• Tidak ada hasil yang ditemukan

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

EXECUTIVE SUMMARY

PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

(2)

KATA PENGANTAR

Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor : 34/PRT/M/2015 pada Tahun Anggaran 2015, Balai Irigasi melalui Satuan Kerja Balai Litbang Teknologi Irigasi melaksanakan kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi.

Tujuan kegiatan ini adalah tersusunya peta zonasi potensi lahan irigasi dan peta alih fungsi lahan irigasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi. Kegiatan ini penting dilaksanakan untuk mendukung ketahanan pangan nasional yang terkendala maraknya alih fungsi lahan irigasi. Data alih fungsi perlu diidentifikasi agar kemudian dapat disusun strategi pengembangan lahan irigasi di lokasi-lokasi yang berpotensi.

Kegiatan ini masuk ke dalam kelompok output Teknologi Terapan untuk

mendukung Teknologi Jaringan Irigasi. Pada tahun 2015 dihasilkan output berupa

Model Sistem Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan dan Alih Fungsi Lahan Irigasi di Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua.

Buku Executive Summary ini ditulis oleh Hanhan A Sofiyuddin, S.TP, M.Agr dan

seluruh tim pelaksana kegiatan di bawah koordinasi Marasi Deon J., ST, M.PSDA sebagai Kepala Seksi Litbang dengan bimbingan Dr. Ir. Eko Winar Irianto, MT selaku penanggung jawab kegiatan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksaan kegiatan sampai tersusunnya Executive Summary ini.

Bandung, Desember 2015

Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air

Dr. Ir. William M. Putuhena, M.Eng NIP. 19570722 198503 1 002

(3)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI ... 3 DAFTAR GAMBAR ... 4 DAFTAR TABEL ... 4 1. Latar Belakang ... 5 2. Tujuan ... 6 3. Sasaran ... 7

3.1. Sasaran Keluaran (Output) ... 7

3.2. Sasaran Mutu ... 7

4. Lingkup Kegiatan ... 8

5. Metode ... 8

5.1. Pembuatan Konsep Peta ... 8

5.1.1. Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi ... 8

5.1.2. Pemetaan Zonasi Alih Fungsi Lahan Irigasi ... 11

5.2. Groundcheck ... 11

5.3. Finalisasi Peta ... 11

6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN ... 12

6.1. Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi ... 12

6.2. Alih Fungsi Lahan ... 15

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

7.1 Kesimpulan ... 17

5.2 Saran ... 17

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pohon keputusan dalam analisis data ... 10

Gambar 2. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Kalimantan ... 13

Gambar 2. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Maluku ... 14

Gambar 4. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Papua ... 14

Gambar 5. Alih fungsi lahan sawah di Kalimantan ... 16

Gambar 6. Alih fungsi lahan sawah di Maluku ... 16

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar parameter yang digunakan ... 8

Tabel 2. Nilai skoring tiap parameter ... 10

Tabel 3. Nilai skoring akhir ... 10

Tabel 4. Luasan potensi pengembangan irigasi ... 12

Tabel 5. Hasil analisa perubahan tutupan lahan ... 15 Halaman

(5)

1. Latar Belakang

Luas Daerah Irigasi di Indonesia berdasarkan Kepmen PU No.

293/KPTS/M/2014 7.145.168 Ha. Adanya alih fungsi lahan beririgasi menjadi

lahan permukiman dan industri menjadi kendala bagi pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, dalam jangka panjang akan berdampak terhadap menurunnya ketahanan pangan nasional, untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan kebijakan pengembangan lahan beririgasi. Pengembangan irigasi diharapkan dapat meningkatkan kerterjaminan air irigasi sehingga indeks pertanaman dan produktivitas lahan dapat meningkat.

Kegiatan ini sesuai dengan kegiatan Puslitbang SDA terkait dengan peningkatan kualitas data dalam pengelolaan Sumber Daya Air. Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2012 dengan output berupa model sistem berupa peta zonasi dan alih fungsi lahan irigasi di Pulau Jawa, dan dilanjutkan dengan pemetaan zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi di Pulau Sumatera pada tahun 2013 dan tahun 2014 pemetaan zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi untuk Wilayah Sulawesi, NTB dan Bali. Sedangkan tahun 2015 ini direncanakan akan menghasilkan model sistem berupa peta zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua.

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya menunjukkan bahwa alih fungsi lahan irigasi (sawah) ke sektor nonpertanian (industri, perumahan dan tegalan) di Pulau Jawa periode tahun 2006-2011, terjadi cukup luas sebesar 741.948,88 hektar, atau 20,785 %, sedangkan rerata laju alih fungsi lahan irigasi di P.Jawa setiap tahunnya 4,157 %. Adanya alih fungsi lahan di P.Jawa yang cukup besar akan menjadi masalah dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah dan menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengembangan lahan irigasi (Balai Irigasi, 2012).

Pengembangan lahan beririgasi tersebut dalam pengaplikasiannya perlu mempertimbangkan kesiapan daerah agar teknologi irigasi yang diterapkan dapat bermanfaat secara berkelanjutan. Teknologi irigasi yang sangat efisien dengan nilai investasi yang cukup tinggi dapat diterapkan pada daerah yang telah berkembang. Pembiayaan dapat dibebankan kepada pemerintah daerah sehingga

(6)

irigasi dapat dikelola secara mandiri. Namun pada daerah yang belum berkembang dan ketersediaan air cukup banyak, teknologi irigasi yang dipilih adalah teknologi irigasi sederhana dengan nilai investasi serta kebutuhan operasi dan pemeliharaan yang rendah. Pembiayaan dibantu oleh pemerintah pusat agar pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan dapat optimal.

Dalam rangka mengidentifikasi hal tersebut, perlu dilakukan pemetaan alih fungsi lahan sawah beririgasi dan pengkajian untuk menentukan tingkat kesiapan suatu daerah dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi, terutama dari aspek agroekologi, ketersediaan air, sosial, budaya dan ekonomi. Hasil dari studi ini dapat dijadikan acuan awal untuk menentukan skala prioritas upaya pengembangan irigasi. Pengkajian dilakukan mencakup alih fungsi lahan dan kriteria-kriteria pengembangan irigasi agar kemudian dapat disusun peta zonasi irigasi yang dapat digunakan dalam penentuan kebijakan pengembangan dan pengelolaan lahan beririgasi. Untuk itu Pusat Litbang SDA perlu menyusun peta zonasi potensi dan alih fungsi lahan irigasi sebagai landasan pemerintah dalam pengembangan lahan irigasi di Indonesia.

Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan terintegrasi Pusat Litbang Sumber Daya Air dalam mendukung terwujudnya teknologi terapan Teknologi Jaringan Irigasi. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan selama 6 (enam) tahun mulai tahun 2012 s.d. 2017, dengan output tahun 2015 akan dihasilkan 1 (satu) model sistem Pemetaan Alih Fungsi dan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi di Kalimantan, Maluku dan Papua. Pada tahun 2016 akan dilakukan kegiatan untuk menyusun Naskah Kebijakan Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi dan pada tahun 2017 akan disusun Naskah Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi di Lahan Irigasi.

2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah tersusunnya peta zonasi potensi lahan irigasi dan peta alih fungsi lahan irigasi di Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi.

(7)

3. Sasaran

3.1. Sasaran Keluaran (Output)

Sasaran keluaran (output) dari Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi

Lahan Irigasi pada tahun 2015 adalah: Model Sistem Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan dan Alih Fungsi Lahan Irigasi di Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua, dengan komponen output:

- Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi. - Peta Alih Fungsi Lahan Irigasi.

Pada tahun 2016 akan dilakukan kegiatan untuk menyusun Naskah Kebijakan Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi dan pada tahun 2017 akan disusun Naskah Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi di Lahan Irigasi.

3.2. Sasaran Mutu

Sasaran mutu kegiatan ini adalah tercapainya 1 Model Sistem Zonasi Potensi Pengembangan dan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Irigasi, dengan karakteristik sebagai berikut:

- Tersusunnya komponen output berupa 1 unit Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi dengan skala 1:250.000 yang dapat digunakan dalam acuan pengembangan daerah irigasi di Pulau Kalimantan, Maluku dan Papua (dan selesai bulan Desember 2015). - Tersusunnya komponen output berupa 1 unit Peta Alih Fungsi Lahan

Irigasi dengan skala 1:250.000 yang dapat digunakan dalam analisis kecenderungan perubahan alih fungsi pada tahun 2010 hingga 2013 di Kalimantan, Maluku dan Papua (dan selesai bulan Desember 2015). Sasaran mutu ini akan dievaluasi ketercapaiannya pada setiap pelaksanaan kegiatan.

(8)

4. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan Pemetaan Zonasi Potensi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2015 yaitu terdiri dari:

1. Penyusunan Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi di Kalimantan, Maluku dan Papua.

2. Penyusunan Peta Alih Fungsi Lahan untuk Kalimantan, Maluku dan Papua.

5. Metode

5.1. Pembuatan Konsep Peta

5.1.1. Pemetaan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi

Peta tematik yang digunakan dalam pemetaan zonasi potensi pengembangan irigasi adalah peta yang sesuai dengan 8 kriteria pengembangan irigasi.Dengan mempertimbangkan ketersediaan data, ke-8 data tersebut diterjemahkan dalam bentuk data spasial dengan sumber seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar parameter yang digunakan

No. Parameter Sumber Data spasial

1. Tanah BBSDLP-Kementerian Pertanian

2. Ketersediaan Air PUSLITBANG, SDA-PU

3. Bebas banjir / genangan BMKG-BIG-PU

4. Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW)

DITJEN Tata Ruang -PU

5. Hambatan status lahan Lapangan dan BPS

6. Petani penggarap Lapangan dan BPS

7. Potensi desa (IPM) BPS

8. Infrastruktur / Sarana

pemasaran produksi

PUSDATA-PU

Delapan parameter ini mempunyai tingkat pengaruh yang berbeda terhadap penentuan potensi pengembangan daerah irigasi. Dalam penentuan

(9)

Penggunaan metode ini untuk mengakomodasi tingkat pengaruh yang berbeda dari kedelapan parameter, dengan membentuk suatu hierarki untuk menunjukkan tingkat pengaruhnya terhadap hasil. Secara umum, proses akan lebih banyak menggunakan proses operasi overlay (tumpang tindih) dengan kombinasi penggunaan skoring. Skoring disini disesuaikan dengan hierarki yang disusun, yang diekspresikan dalam pemberian nilai skoring terhadap tiap-tiap parameter.dari hasil analisis didapatkan nilai skoring pada Tabel 2.

Pengkelasan didasarkan pada kriteria yang ditentukan yang kemudian disampaikan dalam bentuk rentang nilai berdasarkan nilai potensi pada tahap sebelumnya. Sesuai dengan hierarki yang dibuat, maka nantinya akan dihasilkan nilai maksimum dan minimum dari setiap kelas potensi. Pada kelas paling bawah adalah wilayah yang sesuai pada dua parameter utama (1,2) namun tidak sesuai pada 6 parameter lainnya. Kelas ini dianggap sebagai kelas yang paling rendah. Kemudian kelas diatasnya adalah kelas yang sesuai dengan parameter utama ditambah dengan minimal 2 parameter dari parameter tingkat kedua (3,4,6). Acuan seperti dilakukan hingga nantinya didapatkan kelas yang paling sesuai adalah kelas yang dari 8 parameter menyatakan sesuai untuk daerah irigasi. Untuk nilai dibawah 2000 sendiri akan dimasukkan dalam kelas non potensi, penjelasan mengenai kelas zonasi potensi pengembangan lahan irigasi disajikan dalam Tabel 3.

(10)

8 Kriteria Pengembangan Irigasi 3,4,5 berpotensi Tidak berpotensi 1,2 Berpotensi sedang Berpotensi cukup berpotensi rendah

Berpotensi sangat tinggi Berpotensi tinggi

6,7,8 ya

tidak

3,4,5 = iya 3 & 4 atau 4 & 5

atau 3 & 5 3 atau 4 atau 5

Atau 3,4,5 = tidak

6,7,8 = iya 6 & 7 atau 7 & 8

atau 6 & 8 8 Kriteria

Pengembangan Irigasi

Berpotensi sedang 6 atau 7 atau 8

Gambar 1. Pohon keputusan dalam analisis data

Tabel 2. Nilai skoring tiap parameter

No. Parameter Skoring (faktor pengali)

1. Tanah 1000

2. Ketersediaan Air 1000

3. Bebas banjir / genangan 100

4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 100

5. Petani penggarap 100

6. Hambatan status lahan 10

7. Indeks Potensi Desa (IPM) 10

8. Infrastruktur / Sarana pemasaran produksi 10

Sumber : Balai Irigasi (2014)

Tabel 3. Nilai skoring akhir

No. Kelas Nilai Potensi

1. Potensi sangat tinggi 2330

2. Potensi tinggi 2320 s.d < 2330

3. Potensi sedang 2300 s.d < 2320

4. Potensi cukup rendah 2200 s.d < 2300

5. Potensi rendah 2000 s.d < 2200

(11)

5.1.2. Pemetaan Zonasi Alih Fungsi Lahan Irigasi

Untuk menyusun Peta Alih Fungsi lahan di Kalimantan, Maluku dan Papua, penentuan luasan alih fungsi lahan (periode tiga tahunan) dilakukan menggunakan peta tutupan lahan berunut waktu. Laju alih fungsi lahan dihitung berdasarkan seri peta yang tersedia antara tahun 2003– 2006, 2006 – 2009, 2009 – 2011 dan 2011 – 2013.

5.2. Groundcheck

Titik lokasi groundcheck yang telah ditentukan sebelumnya kemudian di cek

langsung ke lapangan. Kriteria penentuan titik groundcheck adalah pada daerah

yang masuk dalam daerah potensi irigasi (warna hijau) yaitu dengan menentukan koordinat x dan y untuk selanjutnya dikunjungi di lapangan untuk dilihat

bagaimana kondisi eksistingnya. Proses cek di lapangan dilakukan

sesuai dengan form groundcheck yang telah dibuat meliputi:

a. Lokasi (koordinat x, y), desa, kecamatan, provinsi. b. Sumber air.

c. Keterangan alih fungsi.

d. Kondisi eksisting tutupan lahan.

e. Keterangan pernah mengalami banjir atau tidak. f. Foto Lokasi.

g. Ada tidaknya akses pasar. h. Kondisi Infrastruktur.

5.3. Finalisasi Peta

Evaluasi dilakukan untuk penilaian terhadap kesesuaian hasil cek di lapangan dengan peta potensi irigasi yang telah dibuat, yaitu dengan

membandingkan hasil groundcheck dengan posisi titik pada peta, apakah titik

yang ada di lapangan telah masuk kedalam polygon potensi irigasi pada peta

potensi irigasi. Setelah proses evaluasi selesai, proses pembuatan peta dengan menampilkan informasi potensi pengembangan irigasi dan dikoreksi dengan peta tata guna lahan terkini.

(12)

6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

6.1. Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi

Hasil analisis setiap parameter tersebut terdapat Tabel 4 dan Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Di Kalimantan, wilayah yang berpotensi umumnya mengumpul di dekat sungai dan wilayah landai yang mendekati pantai. Tipe tanah yang umum adalah gambut dan air diduga dapat disuplai dari sungai melalui mekanisme pasang surut. Karena daerah yang landai, banyak daerah yang rawan banjir. Pengaturan drainase diperlukan untuk mengatasi hal ini. Di Maluku, lahan berpotensi cukup terbatas karena kondisi tanah yang tidak cocok karena tingkat drainase yang cukup tinggi. Lokasi yang cukup landai tersebar mendekati wilayah pantai. Di Papua, sebagian besar lahan tidak diperuntukkan untuk pertanian. Namun demikian, lokasi yang berpotensi cukup besar yang diantaranya berada di wilayah Merauke.

Tabel 4. Luasan potensi pengembangan irigasi

Wilayah yang memilki lahan potensi paling tinggi yaitu Pulau Kalimantan yang mayoritas berada di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur karena mayoritas memiliki jenis tanah dan ketersediaan air yang mendukung untuk pengembangan daerah irigasi. Deskripsi dari masing-masing area potensi akan dijelaskan secara lebih rinci pada sub bab berikutnya, karena masing-masing daerah memiliki kondisi lahan yang beragam. Terdapat area yang sebenarnya subur (kondisi tanah mendukung untuk lahan pengembangan daerah irigasi) namun tidak terdapat sumber air yang dapat menjangkau area tersebut, terdapat pula area yang petani penggarapnya tidak tersedia, dan lain sebagainya.

(13)
(14)

Gambar 3. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Maluku

(15)

6.2. Alih Fungsi Lahan

Hasil finalisasi Peta Alih Fungsi berdasarkan analisa perubahan tutupan lahan di antara tahun 2000 hingga 2013 terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisa perubahan tutupan lahan

Provinsi Luasan (Ha)

Penambahan Pengurangan Sawah 2013

Kalimantan Barat 9.045 9.467 199.383 Kalimantan Selatan 59.461 1.657 283.963 Kalimantan Tengah 17.720 30 296.783 Kalimantan Timur 639 279 5.595 Kalimantan Utara 509 111 2.382 Maluku 2.144 1.735 8.956 Maluku Utara 4.641 328 8.105 Papua 1.926 - 13.272 Papua Barat - - 1.907

Pada ketiga daerah tersebut umumnya alih fungsi tidak terjadi secara signifikan. Sebaliknya dengan adanya program-program pemerintah baik dari Kementerian PUPR ataupun Pertanian, luasan lahan sawah tetap mengalami kenaikan karena adanya pembangunan daerah irigasi dan pencetakan sawah baru. Di wilayah Kalimantan laju alih fungsi teridentifikasi sebanyak 0,11% pertahun atau 888 Ha/tahun, Di wilayah Maluku, laju alih fungsi adalah 0,93% atau 159 Ha/tahun. Di Wilayah Papua, alih fungsi tidak teridentifikasi. Alih fungsi lahan sawah di wilayah Kalimantan tersaji pada Gambar 55. Lahan sawah umumnya beralih fungsi menjadi menjadi lahan pertanian kering primer atau perkebunan. Perubahan lahan menjadi perkebunan paling banyak terdapat di Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Kubu Raya. Di Maluku, alih fungsi lahan sawah tersaji pada Gambar 66. Lahan sawah umumnya beralih fungsi menjadi tanah

(16)

Gambar 5. Alih fungsi lahan sawah di Kalimantan

Gambar 6. Alih fungsi lahan sawah di Maluku

0 1000 2000 3000 4000 5000

Belukar Rawa Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Sekunder Perkebunan Pertambangan Pertanian Lahan Kering Primer Pertanian Lahan Kering Sekunder Savana Semak / Belukar Tambak Tanah Terbuka Luas (Ha) - 500 1.000 1.500 2.000 Semak/Belukar Tanah terbuka Transmigrasi Luas (Ha)

(17)

7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan

1. Lahan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi lahan irigasi berdasarkan hasil pemetaan zonasi potensi pengembangan lahan irigasi untuk Kalimantan sebesar 4.431.763 Ha, Maluku sebesar 174.161 Ha, dan Papua sebesar 1.892.873 Ha yang tersebar diseluruh kabupaten masing-masing provinsi hasil kajian.

2. Berdasarkan analisis, alih fungsi lahan sawah yang terjadi di Kalimantan, Maluku dan Papua lebih kecil dibandingkan laju pencetakan sawah baru. Di Kalimantan tercatat alih fungsi sebesar 888 Ha/tahun dan Maluku 159 Ha/tahun.

3. Alih fungsi lahan sawah di Kalimantan umumnya menjadi perkebunan dan lahan pertanian primer. Di Maluku, alih fungsi umumnya menjadi lahan terbuka (tidak ditanami).

4. Dengan memperhatikan laju alih fungsi yang kecil dan luasan potensi yang besar, dapat disimpulkan bahwa wilayah Kalimantan, Maluku, dan Papua sangat berpotensi untuk menjadi wilayah pengembangan lahan irigasi

5.2 Saran

1. Pengembangan irigasi di ketiga wilayah tersebut perlu didukung dengan adanya kebijakan peningkatan akses jalan dan penyediaan petani (transmigrasi atau penyuluhan masyarakat lokal).

2. Dianjurkan untuk penelitian serupa agar menggunakan peta dari BIG sebagai acuan. BIG telah mencanangkan program One-Map dengan merangkum peta dari berbagai instansi. Selain itu, peta dapat diperoleh secara gratis untuk institusi pemerintahan dan perguruan tinggi.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Irigasi. 2012. Laporan Penelitian Zonasi dan Alih Fungsi Lahan Irigasi. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum.

De By, R.A. 2001.A gentle introduction to GIS. Dalam R.A. de By (ed.), Principles of Geographic InformationSystems - An Introductory Textbook. Enschede, The Netherlands: The International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences.

Direktorat Irigasi. 2010. Buku Pintar Irigasi. Direktorat Irigasi dan Rawa. Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2014. Kriteria Perencanaan Irigasi – Bagian

Perencanaan (KP – 01). Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

Kementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Iqbal, M., Sumaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanianbertumpu pada partisipasi masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2: 167-182 .

Irawan, B. 2004.Konversi lahan sawah di Jawa dan dampaknya terhadap produksi padi. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, A.M. Fagi (Ed.), Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Jakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Muqorrobin, M., Widya W. Utami dan Dewi.ArifintyA.Agustina. 2013. Fenomena alih fungsi lahan irigasi terhadap produksi padi di Pulau Jawa. Dalam Prosiding Kolokium Puslitbang Sumber Daya Air 2013. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum.

Ritung, S., N. Suharta. 2007. Sebaran dan potensi pengembangan sawah bukaan baru. Dalam F. Agus, D. Santoso, Wahyunto (Ed.), Tanah Sawah Bukaan Baru. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembagan Sumber Daya Lahan Pertanian.

Supadi. 2009. Model Pengelolaan Irigasi Memperhatikan Kearifan Lokal. Disertasi Doktor Teknik Sipil. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

(19)

Gambar

Tabel 1. Daftar parameter yang digunakan
Gambar 1. Pohon keputusan dalam analisis data  Tabel 2. Nilai skoring tiap parameter
Tabel 4. Luasan potensi pengembangan irigasi
Gambar 2. Peta Zonasi Potensi Pengembangan Irigasi Wilayah Kalimantan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Listyorini berkaitan dengan media animasi diperoleh hasil bahwa penggunaan media animasi dalam pembelajaran langsung

Termokopel merupakan sambungan (junction) dua jenis logam atau campuran yang salah satu sambungan logam tadi diberi perlakuan suhu yang berbeda dengan sambungan lainnya. Sambungan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antar unsur yang membangung novel cahaya cinta pesantren sangat kuat dan

Pengamatan dilakukan oleh 1 orang guru sebagai kolaborator yang mengamati guru dan siswa saat kegiatan belajar mengajar dengan model Reading Guide Plus Discussion..

a. Data Primer, yaitu sumber-sumber langsung ditulis dari tangan pertama. Atau yang karangan yang ditulis oleh Bung Karno, yang diantaranya buku yang berjudul: “Di

Seperti telah diketahui bahwa yang dilarang dalam undang-undang ini adalah praktek monopoli yang memusatkan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha yang

Pelaksanaan Administrasi Keuangan dan Umum merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar untuk mengolah data dan mengkoordinasi di

a. Pernyataan tidak puas secara tertulis; d. Pembebasan dari jabatan.. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Putra Widanis, S.STP, M.Si. selaku kepala Bidang Pembinaan