UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS
DENGAN METODE RANGSANG KIMIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Meidina Filirida NIM : 048114083
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa (L.) Miers.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SWISS
DENGAN METODE RANGSANG KIMIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Meidina Filirida NIM : 048114083
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Lets be faithful over a few things, God will
make us ruler over many things”
“
HE WHO IS FAITHFUL IN WHAT IS LEAST IS
FAITHFUL ALSO IN MUCH; AND HE WHO IS
UNJUST IN WHAT IS LEAST IS UNJUST ALSO IN
MUCH
”
LUKE 16 :10
One night a woman had a dream.
She dreamed she was walking along the beach with the Lord.
Across the sky flashed scenes from her life.
For each scene, she noticed two sets of footprints in the sand;
one belonged to her,and the other to the Lord.
I dedicated this work for:
When the last scene of her life flashed My greatest Lord and Savior Jesus Christ
before her, she looked back at the footprints
who gave me new life and talentsin the sand. She noticed that many times
My lovely father, mother and brothersalong the path of her life there was
who gave me the mean of true life and love
only one set of footprints. She also noticed that it happened
My someone special
at the very lowest and saddest times
who gave me new ground for believingin her life. This really bothered her and
by standing in the gap,she questioned the Lord about it.
spirit of different and spirit of excellence“Lord, you said that once I decided to follow
Everybody who ever entered my life
You, You’d walk with me all the way. But I have
who gave me how to appraise lifenoticed that during the most troublesome times in my life.
and made life so worthyThere is only one set of footprints. I don’t understand
and why when I needed You
most You would leave me. “The Lord replied, “My precious, precious child I love you
and I would never leave you. During your times of trial and suffering, when you see
only one set of footprints, it was then that I carried you.”
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada Mencit Putih Betina Swiss dengan Metode Rangsang Kimia”, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama menjalani kuliah.
2. Arief Rahman Hakim, M.Si., Apt. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis baik dalam penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik dan saran untuk skripsi ini.
4. dr. Fenty, selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik dan saran untuk skripsi ini.
5. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu yang telah membantu dalam penyediaan brotowali sebagai tanaman yang diteliti.
6. Segenap dosen, karyawan dan laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. My lovely and pride parents, Drs. Asmadi Ranji dan Ariaty Sarunduk atas seluruh komitmen dan dedikasi yang diberikan sebagai kebanggaan terbesar dan otoritas dalam hidup.
8. My wonderful and pride brothers, kak Marchal dan kak Mapri atas seluruh perhatian dan semangat dalam kasih persaudaraan sejati yang membuat hidup lebih hidup.
9. My amazing and precious God’s gift atas seluruh kasih, perhatian, kepercayaan dan kesediaan dalam berbagi kasih dan hidup.
10.My lovely big family atas perhatian, semangat, dukungan dan dorongan yang diberikan selama ini.
11.My wonderful and pride brothers and sisters Wisdom of God Cellgroup zone 1 like my second family atas perhatian, semangat dan kebersamaannya untuk dapat berbagi dan bertumbuh dalam kasih agape.
12.My pride big family of New Generation Chruch like my second home atas dasar-dasar kebenaran yang telah dibagikan dan membangun hidupku.
13.My wonderful friends seperjuangan dalam penelitian skripsi; Siska, Anggi, Fili dan Indra atas kerjasama dan kebersamaannya; proud of us.
14.My wonderful senasib sepenaggungan di farmasi; Ivonne, Widya dan Indah atas dukungan dan kerjasamanya; pharmacy never ending and pharmacist never die.
15.Seluruh teman-teman sejawat farmasi angkatan 2004 dan sealmamater Universitas Sanata Dharma dan KKN kelompok 39 atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam berjuang.
16.Seluruh teman-teman terbaik Difa’s gurls kost atas perhatian, dukungan, dorongan dan kebersamaannya yang saling membangun dan menguatkan.
17.Setiap pribadi berharga yang pernah kutemui, atas pengalaman-pengalaman bersama yang mengesankan dan membuat hidup lebih berharga.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dalam hal isi maupun bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii
HALAMAN PENGESAHAN………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PENYERAHAN KARYA ILMIAH... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vii
PRAKATA...……… viii
DAFTAR ISI………. ix
DAFTAR TABEL………. xv
DAFTAR GAMBAR………. xviii
DAFTAR LAMPIRAN…….……….... xx
INTISARI……….. xxii
ABSTRACT………... xxiii
BAB I. PENGANTAR………... 1
A. 1 1. Permasalahan………... 3
Latar Belakang………... Keaslian Penelitian………... uan Penelitian……… 2. 3 3. Manfaat Penelitian……….. 5
B. Tuj ...… 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….. 6
A. Bro …. 6
1. Keterangan Botani………... 6
towali ……….… 2. Morfologi……… Saraf dan reseptor nosiseptik………...……… Mekanisme nyeri………...……… Parasetamol ...………...…………. ….. 6
3. Nama daerah………. 6
4. Kandungan kimia……….. 8
5. Kegunaan………..…. ………... 8
B. Metode Penyarian………. 8
C. Radikal Bebas dan Antioksidan ………... 10
1. Radikal bebas ……… 10
2. Antioksidan……… 11
D. Nyeri………...……….. 12
1. Definisi nyeri………...………... 12
2. Jenis nyeri………...………... 12
3. ... 13
4. Mediator nyeri………...………... 15
5. …... 17
E. Analgetika………...………... 19
F. 20 G. Metode Pengujian Efek Analgetik ………...………… 21
H. Landasan Teori .……….……… 26
I. Hipotesis. ……….……….…………. 27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………...……….. 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….. 28
B. Metode Penelitian ……… 28
C. 29
1. Variabel………...… 29
Variabel dan Definisi Operasional………..
2. Definisi operasional………..…..
Alat atau Instrumen Penelitian………...…....
2. Alat uji geliat………..………...
1. Pembuatan sediaan uji...……....………....
B IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… . Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Brotowali ...………..……...
1. Seleksi hewan uji……… 5
Penetapan dosis asam asetat………...
Penetapan dosis parasetamol………..
asetat……….. 54 30 D. Bahan Penelitian…...………...… 31
E. 32
1. Alat ekstraksi……….……… 32 32
F. Tata Cara Penelitian……… 33
33 2. Uji Pendahuluan (Orientasi)………...……….….. 35
3. Uji utama ………..………..….. 39
BA .… 42
A. Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk………..…….... ... 42
B. 43
C. Uji Pendahuluan (Orientasi)……….… 45 4 2. Penentuan kriteria geliat………. 46
3. 46
4. Penetapan kontrol negatif…..………. 48
5. 51
6. Penetapan selang waktu pemberian suspensi parasetamol dan asam
7. Penetapan dosis ekstrak etanol batang brotowali………...
pemberian suspensi ekstrak etanol batang brotowali dan asam aset-
Utama………..……..
Pegujian daya analgetik ekstrak etanol batang brotowali dan analisis
B V. KESIMPULAN DAN SARAN………..
n………
IRAN………
57 8. Penetapan selang waktu pemberian rangsang (selang waktu antara
at)……… 60
D. Uji 63
1. Perlakuan hewan uji……… 63
2.
hasil………. 64
BA 79
A. Kesimpulan……….. 79
B. Sara …. 79
DAFTAR PUSTAKA………... 80
LAMP …. 84
BIOGRAFI PENULIS……….. 129
DAFTAR TABEL
an . Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis
47 . Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan kontrol
49 . Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan t
52 . Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap
a
mol 91 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB... da pene-
dan asam asetat 100 mg/kg BB... e
.... 58 p
etanol batang brotowali 264 mg/kg BB dan asam asetat
. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada pene-
towali 264 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB... 62 Halam Tabel 1
efektif asam asetat………... Tabel 2
negatif...….
Tabel 3 erhadap
geliat pada penetapan dosis parasetamol... Tabel 4
geliat pada penetapan selang waktu pemberian suspensi p raseta-
54 Tabel 5. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pa
tapan selang waktu pemberian suspensi parasetamol 91 mg/kg BB
56 Tabel 6. Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan t rhadap
geliat pada penetapan dosis ekstrak etanol batang brotowali... Tabel 7. Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhada geliat pada penetapan selang waktu pemberian suspensi ekstrak
100 mg/kg BB …... 60 Tabel 8
tapan selang waktu pemberian suspensi ekstrak etanol batang bro-
Tabel 9
geliat pada kelompok perlakuan………...
. Jumlah kumulatif geliat hewan uji dan % penghambatan terhadap
... 66 Tabel 1
... 69
4 9
93
tang brotowali………... 93 abel 16. Data % penghambatan terhadap jumlah geliat pada penetapan
dosis parasetamol………... 96 abel 17. Data % penghambatan terhadap jumlah geliat pada penetapan dosis
ekstrak etanol batang brotowali... 96 abel 18. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan selang waktu pemberian
suspensi parasetamol dan asam asetat ……... 99 abel 19. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan selang waktu pemberian
suspensi ekstrak etan an asam asetat ……..…. 99 Tabel 20. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang
... 103 abel 21.
waktu pemberian suspensi ekstrak etanol batang brotowali dan 0. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada ke- lompok perlakuan... Tabel 11. Perbandingan % penghambatan terhadap geliat ekstrak etanol
batang brotowali pada mencit putih jantan dan betina Swiss... 7 Tabel 12. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan dosis asetat... 8 Tabel 13. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan kontrol negatif... 91 Tabel 14. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan dosis parasetamol... Tabel 15. Jumlah geliat hewan uji pada penetapan dosis ekstrak etanol ba-
T
T
T
T
ol batang brotowali d
waktu pemberian suspensi parasetamol dan asam asetat.... T Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang
asam asetat... Data jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam asetat
... 103 Tabel 22.
107 abel 23.
. 107 abel 24.
. 118 abel 26.
…………. 120 abel 28.
. 124 abel 29.
pada semua kelompok perlakuan... T Lanjutan data jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam
asetat pada semua kelompok perlakuan... T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok
perlakuan……….... 113 Tabel 25. Data potensi relatif ekstrak etanol batang brotowali terhadap pa-
rasetamol 91 mg/kg BB(kontrol positif)……… T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok
perlakuan pada mencit putih betina Swiss ekstrak etanol batang
brotowali……….….... 120 Tabel 27. Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok
perlakuan pada mencit putih jantan Swiss ekstrak etanol batang brotowali……… T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok
perlakuan pada mencit putih betina Swiss infusa batang bro- towali……….. T Data % penghambatan terhadap geliat pada semua kelompok
perlakuan pada mencit putih betina Swiss ekstrak etanol batang
brotowali………. 124
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 1. Kerangka flavonoid, (1a) dan sistem penomoran
turunan flavonoid... 7
Gambar 2. Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang belakang... 15
Gambar 3. Pembentukkan mediator-mediator nyeri... 16
Gambar 4. Mekanisme nyeri………... 18
Gambar 5. Struktur molekul parasetamol... 20
Gambar 6. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada pene- tapan dosis efektif asam asetat………... 47
Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada pene- Tapan kontrol negatif………..………. 50
Gambar 8. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat (1) dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis paraseta- mol (2)... 52
Gambar 9. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat (1) dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian suspensi parasetamol 91 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB (2)... 55
Gambar 10. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat (1) dan % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis ekstrak etanol batang brotowali (2)... 58 Gambar 11. penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu
pemberian suspensi ekstrak etanol batang brotowali
264 mg/kg BB dan asam asetat 100 mg/kg BB (2)... . Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji (1)
... 61 Gambar 12
da mencit
... 86
ambar 16 ... 86
ambar 17
... 87
ambar 19 ... 87
dan % penghambatan terhadap geliat pada kelompok perlakuan
(2)... 66 Gambar 13. Diagram batang perbandingan rata-rata % penghambatan pa
putih betina dan jantan Swiss ekstrak etanol batang bro-
towali ………..……... 74 Gambar 14. Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat
pada ekstrak etanol batang brotowali (1) dan % pengham-
batan terhadap geliat pada infusa batang brotowali (2)…... 76 Gambar 15. Tumbuhan brotowali...
G . Batang brotowali………...
G . Serbuk batang brotowali……... 87 Gambar 18. Ekstrak etanol batang brotowali (a) ekstrak cair (b) ekstrak kental
G . Geliat mencit...
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat keterangan selesai determinasi simplisia
.
.
88
89
Lampiran 6. -
91 ampiran 7.
93 Lampiran 8.
ngsang... 99 ampiran 10.
rian rangsang………... 103 brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.)... 84 Lampiran 2. Surat determinasi simplisia brotowali (Tinospora
crispa (L.) Miers.)... 85 Lampiran 3 Foto tumbuhan, batang, serbuk batang brotowali, ekstrak
etanol batang brotowali dan geliat mencit………... 86 Lampiran 4 Skema kerja penelitian uji utama analgetik ekstrak etanol
batang brotowali………... Lampiran 5. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Independent-
Samples T-test pada penetapan dosis asam asetat... Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Independent Samples T-test pada penetapan kontrol negatif……... L Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Oneway
ANOVA pada penetapan dosis………
Data % penghambatan terhadap jumlah geliat dan hasil
analisis Oneway ANOVA pada penetapan dosis... 96 Lampiran 9. Data jumlah geliat hewan uji dan hasil analisis Oneway
ANOVA pada penetapan selang waktu pemberian ra
L Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis sta- tistik Oneway ANOVA pada penetapan selang waktu pembe-
L Data jumlah geliat hewan uji setelah pemberian asam ase- tat dan hasil analisis Oneway ANOVA pada semua kelom- ampiran 11.
Lampiran 12.
ap sis
semua kelompok perlakuan... 120 ampiran 15. Data perbandingan rata-rata % penghambatan terhadap
geliat infusa dengan ekstrak etanol batang brotowali dan hasil analisis Independent-Samples T-test pada kelompok perlakuan dosis infusa 2400 mg/kg BB dengan ekstrak
264 mg/kg BB………... 124 ampiran 16. Cara perhitungan konsentrasi sediaan uji... 126 Lampiran 17. Cara perhitung ... 127 L
... 128 pok perlakuan... 107 Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis
statistik Oneway ANOVA pada semua kelompok perlakuan… 113 Lampiran 13. Data potensi relatif ekstrak etanol batang brotowali terhad
parasetamol 91 mg/kg BB (kontrol positif) dan hasil anali statistik Oneway ANOVA pada semua kelompok
perlakuan... 118 Lampiran 14. Data perbandingan rata-rata % penghambatan terhadap ge-
liat ekstrak etanol batang brotowali pada mencit putih beti- na dan jantan Swiss ekstrak etanol batang brotowali dan hasil analisis statistik Univariate Analysis of Variance pada
L
L
an dosis sediaan uji...
ampiran 18. Cara perhitungan % penghambatan dan potensi relatif ekstrak etanol...
INTISARI
Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) berkhasiat sebagai antip retik,i analgetik dan stomakik. Kegunaannya untuk demam, kencing manis, rematik, sakit
kan respon langsung terhadap kejadian/peristiwa yang tidak menyenangkan yang berhubungan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol batang
encit putih betina Swiss dan untuk mengetahui seberapa besar persentasenya untuk memberi rancangan acak lengkap pola satu arah.
gunakan yaitu mencit putih betina, galur Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan, yang Na 0,5%. Kelompok II sebagai kontrol positif menggunakan suspensi parasetamol I sebagai kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol batang brotowali dengan dosis 66,
ran s asam asetat dosis 100 mg/kg BB diberikan secara intraperitoneal. Geliat yang timbul
iat diubah ke dalam bentuk persentase penghambatan terhadap geliat. Data yang diperoleh
ANOVA dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95%.
rhadap geliat ekstrak etanol batang brotowali dosis 66 mg/kg BB, 132 mg/kg BB, 264 mg/kg BB,
38 61,19%; 80,95%; 84,05% dan 57,86%.
kepala, sakit perut, sakit kuning, tonik dan gatal (mandi). Nyeri merupa dengan kerusakan jaringan seperti luka, inflamasi atau kanker.
brotowali dengan metode rangsang kimia memiliki efek analgetik pada m
efek analgetik. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan Ekstrak etanol diperoleh dengan cara perkolasi. Subyek uji yang di
terbagi dalam 6 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negatif menggunakan CMC-dalam larutan CMC Na 0,5% dengan dosis 91 mg/kgBB. Kelompok III-V
132, 264 dan 528 mg/kg BB yang diberikan peroral. Setelah 15 menit, g ang diamati dan dicatat tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif gel
dianalisis secara statistik mengunakan analisis Kolmogorov-Smirnov, Oneway
Hasil penelitian yang diperoleh berupa % penghambatan te
528 mg/kg BB dan parasetamol 91 mg/kg BB berturut-turut sebesar ,81%;
Kata kunci : analgetik, ekstrak etanol batang brotowali
xxiii
Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) functions as antipyretic, analgetic tomache, jaundice, tonic and itch (to bathe). Pain is direct respone toward unhappy event/conditio
The aim of the research is to know whether ethanolic extract of brotowali‘s ss female white mice and to know how much the percentage to give analgetic effect. This research is pure experimental r
Ethanolic extract is produced by percolation. The test subjects uses female separated on 6 groups. Group I as a negative control used CMC Na (natrium carboxymethyl n in CMC Na 0.5% which dosage was 91 mg/kg of body weight. Groups III-VI as groups test
sed brotowal 64 and 528
mg/kg of body weight which given by oral injection. Fifteen minutes later, acetic eritoneal administration. The writhing respond are watched closely and booked every 5
inutes in 60
transferred into the form of resistance percentage toward the writhing respond. The
eway ANOVA test, then the step is continued with LSD test with interval 95%.
The re at 66 mg/kg
BW, 132 mg/kg BW, 264 mg/kg BW, 528 mg/kg BW and paracetamol 91 mg/kg BW respective
Key words : analgetic, ethanolic extract of brotowali’s stem
ABSTRACT
and stomacic. It is used for fever, diabetes mellitus, reumatic, headache, s n related to tissue damage like wound, inflammation or cancer. stem by chemical induction method has analgetic effect for Swi
esearch with one way random design.
white mice, Swiss groove, it weights 20-30 grams, age is 2-3 months, and cellulose) 0.5%. Group II as a positive control used paracetamol suspensio u i’s stem ethanolic extract which dosage were 66, 132, 2 acid dosage 100 mg/kg of body weight was given in mice by intrap
m minutes. The accumulation numbers of the writhing respond are data which is got is analyzed statistically by Kolmogorov-Smirnov, on
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sejak zaman dahulu tumbuh-tumbuhan sudah banyak dikenal sebagai sumber pengobatan yang ampuh. Mulai dari akar tumbuhan, berbagai umbi-umbian, batang dan kulit pohon, daun-daun bahkan bunga dan biji suatu tanaman yang sederhana pun dapat digunakan sebagai obat. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam salah satunya adalah tumbuh-tumbuhan.
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) yang berkhasiat sebagai antipiretik, analgetik dan stomakik. Banyak digunakan untuk pengobatan diantaranya demam, sakit perut, rematik, sakit kuning, gatal-gatal, sakit kepala dan kencing manis (Soedibyo, 1998). Analgetik adalah penghilang nyeri, dimana nyeri merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih perlu ditanggulangi karena nyeri merupakan gejala dari hampir semua penyakit yang keberadaannya kadang-kadang sangat menyiksa. Hal ini menyebabkan penderitanya berusaha untuk bebas dari rasa nyeri tersebut. Walaupun kadang-kadang sangat menyiksa, nyeri sangat berharga sebagai petunjuk dan peringatan tentang adanya sesuatu yang tidak beres dalam tubuh. Salah satu solusi untuk mengatasi rasa nyeri tersebut dengan mengembangkan berbagai upaya pengobatan (Soedibyo, 1998).
Pengobatan nyeri berdasarkan khasiat batang brotowali sebagai analgetika telah diteliti antara lain penelitian efek antiinflamasi (antiradang) infus batang
membandingkannya dengan mencit putih jantan. Dari penelitian ini akan diketahui pengaruh ekstrak etanol 70% batang brotowali pada mencit putih betina Swiss dengan metode rangsang kimia sebagai analgetika dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian berikutnya tentang pengembangan batang brotowali sebagai analgetika.
1. Permasalahan
a. Apakah ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) memiliki efek analgetik terhadap mencit putih betina?
b. Seberapa besar persentase daya analgetik yang dimiliki ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada mencit putih betina?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai daya analgetik ekstrak etanol batang brotowali terhadap mencit putih betina belum pernah dilakukan. Penelitian-penelitian tentang khasiat batang brotowali sebagai obat telah dilakukan diantaranya Efek Analgetik Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada Mencit Putih Jantan (Teruna, 1987 cit., Soedibyo, 1998). Efek Antiinflamasi Infus Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) pada Tikus Putih Jantan (Rivai, 1987 cit., Soedibyo, 1998). Uji Fraksi Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Diare secara In Vitro (Iskandar, 1990 cit.,Soedibyo, 1998). Daya Antimikroba Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) dalam Etanol 96%, terhadap Staphilococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans, dan
(Suhartinah, 1985). Uji Repelan Rebusan Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Aedes aegypti (Hayati, 1997). Daya Penolak Serangga Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) yang Diberikan secara Oral pada Marmut terhadap Nyamuk Aedes aegypti
(Sulistyowati, 1999). Efek Repelan Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Aedes aegypti secara Topikal (Mubayinah, 1999). Aktivitas Ekstrak Petroleum Eter dan Fraksi Metanol Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans in vitro (Silawati, 2001). Efek Infus Batang Brotowali (Tinospora crispa
(L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Nyamuk Aedes aegypti secara Analisis Kualitaif Kandungan Kimianya secara KLT (Pooe, 2001). Uji Sitotoksisitas Ekstrak Kloroform Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Sel Myeloma dan Profil KLT-nya (Elfrieda, 2004). Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers. ex. Hook.f. & Thoms.) terhadap Sel Hela serta Profil KLT-nya (Rahayu, 2004). Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) Peroral terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Plasmodium bergehi pada Mencit In Vivo (Astuti, 2006). Perbandingan Pengaruh Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) dan Tolbutamid terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Terbebani Glukosa (Yanti, 2006). Efek Analgetik Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa
putih betina dengan metode induksi secara kimia di Universitas Sanata Dharma belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang penggunaan tanaman obat tradisional yaitu batang brotowali sebagai analgetika.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kegunaan batang brotowali sebagai analgetika.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya efek analgetik ekstrak etanol batang brotowali terhadap mencit putih betina.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Brotowali 1. Keterangan Botani
Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) termasuk familia: Menispermaceae
(Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965). Dikenal juga dengan beberapa nama
lain yaitu Menispermum crispum L., Tinospora crispa (L.) Miers., Tinospora
rumphii Boerl, Tinospora tuberculata (Lamk.) Beumee (Soedibyo, 1998) dan nama
daerah yaitu Jawa : Andawali (Sunda), antawali, daun gadel, brotowali, putrawali
(Jawa); Nusatenggara: Antawali (Bali); Indonesia : Brotowali (Anonim, 1986).
2. Morfologi
Brotowali merupakan perdu memanjat, tinggi batang sampai 2,5 m,
berkutil-kutil yang rapat, pepagannya mudah terkelupas. Daun bertangkai, panjang sampai 16
cm, bentuknya seperti jantung atau agak membundar telur tetapi berujung runcing,
lebar 6 cm sampai 13 cm. Perbungaan berbentuk tandan semu dengan 1 sampai 3
bunga bersama-sama, menggantung panjang 7 cm sampai 25 cm. Bunga (jantan)
bergagang pendek 3 mm sampai 4 mm, kelopak 6, hijau, panjang lebih kurang 3,5
mm, daun mahkota 3, panjang lebih kurang 8 mm (Anonim, 1978).
3. Kandungan kimia
Daun dan batang (Tinospora crispa (L.) Miers.) mengandung alkaloid,
saponin, tanin, zat pahit, polifenol, pati dan glikosida, sedangkan batangnya
mengandung flavonoida (Anonim, 1978; Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Hasil
pemeriksaan kandungan senyawa kimia terhadap ekstrak etanol batang tumbuhan
Tinospora crispa (L.) Miers secara kualitatif dengan metode Kromatogafi Lapis
Tipis menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid (Rahayu,
2004). Ekstrak metanol kulit batang brotowali menunjukkan aktivitas antioksidan
dengan nilai EC50 sebesar 0,1485 mg/ml (Limyati dan Esar, 2006).
Flavonoid (gambar 1) merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan
sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit,
tepungsari, nektar, bunga, buah buni dan biji (Markham, 1982). Flavonoid telah
dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan polifenol yang banyak terdapat
pada sayuran, buah-buahan, dan beberapa minuman seperti teh hijau dan anggur
merah. Di dalam keluarga polifenol, flavonoid ternyata mempunyai sifat antioksidan
yang amat kuat yang mencapai 20 kali sifat antioksidan vitamin E (Sitompul, 2003).
C C C
O
A B
1
2
3
4 5 6 7
8
1'
2' 3'
4'
5' 6'
1a 1b
Gambar 1. Kerangka flavonoid, (1a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (1b) (Robinson, 1995)
Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan flavonoid mampu
memberikan efek antioksidan antara lain karena adanya gugus fenolik dalam struktur
molekulnya. Ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas maka
terbentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonanasi inti aromatik (Cuvelier,
1991 cit., Hertiani, 2000).
Flavonoid sangat dimungkinkan dalam sejumlah pengobatan tradisional yang
Flavonoid berkhasiat sebagai antiinflamasi, antialergi, antithrombolik, vasoprotektif
sebagai penghambat promotor tumor dan untuk proteksi pada mukosa saluran cerna
atau gastrik. Efek-efek tersebut berhubungan dengan pengaruh flavonoid pada
metabolisme asam arakhidonat (Evans, 2002).
Flavonoid umumnya larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol
70%. Pada penyarian lebih lanjut digunakan petroleum eter, etanol 80%, dan pelarut
organik lain, tetapi flavonoid tetap berada dalam lapisan air (Harborne, 1984).
4. Kegunaan
Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) berkhasiat sebagai antipiretik,
analgetik dan stomakik. Kegunaannya untuk demam, kencing manis, rematik, sakit
kepala, sakit perut, sakit kuning, tonik dan gatal (mandi) (Soedibyo, 1998).
B. Metode Penyarian
Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula
berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif
dalam cairan penyari tersebut. Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi
infudasi, maserasi dan perkolasi (Anonim, 1986).
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
sehingga cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction), yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan (Anonim, 1986).
Menurut Anonim (1986), cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara
maserasi karena:
1. aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat
perbedaan konsentrasi;
2. ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan
pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan
perbedaan konsentrasi.
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedangkan sisa setelah
penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim, 1986). Cairan penyari yang
digunakan untuk ekstraksi menurut Farmakope Indonesia adalah air, eter atau
campuran etanol dan air. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena sifatnya
yang lebih selektif, tidak beracun, netral dan absorpsinya baik. Selain itu kapang dan
C. Radikal Bebas dan Antioksidan 1. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul yang reaktif karena kehilangan satu atau
lebih elektron yang bermuatan listrik yang seharusnya mengorbit berpasangan.
Dalam tubuh, radikal bebas dapat merusak sel-sel untuk memperoleh elektron guna
menstabilkan dirinya (Dalimartha dan Soedibyo, 1999 cit., Setiati, 2003). Radikal
bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut
sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.
Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas yaitu DNA, lemak
dan protein (Setiati, 2003).
Radikal bebas diproduksi secara eksogen dan secara endogen. Secara
endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom,
retikulum endoplasma dan intisel. Sedangkan secara eksogen, radikal bebas berasal
dari asap rokok, polutan radiasi, obat-obatan dan pestisida. Sumber utama reaksi
radikal bebas pada mamalia adalah pada rantai pernafasan, fagositosis, sintesis
prostaglandin, sistem sitokrom P-450, reaksi enzimatik O2 dan radiasi ion (Setiati,
2003). Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan
sehingga menimbulkan nyeri. Dalam proses peradangan, radikal bebas terbentuk
ketika asam arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida baik melalui jalur
siklooksigenase maupun lipooksigenase. Ketika terjadi kerusakan jaringan organ,
jumlah radikal bebas meningkat seiring dengan peningkatan produksi peroksida,
padahal tubuh memproduksi antioksidan endogen yang terbatas contohnya yaitu
bekerja menstabilkan radikal bebas. Apabila jumlah radikal bebas makin banyak,
antioksidan endogen tak mampu lagi melumpuhkannya secara efektif sehingga harus
ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan
(Sibuea, 2004).
2. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dalam kadar lebih rendah dibanding bahan
yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau menghambat oksidasi dari bahan
tersebut. Secara alamiah tubuh memproduksi antioksidan yang mampu melindungi
sel dari radikal bebas (Sibuea, 2004).
Menurut Setiati (2003), antioksidan dibedakan menjadi antioksidan eksogen
dan antioksidan endogen. Antioksidan endogen atau sering disebut antioksidan
primer terdiri atas enzim-enzim dan berbagai senyawa yang disintesis dalam tubuh
yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas baru. Antioksidan
eksogen atau yang dikenal juga sebagai antioksidan sekunder karena menangkap
radikal dan mencegah reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E (tokoferol),
vitamin C (askorbat), karoten, asam urat bilirubin dan albumin. Selain itu terdapat
juga antioksidan tersier yang memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan
oleh radikal bebas, contohnya enzim yang memperbaiki DNA dan metionin
D. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan respon langsung terhadap kejadian/peristiwa yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, seperti luka, inflamasi
atau kanker (Rang, Dale, Ritter dan Moore, 2003). Nyeri merupakan suatu perasaan
pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Ambang nyeri
adalah intensitas rangsang terkecil yang akan menimbulkan sensasi nyeri bila
rangsang tersebut digunakan dalam waktu lama. Nyeri merupakan suatu mekanisme
pertahanan tubuh, yang timbul bila ada jaringan yang rusak (Guyton, dan Hall,
1996).
2. Jenis Nyeri
Bedasarkan perjalanannya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri yang
sifatnya akut dan kronis. Pada nyeri yang sifatnya akut umumnya terjadi beberapa
saat setelah terjadinya lesi atau trauma jaringan, berlangsung singkat dan biasanya
cepat membaik bila diberi obat pengurang rasa nyeri (analgetika). Bila diberikan
stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Rasa
sakit akut juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa sakit tajam,
rasa tertusuk, rasa sakit cepat, rasa sakit elektrik dan sebagainya (Anonim, 1991;
Guyton dan Hall, 1996). Nyeri yang kronik umumnya berhubungan dengan
terjadinya lesi jaringan yang bersifat permanen, atau dapat sebagai kelanjutan dari
nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik. Nyeri kronik ini biasanya berlangsung
setelah satu detik atau lebih dan kemudian rasa sakit ini secara perlahan bertambah
untuk selama beberapa detik dan kadang kala sampai beberapa menit. Rasa sakit
kronik diberi banyak nama tambahan seperti rasa sakit terbakar, rasa sakit pegal, rasa
sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual dan rasa sakit lambat (Anonim, 1991;
Guyton dan Hall, 1996).
Nyeri berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi nyeri somatik dan
viseral. Nyeri somatik yang muncul dari kulit disebut nyeri superfisial (permukaan),
sedangkan nyeri yang berasal dari otot, sendi atau jaringan ikat disebut nyeri dalam.
Nyeri viseral muncul dari organ dalam yang berbeda bermakna dengan nyeri somatik
(Anonim, 2001).
3. Saraf dan Reseptor Nosiseptik
Menurut Greene dan Harris, (2000), sebagian besar reseptor pada kulit
memiliki struktur khusus yang merupakan ujung saraf bebas yang sederhana di
perifer. Tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam transmisi nyeri :
1. Serabut A-β : berukuran besar, bermielin, cepat dalam menyalurkan impuls
(30-100 m/detik), memiliki ambang nyeri yang rendah dan merespon terhadap
sentuhan ringan.
2. Serabut A-δ : berukuran kecil, bermielin tipis dan memiliki kecepatan konduksi
yang lebih rendah (6-30 m/detik). Serabut ini merespon terhadap tekanan, panas,
zat kimia dan memberi reaksi terhadap nyeri yang tajam, serta menimbulkan
3. Serabut C : berukuran kecil, tidak bermielin dan memiliki kecepatan konduksi
yang lambat (1-1,25 m/detik). Serabut ini merespon terhadap seluruh jenis
rangsang bahaya dan mentransmisikan nyeri yang lambat dan tumpul.
Banyak dari serabut ini adalah serabut C tak bemielin dengan kecepatan
konduksi yang rendah dimana grup ini dikenal sebagai nosiseptor C-polimodal.
Lainnya adalah serabut bermielin (Aδ) yang mengkonduksi lebih cepat tetapi
merespon rangsang perifer yang hampir sama. Nosiseptor polimodal (PMN)
merupakan saraf sensorik utama di perifer yang memberikan respon terhadap
rangsang bahaya. Sebagian besar adalah serabut C tak bermielin dengan
ujung-ujungnya yang merespon terhadap rangsang suhu, mekanik dan kimia. Zat-zat kimia
yang memiliki aksi di PMN dan menimbulkan nyeri meliputi bradikinin, proton,
adenosin tripfosfat (ATP) dan vanilloid. Polimodal nosiseptor (PMN) sendiri
disensitisasi oleh prostaglandin, dimana hal ini dapat menjelaskan mengenai aktivitas
analgetik dari obat-obat mirip aspirin (Rang dkk, 2003).
Menurut Greene dan Harris, (2000), tiga kelompok utama reseptor kulit yang
telah diidentifikasi adalah :
1. Mekanoreseptor (mendeteksi sentuhan ringan)
2. Termoreseptor (mendeteksi panas)
3. Nosiseptor (mendeteksi luka dan rangsang bahaya).
Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang belakang
Gambar 2. Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang belakang (Rang dkk, 2003)
Badan sel dari serabut aferen nosiseptik berada di belakang serabut ganglia.
Serabut ini memasuki sumsum tulang belakang melalui serabut ganglia dan berakhir
di daerah abu-abu pada dorsal horn. Dorsal horn merupakan daerah abu-abu
menyerupai tanduk yang terdapat di sumsum tulang belakang. Pada daerah tersebut
terdapat daerah pengaturan sistem somatik dan viseral (Martini, Timmons, Ober,
Garrison, Welch dan Hutchings, 1995). Kebanyakan dari serabut aferen nosiseptik
berakhir pada permukaan dari tulang belakang. Serabut C dan beberapa serabut A
masuk ke dalam badan sel pada lamina I dan II. Sementara serabut A lainnya masuk
lebih dalam ke dalam tulang (lamina V) (Rang dkk, 2003).
4. Mediator Nyeri
Berbagai metabolit dan senyawa dilepaskan dari sel-sel yang terluka atau
terinflamasi termasuk 5-HT, histamin, asam laktat, ATP dan K+ dimana banyak yang
mempengaruhi terminal-terminal saraf nosiseptik. Asam arakidonat ditemukan
teresterifikasi dalam fosfolipid (Rang dkk, 2003). Prostaglandin merupakan mediator
yang dihasilkan dari perombakan asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase.
penyebab nyeri dari agen lain secara kuat seperti bradikinin atau 5-HT. Bradikinin
merupakan senyawa penyebab nyeri yang poten, beraksi sebagian dikarenakan
lepasnya prostaglandin yang sangat kuat meningkatkan aksi langsung bradikinin
pada terminal-terminal saraf (Rang dkk, 2003). Pembentukkan mediator-mediator
nyeri dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Pembentukkan mediator-mediator nyeri (Rang dkk, 2003)
Keterangan : = menghambat
= membentuk
NSAID = Non Steroid Anti Inflammatory Drug PAF = Platelet Activating Factor
Gangguan membran sel
Fosfolipida
Rangsangan
Asam arakhidonat
Lyso-glyseril fosforilkolin
PAF
leukotrien prostaglandin tromboksan
prostasiklin Vasodilatasi,
kemotaksis Glukokortikoid
(menginduksi terbentuknya lipocortin)
Penghambat lipooksigenase Contoh: zileutin
NSAID
Antagonis PAF Contoh: lexipafant
Lipooksigenase
siklooksigenase Fosfolipase A2
mediator nyeri
5. Mekanisme Nyeri
Langkah pertama untuk mencapai sensasi nyeri adalah rangsangan pada
ujung-ujung saraf bebas yang dikenal sebagai nosiseptor. Mekanisme rangsang
tersebut melepaskan bradikinin, K+, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin,
dan substansi P yang mensensitisasi/mengaktivasi nosiseptor. Prostaglandin
meningkatkan aktivitas bradikinin; oleh sebab itu keduanya berpengaruh besar pada
proses inflamasi dan perlu waktu lama sebagai target pada penggunaan terapi
farmakologis (Galler, Bradley, Gammaitoni, Arnold dan Alvarez, 2004). Aktivasi
reseptor menimbulkan aksi potensial yang ditransmisikan sepanjang serabut saraf
aferen menuju sumsum tulang belakang. Transmisi nociceptive terjadi pada serabut
saraf Aδ dan C aferen. Rangsangan pada serabut Aδ yang bermielin dan berdiameter
luas membawa nyeri yang tajam dan terlokalisasi, sebagaimana rangsang pada
serabut yang tidak bermielin dan berdiameter kecil menghasilkan nyeri yang lemah
dan tidak terlokalisasi (Baumann, 2005).
Noksius atau rangsang bahaya yang melewati ambang batas nyeri
menimbulkan aktivasi dalam serabut nosiseptor. Nosiseptor banyak terdapat dalam
serabut C. Aktivitas yang berupa impuls diteruskan menuju sistem saraf pusat dan
menyebabkan eksitasi neuron sehingga menimbulkan nyeri. Aktivasi serabut C
memicu pelepasan Calcitonin gene-related peptide (CGP). Pada jaringan inflamasi
akan dilepaskan Neuron Gowth Factor (NGF) dan mediator lain seperti bradikinin,
serotonin, prostaglandin dan lain-lain. Penghambatan pada tahap eksitasi oleh
menyebabkan aktivitas analgetik pusat. Analgetika perifer dan NSAID bekerja
menghambat pada pelepasan mediator (Rang dkk, 2003).
Faktor pertumbuhan neuron atau neuron gowth factor (NGF) merupakan
mediator mirip sitokinin yang dihasilkan oleh jaringan di perifer terutama pada
jaringan yang mengalami peradangan dan beraksi secara spesifik pada serabut saraf
aferen serta meningkatkan kemosensitivitas dan kandungan senyawa peptida.
Senyawa peptida dilepaskan di pusat dan di perifer sebagai mediator yang berperan
penting dalam terjadinya nyeri (Rang dkk, 2003). Mekanisme nyeri dapat dilihat
pada gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme nyeri (Rang dkk, 2003)
Pembentukan NO
Keterangan : + = menginduksi = menghambat
BK = Bradikinin
-5-HT = 5-Hidroksi triptamin (serotonin)
SP = Substansi P
PG = Prostaglandin
NGF = Neuron Gowth Factor (faktor pertumbuhan neuron)
CGP = Calcitonin gene-related peptide
NA = Nor Adrenalin
E. Analgetika
Analgetika atau obat-obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa
nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara yakni dengan : (1) merintangi
pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer oleh analgetika
perifer atau oleh anastetika lokal, (2) merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam
saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika lokal, (3) blokade dari pusat nyeri
dalam sistem saraf sentral dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan
anestetika umum (Tjay dan Rahardja, 2002).
Menurut Tjay dan Rahardja (2002), analgetika dapat dibagi dalam dua
golongan besar yakni analgetika narkotik dengan kerja sentral dan analgetika
nonnarkotik dengan kerja perifer.
1. Analgetika narkotik
Zat-zat ini memiliki daya penghalang nyeri yang kuat sekali dengan titik-titik
yang terletak di sistem saraf sentral. Mereka umumnya mengurangi kesadaran (sifat
meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia) selain itu
mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan fisik dan
psikis (ketagihan, adiksi) dengan gejala-gejala abstinensi bila pengobatan dihentikan.
2. Analgetika nonnarkotik
Obat-obat ini dinamakan analgetika perifer karena tidak mempengaruhi
sistem saraf sentral, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan.
Semua analgetika perifer mempunyai pula kerja antipiretik, yakni menurunkan suhu
berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur panas di hipotalamus, yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran
panas dan disertai keluarnya banyak keringat.
F. Parasetamol
Parasetamol berbentuk hablur putih; tidak berbau; dan rasa agak pahit. Larut
dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N. Selain itu parasetamol mudah
larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Gambar 5. Struktur molekul parasetamol (Anonim, 1995)
OH
NHCOCH3
Parasetamol adalah salah satu obat yang paling penting untuk mengobati
nyeri ringan sampai sedang bilamana efek antiinflamasi tidak diperlukan.
Parasetamol adalah metabolit aktif dari phenacetin yang bertanggung jawab akan
efek analgetiknya dan penghambat prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan
tidak memiliki efek antiinflamasi yang signifikan. Parasetamol diberikan secara oral.
Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan perut, dan konsentrasi darah
puncak biasanya tercapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh parasetamol adalah 2-3
jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal (Furst dan Munster, 2002).
Mekanisme kerja parasetamol sebagai inhibitor sintesis prostaglandin pada
enzim siklooksigenase menyebabkan konversi asam arakhidonat menjadi PGG2
sebagai agen analgetik dan antipiretik yang efektif (Styrt dkk, 1990), parasetamol
berbeda karena sifat antiinflamsinya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan
sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pascapersalinan dan keadaan lain
dimana aspirin tidak efektif sebagai analgetika. Nyeri akut dan demam bisa diatasi
dengan 325-500 mg 4 kali sehari dan secara proporsional dikurangi untuk anak-anak.
Keadaan tunak (steady state) dicapai dalam sehari (Furst dan Munster, 2002).
Dewasa ini parasetamol dianggap sebagai zat nyeri yang paling aman, juga untuk
swamedikasi. Parasetamol diberikan secara peroral dengan dosis dewasa 0,5-1,0
gram, maksimum 4 gram/hari, pada penggunaan kronis maksimal 2,5 gram/hari
(Tjay dan Rahardja, 2002).
G. Metode Pengujian Efek Analgetik
Metode-metode pengujian aktivitas analgetika dilakukan dengan menilai
kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi
pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara
mekanik, termik, elektrik dan secara kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri
secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgetika
kuat. Pada umumnya daya analgetik dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya
peningkatan stimulus nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus
nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Anonim, 1991).
Turner (1965) membagi metode pengujian daya analgetik menjadi dua, yaitu
1. Golongan analgetika narkotika
Analgetika narkotika adalah analgetika dengan mekanisme kerja sentral.
Metode penapisan aktivitas analgetik untuk analgetika narkotika anatara lain
sebagai berikut:
a. Metode jepitan ekor
Sekelompok mencit disuntik dengan senyawa uji dengan dosis
tertentu secara subkutan (s.c.) atau intravena (i.v.). Tiga puluh menit
kemudian, jepitan dipasang pada pangkal ekor mencit selama 30 detik.
Mencit yang tidak diberi senyawa uji akan berusaha melepaskan diri dari
kekangan tersebut, tetapi mencit yang diberi analgetika akan mengabaikan
kekangan tersebut. Dalam rentang waktu tertentu jepitan dipasang kembali.
Respon positif yang menunjukkan adanya efek analgetik apabila tidak ada
usaha untuk melepaskan jepitan selama 15 detik pada tiga kali pengamatan.
b. Metode rangsang panas
Hewan percobaan ditempatkan di atas lempeng panas dengan suhu
50oC sampai 55oC sebagai rangsang nyeri. Mencit yang sudah diberi senyawa
uji secara subkutan atau peroral, diletakkan pada hot plate yang sudah
dipersiapkan. Reaksi mencit adalah menjilat kaki depan, kaki belakang lalu
meloncat. Selang waktu antara pemberian rangsang nyeri dan terjadinya
respon, disebut waktu reaksi. Waktu reaksi dapat diperpanjang oleh obat-obat
analgetika. Perpanjangan waktu reaksi selanjutnya dapat dijadikan sebagai
c. Metode pengukuran tekanan
Metode ini menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan yang
diberikan pada ekor tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari 2 syringe
yang dihubungkan ujung dengan ujungnya yang bersifat elastis, fleksibel dan
pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisa pipa dihubungkan dengan
manometer. Syringe yang pertama diletakkan secara vertikal dengan ujung
menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe. Ketika
tekanan diberikan pada penghisap dari syringe yang kedua, tekanan ini akan
berhubungan dengan sistem hidrolik pada syringe yang pertama kemudian
dengan ekor tikus. Tekanan yang sama pada syringe yang kedua akan
meningkatkan tekanan pada ekor tikus. Manometer akan membaca ketika
tikus memberikan respon. Respon tikus yang pertama adalah meronta
kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) tanda kesakitan.
d. Metode potensi petidin
Metode ini kurang baik, karena dibutuhkan hewan uji dalam jumlah
besar, tetapi dapat digunakan untuk uji sedatif. Tiap kelompok tikus terdiri
dari 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 kelompok kecil dan diberi
petidin dengan dosis berturut-turut yaitu 2, 4 dan 8 mg/kg. Setengah
kelompok dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok petidin dan senyawa
uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen proteksi dihitung dengan bantuan
e. Metode antagonis nalorfin
Uji analgetik dengan metode ini bertujuan untuk menunjukkan aksi
obat-obat seperti morfin. Nalorfin memiliki kemampuan untuk meniadakan
aksi dari morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam metode ini adalah
tikus, mencit dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik kemudian
segera diikuti pemberian nalorfin (0,5-10,0 mg/kg BB) secara intravena.
Sebuah obat yaitu piritramid dapat menyebabkan respon seperti hilangnya
refleks korneal dan refleks bradipnea. Efek tersebut dapat dilawan setelah 1
menit pemberian nalorfin 1,25 mg/kg BB yang disuntikkan secara intravena.
Teori menyebutkan bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan
reseptornya.
f. Metode kejang oksitosin
Oksitosin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari
posterior, dapat menyebabkan kontraksi uterus sehingga menimbulkan kejang
pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal sehingga menarik
pinggang dan kaki belakang. Respon kejang dapat diatasi dengan pemberian
morfin atau turunannya. Tikus betina diberi estrogen dengan menanam atau
memasukkan 15 mg pelet dietilstilbestrol secara subkutan pada paha tikus.
Setelah 10 minggu hewan uji siap diuji analgetik. Senyawa yang akan diuji
diberikan 15 menit secara subkutan sebelum diberi oksitosin secara
intraperitoneal. Penurunan kejang dapat teramati dan ED50 dapat
diperkirakan. Selain morfin senyawa analgetika yang bisa diuji dengan
g. Metode pencelupan air panas.
Sepuluh tikus disuntik intraperitoneal dengan senyawa uji, kemudian
ekor tikus dicelupkan dalam air panas (suhu 58oC). Respon tikus dilihat dari
hentakan ekornya dari air panas.
2. Golongan analgetika nonnarkotika
Analgetika nonnarkotika yang mekanisme kerjanya secara perifer.
Metode penapisan analgetik untuk anagetika nonnarkotika antara lain sebagai
berikut :
a. Metode rangsang kimia
Di dalam metode ini, rasa nyeri yang timbul berasal dari rangsang
kimia yang disebabkan oleh zat kimia yaitu fenilbenzokuinon dan asam asetat
yang disuntikkan pada hewan uji secara intraperitoneal. Metode ini cukup
peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetika yang mempunyai efek
analgetik lemah. Selain peka metode ini juga sederhana, dan reprodusibel.
Akan tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu hasilnya tidak spesifik
karena senyawa-senyawa selain analgetik seperti obat antihistamin juga
memberikan reaksi positif. Pemberian analgetika akan mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri sehingga jumlah geliat yang terjadi berkurang
sampai tidak terjadi geliat sama sekali. Hal ini tergantung pada efek analgetik
dari senyawa yang digunakan.
Untuk uji efek analgetik jenis ini senyawa pembanding yang
parasetamol, dan sebagainya. Perhitungan % penghambatan terhadap geliat
mengikuti persamaan sebagai berikut:
% penghambatan = 100 – [(P/K) x 100%] Keterangan: P = jumlah geliat kumulatif mencit setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat mencit kelompok kontrol negatif
b. Metode pedodolometer
Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya efek
analgetik. Alas kandang tikus terbuat dari kepingan metal yang bisa
mengalirkan listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut kemudian dialiri
listrik. Respon ditandai dengan teriakan dari tikus tersebut. Pengukuran
dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam.
c. Metode rektodolometer.
Tikus diletakkan dalam kandang yang dibuat khusus dengan alas
tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa
gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan
silinder elektroda tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah
0,1 volt dihubungkan dengan konduktor yang berada di atas gulungan.
Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan teriakan mencit adalah
1 sampai 2 volt.
H. LANDASAN TEORI
Batang brotowali berkhasiat sebagai penghilang nyeri (analgetika).
Penelitian-penelitian farmakologi tentang khasiat batang brotowali sebagai
jantan dan efek analgetik infusa batang brotowali pada mencit putih betina (Rivai,
1987 cit.,Soedibyo, 1998; Teruna, 1987 cit.,Soedibyo, 1998 dan Handara, 2006).
Hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia terhadap ekstrak etanol batang
tumbuhan Tinospora crispa (L.) Miers secara kualitatif dengan metode Kromatogafi
Lapis Tipis menunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, dan terpenoid
(Rahayu, 2004). Adanya senyawa flavonoid adalah penghambat metabolisme asam
arakhidonat yang poten. Jika metabolisme asam arakhidonat dihambat,
mediator-mediator nyeri seperti prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin tidak terbentuk,
dengan demikian maka perangsangan reseptor nyeri juga tidak terjadi (Robinson,
1995). Terkait hal ini pengekstraksian dengan etanol 70% (dalam bentuk sediaan
ekstrak) diharapkan menghasilkan flavonoid terlarut yang lebih banyak dibandingkan
air (dalam bentuk sediaan infusa) karena flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol
70% (Harborne, 1984) sehingga efek farmakologis zat aktif yang dihasilkan lebih
optimal, disamping itu dalam bentuk sediaan ekstrak zat aktifnya stabil dan tidak
mudah terserang oleh kuman dan kapang sehingga dapat disimpan dalam jangka
waktu yang relatif lama sehingga lebih efektif untuk diproduksi dalam skala industri.
Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui daya analgetik
ekstrak etanol batang brotowali pada tiap dosis yang digunakan.
I. HIPOTESIS
Ekstrak etanol batang brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers.) memiliki efek
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan
menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Metode Penelitian
Metode pengujian efek analgetik yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode rangsang kimia. Pada metode ini rasa nyeri yang timbul berasal
dari rangsang kimia yang disebabkan oleh zat kimia yaitu asam asetat yang
diinjeksikan pada hewan uji secara intraperitoneal.
Penelitian ini menggunakan asam asetat sebagai rangsang kimia yang
diberikan secara intraperitoneal pada mencit yang telah dipuasakan ±18-24 jam
sebelumnya dan diberi senyawa uji secara peroral pada 15 menit sebelumnya.
Respon nyeri pada mencit yang diamati adalah geliat berupa kontraksi perut
disertai tarikan kedua kaki belakang ke belakang dan perut menempel pada lantai.
Geliat diamati dan dihitung setiap 5 menit selama 60 menit. Pemberian senyawa
analgetika akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah geliat yang terjadi
berkurang. Daya analgetik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Handerson dan Forsaith, yaitu:
% penghambatan= 100 – [(P/K) x 100%] Keterangan: P = jumlah geliat kumulatif mencit setelah perlakuan
K = jumlah rata-rata geliat mencit kelompok kontrol negatif.
Metode ini dipilih karena metode ini dapat digunakan sebagai langkah
pengujian awal untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki efek analgetik
atau tidak, sederhana, mudah dilakukan serta peka untuk pengujian
senyawa-senyawa yang memiliki daya analgetik lemah, akan tetapi metode ini tidak
spesifik dimana senyawa-senyawa selain analgetik juga memberikan reaksi positif
seperti obat antihistamin. Kriteria yang menentukan senyawa tersebut memiliki
efek analgetik atau tidak adalah apabila senyawa tersebut mampu menurunkan
jumlah geliat ≥50% dari jumlah geliat pada kontrol negatif (Anonim, 1991).
C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel
a. Variabel bebas : kelompok perlakuan yang diberikan yaitu ekstrak etanol
70% batang brotowali dengan 4 peringkat dosis, kelompok kontrol positif
berupa suspensi parasetamol dalam larutan CMC Na 0,5% dan kelompok
kontrol negatif berupa CMC Na 0,5%.
b. Variabel tergantung : persentase daya analgetik ekstrak etanol batang
brotowali terhadap mencit putih betina.
c. Variabel pengacau terkendali : subjek uji : mencit putih betina galur
Swiss; umur subjek : 2-3 bulan; berat badan : 20-30 gram; asal tanaman
brotowali : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional, Tawangmangu, Karang Anyar, Jawa Tengah; proses
ekstraksi senyawa kimia batang brotowali menggunakan penyari etanol
d. Variabel pengacau tak terkendali : keadaan patologis mencit, suhu ruangan
selama proses ekstraksi batang brotowali, ketahanan mencit dalam
menahan rasa sakit dan kemampuan absorpsi mencit terhadap ekstrak
etanol batang brotowali.
2. Definisi Operasional
a. Batang brotowali adalah batang yang diambil dari tanaman brotowali,
memiliki warna hijau kecoklatan, permukaan tidak rata, bertonjolan,
beralur-alur membujur, lapisan luar mudah terkelupas.
b. Ekstrak etanol 70% batang brotowali merupakan sediaan kental yang
dibuat dengan cara menyari serbuk simplisia kering batang brotowali
menurut cara yang cocok menggunakan penyari etanol 70%, di luar
pengaruh cahaya matahari secara langsung.
c. Efek analgetik adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dengan/tanpa menghilangkan kesadaran.
d. Daya analgetik menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam
memberi efek analgetik, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai persen
penghambatan terhadap respon (geliat).
e. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai
tarikan kedua kaki belakang ke belakang dan perut menempel pada lantai.
f. Metode rangsang kimia adalah metode yang digunakan untuk mengukur
efek analgetik zat uji terhadap subyek uji dengan cara memberi rangsang
D. Bahan Penelitian
1. Hewan uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit putih
betina, galur Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Serbuk batang brotowali
Bahan uji yang digunakan berupa serbuk batang brotowali (Tinospora
crispa (L.) Miers.) yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu,
Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah pada bulan Agustus 2007.
3. Parasetamol : berupa serbuk hablur berwarna putih; tidak berbau dan
rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N dan juga
mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Parasetamol yang digunakan
dalam penelitian diperoleh dari Brataco Chemica dengan kualitas
farmasetis.
4. CMC Na : berupa serbuk atau granul, putih sampai krem; higroskopis
(Anonim, 1995), diperoleh dari Brataco Chemica dengan kualitas
farmasetis.
5. Asam asetat glasial : berupa cairan jernih; tidak berwarna; bau khas,
menusuk; rasa asam jika diencerkan dengan air (Anonim, 1995),
Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
6. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
7. Etanol 70% : berupa cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,
bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78°, mudah terbakar
(Anonim, 1995), diperoleh dari Asia Lab dengan kualitas teknis.
E. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Alat Ekstraksi
Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, cawan
porselen, cawan petri, pipet tetes, corong kaca dan plastik, batang pengaduk;
perkolator; jirigen; kertas saring; aluminium foil; waterbath; corong buchner;
pompa vacum Anleitung Lesen; rotary vacum evaporator Janke and kunkel RV
05-ST; oven; sendok pengerik; timbangan analitik merek Mettler Toledo AB204;
timbangan gram/milligram balance merek Mettler Toledo GB3002.
2. Alat Uji Geliat
Timbangan gram/milligram balance merek Mettler Toledo PM 600,
timbangan analitik merek Mettler Toledo AE 200, kotak kaca tempat pengamatan
geliat, stopwatch, syringe dan spuit injeksi pemberian peroral (berupa jarum yang
ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah), syringe dan spuit
Terumo, bekker glass, pengaduk, pipet tetes, labu ukur, mikropipet, pemanas
merek Ika Combimag Net, stirer magnetik.
F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Sediaan Uji
a. Pengumpulan bahan
1) Batang brotowali yang telah dideterminasi dan diperoleh dari Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional,
Tawangmangu, Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah pada bulan
Agustus 2007.
2) Etanol 70% diperoleh dari Asia Lab, parasetamol diperoleh dari Brataco
Chemica, CMC Na diperoleh dari Brataco Chemica, asam asetat glasial
diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta dan aquadest Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
b. Pembuatan ekstrak etanol batang brotowali
Empat ratus gram serbuk simplisia batang brotowali yang sudah
dikeringkan dan diblender sampai halus, dimasukkan ke dalam perkolator dan
direndam dengan etanol 70% sampai mencapai ketinggian 1,5 cm di atas
permukaan serbuk selama 24 jam. Kran perkolator dibuka dan kecepatan aliran
diatur sehingga tiap 1 menit didapat perkolat sebanyak 20 tetes. Selama proses
perkolasi berlangsung tinggi etanol di atas permukaan serbuk harus tetap 1-1,5