• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I dan II Laporan Praktikum Teknologi Lingkungan Tepat Guna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab I dan II Laporan Praktikum Teknologi Lingkungan Tepat Guna"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telah lama sampah menjadi permasalahan serius dii berbagai kota besar di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan tiap harina. Sampah berdasarkan kandungan zat kimia dibagi menjadi dua kelompok, yatu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik pada umumnya mengalami pembusukan, seperti daun, sisa makanan, dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya tidak mengalami pembusukan, seperti plastik, logam, dan lain-lain.

Terkadang kita tidak menyadari bahwa sampah organik sangat banyakjumlahnya dan memiliki nilai yang lebih bermanfaat seperti dijadikan kompos dan pupuk dari pada dibakar yang hanya menghasilkan polutan bagi udara. Dengan mengolah menjadi kompos akan membuat tanah menjadi subur karena kandungan unsur hara bertambah. Pengolahan sampah organik untuk keperluan pembuatan kompos dapat dilakukan secara sederhana. Sampah berupa dedaunan dimasukan ke dalam mesin perajang sampah agar ukuran sampah menjadi lebih kecil sehingga memudahkan dalam proses decomposing dengan bantuan mikrobakteri pengurai untuk hasil yang maksimal.

(2)

sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.

Saat ini telah dilakukan beberapa penelitian pembuatan kompos denganmenggunakan bantuan aktivator, diantaranya aktivator EM4 dan aktivator Stardec.Aktivator EM4 dan Stardec merupakan aktivator kompos yang mengandungmikroorganisme yang dapat meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah dandapat meningkatkan kualitas tanah, kesehatan tanah serta mempercepat prosespengomposan. Berdasarkan penelitian Utomo B. (2010), penggunaan bioaktivator(aktivator kompos) pada tanah gambut menghasilkan peningkatan tinggi padatanaman sebesar 39,44% dan penggunaan mikroorganisme efektif (EM4),menurunkan C-organik dan meningkatkan N, P, K dan Ca yang terlarut dalamtanah serta memperbaiki sifat kimia tanah.

Berdasarkan penelitian Rahayu M. S. dan Nurhayati (2005), penggunaanEM4 dalam pengomposan limbah teh padat dapat mempengaruhi kecepatanpengomposan, hal ini dapat dilihat dari perlakuan lama pengomposan nyatameningkatkan kandungan N-total, P-tersedia, K-dd dan Mg, serta menurunkansuhu, C-organik, dan nisbah C/N kompos. Unsur mikro cenderung meningkat dan pH cenderung menurun dengan lama pengomposan.

(3)

1.2 Tujuan

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pupuk

Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman, pupuk digunakan untuk tumbuh, hidup, dan berkembang. Pupuk mengandung zat atau unsur hara. Kandungan hara dalam tanaman berbeda–beda, tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenisnya, dan pengelolaan tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik (buatan), bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Jadi pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan adalah cara pemberiannya. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman.

2.2 Klasifikasi Pupuk

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), berdasarkan senyawanya pupuk terbagi atas pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa organik. misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan guano. Sedangkan pupuk anorganik atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal maupun majemuk.

2.2.1 Pupuk Organik

(5)

daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah dan mengandung zat makanan tanaman (Rinsema, 1993).

2.2.1.1 Kompos

Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman (Lingga dan Marsono, 2004). Kompos sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman, diantaranya yaitu:

1. Kompos memberikan nutrisi bagi tanaman

Kompos mengandung unsur hara yang lengkap baik makro maupun mikro, walaupun kandungannya dalam jumlah yang sedikit tetapi memberikan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif dan generatif tanaman.

2. Kompos memperbaiki struktur tanah

Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian tanah yang semula keras dan sulit ditembus air dan udara, kini dapat menjadi gembur.

3. Kompos meningkatkan kapasitas tukar kation

(6)

kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik di dalamnya

4. Kompos menambah kemampuan tanah untuk menahan air

Tanah yang bercampur dengan kompos mempunyai pori-pori dengan daya rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah.

5. Kompos meningkatkan aktifitas biologi tanah

Kompos dapat membantu kehidupan mikroorganisme dalam tanah, selain berisi bakteri dan jamur dekomposer keberadaan kompos akan membuat tanah menjadi sejuk, kondisi ini disenangi oleh bakteri.

6. Kompos mampu meningkatkan pH pada tanah asam

Unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman pada kondisi pH tanah netral, yaitu tujuh (7). Pada nilai ini, unsur hara menjadi mudah larut di dalam air. Jika tanah semakin asam dengan penambahan kompos, pH tanah akan meningkat.

7. Kompos tidak menimbulkan masalah lingkungan

Pupuk kimia sintesis dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu dapat merusak keadaan tanah dan air, sedangkan kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan (Yuwono, 2005).

2.2.1.2 Proses pengomposan

(7)

50°-70°C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen (aerobik) akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan.

Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30–40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi, 2008). Selama proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos akan terjadi berbagai perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorganisme sebagai aktivator. Adapun perubahannya sebagai berikut:

1. Penguraian karbohidrat, sellulosa, hemisellulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan H2O.

2. Protein menjadi ammonia, CO2 dan air.

3. Pembebasan unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap oleh tanaman.

4. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara didalam sel mikroorganisme, terutama nitrogen, phospor dan kalium.

2.2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses pengomposan

(8)

1. Rasio C/N

Rasio C/N bahan baku kompos merupakan faktor terpenting dalam laju pengomposan. Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.

2. Ukuran Partikel

Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

3. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menyuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

5. Kelembapan (Moisture content)

(9)

oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. 6. Temperatur

Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60°C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60°C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba pathogen tanaman dan benih-benih gulma.

7. Derajat Keasaman (pH)

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

(10)

Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

9. Kandungan bahan berbahaya

Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Pb, Cd, Ni, dan Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

10. Lama pengomposan

Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

2.2.1.4 Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan

Pada dasarnya semua bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit dan lain-lain (Isroi, 2008).

2.2.1.4.1 Kotoran Kambing

Limbah yang dihasilkan dari ternak kambing/domba berupa urin yang menyengat akan dapat menimbulkan polusi bau, kotoran mencemari lingkungan sekitarnya dan masih banyak masalah sosial yang ditimbulkan. Sebetulnya bila dimanfaatkan secara baik kotoran tersebut bukan merupakan polusi justru merupakan suatu penghasilan yang bisa menghasilkan kompos (pupuk organik) yang berkualitas bila diolah dengan teknologi pengolahan menggunakan dekomposer (Aziz, 2011).

(11)

jenis pupuk kandang lain seperti kotoran sapi (Parnata, 2010). Kadar hara pada kotoran kambing yaitu 46,51% C, 1,41% N, C/N 32,98, 0,54% P dan 0,75% K (Hartatik dan Widowati, 2006). Sedangkan hasil uji pendahuluan yang dilakukan Syafrudin (2007), diperoleh kadar C-organik sebesar 43,092% dan nitrogen total 2,040%, sehingga rasio C/N-nya 21,12.

2.3 Aktivator Kompos

Aktivator adalah bahan tambahan yang mampu meningkatkan penguraian mikrobiologis dalam tumpukkan bahan organik (Gaur, 1983). Aktivator dikenal dengan dua macam yaitu aktivator organik dan anorganik. Aktivator organik adalah bahan – bahan yang mengandung N tinggi dalam bentuk bervariasi seperti protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator organik yaitu fungi, pupuk kandang, darah kering, sampah, dan tanah yang kaya akan humus. Aktivator anorganik antara lain amonium sulfat, urea, amoniak, dan natrium nitrat.

Aktivator organik dan anorganik mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua cara yaitu cara pertama dengan penginokulasian strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik. Cara kedua dengan meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme meningkat jika jumlah N mencukupi, sehingga proses penguraian bahan organic berlangsung lebih cepat dan efektif. Nitrogen (N) dalam senyawa NH jumlahnya semakin rendah karena digunakan oleh mikroorganisme pengurai untuk sintesis protein dalam mempercepat aktivitasnya, hal ini menunjukkan proses penguraian berlangsung normal. Beberapa aktivator yang terdapat dipasaran dan digunakan dalam pengomposan yaitu: EM4, Stardec dan Orgadec.

2.4 Effective Microorganisme 4 (EM4)

(12)

sintetik yang terdiri dari asam laktat (Lactobacillus sp.), actinomycetes sp.,

streptomycetes sp, ragi (Rahayu, M.S., dan Nurhayati, 2005).

Miroorganisme menguntungkan tersebut (EM4) telah lama ditemukan,diteliti dan diseleksi terus menerus oleh seorang ahli pertanian bernama Profesor Teruo Higa dari universitas Ryukyu Jepang. Dengan demikian EM4 bukan merupakan bahan kimia yang berbahaya seperti pestisida, obat, serangga atau pupuk kimia lainnya (Hidayat, 2010).

1. Bakteri Fotosintetik ( Rhodopseudomonas sp.)

Bakteri ini adalah mikroorganisme mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang terbentuk anatara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan.

2. Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.)

Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, meningkatkan percepatan perombakan bahan organik, menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus menerus ditanami (Widyastuti, dkk., 2009).

3. Ragi/Yeast (Saccharomyces sp.)

(13)

jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes.

4. Actinomycetes

Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.

2.5 Stardec

Stardec merupakan salah satu probiotik yang mempercepat proses penguraian bahan organik. Stardec adalah salah satu bioaktivator pengomposan yang banyak digunakan industri pupuk kompos karena Stardec memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan dan kandungan mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Stardec merupakan koloni mikroorganisme aeroblignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik, dan mikroba fiksasi N nonsimbiotik yang mampu merubah bahan organik menjadi kompos dalam waktu empat minggu.

Mikroba yang terkandung di dalam Stardec diperoleh dari isolasi tanah lembab dihutan, akar rumput-rumputan, dan kolon sapi. Digunakan tanah lembab karena pada tanah ini banyak mengandung mikroba lignolitik dan selulolitik, digunakan akar rumput-rumputan karena pada akar rumput diperoleh bakteri N fiksasi non-simbiosis yang berfungsi untuk mengikat N bebas dari udara sehingga kandungan N di dalam pupuk bertambah dan akan meningkatkan kandungan KTK (kapasitas tukar kation) pupuk, digunakan kolon sapi karena pada kolon sapi diperoleh bakteri lignolitik yang berfungsi untuk memecah ikatan lignin. Bakteri yang terkandung dari ketiga bahan tersebut kemudian diisolasi dalam media agar lalu dibiarkan pada media jerami atau ampas tebu (Indriani, 2002).

(14)

sederhana sehingga mampu mengikat (NH4 +). Mikroorganisme selulolitik akan mengeluarkan enzim selulose yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi selobiosa yang lalu dihidrolisis kembali menjadi D-glukosa dan akhirnya difermentasikan sehingga menghasilkan asam laktat, etanol, (CO), dan ammonia yang dibutuhkan tanaman. Mikroorganisme proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler yaitu enzim pemecah protein menjadi asam-asam amino yang akan deaminasi dan menghasilkan ammonia (NH2) yang diperlukan oleh tanaman dan bakteri. Mikroorganisme lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak. Mikroorganisme aminolitik akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acid dan keto acids (Indriani, 2002).

Stardec dilengkapi dengan mikroorganisme fiksasi N non-simbiosis yang mampu mengikat N dari udara. Mikroba fiksasi N non-simbiosis diperkirakan dapat mengikat 5 – 20 gram N dari 1.000 gram bahan organik yang dirombak. Stardec juga dilengkapi dengan cendawan antagonis Trichoderma yaitu cendawan yang dapat mengendalikan penyebab penyakit akar yang disebabkan oleh mikroorganisme Gonoderma sp., JAP (jamur akar putih) dan Phytoptora sp. Mikroorganisme pelarut fosfat yang ada pada Stardec akan memecah P yang ada di dalam tanah sehingga dapat diserap tanaman. Dosis aplikasi penggunaan Stardec 2,5% (b/b) (Indriani, 2002).

2.5.1 Perbedaan EM4 dan Stardec

Beberapa manfaat dan keuntungan penggunaan EM4, diantaranya adalah: 1. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

2. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.

3. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi.

(15)

Terdapat beberapa keuntungan penggunaan bioaktivator Stardec:

1. Terdiri dari mikroorganisme yang berguna mempercepat proses pengomposan dan memperbaiki kekurangan unsur hara yang merupakan sifat alam dari kompos.

2. Menambah kandungan N pada kompos, jika kompos disimpan lebih lama. Mengandung mikroba pemecah pospor yang akan berguna bagi tanaman. 3. Pemakaian lebih efisien direkomendasikan 2.5 kg STARDEC untuk 1 ton

bahan kompos.

4. Kompos yang dihasilkan berkualitas tinggi, aman dan stabil.

5. Dapat disimpan lama pada suhu kamar yaitu 3 – 5 tahun (Anonim, 2012).

2.7 Bahan yang dapat dikomposkan 2.7.1 Dedak

Dedak dan bekatul adalah produk sampingan dari proses penggilingan beras. Dedak (rice bran) terdiri dari lapisan luar butiran beras (perikarp dan tegmen) serta sejumlah lembaga, sedangkan bekatul terdiri atas lapisan dalam butiran beras yaitu aleuron/kulit ari beras serta sebagian kecil endosperma. Dalam proses penggilingan padi di Indonesia dedak dihasilkan pada proses penyosohan pertama, sedangkan bekatul pada proses penyosohan kedua. Dedak dan bekatul mengandung nilai gizi yang lebih tinggi daripada endosperma (sehari – hari dikenal sebagai beras). Dedak dan bekatul beras juga kaya vitamin B kompleks. Komponen mineralnya antara lain besi, alumunium, kalsium, magnesium, mangan, fosfor dan seng (Astawan, M dan Febrinda, A.E, 2012).

1. Limbah Kulit Pisang

(16)

2. Kotoran Ternak

Referensi

Dokumen terkait

Putri Arsika Nirmala, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, Akuntabilitas, Kompleksitas Audit, dan Time

Return On Investment (ROI) sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI tahun 2010 - 2013” adalah benar hasil karya tulis

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi matematika siswa Climber berada pada level 5, yang ditunjukkan dengan mampu menyelesaikan soal PISA level

Rancangan implikasi hasil penelitian ini adalah : setelah mengumpulkan data berupa instrumen variabel dan hasil analisis selesai dilakukan, selanjutnya dari

Petualang” di trans7 yang bisa ditunjukkan dengan tersenyum atau tertawa ketika informan menonton tayangan program televisi “Si Bocah Petualang”, dan efek

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis dari orang-orang dan

Diketahui kemungkinan faktor penyebab stunting adalah kurangnya variasi makan dan kurang memperhatikan zat gizi karena ibu balita rata – rata hanya memberikan lauk

berikut. Baginya, laki-laki itu hidangan. Dari dapur ia telah menyiapkan kuah kental untuk disiramkan ke atas daging, hangat, gurih. Ia menyuruh laki-laki itu