• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha - USD Repository"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN

DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

Studi Kasus : Sentra Industri Kerajinan Perak Kota Gede, Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Disusun oleh :

THOMAS DWI AKTO

NIM : 021334090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Segala kesedihan dan kebahagiaan yang mewarnai proses penulisan skripsi ini

kupersembahkan untuk:

Bapa di Surga dan Bunda Maria, tidak ada kata selain syukur.

Bapak dan Ibu yang telah memberikan segalanya untuk keberhasilanku.

Kakak dan adiku yang selalu mendukungku.

MOTTO

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan

dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran.

(James Thurber)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan dengan sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Februari 2008

(6)
(7)

ABSTRAK

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

Studi Kasus : Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta

Thomas Dwi Akto Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (2) Pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (3) Pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

Studi kasus dari penelitian ini adalah Sentra Industri Perak Kota Gede pada tanggal 6 Februari 2007 sampai dengan 6 Mei 2007. Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh pengusaha perak di Sentra Industri Perak Kota Gede. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi yang dikembangkan oleh Chow.

(8)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CAPITAL, EDUCATION, AND

CULTURAL WORKING ATMOSPHERE TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP SPIRIT AND

THE EFFECTIVENESS OF BUSINESS MANAGEMENT

A Case Study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center Yogyakarta

Thomas Dwi Akto Sanata Dharma University

Yogyakarta

This study aims to know: (1) the influence of capital towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (2) the influence of education towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (3) the influence of cultural working atmosphere towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management.

This is a case study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center on February 6 to May 6, 2007. The research’s population were all silver industrialists in Kota Gede. The data were collected through questionnaire. The data analysis was the regression analysis developed by Chow.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kasih, karunia dan rahmat yang berlimpah dari Tuhan Yesus

Kristus dan Bunda Maria sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Permodalan, Pendidikan dan Kultur Lingkungan Kerja terhadap hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha”. Studi Kasus Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, semangat,

dan doa dari berbagai pihak yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian

skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa

syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas limpahan rahmat dan karuniaNya.

2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Kepala Jurusan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si selaku Kepala Program Studi Pendidikan

Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan

(10)

5. Bapak Drs. FX. Muhadi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar

dan meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, serta pengarahan

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.

6. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah

sabar dalam memberikan pengarahan, bimbingan, serta saran kepada penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak E. Catur Rismiyati, S.Pd., M.A selaku dosen tamu yang telah memberikan

saran dan pengarahan dalam skripsi ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya dengan sepenuh

hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang.

9. Mbak Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu penulis selama

menjalankan studi di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.

10. Para responden yang ada di Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta yang

telah memberikan dukungannya dalam mengisi kuesioner.

11. Bapak AF. Sunarto dan Ibu CH. Sri Sulastri, terimakasih untuk semua dukungan,

doa, dan cinta yang besar untukku.

12. Mas Arip kakakku dan Lia adikku yang memberikan banyak keceriaan dan canda

tawanya sehingga penulis memperoleh semangat baru dalam menyelesaikan

skripsi ini.

13. Keluarga Kota Gede Om Tadi (Almarhum), Bulek Ganuk serta putra tercinta Akta

(11)

serta tempat untuk bersinggah selama kuliah dan selama penulis menyelesaikan

skripsi ini.

14. Kelurga besar Kota Gede Mbak Ana, Mas Agus (pejantan tambun), Mas Ithul,

Mas Pamungkas, Didin (kriting), Vita, Angkringan Kang Paimo (aku ga akan

utang susu jahe lagi), Dawud (anakmu piro....), Mbak Salon (makasih

senyumnya), Ibuknya Tiyo ( makasih rokoknya), Ibu Iin, makasih atas dukungan

dan doanya

15. Anak-anak Distro Studio, anak-anak Ryfan Studio, Band-band Indie Wates

Hypocrite, The Mad, Riot and Funny, Pinkipat, dan band wates lainnya (tunjukan

pada mereka……..), serta teman-teman ngeBand Mas Danang (mbritis kang...),

Abex, Pompi, Papang, Rama, Prisma, P Not, Yoyok, Wawan bakpo, Dedi, Mas

Adam, (mari ekspresikan diri...).

16. Rekan-rekan Mudika yang keren abis Mas kenthus, Mas didik, Mas TJ, Mas

Wahyu, Mbak Yani, Prima, Dimas, Westri, Berta, Mbak Ndari, makasih untuk

canda tawanya dan doanya.

17. Rekan-rekan Karang Taruna, Itong, Cowonx, Iwan, Kithul, Monde, Septi, pipit,

Endah, Mas gendut, Mas C’nel, Lfi, Arep, Hijau Production, mari berjuang dan

makasih untuk dukungannya.

18. Komunitas Orkes Mbok Iyah Mas Koben, Mas Olan, Mas Tito, gandung, Mas

Pipit, Pendy, Cary (nguri-uri kabudayan yo lek...),

19. Anak-anak dari komunitas Skaters di wates (meluncur tanpa henti coy...).

20. Teman-temanku di PAK C’02 yang telah memberikan semangat hidup, Mas Toro

(12)

(anakmu piro?), Satya, Valent, Dewi K, Risa, Esti, Dika, Tiara, TM Brenda, Bang

Andre, Ucie and Adi, Lia, Dewi cilik, Sari, Sigit. Terima kasih atas bantuan,

kebersamaan dan kenangan-kenangan indahnya.

21. Teman-teman SMA ku yang santai abis Yudi, Agus, Edi, Izur, (kapan ada waktu

untuk kumpul lagi...), Heri Inpres + cewek imutnya ( thank’s Laptopnya he2....).

22. Teman-temanku yang telah nungguin aku ujian: Agil, Putri, Adi, Mas Banu, Sari

PDU, Mbak Putri’02 thanks yak udah nungguin dengan sabar.

23. Temanku Rama dan Adi yang sudah menemaniku melewati malam setelah

pendadaran usai di rumah Dagen dengan GUINNES dan HEINEKEN nya jadikan

hidup lebih hidup.

24. Motor BMW kesayanganku ( terima kasih nganter main kesana sisni dan ikutan

ngurus penelitianku )

25. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Besar membalas

semua kebaikan saudara-saudara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, dan penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak yang membutuhkan.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah...7

C. Rumusan Masalah...7

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

A. Tinjauan Teoretik...10

1. Efektivitas Mengelola Usaha... 10

2. Jiwa Berwirausaha... 14

3. Kultur Lingkungan Kerja...16

4. Permodalan... 24

5. Pendidikan...29

B. Penelitian Terdahulu... 32

C. Hubungan Diantara Variabel Penelitian... 33

D. Kerangka Berfikir/Rasionalitas Penelitian...39

(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42

A. Jenis Penelitian...42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 43

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...43

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Pengukuran ... 44

1. Variabel Penelitian...44

2. Definisi Operasional... 46

3. Pengukuran Variabel...47

E. Teknik Pengumpulan Data...47

F. Indikator Variabel... 48

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 50

H. Uji Prasyarat Analisis Korelasi...55

I. Analisis Data...56

1. Analisis Deskriptif... 56

2. Pengujian Hipotesis Penelitian... 56

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...64

A. Analisis Deskriptif... 64

B. Analisis Data...79

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 91

BAB V PENUTUP...104

A. Kesimpulan...104

B. Keterbatasan Penelitian...107

C. Saran...108

DAFTAR PUSTAKA...109

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel.3.1 Tabel Skala Sikap...47

Tabel.3.2 Efektivitas Mengelola Usaha... 48

Tabel 3.3 Jiwa Kewirausahaan...49

Tabel 3.4 Kultur Lingkungan Kerja... 49

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Efektivits Mengelola Usaha... 51

Tabel.3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Jiwa Kewirausahaan... 52

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja... 53

Tabel 3.8 Interprestasi Koefisien Koerelasi Nilai r...54

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian... 54

Tabel.4.1 Umur Perusahaan... 64

Tabel.4.2 Umur Pengusaha... 65

Tabel 4.3 Kekayaan Pengusaha...65

Tabel 4.4 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari modal sendiri... 67

Tabel 4.5 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari modal sendiri...68

Tabel 4.6 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari modal sendiri dan modal asing... 69

Tabel 4.7 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari modal sendiri dan modal asing... 70

Tabel 4.8 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari pendidikan rendah. 71 Tabel 4.9 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari pendidikan rendah... 72

(16)

Tabel.4.11 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari pendidikan tinggi...74

Tabel 4.12 Power Distance... 75

Tabel 4.13 Collectivsm and Individualism...76

Tabel 4.14 Femininity vs Masculinity... 77

Tabel 4.15 Uncertainty Avoidance...78

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian... 112

Lampiran 2 Data Induk Penelitian...121

Lampiran 3 Uji Validitas dan Rabilitas... 127

Lampiran 4 Uji Normalitas...133

Lampiran 5 Distribusi Frekuensi... 134

Lampiran 6 Regresi... 152

Lampiran 7 Tabel r... 164

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini kondisi negara kita di berbagai bidang tidak menunjukkan

perubahan berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur, hukum semakin

tidak jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak ada

perubahan ke arah yang lebih baik. PHK tetap berlangsung karena banyak

wirausahawan tidak lagi berminat memulai atau mengembangkan usahanya dan

para investor asing sudah banyak yang memutuskan untuk memindahkan

usahanya ke negara lain yang lebih menjanjikan. Peningkatan pengangguran yang

ada menyebabkan semakin menurunnya taraf ekonomi bagi golongan keluarga

menengah ke bawah yang tinggal di indonesia. Semakin sempitnya lapangan kerja

dan tingginya tingkat persaingan tanpa ada jalan keluar akan membawa bangsa ini

ke dalam kemiskinan yang berkepanjangan.

Di sisi lain, jumlah populasi dengan usia produktif tidak bisa begitu saja

menganggur. Hidup tetap harus berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk

menutupi biaya hidup yang semakin mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan

diskusikan dalam berbagai pertemuan baik formal maupun informal. Sebagian

ide tersebut memang hanya merupakan “mimpi yang indah” tetapi sebagian lagi

ditanggapi dengan antusiasme yang tinggi. Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat

kita justru merasa terpacu ketika dihadapkan pada suatu krisis yang

(19)

Stacey (1997) dalam tulisannya berjudul "Excitement and Tension at the Edge

of Chaos" yang mengatakan bahwa kreativitas cenderung meningkat pada saat

situasi semakin parah, atau sering disebut dengan istilah populernya "kreatif

karena kepepet". Jika asumsi Stacey ini benar, sangat mungkin “mimpi-mimpi

indah” itu sudah ada di benak banyak sekali penduduk Indonesia yang secara

kreatif dan positif menginginkan perubahan.

(http.www.e-psikologi.com/wirausaha/010802.htm)

Semakin tingginya kebutuhan hidup sekarang ini menyebabkan suatu

perubahan yang mencolok dalam kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat

tinggalnya. Hal ini disebabkan karena manusia mencoba untuk memenuhi segala

kebutuhan yang diperlukan dengan berbagai bentuk tingkah laku. Misalnya saja

dengan membentuk suatu usaha tertentu atau bekerja di instansi tertentu.

Keadaan yang tidak seimbang diantara jumlah penduduk dengan

kemampuan negara menciptakan lapangan kerja untuk penduduk mereka, dan

terdapatnya pertumbuhan penduduk yang pesat dari masa ke masa menyebabkan

implikasi yang buruk untuk perkembangan ekonomi suatu negara. Menurut Bank

Dunia (2000), jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

besar sekitar 210 juta jiwa pada akhir tahun 2000, yang menyebabkan indonesia

menghadapi masalah tekanan penduduk yang besar sekali terutama di pulau Jawa

(Todaro, 2003;49). Oleh karena itu sekarang banyak bermunculan suatu lahan

atau lapangan pekerjaan yang bersifat lembaga formal maupun non formal

(swasta). Bagi mereka para pengusaha swasta yang telah mampu menciptakan

(20)

dari lapangan pekerjaan yang diciptakan mampu mengurangi tingkat

pengangguran dan mampu menambah taraf ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.

Banyak sebagian dari masyarakat kita yang sudah mencoba masuk dalam

dunia usaha dan mencoba menggeluti dunia kerajinan sebagai tulang punggung

perekonomian keluarga. Beberapa sentra-sentra industri yang ada di daerah

yogyakarta misalnya sentra industri perak di daerah manding, sentra industri

keramik di kasongan, sentra industri perak di kota gede dan lain sebagainya. Dari

masing-masing daerah tersebut menawarkan beberapa produk hasil kerajinan

tangan yang siap bersaing dipasaran lokal maupun luar negeri. Sentra industri

perak kota gede misalnya, dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat sekitar

mereka mencoba menerapkan ide serta kreatifitasnya lewat produk berupa perak

yang siap dipasarkan. Jika kita menyusuri sepanjang jalan Mondorakan Kota

Gede, kita akan banyak menjumpai beberapa toko yang menjual kerajinan perak.

Banyak wisatawan lokal ataupun domestik yang sengaja berkunjung untuk

memburu hasil kerajinan ini. Hasil kerja keras mereka berupa kerajinan perak

patut dibanggakan, karena membawa nama Yogyakarta khususnya Kota Gede

hingga ke beberapa penjuru.

Namun belakangan ini sentra industri perak di Kota Gede mengalami

penurunan jumlah produksi. Kondisi ini jelas terlihat dari berkurangnya jumlah

toko yang menjual perak tersebut. Para penjual perak tidak seramai dulu, mulai

dari pengusaha kecil sampai pengusaha besar semua membuka toko untuk

memamerkan hasil kerajianan mereka. Sekarang ini hanya tinggal para pengusaha

(21)

menggeluti usaha ini. Semakin merosotnya jumlah pedagang yang ada membuat

para wisatan atau pengunjung enggan datang ke Kota Gede, mereka mungkin

lebih tertarik mendatangi sentra industri di tempat lain yang ramai pengunjung

dan menawarkan banyak produk. Modal menjadi salah satu kendala dalam

mengembangkan usaha perak ini.

Setiap perusahaan yang sudah mulai beroperasi akan selalu mengadakan

pengeluaran uang atau dana untuk membiayai operasi perusahaan seperti untuk

membeli bahan mentah, membayar gaji, membayar hutang dan lain sebagainya.

Pengeluaran itu disebut ”revenue exspenditure” yaitu pengeluaran uang yang

dimaksudkan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu sebuah pengusaha

harus memiliki sejumlah modal dalam bentuk uang untuk menjalankan usahanya

secara efektif.

Modal sebenarnya bisa didapatkan dari tabungan sendiri atau berasal dari

tabungan keluarga dan teman, bila dirasa kurang mencukupi wirausaha akan

mencari lebih banyak saluran resmi pendanaan lain, seperti Bank atau investor.

Kebanyakan sumber pendanaan untuk pengusaha adalah investor perorangan,

penyalur, pemberi pinjaman, Bank komersial, program yang didukung

pemerintah, atau lembaga keuangan masyarakat.

Banyak sedikitnya produk serta keanekaragaman hasil kerajinan

dipengaruhi oleh kreatifitas para pengrajinnya. Merekalah yang sebenarnya

mampu mendongkrak pasar lewat karya-karyanya. Sebagian besar para pengrajin

didareah Kota Gede masih memiliki latar pendidikan yang rendah. Jenjang

(22)

belakang pendidikan yang rendah cenderung membawa mereka pada pola berfikir

yang kurang maju, sehingga dalam menggeluti kerajinan perak menemui banyak

kendala misalnya kurang peka terhadap kondisi pasar yang ada.

Kehidupan manusia itu berkembang dan ingin selalu berkembang. Selagi

kebutuhan selalu ada dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan selalu datang

maka manusia bereaksi dengan lingkungannya. Individu dengan pendidikan yang

terbatas, seperti tidak tamat Sekolah Dasar atau tidak pernah sekolah akan

mempunyai kemampuan yang kurang dalam menguasai lingkungannya, sehingga

mereka kurang mampu berfikir kritis, tidak jauh tujuan kedepan, kurang mampu

merencanakan kehidupan yang layak dan memiliki daya abstraksi yang terbatas.

Seseorang yang berpendidikan rendah juga cenderung memiliki sikap mental

yang terikat oleh sifat kesederhanaan, sehingga dalam menghadapi kehidupannya

mereka kurang cakap dalam masalah pemenuhan akan kebutuhan. Perpindahan

dari satu lingkungan kehidupan sosial tertentu kepada kehidupan sosial yang lain

membutuhkan suatu kemampuan dan keinginan sebagai alat untuk terlepas dari

keterbelakangan.

Adanya jalur pendidikan yang ada maka perkembangan potensi dalam

masyarakat akan terwujud sesuai dengan keberadaanya masing-masing. Melalui

pendidikan kita meningkatkan pengetahuan, keterampilan nilai dan sikap tiap-tiap

individu. Pendidikan merupakan suatu bentuk bantuan dimana dalam proses

pemberian bantuan tersebut kadar dan jenis bantuannya disesuaikan dengan

kemampuan, tujuan dan tuntutan lingkungan. Bantuan tersebut pada prinsipnya

(23)

meningkatkan taraf kehidupan. Makin baik pendidikannya maka manusia makin

mampu menghadapi kehidupan dalam masyarakat karena dapat memenuhi

kebutuhan konsumsi diri sendiri secara nyata sehingga mampu menciptakan

produksi secara menyeluruh.

Para pengusaha yang berhasil pasti memiliki pola-pola tingkah laku yang

menunjukan adanya jiwa kewirausahaan. Menurut Dusselman (1998) pola-pola

tingkah laku tersebut adalah pola tingkah laku keinovasian, kepemimpinan,

kemampuan manajerial dan keberanian menghadapi resiko. Jiwa kewirausahaan

ada pada setiap orang yang memiliki perilaku inovatif dan kreatif dan pada setiap

orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan

(Suryana, 2001:7). Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan dalam

berwirausaha diperlukan kemampuan dalam membuat sesuatu yang inovatif dan

kreatif serta keberanian menghadapi resiko.

Perkembangan sebuah usaha tidak terlepas dari kinerja karyawan atau

orang-orang yang ada didalam perusahaan tersebut. Kinerja sangat dipengaruhi

oleh semangat, ketenagan, kesegaran dan faktor-faktor lain yang ada dalam

lingkungan perusahaan. Semua karyawan memiliki kebutuhan untuk

mengungkapkan diri, ingin diterima sebagai bagian dari "anggota

keluarga/perusahaan", ingin dipercaya dan didengar kata-katanya, dihargai oleh

manajemen dan bangga terhadap apa yang dikerjakannya.

Ketika karyawan berada dalam lingkungan yang ramah dan orang-orang

disekitarnya dapat menimbulkan kesenangan maka karyawan tersebut akan

(24)

nantinya membuat karyawan merasa betah bekerja dan akan merasa nyaman

karena lingkungan tempat kerjanya sangat mendukung bagi dirinya.

Para pengusaha di daerah Kota Gede harus belajar bagaimana membentuk

"budaya perusahaan" dan lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini hanya dapat

dicapai melalui praktek kepemimpinan dan manajemen perusahaan yang baik,

pendekatan kemanusiaan, keadilan bagi semua, struktur karir yang jelas, program

pelatihan dan pengembangan yang terpadu, dukungan peralatan kerja yang

memadai, penilaian kinerja yang obyektif, program "reward" yang tepat, gaji dan

tunjangan yang memadai serta kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh

perusahaan.(http.www.e-psikologi.com/wirausaha/010802.htm)

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karyawan perlu

mengetahui bahwa pihak manajemen mengakui kehadiran mereka, sadar akan arti

penting karyawan bagi perusahaan, para manager mampu mengingat nama-nama

bawahannya dan tidak segan menyapa mereka. Para manager dapat memperoleh

loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya

sebagai "mitra kerja", menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan

saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman.

Penciptaan suatu lapangan pekerjaan yang bersifat non formal (swasta)

membutuhkan seseorang yang benar-benar mampu melihat suatu bentuk peluang

usaha dan cara pengelolaanya. Sebagian besar para pengusaha perak di kota gede

kurang memperhatikan hah-hal yang mungkin dapat mempengaruhi efektivitas

mengelola usahanya. Adanya penurunan jumlah pengusaha dan semakin

(25)

pengusaha dalam mengelola usaha. Beberapa hal yang mempengaruhi efektivitas

mengelola usaha diantaranya adalah penggunaan peralatan yang ada,

keterampilan, kemampuan melihat peluang usaha serta kemampuan dalam

menjaga kualitas produk, dll. Namun mengingat beberapa hal diatas, fakor yang

sangat berpengaruh terhadap efektivitas mengelola usaha adalah permodalan,

pendidikan, kultur lingkungan kerja serta jiwa kewirausahaan. Hal ini

dikarenakan beberapa faktor tersebut memberikan dampak yang begitu besar

terhadap kualitas pengeloaan usaha serta mampu memberikan pengaruh terhadap

jalanya sebuah usaha. Beberapa faktor inilah yang dirasa sebagai faktor utama

jalanya sebuah usaha yang kemudian disebut sebagai variabel.

Dengan melihat beberapa hal tersebut penulis mengambil judul penelitian

tentang “Pengaruh Permodalan, Pendidikan dan Kultur Lingkungan Kerja terhadap hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha “

B. Identifikasi Masalah

Keefektivan mengelola usaha diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam yang

mempengaruhi jalannya usaha. Faktor ini meliputi: sumber daya manusia,

tanggung jawab sosial, pengalaman usaha, sumber daya keuangan/permodalan,

jiwa kewirausahaan, kultur lingkungan kerja dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu

faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi jalannya usaha. Faktor ini

(26)

pihak luar, pesaing, pendidikan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis

memfokuskan pada faktor permodalan, pendidikan, kultur lingkungan kerja, jiwa

kewirausahaan serta efektivitas mengelola usaha karena terbatasnya waktu, biaya

dan tenaga.

C. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaruh

pendidikan yang diperoleh, tersedianya modal untuk usaha serta kultur

lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektifitas

mengelola usaha.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan beberapa masalah

diantaranya :

1. Apakah ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa

kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?

2. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa

kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?

3. Apakah ada pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa

kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa

(27)

2. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa

kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha

3. Untuk mengetahui pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan

antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana bagi mahasiswa

khususnya tentang permodalan, pendidikan, jiwa kewirausahaan, kultur

lingkungan kerja dalam hubunganya dengan efektivitas mengelola usaha

2. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperdalam pengetahuan dan

meningkatkan pemahaman yang sebelumnya diperoleh melalui bangku kuliah

3. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan masukan pada

masyarakat yang memiliki usaha atau akan merintis usaha baru.

4. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam hal

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik

1. Efektivitas Mengelola Usaha

Bagi sebuah organisasi, efektivitas merupakan salah satu konsep yang

memiliki arti sangat penting. Akan tetapi efektivitas itu sendiri sangat sulit

untuk didefinisikan secara pasti, karena banyaknya aspek yang terkait didalam

pengertian efektivitas. Ahli ekonomi akan mengartikan efektivitas sebagai

kemampuan organisasi menghasilkan laba sebesar-besarnya, sedangkan ahli

politik cenderung mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi memperoleh

posisi yang lebih kuat diantara organisasi-organisasi lain. Berbeda lagi dari

definisi seorang karyawan, yang mengartikan efektivitas sebagai kemampuan

organisasi memberikan tingkat kesejahteraan setinggi-tingginya kepada para

anggota atau karyawan (Muhyadi, 89:277).

Efektivitas memiliki pengertian, yaitu kemampuan sebuah perusahaan

atau organisasi. Dalam pengertian yang lazim efektivitas berkenaan dengan

keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tingkat produktifitas yang

tinggi. Hal senada diungkapkan juga oleh Etzioni (Muhyadi,89:277) bahwa

efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mencapai sumber dan

memanfaatkannya secara efisien dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut

Etzioni (Muhyadi, 89:278) pengertian efektivitas menghasilkan berbagai

(29)

a. Perspektif Individu

Efektivitas merupakan kemampuan individu melakukan tugasnya secara

efektif yang ditentukan oleh beberapa faktor, seperti keterampilan,

pengetahuan, kecakapan, sikap dan motivasi.

b. Perspektif Kelompok

Efektivitas dari organisasi merupakan gabungan dari individu efektif, yang

secara umum efektivitas kelompok ditentukan oleh kekompakan anggota,

kepemimpinan struktur kelompok dan peran masing-masing anggota.

c. Perspektif Organisasi

Organisasi terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok yang

terbentuk dari efektivitas individu dan kelompok yang hasilnya ditentukan

oleh lingkungan, teknologi, strategi, proses dan iklim kerjasama.

Menurut Siti Adipringandari ada beberapa dasar yang mutlak harus

dimiliki oleh seorang pengusaha, agar dalam pengelolaan sebuah kegiatan

usaha dapat berjalan dengan lancar :

a. Memiliki semangat kerja yang tinggi.

Mencintai apa yang dikerjakannya sehingga membuat terus berkarya

menghasilkan prestasi-prestasi baru tiada henti. Ketika menghadapi

halangan atau kegagalan, tidak putus asa dan justru belajar dari kegagalan

b. Seorang pengusaha harus memiliki impian.

Impian merupakan wujud dari visi dan misi seseorang dalam berkarya.

Dengan mimpi pikiran akan terfokus dan memudahkan mencapai apa yang

(30)

c. Tegas dalam mengambil keputusan.

Menunda pekerjaan merupakan kerugian bagi pengusaha. Kecepatan

dalam mengambil keputusan yang tepat merupakan kunci keberhasilan

dan keputusan harus diterapkan secara konsisten agar hasil yang

diharapkan bisa segera terwujud.

d. Dedikasikan seluruh tenaga, waktu dan pikiran untuk pekerjaan. Kadang

kala seseorang harus bekerja sedikitnya 13 jam sehari dan tujuh hari

seminggu agar impian terwujud.

e. Rinci dalam pengelolaan usaha.

Pengusaha harus bisa memperhatikan hal yang detail dari proses produksi

usahanya dan tidak bersikap masa bodoh. Dengan demikian ia mengetahui

kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya. Ia juga tidak mau

dibohongi bawahannya.

f. Tidak menggantungkan hidup pada nasib.

Yang menentukan apa yang ingin anda kerjakan dan hidup anda

ditentukan oleh kemampuan merealisasikan diri dendiri adalah anda

sendiri.

g. Dana.

Menjadi kaya bukan tujuan utama seorang wirausahawan, uang hanya

untuk ukuran keberhasilan. Bila sukses uang akan datang dengan

(31)

h. Bagi-bagi.

Kepemilikan usaha dibagikan kepada karyawan karena tanpa mereka

bisnis tidak akan jalan. Karena itu, karyawan harus diperhatikan agar ada

rasa memiliki terhadap perusahaan.

i. Memilki etika moral.

Pengusaha sukses selalu memiliki moralitas dalam menjalankan bisnis.

Moralitas ini menjadi penting karena berfungsi sebagai pengendali diri

agar tidak terjebak pada praktek bisnis yang menghalalkan segala cara.

j. Mampu belajar dan mendengarkan.

Pengusaha harus terus belajar dan mendengarkan masukan dari orang lain,

tidak tergantung pada bakat alam, berbagai ajang diskusi seminar, sekolah,

konferensi menjadi tempat baginya untuk terus mengasah pengetahuan

dibidangnya.

k. Rencana bisnis.

Seseorang pengusaha selalu memiliki rencana bisnis yang akan

dikembangkan. Penyusun rencana bisnis ini penting sebagai arahan dalam

mencapai tujuan perusahaan

l. Hasil terbaik.

Pengusaha sukses ingin mencapai prestasi terbaik dan prestasi itu akan

menjadi kepuasan tersendiri yang sulit diganti oleh apapun.

(http://www.republika.co.id).

Memang banyak hal yang dituntut untuk menjadi pengusaha yang

(32)

untuk mengelola, menggerakkan, memimpin, mengendalikan, mengatur dan

mengusahakan organisasi supaya lebih baik sedemikian rupa sehingga

organisasi mampu mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah

ditetapkan dengan pengorbanan yang lebih kecil dengan hasil yang dicapai.

Mengelola itu sendiri berarti memimpin, mengendalikan, mengatur dan

mengusahakan supaya lebih baik, lebih maju, dan sebagainya serta bertangung

jawab penuh atas pekerjaan tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

1995;470)

2. Jiwa Kewirausahaan

Dalam kehidupannya seseorang memiliki sebuah keinginan, yang

kemudian keinginan tersebut diikuti dengan tindakan. Munculnya tindakan

dalam memenuhi keinginan tersebut bisa berbeda-beda diantara individu yang

satu dengan yang lain. Perbedaan dari tindakan tersebut bisa dipengaruhi oleh

bentuk kepribadian yang dimiliki. Kepribadian seseorang itu sendiri tidak

lepas dari pengaruh kejiwaan, menurut Ahmadi (1975;7) jiwa adalah daya

hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur

bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behaviour) dari hewan

tingkat tinggi dari manusia.

Dalam dunia wirausaha keinginan atau tujuan tersebut akan tercapai

apabila seseorang memiliki kemampuan untuk melihat dan menilai

kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya

(33)

keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya

adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam

mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif yang oleh

Sungkono (2000;3) dikatakan sebagai azas hidup atau prinsip hidup.

Perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang adalah perbuatan sebagai

hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmaniah, rohaniah,

sosial, dan lingkungan. Proses belajar adalah proses untuk meningkatkan

pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat

berbuat yang lebih baik dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam

hidup. Jadi jiwa mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan,

dan kecakapan-kecakapan. Aristoteles sendiri juga mengemukakan bahwa

jiwa merupakan daya hidup dari pada makhluk yang hidup.

3. Kultur Lingkungan Kerja

Berdirinya sebuah unit usaha dibutuhkan sebuah lingkungan yang

digunakan sebagai lahan untuk menjalankan proses produksi. Keberadaan

suatu perusahaan harus didukung dengan situasi lingkungan yang kondusif.

Lingkungan yang mendukung akan membawa pengaruh positif dalam

melaksanakan proses produksi, baik dari lingkungan fisik atau lingkungan

psikisnya. Menurut Soemadji (1982;184) lingkungan kerja mencakup dua

unsur utama, yaitu unsur fisik dan psikis. Lingkungan kerja fisik adalah

lingkungan kerja berupa kebendaan, yang dapat mempengaruhi secara

(34)

kerja psikis bisa didefinisikan sebagai lingkungan disekitar lingkungan kerja,

yang lebih bersifat kejiwaan dan batin, yang mempengaruhi kinerja seseorang.

Lingkungan kerja yang bersifat psikis tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor.

a. Hubungan pekerja dengan pemimpin

Dalam lingkungan kerja interaksi antara pekerja atau karyawan

dengan pemimpin perusahaan akan sering terjadi. Interaksi dalam bentuk

komunikasi akan menghasilkan sebuah hubungan yang baik jika

komunikasi diantara kedua belah pihak juga berjalan dengan baik.

Hubungan yang terjalin baik antara pekerja dengan pemimpin didalam

suatu perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Hubungan yang

baik tersebut mengindikasikan adanya saling pengertian dan saling

menghormati antara kedua belah pihak. Dengan demikian pekerja merasa

dihargai, diperhatikan oleh perusahaan sehingga pekerja lebih giat dalam

hal bekerja. Apabila hubungan antara bawahan dan atasan terjalin dengan

baik maka akan mempengaruhi produktivitas kerja (Robbins, 1993).

b. Hubungan dengan rekan kerja

Secara vertikal hubungan baik antara karyawan dengan karyawan

akan mendukung waktu selesainya suatu pekerjaan karena pekerjaan yang

ada akan terasa lebih ringan dan hubungan tersebut nantinya akan

mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas para pekerja. Dalam

hubungan yang baik pekerja akan merasa tenang dalam bekerja. Pada

(35)

akan muncul ide-ide atau gagasan yang lebih baik. Oleh sebab itu

diharapkan hasil kerja dari para pekerja dapat dijadikan peluang yang bagi

perkembangan perusahaan dimasa mendatang (Robbins, 1993).

c. Keamanan kerja

Keamanan sangat dibutuhkan agar para karyawan tidak merasa

was-was terhadap segala sesuatu yang dapat menghambat kinerja dalam

menyelesaikan pekerjaan. Keamanan kerja adalah kondisi dimana

seseorang merasa aman, tenang dan tanpa kuatir dalam menjalankan

pekerjaannya. Perbuatan yang sering tidak dilihat atau tidak disadari sukar

diungkapkan dan dibicarakan tetapi bisa dirasakan.

Dari beberapa uraian di atas masih ada definisi-efinisi lain mengenai

lingkungan kerja yaitu bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu

yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, kebisingan

dan lain sebagainya (Soemadji,1996:109). Menurut Michael Amstrong

(Wibowo,2004;34) kultur perusahaan merupakan pola sikap, keyakinan,

asumsi dan harapan yang dimiliki bersama, yang mungkin tidak dicatat, tetapi

membentuk cara bagaimana orang-orang bertindak dan berinteraksi dalam

organisasi dan mendukung bagaimana hal-hal tersebut dilakukan. Dalam

kamus manajemen pengertian dari lingkungan kerja bisa dikatakan sebagai

faktor fisik, psikologis, sosial, dan jaringan hubungan yang berlaku didalam

(36)

Kondisi dari kultur lingkungan kerja yang telah tercipta dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya adalah Power Distance (jarak kekuasaan),

Individualism dan Collectivism, Masculinity dan Femininity serta Unsertainty

Advoidance (Hoffstede, 1980:35-93).

Jarak kekuasaan dalam lingkungan kerja terbagi menjadi dua bagian

yaitu jarak kekuasaan tinggi dan jarak kekuasaan rendah. Dalam jarak

kekuasaan yang tinggi ada kecenderungan mengembangkan aturan,

mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan

status atau kekuasaan. Dalam hal ini sebuah lingkungan kerja akan nampak

sebuah hirarki yang ketat dan kekuasaan cenderung terpusat. Hubungan antara

bawahan dan atasan sering mengedepankan emosional. Perbedaan gaji yang

cukup mencolok diantara atasan dan bawahan, serta dimilikinya pendidikan

yang rendah diantara para pekerja dan memiliki kedudukan lebih rendah dari

pada karyawan yang ada dikantor.

Lingkungan yang memiliki jarak kekuasaan rendah berusaha

meminimalkan perbedaan status dan kekuasaan, karena struktur organisasi

tidak terlalu ketat. Seperti yang diungkapkan oleh Hofstede (1980) bahwa

seorang manajer yang mempertahankan jarak kekuasaan akan menjadi pusat

dalam pengambilan keputusan, karena manajer dianggap lebih unggul dalam

hal kemampuan atau ilmu pengetahuan. Manajer yang tidak mempertahankan

jarak kekuasaan akan memiliki bentuk kerjasama yang lebih baik dengan

bawahannya karena atasan selalu memberikan kesempatan kepada bawahan

(37)

rendah menciptakan sebuah kesetaraan antara atasan dan bawahan sehingga

tercipta sebuah kondisi dimana bawahan dan atasan saling memberi

pertimbangan dalam kondisi yang sama. Ada kemungkinan sekarang menjadi

seorang bawahan besok bisa menjadi atasan tergantung kondisi dan situasi

dalam menyelesaikan pekerjaan.

Jarak Kekuasan menjelaskan derajat ketergantungan karyawan pada

atasannya. Sehingga semakin dekat jarak kekuasaan, maka hubungan antara

bawahan dengan atasannya semakin akrab, dan semakin rendah tingkat

ketergantungan bawahan pada atasan yang bersangkutan (Ndraha, 1999:243).

Individualism dan Collectivism dalam lingkungan kerja memiliki

pandangan bahwa orang tidak bisa hidup sendiri dalam hidup ini termasuk

dalam lingkungan kerjanya. Dalam individualisme hubungan antara atasan

dan bawahan didasarkan pada kontrak yang dapat memberikan keuntungan

bersama. Kondisi dari masyarakat yang individualistik mengharapkan

anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak

pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau

(38)

Kolektif menekankan atau mengutamakan kewajibannya pada

masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya. Bahkan diharapkan

untuk mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dalam

kolektivisme hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada

syarat-syarat moral seperti dalam lingkungan keluarga, manajemennya adalah

manajemen bersama dan masing-masing individu memiliki tugas

sendiri-sendiri. (Hoffstede, 1980:63-67)

Kondisi yang berbeda antara individualistik dan kolektif akan

memberikan perbedaan secara nyata dalam sikap, nilai-nilai, keyakinan dan

perilaku yang berkaitan dengan kerja dan perusahaan serta gaya

kepemimpinan ideal yang diharapkan.

Untuk mengukur sisi individualisme, digunakan instrumen yang terdiri

dari (Ndraha, 1999:245):

a) Personal Time, yaitu pekerjaan (job) yang memberikan waktu luang yang

cukup untuk diri sendiri dan keluarga.

b) Freedom, yaitu kebebasan untuk menggunakan cara pendekatan sendiri

terhadap pekerjaan.

c) Challenge, yaitu pekerjaan yang menantang, yang memberikan

kebanggaan dan kepuasan dalam melaksanakan (sense of

accomplishement).

Pengukuran instrumen dari sisi kolektivisme yaitu dengan:

a) Training, yaitu kesempatan untuk mengalami pelatihan guna

(39)

b) Physical Conditions, yaitu adanya lingkungan kerja yang baik (ventilasi,

cahaya, ruangan, warna, dsb).

c) Use of skill, yaitu penggunaan keterampilan sepenuhnya dalam melakukan

pekerjaan.

Faktor yang ketiga adalah Masculinity dan Femininity atau sifat

kelaki-lakian dan sifat kewanitaan. Ini merupakan gaya kepemimpinan

seorang atasan dimana seorang atasan yang memiliki sifat kelaki-lakian akan

bertindak secara tegas terhadap bawahannya, menekankan pada keadilan, dan

penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan kekerasan. Dimensi

maskulin menunjukan tingkatan atau sejauh mana suatu masyarakat

berpegang teguh pada peran gender atau nilai-nilai seksual yang tradisional

yang didasarkan pada perbedaan biologis dan menekankan pada nilai

asertivitas, prestasi, dan performansi.

Dalam gaya kepemimpinan yang kewanitaan, seorang atasan

menggunakan kemampuannya secara maksimal demi terciptanya kesepakatan

bersama, menekankan kesamaan, solidaritas dan kualitas serta menggunakan

musyawarah dalam menyelesaikan masalah pekerjaan sehingga tercipta

hubungan interpersonal yang baik, keharmonisan dan kinerja kelompok.

Perbedaaan dalam dimensi ini akan berpengaruh pada struktur

organisasi dan corak hubungan dalam suatu perusahaan. Biasanya dalam

masyarakat yang memiliki dimensi maskulin tinggi perbedaan antara pria dan

wanita menjadi menonjol, remaja pria mengharapkan karir pekerjaan yang

(40)

feminity menganggap bahwa kerja yang baik menuntut kemampuan untuk

lebih memperhatikan kesejahteraan orang lain dan kurang mengutamakan

kepentingan diri sendiri.

Untuk mengukur sisi maskulin digunakan instrumen dari Hofstede,

(Ndraha, 1999:246) yang terdiri dari :

a) Earning, yaitu pendapatan: kesempatan mendapat job yang menjanjikan

pendapatan yang tinggi

b) Recognition, yaitu pengakuan atau penghargaan masyarakat terhadapat

pekerjaan.

c) Advancement, yaitu kesempatan untuk maju dan mendapat kedudukan

tinggi.

Sedangkan instrumen untuk sisi feminim :

a) Manager, yaitu adanya hubungan baik atasan dan bawahannya.

b) Cooperation, yaitu kerjasama antar karyawan di dalam perusahaan yang

bersangkutan.

c) Living area, yaitu bertempat tinggal di pemukiman yang layak bagi

karyawan dan keluarganya.

d) Employment security, yaitu ketenangan bekerja selama karyawan suka,

tanpa dihantui oleh pemutusan hubungan kerja.

Faktor yang terakhir adalah Unsertainty Advoidance (menghindari

ketidakpastian). Dalam lingkungan kerja terdapat aturan-aturan formal dan

aturan non formal yang isinya mengatur hak dan kewajiban dari atasan serta

(41)

penyelesaian suatu pekerjaan (Hoffstede, 1980:121). Dimensi Uncertainty

Avoidance menunjukkan tingkatan atau sejauh mana masyarakat dalam

menghadapi situasi yang tidak pasti. Masyarakat yang memiliki Uncertainty

Avoidance tinggi merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha

menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Dalam Uncertainty

Avoidance yang tinggi cenderung memiliki kejadian turn over (keluar-masuk

karyawan) yang sedikit. Karyawan memiliki ambisi yang rendah sehingga

perilakunya kurang berani dalam mengambil resiko dan petualangan, serta

perilakunya lebih ritual.

Dalam kondisi Uncertainty Avoidance yang rendah toleransi terhadap

situasi yang samar-samar atau tidak pasti masih dirasa kurang. Dalam situasi

ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif

sendiri dalam menyelesaikan tugas. (Kisni dan Tri Salis Yuhardi, 2003:

277-283)

Menurut Ndraha (1999:247) ada beberapa instrumen yang digunakan

untuk mengukur penghindaran ketidakpastian dalam masyarakat:

a. Job stress, yaitu frekuensi meregang atau nervous di tempat kerja atau

sewaktu bekerja.

b. Rule orientation, yaitu persetujan terhadap ketentuan bahwa aturan wajib

ditaati.

c. Intent to stay with company for a long-term career, yaitu seberapa banyak

karyawan yang ingin bekerja untuk jangka waktu lama di perusahaan yang

(42)

4. Permodalan

Sebuah organisasi atau usaha tidak akan berjalan dengan normal tanpa

adanya suatu dana yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk permodalan.

Bagaimana suatu usaha dapat berjalan tanpa adanya bahan mentah atau bahan

baku yang akan diolah sebagai sumber pendapatan. Peyelesaian produk mulai

dari bahan baku sampai dengan barang jadi tidak terlepas dari peran karyawan

yang pada akhirnya setiap organisasi atau unit usaha harus memberikan gaji

ataupun upah kepada mereka.

Modal dapat diwujudkan dalam bentuk uang, barang ataupun

investasi, akan tetapi kebanyakan dari para pengusaha yang memiliki industri

kecil modal kebanyakan hanya berupa uang serta peralatan untuk membuat

produk tertentu. Dalam pengertian usaha, modal diartikan sebagai kekayaan

atau aktiva yang sebenarnya yang dimiliki usaha itu dalam artian uang, milik

yang berujud seperti pabrik dan perlengkapan atau milik yang tak berujud

seperti good will, merk dagang, paten dan milik lainya yang serupa

(Komaruddin, 1981:49).

Modal ialah kolektifitas dari barang-barang yang masih ada dalam

proses produksi, akan tetapi pengertian modal dalam masalah permodalan

ialah sebagai kolektifitas yang dinilai dengan uang dan yang merupakan daya

beli dari barang-barang modal itu yang disebut kekayaan (Soemita, 1974:11)

Menurut beberapa penulis Jerman seperti Prion, Rieger dan Walb

pengertian dari modal adalah daya beli yang ada dalam barang-barang modal,

(43)

(Komaruddin,1981:49) yang dimaksud dengan modal ialah yang ada di neraca

sebelah kredit, sedangkan yang ada di neraca sebelah debet disebut

barang-barang modal.

Sebelum suatu usaha berjalan maka penentuan besarnya modal serta

sumber modal menjadi pertimbangan yang amat penting. Hal ini menyangkut

kelangsungan hidup dari usaha tersebut untuk waktu yang akan datang. Ada

beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi para

pengusaha untuk menentukan besarnya modal serta sumber modal yang

dipilih.

a. Sifat kegiatan perusahaan itu sendiri.

b. Tingkat bunga yang berlaku.

c. Peraturan-peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pengendalian

kredit.

d. Tersediannya bahan-bahan dipasar.

e. Kebijaksanaan yang berlaku diperusahaan itu sendiri.

f. Faktor-faktor ekonomi.

g. Besarnya uang yang beredar.

Jumlah kekayaan yang sebelumnya dimiliki oleh para pengusaha dapat

dijadikan modal dengan menggunakan berbagai cara (Soemita, 1974:11).

a. Cara pertama adalah kekayaan itu oleh para penabung sendiri ditanam

dalam barang-barang modal. Dalam hal ini disebut pembentukan modal

intern, yang dalam tahun-tahun terakhir ini merupakan cara yang semakin

(44)

b. Cara kedua adalah dengan penyerahan yang lazim disebut dengan

pemberian kredit, yang dapat dilakukan dengan penyerahan langsung oleh

para penabung atau pembentuk kekayaan kepada perusahaan-perusahaan

dan penyerahan itu bisa melewati lembaga-lembaga kredit.

Bagi kebanyakan pengusaha masalah modal merupkan sumber

masalah yang utama dalam mendirikan usaha. Pencarian sumber-sumber

modal memang dibutuhkan sebuah spekulasi untuk memperoleh

pengembalian yang lebih besar sehingga didapatkan suatu keuntungan.

Beberapa sumber modal bagi usaha kecil dapat diketahui dari berbagai

alternatif, diantaranya adalah :

a. Tabungan pribadi

Tabungan merupakan sebuah nominal tertentu dimana modal tersebut

memang dikumpulkan oleh pengusaha itu sendiri.

b. Teman dan saudara

Teman atau saudara dapat menjadi salah satu sumber pinjaman bagi

pendanaan baru suatu usaha. Jenis pendanaan ini lebih didasarkan pada

hubungan pribadi daripada analisis keuangan. Untuk mengurangi

terjadinya masalah pengusaha bisa membuat kesepakatan tertentu secara

lebih mudah dalam merencanakan pembayaran.

c. Investor perorangan lain

Sejumlah orang besar orang secara pribadi berinvestasi dalam kegiatan

(45)

dengan pengalaman bisnis moderat sampai dengan yang signifikan, tapi

juga profesional dan kaya.

d. Bank

Instansi pemerintahan atau swasta yang bergerak dibidang keuangan

seperti Bank mampu menyediakan kredit bagi mereka para pengusaha

untuk menambah modalnya.

e. Program yang didukung Pemerintah

Beberapa program pemerintah memberikan pendanaan bagi bisnis

berskala kecil. Pemerintah Negara telah mengalokasikan sejumlah uang

untuk meningkatkan dan mendanai bisnis baru. Program pemerintah yang

mendukung dengan didirikan beberapa saran untuk membangun tempat

bisnis baru.

f. Sumber Pendanaan lain

1) Lembaga keuangan berdasarkan komunitas

Ada beberapa lembaga keuangan yang didirikan oleh kelompok atau

komunitas tertentu saja. Lembaga ini dapat memberikan pinjaman

kepada komunitas yang berpenghasilan rendah dan menerima dana

dari pemerintah. Hal ini tentunya sangat membantu jalanya dunia

bisnis khusunya bagi yang tidak mempunyai atau bahkan sedikit akses

untuk pendanaan pendirian perusahaan.

2) Perusahaan besar

Para pemilik perusahaan besar mau menginfestasikan uangnya sebagai

(46)

5. Pendidikan

Banyak orang yang meyakini bahwa untuk mendapatkan suatu

penghidupan yang layak maka orang harus memiliki pendidikan cukup.

Memang ada benarnya juga, karena pendidikan bisa membawa orang untuk

berfikir lebih baik lagi, dan mampu memberikan suatu dasar untuk bertindak

lebih logis dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tidak hanya

dibutuhkan bagi mereka yang duduk di instansi pemerintahan saja, akan tetapi

banyak bidang lain yang membutuhkannya salah satunya adalah dalam bidang

wirausaha.

Menurut Idris (1984:10), pendidikan adalah serangkaian kegiatan

komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik

secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka

memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam artian

supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi

manusia yang bertanggung jawab.

Menurut Daien (1974:21), pendidikan merupakan bantuan yang

diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun

rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Pendidikan menurut Yusuf

(1986:10) merupakan fasilitator dan dinamisator kehidupan tiap-tiap pribadi,

baik sebagai makluk individual, sosial maupun etnis dalam keluarga sekolah

atau masyarakat.

Berbeda dengan John Dewey (Idris,1984:9), ia memiliki cara pandang

(47)

kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan

sesama manusia. Sedangkan menurut Rousseau (Idris,1984:10), pendidikan

adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan

tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

Pendidikan adalah suatu proses yang berlanjut secara terus menerus.

Sebagai suatu proses, pendidikan itu berlangsung dalam bermacam-macam

situasi dan lingkungan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa lingkungan

pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi dua.

a. Lingkungan formal

1) Lingkungan sekolah

Fungsi dan peranan sekolah yang pertama-tama adalah

membantu keluarga dalam pendidikan anak-anaknya disekolah.

Sekolah, guru dan tenaga pendidik lainnya melalui wewenang hukum

yang dimilikinya berusaha melaksanakan tugas yaitu memberikan

pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap secara lengkap sesuai

dengan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak dari keluarga yang

berbeda. Ada beberapa jenjang pendidikan formal yang bisa diperoleh

seorang anak dalam usaha mengembangkan dirinya, diantaranya

adalah :

a) SD ( Sekolah Dasar)

b) SMP ( Sekolah Menengah Pertama)

c) SMA ( Sekolah Mengah Atas)

(48)

2) Lingkungan non formal

a) Dari beberapa lembaga pendidikan formal di atas adapula

pendidikan yang bersifat non formal, yaitu Balai Latihan Kerja,

Kursus, Les Privat

b) Lingkungan keluarga

Reymond. W. Murray mengemukakan bahwa keluarga berfungsi

sebagai kesatuan keturunan dan juga kebahagiaan masyarakat

dimana keluarga tersebut memiliki kewajiban untuk meletakan

dasar pendidikan, rasa keagamaan, kemauan, kecakapan

berekonomi dan pengetahuan penjagaan diri pada si anak.

c) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat akan memberikan manfaat yang sangat

berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam proses dan pola

yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan

maupun performans dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun

dalam keluarga. Kekurangan yang ada dapat disi dan dilengkapi

oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi anak didik

secara utuh. Pendidikan dalam lingkungan mayarakat berfungsi

sebagai pelengkap, pengganti serta sebagai tambahan.

Tiap-tiap lingkungan tesebut memberikan pengaruh pada proses

pembentukan individu melalui pendidikan yang diterimanya, baik

langsung maupun tidak langsung. Pembentukan individu yang

(49)

dalam hubunganya dengan pemenuhan kebutuhan melalui

pembentukan usaha.

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitiannya Sari (2005) meneliti pengaruh harga diri terhadap

minat berwiraswasta; pengaruh pengetahuan kewiraswastaan terhadap minat

berwiraswastah; pengaruh kreativitas, harga diri dan pengetahuan kewiraswastaan

secara bersama-sama terhadap minat berwiraswasta.

Dengan menggunakan Regresi dengan tingkat signifikan 5 % disimpulkan

bahwa 1) ada pengaruh positif dan signifikan kreativitas terhadap minat

berwiraswasta; 2) ada pengaruh positif dan signifikan harga diri terhadap minat

berwiraswasta; 3) ada pengaruh positif dan signifikan kreatifitas harga diri dan

pengetahuan kewiraswastaan terhadap minat berwiraswasta (http:

//www.damandiri.or.id).

Penelitian lainnya dilakukan oleh Kiswantoro(1998), tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui hubungan antara kemampuan bekerja sama dengan

orang lain dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui

hubungan antara keuletan seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil;

untuk mengetahui hubungan antara sikap mental kreatifitas seseorang dengan

tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui hubungan antara sikap

tertib hukum seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil.

Dari analisisnya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif

(50)

pengusaha kecil kulit di kabupaten Bantul; ada hubungan yang positif antara sikap

keuletan seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di

Kabupaten Bantul; ada hubungan yang positif antara sikap mental kreatif dengan

tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di Kabupaten Bantul; ada hubungan

yang postif antara sikap tertib hukum dengan tingkat keberhasilan pengusaha

kecil kulit di Kabupaten Bantul.

C. Hubungan diantara Variabel Penelitian

1. Pengaruh Permodalan dalam hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan

Efektivitas Mengelola Usaha

Jiwa kewirausahaan merupakan sebuah daya yang rohaniah dimana

daya tersebut merupakan prinsip hidup atau azas hidup dalam menjalankan

sebuah usaha. Seorang pengusaha yang memiliki daya hidup atau azas hidup

akan memiliki kemampuan yang lebih dalam menggerakan dirinya sendiri dan

orang lain untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Daya hidup yang dimiliki

oleh seseorang dapat berupa daya kreatifitas dan inovasi serta kiat dan siasat

yang diduga mampu mempengaruhi efektivitas dalam pengelolaan usaha.

Kemampuan yang berupa kreativitas dan inovasi mampu memberikan hasil

yang berbeda dan lebih unggul dalam hal menciptakan sebuah produk.

Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan lebih cenderung

memiliki komitmen yang tinggi, berorientasi hasil dan berwawasan ke depan.

Efektivitas dalam mengelola usaha yang didorong oleh jiwa kewirausahaan

(51)

berasal dari modal sendiri atau modal sendiri ditambah modal asing. Dengan

tersedianya modal yang bersumber dari modal sendiri ditambah modal asing

maka jumlah modal akan lebih besar sehingga diduga kuat derajat hubungan

antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin

tinggi. Meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha tersebut

masih kurang mendukung akan tetapi apabila jumlah modal yang dimiliki

besar diduga usaha yang dijalankan akan lebih efektif. Semakin besar modal

yang dimiliki (modal sendiri + modal asing) maka akan semakin tinggi derajat

hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha,

sebaliknya apabila modal hanya bersumber dari modal sendiri dengan jumlah

relatif sedikit derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektifitas

mengelola usaha juga akan semakin rendah.

2. Pengaruh Pendidikan dalam hubungan antara Jiwa kewirausahaan dengan

Efektivitas Mengelola Usaha

Seorang pengusaha yang memiliki daya hidup atau azas hidup mampu

menggerakkan dirinya sendiri dan orang lain untuk menciptakan sesuatu yang

berbeda. Daya hidup yang dimiliki berupa daya kreatif dan inovasi sehingga

dapat membentuk sikap, keyakinan dan keoptimasan yang diduga

memberikan pengaruh dalam efektivitas mengelola usaha. Adanya jiwa

kewirausahaan yang dapat mendorong efektivitas pengelolaan usaha diduga

kuat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengusaha.

Seorang pengusaha yang tingkat pendidikannya rendah (SD sampai dengan

(52)

tinggi (SMA sampai dengan Perguruan Tinggi), termasuk kemampuannya

didalam hal megelola usaha. Seorang pengusaha yang menempuh pendidikan

tinggi memiliki wawasan yang lebih luas serta banyak mendapatkan ilmu

pengetahuan dibangku sekolah. Dapat di duga bahwa dengan dimilikinya

tingkat pendidikan yang tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan

dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi. Semakin tinggi

tingkat pendidikan yang ditempuh maka akan semakin tinggi derajat

hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha,

sebaliknya apabila tingkat pendidikan yang ditempuh rendah maka derajat

hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha juga

akan semakin rendah. Pendidikan akan tetap memiliki peranan penting dalam

pengelolaan usaha meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki seorang

pengusaha kurang mendukung. Hal tersebut dikarenakan dengan menempuh

tingkat pendidikan yang tinggi ilmu pengetahuan akan semakin bertambah

dan cara berfikir seorang pengusaha tersebut akan lebih maju.

3. Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja terhadap Hubungan Antara Jiwa

Kewirausahaan dan Efektivitas Mengelola Usaha

Kemampuan menciptakan sesuatu yang berbeda serta adanya kiat dan

siasat dalam mengelola usaha yang dimiliki oleh seseorang berasal dari

jiwanya yang berupa jiwa berwirausaha. Untuk menerapkan didalam

menjalankan usaha seseorang dipengaruhi oleh jarak kekuasaan (power

distance) antar individu. Dengan jarak kekuasaan yang rendah maka seorang

(53)

ketat serta kekuasaan yang terpusat. Jarak kekusaan yang rendah

menempatkan pekerja dalam posisi yang setara dengan atasan dan merasa

lebih dekat sehingga mereka memiliki kebebasan untuk berkreasi menerapkan

ide-ide serta kreativitas mereka. Dengan begitu jiwa kewirausahaan diantara

para bawahan atau pekerja akan tumbuh dan berguna secara maksimal.

Rendahnya jarak kekuasaan tersebut diduga kuat mempertinggi derajat

hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

Sebaliknya, dengan adanya jarak kekuasaan yang tinggi terdapat perbedaan

status atau kekuasaan serta akan menimbulkan kekuasaan yang terpusat

dengan hirarki yang ketat dalam sebuah lingkungan kerja, sehingga tingginya

jarak kekuasaan tersebut memberikan dugaan bahwa derajat hubungan antara

jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan lebih rendah.

Kondisi dari lingkungan kerja yang individualistik mengharapkan

anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak

pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau

perusahaan. Realisasi hak-hak tersebut bisa berupa kebebasan mereka dalam

berinovasi menciptakan produk-produk baru yang lebih kreatif. Lingkungan

kerja yang bersifat kolektif menekankan kewajibannya pada masyarakat atau

kelompok daripada hak-hak pribadinya, bahkan diharapkan untuk

mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dengan

adanya lingkungan kerja yang saling melengkapi antara individualistik dan

kolektif inilah terdapat dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa

(54)

Dalam sebuah lingkungan usaha pasti terdapat pihak yang dipercaya

sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam sebuah usaha memiliki

gaya kepemimpinan yang berbeda, ada yang memiliki sifat masculinity dan

ada yang bersifat femininity. Seorang pemimpin yang memiliki sifat

masculinity akan tegas dan keras terhadap bawahan, menekankan pada

keadilan, dan penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan ketegasan.

Pemimpin dengan gaya masculinity memiliki sifat menekankan kebersamaan

dan kesamaan sehingga cenderung lebih mudah dalam beradaptasi atau

menyesuaikan diri. Kedua gaya kepemimpinan tersebut diduga mampu

menciptakan efektivitas dalam mengelola usaha karena disini karyawan

diperlakukan sebagaimana mestinya sehingga mereka merasa diperhatikan

terutama dalam hal kesejahteraannya. Dengan begitu ada dugaan bahwa

derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola

usaha dipengaruhi oleh dimensi femininity dan masculinity.

Dalam lingkungan kerja yang memiliki kultur uncertainty avoidance

rendah jarang terjadi keluar masuk karyawan dan mempunyai aturan dalam

melaksanakan tugas. Kultur uncertainty avoidance yang rendah toleransi

terhadap situasi yang samar-samar

Gambar

Tabel 4.13 Collectivsm and Individualism................................................................76
Tabel r..........................................................................................164
Tabel 3.1Tabel Skala Sikap
Tabel 3.2Efektivitas mengelola usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan kerja dari para karyawan di Politeknik “X” Bandung pada dasarnya. masih tergolong cukup hal tersebut untuk

Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp .) dapat mengakibatkan kemandulan ( sterilizer ) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan

[r]

2. Setelah itu akan tampil kotak dialog Print. Anda dapat memilih jenis pinter yang akan digunakan serta jumlah dan halaman yang akan di print pada select

Manusia telah mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya, dari zaman purbakala sampai dengan zaman sekarang. Peradaban manusia telah mengalami kemajuan

(2) Kodiklatad dipimpin oleh Komandan Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat disingkat Dankodiklatad yang berkedudukan di bawah dan bertanggung

kurs rupiah.. Variabel dependen yang digunakan adalah Net Asset Value reksadana syariah. Apakah Inflasi Berpengaruh Terhadap Net Asset Value Reksadana Syariah

Dengan meningkatan kecepatan alir ataupun memperbesar jarak atau posisi tap terhadap titik pusat ekspansi ataupun kontraksi, akan meningkatkan rasio beda tekanan terhadap