mayarakat berfungsi
sebagai pelengkap, pengganti serta sebagai tambahan.
Tiap-tiap lingkungan tesebut memberikan pengaruh pada proses
pembentukan individu melalui pendidikan yang diterimanya, baik
langsung maupun tidak langsung. Pembentukan individu yang
dalam hubunganya dengan pemenuhan kebutuhan melalui
pembentukan usaha.
B. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitiannya Sari (2005) meneliti pengaruh harga diri terhadap
minat berwiraswasta; pengaruh pengetahuan kewiraswastaan terhadap minat
berwiraswastah; pengaruh kreativitas, harga diri dan pengetahuan kewiraswastaan
secara bersama-sama terhadap minat berwiraswasta.
Dengan menggunakan Regresi dengan tingkat signifikan 5 % disimpulkan
bahwa 1) ada pengaruh positif dan signifikan kreativitas terhadap minat
berwiraswasta; 2) ada pengaruh positif dan signifikan harga diri terhadap minat
berwiraswasta; 3) ada pengaruh positif dan signifikan kreatifitas harga diri dan
pengetahuan kewiraswastaan terhadap minat berwiraswasta (http:
//www.damandiri.or.id).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Kiswantoro(1998), tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan antara kemampuan bekerja sama dengan
orang lain dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui
hubungan antara keuletan seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil;
untuk mengetahui hubungan antara sikap mental kreatifitas seseorang dengan
tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui hubungan antara sikap
tertib hukum seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil.
Dari analisisnya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif
pengusaha kecil kulit di kabupaten Bantul; ada hubungan yang positif antara sikap
keuletan seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di
Kabupaten Bantul; ada hubungan yang positif antara sikap mental kreatif dengan
tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di Kabupaten Bantul; ada hubungan
yang postif antara sikap tertib hukum dengan tingkat keberhasilan pengusaha
kecil kulit di Kabupaten Bantul.
C. Hubungan diantara Variabel Penelitian
1. Pengaruh Permodalan dalam hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan
Efektivitas Mengelola Usaha
Jiwa kewirausahaan merupakan sebuah daya yang rohaniah dimana
daya tersebut merupakan prinsip hidup atau azas hidup dalam menjalankan
sebuah usaha. Seorang pengusaha yang memiliki daya hidup atau azas hidup
akan memiliki kemampuan yang lebih dalam menggerakan dirinya sendiri dan
orang lain untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Daya hidup yang dimiliki
oleh seseorang dapat berupa daya kreatifitas dan inovasi serta kiat dan siasat
yang diduga mampu mempengaruhi efektivitas dalam pengelolaan usaha.
Kemampuan yang berupa kreativitas dan inovasi mampu memberikan hasil
yang berbeda dan lebih unggul dalam hal menciptakan sebuah produk.
Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan lebih cenderung
memiliki komitmen yang tinggi, berorientasi hasil dan berwawasan ke depan.
Efektivitas dalam mengelola usaha yang didorong oleh jiwa kewirausahaan
berasal dari modal sendiri atau modal sendiri ditambah modal asing. Dengan
tersedianya modal yang bersumber dari modal sendiri ditambah modal asing
maka jumlah modal akan lebih besar sehingga diduga kuat derajat hubungan
antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin
tinggi. Meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha tersebut
masih kurang mendukung akan tetapi apabila jumlah modal yang dimiliki
besar diduga usaha yang dijalankan akan lebih efektif. Semakin besar modal
yang dimiliki (modal sendiri + modal asing) maka akan semakin tinggi derajat
hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha,
sebaliknya apabila modal hanya bersumber dari modal sendiri dengan jumlah
relatif sedikit derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektifitas
mengelola usaha juga akan semakin rendah.
2. Pengaruh Pendidikan dalam hubungan antara Jiwa kewirausahaan dengan
Efektivitas Mengelola Usaha
Seorang pengusaha yang memiliki daya hidup atau azas hidup mampu
menggerakkan dirinya sendiri dan orang lain untuk menciptakan sesuatu yang
berbeda. Daya hidup yang dimiliki berupa daya kreatif dan inovasi sehingga
dapat membentuk sikap, keyakinan dan keoptimasan yang diduga
memberikan pengaruh dalam efektivitas mengelola usaha. Adanya jiwa
kewirausahaan yang dapat mendorong efektivitas pengelolaan usaha diduga
kuat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengusaha.
Seorang pengusaha yang tingkat pendidikannya rendah (SD sampai dengan
tinggi (SMA sampai dengan Perguruan Tinggi), termasuk kemampuannya
didalam hal megelola usaha. Seorang pengusaha yang menempuh pendidikan
tinggi memiliki wawasan yang lebih luas serta banyak mendapatkan ilmu
pengetahuan dibangku sekolah. Dapat di duga bahwa dengan dimilikinya
tingkat pendidikan yang tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan
dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi. Semakin tinggi
tingkat pendidikan yang ditempuh maka akan semakin tinggi derajat
hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha,
sebaliknya apabila tingkat pendidikan yang ditempuh rendah maka derajat
hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha juga
akan semakin rendah. Pendidikan akan tetap memiliki peranan penting dalam
pengelolaan usaha meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki seorang
pengusaha kurang mendukung. Hal tersebut dikarenakan dengan menempuh
tingkat pendidikan yang tinggi ilmu pengetahuan akan semakin bertambah
dan cara berfikir seorang pengusaha tersebut akan lebih maju.
3. Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja terhadap Hubungan Antara Jiwa
Kewirausahaan dan Efektivitas Mengelola Usaha
Kemampuan menciptakan sesuatu yang berbeda serta adanya kiat dan
siasat dalam mengelola usaha yang dimiliki oleh seseorang berasal dari
jiwanya yang berupa jiwa berwirausaha. Untuk menerapkan didalam
menjalankan usaha seseorang dipengaruhi oleh jarak kekuasaan (power
distance) antar individu. Dengan jarak kekuasaan yang rendah maka seorang
ketat serta kekuasaan yang terpusat. Jarak kekusaan yang rendah
menempatkan pekerja dalam posisi yang setara dengan atasan dan merasa
lebih dekat sehingga mereka memiliki kebebasan untuk berkreasi menerapkan
ide-ide serta kreativitas mereka. Dengan begitu jiwa kewirausahaan diantara
para bawahan atau pekerja akan tumbuh dan berguna secara maksimal.
Rendahnya jarak kekuasaan tersebut diduga kuat mempertinggi derajat
hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.
Sebaliknya, dengan adanya jarak kekuasaan yang tinggi terdapat perbedaan
status atau kekuasaan serta akan menimbulkan kekuasaan yang terpusat
dengan hirarki yang ketat dalam sebuah lingkungan kerja, sehingga tingginya
jarak kekuasaan tersebut memberikan dugaan bahwa derajat hubungan antara
jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan lebih rendah.
Kondisi dari lingkungan kerja yang individualistik mengharapkan
anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak
pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau
perusahaan. Realisasi hak-hak tersebut bisa berupa kebebasan mereka dalam
berinovasi menciptakan produk-produk baru yang lebih kreatif. Lingkungan
kerja yang bersifat kolektif menekankan kewajibannya pada masyarakat atau
kelompok daripada hak-hak pribadinya, bahkan diharapkan untuk
mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dengan
adanya lingkungan kerja yang saling melengkapi antara individualistik dan
kolektif inilah terdapat dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa
Dalam sebuah lingkungan usaha pasti terdapat pihak yang dipercaya
sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam sebuah usaha memiliki
gaya kepemimpinan yang berbeda, ada yang memiliki sifat masculinity dan
ada yang bersifat femininity. Seorang pemimpin yang memiliki sifat
masculinity akan tegas dan keras terhadap bawahan, menekankan pada
keadilan, dan penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan ketegasan.
Pemimpin dengan gaya masculinity memiliki sifat menekankan kebersamaan
dan kesamaan sehingga cenderung lebih mudah dalam beradaptasi atau
menyesuaikan diri. Kedua gaya kepemimpinan tersebut diduga mampu
menciptakan efektivitas dalam mengelola usaha karena disini karyawan
diperlakukan sebagaimana mestinya sehingga mereka merasa diperhatikan
terutama dalam hal kesejahteraannya. Dengan begitu ada dugaan bahwa
derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola
usaha dipengaruhi oleh dimensi femininity dan masculinity.
Dalam lingkungan kerja yang memiliki kultur uncertainty avoidance
rendah jarang terjadi keluar masuk karyawan dan mempunyai aturan dalam
melaksanakan tugas. Kultur uncertainty avoidance yang rendah toleransi
terhadap situasi yang samar-samar