In d ia S e b a ga i D e s tin a s i U ta m a P a riw is a ta Me d is
d i As ia S e la ta n
Te rri Pu tri W a n d e ra
Departem en Hubungan Internasion al,
Fakultas Ilm u Sosial dan Ilm u Politik, Universitas Airlan gga Em ail: terrywandera@gm ail.com
Abstract
In dia is on e the coun tries w ith high econ om ic grow th. M edical tourism in dustry is on e of the prom ising source of Indian econom y . Today , In dia is the m ain destin ation for m edical tourism in South Asia. M edical trav elers from South Asia is the highest tourist ratin gs w ho com e to In dia. From this paper, researchers question ed the reason In dia becom e the m ain destination in South Asia. To an sw er that question , this paper exam ined the com petitiv e advantage of the In dia m edical industry an d the in fluen ce of geographic, cultural, an d adm in istration distance betw een In dia an d South Asia coun tries. From then on , the study foun d out that In dia’s com petitiv e advan tage especially In dia’s ability to m eet production factor as w ell as the con dition of India’s dom estic dem an d pushing In dia to be inn ov ativ e that produces m edical quality that is sought by South Asia’s m edical tourists. In addition , cultural proxim ity in particular the use of English as a lan guage betw een In dia an d South Asia coun tries, geography proxim ity betw een In dia an d South Asia coun tris, also adm in istrativ e proxim ity especially the m edical v isa policy betw een In dia an d South Asia coun tries leads In dia to becom e the m ain m edical tourism destination in South Asia.
K e y w o r d s : M edical Tourism In dustry , Com petitiv e Adv an tage, Geography Distan ce, Cultural Distance, Adm in istrativ e Distance.
Abstrak
India m erupakan salah satu negara dengan perkem bangan ekonom i yang tinggi. Pariwisata m edis adalah salah satu sum ber perekonom ian India yang m enjanjikan. Saat ini India adalah destinasi utam a pariwisata m edis di Asia Selatan. Dari sekian banyak wisatawan m edis yang datang ke India, wisatawan m edis asal Asia Selatan adalah wisatawan terbanyak. Peneliti m em pertanyakan alasan India m enjadi destinasi utam a pariwisata m edis di Asia Selatan. Untuk m enjawab pertanyaan tersebut penelitian ini m engkaji keunggulan kom petitif industri m edis India dan pengaruh kedekatan jarak geografis, kultural, serta adm inistratif antara India dengan negara Asia Selatan. Dari situ kem udian penelitian ini m enem ukan bahwa keunggulan kom petitif yang dim iliki oleh industri pariwisata m edis India, khususnya kem am puan India dalam m em enuhi faktor produksi serta perm intaan dalam negerinya m endorong India untuk m elakukan inovasi yang m enghasilkan kualitas industri m edis yang dicari oleh wisatawan m edis Asia Selatan. Selain itu, kedekatan India secara kultural khususnya penggunaan Bahasa, kedekatan jarak geografis yakni lokasi antara India dengan negara Asia Selatan, serta kedekatan adm inistratif yaitu kebijakan visa m edis yang diberikan kepada negara Asia Selatan m enjadikan India sebagai pilihan utam a bagi wisatawan m edis Asia Selatan untuk m elaksanakan pariwisata m edis.
Pe n d a h u lu a n
Dari sekian ban yak n egara-negara yan g bergerak dalam in dustri pariwisata m edis hanya beberapa negara saja yan g m en jadi tujuan utam a yakni Thailan d, Singapura, Meksiko, India, Brazil, Malaysia, Am erika Serikat, Turki, dan Hun garia (Herrick 20 0 7). Men urut Patients Beyond Border (t.t), n egara tujuan utam a pariwisata m edis di dunia diantaranya adalah Costa Rica, India, Israel, Malaysia, Singapura, Meksiko, Korea Selatan, Thailan d, Turki, Am erika Serikat, dan Taiwan. In dia juga m enjadi salah satu dari lim a tujuan utam a pariwisata m edis di dunia (Anon 20 14). Kelim a negara yang m enjadi destinasi pariwisata m edis adalah Malaysia, India, Turki, Brazil, dan Thailand (Clem ents 20 16). Bagi India, industri pariwisata m edis m erupakan sum ber pertum buhan devisa negara.
Setelah India m ulai m elakukan privatisasi dalam bidang kesehatan , secara perlahan n am un pasti m ulai tum buh perusahaan swasta yang bergerak dalam sektor kesehatan. Salah satunya den gan dibukanya rum ah sakit swasta Apollo di tahun 198 3 yang kini m en jadi salah satu rum ah sakit tujuan utam a pariwisata m edis di In dia (Apollo Hospitals 20 16). Sejak saat itu, sem akin ban yak rum ah sakit swasta dan berbagai industri kesehatan yang dibangun di India. Sebagian besar in dustri kesehatan India berada di tangan swasta. Saat ini rum ah sakit yan g serin gkali dikunjungi oleh berbagai wisatawan adalah rum ah sakit Apollo dan rum ah sakit Wockhardt. Di India, Apollo Group sejauh ini telah m en angani 95.0 0 0 pasien intern asional. Apollo m erupakan pelopor pariwisata m edis di India dan telah berhasil m en arik wisatawan dari Asia Tenggara, Afrika, dan Tim ur Ten gah (H ealth Tourism In dia 20 16). Apollo Group juga telah bekerja sam a dengan rum ah sakit di Mauritius, Tanzania, Bangladesh, dan Yam an . Selain itu juga m enjalan kan rum ah sakit di Sri Lanka serta m engelola rum ah sakit di Dubai (Health Tourism India 20 16).
Sektor kesehatan adalah salah satu sektor terbesar bagi India baik dari pem asukan ekonom i m aupun dari ten aga kerjanya. Secara keseluruhan , pasar kesehatan In dia bernilai sekitar $ 10 0 m iliar, dan 65% nya m erupakan layanan kesehatan yang m eliputi rum ah sakit, pan ti jom po, pusat diagnostik, dan obat-obatan (India Brand Equity Foundation 20 16). Sedangkan in dustri pariwisata m edis sendiri pertahun m en ghasilkan $ 3 m iliar dengan kedatan gan turis sekitar 230 .0 0 0 orang (India Bran d Equity Foundation 20 16).
Praktik pariwisata m edis di India hanya terjadi di beberapa lokasi saja yang tiga dian taranya adalah Chen nai, Mum bai, dan Ban galore. Ketiga kota tersebut m em iliki infrastruktur m edis yang lebih baik diban dingkan den gan di wilayah-wilayah India lainnya. Chenn ai m isalnya, kota ini dikenal sebagai kota yang m en datan gkan wisatawan m edis terbesar di India. Menurut Departem en Pariwisata India, 10 ,8 % dari 6.310 .0 0 0 turis asing tahunan In dia m asuk m elalui Chennai, selain itu Chennai m erupakan kota pelabuhan utam a bagi wisatawan yang m asuk dari Selatan dan Asia Ten ggara (Suresh et. al 20 14). Rum ah sakit yan g m em berikan layanan pariwisata m edis di In dia adalah rum ah sakit swasta. Rum ah sakit swasta tersebut m em berikan fasilitas bertaraf intern asional bagi pasien-pasien nya. Diantara banyakn ya rum ah sakit swasta yang berada di India, ada dua rum ah sakit swasta yang m em im pin khusus pada perawatan jan tung yaitu Fortis Wockhardt yan g terletak di Mum bai serta Apollo yang terletak di New Delhi dan Chennai.
adalah wisatawan palin g banyak datang ke India tetapi hanya 0 ,3-0 ,4% diantaranya yang datan g ke India untuk m en dapatkan pelayanan m edis. J um lah tersebut lebih sedikit jika dibandin gkan den gan jum lah wisatawan Asia Selatan yang datang ke India untuk m elakukan perawatan m edis.
Dari tujuh negara Asia Selatan jika dilihat dalam persen , Maladewa m en duduki posisi pertam a dengan 59,3%, Afghanistan berada di posisi kedua dengan 16,3%, lalu Bhutan berada di posisi ketiga dengan 4,9% (Ravi 20 16). Sedan gkan m enurut data dari pem erintah India, berdasarkan jum lahn ya Bangladesh berada di posisi pertam a sebagai wisatawan yang datan g ke India den gan tujuan perawatan m edis yakni sekitar 37.530 orang. Di posisi selan jutnya ada Maladewa dengan total 29.90 4 oran g, Afghanistan dengan 15.713 orang, Sri Lan ka den gan 4.752 orang, Nepal den gan 1.128 orang, Pakistan den gan 1.317 orang, dan Bhutan dengan 748 orang (Ravi 20 16). Lebih dari setengah wisatawan m edis yang datang ke India berasal dari n egara Asia Selatan den gan total 91.0 91 oran g.
Diantara negara-n egara Asia Selatan , Sri Lanka m em iliki potensi untuk m en gem ban gkan in dustri pariwisata m edisn ya. Diantara 197 rum ah sakit yang ada di Sri Lanka, rum ah sakit Lanka adalah satu-satunya rum ah sakit di Sri Lan ka yan g berhasil m en dapatkan akreditasi dari J oint Com m ission In ternation al. Rum ah sakit tersebut m em iliki afiliasi den gan grup Apollo yan g m erupakan salah satu rum ah sakit ternam a di In dia. Sebagian besar dari wisatawan yang datan g ke Sri Lan ka adalah wisatawan yang berasal dari Maladewa. Seban yak 38 % dari wisatawan m edis Maladewa datang ke Sri Lan ka pada tahun 20 14 (Naish 20 14). Selain Sri Lanka, Ban gladesh juga m ulai m en gem ban gkan industri pariwisata m edisnya. Meskipun jika dibandin gkan den gan India dan Sri Lanka, Bangladesh m asih tertin ggal. Fasilitas, infrastruktur, dan tenaga kerja berkualitas dalam sektor industri kesehatan Ban gladesh
m asih tertinggal diban dingkan dengan Sri Lanka dan India (Hassan et. al 20 15). Untuk itu, saat ini Bangladesh m asih belum m em iliki dasar yang stabil untuk m en jalan kan pariwisata m edis. Wisata m edis yang terken al di Bangladesh lebih kepada wisata m edis tradisional seperti Ayurveda dan pengobatan herbal (Hassan et. al 20 15).
Berdasarkan latar belakang tersebut m aka pertanyaan yang m uncul adalah m en gapa India m am pu m enjadi destin asi utam a pariwisata m edis di Asia Selatan? Un tuk m engan alisisnya, penulis m en ggunakan beberapa teori dan konsep. Penulis m engacu pada definisi keunggulan kom petitif dan konsep diam onds of national advan tage m ilik Porter (Porter 1991). Selain itu pen ulis juga m erujuk tentang J arak Geografi, Kultural, dan Adm inistratif m ilik Ghem awat. Sehingga kerangka pem ikiran yang disusun oleh penulis adalah keunggulan kom petitif yan g dicapai oleh India m elalui dua faktor dalam diam onds of national advan tage yaitu faktor kondisi atau produksi dan faktor perm intaan dalam n egeri yang m em bentuk industri m edis India. Di dalam n ya juga terdapat peran an pem erintah un tuk m em bentuk keunggulan kom petitifn ya.
Kem udian, karakteristik pariwisata m edis yang m em entin gkan
soal biaya dan kualitas m en entukan destin asi yang dipilih oleh wisatawan m edis. Sebagian besar wisatawan m edis m elakukan pariwisata m edis untuk m en dapatkan perawatan yang lebih baik atau tidak tersedia di negaranya. Kualitas industri m edis ditentukan m elalui lem baga akreditasi yaitu J oint Com m ission Intern ational dan Internation al Standardize Organization (Sarwar dan Manaf 20 12). J ika berbicara m en genai biaya, biaya yan g dim aksudkan di sini tidak hanya biaya perawatan m edis tetapi juga biaya akom odasi seperti biaya tran sportasi (Sarwar dan Manaf 20 12).
geografis, kultural, dan adm inistratif m en en tukan biaya dan kualitas dari pariwisata m edis. Kedekatan jarak geografi negara dapat m en entukan biaya transportasinya. J arak kultural seperti penggun aan Bahasa juga m em engaruhi destin asi pariwisata m edis karena Bahasa berperan sebagai alat kom unikasi diantara pasien den gan dokter. Lalu jarak adm inistratif seperti kebijakan yang diberlakukan oleh negara destinasi m em berikan pengaruh terhadap hubungan dagan g antar negara.
Dari kerangka pem ikiran di atas, penulis m en em ukan jawaban atas alasan di balik keberhasilan India m enjadi destin asi utam a pariwisata m edis di Asia Selatan . Dua faktor yan g m enjadi alasan m en gapa India m en jadi salah satu destin asi utam a dalam pariwisata m edis di Asia Selatan adalah kualitas industri pariwisata m edis dan infrastruktur India. Kedua hal tersebut berkaitan den gan perm intaan dalam n egeri dan peran pem erintah yang turut m em bantu perkem bangan in dustri pariwisata m edis India. Kedua yaitu kedekatan jarak geografis, jarak kultural, dan jarak adm inistratif antara In dia dengan negara-n egara Asia Selatan . Secara geografis, kedekatan lokasi In dia dengan negara Asia Selatan m em udahkan wisatawan Asia Selatan dalam m elakukan perjalanan m edisnya. Kedekatan jarak kultural khususnya penggun aan Bahasa m enjadi keuntungan tam bahan dalam sektor pariwisata m edis. Kebijakan terkait pariwisata m edis khususnya kebijakan visa India m enunjukkan kedekatan jarak adm inistratifnya terhadap Asia Selatan.
Ke u n ggu la n In d u s tri Pa riw is a ta Me d is In d ia
Saat ini, ban yak dari rum ah sakit India yang telah m enyediakan kualitas pelayanan m edis yang m em adai. Sebagian besar rum ah sakit yang m em iliki kualitas pelayanan m em adai adalah rum ah sakit yang dikelola oleh pihak swasta. Beberapa rum ah sakit yang m en jadi pem ain kun ci dalam sektor rum ah sakit India diantaranya adalah (1)
Apollo Hospitals Enterprise Ltd.; (2) Aravind Eye Hospitals; (3) CARE Hospitals; (4) Fortis H ealthcare Ltd.; (5) Max Hospitals; (6) Manipal Group of Hospitals; dan (7) Narayana H ealth (Hooda 20 0 5).
Pada dasarnya, In dia m em iliki sum ber daya m an usia dalam sektor m edis yang berkualitas. Setelah kem erdekaannya, m ulai banyak dibuka sekolah-sekolah kedokteran di India. Serta banyak penduduk In dia yang m en dapatkan pen didikan dokter dari luar n egeri dan telah kem bali ke India. Melalui sejarah panjang dalam subsidi pendidikan kedokteran dan tingginya investasi pada bidang pen elitian m edis, India m enjadi salah satu negara di dunia yang m em iliki banyak profesional dan ilm uwan m edis di dunia (Sharm a et, al. 20 12). Selain itu, beberapa korporasi rum ah sakit swasta juga m elakukan riset dalam bidang kesehatan yan g nan tinya dapat m em ban tu m eningkatkan kualitas rum ah sakitnya. Tingginya jum lah populasi In dia yang terus tum buh serta 20 % dari beban pen yakit global yan g dialam i India tidak berban ding lurus den gan infrastruktur kesehatan yang dim ilikinya (Anon 20 15). H al ini m enjadi kesem patan bagi pihak swasta untuk
m en gem ban gkan pelayanan kesehatannya. Un tuk m elakukan
standarisasi kualitas pelayanan, pengendalian biaya serta m enin gkatkan keterlibatan pasien, penyedia layanan kesehatan berfokus pada aspek teknologi. Belanja sektor kesehatan pada produk dan layan an inform asi dan teknologi diestim asi telah m enin gkat m en jadi $ 1,2 m iliar pada tahun 20 14 dari $ 1,1 m iliar pada tahun 20 13 (In dian Brand Equity Foundation 20 15).
m em indai dan m engukur tekanan darah, kolesterol, dan trigileserida (Deloitte 20 12). Rum ah sakit Apollo juga m elakukan riset dan inovasi dalam bidan g lain nya salah satunya adalah personalized m edicine.
Sebelum m erdeka, sebagian besar penyedia jasa kesehatan m erupakan praktisi pengobatan tadisional (Baru 20 0 6). Baru m en jelaskan bahwa perkem bangan pelayanan kesehatan India dapat dibagi ke dalam tiga tahap yaitu; (1) periode paska kem erdekaan; (2) periode akhir 1970 an -198 0 an ; (3) ketika India m endapatkan hutan g dari IMF dan World Bank (Baru 20 0 6). Di periode terakhir yakni di tahun 1990 -an hingga m em asuki tahun 20 0 0 , India m ulai terbuka terhadap Foreign Direct Investm en t. Merujuk pada logika keunggulan kom petitif yan g diungkapkan oleh Porter, keunggulan kom petitif terben tuk dari proses lokal yang berupa kom petisi antar perusahaan dalam n egeri dan lingkungan pasar dalam negeri (Porter 1991). Dalam hal ini, peran pem erin tah tidak terjadi secara lan gsun g dalam m en ciptakan lingkungan pasar. Salah satu cara yan g dapat dilakukan oleh n egara adalah m elalui kebijakan -kebijakannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pem erintah itu lah yang nantin ya m em ancing perusahaan untuk saling berkom petisi.
Pada awal kem erdekaannya pem erintah India tidak m en yerahkan sektor kesehatan ke publik. Sehingga pelaku bisn is dalam sektor kesehatan India adalah pem erintah itu sen diri. Akan tetapi di tahun 198 0 -an pem erintah India m ulai m en yerahkan sektor kesehatan pada pasar (Duggal t.t.). Tahun 198 0 -an juga ditandai dengan dibukanya korporasi rum ah sakit pertam a yakni Apollo Group m uncul, berbagai rum ah sakit swasta m ulai tum buh m enjam ur di India. Kebijakan lain yan g telah dilakukan pem erintah India untuk m enciptakan kondisi pasar yang kom petitif adalah kebijakan untuk m em berikan lahan dengan harga yan g lebih m urah atau bahkan secara cum a-cum a bagi perusahaan yang akan
m em bangun rum ah sakit (Gum am dan Mehta 20 0 9).
Pertum buhan rum ah sakit swasta di In dia m erupakan hasil dari penegakan reform asi n eoliberal pada tahun 1990 -an yang diberlakukan oleh World Ban k dan institusi keuangan internasional lainnya yang m em aksa pem erintah negara-negara berkem ban g un tuk m engurangi. pengeluaran belan ja publik di sektor sosial term asuk sektor kesehatan (Shah dan Mohanty 20 10 ). Pengurangan biaya belan ja kesehatan dan subsidi yang dilakukan oleh pem erintah India m en gakibatkan rendahnya infrastruktur kesehatan yang diberikan oleh layanan publik. Adanya perm intaan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, diwujudkan oleh pihak swasta. Pihak swasta berusaha un tuk m em enuhi perm intaan m asyarakat India dalam m en yediakan layanan kesehatan dengan kualitas yan g lebih baik.
Tergabun gn ya In dia dalam institusi keuan gan internasional seperti World Bank juga m enghasilkan kebijakan yang m enguntungkan bagi kom petisi pasar dalam n egerinya. Banyak dari rum ah sakit swasta yang m en dapatkan keuntungan dari ban tuan dana yang diberikan oleh World Bank dan institusi keuangan lainnya. Selain itu, salah satu kebijakan yang harus dilakukan oleh pem erintah India setelah bergabung dalam institusi internasional seperti World Bank adalah m em buat India untuk lebih terbuka terhadap foreign direct investm ent (Alam dan Khader t.t.). Dengan kebijakan tentan g FDI yang dikeluarkan oleh pem erintah India, banyak dibuka rum ah sakit dan sektor kesehatan lainnya ten tunya den gan kualitas yang juga lebih baik dari m ilik pem erintah.
m em bentuk tren pasar internasional (Porter 1991). Dalam hal ini, kondisi perm intaan dalam n egeri India akan layanan kesehatan cukup tin ggi karen a hingga saat ini India m asih m enghadapi berbagai perm asalahan kesehatan terutam a penyakit tidak m en ular. Rendahnya peran pem erin tah untuk m en yediakan infrastruktur kesehatan yang berkualitas m en jadi keun tungan bagi perusahaan swasta untuk m en yediakan infrastruktur kesehatan bagi m asyarakat. India m erupakan salah satu n egara dengan beban pen yakit kardiovaskular tertin ggi di dunia. Menurut Global Burden of Disease ham pir seperem pat (24,8 %) dari sem ua kem atian di India disebabkan oleh penyakit kardiovaskular (Phrabakaran et. al. 20 16).
Berdasarkan karakteristik industri pariwisata m edis, kualitas rum ah sakit m en jadi pertim bangan utam a bagi wisatawan m edis (Sarwar dan Manaf 20 12). Penduduk Asia Selatan yang datang ke India untuk m elakukan perawatan m edis karena kualitas infrastruktur kesehatan India yang lebih baik dari n egara asaln ya. Perm intaan dalam n egeri India akan rum ah sakit yang m en yediakan kualitas yang baik m en dorong rum ah sakit-rum ah sakitnya untuk m elakukan peningkatan kualitas. Sehingga beberapa rum ah sakitnya berhasil m endapatkan akreditasi dari J CI. Sebagian besar penduduk Asia Selatan yan g datang ke In dia m encari pengobatan penyakit tidak m enular. Dalam kasus India, tin gginya penyakit kardiovaskular turut berperan dalam peningkatan kualitas rum ah sakit. India m erupakan salah satu negara di dunia yang m enjadi beban pen yakit kardiovaskular tertin ggi. Sehingga rum ah sakit di India jadi lebih berpengalam an dalam m en gatasi penyakit kardiovaskular.
J a ra k Ge o gra fis , Ku ltu ra l, d a n Ad m in is tra tif In d ia d e n ga n As ia S e la ta n
India berbatasan langsung den gan laut Arab, Nepal, Bhutan ,
Bangladesh, Burm a, dan Pakistan serta dibagian selatan berbatasan den gan Sri Lan ka (Anon 20 16). Lokasi geografisnya yang berdekatan dengan n egara Asia Selatan , m em perm udah akses keluar m asuknya wisatawan diantara n egara-negara tersebut. Negara-n egara yang berbatasan lan gsun g di daratan dapat m elakukan perjalanan den gan bus atau kereta api. Sedan gkan negara seperti Afghanistan , Maladewa, dan Sri Lanka dapat m elakukan perjalanan m elalui transportasi udara. Wisatawan dari Bangladesh dapat m elakukan perjalanan ke India m enggun akan bus atau kereta api. Layanan kereta api yan g m en yediakan perjalanan dari Bangladesh ke India adalah Maitree Express. Dengan layanan ini, penduduk Bangladesh dapat m elakukan perjalanan ke India tepatnya ke kota Kolkata dengan harga tiket sekali jalan adalah $ 8 (BBC 20 0 8 ).
Rum ah sakit yang m em berikan pelayanan pariwisata m edis di India tidak han ya berfokus pada satu lokasi seperti New Delhi. Beberapa kota besar di India dilengkapi den gan rum ah sakit swasta yan g m enyediakan pelayanan pariwisata m edis. Korporasi rum ah sakit Apollo m isalnya, rum ah sakit ini tidak hanya berlokasi di Chen nai tetapi juga di Delhi, Kolkata, Mum bai, Ben galuru, Ahm edabad, dan H yderabad (Chinai dan Goswam i 20 0 7).
India seperti Bangladesh, Pakistan , atau Nepal jika m engin gin kan biaya lebih m urah bisa m elakukan perjalanan m en ggunakan kereta atau bus daripada m en ggunakan pesawat. Dengan begitu biaya keseluruhan yan g dikeluarkan akan lebih m urah dibandingkan dengan m elakukan pariwisata m edis ke Thailan d m isalnya.
Ketika lokasi geografis n egara destin asi lebih dekat, m aka waktu tem puh yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Perm asalahan waktu tem puh m en jadi penting bagi wisatawan m edis yang m em iliki penyakit kronis sehingga tidak bisa m elakukan perjalanan jauh den gan waktu tem puh yang lam a (Ruka 20 15). Akses m enuju destinasi pariwisata m edis juga m enjadi pengaruh ketika wisatawan m em ilih destin asinya. Sem akin m udah akses m enuju lokasi, m aka sem akin tinggi kem ungkinan wisatawan m edis untuk m elakukan perjalanan m edis ke negara tersebut.
Selain kedekatan geografis, kedekatan kultural khususnya dalam hal penggun aan Bahasa juga turut m en jadi pertim ban gan bagi wisatawan m edis dalam m em ilih destinasi pariwisata. Penggun aan Bahasa yang dim aksud di sini adalah penggun aan Bahasa In ggris sebagai Bahasa intern asional di Asia Selatan . Bagi India, Bahasa Inggris adalah Bahasa resm i yang digun akan oleh m asyarakatnya. Penggunaan Bahasa Inggris m em udahkan bagi wisatawan m edis yan g datang ke In dia. Dalam ranah kesehatan, terjadinya m iskom unikasi dapat berdam pak pada hal-hal fatal bagi pasien. Tingkat kesulitan akan m enin gkat ketika pasien m elakukan perjalanan ke tem pat di m ana sangat sedikit orang yang berbicara Bahasa m ereka (Kaspar 20 16). Menurut Morales et.al hasil pengobatan yan g optim al sangat bergantung pada kom unikasi yang m em uaskan antara pasien dan dokter ten tang hasil tes m edis, obat-obatan, dan pilihan pen gobatan (Röysky 20 15). Dalam konteks pariwisata m edis, pada beberapa kasus, dokter dan pasien berbicara Bahasa yan g berbeda. Ketika terjadi m iskom unikasi diantaranya akan
berdam pak pada kondisi kesehatan pasien. Karena Bahasa Inggris m erupakan Bahasa universal, m aka ham batan Bahasa yan g akan dihadapi oleh in dustri pariwisata m edis India m en jadi lebih rendah diban dingkan jika staf dan dokter di India tidak berbahasa Inggris.
Di kawasan Asia Selatan sendiri, m eskipun Bahasa In ggris tidak m en dapatkan status sebagai Bahasa nasional dan n egara-negara Asia Selatan m en ggunakan Bahasa yang berbeda satu sam a lain. Akan tetapi sebagian besar penduduk Asia Selatan m asih m en ggunakan Bahasa In ggris. Bahasa Inggris m asih digunakan sebagai m edia kom unikasi internasional di kawasan Asia Selatan. Merujuk pada penjelasan Ghem awat m en genai jarak kultural, perbedaan Bahasa m enciptakan jarak kultural yang sem akin jauh dan sebaliknya (Ghem awat 20 0 7) Hal ini juga sejalan den gan karakteristik pariwisata m edis. Wisatawan m edis akan m erasa lebih nyam an berada di destinasi pariwisata m edis yang m enggunakan Bahasa yang sam a (Ruka 20 15).
sektor pariwisata India yang di dalam nya term asuk sektor pariwisata m edis.
Melalui kebijakan pem erin tah India terkait dengan keanggotaannya dalam SAARC, pem erintah India terus m en dorong terjadinya koordinasi dalam hubungan people-to-people salah satunya den gan m elun curkan visa m edis bagi n egara kawasan SAARC. Saat ini beberapa n egara anggota SAARC bisa m elakukan perjalanan ke India tanpa m em iliki visa. Salah satunya adalah Wisatawan yang berasal dari Maladewa, di bawah 90 hari dapat m elakukan perjalanan wisata tanpa m enggun akan visa term asuk perjalanan dengan kepen tingan pariwisata m edis (Sinha 20 16). India juga m em iliki visa m edis den gan m asa berlaku hingga satu tahun. Meskipun m asih belum sem ua n egara Asia Selatan m en dapatkan regulasi bebas visa tetapi pem erintah India m em berikan kem udahan dalam hal lain bagi wisatawan m edis asal Asia Selatan yang m en gajukan visa m edis. Salah satu wujud kem udahan tersebut adalah biaya visa m edis yang ditawarkan oleh pem erintah India terhadap Afghanistan dan Ban gladesh (High Com m ission of India 20 16). Den gan adanya kem udahan adm inistratif dalam pengajuan visa seperti ini, akan m eningkatkan pariwisata m edis In dia.
Ke s im p u la n
Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditarik kesim pulan bahwa Industri pariwisata m edis adalah industri yang saat ini banyak dim in ati oleh negara-negara di dunia. India adalah salah satunya. Selain m en jalankan industri pariwisata m edis, India telah m enjadi destin asi utam a di dunia. Wisatawan dari berbagai n egara setiap tahunn ya datan g ke India untuk m endapatkan perawatan m edis. Diantara wisatawan -wisatawan m edis yang datang ke India, wisatawan asal Asia Selatan adalah wisatawan terban yak yang datang ke India untuk m elakukan perawatan m edis.
India m en jadi destinasi utam a pariwisata m edis di Asia Selatan karen a kem am puan industri m edisnya dalam
m em enuhi faktor produksi dan perm intaan dalam n egeri. Kem am puan industri m edis dalam negeri India m am pu m enghasilkan kualitas layanan kesehatan yang baik. Serta didukun g oleh kondisi pasar dom estik yang m am pu m em bentuk tren perm in taan di kawasan Asia Selatan. Perm intaan pasar dalam negeri In dia akan kualitas layanan kesehatan yang baik, banyakn ya pen yakit tidak m en ular yang m asih belum terselesaikan, serta m enin gkatnya penyakit gaya hidup di India m en jadi dorongan bagi industri m edis khususnya rum ah sakit. Den gan kon disi yang seperti itu sektor kesehatan terus m elakukan riset dan in ovasi, terutam a rum ah sakit-rum ah sakit swasta di In dia.
Banyaknya rum ah sakit India yang m endapatkan akreditasi dari badan Internasion al m enunjukkan kualitas rum ah sakit yang dim ilikinya. Adanya akreditasi in i juga m en jadi pertim bangan penting bagi wisatawan m edis. Pem enuhan faktor produksi, perm intaan dalam n egeri, dan inovasi yang dilakukan oleh India sejalan dengan pen jelasan Porter m en gen ai konsep diam on d of national advantage.
Selain dari sisi industrinya, pem erintah India juga berkon tribusi dalam m en gem ban gkan sektor pariwisata m edis. Berbagai kebijakan dikeluarkan oleh pem erintah In dia untuk m em an cing terjadin ya kom petisi antar perusahaan di dalam pasar dom estik. Peran pem erintah India disini seperti apa yang dijelaskan Porter m en gen ai negara sebagai katalis atau penantan g m elalui kebijakann ya. Dengan begitu, negara turut m em ban tu m enciptakan keunggulan kom petitif sebuah industri.
dua faktor utam a tersebut, faktor kultur terutam a bahasa juga m en jadi pertim ban gan bagi wisatawan m edis. Kem am puan India dalam m em enuhi kondisi tersebut adalah kekuatan yang m en jadikan nya sebagai destinasi utam a pariwisata m edis.
Faktor biaya tidak han ya tentang biaya perawatan m edis tetapi biaya secara keseluruhan term asuk biaya transportasi. Kedekatan geografis an tara India dengan n egara-negara Asia Selatan m en jadi jawaban atas lebih rendahnya biaya yang akan dikeluarkan oleh wisatawan m edis. Ghem awat dalam penjelasann ya m en genai jarak geografis m en gatakan bahwa faktor geografis yang m enim bulkan jarak bukan hanya soal jauh atau dekatnya lokasi negara tetapi juga berkaitan dengan infrastrukturnya. India tidak hanya dekat secara lokasi geografis, tetapi infrastruktur yang dim iliki terutam a infrastruktur transportasinya m endekatkan jarak geografis diantaranya. Ghem awat juga m en gatakan bahwa dalam hal kultur, Bahasa m erupakan salah satu pen yebab jauh atau dekatnya jarak kultural diantara negara. Dalam hal ini, pariwisata m edis Bahasa m erupakan hal vital karen a kom unikasi diantara pasien
dan dokter m enentukan hasil dari perawatan n ya. Sedangkan jarak adm inistratif dapat tercipta dari ban yak hal seperti kondisi politik suatu n egara m aupun kebijakan yan g diberlakukan oleh n egara. Pem erintah India m am pu m en ciptakan jarak adm inistratif yang lebih dekat terutam a dari kebijakan yan g berlaku bagi negara kawasan Asia Selatan .
Kedekatan jarak geografis India den gan n egara Asia Selatan dapat m en ekan biaya pariwisata m edis m elalui biaya tran sportasi serta efisiensi waktu perjalanan . Penggunaan Bahasa khususnya Bahasa Inggris dalam hal ini berperan sebagai Bahasa internasional diantara perbedaan Bahasa yang ada di kawasan Asia Selatan, sem akin m en dekatkan jarak kultural diantara keduanya. Lalu tergabun gnya India dalam organisasi regional SAARC m em bantu India dalam m em prom osikan pariwisatan ya. Serta, kebijakan pem erintah In dia terutam a kebijakan visa yan g berlaku bagi negara an ggota SAARC m em perm udah penduduk Asia Selatan dalam m elakukan pariwisata m edis ke India. Dengan begitu jarak adm inistratif diantara keduan ya m en jadi dekat.
D a fta r Pu s ta ka
Artikel Daring
[1]Agrawal, Aditya, “Why Pakistan Is
Replacing English with Urdu?,” Time dalam http://time.com/3975587/pakistan-english-urdu/ (diakses 28 Desember 2016)
[2]Anon, “India Among World’s Top 5 Medical
Tourism Hotspots,” dalam
http://www.hindustantimes.com/business/ind ia-among-world-s-top-5-medical-tourism-
hotspots/story-c1NOflCdkIVVZ4CvmGk2WM.html (diakses 25 September 2016)
[3]Anon, “Quick Visa for SAARC Patients to
Boost India’s Medical Tourism,” The Economic Times dalam
http://articles.economictimes.indiatimes.com /2014-11-28/news/56540377_1_medical-tourism-foreign-patients-saarc (diakses 12 Desember 2016)
[4]Anon, “Indiaspeak: English is Our 2nd
Language,” Times of India dalam
http://timesofindia.indiatimes.com/india/Indi
aspeak-English-is-our-2nd-language/articleshow/5680962.cms (diakses 9 Desember 2016)
[5]Anon, “India, Sri Lanka Passanger Ferry Service to Start from June 13,” The Hindu dalam
http://www.thehindu.com/news/national/tam il-nadu/india-sri-lanka-passenger-ferry-
service-to-start-from-jun-13/article2093467.ece (diakses 6 Desember 2016)
[6]Anon, “India, Bangladesh Launch Two
Buses Services to Boost Connectivity,” The Indian Express dalam
http://indianexpress.com/article/india/india- others/two-bus-services-launched-between-india-and-bangladesh/ (diakses 9 Desember 2016)
[7]Anon, “Joint Venture,” dalam
http://www.investopedia.com/terms/j/jointve nture.asp (diakses diakses 3 Desember 2016)
[8]Anon, “South Asia: Sri Lanka,” dalam
[9]Anon, “South Asia: Bangladesh,”dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bg.html (diakses 28 Desember 2016)
[10]Anon, “South Asia: Bhutan, Maldives,
Afghanistan,” dalam
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bt.html (diakses 28 Desember 2016)
[11]Apollo Hospitals, “Company Overview”,
dalam
https://www.apollohospitals.com/corporate/c ompany-overview (diakses 29 September 2016)
[12]Apollo Research & Innovations “Personalized Medicine,” dalam
http://apolloari.com/Personalized-Medicine.php (diakses 11 Desember 2016) [13]________, “Hospitals in India,” dalam
https://www.apollohospitals.com/locations/i ndia (diakses 11 Desember 2016)
[14]Barnato, Katy., “Top Destinations for Health Tourism,” 2014, dalam
http://www.cnbc.com/2014/03/12/top-destinations-for-health-tourism.html (diakses 27 September 2016)
[15]BBC, “Dhaka-Calcutta Train Links
Resumes,” BBC dalam
http://news.bbc.co.uk/2/hi/south_asia/73457 24.stm (diakses 14 Desember 2016) [16]Cambridge Dictionary, “Infrastructure,”
dalam
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/en glish/infrastructure (diakses 21 Desember 2016)
[17]Clements, “Top 5 Countries for Medical
Tourism,” dalam
https://www.clements.com/resources/articles /Top-5-Countries-for-Medical-Tourism (diakses 6 Desember 2016)
[18]Debroy, Bibek, “Treat in India,” dalam http://indianexpress.com/article/opinion/colu mns/treat-in-india/ (diakses 2 Desember 2016)
[19]Ethnologue, “Afghanistan,” dalam
https://www.ethnologue.com/country/af (diakses 28 Desember 2016)
[20]Fortis Healthcare, “Locations,” dalam http://www.fortishealthcare.com (diakses 12 Desember 2016)
[21]Ravi, Shamika, “SAARC and India’s
Healthcare Opportunities,” November 20, 2014, dalam http://www.brookings.in/saarc-and-indias-healthcare-opportunities/ (diakses 26 November 2016)
[22]Health Tourism India, “Growth of the Medical Tourism Industry,” dalam
http://www.health-tourism- india.com/growth-of-the-medical-tourism-industry.html (diakses 29 September 2016)
[23]India Brand Equity Foundation, “Healthcare
Industry in India,” dalam
http://www.ibef.org/industry/healthcare-india.aspx (diakses 26 November 2016) [24]International Organization for
Standardization, “About ISO,” dalam http://www.iso.org/iso/home/about.htm (diakses 3 Desember 2016)
[25]Jayasuriya, Diresh, “India to Start Several Ferry Services with Sri Lanka,” dalam http://dailynews.lk/2015/09/24/business/indi a-start-several-ferry-services-sl (diakses 5 Desember 2016)
[26]Joseph, Manu, “India Faces a Linguistic Truth: English Spoken Here,” dalam http://www.nytimes.com/2011/02/17/world/ asia/17iht-letter17.html (diakses 8 Desember 2016)
[27]Joint Commission International, “JCI Accredited Organizations,” dalam
http://www.jointcommissioninternational.or
g/about-jci/jci-accredited-organizations/?c=India&a=Hospital%20Pro gram&F_All=y (diakses 2 Desember 2016)
[28]_________, “About JCI,” dalam
http://www.jointcommissioninternational.or g/about/ (diakses 2 Desember 2016) [29]Lanka Hospital, ““International Patients,”
dalam
https://www.lankahospitals.com/faq/internati onal-patients/ (diakses 5 Desember 2016)
[30]Rahmiasi, Masajeng., “India Welcoming
More Tourist Following New e-visa Policy,” The Jakarta Post Oktober 21, 2016, dalam http://www.thejakartapost.com/travel/2016/1 0/21/india-welcoming-more-tourists-following-new-e-visa-policy.html (diakses 12 Desember 2016)
[31]Mcmullan, Dawn, “Personalized Medicine,”
Genomemag.com, t.t.
http://genomemag.com/what-is-personalized-medicine/#.WFo0xKNh18d (diakses 10 Desember 2016)
[32]Naish, Ahmed, “Majority of Maldivians
travel overseas for medical treatment,” dalam
http://maldivesindependent.com/society/maj ority-of-maldivians-travel-overseas-for-medical-treatment-116091 (diakses 26 November 2016)
[33]Patients Beyond Border., “Medical Tourism
Statistic & Fact,”. dalam
http://www.patientsbeyondborders.com/med ical-tourism-statistics-facts (diakses 6 Desember 2016)
[34]Porter, Lizzie.,“Indian Tourist Visas: E-Visa Scheme Extended to British Travellers,” The Telegraph Agustus 11, 2015, dalam
http://www.telegraph.co.uk/travel/destinatio ns/asia/india/articles/Indian-tourist-visas-e-visa-scheme-extended-to-British-travellers/ (Diakses 10 Desember 2016)
[35]University of Wisconsin, “Definition of Medical Treatment,” dalam
https://www.wisconsin.edu/workers- compensation/coordinators/osha-record/medical-treatment/ (diakses 21 Desember 2016)
[36]Sinha, Sumit, “India Grants Free Visas for Maldives Medical Tourists,” dalam http://www.mediassistcare.com/blog/india- grants-free-visas-for-maldives-medical-tourists.html (diakses 28 Desember 2016) [37]South Asian Association for Regional
sec.org/areaofcooperation/cat-detail.php?cat_id=49 (diakses 8 Desember 2016)
[38]_________, “SAARC Visa Exemption
Scheme,” dalam http://saarc-sec.org/saarc-visa-exemption-scheme/100/ (diakses 7 Desember 2016)
[39]¬¬¬¬¬_________, "SAFTA Protocol,” dalam
http://saarc-sec.org/areaofcooperation/detail.php?activity _id=36 (diakses 7 Desember 2016)
[40]Trip Advisor “Flight Search,” dalam https://www.tripadvisor.com/CheapFlightsS Delhi.html (diakses 12 Desember 2016)
[41]_________, “Flight Search,” dalam
https://www.tripadvisor.com/CheapFlightsS Delhi.html (diakses12 Desember 2016)
[42]Tripathi, Rahul, “Narendra Modi
Government Mulling at Multiple-Entry Visa with 3 Month Stay Likely for Tourist,” dalam 12 Desember 2016)
Buku
[43]Bungin, Burhan. Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
[44] Cresswell, John W. Research Design:
Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches 2nd edition. Sage Publication. 2003.
[45]Crystal, David. “Why English? The
Historical Context.” dalam English as a Global Language, 29-71. Cambridge: Cambridge University Press, 2003.
[46]¬¬________, “Why English? The Cultural
Legacy,” dalam English as a Global Language, 86-122, Cambridge: Cambridge University Press, 2003.
[47]Bhattacherjee, Anol. Social Science Research: Principles, Methods, and Practices. Tempa: University of Florida, 2012.
[48]Krugman, Paul R., International Economics:
Theory and Policy. Boston: Pearson Education India, 2008.
Dokumen Pemerintah
[49]Anon, “The Health Sector of Sri Lanka,” Embassy of the Kingdom of Netherlands. Juni 2014.
[50]Anon, “e-Tourist Visa (e-TV),” Government
of India dalam
https://indianvisaonline.gov.in/visa/tvoa.htm l (diakses 10 Desember 2016)
[51]Anon, “e-Tourist Visa Scheme Guidelines,”
Embassy of India Kabul, Afghanistan dalam http://eoi.gov.in/kabul/?3764?000 (diakses 28 Desember 2016)
[52]Anon “Lahore-Delhi Bus Service (LDBS),”
Pakistan Tourism Development dalam http://www.tourism.gov.pk/ldbs.htm (diakses 5 Desember 2016)
[53]Anon, “South Asia: India,” Central Intellegence Agency dalam
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html (diakses 14 Desember 2016)
[54]Anon, “NCI Dictionary of Cancer Terms,”
dalam
https://www.cancer.gov/publications/diction aries/cancer-terms?cdrid=454742 (diakses 3 Desember 2016)
[55]Anon. “Maitree Express Train, Time
Schedule & Fare,” Government of The People of Republic Bangladesh dalam http://www.railway.gov.bd/site/page/b849c0 3e-7d46-49c7-a3bc-f3011cc1b8f0 (diakses 14 Desember 2016)
[56]Anon. “Healthcare,” Indian Brand Equity
Foundation, Agustus 2015.
[57]Bureau of Immigration, “Foreigners: Visa Requirement,” dalam
http://boi.gov.in/content/visa-requirement (diakses 28 Desember 2016)
[58]High Commission of India, “Visa Fees,”
dalam
https://www.india.org.pk/pages.php?id=119 (diakses 28 Desember 2016)
Jurnal
[59]A., Klimczak-Pawlak. “Towards the
Pragmatic Core of English for European Communication,” Springer 11 (2014)
[60]Alam, Md. Izhar dan Dr. Jameel Ahamad
Khader, “An Analysis of Foreign Direct Investment Inflows in Healthcare Sector in India,” Pezzottaite Journals (t.t.): 1669-1674 [61]Caper, Philip., “Defining Quality in Medical Care,” Health Affairs 7, no. 1 (1988): 51-61
[62]Chinai, Rupa dan Rahul Goswami “Medical
Visas Mark Growth of Indian Medical Tourism,” Bulletin of The World Health Organization 85, no. 3 (Maret 2007): 164-165.
[63]Chung-Ke, I. “A Global Language without a
Global Culture: From Basic English to Global English,” English as a Global Language Education Journal 1. No. 1 (2015) 66-86
[64]Dawn, Suman Kumar dan Swati Pal,
[65]Hassan, Azizul., et al., “The Development, Nature, and Impact of Medical Tourism in Bangladesh,” Publisher: IGI Global (Januari 2015)
[66]Ghemawat, Pankaj, “Distance Still Matters: The Hard Reality of Global Expansion,” Harvard Business Review. (2001):137-147
[67]Hooda, Shailender K., “Foreign Investment
in Hospital Sector in India: Trends, Pattern, and Issues,” Institute for Studies in
Industrial Development (April 2005): 1-21
[68]Ishtiaq, Sabah. “SAARC Visa: A Case for
Regional Integration-Analysis,” A Journal of Analysis and News (November 2015) dalam http://www.eurasiareview.com/19112015- saarc-visa-a-case-for-regional-integration-analysis/ (diakses 11 Desember 2016) [69]Johnston, Melissa P., “Secondary Data
Analysis: A Method of which the Time Has Come,” Qualitative and Quantitative Methods in Libraries 3 (2014): 619-626 [70]Kaspar, Heidi. “Language Barriers: A
Challenge for Optimal Health Care Abroad?,” International Medical Travel Journal (30 Januari 2015) dalam https://www.imtj.com/articles/language- barriers-challenge-optimal-health-care-abroad/ (diakses 7 Desember 2016)
[71]Kaur, Manpreet, “Medical Tourism in
India,” Indian Journal of Research. 3 no. 1, (2014): 64-66
[72]Kumar, G. Saravana dan R. Khrisna Raj,
“Status, Growth, and Impact of Medical Tourism in India,” International Journal Pharmaceutical Sciences Review and Research. 34 no.1 (2015): 284-291 [73]Neeley, Tsedal. “Global Business Speaks
English,” Harvard Business Review (Mei 2012) dalam https://hbr.org/2012/05/global-business-speaks-english (diakses 7
Desember 2016)
[74]Paul P., Sowmya, dan Amulya M. “Foreign
Direct Investment in Indian Health Care Sectors,” Indian Journal of Applied Research 4 no. 3 (Maret 2014): 235-239 [75]Porter, Michael E. "The Competitive
Advantage of Notions." Harvard business review 68, no. 2 (1990): 73-93.
[76]Prabhakaran, Dorairaj et.al., “Cardiovascular Disease in India: Current Epidemiology and Future Directions,” American Heart Association Journal 133 (2016): 1605-1620
[77]Rao, Mohan et.al. “Human Resources for
Health in India,” Lancet 377 no. 9765, (12 Februari 2011): 587–598
[78]Rhao, P.H., “The Private Health Sector in India: A Framework for Improving the Quality of Care,” ASCI Journal of Management 2, no. 41 (2012) 14-39
[79]Sangupta, Amit dan Samiran Nundy, “The
private health sector in India: Is burgeoning, but at the cost of public healthcare,” BMJ (19 November 2005): 1157-1158
[80]Sarwar, Abdullah dan Noor Hazilah Abd
Manaf., “Factors Influencing the Perception of Medical Tourist in Selection of their Destination: A Global Perspective,” Journal of Business and Policy Research (Februari 2012): 211-219
[81]Sultana, Seyama., et al., “Factors Affecting the Attractiveness of Medical Tourism Destination: An Empirical Study on India,” Iranian Journal Public Health 43 (Juli 2014): 867-876
[82]Shaheen, Irum., “South Asian Association
for Regional Cooperation (SAARC): Its Roles, Hurdles, and Prospects,” Journal of Humanities and Social Science 16, no. 6 (September-Oktober 2013): 1-9
[83]Shah, Utkarsh dan Ragini Mohanty, “Private
Sector in Indian Healthcare Delivery: Consumer Perspective and Government Policies to promote private Sector,” Information Management and Business Review 1 No. 2 (Desember 2010): 79-87
[84]Sharma, Anupama. “Medical tourism:
emerging challenges and future prospects,” International Journal of Business and Management Invention. 2 no.1, (2013): 21-23.
[85]Sharma, Dr. Anjana et.al. “Medical Tourism: Building the India Brand Abroad (An Analytical Study of Potential of Medical Tourism in Gurgaon) Indian Journal of Research 1, no. 2 (Desember 2012)
Laporan Tahunan
[86]Anon “India: WHO Statistical Profile,” World Health Organization Januari 2015 dalam
http://www.who.int/gho/countries/ind.pdf?u a=1 (diakses 23 September 2016)
[87]Anon “Cardiovascular Diseases in India,” Max Neeman (t.t.)
[88]Anon “Indian Healthcare Industry – Hospitals Sector,” HDFC Bank Investment Advisory Group. (Maret 2015)
[89]Anon “Healthcare,” India Brand Equity
Foundation. (Agustus 2015)
[90]Chanda, Rupa, “Foreign Investment in
Hospitals in India: Status and Implications,” WHO India, WTO Cell, Ministry of Health and Family Welfare India. (t.t)
[91]KPMG “Emerging Trends in Healthcare: A
Journey from Bench to Bedside,” ASSOCHAM (Februari 2011)
[92]Loh, Lawrence C. et.al., “Private sector contributions and their effect on physician emigration in the developing world,” Bulletin of the World Health Organization 91 (2013)
Laporan Konferensi
[93]Ghumam, B.S. dan Akshat Mehta “Health
Care Services in India: Problems and Prospects,” International Conference on The Asian Social Protection in Comparative Perspective at National University of Singapore, Singapore, 7-9 Januari 2009. [94]Deloitte “Innovative and Sustainable
Healthcare Management: Strategies for Growth,” Conference Background Note, Agustus 2012
Laporan Penelitian
[96]Anon, “Medical and Wellness Tourism:
Lessons from Asia,” The International Trade Centre (2014): 1-27
[97]Baru, Rama Vaidyanathan, “Privatization of
Healthcare in India: A Comparative Analysis of Carnissa, Karnataka, and Maharashtra States,” UNDP India (2006): 1-29
[98]De Alwis, Renton, “Promoting Tourism in
South Asia,” World Bank Group (t.t.): 259-276
[99]Duggal, Ravi, “Privatization of Healthcare in India: Public health system collapsed due to under-financing of public health
services,” Centre for Enquiry into Health and Allied Themes
[100] Herrick, Devon M., “Medical Tourism:
Global Competition in Health Care,” National Center for Policy Analysis, No. 304 (November 2007)
[101] Koziol, Natalie dan Ann Arthur, “An
Introduction to Secondary Data Analysis,” [ppt], t.t.
[102] KPMG “Emerging Trends in
Healthcare: A Journey from Bench to Bedside,” ASSOCHAM (Februari 2011)
[103] Lefebvre, Bertrand, “Hospital Chains in
India,” Centre Asie Ifri (Januari 2010): 2-26
[104] Ruka, Eva, “Medical Tourism,”
European Hospital and Healthcare Federation (September 2015) 2-40
[105] Suresh, V. Madha et. al., “An Overview
of Medical Tourism Industry in Chennai, India,” Canadian Institutes of Health Research 1 (Februari 2014): 1-21
Laporan Tesis
[106] Schumacher, Reinhard, “Free Trade and
Absolute and Comparative Advantage,” WeltThrends Theis, Universitätsverlag Potsdam, 2012
[107] Maiju Röysky “Overcoming Language