JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2010
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Disusun oleh:
NOTA PEMBIMBING
Salatiga, 18 Agustus 2010
Lamp : 1 (satu) naskah
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Yth. Ketua STAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu 'alaikum Wr. Wb
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini,
kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Ahmad Musonef
NIM : 11106084
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Judul : KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL MENURUT M.
QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH
Untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah Skripsi
Demikian harap menjadi periksa
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb
W ebsite: w w w .stainsalatiga ac.id Email: adm inistrasi@ stainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi saudara Ahmad Musonef dengan nomor induk mahasiswa
11106084 yang berjudul
“ KONSEP TAWAKAL MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MiSBAH”. telah di Monaqosah dalam sidangpanitia ujian jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Salatiga pada selasa, 31 Agustus 2010 dan telah diterima sebagai bagian dari
syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjanan Pendidikan Islam
Salatiga, 21 Ramadhan 1431 H 31 Agustus 2010
Panitia Penguji,
i Sekretaris
( ^ j 2 i t f v y v \ * ^ J
Dr.F ahmat FKmadi, M.Pd
NIP. j 9670112 199203 1 005
Penguji II
Drs. Badwan, M,Ag
NIP. 19561202 1980030 1 005
NIP. 19700510 199803 1 003
HALAMAN DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi Materi yang pemah ditulis orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain,
kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Apabila dikemudian hari ternyata terdapat Materi atau pemikiran-
pemikiran orang lain diiuar referensi yang penulis cantumkan, maka penulis
sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan
sidang munaqosah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 06 September 2010
Penulis / f '
AHMAD MUSONFF N1M.11106084
IV
0 j ' j $ i M ^ C . l Kj JJ q a j
4jV1 ...j . 1 3 ( J ^ A&' (Jst^. ^
Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya allah melapangkan
(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu
CLu^Ji .<&' ^ lc > (j£, j! n l a (jjuUlI j j f L } j ' U ^
Skr
ipsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu dan bapak yang tercinta yang telah mendo’akan dan
memberikan perhatian baik moril maupun materiil dalam
pembuatan skripsi ini.
2. Bapak Kiai Haris As’ad Nasution dan Ibu Nyai Fatuhah
Ulfah. selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Manar yang
telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Teman-Teman ku sepeijuangan di Pondok pesantren Al-
Manar.
4. Semua santri Al-Manar baik putra maupun putri yang selalu
ku. banggakan.
5. Kaum Muslimin yang senantiasa belajar, dan mengajarkan
ilmunya kejalan Aliah.
fbUVI (jP Cy> Lil CuLaSI La fl jSVIj (JbLLHj L) iAl»a4 4)L VI SJ$ V j J ja .
(_yic.j a L).S)m ^*ll ^Lolj <^fJl AjiSLJIj l_jL&ll) 2j^*_Lh]I A^a^jllj (_J-^I (_y4
^\r-" ^*J Lal ^\r-" AC-LjIj ■- J Ali
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah. Atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud
yang sederhana. Salam sejahtera semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi
Muhamma saw Yang telah menuntun umatnya dari kegelapan menuju jalan yang
terang benderang.
Sehubung dengan selesainya penulisan skripsi ini tidak lupa penulis ucokan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak. T r. Imam Sutomo. M. Ag. selaku rektor STAIN Salatiga.
2. BapaK Ahmad Maimun, M. Ag. yang telah sabar membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu. Siti Asdiqoh. M.Pd, selaku ketua Progdi PAI.
4. Ibu Sih Ruhayati, M.Ag, selaku dosen PA.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta segenap staff STAIN Salatiga.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi mi masih jauh
dari kesempurnaan, semua itu karena keterbatasan penulis. Tiada kalimat yang
pantas penulis ucapkan kecuali kalimat Al-hamdulillahi Robbil Alamin, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
vii
NOTA PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN... iii
DEKLARASI... iv
AI A T T A --invy i t y j... V PERSEMBAHAN ... vi
KA La PENGAN TAR... ... vu DAFT AH ISI... viii
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Pembahasan... 4
D. Manfaat Hasil Penelitian... 5
E. Penegasan Istilah... 5
F. Metode Penelitian... 6
G. Sistematika Penulisan Skripsi... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan... II 1. Pengertian Pendidikan... 11
vni
2. Perintah Bertawakal dan Medan Pelaksanaannya... 16
3. Landasan dan Keutamaan Tawakal... 20
4. Bertawakal Kepada Ikhtiar... 26
5. Rahasia Kekuatan Tawakal... 27
6. Mendaya Guakan Tawakal... 33
BAB III M. QURAISH SHTHAR DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRANNYA A. Latar Belakang Internal... 43
1. Biografi M. Quraish Shihab... 43
2. Karya-Karya M. Quraish Shihab... 47
B. Latar Belaxang Eksternal... 50
1. Keagamaan Masyarakat Indonesia... 50
2. Politik Indonesia... 51
3. Karir yang ditepaki M. Quraish Shihab... 53
C. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab... 54
1. Bidang Teologi... 54
2. Bidang Syariat Islam... 55
3. Bidang Tasawuf... 56
4. Bidang Tafsir... 56
ix
A. Latar Belakang
Orang Islam tidak hanya menempatkan tawakal kepada Allah dalam
segala hal sebagai akhlak semata, namun juga meyakininya sebagai kewajiban
_
u a la in uiuaF ig a q iu a ii Is ld in , k a fc n a A lla h iiic iiic iU Itm iK d lu iy d u a ia m U C ioagdl
firman-firman-Nya antara lain:
ouxat Al-Maidcui: 23 dan surai At-1 aghobuii
“dan hanya kepada Allah hendaknya kalian, bertawakalt jika kalian benar-benar orang yang beriman . r
“dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang beriman bertawakal. ” (Al-Jazairi, 2003: 225)
Karena itulah, tawakal secara mutlak kepada Allah adalah bagian dari
aqidali seorang mukmin, ketika ia beribadah kepada Allah dengan bertawakal
kepada-Nya dan menghadapkan diri secara total ke hadapan-Nya. Dengan
demikian ia tidak memahami tawakal seperti dipahami orang-orang awam dan
aqidali kaum muslimin yang memahami bahwa tawakal itu sekedar ucapan di
bibir tanpa dipahami akal, atau tawakal itu membuang sebab-sebab, atau tidak
kena, atau puas di bawah kehinaan di bawah bendera tawakal kepada Allah,
dan ridha dengan takdir yang terjadi padanya. Tidak seperti itu, orang mukmin
memahami bahwa tawakal yang merupakan bagian langsung dari imannya dan
aqidahnya kepada .Allah dengan menghadirkan semua sebab yang diperlukan
dalam setiap perbuatan yang hendak ;a kerjakan. Ia tidak berambisi kepad
1
buah tanpa memberikan sebab-sebabnya, dan tidak mengharapkan
hasil tanpa meletakkan pengantarnya. Hanya saja pembuahan sebab-sebab
tersebut dan prcduktifitas pengantar pengantar tersebut ia serahkan
sepenuhnya kepada Allah. Karena Dia saja yang Maha Kuasa atas hal
tersebut, dan bukan yang lain.
Jadi, tawakal bagi orang Islam ialah perbuatan dan harapan yang
disertai hati yang tenang, jiwa yang tenteram, dan keyakinan kuat bahwa apa
yang dikehendaki pasti terjadi, apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan
terjang u..;] ,~uian i i u ak nrenyin nyiskan paham orang yang Dcrnuat d u ik,
karena orang Islam mempercayai ketentuan-ketentuan Aliah pada alam
semesta, maka ia menyiapkan sebab-sebab yang diperlukan bagi semua
perbuatanya, berusaha sekuat tenaga menghadirkan sebab-sebab tersebut, dan
menyempurnakannya, ia tidak meyakini bahwa sebab-sebab adalah satu-
satunya jaminan untuk mencapai tujuan. Ia tidak meyakini peletakan sebab-
sebab di atas yang diperintahkan Aliah yang wajib ia ta’ati sebagaimana ia
ta’at kepada-Nya dalam perintah dan larangan-Nya, adapun pencapaian hasil
dan sukses maka orang Islam menyerahkanya kepada Allah, berapa banyak
orang yang bekerja keras, namun ia tidak sempat memakan hasil usahanya dan
berapa banyak para petani yang tidak memanen apa yang ia tanam. Dan
sinilah, orang Islam meyakini bahwa hanya bersandar pada sebab-sebab dan
menganggapnya sebagai puncak segala sesuatu dalam merealisir tujuanya
adalah kekafiran, kesyirikan dan ia berlepas diri daripada Allah, la juga
berkeyakinan bahwa meninggalkan sebab-sebab yang diperlukan bagi
perbuatanya padahal ia mampu menyiapkan dan menyediakannya adalah
kefasikan, dan kemaksiatan.
Dalam pandangannya terhadap sebab-sebab ini, orang Islam
menyandarkan nilai filosofinya kepada ruh keislaman dan ajaran Nabinya.
Rasulullah Saw. dalam seluruh peperangannya yang panjang tidak pernah
sekalipun memasuki arena perang hingga beliau menyiapkan perbekalan
untuknya, dan menyiapkan sebab-sebab untuknya, misalnya memilih lokasi
perang. Diriwayatkan dari Rosulullah Saw. bahwa beliau tidak memulai
perangnya di iiau yang panas kccuaii sctci&fr suasananya menjadi dingin, dan
beban melakukan penyerangan setelah membuat rencana matang, dan
mengatur barisan-barisan tentaranya. Setelah menyelesaikan persiapannya
yang matang, beliau menengadahkan kedua tangannya berdo’a kepada Allah,
Al-Jazairi berpendapat dalam kitabnya Minhajualmuslim :
j t - f dp L; y & l j <— r j L» j -j, *_>L62l J
“Ya Allah yang menurunkan Al-Kitah, menjalankan awan, dan mengalahkan pasukan sekutu, hancurkan mereka dan menangkan kami atas mereka. ” (Al-Jazairi, 2003:227). Begini juga petunjuk beliau dalam menggabungkan sebab-sebab
materi dan sebab-sebab immaterial, m en yaran k an kesuksesan usaha dan
kehendaknya kepada Allah. Sehingga orang Islam harus memiliki konsep
tawakal sekaligus harus mengedepankan aspek usaha yang mendorong
tercintanya sebab-akibat. Namun pada masa sekarang ini, banyak orang salah
kaprah mengartikan tawakal yang menurut mereka berserah diri tanpa diiringi
usaha yang sepatutnya dalam memperoleh sesuatu.
Berdasar hal-hal tersebut, maka penulis mencoba untuk menyusun
sebuah skripsi yang beijudul: KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL
MENURUT M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH.
Penulis akan mencoba mengulas tentang bagaimana cara orang bertawakal
yang sebenarnya menurut konsep Tafisr Al-Misbah, dan semoga bermanfaat
terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
Bagaiuuma kcnccp lawuKSi menurut M. v^uiaisn SmnaD/
2. Bagaimana konsep pendidikan tawakal menurut M. Ouraish Shihab dalam
tafsir Al-Misbah?
3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan tawakalmenurut M. Quraish
Shihab?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui konsep tawakal menurut M. Quraish Shihab.
2. Mengetahui Konsep pendidikan tawakal menurut M. Quraish Shihab
dalam Tafsir Ai-Misbah.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana, bahan
evaluasi dan menumbuhkan semangat untuk mengaplikasikannya
khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran judul di atas,
maka penulis terlebih dahulu akan menjelaskan maksud dari istilah yang ada
U u itu ii j u d i l i ^ K iip S i > i u n u tp iti uii m ^ v v u in K u n iu ii u m i ik/uiu
operasional
1. Konsep
Pengertian, ide atau kesimpulan yang didasarkan atas generalisasi
(Gulo, 1982:38). Selain itu, ada juga yang mengartikan bahwa konsep
adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar
bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
( Depdiknas, 1989:45).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses membimbing manusia d3ri kegelapan,
kebodohan ke kecerahan pengetahuan yang mengantarkan manusia
memperluas pengetahuan tentang dirinya serta tentang dunia dimana
mereka hidup (Sadhily, 1980:2627).
3. Tawakal
Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri, sedangkan menurut
terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar
dan usaha yang dilakukan kepada Allah serta berserah diri sepenuhnya
kepada Allah untuk mendapatkan manfa’at atau menolak yang madharat.
Tawakal juga di definisikan sebagai sikap berpegang teguh kepada Allah,
disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidak-bcrdayaan yang
ada (El-Saha dan Hadi, 2005:737).
4. i’cnmdikan iawar-ai
Pendidikan Tawakal adalah Suat, r pendidikan penanam m sifat
tawakal yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan sejak ia masih kecil
hingga ia dewasa. Dengan demikian pendidikan tawakal adalah
merupakan usaha yang dilakukan sebara sadar untuk membimbing dan
mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah laku dan
diserahkan serta menjadikannya sebagai kebiasaan.
F. Metode Peneliti, n
Daiam penulisan skripsi mi penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Jenis dan sifat penelitian
Melalui risei perpustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis
yang telah dipublikasikan atau belum (Arikunto, 1980:10). Adapun
a. Sumber data Primer
Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset
(Dharara, 1980:60) yaitu Tafsir Al-Misbah
b. Sumber data Sekunder
Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber-
sumber data primer, adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini
n r l n l o U U n l r i i k u i n i o t o i i 1 m - r t m i l t v t i o V i I n i n x r n nr* l o m t r o f l n n o t
uuuiaii uuiviruutvu utuu ivaij'u nm m u mui ytuxg, lo u ija uujyui mviwu^ivupi
data penelitian yang penulis teliti, seperti Ihya’ ulumuddin, Minhajul
jv iu s im im , ^ iia y a r a i A ttjiy a d s n K a rya -K a rya im a a r
2. Metode Analisis Data
l u . i i i i i i i - i i y u..
Yaitu cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
cara memilah-milah pengertian yang satu dengan yang lain (Soemargono,
1983:2). Dengan menggunakan metode ini tidaklah dimaksudkan untuk
memperoleh pengertian yang baru, akan tetapi hanya mendapatkan
kejelasan atau penjelasan suatu pengertian tertentu dari penelaahan obyek
penelitian.
Untuk lebih memahami obyek penelitian ini, maka penulis memilih
metode analisis sebagai berikut:
a. Interpretasi
Isi buku diselami untuk dapat setepat mungkin menangkap arti
dan nuansa uraian yang disajikan (Bekker dan Zubair, 1999:69).
Karena dalam penelitian ini obyeknya adalah pemikiran M. Quraish
Shihab tentang ayat-ayat Al-Qur’an maka penulis akan menyelami dan
memahami ayat yang penulis pilih sebagai obyek penelitian.
Disamping itu juga penulis pilih sumber sumber lain yang
penulis anggap representif terhadap penelitian ini. Seperti Tafsir
Jalalain, Ihya’ Ulumuddin, Tafsir Ibn-Katsir dan sebagainya.
b. Metode Induksi
Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus,
peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa
iC lS C b lii d lu u ik lid ia in ^ c iiC iu iib u ji O c io iiu i u n iu iii
(Hadi, 1990:26) Dalam mete d r v^nulis telah mencoba menyelami
dan memahami cerita-cerita tentang peristiwa orang-orang dahulu
seperti ceritanya Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Sahabat Bilal, Nabi
Muhammad, dan lain-lain.
c. Metode Deduktif
Apa yang dipancang benar pada suatu peristiwa dalam suatu
kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa
yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini adalah suatu proses
beriikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari
pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus (Hadi,
1990:26) Adapun oidalarn metode ini penulis telah mencoba
mencennati dari kehidupan atau peristiwa yang terjadi di pondok
pesantren Al-Manar dan lingkungan sekitarnya.
G. Sistematika penulisan Skripsi
Sistematika disini yang penulis maksud adalah sistematika penyusunan
karya ilmiah dari bab ke bab. Sehingga karya ilmiah ini menjadi satu kesatuan
yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada
pemahaman yang menyimpang dari maksud penulis terhadap skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan karya iimiah ini sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, mantaai nasii penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi tentang : Konsep pendidikan yang meliputi : Pengertian
pendidikan, dasar dan tujuan pendidikan, dan konsep tawakal yang
meliputi : Pengertian tawakal, landasan dan keutamaan tawakal,
bertawakal kepada ikhtiar, rahasia kekuatan tawakal, dan
mendayagunakan tawakal.
BAB III : M. QURAISH SHIHAB DAN LATAR BEL A /. ANG
PEMIKIRANNYA
Berisi tentang : Latar belakang eksternal yang meliputi : Politik
Indonesia, kehidupan beragama masyarakat Indonesia. Latar
beiakang internal yang meliputi : Biografi M. Quraish Shihab,
karya-karya M. Quraish Shihab, konsep tawakal menurut M.
Quraish Shihab. Corak pemikiran M. Quraish Shihab dalam
bidang teologi, fiqih, dan tafsir.
BAB IV : IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN TAWAKAL
Berisi tentang : Analisis data, dan implementasi pendidikan
tawakal menurut M. Quraish Shihab.
BAB V : PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan, rekomendasi, dan ku— ♦’o n a m i t i m
ivuiu pviiuiup.
DAFTAR PUSTAKA
A. Konsep pendidikan
1. Pengertian pendidikan
Kata pendidikan bersinonim dengan kata “At-Tarbiyah ” yang berarti ke pendidikan atau pemeliharaan mencakup kasih sayang, amarah ancaman,
siksaan dan sebagainya. Maka ini akan terasa dekat saat mengancam bahkan
memukul anak dalam rangka mendidik mereka walaupun sang anak yang
dipukul merasa diperlakukan tidak wajar, kelak ketika dewasa mereka akan
sadar bahwa pukulan tersebut merupakan sesuatu yang baik baginya. (M.
Quraish Shihab, 1991:20)
Adapun pengertian pendidikan secara istilah dapat disimak dari
beberapa pendapat atau pengertian sebagai berikut:
a. Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (H.M. Djum
Beran Syah Indar, 1994:16)
b. Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya. (Tim
Dosen FIP IKIP, 2003:7)
11
Selain itu juga dikatakan bahwa pendidikan berarti juga lembaga yang
bertanggung jawab menetapkan tujuan pendidikan, isi, sistem dan
organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi: keluarga, sekolah
dan masyarakat (negara) (Tim Dosen FIP IKIP, 2003:31)
c. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab pendidikan adalah mengarahkan
sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya
(M.Qurais Shihab, 1991:31).
Dari berbagai macam pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membantu, mengarahkan,
membimbing, mempengaruhi potensi yang dimiliki oleh orang lain supaya
berkembang pada titik yang dapat dicapai dengan tujuan yang di cita-citakan.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan
a. Dasar Pendidikan
Yang dimaksud dasar pendidikan di sini adalah pandangan yang
mendasari seluruh aktivitas dalam pelaksanaan pendidikan karena secara
umum pendidikan adalah bagian yang sangat penting dan secara kodrati
manusia adalah makhluk paedagogik. maka dasar pendidikan yang
dimaksud tidak lain adalah nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup
(suatu masyarakat di mana pendidikan itu berlaku)
Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad saw. adalah merupakan
sumber nilai yang tidak akan pernah habis menata jalannya kehidupan ini.
Seperti Firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 153: janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), sehingga mencerai beraikan kamu dan jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. " (M.Quraish Shihab, 2001:339)
Rasulullah s.a.w. bersabda:
4*. ^ i ».-3 1 /jj L* /jj ^*1 t " - k j
“Aku tinggalkan untuk kamu dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu kitabuUali dan sunah nabinya. ” (Al-h/fuatha i 989:602)
Demikianlah di antara ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits nabi
Muhammad s.a.w merupakan dasar untuk pendidikan, sebagai sendi
pembangunan masyarakat di segala lapisan sehingga melahirkan manusia
seutuhnya.
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai oleh suatu aktivitas
manusia. Tujuan berfungsi untuk mengarahkan, mengontrol dan
memudahkan evaluasi. (Syah Minan Zami, 1986:35)
Secara umum
tujuan
pendidikan adalah perubahan yang diharapkan padaobjek didik setelah mengalami proses pendidikan. Baik pada tingkah laku
individu maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu
Ahmad bin muhammad bin saleh dalam bukunya “Perubahan Islam (Dinamika Guru) “menyebutkan tujuan pendidikan melalui Al-Qur’an antara lain:
a. Mendidik akal supaya berfikir dan mengambil pelajaran.
b. Supaya manusia beristiqomah dengan tuhan dan mengambil petunjuk
dengan syariat-Nya.
c. Mendidik hati dan perasaan, kecenderungan hati dan perasaan halus.
Berarti pendidikan haruslah diarahkan untuk mencapai pertumbuhan
keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh melalui iatihan jiwa, rasio,
perasaan, dan penghayatan, karena itu pendidikan harus menyiapkan
pertumbuhan manusia dalam segala seginya: spiritual, intelektual, imajinatif
kolektif, dan semua itu didasari motivasi mencapai kebaikan dan perfeksi, tujuan
akhir pendidikan itu terletak pada aktivitas merealisasikan pengabdian
seluruhnya
B, Konsep Taw akal
1. Pengertian Tawakal
Tawaka! berasal dari kata “wakkala" disebutkan: seseorang meng- wakaiakan urusannya kepada sifulan; maksudnya adalah seseorang iiu teiah
menyeralikan urusannya kepada sifulan dan ia berpegang kepada orang itu
mengenai urusannya. Orang yang kepadanya diserahi urusan disebut “'w a k il'.
Orang yang menyerahkan kepadanya disebut “ orang yang mewakilkan
kepadanya dan muwakil”, manakala ia telah tentram hatinya kepadanya dan ia
telah percaya dengannya, dan ia tidak menuduh kepadanya dengan teledor.
Maka tawakal adalah suatu ibarat tentang pegangan hati kepada wakil. ( Al-
Ghozali, 1982:360)
Adapun tawakal menurut istilah dapat disimak dari beberapa pendapat
atau pengertian sebagai berikut:
a. Tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada
selain Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nyu. (K.
Yunahar Ilyas, 2007:44).
b. Tawakal adalah mempercayakan atau menyerahkan segenap masalah
kepada Allah sepenuhnya dan menyandarkan kepada-Nya penanganan
berbagai masalah yang dihadapi. (Zainul Bahri, 2005:73)
c. Tawakal adalah mempercayakan diri kepada Allah dalam
melaksanakan suatu rencana, bersandar kepada kekuatan-Nya, dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, dan berserah diri d iba wah
perhndungan-Nya pada waktu menghadapi kesulitan. (Abdul Haiirn
Sholeh, 2008:6).
d. Tawakal adalah taat kepada Aliah dengan menghadirkan semua sebab
yang diperlukan daiam semua perbuatan yang hendak dikerjakan.
(Abu Bakar Jabir Al-Jazari, 2003:226)
e. Sayid Mahmud Syukra Al-Alusy mengatakan:
<1 frliisytj Jjill (jlc. AajeVIj Jajjt Jjll
“Tawakal adalah menampakkan kelemahan diri dan mengandalkan atas yang lain (Allah) dan mencukupkan dengan-Nya dalam hal melaksanakan sesuatu ya n g dibutuhkannya ”.(A1-Alusy, 1998:107)
f. Muhammad Nawawi dalam kitabnya Nasa’ihul Ibad mengatakan:
j» l ajc-UU A jjll (JS
“Tawakal adalah menyandarkan diri pada apa yang disisi Allah dan
tidak mengharapkan apa-apa yang ada di tangan
t ria t i (V* f c* ■’ V \ A . . . z . A> iriUiiwiiuiiM-vi x XT<*i u k u -> A A / —' i;"'s \
g. lawakaS adalah kesadaran akan kelemahan diri di hadapan wakil
(yang diwakilkan) dan habisnya upaya, disertai kesadaran bahwa wakil
adalah penyebab yang menentukan keberhasilan dan kegagalannya
(M.Quraish Shihab, 2002:509).
Dari beberapa devinisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tawakal
adalah mempercayakan suatu urusan kepada Allah dengan mengakui kelemahan
dan menghadirkan semua sebab yang berkaitan dengan urusan tersebut meliputi
ke-putusan, atau azam (Kemauan), yang disertai dengan usaha untuk melaksanakan
rencana itu.
2. Perintah Bertawakal dan Medan Pelaksanaannya
Bertawakal dalam segala urusan tidakiah merupakan rohani yang baik
saja, melainkan memang diperintahkan Allah, pelaksanaan tawakal pada
prinsipnya meliputi segala urusan dan pekeijaan yang baik serta segala keadaan
yang sulit, salah satunya adalah dalam menjalankan rancangan yang sudah
matang, misalnya dalam usaha pembangunan, dan perjuangan.
Demikian juga dalam kegiatan ekonomi, usaha mencari rezeki untuk
memenuhi keperluan hidup hendaklah diiringi dengan tawakal karena
sesungguhnya rezeki tiap-tiap makhluk itu sudah dijamin Allah, sesuai dengan
firmannya:
( j # Ifc y L -L » L $ ijj -i* f . S ') i Zf<4 ^ L»J ♦
‘‘Dan tidak ada suatu makhluk bergerak (bernyawa di bumi melainkan
semuanya dijamin Allah rezkinya, Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya, semuanya tertulis dalam kitab yang nyata ” (M.Quraish Shihab, 2002:188).
Di kala hendak menghadapi musuh dalam peperangan, setelah
mempersiapkan kelengkapan perang semaksimal mungkin dan pengetahuan
taktik dan strategi, haruslah diiringi dengan kekuatan minat berupa tawakal
kepada Allah, kekuatan alat-alat, otot dan otak harus dilandasi dengan kekuatan
hati yang penuh tawakal, sifat tawakal ini telah dihayati tentara Islam dalam
berbagai peperangan, seperti perang akdzab (koalisi) sebagaimana diceritakan
dalam Al-Qur’an:
t y, * »<s? * . >\ » ny. .— , .< , »*»,
j4j ijj; <3_L^o j iAJ y * jJ 4i): JLC-j Ls 1 JdA i y 13 j I y~* I i
1
j UaJj0 lL l s j C j
“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan
Rasul-Nya kepada kita", dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. ” (M.Quraish Shihab, 2002:247)
Dalam arena politik untuk mencapai kemenangan perjuangan Islam,
umat Islam wajib beijuang mengatur strategi dalam menghadapi lawan seraya
bertawakal kepada Allah, dan meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala
sesuatu, sebagaimana mereka harus menjadikan kehendak dan tindakannya
sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah. Allah berfirman:
-SyvsLU (jf j ! Ij J UjJ o [ ' i
”Dan jika mereka bermaksud menipumu, M aka Sesungguhnya cukuplah Aliah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin. ”( M.Quraish Shihab, 2002:462)
Di kala menghadapi bencana dan bahaya yang akan menyerang,
diperlukan tawakal seraya melakukan persiapan yang diperlukan untuk menolak
bahaya itu. Misalnya, ketika kaum muslimin pada zaman nabi di ancam akan
dihancurkan oleh tentara musuh yang besar jumlahnya, mereka siap bertempur
seraya berkata
(Jj£/Utij 1 Um'V
”Cukuplah Allah bagi kami dan Dia sebaik-baik pemelihara ’’.(Abdul halim Shoieh, 2008:9)
Di kala berjangkit penyakit, di samping mengambil langkah-langkah
pencegahan, diiringi pula dengan tawakal. Suatu peristiwa terjadi pada zaman
Kholifah Umar. Rombongan sahabat yang menuju siria mendengar berita
berjangkitnya penyakit di negeri yang akan mereka tuju, kemudian dalam
rombongan tersebut muncul dua pendapat. Sebagian ingin meneruskan
perjalanan dan sebagian ingin pulang.
Umar bin Khatab memutuskan supaya mereka pulang, akan tetapi
timbul pertanyaan yang membantah, “Apakah anda melarikan diri dari takdir
Tuhan?” Umar menjawab: “Ya, lari dari takdir Tuhan dan menuju takdir tuhan
juga”(Abdul Halim Shaleh. 2008:10). Hal ini seperti di analogikan jika
seseorang mempunyai hewan ternak dan tersedia dua ladang, satu kering dan
satunya lagi subur, .entu saja lebih baik memilih ladang yang subur untuk
menggembalakan ternaknya, hal ini menunjukkan bahwa ikhtiar menghindarkan
dari penyakit perlu dilakukan seraya bertawakal kepada Allah.
Pendapat Umar ini diperkuat dengan sabda Rasulullah yang
disampaikan oleh Aburrohman bin Auf, yang artinya “apabila kamu mendengar
sesuatu penyakit melanda sebuah negeri, janganlah kamu datang ke tempat itu,
dan ketika kamu sedang berada di negeri yang berjangkit penyakit menular itu,
janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan dlii. (Abdul
Halim Shaleh, 2008:11)
Bagi seseorang yang keluar dari rumah banyak hal yang akan
ditemuinya dalam berbagai urusan. Mungkin menyenangkan, mungkin pula
menyedihkan. Sebagai wama kehidupan, sebagai makhluk yang di anugerahi
pikiran seseorang sebelum keluar rumah sebaiknya mempunyai pertimbangan,
pemikiran dan rancangan-rancangan yang baik. Kemudian segala sesuatunya
diserahkan kepada Allah.
Demikian pada prinsipnya tawakal diperlukan dalam setiap langkah kita
dalam mengarungi hidup ini.
3. Landasan dan Keutamaan Tawakal
a. Landasan Syariat Tawakal
Orang Islam dianjurkan untuk kritis dalam berbagai hal, sehingga
senantiasa berhati-hati dalam melangkah, salah satunya adalah dalam
memahami makna tawakal.
“Carilah dalilnya terlebih dahulu, baru kemudian kamu mengikutinya, dan janganlah kamu mengikutinya terlebih dahulu, baru kamu mencari dalilnya. ” (Abdul Halim Shaleh, 2008 : 10)
Untuk itulah, sebelum melangkah lebih lanjut membahas tentang
tawakal terlebih dahulu akan kami uraikan beberapa landasan syariat
tuntunan bertawakal. Adapun landasan syariat tentang runtunan bertawakal
adalah ayat-ayat dari Al-Qur’an, diantaranya:
”Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah jik a kamu orang beriman. ” (M.Qurais Shihab, 2001: 611
%9 A Y . ' * |
^ / ^ 9
IJs-j llu j j
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. ” (M.Qurais Shihab, 2001: 360)
“Wahai Nabi cukuplah Allah bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. ” (M.Qurais Shihab, 2001: 604)
f - j i , ' ' Z * * 9 9/ L - * ' ' ' ' f ' pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. " (M.Qurais Shihab, 2001: 159)
.* r r
I y dJl j
"Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia M aha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. ’’ (M.Quraish Shihab, 2001:58)
Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tawakal adalah
salah satu tuntutan yang harus dijalankan oleh orang-orang yang beriman.
Mereka disuruh bertawakal hanya kepada Allah karena hanya Allah satu-
satunya zat yang dapat menolong dan mencukupi semua urusan mereka.
b. Keutamaan Tawakal
Tidak dapat disangkal lagi setiap perbuatan yang dianjurkan Al-
Qur’an dan Al-Hadis untuk dilakukan. Pasti memilik' manfaat positif bagi
pelakunya, khusus mengenai tawakal, selain memiliki banyak manfaat yang
terkandung di dalamnya, juga merupakan sikap yang sangat penting yang
harus dimiliki kaum mukminin sehingga mereka selalu mengikrarkan
ketawakalan tersebut dalam setiap raka’at shalat mereka, dengan membaca
ayat:
"Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. " (M.Qurais Shihab, 2001: 31)
Berikut ini manfaat-manfaat yang dapat diraih dari' awakal.
1) Dicukupi rezekinya. Allah berfirman:
3** ^ j * Cr* J Cr?
■Jl£ 'C*" js a /iiT 03 -djA I
“Dan memberinya recki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Rarungsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperiuanjrtya. Sesungguhnya Aliah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. ”( M.Quraish Shihab, 2002:294)
Yang perlu di ingat bahwa ayat di atas tidak menyatakan “akan
menjadikan kaya raya.” Disisi lain rezeki tidak hanya dalam bentuk materi,
kepuasan hati adalah kekayaan yang tidak pemah habis. Ada juga rezeki
Allah yang bersifat pasif. Si A yang setiap bulannya menerima lima juta
rupiah tetapi dia atau salah seorang keluarganya sakit-sakitan lebih sedikit
dibanding dengan si B yang hanya memperoleh dua juta tetapi sehat dan
hatinya tenang. Sekali lagi rezeki tidak selalu bersifat material, tetapi juga
bersifat spiritual.
" Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. ” (M.Quraish Shihab, 2002:248)
Rasulullah bersabda:
Ajalji >. j d A g-z ASj j j J jp- 4jl g*
‘‘Barang siapa rang menghabiskan waktunya kepada Allah yang maha perkasa dan maha besar niscahya Allah ta 'ala mencukupi orang tersebut akan seluruh beaya dan Allah memberinya rezeki dari seg: yang tidak ia sangka, dan barang siapa yang menghabiskan waktunya kepada dunia, niscahya Allah taala menyerahkan orang tersebut kepada dunia. ” (Al-Ghozali, 1982:322)
Ayat dan Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang senantiasa
kebutuhannya, apa pun yang terdapat di muka bumi ini tidak lain hanyalah
milik Allah semata. Dan sungguh beruntung orang yang kebutuhannya
dicukupi oleh Allah, sehingga ia makin jauh dari kekufuran. Karena dengan
kefaqiran syetan akan lebih mudah menjadikan seseorang menjadi kufur.
2) Dijauhkan dari setan. Allah berfirman:
j (jfc.j l^lol jjUalul <1 (jiill kjl
“Sungguh, syetan itu tidak akan dapat kuasa terhadap orang yang beriman dan terhadap tuhanya mereka bertawakal. ” (M.Quraish Shihab. 2002:348)
Ayat ini menerangkan bahwa Aiia'n menjadikan syetan tidak berdaya
untuk mengganggu orang-orang yang mau bertawakal kepada-Nya. Karena
Allah telah mengirimkan beberapa malaikat-Nya untuk menjaga orang
tersebut. Seperti kisah orang kafir yang disuruh syetan untuk
menghancurkan orang Islam, setelah sampai di medan pertempuran syetan
lari ketakutan karena melihat banyaknya Malaikat yang Allah kirim untuk
membantu orang Islam, dan mereka mengatakan "Inni aro ma latarauna
inni akhofullah wallahu syadidul 'iqab ”(aku melihat apa-apa yang tidak
kalian lihat karena sesungguhnya aku sangat takut kepada AJI ah dan Aliah
sangat dahsyat siksaannya.(Jaialuddin Muhammad, 1991:136)
3) Dicintai Allah. Aliah berfirman.
(jjlSyLoil ^ i-\j 4il (j!
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal. ’’(Sayid Mahmud Syukro Al-AJusv, 1998:107-108)
Barang siapa yang berhasil dicintai oleh Allah, maka ia telah
memperoleh keuntungan dan kebahagiaan yang sangat besar, sebab
kecintaan atau kasih sayang Allah membawa segala sesuatu yang
menggembirakan seperti hidayah, rahmat, barokah dan lain sebagainya.
Bahkan juga (puncaknya) surga, selain itu cinta kasih Allah juga
menjauhkan seseorang dari murka-Nya atau dari laknat-Nya yang berupa
malapetaka, berbagai kesulitan hidup dan juga siksa neraka.(Humaidi,
1980:43)
4) Akan dimasukkan kedalam surga dengan tanpa hisab. Ras"iullah
saw. bersabda:
JjSs U»j Ij . y Vti>tv ls yLl jis eLul^s duSl _jl
-.J till Jjjjn \ t n ('i JjA (JjS f»x..) djls dlLjajI (jJ
"Aku diperintahkan umat-umat terdahulu p ada musim itu, maka aku melihat umatku telah memenuhi tanah datar dan gunung, aku telah dikagumkan dengan banyaknya umat itu dan keadaan mereka, kemudian dikatakan kepada ku: “apakah engkau telah merasa senang? ” aku menjawab: "ya Dikatakan kepada ku:”bersama mereka tujuh puluh ribu orang akan masuk surga tanpa hisab. ” Kemudian di tanyakan: "siapakah mereka wahai rasulullah? Rasulullah bersabda: "mereka itu adalah orang-orang yang tidak bertenung, dan tidak mohon di jampikan. Mereka itu berserah diri (tawakal) kepada Tuhannya. " (Ai-Ghozali, 1982:321)
Hadis di atas menjelaskan bahwa di hari akhir nanti terdapat tujuh
ribu umat Nabi yang akan masuk ke dalam surga dengan tanpa di hisab, dan
salah satunya adalah orang yang mau bertawakal kepada Allah, sungguh
sangat beruntung orang-orang yang mau bertawakal kepada Allah, karena
Allah akan memberi balasan yang sangat besar dan tentunya imbalan yang
sangat diidam-idamkan semua manusia yaitu surga.
4. Bertawakal kepada Ikhtiar
Sekalipun seseorang disuruh untuk berikhtiar sebelum bertawakal,
disuruh mengikuti hukum sebab akibat, tetapi ia tidak boleh bertawakal kepada
ikhtiar. Seperti belajar menjadi sebab untuk mendapatkan ilmu. Berobat
menjadi sebab untuk sehat, tetapi bukanlah sebab semata-mata yang
menimbulkan akibat, kadang kala ada sebab tetapi tidak ada akibat, seperti dua
orang pasien di rumah sakit, penyakitnya sama, dokternya sama, obatnya sama,
tetapi yang satu sembuh dan yang satu lagi tidak sembuh.
Sekalipun bukan sebab saja yang menimbulkan akibat, tetapi sebab tidak
boleh pula di lupakan. Yang disuruh oleh syara’ dan sesuai dengan akal adalah
mengusahakan sebab, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah, usaha tanpa
pertolongan Allah sia-sia, oleh sebab itu seseorang tidak menggantungkan diri
sepenuhnya kepada ikhtiar, karena sikap seperti itu akan mendatangkan
kesombongan, kaum muslimin pernah mendapatkan pelajaran yang berharga
waktu perang Hunain, mereka bangga dengan jurniah pasukan yang banyak,
akhirnya mengalami kekalahan. Allah berfirman:
i ! p U j » (}= vy <j «IsJ
. ’f- i, f t ’ , S v i * ■y .« y/
“Sesungguhnya A ”ah telah menolong kamu di medan peperangan yang banyak, dan peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jum lah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai £e ra /”.(H.Yunahar Ilyas, 2007: 49)
Demikianlah ikhtiar diperintahkan, tetapi tidak boleh tawakal kepada
ikhtiar.
5. Rahasia Kekuatan Tawakal
Didalam Al-qur’an terdapat ayat yang merupakan rahasia terbesar bagi
hikmah dan kekuatan tawakal. Allah berfirman:
”Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah ckan mencukcpkan (keperluan)nya. ”( Muhammad Mahmud, 1993:692)
Pada ayat di atas Allah telah menjanjikan bahwa Dia akan menjadi
pencukup kebutuhan orang-orang yang bertawakal. Istilah pencukup disini juga
bisa berarti pelindung, pemelihara, dan pelaksana untuk memenuhi kebutuhan
seseorang. Sudah tentu orang yang telah dipenuhi semua kebutuhannya oleh
Allah maka tidak ada yang dapat mencegah orang tersebut dari meraih apa yang
telah diinginkannya (Muhammad bin Ismaril, 1990:197). Bahkan, setan yang
mampu menembus urat nadi setiap manusia, dia tetap tidak mampu
Berdasarkan Q.S Ath-Thalaq ayat 3 diatas, terdapat beberapa rahasia
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah Dengan sebenar-benar tawakal, maka Dia akan menganugrahkan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia menganugrahkan rezeki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, lalu kembali pada sore hari dalam
keadaan kenyang. "(Al-Ghozali, 1982:321)
Berdasarkan hadis diatas, bahwa sesungguhnya kekuatan tawakal dari
tinjauan agama, terletak pada kekuatan Allah itu sendiri. Allah telah berfirman
yang artinya:
’’Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Aliah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. "(Abdul Halim Sholeh, 2008:33)
Itulah mengapa orang yang bertawakal senantiasa memperoleh jalan
keluar dan semua masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu Orang Islam yang
mau bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan membukakan jalan keluar
baginya. Seperti pada masa Nabi Musa a.s. Ailah telah membelah lautan
menjadi dua bagian dan menjadikan daratan diantara keduanya untuk di lewat;
Selam itu Allah juga telah menutup Goa Tsur dengan jaringan laba-laba, untuk
menyembunyikan Nabi Muhammad beserta Abu Bakar dari kejaran orang kafir
quraisy.
b. Tinjauan Medis
Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa penyebab utama segala
penyakit, selain perut adalah keadaan mental seseorang, apakah ia selalu
stres atau hidupnya relatif lebih damai dan tenang. Seseorang yang suka
marah misalnya, akan meningkatkan aliran dan tekanan darahnya. Jika
kondisi ini lerus berlangsung, maka dapat mengakibatkan berbagai
gangguan kesehatan, antara lain gangguan jantung. Demikian pula orang
yang sering bersedih. Kesedihan akan membawa dampak yang buruk bagi
ketahanan fisiknya. Ini semua mudah difahami oleh setiap orang, bahkan
yang bukan ahli kesehatan sekalipun.
Jadi, dari sisi medispun, tawakal ternyata dapat membawa manfaat yang
positif bagi kesehatan seseorang. Bahkan ada beberapa kasus, yaitu orang
sakit yang divonis dokter tidak akan bisa disembuhkan lagi, setelah
menjaiani terapi ketenangan batin, lambat laun penyakitnya berangsur
sembuh. Selain itu tawakal juga dapat mendatangkan rasa damai, dan
ketenangan jiwa. Ini la h kunci kekuatan tawakal.
c. Tinjauan Psikologis
Penyakit psikologis, seperti tekanan perasaan, bimbang, sedih, hasud
atau dengki, dan putus asa, sebenarnya bersumber dari pikiran tidak rasional
yang ada dalam benak seseorang. Hal ini berproses pada salah paham
terhadap salah satu atau keseluruhan dari empat perkara pokok:
a) Kesalah pahaman terhadap Allah. Contohnya seseorang yang
berusaha keras dan merasa yakin bahwa ia pasti mendapatkan apa
yang ia usahakannya. Namun, apibila gagal, ia merasa sedih dan
tertekan. Begitu juga seseorang yang sedang putus harapan, ia larut
dalam kesedihan yang keterlaluan dan keputus asaan. Misalnya:
Kesedihan nyang dialami seorang pengurus pesantren A!-Manar
karena segala pengorbanannya, ternyata tiuak Jilmigai atasnya,
sehingga melemahkan semangatnya untuk terus 'berjuang dengan
lebih baik.
Masih banyak lagi contoh yang dapat diketengahkan. Namun,
yang pasti semua pemasalahan psikologis tadi disebabkan
ketidaktahuan seseorang tarhadap Aliah atau jauhnya Allah dari
kehidupannya, yang seharusnya ia ingat bahwa Allah maha
mengetahui segala sesuatu tidak lepas dari pandangan-Nya Biarlah
manusia tidak menghargai pekerjaannya, yang penting Allah akan
menghargainya, asalkan ia mau menjalankan tugasnya dengan ikhlas
dan mau menyerahkan semua tugasnya kepada Aliah.
b) Kesalah pahaman terhadap hakikat diri. Contohnya: Seseorang
kenyataannya banyak juga orang yang hatinya tertekan karena
banyaknya harta, karena setiap waktu ia disibukkan oleh hartanya
tersebut, setiap waktu ia selalu mawas dan sibuk bagaimana caranya
agar hartanya tidak diambil oleh orang lain.
Jika kita mengenali siapa diri kita sebenarnya, yaitu hakikat
roh dan jasad, kita akan mengetahui bahwa hakikat diri yang
sebenarnya adalah roh, bukan jasad. Jasad hanyalah kendaraan bagi
roh, dan harta sekedar memenuhi kehendak jasad. Apabila kita sudah
sampai ajalnya maka jasad kita juga akan kita tinggalkan dan suatu
saat akan hancur. Sedangkan roh a.;an selalu meneruskan
perjalanannya ke alam berikutnya.
Faktor utama yang dapat membahagiakan roh atau jiwa
adalah kenal dan dekatnya ia kepada Allah, makin dekat roh dengan
Allah, makin bahagia ia rasakan. Sebaliknya makin jauh roh dengan
Allah, makin sengsara ia rasakan.
c) Kesalah pahaman terhadap dunia. Ini a.-can terjadi apabila
seseorang mengharapkan sesuatu yang bersifat duniawi akan kekal.
Misalnya kasih suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak,
sekuat apapun kasih meraka itu pasti akan berakhir dengan
perpisahan, yaitu saat ajal telah tiba
Tiada yang kekel, kecuali Allah. Mengharapkan sesuatu yang
tidak kekal menjadi kekal adalah tidak rasional. Seseorang akan
merana jika pemikiran seperti itu tertanam pada benaknya. Dan
harus ia ganti dengan pemikiran bahwa Aliahlah yang maha kekal
dan sekaligus menjadi tumpuan hidupnya.
d) Kesalah pahaman terhadap hari akhir atau akhirat. Ini akan
berlaku apabila seseorang menganggap bahwa hari akhir tidak
penting karena hari itu sangat jauh dan tidak nampak. Hari akhir
sangat penting Karena hari ini adalah tempat yang paiing akhir dan
abadi. Memahami hakikat ini semua, seseorang tidak akan mudah
menangis dan merasa sedih apabila berhadapan dengan urusan
duniawi, la seharusnya pandai menyusun sekala prioritas, dengan
mendahulukan sesuatu yang dapat menjamin kebahagiaannya
diakhirat.
Ada tiga perkara yang perlu dikejar sebagai bekal di akhirat
nanti. Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah, yaitu: Sedekah
jariah, ilmu yang bermanfaat, dan Anak yang saleh yang mendoakan
kedua orang tuanya. (Muhammad Nawawi, 2006:142)
Dewasa ini, banyak penyakit psikologis dialami masyarakat
yang bersumber dan kejahilan atau kurangnya ilmu, khususnya yang
berkaitan dengan empat perkara diatas, yaitu Aliah, hakikat diri
insan, hakikat dunia, dan hari akhir. Dengan mengetahui empat
perkara ini seseorang akan senantiasa bertawakal kepada Allah dan
ridha terhadap apapun yang di kehendaki-Nya atas mereka.
Islam sudah mengajarkan kepada umat manusia tentang
tawakal agar dapat memberikan mekanisme pertahanan diri yang
kuat bagi mereka dalam mengarungi hidup yang penuh panca roba
ini.
6. Mendayagunakan Tawakal
Tawakai memang memiliki manfaat yang langsung dapat dirasakan
pelakunya. Namun, tidak semua orang yang berniat bertawakal dapat
memperoleh hasil maksimal dari tawakalnya itu. Di sinilah, perlunya
mengetahui cara mendayagunakan tawakal, agar lebih optimal manfaatnya.
Perlu diketahui bahwa tawakal atau berserah diri kepada Allah
merupakan kebalikan dari beberapa sifat buruk yang berhubungan dengan
penyakit hati. Jadi, untuk memaksimalkan hasil tawakal, Selain harus
mendekatkan diri kepada Allah, ia juga harus menghindari penyakit-
penyakit hati.
Dibawah ini akan kami uraikan penyakit-penyakit hati dan cara
menghindarinya agar seseorang dapat memaksimalkan tawakal sehingga ia
akan cepat memperoleh buah dan tawakal tersebut.
a. Takabur dan Cara Penyembuhannya
Takabur adalah upaya seseorang untuk melebihkan dirinya dari
pihak lain, kelebihan yang dibuat-buat lagi tidak pernah wajar disandang
nya. (M. Quraish Shihab, 2000:151) Lawan dari takabur ialah rendah hati
dan ramah tamah. Yang menimbulkan sifat takabur ini biasanya karena
merasa diri mempunyai sesuatu yang tidak di punyai orang lain atau apa
yang di punyai jauh melebihi dari apa yang di punyai orang lain dan ia
menganggap tidak ada c-rang yang lebih dari padanya.(H. Fachruddin,
1992:395)
Imam Al-Ghozali dalam kitab ihya’ menyebutkan, tujuh nikmat
yang menyebabkan seseorang menjadi takabur:
a) Pengetahuan (ilmu). Alangkah cepatnya sifat takabur itu timbul
dalam hati orang-orang yang merasa cukup pengetahuannya.
b) Amal Ibadah. Ini bisa menimbulkan takabur dan karenanya
menarik perhatian orang banyak, kalau dia kurang ikhlas.
c) Kebangsawan. Karena dirinya merasa tmunan bangsawan, dia
menjadi takabur dan memandang rendah terhadap orang yang di
anggap rakyat biasa.
d) Kecantikan rupa. Ini lebih banyak terjadi pada kaum wanita.
Bukan saja membawanya k e pa d a s ifa t ta k a b u r, te ta p i juga suka
mencela, merendahkan, dan menyebut a ’ib orang lain.
e) Harta dan Kekaya’an. Karena merasa diri serba cukup, dia
menjadi takabur dan memandang rendah orang lain, terutama orang-
orang miskin.
t) Kekuatan dan Kekuasa’an. Seseorang bisa menjadi takabur
karena di tangannya ada kekuatan dan kekuasa’an, dan memandang
rendah orang-orang yang lemah.
g) Banyak pengikut, teman, dan kerabat yang mempunyai
kedudukan dan jabatan-jabatan penting.
Kesimpulannya, setiap nikmat yang di rasa oleh seseorang telah di
punyainya dengan cukup bisa menimbulkan sifat takabur. Dia lupa, bahwa
semua itu adalah pemberian dan ujian dari Tuhan untuk menentukan
sanggupkah seseorang mempergunakannya dengan baik atau tidak, apakah
dia syukur atau kufur berkena’an dengan nikmat itu.
Ada beberapa cara untuk mengobati penyakit takabur diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) la harus memutus mata rantai yang mengantarkan nya pada
sifat sombong. Contahnya, apabila ia merasa kagum dengan ilmu,
harta, atau keistimewaan yang ia milik1', ia harus cepat-cepat
memulus perasaan tersebut dengan menanamkan kesadaran daiam
da rin y a b a h w a s e g a la k e le b ih a n te rs e b u t hanyalah titipan Allah yang
sewaktu-waktu dapat diambil-Nya dari dirinya. Dan dia juga harus
menyadari bahwa kelebihan tersebut justru menuntunnya agar mau
bersyukur kepada-Nya, dan tidak mengingkari nikmat-Nya.
2) Ia harus merenungkan dan memperhatikan betapa besarnya
azab bagi orang-orang yang takabur, baik azab dunia maupun
akhirat. Dengan demikian, ia akan menyadari bahwa kesombongan
sesaat dapat melemparkannya kedalam siksa yang abadi.
3) Ia harus menyadari hakikat dirinya dari awal dia hidup sampai
dia mati Semasa bavi. ia lahir tanpa kepandaian aoa-apa. tanpa bisa
berbuat apa-apa, bahkan tanpa seheiai benang pun yang ia kenakan.
Ketika mati, ia juga tidak mampu berbuat apa-apa. Bahkan ia
memerlukan bantuan orang lain untuk mengubur dan memandikan
jenazah nya.(M. Jamaluddin, 2005:298)
b. Bakhil dan Cara Penyembuhannya
Diantara penyakit hati yang paling kronis adalah sifat bakhil atau
pelit. Ada banyak penyebab seseorang menjadi bakhil, diantaranya karena
takut menjadi miskin, aiau karena ia mengira bahwa hartanya itu adalah
hasil jerih payahnya sendiri. Ia enggan memberikannya kepada orang lain
walaupun sedikit.(Abdui Haiim Shoieh, 2008:53)
M. Jamaluddin dalam kitabnya Mauidhaiu! mu 'nv.nin menyebutkan,
bahwa sebab timbulnya sifat bakhil adaiah cinta harta. Adapun, yang
a) 'H ubbu al-syahawat allati la wusula ilaiha ilia b’ al-mal ma ’a
tuli a l-a m a r yaitu mencintai sesuatu yang mengharuskan
menggunakan harta untuk memperolehnya.
b) ”An yuhibba a 'in al-mal wa yataladzadzu bi wujudihi" yaitu
mencintai harta dan merasa enak dengan keberada’airnya.
Adapun cara-cara untuk mengobati penyakit bakhil, antara lain
sebagai berikut:
1) Ia harus menyadari bahwa Islam telah meletakkan aturan
baginya untuk berinfak dan ber/akai. Hal itu wajib ia laksanakan
dengan sebaik-baiknya tanpa berlebi-lebihan.
2) Ia harus senantiasa merenungkan dan mengingat ayat-ayat dan
hadis-hadis yang berisi peringatan tantang bahaya sifat bakhil.
Seperti sabda Rasulullah yang artinya:
"Orang-orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan syurga, dekat dengan manusia, dan ja u h dan neraka. Sedangkan orang bakhil itu ja u h dengan Allah, jauh dengan syurga, jauh dengan manusia, dan dekat dengan neraka. Dan, sungguh orang bodoh yang dermawan itu lebih disukai Allah daripada ahli ibadah yang bakhil".(Abdul Halim Saleh, 2008:56)
c. Riva’ dan Cara Penyembuhannya
R iy a ' adalah melakukan suatu pekerjaan bukan karena Allah semata,
tetapi untuk mencari pujian dan popularitas.(M. Quraish Shihab, 2000:625)
Dalam salah satu hadis qudsi Aliah berfirman:
"Aku adalah sebaik-baik yang dipersekutukan. Siapa yang mempersekutukan-Ku dengan sesuatu, maka bagian-Ku dalam persekutuan itu kuserahkan kepada yang dipersekutukan
dengan-K u".(M . Quraish Shihab, 2000:626)
Oleh sebabnya Rasulullah saw. Menamakan riya’ sebagai asy-syirk
al-ashghar (syirik kecil), karena pelakunya bermotivasi ganda. Padahal
yang diperintahkan kepada orang Islam adalah mengesakan Tuhan dalam
segala hai, termasuk dalam motivasi ibadah.
Riya’ dapat wujud dalam tiga tahap aktivitas manusia:
a) Sebelum atau sejak awal aktivitasnya. Misalnya, sejak sebelum
salat ia bermaksud melakukan salat bukan karena Allah, tetapi
dengan tujuan agar tidak tercela o'eh manusia.
b) Ketika sedang melakukan aktivitasnya. Ini berarti riya’ belum
menyentuh jiwanya pada awal aktivitasnya, tetapi ketika sedar.g
melakukannya, riya’ tersebut muncul. Mungkin karena ketika itu ia
melihat atau mendengar kehadiran seseorang, maka ketika itu pula
dengan sengaja ia melakukan hal-hal yang mengandung perhatian.
c) Setelah selesai aktivitasnya. Ini berarti aktivitas tersebut sejak
awal sampai akhir dilakukan dengan ikhlas, tetapi ada yang
mengetahuinya sehingga ia dipuji dan hatinya berbunga-bunga
dengan pujian itu. Sikap ini, dapat mengakibatkan riya’, apabila
pujian dan kekaguman itu dijadikan tangga untuk mendapatkan
sesuatu yang bersifat duniawi. Adapun jika pujian itu sekedar
didengarkan dengan rasa syukur dan gembira, tanpa menjadikannya
jembatan untuk meraih sesuatu yang bersifat duniawi, maka ini tidak
termasuk dalam kategori riya’.( M. Quraish Shihab, 2000:627)
Adapun cara-cara untuk mengobati penyakit riya’, antara lain
sebagai berikut:
1) Ia harus meningkatkan muraqabah kepada Allah dan senantiasa
mengingat bahwa Allah selalu melihat apa yang ia lakukan.
2) Ia harus senantiasa mengingat dampak dan balasan terhadap
orang-orang yang riya\ Dengan demikian, ia akan menyadari bahwa
riya’ sangat berbahaya dan merugikan ainnya sendiri, di dunia, dan
di akhirat.
3) la harus melatih diri untuk menyembunyikan amal baiknya,
seperti salat sunat, membaca Al-Qur’an, sedekah dan zikrullah.
(Abdul Halim Sholeh, 2008:58)
d. Iri dan Cara Penyambuhannya
Perbuatan iri dan dengki sangat dicela dalam Al-Qur’an dan Hadis
Bahkan, Al-Qur’an menganggap dengki sebagai bagian dan sifat orang-
orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang munafik dari kalangan arab.
Allah berfirman:
jjjC lL a At_j mi'll -lie. g u a JU itx Q liS ^ S ju u i (Ja'i J j
f. J S c. >Iii J jj e ^ a L .^jL ( j S a d j l j i e l i
"Banyak diantara ahli kitab minginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi meraka. Maka maafkanlah dan ber lapang dadalah sampai Allah memberi perintah-Nya. Sungguh, Allah M aha Kuasa atas segala
sesuatu ’’.(Jalaluddin Muhammad As-Suy»iti, 1991:16)
Tidak hanya Al-Qur’an, hadis pun memperingatkan agar kita
menjauhi sifad hasad. Rasulullah saw. Bersabda:
i _ L b u X J I j t i l l ( j i u d i U u o U I ( J 5 . U / u n t i l j j L S t A n t a J I •
"Jauhilah hasad karena hasad itu dapat menghapus amal-amal baik, sebagaimana api melahap kayu bakar".(Abdul Halim Saleh, 2008:61)
Langkah-langkah mengobati sifat dengki antara lain sebagai berikut:
a) Ia harus selalu menyadari bahwa iri dan dengki merupakan
penyakit hati yang sangat berbahaya. Selain dapat menghapus pahala
amal saleh, iri dan dengki juga dapat melemahkan iman.
b) Ia harus meluangkan waktu untuk bermunajat (berbisik)
kepada Allah, sekaligus mengintropeksi dirinya sendin apakah
terselip keinginan buruk dalam hati terhadap orang lain, baik berupa
perasaan menginginkan hilangnya suatu kenikmatan dari orang lain,
maupun adanya kebencian dalam hati terhadap orang lain.
c) Ia harus mempertebal keimanan terhadap qadha' dan qadar
Allah agar ia yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah
kehendak Allah. Dengan demikian, ia tidak perlu iri pada nikmat
yang diterima orang lain karena setiap orang pasti memiliki jatah
atau takdirnya masing-masing.
d) Memperbanyak zikrullah. Allah akan memenuhi orang yang
berzikir dengan cahaya, melapangkan dadanya, menghilangkan
kedengkian dalam hatinya, dan membuatnya menyukai kebaikan. (
M. Jamaluddin, 2005:255)
e. Putus asa dan Cara Penyembuhannya
Putus asa merupakan salah satu penyakit hati
yang
dapatmenghancurkan masa depan seseorang. Sumber utama keputus asaan adalah
tiadanya ketawakalan dalam hati. Mungkin pada mulanya adalah orang yang
ambisius. Namun, karena sering menghadapi kegagalan, akhirnya ia putus
asa. Bahkan diantara mereka ada yang bunuh diri.
Ini semua tidak perlu terjadi seandainya dari awal, ia sudah
menanamkan sifat tawakal dalam hatinya. Dengan tawakal, ia akan
merelakan apapun yang terjadi terhadap dirinya. Ia tahu bahwa tugasnya
hanyalah berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya. Namun,
keputusan berhasil atau tidaknya, berada ditangan Allah.
Ada beberapa kiat untuk mengatasi rasa putus asa, diantaranya
adalah sebagai beriku
a) menghayati ayat-ayat dan hadis yang menerangkan buruknya
sifat putus asa. Bahkan, ayat-ayat tersebut mengharamkan keputus
asaan, dengan menyebutkan bahwa putus asa adalah merupakan
salah satu sifat orang kafir. Allah berfirman :
(jjjiflll V' 4il £ j j ,4il r j j I jiiujj 'J j
“Dan jangnlah kamu berputus asa dari rahmad Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir (Jalaluddin Muhammad As-Suyuti,
1991:175)
b) menjauhi berkumpul dari orang-orang yang suka berputus asa
dan berkeluh kesah. Sebaliknya, ia harus memilih kawan yang
memiliki sifat optimis dan akhlak mulia.
c) mengembangkan sifat tawakal dalam hati sehingga menjadi
orang
yang tahan terhadap segala cobaan dan ujian.d) Memperbanyak beristighfar dan bertaubat.
Masih banyak penyakit hati yang harus kita kikis dari hati kita
supaya tawakal yang kita lakukan memiliki nilai yang maksimal. Karena
pada hakikatnya, nilai tawakal seseorang berbanding lurus dengan nilai
keimanannya. Sebagaimana iman dapat berkurang atau bertambah, tawakal
juga mengalami hai yang serupa. Ada saat kita berada dipuncak
ketawakalan, ada juga saat kita jauh dari ketawakalan.Yang harus kita
keijakan agar hati senantiasa dapat bertawakal adalah mempertebal
keimanan, diantaranya dengan banyak bertobat, menghindari segala
penyakit hati, serta memperteguh keyakinan dan prasangka baik kepada
Allah.(Abdul Halim Soleh, 2008:66)
A. Latar Belakang Internal
1. Biografi M. Quraish Shihab
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, ia
j .■ 1 ^ u : - i , — a: i c. t7 ~u _ , , _ ■ i r v / i a u _ _ ._ _ _ i j _ _ _ ■
uiiamiN.au ui lYajjaiig, juiavvg^i dLiaiaii, ia»i cuiuan ia uuaoai ua«i
keluarga keturunan Arab yang terpelajar, ia merupakan ulama dan
vviidcrd.il djl fiiuMiiii liiU'Jiic'iG ~y oTl^, ui ivCiiui omi • * c'iGuit^ tarou A >~
Qur an, ayah M.Quraish Shihab, Prof. KH. Abdurrahman Shihab adalah
seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir, Abdurrahman Shihab
dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, politikus, dan seorang
tokoh politik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi
Selatan, kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya
membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai
mantan rektor di dua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 dan IAIN
1972-1977.(Hasan Muarif .\mbary, 2003:111)
Sebagai putra seorang guru besar, M. Quiaish Shihab mendapat
morivasi awai dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari
ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah
maghrib, pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya
yang kebanyakan berupa ayat-ayat A!-Qur’an.
43