• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN TEKNIS

PENGUATAN KELEMBAGAAN

PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

(2)

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan Perangkat Perlindungan Perkebunan antara lain, Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman.

Dalam Pedoman Teknis ini hanya memuat pedoman secara garis besarnya saja. Selanjutnya diharapkan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) segera menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih rinci dan spesifik sesuai dengan kondisi setempat.

Akhirnya kami mengharapkan semoga pedoman teknis ini bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 di daerah.

Jakarta, Januari 2009 Direktur Perlindungan Perkebunan

Dr. Ir. Herdradjat, MSc. NIP. 080 069 525

(3)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii I PENDAHULUAN ... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II PELAKSANAAN ... 3

A. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL) ... 3

B. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian hayati (LUPH) ... 15

C. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati... 22

D.Rehabilitasi Laboratorium Lapangan (LL), Laboratorium Umum Pengendalian Hayati (LUPH), Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT) ... 25

E. Insentif Petugas Pengamat hama dan Penyakit ... 30

(4)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk mendukung kegiatan perlindungan perkebunan telah dibangun perangkat perlindungan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Perangkat ini terdiri dari 24 unit Laboratorium Lapangan (LL), 1 unit Laboratorium Analisa Pestisida (LAP), 1 unit Laboratorium Pengendalian Hama Vertebrata (LPHV), 6 unit Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH), 18 Sub Laboratorium Hayati, 27 unit Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan 500 Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT). Perangkat terserbut dilengkapi dengan peralatan dan tenaga-tenaga spesialis perlindungan tanaman perkebunan dengan kualifikasi S2, S1+, dan S01.

Pemberlakuan UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan keterbatasan anggaran pembangunan serta perbedaan kebijaksanaan dalam melaksanakan pembangunan baik antara pusat dengan daerah maupun antar daerah menyebabkan kegiatan perangkat-perangkat tersebut tidak optimal.

(5)

Melihat kenyataan ini, dan mengingat bahwa sistem perlindungan perkebunan harus berjalan optimal dalam mengawal pembangunan perkebunan, maka perlu dilakukan langkah-langkah penguatan. Sehubungan dengan fungsinya sebagai motor penggerak berjalannya sistem perlindungan perkebunan, maka langkah pertama penguatan akan diarahkan pada kelembagaan perlindungan perkebunan, khususnya perangkat perlindungan perkebunan. Kegiatan-kegiatan dalam penguatan kelembagaan perlindungan tersebut mencakup : 1. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL); 2. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH); 3. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati; 4. Rehabilitasi LL, LUPH, dan UPPT dan 5. Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit

B. TUJUAN

Pedoman Teknis ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan perlindungan perkebunan tahun 2009 di daerah.

(6)

II. PELAKSANAAN

A. OPTIMALISASI LABORATORIUM LAPANGAN (LL)

1. Metode

Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LL menggunakan/mengacu pada metode yang telah direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). Sedangkan untuk pelatihan penyegaran dilaksanakan dengan metode pendidikan orang dewasa (andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan.

2. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 26 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.

(7)

3. Pelaksanaan

a. Pengujian, pengembangan teknologi dan pengendalian hayati.

- Teknologi pengendalian hayati yang diuji dan dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon serta Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

- Teknologi pengendalian hayati yang diuji diutamakan untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting pada komoditi unggulan perkebunan di wilayahnya.

- Hasilnya diharapkan diperoleh teknologi pengendalian hayati sederhana, untuk selanjutnya dikembangkan dan diterapkan oleh petani untuk pengendalian OPT di lapangan.

(8)

b. Identifikasi dan inventarisasi OPT

- Inventarisasi OPT di lakukan di pada sentra-sentra komoditi unggulan di daerah yang bersangkutan.

- Identifikasi OPT sebaiknya menggunakan atau mengacu pada buku determinasi dan identifikasi yang standar dan didukung dengan pengujian laboratorium.

- Apabila identifikasi belum dapat dilakukan maka dikonsultasikan dengan Puslit/Balit/Perti untuk identifikasi lebih lanjut.

- Jenis OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya ditelusuri kerusakan yang ditimbulkan serta penyebarannya, berdasarkan literatur dan data yang mendukung serta pengalaman yang sama akibat OPT lain yang sejenis. - OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya dibuat

koleksinya dalam bentuk koleksi basah maupun koleksi kering. Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa. - Bagian tanaman yang diserang dan gejala serangannya

dibuat koleksinya secara basah dan dibuat dokumen gambar antara lain dengan foto secara digital.

(9)

c. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati

- Koleksi diutamakan pada OPT penting pada komoditas utama unggulan perkebunan dan OPT penting pada komoditi utama daerah.

- Pembuatan koleksi dari spesimen OPT dibuat secara kering maupun basah menggunakan metode pembuatan koleksi serangga yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/ Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa.

- Koleksi agens hayati yang berupa jasad renik dilakukan pada media agar miring maupun petridish, untuk selanjutnya disimpan pada suhu 5°C (refrigerator).

- Koleksi pestisida nabati berupa koleksi kering maupun basah dari tanaman yang mempunyai fungsi sebagai pestisida nabati baik bagian daun, buah, batang maupun akarnya. Selain itu juga dibuat koleksi dalam bentuk gambar seperti foto digital maupun non digital. Apabila memungkinkan juga dibuat koleksi tanaman yang

(10)

menghasilkan pestisida nabati dalam kebun koleksi pestisida nabati.

d. Rintisan metode pengamatan/ surveilllance OPT penting tanaman perkebunan

- OPT sasaran adalah OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan. Apabila di daerah yang bersangkutan tidak dikembangkan komoditi unggulan perkebunan, maka diarahkan pada komoditi utama daerah yang bersangkutan. - Model pengamatan OPT yang dilakukan adalah mengikuti

surveillance. Surveillance adalah kegiatan untuk mengetahui keberadaan OPT di suatu wilayah dengan melakukan pemantauan secara teratur. Hasil Surveillance

sangat diperlukan dalam mendukung diterapkannya sistem perdagangan bebas. Tahapan dalam pelaksanaan

surveillance sebagai berikut :

• Menentukan masalah atau obyek yang akan dilakukan

surveillance

• Menentukan tujuan surveillance misalnya untuk mengetahui keberadaan OPT perkebunan di suatu lokasi atau wilayah.

(11)

• Menyiapkan bahan pengenalan OPT, meliputi gejala serangan, kelemahan dari OPT sasaran, saat-saat puncak terjadinya serangan OPT sasaran.

• Menyiapkan bahan pengenalan tanaman meliputi periode kritis tanaman terhadap serangan OPT sasaran, hal ini berkaitan dengan waktu yang tepat untuk pemantauan OPT tersebut.

• Menyiapkan bahan informasi tentang inang alternatif bagi OPT.

• Melakukan Inventarisasi luas areal tanaman terkait di tiap-tiap kabupaten dan dirinci per kecamatan.

• Menjadwalkan surveillance di semua kabupaten sentra-sentra komoditi terkait.

• Menentukan Kecamatan dan Desa pengambilan contoh.

• Dari setiap kabupaten dipilih 3 (tiga) kecamatan dan dari masing-masing kecamatan dipilih 5 (lima) desa. Kriteria pemilihan kecamatan dan desa adalah :

Luas areal pertanaman.

Merupakan kantong serangan atau menurut sejarah pernah terinfestasi serangan OPT sasaran.

(12)

• Menentukan metode pemilihan lokasi pengambilan contoh.

• Dari masing-masing desa selanjutnya ditentukan 5 (lima) tempat seluas ± 2,5 ha secara diagonal. Lokasi tersebut dapat juga berupa hamparan areal yang saling terpisah. Dalam hal ini luasannya dapat kurang dari 2,5 ha tetapi harus lebih dari 1,0 ha.

• Menentukan parameter pengamatan.

• Besaran pengamatan dapat berupa % areal, % pohon atau % organ tanaman seperti bunga, buah yang terserang OPT sasaran.

• Menentukan waktu surveillance

• Waktu surveillance disesuaikan dengan puncak serangan OPT serta periode kritis tanaman

• Merencanakan data yang akan dikumpulkan di lapangan. Data yang akan dikumpulkan di lapangan antara lain luas areal, % serangan OPT, keberadaan musuh alami, tindakan pengendalian.

• Pengambilan Contoh

Untuk OPT yang menyerang buah, misalnya PBK, dari satu lokasi pengambilan contoh yang merupakan

(13)

kebun milik petani, diambil contoh buah sebanyak 100 buah. Untuk OPT yang menyerang batang, cabang/ranting atau tajuk diambil contoh sebanyak 10 (sepuluh) tanaman secara diagonal. Hasil pengamatan lapangan dicatat pada form pelaporan.

• Analisa data dan pelaporan hasil.

e. Pengembangan metode/teknologi pengendalian hama terpadu (PHT)

- Teknologi PHT yang dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Perlindungan Perkebunan (BBP2TP Medan, Surabaya dan Ambon serta BPTP Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

- Pengujian diarahkan pada teknologi PHT yang spesifik lokasi dan dapat dengan mudah diterapkan dilapangan oleh petani.

(14)

f. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna

- Bahan informasi teknologi tepat guna merupakan hasil pengembangan teknologi PHT yang dilaksanakan oleh LL ataupun Puslit/Balit/Perti yang disusun dalam bentuk leaflet, poster atau brosur yang dilengkapi dengan gambar-gambar dan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh petani.

- Untuk menyusun lealet, poster dan brosur tersebut dilakukan melalui kegiatan pertemuan penyusunan dan pembahasan materi informasi teknologi tepat guna.

g. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan.

- Lokasi pelatihan

Pelatihan dilakukan di 26 Provinsi dengan peserta 293 orang (Tabel 1.)

(15)

Tabel 1. Jumlah Peserta Pelatihan Penyegaran Petugas Pengamat OPT

No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah

1 NAD 13 14 NTB 14 2 Riau 13 15 NTT 10 3 Sumbar 19 16 Kalteng 10 4 Jambi 15 17 Kalsel 15 5 Bengkulu 14 18 Kaltim 15 6 Sumsel 14 19 Sulut 15 7 Lampung 14 20 Gorontalo 3 8 Babel 3 21 Sulteng 15 9 Kep Riau 3 22 Sulbar 6 10 Banten 3 23 Sulsel 15 11 Jabar 15 24 Sultra 15 12 Jateng 15 25 Papua 12 13 Bali 13 26 Irjabar 3 Jumlah 293 - Waktu pelatihan

Pelatihan dilaksanakan selama 5 (lima) hari - Peserta Pelatihan

Peserta pelatihan adalah petugas pengamat OPT/petugas UPPT dan petugas yang menangani perlindungan perkebunan di provinsi/kabupaten yang bersangkutan. Untuk provinsi yang jauh, pesertanya sedikit dan fasilitasnya belum ada dapat dititipkan ke provinsi lainnya terdekat yang mampu melaksanakannya.

(16)

- Metode Pelatihan

Pelatihan penyegaran ini dilaksanakan dengan metode pendidikan orang dewasa (andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan.

- Materi Pelatihan

Materi pelatihan terdiri dari kebijakan perlindungan perkebunan secara nasional; kebijakan perlindungan daerah/provinsi; pengenalan dan pengendalian OPT penting, pengamatan OPT dengan metode surveillance, pendugaan kehilangan hasil, koleksi OPT, analisa data, pelaporan dan evaluasi.

4. Indikator Kinerja a. Input

Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi b. Output

Tersedianya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT.

Terlatihnya sejumlah petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan.

(17)

c. Outcomes

Terimplementasikannya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT di lapangan.

Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan. d. Benefit

Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan.

e. Impact

Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan.

5. Komponen Biaya

Biaya untuk Optimalisasi LL terdiri dari :

a. Insentif/honor bagi petugas LL sebanyak 10 orang per provinsi.

b. Pengujian, pengembangan, teknologi pengendalian hayati masing-masing 1 paket per provinsi.

c. Identifikasi dan inventarisasi OPT.

d. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati untuk masing-masing 1 paket per provinsi.

(18)

e. Rintisan metode pengamatan/surveillance OPT penting tanaman perkebunan masing-masing 1 paket per provinsi. f. Pengembangan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

masing-masing 1 paket per provinsi.

g. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna masing-masing 1 paket per provinsi.

h. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan dengan peserta sejumlah 293 orang seperti tersebar di 26 provinsi yaitu: NAD (13), Riau (13), Kep. Riau (3), Babel (3), Sumbar (10), Jambi (15), Sumsel (14), Bengkulu (14), Lampung (14), Jabar (15), Banten (3) Jateng (15), Bali (13), NTB (14), NTT (10), Kalteng (10), Kalsel (15), Kaltim (15), Sulut (15), Gorontalo (3), Sulteng (15), Sulsel (15), Sulbar (6), Sultra (15), dan Papua Barat (3), Papua (12).

B. OPTIMALISASI LABORATORIUM UTAMA

PENGENDALIAN HAYATI (LUPH)

1. Metode

Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LUPH menggunakan/mengacu pada metode yang telah direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh

(19)

Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan).

2. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 3 provinsi yaitu: Lampung, Sulawesi Utara dan Bali.

3. Pelaksanaan

Kegiatan optimalisasi LUPH dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu eksplorasi dan inventarisasi musuh alami, perbanyakan, pengembangan teknik penyebaran, dan pengujian lapangan penggunaan musuh alami, serta magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti.

a. Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami

- Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan pada sentra pertanaman dan merupakan kantong-kantong serangan OPT pada komoditi utama perkebunan atau komoditi unggulan di masing-masing daerah.

- Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan dengan menggunakan atau mengacu pada pedoman yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat

(20)

(Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak).

- Hasil eksplorasi dan inventarisasi musuh alami kemudian dibuat koleksinya. Untuk jenis jamur atau mikrobia lainnya setelah dimurnikan kemudian disimpan dalam agar miring atau petridish dan selanjutnya diuji prospeknya untuk dapat dijadikan agens pengendali hayati.

b. Perbanyakan musuh alami

- Musuh alami yang diperbanyak dapat berupa parasitoid, predator maupun agens hayati dari golongan jamur atau jasad renik lainnya yang potensial dan banyak digunakan oleh petani untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama di daerah yang bersangkutan.

- Khususnya untuk jamur misalnya Beauveri bassiana, Trichoderma sp., Metarrhizium anisopliae, perbanyakan dapat dilakukan dalam bentuk starter-starter yang akan diperbanyak sendiri oleh petani dengan metode sederhana, ataupun perbanyakan yang menghasilkan agens hayati siap pakai yang telah dikemas.

(21)

c. Pengembangan teknik penyebaran agens hayati

Teknik penyebaran agens hayati yang dikembangkan adalah teknik penyebaran yang telah dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak).

d. Pengujian lapangan penggunaan musuh alami

- Musuh alami yang diuji adalah musuh alami yang sudah diketahui ada di daerah yang bersangkutan.

- Pengujian dilakukan untuk mengetahui potensinya untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama perkebunan.

- Pengujian lapangan dilakukan dengan mengacu pada metode yang telah dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak).

- Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(22)

e. Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti - Lokasi pemagangan

Magang dilakukan di Puslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan terdekat dengan propvinsi yang bersangkutan atau tergantung pada jenis komoditi dan permasalahan yang ada di lapangan. - Waktu magang

Magang dikakukan minimal 5 hari kerja - Peserta magang

Peserta magang adalah petugas LUPH di provinsi Lampung, Bali dan Sulut, jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang tersedia dan instansi tempat pemagangan.

- Metode pemagangan

Magang dilaksanakan dengan belajar dan praktek secara langsung di Puslit/balit di laboratorium dan lapangan.

(23)

- Materi

• Teknik pengembangan agens hayati

• Quality control dalam perbanyakan agens hayati

• Pengawetan agens hayati

• Teknik evaluasi efektifitas agens hayati di lapangan

• Selain itu materi tersebut di atas materi yang dipelajari disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh petugas LUPH.

4. Indikator Kinerja a. Input

Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output

• Tersedianya teknologi pengembangan dan penyebaran agens pengendali hayati.

• Terlatihnya sejumlah petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati.

c. Outcomes

• Terimplementasikannya teknologi pengendalian OPT secara hayati.

• Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati.

(24)

d. Benefit

Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan melalui pengendalian hayati .

e. Impact

Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan.

5. Komponen Biaya

Biaya Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) terdiri dari :

- Insentif/honor bagi petugas LUPH sebanyak 10 orang per provinsi.

- Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi.

- Perbanyakan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi.

- Pengembangan dan teknik penyebaran agens hayati masing-masing 1 paket per provinsi.

- Pengujian lapangan penggunaan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi.

- Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit. masing-masing 1 paket per provinsi.

(25)

C. OPTIMALISASI SUB LAB HAYATI

1. Metode

Metode yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan LUPH menggunakan/mengacu pada metode yang telah ada di Puslit/Balit/Perti atau UPT Pusat.

2. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 14 provinsi yaitu: Sumsel, Riau, Jambi, Babel, Lampung, Jateng, DIY, Bali, NTT, Kalteng, Sultra, Sulut, Irjabar, dan Papua.

3. Pelaksanaan

a. Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan

Agens hayati hasil pengembangan/ditemukan oleh LL/LUPH, Puslit/Balit atau UPT Pusat dan berpotensi untuk pengendalian OPT di provinsi yang bersangkutan, diadakan uji adaptasi dengan kondisi lingkungan untuk mengetahui kecocokan dengan agroklimatnya atau spesifik lokasi.

(26)

b. Pengumpulan/pemeliharaan, perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati.

Agens hayati yang telah mapan di lapangan dilakukan pengumpulan selanjutnya dipelihara dan diperbanyak untuk dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati. Misalnya

Oryctes sp.yang telah terinfeksi oleh Metharizium sp. dan parasitoid Tetrastichus sp. pada Brontispa sp.

c. Perbanyakan starter dan musuh alami

Agens hayati atau musuh alami yang sudah digunakan sebagai APH di daerah dibuat starter untuk selanjutnya dapat diperbanyak oleh petani dengan metode sederhana, kemudian diaplikasikan di lapangan.

d. Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pengembangan agens hayati.

Dilaksanakan dengan pertemuan dengan petugas teknis petugas dinas yang membidangi perlindungan perkebunan/ petugas lapang/petugas pengamat untuk membahas rencana pengembangan dan pemanfatan agens hayati untuk pengendalian OPT penting tanaman perkebunan di wilayah binaannya.

(27)

4. Indikator Kinerja a. Input

Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output

Tersedianya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan.

c. Outcomes

Termanfaatkannya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan.

d. Benefit

Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan.

e. Impact

Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan.

5. Komponen Biaya

Biaya Optimalisasi Sub Lab Hayati terdiri dari :

- Insentif/honor bagi petugas Sub Lab. Hayati masing-masing 4 orang per provinsi terdiri dari 1 orang kepala dan 3 orang staf. - Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan

(28)

- Pengumpulan/pemeliharaan dan perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati masing-masing provinsi 1 paket. - Perbanyakan starter dan musuh alami masing-masing provinsi

1 paket.

- Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan agens hayati sebanyak 15 OH untuk masing-masing provinsi.

D. REHABILITASI LL, LUPH, SUB LAB HAYATI DAN UPPT

1. Metode

Rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT menggunakan/mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kabupaten/Kota. Sedangkan pengadaan peralatan disesuaikan dengan kebutuhan peralatan. Proses rehabilitasi bangunan dan pengadaan peralatan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang pengadaan barang dan jasa (Keppres No. 80 Tahun 2003).

(29)

2. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, sedangkan lokasinya adalah sebagai berikut :

a. Rehabilitasi LL di laksanakan di 3 provinsi yaitu NAD, Sulut dan Sulteng.

b. Rehabilitasi LUPH di laksanakan di provinsi Bali.

c. Rehabilitasi Sub Lab Hayati dilaksanakan di 2 provinsi yaitu : Jambi dan NTT.

d. Rehabilitasi UPPT dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : Sumbar, Kep. Riau, NTB, Kalteng, Sultra, Sulbar, Sulsel, Papua dan Papua Barat.

3. Pelaksanaan

a. Rehabilitasi gedung

- Melakukan rehabilitasi gedung LL yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak.

- Melakukan rehabilitasi gedung LUPH yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak.

- Melakukan rehabilitasi gedung Sub Lab Hayati yang yang rusak.

(30)

b. Pengadaan meubelair

Melakukan pengadaan meubelair untuk mengganti meubelair yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT. c. Pengadaan Alat Laboratorium.

- Melakukan pengadaan alat laboratorium untuk mengganti alat laboratorium yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati.

- Pengadaan alat laboratorium diprioritaskan pada alat-alat yang sering digunakan dan telah rusak. Pengadaan disesuaikan dengan dana yang tersedia dengan spesifikasi yang memadai dengan kondisi laboratorium yang bersangkutan.

4. Indikator Kinerja a. Input

Dana, SDM, Data/informasi. b. Output

• Terehabiltasinya LL (3 unit), LUPH (1 unit), Sub Lab Hayati (2 unit) dan UPPT (9 unit).

(31)

c. Outcomes

Teroptimalkannya kegiatan-kegiatan pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan dan UPPT

d. Benefit

Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan.

e. Impact

Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan.

5. Komponen Biaya

Biaya yang dialokasikan dalam kegiatan rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT terdiri dari :

a. Biaya rehabilitasi gedung yaitu :

• Rehab gedung LL masing-masing seluas 126 m2

• Rehab gedung LUPH seluas 100 m2

• Rehab gedung Sub Lab Hayati masing-masing seluas 70 m2

(32)

b. Biaya eksploitasi

• Eksploitasi listrik pada LL masing-masing selama 12 bulan

• Eksploitasi listrik pada LUPH selama 12 bulan

• Eksploitasi listrik pada Sub Lab Hayati masing-masing selama 12 bulan

• Eksploitasi listrik pada UPPT masing-masing selama 12 bulan

c. Pengadaan meubelair

• Pengadaan meubelair pada LL masing-masing sebanyak 1 paket

• Pengadaan meubelair pada LUPH sebanyak 1 paket

• Pengadaan meubelair pada Sub Lab Hayati masing-masing sebanyak 1 paket.

• Pengadaan meubelair pada UPPT masing-masing sebanyak 1 paket.

d. Pengadaan alat laboratorium.

• Alat laboratorium pada LL masing-masing sebanyak 1 paket.

(33)

• Alat laboratorium pada Sub Lab Hayati masing-masing sebanyak 1 paket.

E. INSENTIF PETUGAS PENGAMAT HAMA DAN PENYAKIT

1. Metode

Pemberian insentif dilakukan kepada petugas pengamat/UPPT setiap bulan pada saat penyerahan laporan hasil pengamatan, sekaligus dilakukan pembinaan oleh petugas provinsi tentang pelaksanaan pengamatan OPT perkebunan.

2. Waktu dan Lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 27 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.

(34)

3. Pelaksanaan

a. Pemberian insentif pada petugas pengamat

- Pemberian insentif kepada petugas pengamat sebanyak 898 orang yang tersebar di 27 provinsi seperti pada Tabel 2. berikut :

Tabel 2. Jumlah Petugas Pengamat yang Mendapat Insentif

No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah

1 NAD 34 15 NTB 28 2 Riau 54 16 NTT 42 3 Sumbar 54 17 Kalteng 42 4 Jambi 38 18 Kalsel 22 5 Bengkulu 16 19 Kaltim 28 6 Sumsel 74 20 Sulut 20 7 Lampung 64 21 Gorontalo 32 8 Babel 16 22 Sulteng 12 9 Kep Riau 6 23 Sulbar 32 10 Banten 8 24 Sulsel 12 11 Jabar 66 25 Sultra 74 12 Jateng 52 26 Papua 24 13 DIY 16 27 Irjabar 24 14 Bali 42 Jumlah 898

- Petugas pengamat yang diberi insentif adalah petugas UPPT dan atau petugas perlindungan perkebunan pada Dinas Kabupaten/Kota yang melakukan kegiatan pengamatan OPT perkebunan.

(35)

- Petugas yang menerima insentif di tetapkan melalui SK Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi. b. Biaya operasional pengamatan OPT di lapangan

Biaya operasional pengamatan OPT adalah biaya perjalanan petugas pengamat untuk melakukan pengamatan di wilayah binaannya.

c. Biaya administrasi pelaporan OPT

Biaya administrasi pelaporan OPT adalah biaya ATK untuk penyusunan dan pengiriman laporan situasi OPT perkebunan 4. Indikator Kinerja

a. Input

Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output

• Terserapnya dana insentif untuk petugas pengamat OPT perkebunan

• Terfasilitasinya kegiatan pengamatan OPT di lapangan.

c. Outcomes

• Meningkatnya kinerja petugas pengamat/UPPT

(36)

d. Benefit

Teramatinya OPT secara kontinyu dan berkesinambungan sehingga adanya perkembangan OPT dapat diketahui secara dini (early warning system) dan kemungkinan terjadinya eksplosi dapat diantisipasi.

e. Impact

Serangan OPT pada tanaman perkebunan berada dalam kondisi yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi.

5. Komponen Biaya

Biaya untuk Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit, terdiri dari: (a) biaya insentif bagi petugas pengamat/UPPT; (b) biaya perjalanan petugas pengamat ke lapangan dan (c) biaya pembelian ATK dan pengiriman laporan.

(37)

III. PENUTUP

Sebagai tindak lanjut dari Pedoman Teknis ini diharapkan provinsi segera menyiapkan penjabaran dan pengoperasionalan sebagai Petunjuk Teknis kegiatan Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Bagi provinsi yang telah membentuk Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD), kegiatan-kegiatan perangkat tersebut dilaksanakan oleh UPTD berkoordinasi dengan Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Sedangkan provinsi yang belum membentuk UPTD, pelaksanaan kegiatan oleh Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Diharapkan setelah seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan agar segera disusun laporan kegiatannya dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan pada bulan Januari 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini telah berhasil mengkombinasikan antara mikrokontroler ESP32 dan Raspberry Pi untuk mengatur posisi jarak obyek mikroskop digital serta melakukan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pembuatan kebijakan manajerial keperawatan dalam hal penerapan gaya kepemimpinan yang

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka agar memiliki kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Matematika mempunyai

Pada umumnya bambu hams bersifat baik dan sehat dengan ketentuan, bahwa segala sifat dan kekurangan-kekurangan yang berhubungan dengan pemakaiannya tidak akan mengurangi

Prinsip kerja pembangkit listik tenaga panas bumi secara singkat adalah sebagai berikut: Air panas yang berasal dari steam sumur uap akan disalurkan ke Steam receiving

Magister Sains (M.Si) dalam bidang ilmu kimia analitik diperoleh tahun 1995 dari Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung dengan beasiswa BPPs.. Pada tahun 2004,

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Djamarah (2008) yang menyatakan status gizi yang normal akan meningkatkan prestasi belajar dan sebaliknya kesehatan

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah