• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH - Test Repository"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

2010

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Disusun oleh:

(2)

NOTA PEMBIMBING

Salatiga, 18 Agustus 2010

Lamp : 1 (satu) naskah

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Yth. Ketua STAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu 'alaikum Wr. Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini,

kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Ahmad Musonef

NIM : 11106084

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul : KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL MENURUT M.

QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

Untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah Skripsi

Demikian harap menjadi periksa

Wassalamu 'alaikum Wr. Wb

(3)

W ebsite: w w w .stainsalatiga ac.id Email: adm inistrasi@ stainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi saudara Ahmad Musonef dengan nomor induk mahasiswa

11106084 yang berjudul

“ KONSEP TAWAKAL MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MiSBAH”. telah di Monaqosah dalam sidang

panitia ujian jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

Salatiga pada selasa, 31 Agustus 2010 dan telah diterima sebagai bagian dari

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjanan Pendidikan Islam

Salatiga, 21 Ramadhan 1431 H 31 Agustus 2010

Panitia Penguji,

i Sekretaris

( ^ j 2 i t f v y v \ * ^ J

Dr.F ahmat FKmadi, M.Pd

NIP. j 9670112 199203 1 005

Penguji II

Drs. Badwan, M,Ag

NIP. 19561202 1980030 1 005

NIP. 19700510 199803 1 003

(4)

HALAMAN DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi Materi yang pemah ditulis orang lain atau pernah

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain,

kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat Materi atau pemikiran-

pemikiran orang lain diiuar referensi yang penulis cantumkan, maka penulis

sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan

sidang munaqosah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 06 September 2010

Penulis / f '

AHMAD MUSONFF N1M.11106084

IV

(5)

0 j ' j $ i M ^ C . l Kj JJ q a j

4jV1 ...j . 1 3 ( J ^ A&' (Jst^. ^

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya allah melapangkan

(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang

(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap

sesuatu

CLu^Ji .<&' ^ lc > (j£, j! n l a (jjuUlI j j f L } j ' U ^

(6)

Skr

ipsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu dan bapak yang tercinta yang telah mendo’akan dan

memberikan perhatian baik moril maupun materiil dalam

pembuatan skripsi ini.

2. Bapak Kiai Haris As’ad Nasution dan Ibu Nyai Fatuhah

Ulfah. selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Manar yang

telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi

ini.

3. Teman-Teman ku sepeijuangan di Pondok pesantren Al-

Manar.

4. Semua santri Al-Manar baik putra maupun putri yang selalu

ku. banggakan.

5. Kaum Muslimin yang senantiasa belajar, dan mengajarkan

ilmunya kejalan Aliah.

(7)

fbUVI (jP Cy> Lil CuLaSI La fl jSVIj (JbLLHj L) iAl»a4 4)L VI SJ$ V j J ja .

(_yic.j a L).S)m ^*ll ^Lolj <^fJl AjiSLJIj l_jL&ll) 2j^*_Lh]I A^a^jllj (_J-^I (_y4

^\r-" ^*J Lal ^\r-" AC-LjIj ■- J Ali

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah. Atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud

yang sederhana. Salam sejahtera semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi

Muhamma saw Yang telah menuntun umatnya dari kegelapan menuju jalan yang

terang benderang.

Sehubung dengan selesainya penulisan skripsi ini tidak lupa penulis ucokan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. T r. Imam Sutomo. M. Ag. selaku rektor STAIN Salatiga.

2. BapaK Ahmad Maimun, M. Ag. yang telah sabar membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu. Siti Asdiqoh. M.Pd, selaku ketua Progdi PAI.

4. Ibu Sih Ruhayati, M.Ag, selaku dosen PA.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta segenap staff STAIN Salatiga.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi mi masih jauh

dari kesempurnaan, semua itu karena keterbatasan penulis. Tiada kalimat yang

pantas penulis ucapkan kecuali kalimat Al-hamdulillahi Robbil Alamin, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

vii

(8)

NOTA PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN... iii

DEKLARASI... iv

AI A T T A --invy i t y j... V PERSEMBAHAN ... vi

KA La PENGAN TAR... ... vu DAFT AH ISI... viii

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Pembahasan... 4

D. Manfaat Hasil Penelitian... 5

E. Penegasan Istilah... 5

F. Metode Penelitian... 6

G. Sistematika Penulisan Skripsi... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan... II 1. Pengertian Pendidikan... 11

vni

(9)

2. Perintah Bertawakal dan Medan Pelaksanaannya... 16

3. Landasan dan Keutamaan Tawakal... 20

4. Bertawakal Kepada Ikhtiar... 26

5. Rahasia Kekuatan Tawakal... 27

6. Mendaya Guakan Tawakal... 33

BAB III M. QURAISH SHTHAR DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRANNYA A. Latar Belakang Internal... 43

1. Biografi M. Quraish Shihab... 43

2. Karya-Karya M. Quraish Shihab... 47

B. Latar Belaxang Eksternal... 50

1. Keagamaan Masyarakat Indonesia... 50

2. Politik Indonesia... 51

3. Karir yang ditepaki M. Quraish Shihab... 53

C. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab... 54

1. Bidang Teologi... 54

2. Bidang Syariat Islam... 55

3. Bidang Tasawuf... 56

4. Bidang Tafsir... 56

ix

(10)

A. Latar Belakang

Orang Islam tidak hanya menempatkan tawakal kepada Allah dalam

segala hal sebagai akhlak semata, namun juga meyakininya sebagai kewajiban

_

u a la in uiuaF ig a q iu a ii Is ld in , k a fc n a A lla h iiic iiic iU Itm iK d lu iy d u a ia m U C ioagdl

firman-firman-Nya antara lain:

ouxat Al-Maidcui: 23 dan surai At-1 aghobuii

“dan hanya kepada Allah hendaknya kalian, bertawakalt jika kalian benar-benar orang yang beriman . r

“dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang beriman bertawakal. ” (Al-Jazairi, 2003: 225)

Karena itulah, tawakal secara mutlak kepada Allah adalah bagian dari

aqidali seorang mukmin, ketika ia beribadah kepada Allah dengan bertawakal

kepada-Nya dan menghadapkan diri secara total ke hadapan-Nya. Dengan

demikian ia tidak memahami tawakal seperti dipahami orang-orang awam dan

aqidali kaum muslimin yang memahami bahwa tawakal itu sekedar ucapan di

bibir tanpa dipahami akal, atau tawakal itu membuang sebab-sebab, atau tidak

kena, atau puas di bawah kehinaan di bawah bendera tawakal kepada Allah,

dan ridha dengan takdir yang terjadi padanya. Tidak seperti itu, orang mukmin

memahami bahwa tawakal yang merupakan bagian langsung dari imannya dan

aqidahnya kepada .Allah dengan menghadirkan semua sebab yang diperlukan

dalam setiap perbuatan yang hendak ;a kerjakan. Ia tidak berambisi kepad

1

(11)

buah tanpa memberikan sebab-sebabnya, dan tidak mengharapkan

hasil tanpa meletakkan pengantarnya. Hanya saja pembuahan sebab-sebab

tersebut dan prcduktifitas pengantar pengantar tersebut ia serahkan

sepenuhnya kepada Allah. Karena Dia saja yang Maha Kuasa atas hal

tersebut, dan bukan yang lain.

Jadi, tawakal bagi orang Islam ialah perbuatan dan harapan yang

disertai hati yang tenang, jiwa yang tenteram, dan keyakinan kuat bahwa apa

yang dikehendaki pasti terjadi, apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan

terjang u..;] ,~uian i i u ak nrenyin nyiskan paham orang yang Dcrnuat d u ik,

karena orang Islam mempercayai ketentuan-ketentuan Aliah pada alam

semesta, maka ia menyiapkan sebab-sebab yang diperlukan bagi semua

perbuatanya, berusaha sekuat tenaga menghadirkan sebab-sebab tersebut, dan

menyempurnakannya, ia tidak meyakini bahwa sebab-sebab adalah satu-

satunya jaminan untuk mencapai tujuan. Ia tidak meyakini peletakan sebab-

sebab di atas yang diperintahkan Aliah yang wajib ia ta’ati sebagaimana ia

ta’at kepada-Nya dalam perintah dan larangan-Nya, adapun pencapaian hasil

dan sukses maka orang Islam menyerahkanya kepada Allah, berapa banyak

orang yang bekerja keras, namun ia tidak sempat memakan hasil usahanya dan

berapa banyak para petani yang tidak memanen apa yang ia tanam. Dan

sinilah, orang Islam meyakini bahwa hanya bersandar pada sebab-sebab dan

menganggapnya sebagai puncak segala sesuatu dalam merealisir tujuanya

adalah kekafiran, kesyirikan dan ia berlepas diri daripada Allah, la juga

berkeyakinan bahwa meninggalkan sebab-sebab yang diperlukan bagi

(12)

perbuatanya padahal ia mampu menyiapkan dan menyediakannya adalah

kefasikan, dan kemaksiatan.

Dalam pandangannya terhadap sebab-sebab ini, orang Islam

menyandarkan nilai filosofinya kepada ruh keislaman dan ajaran Nabinya.

Rasulullah Saw. dalam seluruh peperangannya yang panjang tidak pernah

sekalipun memasuki arena perang hingga beliau menyiapkan perbekalan

untuknya, dan menyiapkan sebab-sebab untuknya, misalnya memilih lokasi

perang. Diriwayatkan dari Rosulullah Saw. bahwa beliau tidak memulai

perangnya di iiau yang panas kccuaii sctci&fr suasananya menjadi dingin, dan

beban melakukan penyerangan setelah membuat rencana matang, dan

mengatur barisan-barisan tentaranya. Setelah menyelesaikan persiapannya

yang matang, beliau menengadahkan kedua tangannya berdo’a kepada Allah,

Al-Jazairi berpendapat dalam kitabnya Minhajualmuslim :

j t - f dp L; y & l j <— r j L» j -j, *_>L62l J

“Ya Allah yang menurunkan Al-Kitah, menjalankan awan, dan mengalahkan pasukan sekutu, hancurkan mereka dan menangkan kami atas mereka. ” (Al-Jazairi, 2003:227). Begini juga petunjuk beliau dalam menggabungkan sebab-sebab

materi dan sebab-sebab immaterial, m en yaran k an kesuksesan usaha dan

kehendaknya kepada Allah. Sehingga orang Islam harus memiliki konsep

tawakal sekaligus harus mengedepankan aspek usaha yang mendorong

tercintanya sebab-akibat. Namun pada masa sekarang ini, banyak orang salah

kaprah mengartikan tawakal yang menurut mereka berserah diri tanpa diiringi

usaha yang sepatutnya dalam memperoleh sesuatu.

(13)

Berdasar hal-hal tersebut, maka penulis mencoba untuk menyusun

sebuah skripsi yang beijudul: KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL

MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH.

Penulis akan mencoba mengulas tentang bagaimana cara orang bertawakal

yang sebenarnya menurut konsep Tafisr Al-Misbah, dan semoga bermanfaat

terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

Bagaiuuma kcnccp lawuKSi menurut M. v^uiaisn SmnaD/

2. Bagaimana konsep pendidikan tawakal menurut M. Ouraish Shihab dalam

tafsir Al-Misbah?

3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan tawakalmenurut M. Quraish

Shihab?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui konsep tawakal menurut M. Quraish Shihab.

2. Mengetahui Konsep pendidikan tawakal menurut M. Quraish Shihab

dalam Tafsir Ai-Misbah.

(14)

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana, bahan

evaluasi dan menumbuhkan semangat untuk mengaplikasikannya

khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran judul di atas,

maka penulis terlebih dahulu akan menjelaskan maksud dari istilah yang ada

U u itu ii j u d i l i ^ K iip S i > i u n u tp iti uii m ^ v v u in K u n iu ii u m i ik/uiu

operasional

1. Konsep

Pengertian, ide atau kesimpulan yang didasarkan atas generalisasi

(Gulo, 1982:38). Selain itu, ada juga yang mengartikan bahwa konsep

adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar

bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

( Depdiknas, 1989:45).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses membimbing manusia d3ri kegelapan,

kebodohan ke kecerahan pengetahuan yang mengantarkan manusia

memperluas pengetahuan tentang dirinya serta tentang dunia dimana

mereka hidup (Sadhily, 1980:2627).

(15)

3. Tawakal

Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri, sedangkan menurut

terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar

dan usaha yang dilakukan kepada Allah serta berserah diri sepenuhnya

kepada Allah untuk mendapatkan manfa’at atau menolak yang madharat.

Tawakal juga di definisikan sebagai sikap berpegang teguh kepada Allah,

disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidak-bcrdayaan yang

ada (El-Saha dan Hadi, 2005:737).

4. i’cnmdikan iawar-ai

Pendidikan Tawakal adalah Suat, r pendidikan penanam m sifat

tawakal yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan sejak ia masih kecil

hingga ia dewasa. Dengan demikian pendidikan tawakal adalah

merupakan usaha yang dilakukan sebara sadar untuk membimbing dan

mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah laku dan

diserahkan serta menjadikannya sebagai kebiasaan.

F. Metode Peneliti, n

Daiam penulisan skripsi mi penulis menggunakan metode sebagai

berikut:

1. Jenis dan sifat penelitian

Melalui risei perpustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis

yang telah dipublikasikan atau belum (Arikunto, 1980:10). Adapun

(16)

a. Sumber data Primer

Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset

(Dharara, 1980:60) yaitu Tafsir Al-Misbah

b. Sumber data Sekunder

Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber-

sumber data primer, adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini

n r l n l o U U n l r i i k u i n i o t o i i 1 m - r t m i l t v t i o V i I n i n x r n nr* l o m t r o f l n n o t

uuuiaii uuiviruutvu utuu ivaij'u nm m u mui ytuxg, lo u ija uujyui mviwu^ivupi

data penelitian yang penulis teliti, seperti Ihya’ ulumuddin, Minhajul

jv iu s im im , ^ iia y a r a i A ttjiy a d s n K a rya -K a rya im a a r

2. Metode Analisis Data

l u . i i i i i i i - i i y u..

Yaitu cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan

cara memilah-milah pengertian yang satu dengan yang lain (Soemargono,

1983:2). Dengan menggunakan metode ini tidaklah dimaksudkan untuk

memperoleh pengertian yang baru, akan tetapi hanya mendapatkan

kejelasan atau penjelasan suatu pengertian tertentu dari penelaahan obyek

penelitian.

Untuk lebih memahami obyek penelitian ini, maka penulis memilih

metode analisis sebagai berikut:

a. Interpretasi

Isi buku diselami untuk dapat setepat mungkin menangkap arti

dan nuansa uraian yang disajikan (Bekker dan Zubair, 1999:69).

Karena dalam penelitian ini obyeknya adalah pemikiran M. Quraish

(17)

Shihab tentang ayat-ayat Al-Qur’an maka penulis akan menyelami dan

memahami ayat yang penulis pilih sebagai obyek penelitian.

Disamping itu juga penulis pilih sumber sumber lain yang

penulis anggap representif terhadap penelitian ini. Seperti Tafsir

Jalalain, Ihya’ Ulumuddin, Tafsir Ibn-Katsir dan sebagainya.

b. Metode Induksi

Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus,

peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa

iC lS C b lii d lu u ik lid ia in ^ c iiC iu iib u ji O c io iiu i u n iu iii

(Hadi, 1990:26) Dalam mete d r v^nulis telah mencoba menyelami

dan memahami cerita-cerita tentang peristiwa orang-orang dahulu

seperti ceritanya Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Sahabat Bilal, Nabi

Muhammad, dan lain-lain.

c. Metode Deduktif

Apa yang dipancang benar pada suatu peristiwa dalam suatu

kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa

yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses

beriikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari

pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus (Hadi,

1990:26) Adapun oidalarn metode ini penulis telah mencoba

mencennati dari kehidupan atau peristiwa yang terjadi di pondok

pesantren Al-Manar dan lingkungan sekitarnya.

(18)

G. Sistematika penulisan Skripsi

Sistematika disini yang penulis maksud adalah sistematika penyusunan

karya ilmiah dari bab ke bab. Sehingga karya ilmiah ini menjadi satu kesatuan

yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada

pemahaman yang menyimpang dari maksud penulis terhadap skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan karya iimiah ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, mantaai nasii penelitian, penegasan istilah, metode

penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tentang : Konsep pendidikan yang meliputi : Pengertian

pendidikan, dasar dan tujuan pendidikan, dan konsep tawakal yang

meliputi : Pengertian tawakal, landasan dan keutamaan tawakal,

bertawakal kepada ikhtiar, rahasia kekuatan tawakal, dan

mendayagunakan tawakal.

BAB III : M. QURAISH SHIHAB DAN LATAR BEL A /. ANG

PEMIKIRANNYA

Berisi tentang : Latar belakang eksternal yang meliputi : Politik

Indonesia, kehidupan beragama masyarakat Indonesia. Latar

beiakang internal yang meliputi : Biografi M. Quraish Shihab,

karya-karya M. Quraish Shihab, konsep tawakal menurut M.

(19)

Quraish Shihab. Corak pemikiran M. Quraish Shihab dalam

bidang teologi, fiqih, dan tafsir.

BAB IV : IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL

Berisi tentang : Analisis data, dan implementasi pendidikan

tawakal menurut M. Quraish Shihab.

BAB V : PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan, rekomendasi, dan ku— ♦’o n a m i t i m

ivuiu pviiuiup.

DAFTAR PUSTAKA

(20)

A. Konsep pendidikan

1. Pengertian pendidikan

Kata pendidikan bersinonim dengan kata “At-Tarbiyah ” yang berarti ke pendidikan atau pemeliharaan mencakup kasih sayang, amarah ancaman,

siksaan dan sebagainya. Maka ini akan terasa dekat saat mengancam bahkan

memukul anak dalam rangka mendidik mereka walaupun sang anak yang

dipukul merasa diperlakukan tidak wajar, kelak ketika dewasa mereka akan

sadar bahwa pukulan tersebut merupakan sesuatu yang baik baginya. (M.

Quraish Shihab, 1991:20)

Adapun pengertian pendidikan secara istilah dapat disimak dari

beberapa pendapat atau pengertian sebagai berikut:

a. Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan

mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun

rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (H.M. Djum

Beran Syah Indar, 1994:16)

b. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan

kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya. (Tim

Dosen FIP IKIP, 2003:7)

11

(21)

Selain itu juga dikatakan bahwa pendidikan berarti juga lembaga yang

bertanggung jawab menetapkan tujuan pendidikan, isi, sistem dan

organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi: keluarga, sekolah

dan masyarakat (negara) (Tim Dosen FIP IKIP, 2003:31)

c. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab pendidikan adalah mengarahkan

sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya

(M.Qurais Shihab, 1991:31).

Dari berbagai macam pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membantu, mengarahkan,

membimbing, mempengaruhi potensi yang dimiliki oleh orang lain supaya

berkembang pada titik yang dapat dicapai dengan tujuan yang di cita-citakan.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan

a. Dasar Pendidikan

Yang dimaksud dasar pendidikan di sini adalah pandangan yang

mendasari seluruh aktivitas dalam pelaksanaan pendidikan karena secara

umum pendidikan adalah bagian yang sangat penting dan secara kodrati

manusia adalah makhluk paedagogik. maka dasar pendidikan yang

dimaksud tidak lain adalah nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup

(suatu masyarakat di mana pendidikan itu berlaku)

Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad saw. adalah merupakan

sumber nilai yang tidak akan pernah habis menata jalannya kehidupan ini.

(22)

Seperti Firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 153: janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), sehingga mencerai beraikan kamu dan jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. " (M.Quraish Shihab, 2001:339)

Rasulullah s.a.w. bersabda:

4*. ^ i ».-3 1 /jj L* /jj ^*1 t " - k j

“Aku tinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu kitabuUali dan sunah nabinya.(Al-h/fuatha i 989:602)

Demikianlah di antara ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits nabi

Muhammad s.a.w merupakan dasar untuk pendidikan, sebagai sendi

pembangunan masyarakat di segala lapisan sehingga melahirkan manusia

seutuhnya.

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai oleh suatu aktivitas

manusia. Tujuan berfungsi untuk mengarahkan, mengontrol dan

memudahkan evaluasi. (Syah Minan Zami, 1986:35)

Secara umum

tujuan

pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada

objek didik setelah mengalami proses pendidikan. Baik pada tingkah laku

individu maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu

(23)

Ahmad bin muhammad bin saleh dalam bukunya “Perubahan Islam (Dinamika Guru) “menyebutkan tujuan pendidikan melalui Al-Qur’an antara lain:

a. Mendidik akal supaya berfikir dan mengambil pelajaran.

b. Supaya manusia beristiqomah dengan tuhan dan mengambil petunjuk

dengan syariat-Nya.

c. Mendidik hati dan perasaan, kecenderungan hati dan perasaan halus.

Berarti pendidikan haruslah diarahkan untuk mencapai pertumbuhan

keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh melalui iatihan jiwa, rasio,

perasaan, dan penghayatan, karena itu pendidikan harus menyiapkan

pertumbuhan manusia dalam segala seginya: spiritual, intelektual, imajinatif

kolektif, dan semua itu didasari motivasi mencapai kebaikan dan perfeksi, tujuan

akhir pendidikan itu terletak pada aktivitas merealisasikan pengabdian

seluruhnya

B, Konsep Taw akal

1. Pengertian Tawakal

Tawaka! berasal dari kata “wakkala" disebutkan: seseorang meng- wakaiakan urusannya kepada sifulan; maksudnya adalah seseorang iiu teiah

menyeralikan urusannya kepada sifulan dan ia berpegang kepada orang itu

mengenai urusannya. Orang yang kepadanya diserahi urusan disebut “'w a k il'.

(24)

Orang yang menyerahkan kepadanya disebut “ orang yang mewakilkan

kepadanya dan muwakil”, manakala ia telah tentram hatinya kepadanya dan ia

telah percaya dengannya, dan ia tidak menuduh kepadanya dengan teledor.

Maka tawakal adalah suatu ibarat tentang pegangan hati kepada wakil. ( Al-

Ghozali, 1982:360)

Adapun tawakal menurut istilah dapat disimak dari beberapa pendapat

atau pengertian sebagai berikut:

a. Tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada

selain Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nyu. (K.

Yunahar Ilyas, 2007:44).

b. Tawakal adalah mempercayakan atau menyerahkan segenap masalah

kepada Allah sepenuhnya dan menyandarkan kepada-Nya penanganan

berbagai masalah yang dihadapi. (Zainul Bahri, 2005:73)

c. Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam

melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatan-Nya, dalam

melaksanakan suatu pekerjaan, dan berserah diri d iba wah

perhndungan-Nya pada waktu menghadapi kesulitan. (Abdul Haiirn

Sholeh, 2008:6).

d. Tawakal adalah taat kepada Aliah dengan menghadirkan semua sebab

yang diperlukan daiam semua perbuatan yang hendak dikerjakan.

(Abu Bakar Jabir Al-Jazari, 2003:226)

(25)

e. Sayid Mahmud Syukra Al-Alusy mengatakan:

<1 frliisytj Jjill (jlc. AajeVIj Jajjt Jjll

“Tawakal adalah menampakkan kelemahan diri dan mengandalkan atas yang lain (Allah) dan mencukupkan dengan-Nya dalam hal melaksanakan sesuatu ya n g dibutuhkannya ”.(A1-Alusy, 1998:107)

f. Muhammad Nawawi dalam kitabnya Nasa’ihul Ibad mengatakan:

j» l ajc-UU A jjll (JS

“Tawakal adalah menyandarkan diri pada apa yang disisi Allah dan

tidak mengharapkan apa-apa yang ada di tangan

t ria t i (V* f c* ■’ V \ A . . . z . A> iriUiiwiiuiiM-vi x XT<*i u k u -> A A / —' i;"'s \

g. lawakaS adalah kesadaran akan kelemahan diri di hadapan wakil

(yang diwakilkan) dan habisnya upaya, disertai kesadaran bahwa wakil

adalah penyebab yang menentukan keberhasilan dan kegagalannya

(M.Quraish Shihab, 2002:509).

Dari beberapa devinisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tawakal

adalah mempercayakan suatu urusan kepada Allah dengan mengakui kelemahan

dan menghadirkan semua sebab yang berkaitan dengan urusan tersebut meliputi

ke-putusan, atau azam (Kemauan), yang disertai dengan usaha untuk melaksanakan

rencana itu.

2. Perintah Bertawakal dan Medan Pelaksanaannya

Bertawakal dalam segala urusan tidakiah merupakan rohani yang baik

saja, melainkan memang diperintahkan Allah, pelaksanaan tawakal pada

prinsipnya meliputi segala urusan dan pekeijaan yang baik serta segala keadaan

(26)

yang sulit, salah satunya adalah dalam menjalankan rancangan yang sudah

matang, misalnya dalam usaha pembangunan, dan perjuangan.

Demikian juga dalam kegiatan ekonomi, usaha mencari rezeki untuk

memenuhi keperluan hidup hendaklah diiringi dengan tawakal karena

sesungguhnya rezeki tiap-tiap makhluk itu sudah dijamin Allah, sesuai dengan

firmannya:

( j # Ifc y L -L » L $ ijj -i* f . S ') i Zf<4 ^ L»J ♦

‘‘Dan tidak ada suatu makhluk bergerak (bernyawa di bumi melainkan

semuanya dijamin Allah rezkinya, Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya, semuanya tertulis dalam kitab yang nyata ” (M.Quraish Shihab, 2002:188).

Di kala hendak menghadapi musuh dalam peperangan, setelah

mempersiapkan kelengkapan perang semaksimal mungkin dan pengetahuan

taktik dan strategi, haruslah diiringi dengan kekuatan minat berupa tawakal

kepada Allah, kekuatan alat-alat, otot dan otak harus dilandasi dengan kekuatan

hati yang penuh tawakal, sifat tawakal ini telah dihayati tentara Islam dalam

berbagai peperangan, seperti perang akdzab (koalisi) sebagaimana diceritakan

dalam Al-Qur’an:

t y, * »<s? * . >\ » ny. .— , .< , »*»,

j4j ijj; <3_L^o j iAJ y * jJ 4i): JLC-j Ls 1 JdA i y 13 j I y~* I i

1

j UaJj

0 lL l s j C j

“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan

(27)

Rasul-Nya kepada kita", dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. ” (M.Quraish Shihab, 2002:247)

Dalam arena politik untuk mencapai kemenangan perjuangan Islam,

umat Islam wajib beijuang mengatur strategi dalam menghadapi lawan seraya

bertawakal kepada Allah, dan meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala

sesuatu, sebagaimana mereka harus menjadikan kehendak dan tindakannya

sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah. Allah berfirman:

-SyvsLU (jf j ! Ij J UjJ o [ ' i

”Dan jika mereka bermaksud menipumu, M aka Sesungguhnya cukuplah Aliah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin. ”( M.Quraish Shihab, 2002:462)

Di kala menghadapi bencana dan bahaya yang akan menyerang,

diperlukan tawakal seraya melakukan persiapan yang diperlukan untuk menolak

bahaya itu. Misalnya, ketika kaum muslimin pada zaman nabi di ancam akan

dihancurkan oleh tentara musuh yang besar jumlahnya, mereka siap bertempur

seraya berkata

(Jj£/Utij 1 Um'V

”Cukuplah Allah bagi kami dan Dia sebaik-baik pemelihara ’’.(Abdul halim Shoieh, 2008:9)

Di kala berjangkit penyakit, di samping mengambil langkah-langkah

pencegahan, diiringi pula dengan tawakal. Suatu peristiwa terjadi pada zaman

(28)

Kholifah Umar. Rombongan sahabat yang menuju siria mendengar berita

berjangkitnya penyakit di negeri yang akan mereka tuju, kemudian dalam

rombongan tersebut muncul dua pendapat. Sebagian ingin meneruskan

perjalanan dan sebagian ingin pulang.

Umar bin Khatab memutuskan supaya mereka pulang, akan tetapi

timbul pertanyaan yang membantah, “Apakah anda melarikan diri dari takdir

Tuhan?” Umar menjawab: “Ya, lari dari takdir Tuhan dan menuju takdir tuhan

juga”(Abdul Halim Shaleh. 2008:10). Hal ini seperti di analogikan jika

seseorang mempunyai hewan ternak dan tersedia dua ladang, satu kering dan

satunya lagi subur, .entu saja lebih baik memilih ladang yang subur untuk

menggembalakan ternaknya, hal ini menunjukkan bahwa ikhtiar menghindarkan

dari penyakit perlu dilakukan seraya bertawakal kepada Allah.

Pendapat Umar ini diperkuat dengan sabda Rasulullah yang

disampaikan oleh Aburrohman bin Auf, yang artinya “apabila kamu mendengar

sesuatu penyakit melanda sebuah negeri, janganlah kamu datang ke tempat itu,

dan ketika kamu sedang berada di negeri yang berjangkit penyakit menular itu,

janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan dlii. (Abdul

Halim Shaleh, 2008:11)

Bagi seseorang yang keluar dari rumah banyak hal yang akan

ditemuinya dalam berbagai urusan. Mungkin menyenangkan, mungkin pula

menyedihkan. Sebagai wama kehidupan, sebagai makhluk yang di anugerahi

(29)

pikiran seseorang sebelum keluar rumah sebaiknya mempunyai pertimbangan,

pemikiran dan rancangan-rancangan yang baik. Kemudian segala sesuatunya

diserahkan kepada Allah.

Demikian pada prinsipnya tawakal diperlukan dalam setiap langkah kita

dalam mengarungi hidup ini.

3. Landasan dan Keutamaan Tawakal

a. Landasan Syariat Tawakal

Orang Islam dianjurkan untuk kritis dalam berbagai hal, sehingga

senantiasa berhati-hati dalam melangkah, salah satunya adalah dalam

memahami makna tawakal.

“Carilah dalilnya terlebih dahulu, baru kemudian kamu mengikutinya, dan janganlah kamu mengikutinya terlebih dahulu, baru kamu mencari dalilnya. ” (Abdul Halim Shaleh, 2008 : 10)

Untuk itulah, sebelum melangkah lebih lanjut membahas tentang

tawakal terlebih dahulu akan kami uraikan beberapa landasan syariat

tuntunan bertawakal. Adapun landasan syariat tentang runtunan bertawakal

adalah ayat-ayat dari Al-Qur’an, diantaranya:

”Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah jik a kamu orang beriman. ” (M.Qurais Shihab, 2001: 611

%9 A Y . ' * |

(30)

^ / ^ 9

IJs-j llu j j

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. ” (M.Qurais Shihab, 2001: 360)

“Wahai Nabi cukuplah Allah bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. ” (M.Qurais Shihab, 2001: 604)

f - j i , ' ' Z * * 9 9/ L - * ' ' ' ' f ' pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. " (M.Qurais Shihab, 2001: 159)

.* r r

I y dJl j

"Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia M aha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. ’’ (M.Quraish Shihab, 2001:58)

Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tawakal adalah

salah satu tuntutan yang harus dijalankan oleh orang-orang yang beriman.

Mereka disuruh bertawakal hanya kepada Allah karena hanya Allah satu-

satunya zat yang dapat menolong dan mencukupi semua urusan mereka.

(31)

b. Keutamaan Tawakal

Tidak dapat disangkal lagi setiap perbuatan yang dianjurkan Al-

Qur’an dan Al-Hadis untuk dilakukan. Pasti memilik' manfaat positif bagi

pelakunya, khusus mengenai tawakal, selain memiliki banyak manfaat yang

terkandung di dalamnya, juga merupakan sikap yang sangat penting yang

harus dimiliki kaum mukminin sehingga mereka selalu mengikrarkan

ketawakalan tersebut dalam setiap raka’at shalat mereka, dengan membaca

ayat:

"Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. " (M.Qurais Shihab, 2001: 31)

Berikut ini manfaat-manfaat yang dapat diraih dari' awakal.

1) Dicukupi rezekinya. Allah berfirman:

3** ^ j * Cr* J Cr?

■Jl£ 'C*" js a /iiT 03 -djA I

“Dan memberinya recki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Rarungsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperiuanjrtya. Sesungguhnya Aliah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. ”( M.Quraish Shihab, 2002:294)

Yang perlu di ingat bahwa ayat di atas tidak menyatakan “akan

menjadikan kaya raya.” Disisi lain rezeki tidak hanya dalam bentuk materi,

(32)

kepuasan hati adalah kekayaan yang tidak pemah habis. Ada juga rezeki

Allah yang bersifat pasif. Si A yang setiap bulannya menerima lima juta

rupiah tetapi dia atau salah seorang keluarganya sakit-sakitan lebih sedikit

dibanding dengan si B yang hanya memperoleh dua juta tetapi sehat dan

hatinya tenang. Sekali lagi rezeki tidak selalu bersifat material, tetapi juga

bersifat spiritual.

" Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. ” (M.Quraish Shihab, 2002:248)

Rasulullah bersabda:

Ajalji >. j d A g-z ASj j j J jp- 4jl g*

‘‘Barang siapa rang menghabiskan waktunya kepada Allah yang maha perkasa dan maha besar niscahya Allah ta 'ala mencukupi orang tersebut akan seluruh beaya dan Allah memberinya rezeki dari seg: yang tidak ia sangka, dan barang siapa yang menghabiskan waktunya kepada dunia, niscahya Allah taala menyerahkan orang tersebut kepada dunia. ” (Al-Ghozali, 1982:322)

Ayat dan Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang senantiasa

(33)

kebutuhannya, apa pun yang terdapat di muka bumi ini tidak lain hanyalah

milik Allah semata. Dan sungguh beruntung orang yang kebutuhannya

dicukupi oleh Allah, sehingga ia makin jauh dari kekufuran. Karena dengan

kefaqiran syetan akan lebih mudah menjadikan seseorang menjadi kufur.

2) Dijauhkan dari setan. Allah berfirman:

j (jfc.j l^lol jjUalul <1 (jiill kjl

“Sungguh, syetan itu tidak akan dapat kuasa terhadap orang yang beriman dan terhadap tuhanya mereka bertawakal. ” (M.Quraish Shihab. 2002:348)

Ayat ini menerangkan bahwa Aiia'n menjadikan syetan tidak berdaya

untuk mengganggu orang-orang yang mau bertawakal kepada-Nya. Karena

Allah telah mengirimkan beberapa malaikat-Nya untuk menjaga orang

tersebut. Seperti kisah orang kafir yang disuruh syetan untuk

menghancurkan orang Islam, setelah sampai di medan pertempuran syetan

lari ketakutan karena melihat banyaknya Malaikat yang Allah kirim untuk

membantu orang Islam, dan mereka mengatakan "Inni aro ma latarauna

inni akhofullah wallahu syadidul 'iqab ”(aku melihat apa-apa yang tidak

kalian lihat karena sesungguhnya aku sangat takut kepada AJI ah dan Aliah

sangat dahsyat siksaannya.(Jaialuddin Muhammad, 1991:136)

3) Dicintai Allah. Aliah berfirman.

(jjlSyLoil ^ i-\j 4il (j!

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal. ’’(Sayid Mahmud Syukro Al-AJusv, 1998:107-108)

(34)

Barang siapa yang berhasil dicintai oleh Allah, maka ia telah

memperoleh keuntungan dan kebahagiaan yang sangat besar, sebab

kecintaan atau kasih sayang Allah membawa segala sesuatu yang

menggembirakan seperti hidayah, rahmat, barokah dan lain sebagainya.

Bahkan juga (puncaknya) surga, selain itu cinta kasih Allah juga

menjauhkan seseorang dari murka-Nya atau dari laknat-Nya yang berupa

malapetaka, berbagai kesulitan hidup dan juga siksa neraka.(Humaidi,

1980:43)

4) Akan dimasukkan kedalam surga dengan tanpa hisab. Ras"iullah

saw. bersabda:

JjSs U»j Ij . y Vti>tv ls yLl jis eLul^s duSl _jl

-.J till Jjjjn \ t n ('i JjA (JjS f»x..) djls dlLjajI (jJ

"Aku diperintahkan umat-umat terdahulu p ada musim itu, maka aku melihat umatku telah memenuhi tanah datar dan gunung, aku telah dikagumkan dengan banyaknya umat itu dan keadaan mereka, kemudian dikatakan kepada ku: “apakah engkau telah merasa senang?aku menjawab: "ya Dikatakan kepada ku:”bersama mereka tujuh puluh ribu orang akan masuk surga tanpa hisab. ” Kemudian di tanyakan: "siapakah mereka wahai rasulullah? Rasulullah bersabda: "mereka itu adalah orang-orang yang tidak bertenung, dan tidak mohon di jampikan. Mereka itu berserah diri (tawakal) kepada Tuhannya. " (Ai-Ghozali, 1982:321)

Hadis di atas menjelaskan bahwa di hari akhir nanti terdapat tujuh

ribu umat Nabi yang akan masuk ke dalam surga dengan tanpa di hisab, dan

salah satunya adalah orang yang mau bertawakal kepada Allah, sungguh

sangat beruntung orang-orang yang mau bertawakal kepada Allah, karena

(35)

Allah akan memberi balasan yang sangat besar dan tentunya imbalan yang

sangat diidam-idamkan semua manusia yaitu surga.

4. Bertawakal kepada Ikhtiar

Sekalipun seseorang disuruh untuk berikhtiar sebelum bertawakal,

disuruh mengikuti hukum sebab akibat, tetapi ia tidak boleh bertawakal kepada

ikhtiar. Seperti belajar menjadi sebab untuk mendapatkan ilmu. Berobat

menjadi sebab untuk sehat, tetapi bukanlah sebab semata-mata yang

menimbulkan akibat, kadang kala ada sebab tetapi tidak ada akibat, seperti dua

orang pasien di rumah sakit, penyakitnya sama, dokternya sama, obatnya sama,

tetapi yang satu sembuh dan yang satu lagi tidak sembuh.

Sekalipun bukan sebab saja yang menimbulkan akibat, tetapi sebab tidak

boleh pula di lupakan. Yang disuruh oleh syara’ dan sesuai dengan akal adalah

mengusahakan sebab, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah, usaha tanpa

pertolongan Allah sia-sia, oleh sebab itu seseorang tidak menggantungkan diri

sepenuhnya kepada ikhtiar, karena sikap seperti itu akan mendatangkan

kesombongan, kaum muslimin pernah mendapatkan pelajaran yang berharga

waktu perang Hunain, mereka bangga dengan jurniah pasukan yang banyak,

akhirnya mengalami kekalahan. Allah berfirman:

i ! p U j » (}= vy <j «IsJ

. ’f- i, f t ’ , S v i * ■y .« y/

(36)

“Sesungguhnya A ”ah telah menolong kamu di medan peperangan yang banyak, dan peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jum lah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai £e ra /”.(H.Yunahar Ilyas, 2007: 49)

Demikianlah ikhtiar diperintahkan, tetapi tidak boleh tawakal kepada

ikhtiar.

5. Rahasia Kekuatan Tawakal

Didalam Al-qur’an terdapat ayat yang merupakan rahasia terbesar bagi

hikmah dan kekuatan tawakal. Allah berfirman:

”Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah ckan mencukcpkan (keperluan)nya. ”( Muhammad Mahmud, 1993:692)

Pada ayat di atas Allah telah menjanjikan bahwa Dia akan menjadi

pencukup kebutuhan orang-orang yang bertawakal. Istilah pencukup disini juga

bisa berarti pelindung, pemelihara, dan pelaksana untuk memenuhi kebutuhan

seseorang. Sudah tentu orang yang telah dipenuhi semua kebutuhannya oleh

Allah maka tidak ada yang dapat mencegah orang tersebut dari meraih apa yang

telah diinginkannya (Muhammad bin Ismaril, 1990:197). Bahkan, setan yang

mampu menembus urat nadi setiap manusia, dia tetap tidak mampu

(37)

Berdasarkan Q.S Ath-Thalaq ayat 3 diatas, terdapat beberapa rahasia

"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah Dengan sebenar-benar tawakal, maka Dia akan menganugrahkan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia menganugrahkan rezeki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, lalu kembali pada sore hari dalam

keadaan kenyang. "(Al-Ghozali, 1982:321)

Berdasarkan hadis diatas, bahwa sesungguhnya kekuatan tawakal dari

tinjauan agama, terletak pada kekuatan Allah itu sendiri. Allah telah berfirman

yang artinya:

’’Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Aliah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. "(Abdul Halim Sholeh, 2008:33)

Itulah mengapa orang yang bertawakal senantiasa memperoleh jalan

keluar dan semua masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu Orang Islam yang

mau bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan membukakan jalan keluar

baginya. Seperti pada masa Nabi Musa a.s. Ailah telah membelah lautan

menjadi dua bagian dan menjadikan daratan diantara keduanya untuk di lewat;

Selam itu Allah juga telah menutup Goa Tsur dengan jaringan laba-laba, untuk

(38)

menyembunyikan Nabi Muhammad beserta Abu Bakar dari kejaran orang kafir

quraisy.

b. Tinjauan Medis

Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa penyebab utama segala

penyakit, selain perut adalah keadaan mental seseorang, apakah ia selalu

stres atau hidupnya relatif lebih damai dan tenang. Seseorang yang suka

marah misalnya, akan meningkatkan aliran dan tekanan darahnya. Jika

kondisi ini lerus berlangsung, maka dapat mengakibatkan berbagai

gangguan kesehatan, antara lain gangguan jantung. Demikian pula orang

yang sering bersedih. Kesedihan akan membawa dampak yang buruk bagi

ketahanan fisiknya. Ini semua mudah difahami oleh setiap orang, bahkan

yang bukan ahli kesehatan sekalipun.

Jadi, dari sisi medispun, tawakal ternyata dapat membawa manfaat yang

positif bagi kesehatan seseorang. Bahkan ada beberapa kasus, yaitu orang

sakit yang divonis dokter tidak akan bisa disembuhkan lagi, setelah

menjaiani terapi ketenangan batin, lambat laun penyakitnya berangsur

sembuh. Selain itu tawakal juga dapat mendatangkan rasa damai, dan

ketenangan jiwa. Ini la h kunci kekuatan tawakal.

c. Tinjauan Psikologis

Penyakit psikologis, seperti tekanan perasaan, bimbang, sedih, hasud

atau dengki, dan putus asa, sebenarnya bersumber dari pikiran tidak rasional

(39)

yang ada dalam benak seseorang. Hal ini berproses pada salah paham

terhadap salah satu atau keseluruhan dari empat perkara pokok:

a) Kesalah pahaman terhadap Allah. Contohnya seseorang yang

berusaha keras dan merasa yakin bahwa ia pasti mendapatkan apa

yang ia usahakannya. Namun, apibila gagal, ia merasa sedih dan

tertekan. Begitu juga seseorang yang sedang putus harapan, ia larut

dalam kesedihan yang keterlaluan dan keputus asaan. Misalnya:

Kesedihan nyang dialami seorang pengurus pesantren A!-Manar

karena segala pengorbanannya, ternyata tiuak Jilmigai atasnya,

sehingga melemahkan semangatnya untuk terus 'berjuang dengan

lebih baik.

Masih banyak lagi contoh yang dapat diketengahkan. Namun,

yang pasti semua pemasalahan psikologis tadi disebabkan

ketidaktahuan seseorang tarhadap Aliah atau jauhnya Allah dari

kehidupannya, yang seharusnya ia ingat bahwa Allah maha

mengetahui segala sesuatu tidak lepas dari pandangan-Nya Biarlah

manusia tidak menghargai pekerjaannya, yang penting Allah akan

menghargainya, asalkan ia mau menjalankan tugasnya dengan ikhlas

dan mau menyerahkan semua tugasnya kepada Aliah.

b) Kesalah pahaman terhadap hakikat diri. Contohnya: Seseorang

(40)

kenyataannya banyak juga orang yang hatinya tertekan karena

banyaknya harta, karena setiap waktu ia disibukkan oleh hartanya

tersebut, setiap waktu ia selalu mawas dan sibuk bagaimana caranya

agar hartanya tidak diambil oleh orang lain.

Jika kita mengenali siapa diri kita sebenarnya, yaitu hakikat

roh dan jasad, kita akan mengetahui bahwa hakikat diri yang

sebenarnya adalah roh, bukan jasad. Jasad hanyalah kendaraan bagi

roh, dan harta sekedar memenuhi kehendak jasad. Apabila kita sudah

sampai ajalnya maka jasad kita juga akan kita tinggalkan dan suatu

saat akan hancur. Sedangkan roh a.;an selalu meneruskan

perjalanannya ke alam berikutnya.

Faktor utama yang dapat membahagiakan roh atau jiwa

adalah kenal dan dekatnya ia kepada Allah, makin dekat roh dengan

Allah, makin bahagia ia rasakan. Sebaliknya makin jauh roh dengan

Allah, makin sengsara ia rasakan.

c) Kesalah pahaman terhadap dunia. Ini a.-can terjadi apabila

seseorang mengharapkan sesuatu yang bersifat duniawi akan kekal.

Misalnya kasih suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak,

sekuat apapun kasih meraka itu pasti akan berakhir dengan

perpisahan, yaitu saat ajal telah tiba

(41)

Tiada yang kekel, kecuali Allah. Mengharapkan sesuatu yang

tidak kekal menjadi kekal adalah tidak rasional. Seseorang akan

merana jika pemikiran seperti itu tertanam pada benaknya. Dan

harus ia ganti dengan pemikiran bahwa Aliahlah yang maha kekal

dan sekaligus menjadi tumpuan hidupnya.

d) Kesalah pahaman terhadap hari akhir atau akhirat. Ini akan

berlaku apabila seseorang menganggap bahwa hari akhir tidak

penting karena hari itu sangat jauh dan tidak nampak. Hari akhir

sangat penting Karena hari ini adalah tempat yang paiing akhir dan

abadi. Memahami hakikat ini semua, seseorang tidak akan mudah

menangis dan merasa sedih apabila berhadapan dengan urusan

duniawi, la seharusnya pandai menyusun sekala prioritas, dengan

mendahulukan sesuatu yang dapat menjamin kebahagiaannya

diakhirat.

Ada tiga perkara yang perlu dikejar sebagai bekal di akhirat

nanti. Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah, yaitu: Sedekah

jariah, ilmu yang bermanfaat, dan Anak yang saleh yang mendoakan

kedua orang tuanya. (Muhammad Nawawi, 2006:142)

Dewasa ini, banyak penyakit psikologis dialami masyarakat

yang bersumber dan kejahilan atau kurangnya ilmu, khususnya yang

berkaitan dengan empat perkara diatas, yaitu Aliah, hakikat diri

(42)

insan, hakikat dunia, dan hari akhir. Dengan mengetahui empat

perkara ini seseorang akan senantiasa bertawakal kepada Allah dan

ridha terhadap apapun yang di kehendaki-Nya atas mereka.

Islam sudah mengajarkan kepada umat manusia tentang

tawakal agar dapat memberikan mekanisme pertahanan diri yang

kuat bagi mereka dalam mengarungi hidup yang penuh panca roba

ini.

6. Mendayagunakan Tawakal

Tawakai memang memiliki manfaat yang langsung dapat dirasakan

pelakunya. Namun, tidak semua orang yang berniat bertawakal dapat

memperoleh hasil maksimal dari tawakalnya itu. Di sinilah, perlunya

mengetahui cara mendayagunakan tawakal, agar lebih optimal manfaatnya.

Perlu diketahui bahwa tawakal atau berserah diri kepada Allah

merupakan kebalikan dari beberapa sifat buruk yang berhubungan dengan

penyakit hati. Jadi, untuk memaksimalkan hasil tawakal, Selain harus

mendekatkan diri kepada Allah, ia juga harus menghindari penyakit-

penyakit hati.

Dibawah ini akan kami uraikan penyakit-penyakit hati dan cara

menghindarinya agar seseorang dapat memaksimalkan tawakal sehingga ia

akan cepat memperoleh buah dan tawakal tersebut.

(43)

a. Takabur dan Cara Penyembuhannya

Takabur adalah upaya seseorang untuk melebihkan dirinya dari

pihak lain, kelebihan yang dibuat-buat lagi tidak pernah wajar disandang

nya. (M. Quraish Shihab, 2000:151) Lawan dari takabur ialah rendah hati

dan ramah tamah. Yang menimbulkan sifat takabur ini biasanya karena

merasa diri mempunyai sesuatu yang tidak di punyai orang lain atau apa

yang di punyai jauh melebihi dari apa yang di punyai orang lain dan ia

menganggap tidak ada c-rang yang lebih dari padanya.(H. Fachruddin,

1992:395)

Imam Al-Ghozali dalam kitab ihya’ menyebutkan, tujuh nikmat

yang menyebabkan seseorang menjadi takabur:

a) Pengetahuan (ilmu). Alangkah cepatnya sifat takabur itu timbul

dalam hati orang-orang yang merasa cukup pengetahuannya.

b) Amal Ibadah. Ini bisa menimbulkan takabur dan karenanya

menarik perhatian orang banyak, kalau dia kurang ikhlas.

c) Kebangsawan. Karena dirinya merasa tmunan bangsawan, dia

menjadi takabur dan memandang rendah terhadap orang yang di

anggap rakyat biasa.

d) Kecantikan rupa. Ini lebih banyak terjadi pada kaum wanita.

Bukan saja membawanya k e pa d a s ifa t ta k a b u r, te ta p i juga suka

mencela, merendahkan, dan menyebut a ’ib orang lain.

(44)

e) Harta dan Kekaya’an. Karena merasa diri serba cukup, dia

menjadi takabur dan memandang rendah orang lain, terutama orang-

orang miskin.

t) Kekuatan dan Kekuasa’an. Seseorang bisa menjadi takabur

karena di tangannya ada kekuatan dan kekuasa’an, dan memandang

rendah orang-orang yang lemah.

g) Banyak pengikut, teman, dan kerabat yang mempunyai

kedudukan dan jabatan-jabatan penting.

Kesimpulannya, setiap nikmat yang di rasa oleh seseorang telah di

punyainya dengan cukup bisa menimbulkan sifat takabur. Dia lupa, bahwa

semua itu adalah pemberian dan ujian dari Tuhan untuk menentukan

sanggupkah seseorang mempergunakannya dengan baik atau tidak, apakah

dia syukur atau kufur berkena’an dengan nikmat itu.

Ada beberapa cara untuk mengobati penyakit takabur diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) la harus memutus mata rantai yang mengantarkan nya pada

sifat sombong. Contahnya, apabila ia merasa kagum dengan ilmu,

harta, atau keistimewaan yang ia milik1', ia harus cepat-cepat

memulus perasaan tersebut dengan menanamkan kesadaran daiam

da rin y a b a h w a s e g a la k e le b ih a n te rs e b u t hanyalah titipan Allah yang

sewaktu-waktu dapat diambil-Nya dari dirinya. Dan dia juga harus

(45)

menyadari bahwa kelebihan tersebut justru menuntunnya agar mau

bersyukur kepada-Nya, dan tidak mengingkari nikmat-Nya.

2) Ia harus merenungkan dan memperhatikan betapa besarnya

azab bagi orang-orang yang takabur, baik azab dunia maupun

akhirat. Dengan demikian, ia akan menyadari bahwa kesombongan

sesaat dapat melemparkannya kedalam siksa yang abadi.

3) Ia harus menyadari hakikat dirinya dari awal dia hidup sampai

dia mati Semasa bavi. ia lahir tanpa kepandaian aoa-apa. tanpa bisa

berbuat apa-apa, bahkan tanpa seheiai benang pun yang ia kenakan.

Ketika mati, ia juga tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan ia

memerlukan bantuan orang lain untuk mengubur dan memandikan

jenazah nya.(M. Jamaluddin, 2005:298)

b. Bakhil dan Cara Penyembuhannya

Diantara penyakit hati yang paling kronis adalah sifat bakhil atau

pelit. Ada banyak penyebab seseorang menjadi bakhil, diantaranya karena

takut menjadi miskin, aiau karena ia mengira bahwa hartanya itu adalah

hasil jerih payahnya sendiri. Ia enggan memberikannya kepada orang lain

walaupun sedikit.(Abdui Haiim Shoieh, 2008:53)

M. Jamaluddin dalam kitabnya Mauidhaiu! mu 'nv.nin menyebutkan,

bahwa sebab timbulnya sifat bakhil adaiah cinta harta. Adapun, yang

(46)

a) 'H ubbu al-syahawat allati la wusula ilaiha ilia b’ al-mal ma ’a

tuli a l-a m a r yaitu mencintai sesuatu yang mengharuskan

menggunakan harta untuk memperolehnya.

b) ”An yuhibba a 'in al-mal wa yataladzadzu bi wujudihi" yaitu

mencintai harta dan merasa enak dengan keberada’airnya.

Adapun cara-cara untuk mengobati penyakit bakhil, antara lain

sebagai berikut:

1) Ia harus menyadari bahwa Islam telah meletakkan aturan

baginya untuk berinfak dan ber/akai. Hal itu wajib ia laksanakan

dengan sebaik-baiknya tanpa berlebi-lebihan.

2) Ia harus senantiasa merenungkan dan mengingat ayat-ayat dan

hadis-hadis yang berisi peringatan tantang bahaya sifat bakhil.

Seperti sabda Rasulullah yang artinya:

"Orang-orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan syurga, dekat dengan manusia, dan ja u h dan neraka. Sedangkan orang bakhil itu ja u h dengan Allah, jauh dengan syurga, jauh dengan manusia, dan dekat dengan neraka. Dan, sungguh orang bodoh yang dermawan itu lebih disukai Allah daripada ahli ibadah yang bakhil".(Abdul Halim Saleh, 2008:56)

c. Riva’ dan Cara Penyembuhannya

R iy a ' adalah melakukan suatu pekerjaan bukan karena Allah semata,

tetapi untuk mencari pujian dan popularitas.(M. Quraish Shihab, 2000:625)

Dalam salah satu hadis qudsi Aliah berfirman:

(47)

"Aku adalah sebaik-baik yang dipersekutukan. Siapa yang mempersekutukan-Ku dengan sesuatu, maka bagian-Ku dalam persekutuan itu kuserahkan kepada yang dipersekutukan

dengan-K u".(M . Quraish Shihab, 2000:626)

Oleh sebabnya Rasulullah saw. Menamakan riya’ sebagai asy-syirk

al-ashghar (syirik kecil), karena pelakunya bermotivasi ganda. Padahal

yang diperintahkan kepada orang Islam adalah mengesakan Tuhan dalam

segala hai, termasuk dalam motivasi ibadah.

Riya’ dapat wujud dalam tiga tahap aktivitas manusia:

a) Sebelum atau sejak awal aktivitasnya. Misalnya, sejak sebelum

salat ia bermaksud melakukan salat bukan karena Allah, tetapi

dengan tujuan agar tidak tercela o'eh manusia.

b) Ketika sedang melakukan aktivitasnya. Ini berarti riya’ belum

menyentuh jiwanya pada awal aktivitasnya, tetapi ketika sedar.g

melakukannya, riya’ tersebut muncul. Mungkin karena ketika itu ia

melihat atau mendengar kehadiran seseorang, maka ketika itu pula

dengan sengaja ia melakukan hal-hal yang mengandung perhatian.

c) Setelah selesai aktivitasnya. Ini berarti aktivitas tersebut sejak

awal sampai akhir dilakukan dengan ikhlas, tetapi ada yang

mengetahuinya sehingga ia dipuji dan hatinya berbunga-bunga

dengan pujian itu. Sikap ini, dapat mengakibatkan riya’, apabila

pujian dan kekaguman itu dijadikan tangga untuk mendapatkan

sesuatu yang bersifat duniawi. Adapun jika pujian itu sekedar

(48)

didengarkan dengan rasa syukur dan gembira, tanpa menjadikannya

jembatan untuk meraih sesuatu yang bersifat duniawi, maka ini tidak

termasuk dalam kategori riya’.( M. Quraish Shihab, 2000:627)

Adapun cara-cara untuk mengobati penyakit riya’, antara lain

sebagai berikut:

1) Ia harus meningkatkan muraqabah kepada Allah dan senantiasa

mengingat bahwa Allah selalu melihat apa yang ia lakukan.

2) Ia harus senantiasa mengingat dampak dan balasan terhadap

orang-orang yang riya\ Dengan demikian, ia akan menyadari bahwa

riya’ sangat berbahaya dan merugikan ainnya sendiri, di dunia, dan

di akhirat.

3) la harus melatih diri untuk menyembunyikan amal baiknya,

seperti salat sunat, membaca Al-Qur’an, sedekah dan zikrullah.

(Abdul Halim Sholeh, 2008:58)

d. Iri dan Cara Penyambuhannya

Perbuatan iri dan dengki sangat dicela dalam Al-Qur’an dan Hadis

Bahkan, Al-Qur’an menganggap dengki sebagai bagian dan sifat orang-

orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang munafik dari kalangan arab.

Allah berfirman:

jjjC lL a At_j mi'll -lie. g u a JU itx Q liS ^ S ju u i (Ja'i J j

f. J S c. >Iii J jj e ^ a L .^jL ( j S a d j l j i e l i

(49)

"Banyak diantara ahli kitab minginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi meraka. Maka maafkanlah dan ber lapang dadalah sampai Allah memberi perintah-Nya. Sungguh, Allah M aha Kuasa atas segala

sesuatu ’’.(Jalaluddin Muhammad As-Suy»iti, 1991:16)

Tidak hanya Al-Qur’an, hadis pun memperingatkan agar kita

menjauhi sifad hasad. Rasulullah saw. Bersabda:

i _ L b u X J I j t i l l ( j i u d i U u o U I ( J 5 . U / u n t i l j j L S t A n t a J I •

"Jauhilah hasad karena hasad itu dapat menghapus amal-amal baik, sebagaimana api melahap kayu bakar".(Abdul Halim Saleh, 2008:61)

Langkah-langkah mengobati sifat dengki antara lain sebagai berikut:

a) Ia harus selalu menyadari bahwa iri dan dengki merupakan

penyakit hati yang sangat berbahaya. Selain dapat menghapus pahala

amal saleh, iri dan dengki juga dapat melemahkan iman.

b) Ia harus meluangkan waktu untuk bermunajat (berbisik)

kepada Allah, sekaligus mengintropeksi dirinya sendin apakah

terselip keinginan buruk dalam hati terhadap orang lain, baik berupa

perasaan menginginkan hilangnya suatu kenikmatan dari orang lain,

maupun adanya kebencian dalam hati terhadap orang lain.

c) Ia harus mempertebal keimanan terhadap qadha' dan qadar

Allah agar ia yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah

kehendak Allah. Dengan demikian, ia tidak perlu iri pada nikmat

(50)

yang diterima orang lain karena setiap orang pasti memiliki jatah

atau takdirnya masing-masing.

d) Memperbanyak zikrullah. Allah akan memenuhi orang yang

berzikir dengan cahaya, melapangkan dadanya, menghilangkan

kedengkian dalam hatinya, dan membuatnya menyukai kebaikan. (

M. Jamaluddin, 2005:255)

e. Putus asa dan Cara Penyembuhannya

Putus asa merupakan salah satu penyakit hati

yang

dapat

menghancurkan masa depan seseorang. Sumber utama keputus asaan adalah

tiadanya ketawakalan dalam hati. Mungkin pada mulanya adalah orang yang

ambisius. Namun, karena sering menghadapi kegagalan, akhirnya ia putus

asa. Bahkan diantara mereka ada yang bunuh diri.

Ini semua tidak perlu terjadi seandainya dari awal, ia sudah

menanamkan sifat tawakal dalam hatinya. Dengan tawakal, ia akan

merelakan apapun yang terjadi terhadap dirinya. Ia tahu bahwa tugasnya

hanyalah berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya. Namun,

keputusan berhasil atau tidaknya, berada ditangan Allah.

Ada beberapa kiat untuk mengatasi rasa putus asa, diantaranya

adalah sebagai beriku

a) menghayati ayat-ayat dan hadis yang menerangkan buruknya

sifat putus asa. Bahkan, ayat-ayat tersebut mengharamkan keputus

(51)

asaan, dengan menyebutkan bahwa putus asa adalah merupakan

salah satu sifat orang kafir. Allah berfirman :

(jjjiflll V' 4il £ j j ,4il r j j I jiiujj 'J j

“Dan jangnlah kamu berputus asa dari rahmad Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir (Jalaluddin Muhammad As-Suyuti,

1991:175)

b) menjauhi berkumpul dari orang-orang yang suka berputus asa

dan berkeluh kesah. Sebaliknya, ia harus memilih kawan yang

memiliki sifat optimis dan akhlak mulia.

c) mengembangkan sifat tawakal dalam hati sehingga menjadi

orang

yang tahan terhadap segala cobaan dan ujian.

d) Memperbanyak beristighfar dan bertaubat.

Masih banyak penyakit hati yang harus kita kikis dari hati kita

supaya tawakal yang kita lakukan memiliki nilai yang maksimal. Karena

pada hakikatnya, nilai tawakal seseorang berbanding lurus dengan nilai

keimanannya. Sebagaimana iman dapat berkurang atau bertambah, tawakal

juga mengalami hai yang serupa. Ada saat kita berada dipuncak

ketawakalan, ada juga saat kita jauh dari ketawakalan.Yang harus kita

keijakan agar hati senantiasa dapat bertawakal adalah mempertebal

keimanan, diantaranya dengan banyak bertobat, menghindari segala

penyakit hati, serta memperteguh keyakinan dan prasangka baik kepada

Allah.(Abdul Halim Soleh, 2008:66)

(52)

A. Latar Belakang Internal

1. Biografi M. Quraish Shihab

Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, ia

j .■ 1 ^ u : - i , — a: i c. t7 ~u _ , , _ ■ i r v / i a u _ _ ._ _ _ i j _ _ _ ■

uiiamiN.au ui lYajjaiig, juiavvg^i dLiaiaii, ia»i cuiuan ia uuaoai ua«i

keluarga keturunan Arab yang terpelajar, ia merupakan ulama dan

vviidcrd.il djl fiiuMiiii liiU'Jiic'iG ~y oTl^, ui ivCiiui omi • * c'iGuit^ tarou A >~

Qur an, ayah M.Quraish Shihab, Prof. KH. Abdurrahman Shihab adalah

seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir, Abdurrahman Shihab

dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, politikus, dan seorang

tokoh politik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi

Selatan, kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya

membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai

mantan rektor di dua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 dan IAIN

1972-1977.(Hasan Muarif .\mbary, 2003:111)

Sebagai putra seorang guru besar, M. Quiaish Shihab mendapat

morivasi awai dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari

ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah

maghrib, pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya

yang kebanyakan berupa ayat-ayat A!-Qur’an.

43

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai bagian dari anak bangsa, Lembaga kajian Pelopor Maritim (PORMAR) Indonesia, adalah sebuah lembaga kajian di bidang maritim yang beranggotakan para pakar, praktisi,

Penulisan hukum ini membahas tentang apakah pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan bebas perkara perkosaan dengan alasan adanya kesalahan penerapan hukum

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived ease to use dan subjective norm terhadap intention to use dengan perceived usefulness

Pembiayaan dengan akad musyarakah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Bismillah kepada nasabah untuk pengembangan suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini BMT

Dalam rangka mendukung pencapaian prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijabarkan dalam RPJMN periode

Lokasi pasti bangunan tempat tinggal Ki Ageng Pemanahan sampai saat ini masih belum dapat diketahui, namun mengacu dari legenda yang ada, maka kelompok bangunan yang

Todani dan kawan – kawan, berdasarkan analisisnya menggunakan endoscopic retrogarde cholangiography (ERCP) dan pemeriksaan dengan kolangiografi lain, menerangkan

Tujuan dari kegiatan ini adalah : 1) Memberikan pengetahuan teoritis kepada guru-guru TK Gugus Kartini Kecamatan Purwokerto Utara tentang pendidikan karakter di TK, 2)