DUKUNGAN PERLINDUNGAN
PERKEBUNAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2017
PEDOMAN TEKNIS
FASILITASI TEKNIS
PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
TAHUN 2018
i KATA PENGANTAR
Pedoman Teknis Kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan tahun 2018 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, Tujuan dan Pengertian Umum; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup.
Pedoman Teknis ini sebagai acuan Dinas
yang membidangi Perkebunan di
Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik berdasarkan kondisi daerah setempat.
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Sasaran Nasional ... 4 C. Tujuan ... 4 D. Pengertian Umum... 4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN 7 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ... 7
B. Spesifikasi Teknis ... 12
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 21
A. Ruang Lingkup ... 21
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ... 23
C. Lokasi, Jenis dan Volume ... 27
D. Simpul Kritis ... 28
IV. PENGADAAN BARANG ... 32 Halaman
iv V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,
PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN . 33 A. Pembinaan, Pengendalian,
Pengawalan dan Pendampingan.... 33 B. Pelaksanaan Pembinaan,
Pengendalian, Pengawalan dan
Pendampingan ………. 34 VI. MONITORING, EVALUASI DAN
PELAPORAN ... 36 VII. PEMBIAYAAN ... 41 VIII. PENUTUP ... 42 LAMPIRAN
v DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lokasi Kawasan Pengembangan Komoditas
Perkebunan Tahun 2018... 43 2. Daerah Miskin yang ditetapkan oleh
BAPPENAS ……….. 68 3. Spesifikasi Drone... 74 4. Spesifikasi Alat Pengendalian OPT…... 74 5. Lokasi Kawasan Pengembangan Komoditas
yang sudah membentuk LEM……….. 77 6. Format Laporan Hasil Pengamatan OPT
Perkebunan... 82 7. Lokasi Kegiatan LL... 84 8. Lokasi Kegiatan LUPH... 85 9. Lokasi Kegiatan Brigade Proteksi Tanaman. 85 10. Lokasi dan Jumlah Pengamat Penerima
Insentif... 86 11. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan
Kegiatan... 88 12. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan... 89 13. Form Laporan Pekembangan Realisasi Fisik
dan Keuangan... 90 14. Out Line Laporan Akhir... 91
1 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlindungan tanaman memiliki peran penting dalam usaha perkebunan terutama dalam menekan kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan meningkatkan nilai tambah produk perkebunan. Peran Perlindungan tanaman menjadi sangat strategis dengan diberlakukannya standar internasional sanitari dan fitosanitari dalam perdagangan dunia. Berdasarkan amanah Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan pelaksanaan perlindungan tanaman perkebunan menjadi tanggungjawab pelaku usaha perkebunan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Oleh karena itu seluruh jajaran harus berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian OPT.
Dalam mendukung pelaksanaan pengendalian OPT pemerintah pusat telah membangun perangkat-perangkat perlindungan perkebunan di seluruh Indonesia yang sampai dengan tahun 2017 berjumlah 578 yang terdiri dari 28 unit Laboratorium Lapang (LL), 4 unit Laboratorium Utama Pengendali Hayati (LUPH), 12 unit Sub Laboratorium Hayati, 2 unit Laboratorium Analisa Pestisida (LAP), 1 unit Laboratorium Pengendali Hama Vertebrata (LPHV), 31 unit
2 Bigade Proteksi Tanaman (BPT) dan 500 Unit Pembinaan Proteksi Tanaman (UPPT). Dengan tersedianya perangkat perlindungan perkebunan tersebut diharapkan upaya pengendalian OPT perkebunan di masing-masing provinsi dapat dilakukan dengan cepat dan efektif.
Dalam rangka mendukung upaya pengendalian OPT pada tanaman perkebunan, maka perlu ketersediaan SDM yang berkualitas, sarana dan prasarana serta pendanaan yang memadai. Melalui APBN tahun 2018 dialokasikan dana untuk pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan, meliputi: operasional LL di 26 provinsi, LUPH di 4 provinsi, operasional Brigade Proteksi Tanaman (BPT) di 31 provinsi serta pemberdayaan petugas pengamat di 29 provinsi. Operasional BPT dimaksudkan untuk penanganan serangan OPT pada situasi eksplosi, pada sumber-sumber serangan yang berpotensi menimbulkan eksplosi dan daerah endemis dengan intensitas serangan berat. Upaya penanganan OPT dilakukan melalui gerakan pengendalian OPT oleh karena perlu dibentuk Regu Pengendali OPT (RPO) pada masing-masing kabupaten sehingga upaya pengendalian pada daerah-daerah serangan OPT tersebut dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat tanpa harus menempuh suatu mekanisme penanganan yang sangat panjang dan berbelit-belit. Fasilitasi BPT dimaksudkan untuk meningkatkan
3 kesiapsiagaan BPT dalam mengendalikan OPT dan inisiasi pembentukan Regu Pengendali OPT (RPO) di 31 provinsi.
Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) merupakan ujung tombak perlindungan tanaman perkebunan karena mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pelaksanaan pengamatan OPT dan pembinaan pengendalian OPT di lapangan.
Perangkat perkebunan yang mewadahi petugas pengamat OPT adalah Unit Pembinaan Proteksi Tanaman (UPPT). Pada tahun 1988 UPPT berjumlah 500 unit dan setiap UPPT memiliki petugas pengamat sebanyak 2 orang. Kondisi yang terjadi saat ini adalah dengan diberlakukannya otonomi sebagian besar UPPT beralih fungsi dan jumlah petugas pengamat/petugas UPPT semakin berkurang karena sebagian besar telah alih tugas ke instansi lain atau purna tugas/pensiun sehingga tidak seimbang dengan luas wilayah pengamatan; luas pelaksanaan pengamatan belum berjalan pada areal perkebunan rakyat sekitar 17 juta ha, sementara jumlah petugas pengamat hanya 1054 orang; adanya pemekaran daerah yang tidak diikuti oleh penambahan petugas; fasilitas-fasilitas bagi petugas yang sangat terbatas dan sudah banyak rusak, terutama roda-2; serta minimnya sarana dan prasarana pendukung UPPT menjadi kendala tidak optimalnya kegiatan pengamatan OPT
4 serta penyajian dan pelaporan data serangan OPT.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pada tahun 2018 melalui APBN, pemerintah mengalokasikan anggaran pemberdayaan petugas pengamat OPT berupa pemberian insentif dan operasional lapangan.
B. Sasaran Nasional
Sasaran kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan adalah terlaksananya operasional Laboratorium Lapangan (LL), Laboratorium Utama Pengendali Hayati (LUPH), Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan pemberdayaan petugas pengamat.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan adalah meningkatkan peran dan fungsi LL, LUPH, BPT dan pemberdayaan petugas pengamat dalam mendukung kegiatan perlindungan perkebunan.
D. Pengertian Umum
Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub
5 spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkem-bangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.
2. Starter APH adalah biakan induk APH yang dapat diperbanyak jumlahnya di lapangan. 3. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat
tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat.
4. Sumber serangan OPT adalah tempat pertanaman ditemukan serangan OPT pada komoditas perkebunan dan tidak dikendalikan oleh petani/pekebun, sehingga keberadaannya dapat menjadi sumber serangan terhadap tanaman perkebunan yang berada di sekitarnya.
5. Petugas pengamat adalah personil/ sumberdaya manusia perlindungan tanaman yang diberi tugas dan tanggungjawab serta hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan pengelolaan OPT dan Dampak Perubahan Iklim (DPI).
6 6. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.
7. Perangkat perlindungan adalah unit organisasi yang menangani perlindungan perkebunan dan berada di bawah pembinaan dinas provinsi yang membidangi perkebunan, meliputi: Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub Laboratorium Hayati, Brigade Proteksi Tanaman dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman.
8. Drone adalah pesawat tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh.
9. Kawasan pengembangan adalah wilayah pengembangan komoditas tanaman perkebunan yang berkelanjutan.
7 II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan umum
Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan. a. SK Tim Pelaksana Kegiatan
1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.
2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan
ditetapkan oleh Kepala Dinas yang
Membidangi Perkebunan Provinsi. b. Rencana kerja
Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
c. Juklak, Juknis
Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan paling lambat 2 (dua) minggu setelah diterimanya pedoman teknis dari Ditjen. Perkebunan.
d. Koordinasi dan Sosialisasi
Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan
8 melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan.
Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon lokasi kegiatan pengendalian/pihak terkait.
e. Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaan barang dan jasa dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Lima puluh persen kontrak pengadaan barang dan jasa harus diupayakan selesai pada bulan Januari 2018, dan seluruh proses pelelangan/pengadaan barang dan jasa harus selesai bulan Februari 2018. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya.
f. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung.
g. Laporan
1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan
disampaikan oleh penanggung jawab
9 2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai form SIMONEV.
3) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2018.
2. Prinsip Pendekatan Teknis
a. Pemberdayaan perangkat perlindungan
perkebunan
1) Personil laboratorium dan BPT diutamakan personil yang mempunyai latar belakang pendidikan S2/S1 plus/S1/D3/S01 jurusan hama penyakit/biologi/analis/kimia/agronomi /Agroteknologi atau personil yang mempunyai keahlian khusus atau telah dilatih di bidang perlindungan tanaman.
2) Penetapan SK personil laboratorium dan BPT paling lambat akhir Januari 2018.
3) Pelaksanaan operasional LL, LUPH dan BPT mengacu kepada pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
4) Operasional BPT dilaksanakan oleh LL/UPTD Perlindungan Perkebunan.
5) Alat dan bahan yang digunakan untuk
laboratorium serta alat dan bahan
pengendalian OPT harus memenuhi standar teknis.
10 b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT
Tanaman Perkebunan
1) Pengamat yang mendapatkan insentif adalah
petugas yang melaksanakan kegiatan
pengamatan OPT di lapangan dan ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
2) Petugas pelaporan OPT yang mendapatkan insentif adalah petugas di Dinas Provinsi yang melakukan rekapitulasi laporan OPT dari Kabupaten dan ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan 3) Penetapan SK petugas pengamat OPT dan
petugas pelaporan OPT paling lambat akhir Januari 2018 dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan.
4) Pelaksanaan pengamatan mengacu kepada pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan.
3. Tindak Lanjut
a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
1) Perencanaan kegiatan, jadual kegiatan 2) Pembuatan juklak, juknis setiap kegiatan 3) Menunjuk penanggungjawab dan pelaksana
kegiatan
4) Koordinasi dengan instansi terkait
5) Menindaklanjuti rekomendasi hasil
11 b. Tahap Pasca Kegiatan
1) Pemberdayaan perangkat
a) Secara pro-aktif membuat jejaring dan
kerjasama di bidang teknologi
perlindungan tanaman terkini dengan
BBP2TP (Medan, Surabaya, dan
Ambon)/BPTP Pontianak, serta Puslit /Balit/ Perti.
b) LL agar mendokumentasikan data dan informasi seluruh hasil kegiatan yang dilakukan.
c) Menyebarluaskan dan mensosialisasikan teknik perbanyakan dan penyebaran APH, serta teknologi pengendalian OPT tanaman
perkebunan khususnya pada lokasi
kawasan pengembangan komoditas
perkebunan (lampiran 1) dan lokasi yang telah ditetapkan oleh BAPPENAS sebagai daerah miskin (lampiran 2).
d) BPT melakukan pembinaan kepada Regu Pengendali OPT (RPO), selalu siaga dan
berperan aktif dalam pengendalian
eksplosi/outbreak OPT.
2) Pemberdayaan petugas pengamat OPT tanaman perkebunan
a) Petugas pengamat OPT harus
menyampaikan data pengamatan OPT ke Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
12 perkebunan secara berkala yaitu setiap minggu.
b) Dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan menyampaikan laporan hasil pengamatan OPT ke Dinas provinsi yang membidangi perkebunan secara berkala yaitu setiap bulan (bulanan).
c) Dinas provinsi yang membidangi
Perkebunan/UPTD Perlindungan
menyampaikan laporan hasil pengamatan
OPT ke Direktorat Perlindungan
Perkebunan setiap triwulan. B. Spesifikasi Teknis
1. Kriteria
a. Pemberdayaan Perangkat
1) Bahan pengendali OPT (starter APH) yang disiapkan disesuaikan berdasarkan data hasil monitoring serangan OPT. APH digunakan sebagai upaya pencegahan serangan OPT dan untuk mengendalikan serangan OPT pada kondisi serangan ringan.
2) Demplot teknologi pengendalian OPT
dilakukan untuk menguji rakitan teknologi pengendalian OPT yang telah dihasilkan oleh UPTD perlindungan. Demplot pengendalian OPT diutamakan dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh BAPPENAS sebagai daerah miskin atau kawasan pengembangan komoditas perkebunan.
13 3) Pelatihan perbanyakan dan penyebaran APH bagi petani dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh BAPPENAS sebagai daerah
miskin atau kawasan pengembangan
komoditas perkebunan. Jenis APH disesuaikan dengan target OPT yang menyerang pada komoditi perkebunan di lokasi tersebut. 4) Eksplorasi dan inventarisasi APH dilaksanakan
untuk mengeksplorasi APH baru atau yang ditemukan menyerang OPT pada komoditi utama perkebunan di lapangan sehingga diharapkan akan diperoleh jenis-jenis APH
baru dari golongan
predator/parasitoid/patogen.
5) Bahan pengendali OPT/pestisida kimia (fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida, dll) diadakan berdasarkan data hasil monitoring serangan OPT. Pestisida hanya dapat digunakan pada kondisi serangan OPT yang bersifat eksplosi, sumber-sumber serangan yang berpotensi menimbulkan eksplosi atau lokasi serangan endemis dengan intensitas serangan berat yang dilaporkan sangat cepat berkembang dan merugikan. Pestisida kimia sekaligus merupakan buffer stock dalam memenuhi standar pelayanan minimum pemerintah dalam mengendalikan OPT.
6) Sosialisasi persiapan pengendalian OPT pada kawasan pengembangan dilaksanakan untuk
14 perkebunan pada lokasi kawasan dari segi perlindungan tanaman pada petani yang
memiliki komitmen untuk melakukan
kegiatan pengendalian OPT.
7) Pengadaan Drone diperuntukkan bagi
perangkat perlindungan untuk membantu
kegiatan pengamatan OPT dan DPI.
Spesifikasi teknis tersaji pada lampiran 3. 8) Pengadaaan alat pengendalian OPT dan alat
pelindung diri diperuntukkan bagi BPT dan RPO. Spesifikasi alat pengendalian OPT seperti pada lampiran 4.
9) Bimbingan Teknis BPT diperuntukkan bagi anggota BPT yang telah di-SK-kan oleh Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
10) Bimbingan Teknis RPO diperuntukkan bagi petani/kelompok tani yang dibentuk dan di SK kan oleh Kepala Dinas yang membidangi Perkebunan untuk menjadi Regu Pengendali OPT.
11) Satu regu RPH terdiri dari 10 orang petani/perwakilan kelompok tani yang berada di lokasi kawasan pengembangan
komoditas perkebunan yang sudah
membentuk LEM (lampiran 5) atau lokasi yang telah ditetapkan oleh BAPPENAS sebagai daerah miskin atau yang sudah mengikuti pelatihan SL-PHT. Anggota regu masih tergolong usia produktif, serta di-SK-kan oleh Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
15 Pelatihan penggunaan drone diperuntukkan bagi petugas pengamat OPT/BPT agar dapat mengoperasionalkan drone untuk kegiatan pengamatan OPT/DPI.
b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT tanaman perkebunan
1) Petugas pengamat yang ditetapkan adalah petugas yang telah mendapat pelatihan tentang dasar-dasar perlindungan dan / atau berlatar belakang pendidikan teknis hama penyakit / biologi / agronomi / pertanian/ agroteknologi.
2) Insentif dan operasional lapangan Petugas Pengamat hanya diberikan kepada petugas pengamat/ petugas POPT/ Petugas teknis
perlindungan yang ditunjuk untuk
melaksanakan kegiatan pengamatan OPT berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan telah melaporkan hasil pengamatan di wilayah kerjanya masing-masing.
3) Pengamatan diutamakan untuk OPT penting (dominan) pada komoditi utama/unggulan perkebunan daerah.
16 2. Metode
a. Pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan
1) LL dan LUPH
a) Metode pembuatan starter APH, perbanyakan dan penyebaran APH,
serta metode eksplorasi dan
identifikasi OPT mengacu pada metode yang diterbitkan antara lain oleh
BBPPTP (Medan, Surabaya, dan
Ambon)/BPTP Pontianak /Puslit/Balit
/Perti/ Direktorat Perlindungan
Perkebunan.
b) Sosialisasi persiapan pengendalian OPT
pada kawasan pengembangan
merupakan kegiatan penyebaran
informasi pengendalian OPT oleh
petugas perlindungan perkebunan
kepada petani di lokasi kawasan pengembangan komoditas perkebunan. Sosialisasi dengan cara penyebaran informasi berupa leaflet, buku, brosur, dll kepada petani/kelompok tani yang
benar-benar berkomitmen untuk
melakukan upaya pengendalian OPT yang ditindaklanjuti dengan diskusi teknologi perlindungan perkebunan
terutama pengendalian OPT
selanjutnya dilakukan aktivitas
17 OPT kepada petani. Kegiatan sosialisasi dan pembinaan dilakukan secara berkelanjutan.
2) BPT
a) Pengadaan dan penggunaan pestisida mengacu kepada jenis pestisida sesuai dengan izin Menteri Pertanian, dengan tetap memperhatikan pada prinsip penggunaan pestisida yang baik dan benar sesuai dengan kaidah PHT.
b) Penggunaan bahan pengendalian OPT didasarkan atas kriteria serangan OPT yang termasuk pada kondisi eksplosi (dinyatakan oleh pejabat yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam perlindungan tanaman perkebunan),
sumber-sumber serangan yang
berpotensi menimbulkan eksplosi atau
lokasi serangan endemis dengan
intensitas serangan berat.
c) Pengadaan Drone digunakan untuk kegiatan pengamatan OPT dan DPI. Drone dioperasionalkan oleh petugas
yang telah mendapat pelatihan
operasional drone.
d) Bimbingan teknis anggota BPT
dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi dalam pengendalian OPT
18
narasumber/instruktur yang telah
dilatih sebagai instruktur BPT seperti dari BBPPTP Surabaya, Medan, Ambon,
BPTP Pontianak atau Direktorat
Perlindungan Perkebunan. Bimbingan teknis BPT dilaksanakan selama 5 hari.
Materi yang disampaikan terkait
rekayasa sosial, perencanaan
pengendalian OPT, pengenalan
pestisida dan alat pengendalian OPT, teknik pengendalian OPT, perawatan dan perbaikan sarana pengendalian. e) Pembentukan RPH dilaksanakan dalam
bentuk bimbingan teknis dengan
menghadirkan narasumber/instruktur
anggota BPT yang telah mengikuti Bimbingan Teknis Brigade Proteksi Tanaman/instruktur BPT dari BBPPTP
Surabaya, Medan, Ambon, BPTP
Pontianak atau Direktorat Perlindungan Perkebunan. Bimbingan teknis RPH dilaksanakan selama 4 hari. Materi yang
disampaikan terkait pengenalan,
pengamatan dan pengendalian OPT perkebunan, pengenalan jenis-jenis bahan pengendali OPT dan praktek
penggunaan dan perawatan alat
pengendalian OPT
f) Operasional BPT diberikan untuk melakukan kegiatan pengendalian OPT
19 dan pemantauan DPI serta pembinaan kepada RPH.
b. Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan
Insentif dan operasional lapangan diberikan kepada petugas pengamat untuk melakukan kegiatan pengamatan dan pelaporan dengan tahapan :
1) Pengamat melakukan pengamatan OPT
penting pada komoditi utama di
wilayahnya dan melakukan pembinaan pengamatan dan pengendalian OPT kepada petani secara terjadwal.
2) Pengamatan OPT perkebunan dilakukan dengan baik dan benar mengacu pada pedoman teknis pengamatan dan pelaporan OPT perkebunan yang telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan.
3) Data pengamatan OPT direkap dan disajikan dalam bentuk laporan bulanan di tingkat kabupaten/kota dan triwulan di tingkat provinsi.
Pengiriman laporan OPT sebagai berikut: 1) Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi
perkebunan menyampaikan kepada dinas provinsi yang membidangi perkebunan setiap satu bulan.
20
2) Dinas provinsi yang membidangi
perkebunan menyampaikan laporan kepada
Direktorat Perlindungan Perkebunan
Direktorat Jenderal Perkebunan dengan tembusan ke BBPPTP (Medan, Surabaya, Ambon) dan BPTP Pontianak sesuai kedudukan Dinas Propinsi tersebut setiap 3 (tiga) bulan/Triwulan dan paling lambat minggu ke dua bulan selanjutnya.
21 III. PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Ruang Lingkup
1. Pemberdayaan perangkat
a) Ruang Lingkup Pemberdayaan Perangkat, meliputi: biaya operasional laboratorium/BPT (ATK, sarana pengendalian OPT, alat dan bahan laboratorium), biaya bimbingan teknis, biaya operasional lapangan, biaya pembinaan RPO, biaya pengendalian OPT dan biaya pelatihan drone.
b) Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM
- Data dan informasi - Teknologi
2 Output/Keluaran Terfasilitasinya pelaksanaan
operasional LL, LUPH dan BPT
3 Outcome/hasil - Tersedianya starter APH yang siap diperbanyak oleh petani.
- Tersedianya APH hasil eksplorasi
22
No Indikator Uraian
- Tersedianya SDM BPT
dan RPO yang
terampil, dan sarana operasional BPT - Tersosialisasinya teknologi pengendalian OPT - Terkendalinya serangan OPT - Terlatihnya petugas yang dapat mengoperasionalkan drone
2. Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan
a) Ruang lingkup :
1) Pemberian insentif dan operasional pengamatan.
2) Pengamatan dan penyusunan laporan mengacu pada pedoman pengamatan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. 3) Pengiriman laporan OPT oleh Dinas
Provinsi yang membidangi perkebunan dilakukan melalui surat dan e-mail : ipopt_tanhun@yahoo.com, sesuai dengan
23 Format laporan hasil pengamatan OPT perkebunan seperti pada Lampiran 6.
b) Indikator Kinerja
No Indikator Uraian
1 Input/Masukan - Dana - SDM
- Data dan informasi - Bahan dan Alat 2 Output/Keluaran Terlaksananya pengamatan OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan oleh petugas pengamat yang diberikan insentif dan operasional pengamatan.
3 Outcome/hasil Tersedianya data hasil pengamatan OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan 1. Pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi dan pemberdayaan perangkat serta pemberdayaan petugas pengamat
24 OPT perkebunan adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi. Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/Demplot pengendalian OPT adalah Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan.
2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksa-nakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Pelaksana kegiatan BPT adalah LL/UPTD Perlindungan.
4. Kewenangan dan tanggung jawab : a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis;
Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.
b. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya, dan Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak.
25 Melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi kegiatan perlindungan perkebunan pada wilayah kerjanya, berkoordinasi dengan
Ditjen. Perkebunan,
Puslit/Balit/Perti, UPTD dan Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
Menyediakan dan mensosialisasikan teknologi pengendalian hayati (APH, pesnab dan musuh alami). Melakukan pengujian kualitas
(quality control) APH.
Supervisi penyelesaian akreditasi laboratorium bagi UPTD yang memenuhi syarat.
Memfasilitasi pendaftaran dan perizinan APH.
Memfasilitasi kegiatan perekat dengan UPTD pada wilayah kerja Balai.
c. Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan
Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan tingkat provinsi; Melakukan koordinasi dengan
26
BBPPTP Medan/Surabaya/
Ambon/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;
Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan;
Melakukan pengawalan,
pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;
Menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Menyampaikan laporan pelaksa-naan kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
d. UPTD (Perangkat Perlindungan di Daerah)
Melakukan pembinaan, monitoring
dan evaluasi kegiatan
Pemberdayaan Perangkat
27 dengan Ditjen. Perkebunan, BBPPTP (Medan, Surabaya, dan Ambon)/BPTP Pontianak/Puslit/ Balit, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.
Menyiapkan bahan APH (starter APH) untuk kegiatan perbanyakan dan penyebaran di petani dan melakukan demplot teknologi pengendalian OPT.
Berkoordinasi dengan Dinas yang menangani Perkebunan terkait pelaksanaan kegiatan sosialisasi persiapan pengendalian OPT di kawasan pengembangan.
Malaksanakan kegiatan operasional brigade proteksi tanaman.
Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan
Pemberdayaan Perangkat
Perlindungan ke Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
1. Lokasi Pemberdayaan Perangkat Perlindungan
28 a. Operasional LL
Kegiatan operasional LL di 26 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 7.
b. Operasional LUPH
Kegiatan operasional LUPH di 4 Provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 8.
c. Operasional Brigade Proteksi Tanaman Kegiatan operasional Brigade Proteksi Tanaman di 31 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 9. 2. Jenis dan Volume Kegiatan
a. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan perangkat perlindu-ngan tanaman disajikan pada Lampiran 7-9.
b. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan disajikan pada Lampiran Lampiran 10.
D. Simpul Kritis
1. Simpul Kritis Pemberdayaan perangkat perlindungan tanaman sebagai berikut : a. Dinas Provinsi yang membidangi
29 Juklak pemberdayaan perangkat, sehingga penyelesaian pekerjaan menjadi terlambat atau tidak tepat sasaran. Juklak harus disusun paling lambat dua minggu setelah Pedoman Teknis diterima.
b. LL, LUPH, dan BPT terlambat menyusun juknis pemberdayaan perangkat, sehingga penyelesaian pekerjaan tidak tepat waktu dan sasaran. Juknis harus disusun paling lambat satu minggu setelah juklak dibuat.
c. Belum dilengkapi SOP yang memenuhi standar sehingga sulit untuk menelusuri apabila terjadi kesalahan. Menyusun atau menyempurnakan SOP yang ada sesuai dengan standar yang baku.
d. Pengadaan bahan pengendali berupa pestisida kimia (insektisida, fungisida, herbisida), tidak tepat sasaran karena tidak didasarkan pada data hasil pengamatan dan laporan OPT yang memiliki potensi serangan sangat cepat berkembang dan merusak. Pengadaan bahan pengendali berupa pestisida kimia (insektisida, fungisida dan herbisida) harus didasarkan pada data hasil pengamatan dan pelaporan OPT yang memiliki potensi serangan
30 sangat cepat berkembang dan merusak.
e. Penggunaan alat pengamatan (drone) tidak sesuai prosedur sehingga tidak tepat sasaran oleh karena itu perlu ditunjuk operator tetap yang terlatih untuk mengoperasionalkan alat pengamatan.
2. Simpul Kritis Pemberdayaan Petugas pengamat OPT perkebunan
a. Petugas pengamat yang ditetapkan untuk menerima insentif tidak tepat sehingga tidak dapat melakukan pengamatan dengan baik dan benar. Hal tersebut mengakibatkan data yang dilaporkan kurang akurat. Oleh karena itu Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dalam menetapkan petugas pengamat harus sesuai dengan kriteria dalam Pedoman Teknis Direktorat Jenderal Perkebunan. b. Petugas belum mempedomani
sepenuhnya buku pedoman
pengamatan dan pelaporan OPT perkebunan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan sehingga data yang dihasilkan kurang optimal. Untuk itu Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan agar
31 memperbanyak dan mensosialisasikan buku pedoman pengamatan OPT.
32 IV. PENGADAAN BARANG
A. Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.
B. Pengadaan barang dan jasa kegiatan pemberdayaan perangkat perlindungan perkebunan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
33 V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN
DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi dan TP Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak dan pihak terkait lainnya.
Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.
Sasaran kegiatan pembinaan,
pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan
34 harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.
B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan
Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.
Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan,
pengendalian, pengawalan dan
pendampingan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan tingkat provinsi.
35 Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan tingkat kabupaten/kota.
36 VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring
Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.
Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.
B. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/ penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.
Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.
C. Pelaporan
Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan
37 dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyu-sunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
1. Jenis Laporan :
a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan a) Pemberdayaan perangkat
Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; penyusunan juklak/juknis; jadwal pelaksanaan; persiapan administrasi; sosialisasi; penyiapan alat dan bahan.
Dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan
b) Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan
Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; penetapan pengamat OPT ; persiapan administrasi; penyiapan alat dan bahan.
Dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.
38 2) Pelaksanaan Kegiatan
a) Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Perangkat
Pelaksanaan meliputi: laporan
pencapaian kegiatan yang
dilaksanakan di laboratorium dan di lapangan.
Laporan kejadian eksplosi harus dibuat berita acara sesegera mungkin disampaikan kepada Bupati dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perkebunan dan Kepala Dinas yang membidangi perkebunan provinsi.
b) Pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan. Pelaksanaan meliputi pengamatan OPT, pembinaan pengamatan dan pengendalian OPT serta pelaporan. Laporan hasil pengamatan terdiri dari: laporan peringatan dini; laporan bulanan; laporan triwulanan; laporan khusus; laporan eksplosi; dan laporan insidentil. Form laporan mengacu pada Pedoman Teknis Pengamatan dan Pelaporan OPT Perkebunan Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Direktorat Perlindungan, Direktorat Jenderal Perkebunan.
39 b. Laporan Fisik dan Keuangan
1) Laporan Mingguan
Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum’at.
2) Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.
3) Laporan Triwulan
Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.
4) Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan
40 setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Outline Laporan Akhir seperti pada lampiran 11-14.
41 VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan didanai dari APBN tahun anggaran 2018.
42 VIII. PENUTUP
Kegiatan fasilitasi teknis perlindungan perkebunan diharapkan untuk lebih meningkatkan peran dan fungsi LL, LUPH dan BPT. Petugas pengamat perlu diberi motivasi agar dapat meningkatkan kinerjanya yang dibuktikan dengan dihasilkannya data/informasi yang lebih akurat secara berkelanjutan dengan pemberian insentif petugas pengamat.
Untuk keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.
42
43 Lampiran 1. Lokasi Kawasan Pengembangan
Komoditas Perkebunan Tahun 2018
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
1 Rehabilitasi Tanaman
Kopi Robusta
BENGKULU Kab. Rejang Lebong
2 Kab. Kepahiang
3 Intensifikasi Tanaman
Kopi Arabika
ACEH Kab. Aceh Tengah
4 Kab. Aceh Gayo Lues
5 Kab. Bener Meriah
6 SUMATERA UTARA Kab. Tapanuli Utara
7 Kab. Humbang
Hasundutan
8 SUMATERA BARAT Kab. Solok
9 Kab. Solok Selatan
10 Kab. Pasaman Barat
11 JAMBI Kab. Kerinci
12 SULAWESI SELATAN Kab. Tanatoraja
13 Kab. Toraja Utara
14 BENGKULU Kab. Rejang Lebong
15 SULAWESI BARAT Kab. Mamasa
16 Intensifikasi Tanaman
Kopi Robusta
RIAU Kab. Kepulauan Meranti
17 JAMBI Kab. Tanjung Jabung
Barat
44
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
19 Kab. Lahat
20 Kab. Oku Selatan
21 Kab. Empat Lawang
22 Kota Pagar Alam
23 LAMPUNG Kab. Tanggamus
24 Peremajaan Tanaman
Kopi Robusta
LAMPUNG Kab. Lampung Utara
25 Kab. Lampung Barat
26 Kab. Tanggamus
27 BALI Kab. Tabanan
28 Peremajaan Tanaman
Kopi Arabika
JAWA BARAT Kab. Bandung
29 Kab. Sumedang
30 Kab. Garut
31 ACEH Kab. Aceh Tengah
32 Kab. Aceh Gayo Lues
33 Kab. Bener Meriah
34 SUMATERA UTARA Kab. Tapanuli Utara
35 Kab. Tapanuli Selatan
36 Kab. Samosir
37 Kab. Mandailing Natal
38 Kab. Humbang
Hasundutan
39 Kab. Toba Samosir
40 SULAWESI SELATAN Kab. Tanatoraja
41 Kab. Enrekang
45
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
43 BALI Kab. Buleleng
44 Kab. Bangli
45 Kab. Badung
46 NTT Kab. Manggarai Timur
47 Perluasan Tanaman
Kopi Robusta
RIAU Kab. Kepulauan Meranti
48 Perluasan Tanaman
Kopi Arabika
JAWA BARAT Kab. Bogor
49 Kab. Cianjur
50 Kab. Bandung
51 JAWA TENGAH Kab. Kendal
52 Kab. Magelang
53 Kab. Temanggung
54 Kab. Wonosobo
55 JAWA TIMUR Kab. Bondowoso
56 Kab. Pasuruan
57 Kab. Magetan
58 Kab. Ponorogo
59 JAMBI Kab. Kerinci
60 Kota Sungai Penuh
61 KALIMANTAN BARAT Kab. Kubu Raya
62 NTT Kab. Ende
63 Kab. Ngada
64 Kab. Manggarai Timur
65 PAPUA Kab. Jayawijaya
66 Intensifikasi Tanaman
Kakao
ACEH Kab. Pidie Jaya
46
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
68 Peremajaan Tanaman
Kakao
SUMATERA UTARA Kab. Tapanuli Selatan
69 Kab. Asahan
70 SUMATERA BARAT Kab. Pasaman
71 Kab. Padang Pariaman
72 Kab. Pasaman Barat
73 LAMPUNG Kab. Pesawaran
74 SULAWESI TENGAH Kab. Parigi Moutong
75 SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
76 Kab. Luwu
77 Kab. Soppeng
78 Kab. Luwu Utara
79 SULAWESI TENGGARA Kab. Konawe Selatan
80 Kab. Bombana
81 Kab. Kolaka Utara
82 PAPUA Kab. Jayapura
83 Kab. Keerom
84 SULAWESI BARAT Kab. Majene
85 Kab. Mamuju
86 Kab. Mamuju Utara
87 Kab. Polewali Mandar
88 Kab. Mamuju Tengah
89 Perluasan Tanaman
Kakao
RIAU Kab. Indragiri Hilir
90 NTT Kab. Sikka
91 Kab. Flores Timur
92 Kab. Manggarai
47
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
94 Perluasan Tanaman
Kakao
KALIMANTAN SELATAN
Kab. Banjar
95 SULAWESI UTARA Kab. Minahasa Utara
96 NTB Kab. Lombok Utara
97 BANTEN Kab. Lebak
98 Peremajaan Tanaman
Kakao
SULAWESI TENGAH Kab. Banggai
99 Kab. Sigi
100 SULAWESI TENGGARA Kab. Kolaka
101 Kab. Konawe
102 Kab. Kolaka Timur
103 Peremajaan Tanaman Karet
SUMATERA UTARA Kab. Simalungun
104 Kab. Labuhanbatu
105 SUMATERA BARAT Kab. Pesisir Selatan
106 Kab. Dharmas Raya
107 RIAU Kab. Kampar
108 Kab. Bengkalis
109 JAMBI Kab. Batanghari
110 Kab. Sarolangun
111 SUMATERA SELATAN Kab. Musi Rawas
112 Kab. Banyuasin
113 LAMPUNG Kab. Lampung Utara
114 KALIMANTAN
SELATAN
Kab. Hulu Sungai Tengah
115 Kab. Tabalong
116 Kab. Tanah Bumbu
117 Kab. Balangan
48
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
119 BENGKULU Kab. Bengkulu Utara
120 Kab. Muko-muko
121 Intensifikasi Tanaman Karet
SUMATERA SELATAN Kab. Musi Banyuasin
122 Kab. Muara Enim
123 Kab. Musi Rawas
124 Kab. Ogan Komering Ilir
125 Kab. Banyuasin
126 Kab. Penukal Abab
Lematang Ilir
127 KALIMANTAN
SELATAN
Kab. Banjar
128 Kab. Tapin
129 Kab. Hulu Sungai
Tengah
130 Kab. Tabalong
131 Kab. Tanah Bumbu
132 Kab. Balangan
133 Peremajaan Tanaman Kelapa
JAWA BARAT Kab. Sukabumi
134 Kab. Tasikmalaya
135 Kab. Pangandaran
136 JAWA TENGAH Kab. Jepara
137 Kab. Rembang
138 Kab. Banyumas
139 Kab. Cilacap
140 Kab. Purworejo
141 Kab. Klaten
142 DI YOGYAKARTA Kab. Gunung Kidul
49
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
144 ACEH Kab. Aceh Besar
145 Kab. Aceh Timur
146 Kab. Bireun
147 Kab. Aceh Jaya
148 SUMATERA UTARA Kab. Deli Serdang
149 Kab. Mandailing Natal
150 Kab. Nias Selatan
151 SUMATERA BARAT Kab. Limapuluh Kota
152 Kab. Padang Pariaman
153 Kab. Pesisir Selatan
154 RIAU Kab. Indragiri Hilir
155 Kab. Pelalawan
156 Kab. Kepulauan Meranti
157 JAMBI Kab. Tanjung Jabung
Barat
158 Kab. Tanjung Jabung
Timur 159 KALIMANTAN TENGAH Kab. Kapuas 160 Kab. Kotawaringin Timur
161 SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
162 Kab. Bolaang
Mongondow
163 Kab. Minahasa Selatan
164 Kab. Minahasa Utara
165 Kab. Minahasa
Tenggara
166 Kab. Bolaang
50
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
167 Kota Bitung
168 SULAWESI TENGAH Kab. Poso
169 Kab. Donggala
170 Kab. Toli-toli
171 Kab. Banggai
172 Kab. Buol
173 Kab. Banggai Kepulauan
174 Kab. Parigi Moutong
175 Kab. Tojo Una-una
176 Kab. Sigi
177 SULAWESI SELATAN Kab. Bone
178 Kab. Bulukumba
179 Kab. Jeneponto
180 Kab. Kepulauan Selayar
181 Kab. Barru
182 SULAWESI TENGGARA Kab. Buton
183 Kab. Muna
184 Kab. Bombana
185 Kab. Konawe Utara
186 Kab. Buton Utara
187 Kab. Konawe Kepulauan
188 Kab. Muna Barat
189 Kab. Buton Tengah
190 MALUKU Kab. Maluku Tengah
191 Kab. Maluku Tenggara
Barat
192 Kab. Kepulauan Aru
193 Kab. Seram Bagian
51
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
194 BALI Kab. Buleleng
195 Kab. Gianyar
196 Kab. Karangasem
197 NTB Kab. Lombok Tengah
198 Kab. Lombok Timur
199 Kab. Sumbawa
200 NTT Kab. Timor Tengah
Utara
201 Kab. Alor
202 Kab. Sikka
203 Kab. Lembata
204 Kab. Sumba Barat Daya
205 Kab. Malaka
206 PAPUA Kab. Nabire
207 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Tengah
208 Kab. Kepulauan Sula
209 Kab. Halmahera Timur
210 Kab. Halmahera Barat
211 Kab. Pulau Morotai
212 Kota Ternate
213 GORONTALO Kab. Gorontalo
214 Kab. Boalemo
215 Kab. Pohuwato
216 Kab. Bone Bolango
217 Kab. Gorontalo Utara
218 Perluasan Tanaman Kelapa
KALIMANTAN TENGAH
Kab. Barito Timur
219 MALUKU Kab. Maluku Tenggara
52
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
221 Kab. Teluk Wondama
222 Perluasan Tanaman Kelapa Kopyor
SUMATERA SELATAN Kab. Banyuasin
223 Kab. Musi Rawas Utara
224 Intensifikasi Tanaman Kelapa
MALUKU UTARA Kab. Halmahera Barat
225 Penataan Tanaman Sagu
PAPUA Kab. Jayapura
226 Kab. Nabire
227 Peremajaan Jambu Mete
SULAWESI TENGGARA Kab. Buton
228 Kab. Muna
229 Kab. Bombana
230 Kab. Wakatobi
231 Kab. Konawe Utara
232 Kab. Buton Utara
233 Kab. Muna Barat
234 Kab. Buton Tengah
235 NTB Kab. Bima
236 Kab. Dompu
237 NUSA TENGGARA
TIMUR
Kab. Timor Tengah Selatan
238 Kab. Alor
239 Kab. Flores Timur
240 Kab. Ende
241 Perluasan Tanaman Jambu Mete
SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
242 Kab. Jeneponto
243 Kab. Pangkajene
53
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
244 NTT Kab. Lembata
245 MALUKU UTARA Kab. Kepulauan Sula
246 Kota Ternate
247 Pengembangan Tanaman Kemiri Sunan
NTT Kab. Sumba Timur
248 Intensifikasi Tanaman Teh
JAWA TENGAH Kab. Pekalongan
249 Rehabilitasi Tanaman Teh
JAWA BARAT Kab. Cianjur
250 Kab. Purwakarta
251 Kab. Garut
252 Kab. Tasikmalaya
253 Kab. Majalengka
254 Kab. Bandung Barat
255 DI YOGYAKARTA Kab. Kulon Progo
256 Perluasan Tanaman Aren
JAWA TENGAH Kab. Temanggung
257 SUMATERA UTARA Kab. Langkat
258 SUMATERA BARAT Kab. Pasaman Barat
259 SULAWESI UTARA Kab. Minahasa Selatan
260 SULAWESI TENGAH Kab. Parigi Moutong
261 SULAWESI SELATAN Kab. Kepulauan Selayar
262 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Selatan
263 BANTEN Kab. Lebak
264 GORONTALO Kab. Gorontalo
265 Peremajaan Tanaman Jambu Mete
NTT Kab. Kupang
54
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
267 Kab. Timor Tengah
Utara 268 Perluasan Tanaman
Karet
KALIMANTAN BARAT Kab. Sintang
269 Perluasan Tanaman Jambu Mete
NTT Kab. Malaka
270 Penataan Tanaman Sagu
PAPUA Kab. Keerom
271 Perluasan Tanaman Kopi Arabika
PAPUA Kab. Pegunungan
Bintang 272 Penanaman Tanaman
Tebu
JAWA BARAT Kab. Subang
273 Kab. Cirebon
274 Kab. Indramayu
275 JAWA TENGAH Kab. Grobogan
276 Kab. Pemalang
277 Kab. Rembang
278 Kab. Blora
279 Kab. Banyumas
280 JAWA TIMUR Kab. Gresik
281 Kab. Situbondo
282 Kab. Banyuwangi
283 Kab. Jember
284 Kab. Lamongan
285 JAMBI Kab. Kerinci
286 SUMATERA SELATAN Kab. Ogan Komering Ilir
287 LAMPUNG Kab. Lampung Utara
288 SULAWESI SELATAN Kab. Gowa
289 Kab. Wajo
55
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
291 Kab. Maros
292 Kab. Sinjai
293 Kab. Jeneponto
294 Kab. Takalar
295 Kab. Soppeng
296 BALI Kab. Buleleng
297 Kab. Jembrana
298 NTB Kab. Bima
299 Kab. Dompu
300 Bongkar ratoon JAWA BARAT Kab. Cirebon
301 Kab. Kuningan
302 JAWA TENGAH Kab. Grobogan
303 Kab. Tegal 304 Kab. Pati 305 Kab. Kudus 306 Kab. Pemalang 307 Kab. Rembang 308 Kab. Blora 309 Kab. Purworejo 310 Kab. Klaten 311 Kab. Sragen 312 Kab. Karanganyar
313 JAWA TIMUR Kab. Gresik
314 Kab. Malang
315 Kab. Lumajang
316 Kab. Madiun
317 LAMPUNG Kab. Lampung Utara
56
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
319 Kab. Takalar
320 Rawat ratoon LAMPUNG Kab. Lampung Tengah
321 Kab. Lampung Utara
322 Kab. Way Kanan
323 SULAWESI SELATAN Kab. Gowa
324 Kab. Bone
325 Kab. Takalar
326 NTB Kab. Dompu
327 Penanaman Tanaman Nilam
JAWA BARAT Kab. Garut
328 Kab. Kuningan
329 JAWA TENGAH Kab. Semarang
330 Kab. Grobogan
331 Kab. Banyumas
332 Kab. Purbalingga
333 Kab. Boyolali
334 DI YOGYAKARTA Kab. Kulon Progo
335 JAWA TIMUR Kab. Malang
336 Kab. Madiun
337 Kab. Pacitan
338 ACEH Kab. Aceh Utara
339 Kab. Aceh Selatan
340 Kab. Aceh Jaya
341 SUMATERA BARAT Kab. Solok
342 Kab. Tanah Datar
343 Kab. Sawahlunto
344 Kab. Pasaman Barat
57
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
346 JAMBI Kab. Kerinci
347 SULAWESI TENGGARA Kab. Kolaka
348 Kab. Bombana
349 Kab. Konawe
350 BALI Kab. Karangasem
351 GORONTALO Kab. Pohuwato
352 Penanaman Tanaman Kapas
JAWA TENGAH Kab. Grobogan
353 Kab. Wonogiri
354 DI YOGYAKARTA Kab. Gunung Kidul
355 JAWA TIMUR Kab. Mojokerto
356 Kab. Pacitan
357 Kab. Lamongan
358 SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
359 Kab. Bone 360 Kab. Bulukumba 361 Kab. Bantaeng 362 Kab. Jeneponto 363 Kab. Takalar 364 Kab. Soppeng
365 BALI Kab. Buleleng
366 Kab. Karangasem
367 NTB Kab. Lombok Barat
368 Kab. Lombok Tengah
369 Kab. Lombok Timur
370 Kab. Sumbawa
371 Kab. Lombok Utara
372 NTT Kab. Timor Tengah
58
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
373 Kab. Manggarai Barat
374 Kab. Sumba Barat Daya
375 Pengembangan Tanaman Tembakau Virginia Krosok
NTB Kab. Lombok Tengah
376 Kab. Lombok Timur
377 Kab. Dompu
378 Penanaman Tanaman Tembakau
JAWA TENGAH Kab. Grobogan
379 Kab. Tegal
380 Kab. Banjarnegara
381 Kab. Magelang
382 Kab. Temanggung
383 DI YOGYAKARTA Kab. Bantul
384 Kab. Gunung Kidul
385 SUMATERA UTARA Kab. Karo
386 SUMATERA BARAT Kab. Agam
387 Kab. Limapuluh Kota
388 JAMBI Kota Sungai Penuh
389 LAMPUNG Kab. Lampung Selatan
390 Kab. Lampung Timur
391 Kab. Pringsewu
392 SULAWESI SELATAN Kab. Maros
393 BALI Kab. Buleleng
394 Kab. Gianyar
395 NTT Kab. Ende
396 Kab. Manggarai
397 Penanaman Tanaman Gambir
59
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
398 RIAU Kab. Kampar
399 SUMATERA SELATAN Kab. Musi Banyuasin
400 Perluasan Tanaman Lada
KALIMANTAN BARAT Kab. Sanggau
401 KALIMANTAN TIMUR Kab. Penajam Paser
Utara
402 SULAWESI SELATAN Kab. Luwu Timur
403 SULAWESI TENGGARA Kab. Konawe
404 Kab. Konawe Utara
405 KEP. BANGKA
BELITUNG
Kab. Bangka Tengah
406 Kab. Bangka Selatan
407 KALIMANTAN UTARA Kab. Bulungan
408 Kab. Nunukan
409 Rehabilitasi Tanaman Lada
LAMPUNG Kab. Lampung Utara
410 Kab. Lampung Timur
411 Kab. Way Kanan
412 Perluasan Tanaman Lada
KALIMANTAN BARAT Kab. Sambas
413 SULAWESI SELATAN Kab. Luwu Timur
414 SULAWESI TENGGARA Kab. Konawe
415 Kab. Konawe Utara
416 KEP. BANGKA
BELITUNG
Kab. Belitung
417 Kab. Bangka
418 Kab. Bangka Barat
419 Kab. Bangka Selatan
60
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
421 Rehabilitasi Tanaman Lada
LAMPUNG Kab. Lampung Utara
422 Kab. Tanggamus
423 Kab. Lampung Timur
424 Kab. Way Kanan
425 KEP. BANGKA
BELITUNG
Kab. Belitung
426 Kab. Bangka
427 Kab. Bangka Barat
428 Kab. Bangka Tengah
429 Kab. Bangka Selatan
430 Kab. Belitung Timur
431 Perluasan Tanaman Pala
JAWA BARAT Kab. Bogor
432 Kab. Sukabumi
433 Kab. Tasikmalaya
434 Kab. Kuningan
435 Kab. Pangandaran
436 JAWA TENGAH Kab. Jepara
437 Kab. Cilacap 438 Kab. Purbalingga 439 Kab. Banjarnegara 440 Kab. Magelang 441 Kab. Purworejo 442 Kab. Boyolali 443 Kab. Karanganyar 444 Kab. Wonogiri
445 ACEH Kab. Aceh Selatan
61
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
447 SUMATERA BARAT Kab. Agam
448 Kab. Pasaman
449 Kab. Pesisir Selatan
450 Kab. Pasaman Barat
451 SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
452 Kab. Minahasa Selatan
453 Kab. Minahasa Utara
454 SULAWESI TENGAH Kab. Banggai
455 Kab. Banggai Kepulauan
456 SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
457 Kab. Bone
458 Kab. Kepulauan Selayar
459 Kab. Soppeng
460 Kab. Enrekang
461 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Tengah
462 Kab. Halmahera Timur
463 Kab. Halmahera Barat
464 PAPUA BARAT Kab. Kaimana
465 Rehabilitasi Tanaman Pala
ACEH Kab. Aceh Selatan
466 Kab. Aceh Barat Daya
467 LAMPUNG Kab. Tanggamus
468 SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
469 Kab. Bolaang
Mongondow
470 Kab. Kepulauan Sangihe
471 Kab. Kepulauan Talaud
472 Kab. Minahasa Selatan
62
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
474 Kab. Minahasa
Tenggara
475 Kab. Kep. Siau
Tagulandang Biaro
476 Kota Bitung
477 MALUKU Kab. Maluku Tengah
478 Kab. Pulau Buru
479 Kab. Seram Bagian
Barat
480 Kab. Seram Bagian
Timur
481 Kab. Buru Selatan
482 Kota Ambon
483 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Selatan
484 Kab. Kepulauan Sula
485 Kab. Halmahera Timur
486 Kab. Pulau Morotai
487 Kota Ternate
488 Kota Tidore
489 PAPUA BARAT Kab. Fak Fak
490 Kab. Kaimana
491 Perluasan Tanaman Pala
SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
492 Kab. Bolaang
Mongondow
493 Kab. Minahasa Selatan
494 Kab. Minahasa Utara
495 Kab. Minahasa
Tenggara
496 Kab. Bolaang
63
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
497 Kab. Bolaang
Mongondow Timur
498 MALUKU Kab. Maluku Tengah
499 Kab. Maluku Tenggara
500 Kab. Pulau Buru
501 Kab. Buru Selatan
502 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Selatan
503 Kab. Kepulauan Sula
504 Kab. Halmahera Barat
505 Kab. Pulau Morotai
506 Kab. Pulau Taliabu
507 Kota Tidore Kepulauan
508 PAPUA BARAT Kab. Fak Fak
509 Rehabilitasi Tanaman Pala
SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
510 Kab. Bolaang
Mongondow
511 Kab. Kepulauan Sangihe
512 Kab. Kepulauan Talaud
513 Kab. Minahasa Selatan
514 Kab. Minahasa Utara
515 Kab. Minahasa
Tenggara
516 Kab. Kep. Siau
Tagulandang Biaro 517 Kab. Bolaang Mongondow Selatan 518 Kab. Bolaang Mongondow Timur 519 Kota Bitung
64
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
520 MALUKU Kab. Seram Bagian
Barat
521 Kab. Buru Selatan
522 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Tengah
523 Kab. Halmahera Utara
524 Kab. Pulau Morotai
525 Kota Ternate
526 Kota Tidore Kepulauan
527 Peremajaan Tanaman Pala
SULAWESI UTARA Kab. Kepulauan Sangihe
528 Kab. Kepulauan Talaud
529 Kab. Minahasa Utara
530 Kab. Kep. Siau
Tagulandang Biaro
531 Kota Bitung
532 MALUKU Kab. Maluku Tengah
533 Kab. Pulau Buru
534 Kab. Seram Bagian
Barat
535 Kab. Seram Bagian
Timur
536 Kab. Buru Selatan
537 Perluasan Tanaman Cengkeh
JAWA BARAT Kab. Garut
538 Kab. Tasikmalaya
539 JAWA TIMUR Kab. Ponorogo
540 SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
541 Kab. Bone
542 Kab. Sinjai
65
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
544 Kab. Kepulauan Selayar
545 Kab. Luwu Utara
546 Kab. Luwu Timur
547 SULAWESI TENGGARA Kab. Konawe Selatan
548 Kab. Konawe
549 NTT Kab. Manggarai
550 Kab. Manggarai Barat
551 Kab. Nagekeo
552 Kab. Manggarai Timur
553 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Utara
554 Kab. Halmahera Selatan
555 Kab. Halmahera Barat
556 Kab. Pulau Morotai
557 Kab. Pulau Taliabu
558 GORONTALO Kab. Boalemo
559 Kab. Pohuwato
560 Rehabilitasi Tanaman Cengkeh
JAWA BARAT Kab. Cianjur
561 Kab. Garut
562 Kab. Tasikmalaya
563 SUMATERA UTARA Kab. Simalungun
564 SUMATERA BARAT Kab. Pasaman
565 Kab. Pesisir Selatan
566 SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
567 Kab. Bolaang
Mongondow
568 Kab. Minahasa Selatan
66
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
570 Kab. Minahasa
Tenggara
571 Kab. Bolmong Timur
572 SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
573 Kab. Bone
574 Kab. Luwu
575 Kab. Sinjai
576 Kab. Bulukumba
577 Kab. Kepulauan Selayar
578 Kab. Enrekang
579 Kab. Luwu Utara
580 SULAWESI TENGGARA Kab. Kolaka
581 Kab. Konawe Utara
582 MALUKU Kab. Maluku Tengah
583 Kab. Pulau Buru
584 Kab. Seram Bagian
Barat
585 Kota Ambon
586 BALI Kab. Buleleng
587 NTT Kab. Manggarai
588 Kab. Manggarai Barat
589 Kab. Nagekeo
590 Kab. Manggarai Timur
591 MALUKU UTARA Kab. Halmahera Utara
592 Kab. Halmahera Selatan
593 Kab. Kepulauan Sula
594 Kab. Halmahera Barat
595 Kab. Pulau Morotai
67
No. kegiatan PROVINSI KABUPATEN/KOTA
597 GORONTALO Kab. Gorontalo
598 Kab. Bone Bolango
599 KEPULAUAN RIAU Kab. Natuna
600 Peremajaan Tanaman Cengkeh
SULAWESI UTARA Kab. Minahasa
601 Kab. Bolaang
Mongondow
602 Kab. Minahasa Selatan
603 Kab. Minahasa Utara
604 Kab. Minahasa
Tenggara
605 Kab. Bolmong Timur
606 SULAWESI TENGAH Kab. Donggala
607 Kab. Toli-toli
608 Kab. Banggai
609 Kab. Parigi Moutong
610 Kab. Tojo Una-una
611 SULAWESI SELATAN Kab. Wajo
612 Kab. Bone
613 Kab. Luwu
614 Kab. Sinjai
615 Kab. Bulukumba
616 Kab. Kepulauan Selayar
617 Kab. Luwu Utara
618 Penanaman Tanaman Vanili
NTB Kab. Bima
68 Lampiran 2. Daerah Miskin yang ditetapkan oleh BAPPENAS No Lokasi Provinsi/ Kabupaten Lokasi Desa/ Kecamatan Program/Kegiatan 1 JAWA BARAT Bandung Barat
Ciptagumati Brigade Pengendalian OPT (Operasional Regu Pengendali OPT)
Demplot pengendalian OPT
Simpang Brigade Proteksi Tanaman
(Operasional regu pengendali OPT)
Pelatihan perbanyakan dan penyebaran APH 2 JAWA TENGAH
Grobogan Karangharjo Pelatihan perbanyakan dan penyebaran APH
Klaten Sumyang Brigade Pengendalian OPT Purbalingga Candinata Demplot pengendalian OPT
Pemalang Wangkelang Brigade Pengendalian OPT (Operasional Regu Pengendali OPT)
3 BANTEN
Pandeglang Kadugadung Brigade Proteksi Tanaman (Operasional Regu Pengendali OPT)