• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70 BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS DENGAN METODE RANGSANG KIMIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70 BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS DENGAN METODE RANGSANG KIMIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS

DENGAN METODE RANGSANG KIMIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Meidina Filirida NIM : 048114083

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS

DENGAN METODE RANGSANG KIMIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Meidina Filirida NIM : 048114083

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Lets be faithful over a few things, God will

make us ruler over many things”

HE WHO IS FAITHFUL IN WHAT IS LEAST IS

FAITHFUL ALSO IN MUCH; AND HE WHO IS

UNJUST IN WHAT IS LEAST IS UNJUST ALSO IN

MUCH

LUKE 16 :10

One night a woman had a dream.

She dreamed she was walking along the beach with the Lord.

Across the sky flashed scenes from her life.

For each scene, she noticed two sets of footprints in the sand;

one belonged to her,and the other to the Lord.

I dedicated this work for:

When the last scene of her life flashed My greatest Lord and Savior Jesus Christ

before her, she looked back at the footprints

who gave me new life and talents

in the sand. She noticed that many times

My lovely father, mother and brothers

along the path of her life there was

who gave me the mean of true life and love

only one set of footprints. She also noticed that it happened

My someone special

at the very lowest and saddest times

who gave me new ground for believing

in her life. This really bothered her and

by standing in the gap,

she questioned the Lord about it.

spirit of different and spirit of excellence

“Lord, you said that once I decided to follow

Everybody who ever entered my life

You, You’d walk with me all the way. But I have

who gave me how to appraise life

noticed that during the most troublesome times in my life.

and made life so worthy

There is only one set of footprints. I don’t understand

and why when I needed You

most You would leave me. “The Lord replied, “My precious, precious child I love you

and I would never leave you. During your times of trial and suffering, when you see

only one set of footprints, it was then that I carried you.”

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada Mencit Putih Betina Swiss dengan Metode Rangsang Kimia”, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama menjalani kuliah.

2. Arief Rahman Hakim, M.Si., Apt. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik dan saran untuk skripsi ini.

4. dr. Fenty, selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik dan saran untuk skripsi ini.

(9)

5. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu yang telah membantu dalam penyediaan brotowali sebagai tanaman yang diteliti.

6. Segenap dosen, karyawan dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. My lovely and pride parents, Drs. Asmadi Ranji dan Ariaty Sarunduk atas seluruh komitmen dan dedikasi yang diberikan sebagai kebanggaan terbesar dan otoritas dalam hidup.

8. My wonderful and pride brothers, kak Marchal dan kak Mapri atas seluruh perhatian dan semangat dalam kasih persaudaraan sejati yang membuat hidup lebih hidup.

9. My amazing and precious God’s gift atas seluruh kasih, perhatian, kepercayaan dan kesediaan dalam berbagi kasih dan hidup.

10.My lovely big family atas perhatian, semangat, dukungan dan dorongan yang diberikan selama ini.

11.My wonderful and pride brothers and sisters Wisdom of God Cellgroup zone 1 like my second family atas perhatian, semangat dan kebersamaannya untuk dapat berbagi dan bertumbuh dalam kasih agape.

12.My pride big family of New Generation Chruch like my second home atas dasar-dasar kebenaran yang telah dibagikan dan membangun hidupku.

13.My wonderful friends seperjuangan dalam penelitian skripsi; Siska, Anggi, Fili dan Indra atas kerjasama dan kebersamaannya; proud of us.

(10)

14.My wonderful senasib sepenaggungan di farmasi; Ivonne, Widya dan Indah atas dukungan dan kerjasamanya; pharmacy never ending and pharmacist never die.

15.Seluruh teman-teman sejawat farmasi angkatan 2004 dan sealmamater Universitas Sanata Dharma dan KKN kelompok 39 atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam berjuang.

16.Seluruh teman-teman terbaik Difa’s gurls kost atas perhatian, dukungan, dorongan dan kebersamaannya yang saling membangun dan menguatkan.

17.Setiap pribadi berharga yang pernah kutemui, atas pengalaman-pengalaman bersama yang mengesankan dan membuat hidup lebih berharga.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dalam hal isi maupun bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Juli 2008

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PENYERAHAN KARYA ILMIAH... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vii

PRAKATA...……… viii

DAFTAR ISI………. ix

DAFTAR TABEL………. xv

DAFTAR GAMBAR………. xviii

DAFTAR LAMPIRAN…….……….... xx

INTISARI……….. xxii

ABSTRACT………... xxiii

BAB I. PENGANTAR………... 1

A. 1 1. Permasalahan………... 3

Latar Belakang………... Keaslian Penelitian………... uan Penelitian……… 2. 3 3. Manfaat Penelitian……….. 5

B. Tuj ...… 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….. 6

(12)

A. Bro …. 6

1. Keterangan Botani………... 6

towali ……….… 2. Morfologi……… Saraf dan reseptor nosiseptik………...……… Mekanisme nyeri………...……… Parasetamol ...………...…………. ….. 6

3. Nama daerah………. 6

4. Kandungan kimia……….. 8

5. Kegunaan………..…. ………... 8

B. Metode Penyarian………. 8

C. Radikal Bebas dan Antioksidan ………... 10

1. Radikal bebas ……… 10

2. Antioksidan……… 11

D. Nyeri………...……….. 12

1. Definisi nyeri………...………... 12

2. Jenis nyeri………...………... 12

3. ... 13

4. Mediator nyeri………...………... 15

5. …... 17

E. Analgetika………...………... 19

F. 20 G. Metode Pengujian Efek Analgetik ………...………… 21

H. Landasan Teori .……….……… 26

I. Hipotesis. ……….……….…………. 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………...……….. 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….. 28

(13)

B. Metode Penelitian ……… 28

C. 29

1. Variabel………...… 29

Variabel dan Definisi Operasional………..

2. Definisi operasional………..…..

Alat atau Instrumen Penelitian………...…....

2. Alat uji geliat………..………...

1. Pembuatan sediaan uji...……....………....

B IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… . Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Brotowali ...………..……...

1. Seleksi hewan uji……… 5

Penetapan dosis asam asetat………...

Penetapan dosis parasetamol………..

asetat……….. 54 30 D. Bahan Penelitian…...………...… 31

E. 32

1. Alat ekstraksi……….……… 32 32

F. Tata Cara Penelitian……… 33

33 2. Uji Pendahuluan (Orientasi)………...……….….. 35

3. Uji utama ………..………..….. 39

BA .… 42

A. Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk………..…….... ... 42

B. 43

C. Uji Pendahuluan (Orientasi)……….… 45 4 2. Penentuan kriteria geliat………. 46

3. 46

4. Penetapan kontrol negatif…..………. 48

5. 51

6. Penetapan selang waktu pemberian suspensi parasetamol dan asam

(14)

7. Penetapan dosis ekstrak etanol batang brotowali………...

pemberian suspensi ekstrak etanol batang brotowali dan asam aset-

Utama………..……..

Pegujian daya analgetik ekstrak etanol batang brotowali dan analisis

B V. KESIMPULAN DAN SARAN………..

n………

IRAN………

57 8. Penetapan selang waktu pemberian rangsang (selang waktu antara

at)……… 60

D. Uji 63

1. Perlakuan hewan uji……… 63

2.

hasil………. 64

BA 79

A. Kesimpulan……….. 79

B. Sara …. 79

DAFTAR PUSTAKA………... 80

LAMP …. 84

BIOGRAFI PENULIS……….. 129

(15)

DAFTAR TABEL

an . Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis

47 . Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan kontrol

49 . Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan t

52 . Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap

a

mol 91 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB... da pene-

dan asam asetat 100 mg/kg BB... e

.... 58 p

etanol batang brotowali 264 mg/kg BB dan asam asetat

. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada pene-

towali 264 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB... 62 Halam Tabel 1

efektif asam asetat………... Tabel 2

negatif...….

Tabel 3 erhadap

geliat pada penetapan dosis parasetamol... Tabel 4

geliat pada penetapan selang waktu pemberian suspensi p raseta-

54 Tabel 5. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pa

tapan selang waktu pemberian suspensi parasetamol 91 mg/kg BB

56 Tabel 6. Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan t rhadap

geliat pada penetapan dosis ekstrak etanol batang brotowali... Tabel 7. Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhada geliat pada penetapan selang waktu pemberian suspensi ekstrak

100 mg/kg BB …... 60 Tabel 8

tapan selang waktu pemberian suspensi ekstrak etanol batang bro-

(16)

Tabel 9

geliat pada kelompok perlakuan………...

. Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap

... 66 Tabel 1

... 69

4 9

93

tang brotowali………... 93 abel 16. Data % penghambatan terhadap jumlah geliat pada penetapan

dosis parasetamol………... 96 abel 17. Data % penghambatan terhadap jumlah geliat pada penetapan dosis

ekstrak etanol batang brotowali... 96 abel 18. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan selang waktu pemberian

suspensi parasetamol dan asam asetat ……... 99 abel 19. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan selang waktu pemberian

suspensi ekstrak etan an asam asetat ……..…. 99 Tabel 20. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang

... 103 abel 21.

waktu pemberian suspensi ekstrak etanol batang brotowali dan 0. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada ke- lompok perlakuan... Tabel 11. Perbandingan % penghambatan terhadap geliat ekstrak etanol

batang brotowali pada mencit putih jantan dan betina Swiss... 7 Tabel 12. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan dosis asetat... 8 Tabel 13. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan kontrol negatif... 91 Tabel 14. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan dosis parasetamol... Tabel 15. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan dosis ekstrak etanol ba-

T

T

T

T

ol batang brotowali d

waktu pemberian suspensi parasetamol dan asam asetat.... T Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang

(17)

asam asetat... Data jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam asetat

... 103 Tabel 22.

107 abel 23.

. 107 abel 24.

. 118 abel 26.

…………. 120 abel 28.

. 124 abel 29.

pada semua kelompok perlakuan... T Lanjutan data jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam

asetat pada semua kelompok perlakuan... T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok

perlakuan……….... 113 Tabel 25. Data potensi relatif ekstrak etanol batang brotowali terhadap pa-

rasetamol 91 mg/kg BB(kontrol positif)……… T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok

perlakuan pada mencit putih betina Swiss ekstrak etanol batang

brotowali……….….... 120 Tabel 27. Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok

perlakuan pada mencit putih jantan Swiss ekstrak etanol batang brotowali……… T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok

perlakuan pada mencit putih betina Swiss infusa batang bro- towali……….. T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok

perlakuan pada mencit putih betina Swiss ekstrak etanol batang

brotowali………. 124

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Gambar 1. Kerangka flavonoid, (1a) dan sistem penomoran

turunan flavonoid... 7

Gambar 2. Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang belakang... 15

Gambar 3. Pembentukkan mediator-mediator nyeri... 16

Gambar 4. Mekanisme nyeri………... 18

Gambar 5. Struktur molekul parasetamol... 20

Gambar 6. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada pene- tapan dosis efektif asam asetat………... 47

Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada pene- Tapan kontrol negatif………..………. 50

Gambar 8. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat (1) dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis paraseta- mol (2)... 52

Gambar 9. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat (1) dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian suspensi parasetamol 91 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB (2)... 55

Gambar 10. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat (1) dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis ekstrak etanol batang brotowali (2)... 58 Gambar 11. penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu

(19)

pemberian suspensi ekstrak etanol batang brotowali

264 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB (2)... . Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji (1)

... 61 Gambar 12

da mencit

... 86

ambar 16 ... 86

ambar 17

... 87

ambar 19 ... 87

dan % penghambatan terhadap geliat pada kelompok perlakuan

(2)... 66 Gambar 13. Diagram batang perbandingan rata-rata % penghambatan pa

putih betina dan jantan Swiss ekstrak etanol batang bro-

towali ………..……... 74 Gambar 14. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat

pada ekstrak etanol batang brotowali (1) dan % pengham-

batan terhadap geliat pada infusa batang brotowali (2)…... 76 Gambar 15. Tumbuhan brotowali...

G . Batang brotowali………...

G . Serbuk batang brotowali……... 87 Gambar 18. Ekstrak etanol batang brotowali (a) ekstrak cair (b) ekstrak kental

G . Geliat mencit...

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat keterangan selesai determinasi simplisia

.

.

88

89

Lampiran 6. -

91 ampiran 7.

93 Lampiran 8.

ngsang... 99 ampiran 10.

rian rangsang………... 103 brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.)... 84 Lampiran 2. Surat determinasi simplisia brotowali (Tinospora

crispa (L.) Miers.)... 85 Lampiran 3 Foto tumbuhan, batang, serbuk batang brotowali, ekstrak

etanol batang brotowali dan geliat mencit………... 86 Lampiran 4 Skema kerja penelitian uji utama analgetik ekstrak etanol

batang brotowali………... Lampiran 5. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Independent-

Samples T-test pada penetapan dosis asam asetat... Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Independent Samples T-test pada penetapan kontrol negatif……... L Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Oneway

ANOVA pada penetapan dosis………

Data % penghambatan terhadap jumlah geliat dan hasil

analisis Oneway ANOVA pada penetapan dosis... 96 Lampiran 9. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Oneway

ANOVA pada penetapan selang waktu pemberian ra

L Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis sta- tistik Oneway ANOVA pada penetapan selang waktu pembe-

(21)

L Data jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam ase- tat dan hasil analisis Oneway ANOVA pada semua kelom- ampiran 11.

Lampiran 12.

ap sis

semua kelompok perlakuan... 120 ampiran 15. Data perbandingan rata-rata % penghambatan terhadap

geliat infusa dengan ekstrak etanol batang brotowali dan hasil analisis Independent-Samples T-test pada kelompok perlakuan dosis infusa 2400 mg/kg BB dengan ekstrak

264 mg/kg BB………... 124 ampiran 16. Cara perhitungan konsentrasi sediaan uji... 126 Lampiran 17. Cara perhitung ... 127 L

... 128 pok perlakuan... 107 Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik Oneway ANOVA pada semua kelompok perlakuan… 113 Lampiran 13. Data potensi relatif ekstrak etanol batang brotowali terhad

parasetamol 91 mg/kg BB (kontrol positif) dan hasil anali statistik Oneway ANOVA pada semua kelompok

perlakuan... 118 Lampiran 14. Data perbandingan rata-rata % penghambatan terhadap ge-

liat ekstrak etanol batang brotowali pada mencit putih beti- na dan jantan Swiss ekstrak etanol batang brotowali dan hasil analisis statistik Univariate Analysis of Variance pada

L

L

an dosis sediaan uji...

ampiran 18. Cara perhitungan % penghambatan dan potensi relatif ekstrak etanol...

(22)

INTISARI

Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) berkhasiat sebagai antip retik,i analgetik dan stomakik. Kegunaannya untuk demam, kencing manis, rematik, sakit

kan respon langsung terhadap kejadian/peristiwa yang tidak menyenangkan yang berhubungan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol batang

encit putih betina Swiss dan untuk mengetahui seberapa besar persentasenya untuk memberi rancangan acak lengkap pola satu arah.

gunakan yaitu mencit putih betina, galur Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan, yang Na 0,5%. Kelompok II sebagai kontrol positif menggunakan suspensi parasetamol I sebagai kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol batang brotowali dengan dosis 66,

ran s asam asetat dosis 100 mg/kg BB diberikan secara intraperitoneal. Geliat yang timbul

iat diubah ke dalam bentuk persentase penghambatan terhadap geliat. Data yang diperoleh

ANOVA dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95%.

rhadap geliat ekstrak etanol batang brotowali dosis 66 mg/kg BB, 132 mg/kg BB, 264 mg/kg BB,

38 61,19%; 80,95%; 84,05% dan 57,86%.

kepala, sakit perut, sakit kuning, tonik dan gatal (mandi). Nyeri merupa dengan kerusakan jaringan seperti luka, inflamasi atau kanker.

brotowali dengan metode rangsang kimia memiliki efek analgetik pada m

efek analgetik. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan Ekstrak etanol diperoleh dengan cara perkolasi. Subyek uji yang di

terbagi dalam 6 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negatif menggunakan CMC-dalam larutan CMC Na 0,5% dengan dosis 91 mg/kgBB. Kelompok III-V

132, 264 dan 528 mg/kg BB yang diberikan peroral. Setelah 15 menit, g ang diamati dan dicatat tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif gel

dianalisis secara statistik mengunakan analisis Kolmogorov-Smirnov, Oneway

Hasil penelitian yang diperoleh berupa % penghambatan te

528 mg/kg BB dan parasetamol 91 mg/kg BB berturut-turut sebesar ,81%;

Kata kunci : analgetik, ekstrak etanol batang brotowali

(23)

xxiii

Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) functions as antipyretic, analgetic tomache, jaundice, tonic and itch (to bathe). Pain is direct respone toward unhappy event/conditio

The aim of the research is to know whether ethanolic extract of brotowali‘s ss female white mice and to know how much the percentage to give analgetic effect. This research is pure experimental r

Ethanolic extract is produced by percolation. The test subjects uses female separated on 6 groups. Group I as a negative control used CMC Na (natrium carboxymethyl n in CMC Na 0.5% which dosage was 91 mg/kg of body weight. Groups III-VI as groups test

sed brotowal 64 and 528

mg/kg of body weight which given by oral injection. Fifteen minutes later, acetic eritoneal administration. The writhing respond are watched closely and booked every 5

inutes in 60

transferred into the form of resistance percentage toward the writhing respond. The

eway ANOVA test, then the step is continued with LSD test with interval 95%.

The re at 66 mg/kg

BW, 132 mg/kg BW, 264 mg/kg BW, 528 mg/kg BW and paracetamol 91 mg/kg BW respective

Key words : analgetic, ethanolic extract of brotowali’s stem

ABSTRACT

and stomacic. It is used for fever, diabetes mellitus, reumatic, headache, s n related to tissue damage like wound, inflammation or cancer. stem by chemical induction method has analgetic effect for Swi

esearch with one way random design.

white mice, Swiss groove, it weights 20-30 grams, age is 2-3 months, and cellulose) 0.5%. Group II as a positive control used paracetamol suspensio u i’s stem ethanolic extract which dosage were 66, 132, 2 acid dosage 100 mg/kg of body weight was given in mice by intrap

m minutes. The accumulation numbers of the writhing respond are data which is got is analyzed statistically by Kolmogorov-Smirnov, on

(24)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sejak zaman dahulu tumbuh-tumbuhan sudah banyak dikenal sebagai sumber pengobatan yang ampuh. Mulai dari akar tumbuhan, berbagai umbi-umbian, batang dan kulit pohon, daun-daun bahkan bunga dan biji suatu tanaman yang sederhana pun dapat digunakan sebagai obat. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam salah satunya adalah tumbuh-tumbuhan.

Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) yang berkhasiat sebagai antipiretik, analgetik dan stomakik. Banyak digunakan untuk pengobatan diantaranya demam, sakit perut, rematik, sakit kuning, gatal-gatal, sakit kepala dan kencing manis (Soedibyo, 1998). Analgetik adalah penghilang nyeri, dimana nyeri merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih perlu ditanggulangi karena nyeri merupakan gejala dari hampir semua penyakit yang keberadaannya kadang-kadang sangat menyiksa. Hal ini menyebabkan penderitanya berusaha untuk bebas dari rasa nyeri tersebut. Walaupun kadang-kadang sangat menyiksa, nyeri sangat berharga sebagai petunjuk dan peringatan tentang adanya sesuatu yang tidak beres dalam tubuh. Salah satu solusi untuk mengatasi rasa nyeri tersebut dengan mengembangkan berbagai upaya pengobatan (Soedibyo, 1998).

Pengobatan nyeri berdasarkan khasiat batang brotowali sebagai analgetika telah diteliti antara lain penelitian efek antiinflamasi (antiradang) infus batang

(25)
(26)

membandingkannya dengan mencit putih jantan. Dari penelitian ini akan diketahui pengaruh ekstrak etanol 70% batang brotowali pada mencit putih betina Swiss dengan metode rangsang kimia sebagai analgetika dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian berikutnya tentang pengembangan batang brotowali sebagai analgetika.

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) memiliki efek analgetik terhadap mencit putih betina?

b. Seberapa besar persentase daya analgetik yang dimiliki ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada mencit putih betina?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai daya analgetik ekstrak etanol batang brotowali terhadap mencit putih betina belum pernah dilakukan. Penelitian-penelitian tentang khasiat batang brotowali sebagai obat telah dilakukan diantaranya Efek Analgetik Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada Mencit Putih Jantan (Teruna, 1987 cit., Soedibyo, 1998). Efek Antiinflamasi Infus Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada Tikus Putih Jantan (Rivai, 1987 cit., Soedibyo, 1998). Uji Fraksi Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare secara In Vitro (Iskandar, 1990 cit.,Soedibyo, 1998). Daya Antimikroba Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) dalam Etanol 96%, terhadap Staphilococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans, dan

(27)

(Suhartinah, 1985). Uji Repelan Rebusan Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Aedes aegypti (Hayati, 1997). Daya Penolak Serangga Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) yang Diberikan secara Oral pada Marmut terhadap Nyamuk Aedes aegypti

(Sulistyowati, 1999). Efek Repelan Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Aedes aegypti secara Topikal (Mubayinah, 1999). Aktivitas Ekstrak Petroleum Eter dan Fraksi Metanol Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans in vitro (Silawati, 2001). Efek Infus Batang Brotowali (Tinospora crispa

(L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Nyamuk Aedes aegypti secara Analisis Kualitaif Kandungan Kimianya secara KLT (Pooe, 2001). Uji Sitotoksisitas Ekstrak Kloroform Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Sel Myeloma dan Profil KLT-nya (Elfrieda, 2004). Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Sel Hela serta Profil KLT-nya (Rahayu, 2004). Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) Peroral terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Plasmodium bergehi pada Mencit In Vivo (Astuti, 2006). Perbandingan Pengaruh Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) dan Tolbutamid terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Terbebani Glukosa (Yanti, 2006). Efek Analgetik Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa

(28)

putih betina dengan metode induksi secara kimia di Universitas Sanata Dharma belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang penggunaan tanaman obat tradisional yaitu batang brotowali sebagai analgetika.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kegunaan batang brotowali sebagai analgetika.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ada tidaknya efek analgetik ekstrak etanol batang brotowali terhadap mencit putih betina.

(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Brotowali 1. Keterangan Botani

Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) termasuk familia: Menispermaceae

(Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965). Dikenal juga dengan beberapa nama

lain yaitu Menispermum crispum L., Tinospora crispa (L.) Miers., Tinospora

rumphii Boerl, Tinospora tuberculata (Lamk.) Beumee (Soedibyo, 1998) dan nama

daerah yaitu Jawa : Andawali (Sunda), antawali, daun gadel, brotowali, putrawali

(Jawa); Nusatenggara: Antawali (Bali); Indonesia : Brotowali (Anonim, 1986).

2. Morfologi

Brotowali merupakan perdu memanjat, tinggi batang sampai 2,5 m,

berkutil-kutil yang rapat, pepagannya mudah terkelupas. Daun bertangkai, panjang sampai 16

cm, bentuknya seperti jantung atau agak membundar telur tetapi berujung runcing,

lebar 6 cm sampai 13 cm. Perbungaan berbentuk tandan semu dengan 1 sampai 3

bunga bersama-sama, menggantung panjang 7 cm sampai 25 cm. Bunga (jantan)

bergagang pendek 3 mm sampai 4 mm, kelopak 6, hijau, panjang lebih kurang 3,5

mm, daun mahkota 3, panjang lebih kurang 8 mm (Anonim, 1978).

3. Kandungan kimia

Daun dan batang (Tinospora crispa (L.) Miers.) mengandung alkaloid,

saponin, tanin, zat pahit, polifenol, pati dan glikosida, sedangkan batangnya

mengandung flavonoida (Anonim, 1978; Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Hasil

(30)

pemeriksaan kandungan senyawa kimia terhadap ekstrak etanol batang tumbuhan

Tinospora crispa (L.) Miers secara kualitatif dengan metode Kromatogafi Lapis

Tipis menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid (Rahayu,

2004). Ekstrak metanol kulit batang brotowali menunjukkan aktivitas antioksidan

dengan nilai EC50 sebesar 0,1485 mg/ml (Limyati dan Esar, 2006).

Flavonoid (gambar 1) merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan

sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit,

tepungsari, nektar, bunga, buah buni dan biji (Markham, 1982). Flavonoid telah

dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan polifenol yang banyak terdapat

pada sayuran, buah-buahan, dan beberapa minuman seperti teh hijau dan anggur

merah. Di dalam keluarga polifenol, flavonoid ternyata mempunyai sifat antioksidan

yang amat kuat yang mencapai 20 kali sifat antioksidan vitamin E (Sitompul, 2003).

C C C

O

A B

1

2

3

4 5 6 7

8

1'

2' 3'

4'

5' 6'

1a 1b

Gambar 1. Kerangka flavonoid, (1a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (1b) (Robinson, 1995)

Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan flavonoid mampu

memberikan efek antioksidan antara lain karena adanya gugus fenolik dalam struktur

molekulnya. Ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas maka

terbentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonanasi inti aromatik (Cuvelier,

1991 cit., Hertiani, 2000).

Flavonoid sangat dimungkinkan dalam sejumlah pengobatan tradisional yang

(31)

Flavonoid berkhasiat sebagai antiinflamasi, antialergi, antithrombolik, vasoprotektif

sebagai penghambat promotor tumor dan untuk proteksi pada mukosa saluran cerna

atau gastrik. Efek-efek tersebut berhubungan dengan pengaruh flavonoid pada

metabolisme asam arakhidonat (Evans, 2002).

Flavonoid umumnya larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol

70%. Pada penyarian lebih lanjut digunakan petroleum eter, etanol 80%, dan pelarut

organik lain, tetapi flavonoid tetap berada dalam lapisan air (Harborne, 1984).

4. Kegunaan

Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) berkhasiat sebagai antipiretik,

analgetik dan stomakik. Kegunaannya untuk demam, kencing manis, rematik, sakit

kepala, sakit perut, sakit kuning, tonik dan gatal (mandi) (Soedibyo, 1998).

B. Metode Penyarian

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula

berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif

dalam cairan penyari tersebut. Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi

infudasi, maserasi dan perkolasi (Anonim, 1986).

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan melalui

serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk

simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,

sehingga cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai

(32)

sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk

menahan. Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction), yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan (Anonim, 1986).

Menurut Anonim (1986), cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara

maserasi karena:

1. aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan

larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat

perbedaan konsentrasi;

2. ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan

pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan

perbedaan konsentrasi.

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang

digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif

yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedangkan sisa setelah

penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim, 1986). Cairan penyari yang

digunakan untuk ekstraksi menurut Farmakope Indonesia adalah air, eter atau

campuran etanol dan air. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena sifatnya

yang lebih selektif, tidak beracun, netral dan absorpsinya baik. Selain itu kapang dan

(33)

C. Radikal Bebas dan Antioksidan 1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul yang reaktif karena kehilangan satu atau

lebih elektron yang bermuatan listrik yang seharusnya mengorbit berpasangan.

Dalam tubuh, radikal bebas dapat merusak sel-sel untuk memperoleh elektron guna

menstabilkan dirinya (Dalimartha dan Soedibyo, 1999 cit., Setiati, 2003). Radikal

bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut

sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.

Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas yaitu DNA, lemak

dan protein (Setiati, 2003).

Radikal bebas diproduksi secara eksogen dan secara endogen. Secara

endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom,

retikulum endoplasma dan intisel. Sedangkan secara eksogen, radikal bebas berasal

dari asap rokok, polutan radiasi, obat-obatan dan pestisida. Sumber utama reaksi

radikal bebas pada mamalia adalah pada rantai pernafasan, fagositosis, sintesis

prostaglandin, sistem sitokrom P-450, reaksi enzimatik O2 dan radiasi ion (Setiati,

2003). Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan

sehingga menimbulkan nyeri. Dalam proses peradangan, radikal bebas terbentuk

ketika asam arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida baik melalui jalur

siklooksigenase maupun lipooksigenase. Ketika terjadi kerusakan jaringan organ,

jumlah radikal bebas meningkat seiring dengan peningkatan produksi peroksida,

padahal tubuh memproduksi antioksidan endogen yang terbatas contohnya yaitu

(34)

bekerja menstabilkan radikal bebas. Apabila jumlah radikal bebas makin banyak,

antioksidan endogen tak mampu lagi melumpuhkannya secara efektif sehingga harus

ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan

(Sibuea, 2004).

2. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dalam kadar lebih rendah dibanding bahan

yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau menghambat oksidasi dari bahan

tersebut. Secara alamiah tubuh memproduksi antioksidan yang mampu melindungi

sel dari radikal bebas (Sibuea, 2004).

Menurut Setiati (2003), antioksidan dibedakan menjadi antioksidan eksogen

dan antioksidan endogen. Antioksidan endogen atau sering disebut antioksidan

primer terdiri atas enzim-enzim dan berbagai senyawa yang disintesis dalam tubuh

yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas baru. Antioksidan

eksogen atau yang dikenal juga sebagai antioksidan sekunder karena menangkap

radikal dan mencegah reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E (tokoferol),

vitamin C (askorbat), karoten, asam urat bilirubin dan albumin. Selain itu terdapat

juga antioksidan tersier yang memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan

oleh radikal bebas, contohnya enzim yang memperbaiki DNA dan metionin

(35)

D. Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan respon langsung terhadap kejadian/peristiwa yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, seperti luka, inflamasi

atau kanker (Rang, Dale, Ritter dan Moore, 2003). Nyeri merupakan suatu perasaan

pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Ambang nyeri

adalah intensitas rangsang terkecil yang akan menimbulkan sensasi nyeri bila

rangsang tersebut digunakan dalam waktu lama. Nyeri merupakan suatu mekanisme

pertahanan tubuh, yang timbul bila ada jaringan yang rusak (Guyton, dan Hall,

1996).

2. Jenis Nyeri

Bedasarkan perjalanannya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri yang

sifatnya akut dan kronis. Pada nyeri yang sifatnya akut umumnya terjadi beberapa

saat setelah terjadinya lesi atau trauma jaringan, berlangsung singkat dan biasanya

cepat membaik bila diberi obat pengurang rasa nyeri (analgetika). Bila diberikan

stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Rasa

sakit akut juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa sakit tajam,

rasa tertusuk, rasa sakit cepat, rasa sakit elektrik dan sebagainya (Anonim, 1991;

Guyton dan Hall, 1996). Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan

terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari

nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri kronik ini biasanya berlangsung

(36)

setelah satu detik atau lebih dan kemudian rasa sakit ini secara perlahan bertambah

untuk selama beberapa detik dan kadang kala sampai beberapa menit. Rasa sakit

kronik diberi banyak nama tambahan seperti rasa sakit terbakar, rasa sakit pegal, rasa

sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual dan rasa sakit lambat (Anonim, 1991;

Guyton dan Hall, 1996).

Nyeri berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi nyeri somatik dan

viseral. Nyeri somatik yang muncul dari kulit disebut nyeri superfisial (permukaan),

sedangkan nyeri yang berasal dari otot, sendi atau jaringan ikat disebut nyeri dalam.

Nyeri viseral muncul dari organ dalam yang berbeda bermakna dengan nyeri somatik

(Anonim, 2001).

3. Saraf dan Reseptor Nosiseptik

Menurut Greene dan Harris, (2000), sebagian besar reseptor pada kulit

memiliki struktur khusus yang merupakan ujung saraf bebas yang sederhana di

perifer. Tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam transmisi nyeri :

1. Serabut A-β : berukuran besar, bermielin, cepat dalam menyalurkan impuls

(30-100 m/detik), memiliki ambang nyeri yang rendah dan merespon terhadap

sentuhan ringan.

2. Serabut A-δ : berukuran kecil, bermielin tipis dan memiliki kecepatan konduksi

yang lebih rendah (6-30 m/detik). Serabut ini merespon terhadap tekanan, panas,

zat kimia dan memberi reaksi terhadap nyeri yang tajam, serta menimbulkan

(37)

3. Serabut C : berukuran kecil, tidak bermielin dan memiliki kecepatan konduksi

yang lambat (1-1,25 m/detik). Serabut ini merespon terhadap seluruh jenis

rangsang bahaya dan mentransmisikan nyeri yang lambat dan tumpul.

Banyak dari serabut ini adalah serabut C tak bemielin dengan kecepatan

konduksi yang rendah dimana grup ini dikenal sebagai nosiseptor C-polimodal.

Lainnya adalah serabut bermielin (Aδ) yang mengkonduksi lebih cepat tetapi

merespon rangsang perifer yang hampir sama. Nosiseptor polimodal (PMN)

merupakan saraf sensorik utama di perifer yang memberikan respon terhadap

rangsang bahaya. Sebagian besar adalah serabut C tak bermielin dengan

ujung-ujungnya yang merespon terhadap rangsang suhu, mekanik dan kimia. Zat-zat kimia

yang memiliki aksi di PMN dan menimbulkan nyeri meliputi bradikinin, proton,

adenosin tripfosfat (ATP) dan vanilloid. Polimodal nosiseptor (PMN) sendiri

disensitisasi oleh prostaglandin, dimana hal ini dapat menjelaskan mengenai aktivitas

analgetik dari obat-obat mirip aspirin (Rang dkk, 2003).

Menurut Greene dan Harris, (2000), tiga kelompok utama reseptor kulit yang

telah diidentifikasi adalah :

1. Mekanoreseptor (mendeteksi sentuhan ringan)

2. Termoreseptor (mendeteksi panas)

3. Nosiseptor (mendeteksi luka dan rangsang bahaya).

Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang belakang

(38)

Gambar 2. Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang belakang (Rang dkk, 2003)

Badan sel dari serabut aferen nosiseptik berada di belakang serabut ganglia.

Serabut ini memasuki sumsum tulang belakang melalui serabut ganglia dan berakhir

di daerah abu-abu pada dorsal horn. Dorsal horn merupakan daerah abu-abu

menyerupai tanduk yang terdapat di sumsum tulang belakang. Pada daerah tersebut

terdapat daerah pengaturan sistem somatik dan viseral (Martini, Timmons, Ober,

Garrison, Welch dan Hutchings, 1995). Kebanyakan dari serabut aferen nosiseptik

berakhir pada permukaan dari tulang belakang. Serabut C dan beberapa serabut A

masuk ke dalam badan sel pada lamina I dan II. Sementara serabut A lainnya masuk

lebih dalam ke dalam tulang (lamina V) (Rang dkk, 2003).

4. Mediator Nyeri

Berbagai metabolit dan senyawa dilepaskan dari sel-sel yang terluka atau

terinflamasi termasuk 5-HT, histamin, asam laktat, ATP dan K+ dimana banyak yang

mempengaruhi terminal-terminal saraf nosiseptik. Asam arakidonat ditemukan

teresterifikasi dalam fosfolipid (Rang dkk, 2003). Prostaglandin merupakan mediator

yang dihasilkan dari perombakan asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase.

(39)

penyebab nyeri dari agen lain secara kuat seperti bradikinin atau 5-HT. Bradikinin

merupakan senyawa penyebab nyeri yang poten, beraksi sebagian dikarenakan

lepasnya prostaglandin yang sangat kuat meningkatkan aksi langsung bradikinin

pada terminal-terminal saraf (Rang dkk, 2003). Pembentukkan mediator-mediator

nyeri dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Pembentukkan mediator-mediator nyeri (Rang dkk, 2003)

Keterangan : = menghambat

= membentuk

NSAID = Non Steroid Anti Inflammatory Drug PAF = Platelet Activating Factor

Gangguan membran sel

Fosfolipida

Rangsangan

Asam arakhidonat

Lyso-glyseril fosforilkolin

PAF

leukotrien prostaglandin tromboksan

prostasiklin Vasodilatasi,

kemotaksis Glukokortikoid

(menginduksi terbentuknya lipocortin)

Penghambat lipooksigenase Contoh: zileutin

NSAID

Antagonis PAF Contoh: lexipafant

Lipooksigenase

siklooksigenase Fosfolipase A2

mediator nyeri

(40)

5. Mekanisme Nyeri

Langkah pertama untuk mencapai sensasi nyeri adalah rangsangan pada

ujung-ujung saraf bebas yang dikenal sebagai nosiseptor. Mekanisme rangsang

tersebut melepaskan bradikinin, K+, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin,

dan substansi P yang mensensitisasi/mengaktivasi nosiseptor. Prostaglandin

meningkatkan aktivitas bradikinin; oleh sebab itu keduanya berpengaruh besar pada

proses inflamasi dan perlu waktu lama sebagai target pada penggunaan terapi

farmakologis (Galler, Bradley, Gammaitoni, Arnold dan Alvarez, 2004). Aktivasi

reseptor menimbulkan aksi potensial yang ditransmisikan sepanjang serabut saraf

aferen menuju sumsum tulang belakang. Transmisi nociceptive terjadi pada serabut

saraf Aδ dan C aferen. Rangsangan pada serabut Aδ yang bermielin dan berdiameter

luas membawa nyeri yang tajam dan terlokalisasi, sebagaimana rangsang pada

serabut yang tidak bermielin dan berdiameter kecil menghasilkan nyeri yang lemah

dan tidak terlokalisasi (Baumann, 2005).

Noksius atau rangsang bahaya yang melewati ambang batas nyeri

menimbulkan aktivasi dalam serabut nosiseptor. Nosiseptor banyak terdapat dalam

serabut C. Aktivitas yang berupa impuls diteruskan menuju sistem saraf pusat dan

menyebabkan eksitasi neuron sehingga menimbulkan nyeri. Aktivasi serabut C

memicu pelepasan Calcitonin gene-related peptide (CGP). Pada jaringan inflamasi

akan dilepaskan Neuron Gowth Factor (NGF) dan mediator lain seperti bradikinin,

serotonin, prostaglandin dan lain-lain. Penghambatan pada tahap eksitasi oleh

(41)

menyebabkan aktivitas analgetik pusat. Analgetika perifer dan NSAID bekerja

menghambat pada pelepasan mediator (Rang dkk, 2003).

Faktor pertumbuhan neuron atau neuron gowth factor (NGF) merupakan

mediator mirip sitokinin yang dihasilkan oleh jaringan di perifer terutama pada

jaringan yang mengalami peradangan dan beraksi secara spesifik pada serabut saraf

aferen serta meningkatkan kemosensitivitas dan kandungan senyawa peptida.

Senyawa peptida dilepaskan di pusat dan di perifer sebagai mediator yang berperan

penting dalam terjadinya nyeri (Rang dkk, 2003). Mekanisme nyeri dapat dilihat

pada gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme nyeri (Rang dkk, 2003)

Pembentukan NO

Keterangan : + = menginduksi = menghambat

BK = Bradikinin

-5-HT = 5-Hidroksi triptamin (serotonin)

SP = Substansi P

PG = Prostaglandin

NGF = Neuron Gowth Factor (faktor pertumbuhan neuron)

CGP = Calcitonin gene-related peptide

NA = Nor Adrenalin

(42)

E. Analgetika

Analgetika atau obat-obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang

mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa

nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara yakni dengan : (1) merintangi

pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer oleh analgetika

perifer atau oleh anastetika lokal, (2) merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam

saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika lokal, (3) blokade dari pusat nyeri

dalam sistem saraf sentral dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan

anestetika umum (Tjay dan Rahardja, 2002).

Menurut Tjay dan Rahardja (2002), analgetika dapat dibagi dalam dua

golongan besar yakni analgetika narkotik dengan kerja sentral dan analgetika

nonnarkotik dengan kerja perifer.

1. Analgetika narkotik

Zat-zat ini memiliki daya penghalang nyeri yang kuat sekali dengan titik-titik

yang terletak di sistem saraf sentral. Mereka umumnya mengurangi kesadaran (sifat

meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia) selain itu

mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan fisik dan

psikis (ketagihan, adiksi) dengan gejala-gejala abstinensi bila pengobatan dihentikan.

2. Analgetika nonnarkotik

Obat-obat ini dinamakan analgetika perifer karena tidak mempengaruhi

sistem saraf sentral, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan.

Semua analgetika perifer mempunyai pula kerja antipiretik, yakni menurunkan suhu

(43)

berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur panas di hipotalamus, yang

mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran

panas dan disertai keluarnya banyak keringat.

F. Parasetamol

Parasetamol berbentuk hablur putih; tidak berbau; dan rasa agak pahit. Larut

dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N. Selain itu parasetamol mudah

larut dalam etanol (Anonim, 1995).

Gambar 5. Struktur molekul parasetamol (Anonim, 1995)

OH

NHCOCH3

Parasetamol adalah salah satu obat yang paling penting untuk mengobati

nyeri ringan sampai sedang bilamana efek antiinflamasi tidak diperlukan.

Parasetamol adalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan

efek analgetiknya dan penghambat prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan

tidak memiliki efek antiinflamasi yang signifikan. Parasetamol diberikan secara oral.

Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan perut, dan konsentrasi darah

puncak biasanya tercapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh parasetamol adalah 2-3

jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal (Furst dan Munster, 2002).

Mekanisme kerja parasetamol sebagai inhibitor sintesis prostaglandin pada

enzim siklooksigenase menyebabkan konversi asam arakhidonat menjadi PGG2

(44)

sebagai agen analgetik dan antipiretik yang efektif (Styrt dkk, 1990), parasetamol

berbeda karena sifat antiinflamsinya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan

sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pascapersalinan dan keadaan lain

dimana aspirin tidak efektif sebagai analgetika. Nyeri akut dan demam bisa diatasi

dengan 325-500 mg 4 kali sehari dan secara proporsional dikurangi untuk anak-anak.

Keadaan tunak (steady state) dicapai dalam sehari (Furst dan Munster, 2002).

Dewasa ini parasetamol dianggap sebagai zat nyeri yang paling aman, juga untuk

swamedikasi. Parasetamol diberikan secara peroral dengan dosis dewasa 0,5-1,0

gram, maksimum 4 gram/hari, pada penggunaan kronis maksimal 2,5 gram/hari

(Tjay dan Rahardja, 2002).

G. Metode Pengujian Efek Analgetik

Metode-metode pengujian aktivitas analgetika dilakukan dengan menilai

kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi

pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara

mekanik, termik, elektrik dan secara kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri

secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgetika

kuat. Pada umumnya daya analgetik dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya

peningkatan stimulus nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus

nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Anonim, 1991).

Turner (1965) membagi metode pengujian daya analgetik menjadi dua, yaitu

(45)

1. Golongan analgetika narkotika

Analgetika narkotika adalah analgetika dengan mekanisme kerja sentral.

Metode penapisan aktivitas analgetik untuk analgetika narkotika anatara lain

sebagai berikut:

a. Metode jepitan ekor

Sekelompok mencit disuntik dengan senyawa uji dengan dosis

tertentu secara subkutan (s.c.) atau intravena (i.v.). Tiga puluh menit

kemudian, jepitan dipasang pada pangkal ekor mencit selama 30 detik.

Mencit yang tidak diberi senyawa uji akan berusaha melepaskan diri dari

kekangan tersebut, tetapi mencit yang diberi analgetika akan mengabaikan

kekangan tersebut. Dalam rentang waktu tertentu jepitan dipasang kembali.

Respon positif yang menunjukkan adanya efek analgetik apabila tidak ada

usaha untuk melepaskan jepitan selama 15 detik pada tiga kali pengamatan.

b. Metode rangsang panas

Hewan percobaan ditempatkan di atas lempeng panas dengan suhu

50oC sampai 55oC sebagai rangsang nyeri. Mencit yang sudah diberi senyawa

uji secara subkutan atau peroral, diletakkan pada hot plate yang sudah

dipersiapkan. Reaksi mencit adalah menjilat kaki depan, kaki belakang lalu

meloncat. Selang waktu antara pemberian rangsang nyeri dan terjadinya

respon, disebut waktu reaksi. Waktu reaksi dapat diperpanjang oleh obat-obat

analgetika. Perpanjangan waktu reaksi selanjutnya dapat dijadikan sebagai

(46)

c. Metode pengukuran tekanan

Metode ini menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan yang

diberikan pada ekor tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari 2 syringe

yang dihubungkan ujung dengan ujungnya yang bersifat elastis, fleksibel dan

pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisa pipa dihubungkan dengan

manometer. Syringe yang pertama diletakkan secara vertikal dengan ujung

menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe. Ketika

tekanan diberikan pada penghisap dari syringe yang kedua, tekanan ini akan

berhubungan dengan sistem hidrolik pada syringe yang pertama kemudian

dengan ekor tikus. Tekanan yang sama pada syringe yang kedua akan

meningkatkan tekanan pada ekor tikus. Manometer akan membaca ketika

tikus memberikan respon. Respon tikus yang pertama adalah meronta

kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) tanda kesakitan.

d. Metode potensi petidin

Metode ini kurang baik, karena dibutuhkan hewan uji dalam jumlah

besar, tetapi dapat digunakan untuk uji sedatif. Tiap kelompok tikus terdiri

dari 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 kelompok kecil dan diberi

petidin dengan dosis berturut-turut yaitu 2, 4 dan 8 mg/kg. Setengah

kelompok dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok petidin dan senyawa

uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen proteksi dihitung dengan bantuan

(47)

e. Metode antagonis nalorfin

Uji analgetik dengan metode ini bertujuan untuk menunjukkan aksi

obat-obat seperti morfin. Nalorfin memiliki kemampuan untuk meniadakan

aksi dari morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam metode ini adalah

tikus, mencit dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik kemudian

segera diikuti pemberian nalorfin (0,5-10,0 mg/kg BB) secara intravena.

Sebuah obat yaitu piritramid dapat menyebabkan respon seperti hilangnya

refleks korneal dan refleks bradipnea. Efek tersebut dapat dilawan setelah 1

menit pemberian nalorfin 1,25 mg/kg BB yang disuntikkan secara intravena.

Teori menyebutkan bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan

reseptornya.

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari

posterior, dapat menyebabkan kontraksi uterus sehingga menimbulkan kejang

pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal sehingga menarik

pinggang dan kaki belakang. Respon kejang dapat diatasi dengan pemberian

morfin atau turunannya. Tikus betina diberi estrogen dengan menanam atau

memasukkan 15 mg pelet dietilstilbestrol secara subkutan pada paha tikus.

Setelah 10 minggu hewan uji siap diuji analgetik. Senyawa yang akan diuji

diberikan 15 menit secara subkutan sebelum diberi oksitosin secara

intraperitoneal. Penurunan kejang dapat teramati dan ED50 dapat

diperkirakan. Selain morfin senyawa analgetika yang bisa diuji dengan

(48)

g. Metode pencelupan air panas.

Sepuluh tikus disuntik intraperitoneal dengan senyawa uji, kemudian

ekor tikus dicelupkan dalam air panas (suhu 58oC). Respon tikus dilihat dari

hentakan ekornya dari air panas.

2. Golongan analgetika nonnarkotika

Analgetika nonnarkotika yang mekanisme kerjanya secara perifer.

Metode penapisan analgetik untuk anagetika nonnarkotika antara lain sebagai

berikut :

a. Metode rangsang kimia

Di dalam metode ini, rasa nyeri yang timbul berasal dari rangsang

kimia yang disebabkan oleh zat kimia yaitu fenilbenzokuinon dan asam asetat

yang disuntikkan pada hewan uji secara intraperitoneal. Metode ini cukup

peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetika yang mempunyai efek

analgetik lemah. Selain peka metode ini juga sederhana, dan reprodusibel.

Akan tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu hasilnya tidak spesifik

karena senyawa-senyawa selain analgetik seperti obat antihistamin juga

memberikan reaksi positif. Pemberian analgetika akan mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri sehingga jumlah geliat yang terjadi berkurang

sampai tidak terjadi geliat sama sekali. Hal ini tergantung pada efek analgetik

dari senyawa yang digunakan.

Untuk uji efek analgetik jenis ini senyawa pembanding yang

(49)

parasetamol, dan sebagainya. Perhitungan % penghambatan terhadap geliat

mengikuti persamaan sebagai berikut:

% penghambatan = 100 – [(P/K) x 100%] Keterangan: P = jumlah geliat kumulatif mencit setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat mencit kelompok kontrol negatif

b. Metode pedodolometer

Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya efek

analgetik. Alas kandang tikus terbuat dari kepingan metal yang bisa

mengalirkan listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut kemudian dialiri

listrik. Respon ditandai dengan teriakan dari tikus tersebut. Pengukuran

dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam.

c. Metode rektodolometer.

Tikus diletakkan dalam kandang yang dibuat khusus dengan alas

tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa

gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan

silinder elektroda tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah

0,1 volt dihubungkan dengan konduktor yang berada di atas gulungan.

Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan teriakan mencit adalah

1 sampai 2 volt.

H. LANDASAN TEORI

Batang brotowali berkhasiat sebagai penghilang nyeri (analgetika).

Penelitian-penelitian farmakologi tentang khasiat batang brotowali sebagai

(50)

jantan dan efek analgetik infusa batang brotowali pada mencit putih betina (Rivai,

1987 cit.,Soedibyo, 1998; Teruna, 1987 cit.,Soedibyo, 1998 dan Handara, 2006).

Hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia terhadap ekstrak etanol batang

tumbuhan Tinospora crispa (L.) Miers secara kualitatif dengan metode Kromatogafi

Lapis Tipis menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid

(Rahayu, 2004). Adanya senyawa flavonoid adalah penghambat metabolisme asam

arakhidonat yang poten. Jika metabolisme asam arakhidonat dihambat,

mediator-mediator nyeri seperti prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin tidak terbentuk,

dengan demikian maka perangsangan reseptor nyeri juga tidak terjadi (Robinson,

1995). Terkait hal ini pengekstraksian dengan etanol 70% (dalam bentuk sediaan

ekstrak) diharapkan menghasilkan flavonoid terlarut yang lebih banyak dibandingkan

air (dalam bentuk sediaan infusa) karena flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol

70% (Harborne, 1984) sehingga efek farmakologis zat aktif yang dihasilkan lebih

optimal, disamping itu dalam bentuk sediaan ekstrak zat aktifnya stabil dan tidak

mudah terserang oleh kuman dan kapang sehingga dapat disimpan dalam jangka

waktu yang relatif lama sehingga lebih efektif untuk diproduksi dalam skala industri.

Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui daya analgetik

ekstrak etanol batang brotowali pada tiap dosis yang digunakan.

I. HIPOTESIS

Ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) memiliki efek

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Metode Penelitian

Metode pengujian efek analgetik yang digunakan pada penelitian ini

adalah metode rangsang kimia. Pada metode ini rasa nyeri yang timbul berasal

dari rangsang kimia yang disebabkan oleh zat kimia yaitu asam asetat yang

diinjeksikan pada hewan uji secara intraperitoneal.

Penelitian ini menggunakan asam asetat sebagai rangsang kimia yang

diberikan secara intraperitoneal pada mencit yang telah dipuasakan ±18-24 jam

sebelumnya dan diberi senyawa uji secara peroral pada 15 menit sebelumnya.

Respon nyeri pada mencit yang diamati adalah geliat berupa kontraksi perut

disertai tarikan kedua kaki belakang ke belakang dan perut menempel pada lantai.

Geliat diamati dan dihitung setiap 5 menit selama 60 menit. Pemberian senyawa

analgetika akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah geliat yang terjadi

berkurang. Daya analgetik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

Handerson dan Forsaith, yaitu:

% penghambatan= 100 – [(P/K) x 100%] Keterangan: P = jumlah geliat kumulatif mencit setelah perlakuan

K = jumlah rata-rata geliat mencit kelompok kontrol negatif.

(52)

Metode ini dipilih karena metode ini dapat digunakan sebagai langkah

pengujian awal untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki efek analgetik

atau tidak, sederhana, mudah dilakukan serta peka untuk pengujian

senyawa-senyawa yang memiliki daya analgetik lemah, akan tetapi metode ini tidak

spesifik dimana senyawa-senyawa selain analgetik juga memberikan reaksi positif

seperti obat antihistamin. Kriteria yang menentukan senyawa tersebut memiliki

efek analgetik atau tidak adalah apabila senyawa tersebut mampu menurunkan

jumlah geliat ≥50% dari jumlah geliat pada kontrol negatif (Anonim, 1991).

C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas : kelompok perlakuan yang diberikan yaitu ekstrak etanol

70% batang brotowali dengan 4 peringkat dosis, kelompok kontrol positif

berupa suspensi parasetamol dalam larutan CMC Na 0,5% dan kelompok

kontrol negatif berupa CMC Na 0,5%.

b. Variabel tergantung : persentase daya analgetik ekstrak etanol batang

brotowali terhadap mencit putih betina.

c. Variabel pengacau terkendali : subjek uji : mencit putih betina galur

Swiss; umur subjek : 2-3 bulan; berat badan : 20-30 gram; asal tanaman

brotowali : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan

Obat Tradisional, Tawangmangu, Karang Anyar, Jawa Tengah; proses

ekstraksi senyawa kimia batang brotowali menggunakan penyari etanol

(53)

d. Variabel pengacau tak terkendali : keadaan patologis mencit, suhu ruangan

selama proses ekstraksi batang brotowali, ketahanan mencit dalam

menahan rasa sakit dan kemampuan absorpsi mencit terhadap ekstrak

etanol batang brotowali.

2. Definisi Operasional

a. Batang brotowali adalah batang yang diambil dari tanaman brotowali,

memiliki warna hijau kecoklatan, permukaan tidak rata, bertonjolan,

beralur-alur membujur, lapisan luar mudah terkelupas.

b. Ekstrak etanol 70% batang brotowali merupakan sediaan kental yang

dibuat dengan cara menyari serbuk simplisia kering batang brotowali

menurut cara yang cocok menggunakan penyari etanol 70%, di luar

pengaruh cahaya matahari secara langsung.

c. Efek analgetik adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri dengan/tanpa menghilangkan kesadaran.

d. Daya analgetik menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam

memberi efek analgetik, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai persen

penghambatan terhadap respon (geliat).

e. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai

tarikan kedua kaki belakang ke belakang dan perut menempel pada lantai.

f. Metode rangsang kimia adalah metode yang digunakan untuk mengukur

efek analgetik zat uji terhadap subyek uji dengan cara memberi rangsang

(54)

D. Bahan Penelitian

1. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit putih

betina, galur Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari

Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

2. Serbuk batang brotowali

Bahan uji yang digunakan berupa serbuk batang brotowali (Tinospora

crispa (L.) Miers.) yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu,

Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah pada bulan Agustus 2007.

3. Parasetamol : berupa serbuk hablur berwarna putih; tidak berbau dan

rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N dan juga

mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Parasetamol yang digunakan

dalam penelitian diperoleh dari Brataco Chemica dengan kualitas

farmasetis.

4. CMC Na : berupa serbuk atau granul, putih sampai krem; higroskopis

(Anonim, 1995), diperoleh dari Brataco Chemica dengan kualitas

farmasetis.

5. Asam asetat glasial : berupa cairan jernih; tidak berwarna; bau khas,

menusuk; rasa asam jika diencerkan dengan air (Anonim, 1995),

(55)

Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

6. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

7. Etanol 70% : berupa cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,

bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap

walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78°, mudah terbakar

(Anonim, 1995), diperoleh dari Asia Lab dengan kualitas teknis.

E. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat Ekstraksi

Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, cawan

porselen, cawan petri, pipet tetes, corong kaca dan plastik, batang pengaduk;

perkolator; jirigen; kertas saring; aluminium foil; waterbath; corong buchner;

pompa vacum Anleitung Lesen; rotary vacum evaporator Janke and kunkel RV

05-ST; oven; sendok pengerik; timbangan analitik merek Mettler Toledo AB204;

timbangan gram/milligram balance merek Mettler Toledo GB3002.

2. Alat Uji Geliat

Timbangan gram/milligram balance merek Mettler Toledo PM 600,

timbangan analitik merek Mettler Toledo AE 200, kotak kaca tempat pengamatan

geliat, stopwatch, syringe dan spuit injeksi pemberian peroral (berupa jarum yang

ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah), syringe dan spuit

(56)

Terumo, bekker glass, pengaduk, pipet tetes, labu ukur, mikropipet, pemanas

merek Ika Combimag Net, stirer magnetik.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Sediaan Uji

a. Pengumpulan bahan

1) Batang brotowali yang telah dideterminasi dan diperoleh dari Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional,

Tawangmangu, Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah pada bulan

Agustus 2007.

2) Etanol 70% diperoleh dari Asia Lab, parasetamol diperoleh dari Brataco

Chemica, CMC Na diperoleh dari Brataco Chemica, asam asetat glasial

diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta dan aquadest Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

b. Pembuatan ekstrak etanol batang brotowali

Empat ratus gram serbuk simplisia batang brotowali yang sudah

dikeringkan dan diblender sampai halus, dimasukkan ke dalam perkolator dan

direndam dengan etanol 70% sampai mencapai ketinggian 1,5 cm di atas

permukaan serbuk selama 24 jam. Kran perkolator dibuka dan kecepatan aliran

diatur sehingga tiap 1 menit didapat perkolat sebanyak 20 tetes. Selama proses

perkolasi berlangsung tinggi etanol di atas permukaan serbuk harus tetap 1-1,5

Gambar

Tabel 8. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada pene-
Tabel 11. Perbandingan % penghambatan terhadap geliat ekstrak etanol
Tabel 29. Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok
Gambar 14.  Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011- 2015 yang merupakan tugas sektoral dari

Manusia sebagai anggota organisasi adalah merupakan inti organisasi sosial. Manusia terlibat dalam tingkah laku organisasi. Teori ini menekankan pada pentingnya individu dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas teknis penggunaan panel surya pada gedung perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS dan mengukur tingkat

Seluruh dosen pengajar program studi Manajemen S1 Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, terima kasih atas bekal ilmu selama perkuliahan dan semua bantuan yang

Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara perdarahan postpartum pada ibu bersalin dengan berat bayi makrosomia.Berat bayi lahir yang lebih dari normal atau

Sebuah index space juga dapat ditentukan pada storage group, dan index space bisa ditentukan pada storage group yang sama atau tidak sesuai dengan tabel yang

Meskipun hasil ini tampak seperti kontradiktif dengan teori, namun pada kenyataannya terdapat beberapa alasan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendukung hasil

a) Sistem mengadaptasi pemikiran pakar dalam mendiagnosa penyakit leukimia yang dituangkan dalam suatu kaidah diagnosa. b) Sistem menganalisa masukan pengguna dengan