• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan bumi membentuk tanah (Hardiyatmo, 1995).

Menurut Terzaghi dan Peck, 1967 tanah adalah kumpulan butiran mineral alami yang bisa dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila butiran termaksud diaduk dalam air, sedangkan batuan merupakan agregat mineral yang satu sama lainnya diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen dan kuat.

Jenis tanah yang kami tinjau dalam penelitian ini merupakan tanah yang memiliki kandungan mineral lempung, dimana tanah lempung adalah kumpulan dari partikel-partikel mineral lempung dan bukan lempung, yang memiliki sifat-sifat yang sebagian besar, walaupun tidak secara keseluruhan, ditentukan oleh mineral-mineral lempung.

Mineral-mineral lempung pada intinya adalah hidrat aluminium silikat yang mengandung ion-ion Mg, K, Ca, Na dan Fe. Mereka bisa digolongkan ke dalam empat golongan besar, yaitu kaolinit, smectit (montmorillonit), illit (mika hidrat) dan chlorite. Mineral-mineral lempung biasanya adalah produk pelapukan batuan. Mereka terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya, dan selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.

Pada umumnya, batas cair suatu lempung berkurang berurutan dari

montmorillonit, attapulgit, illit, halloysit, kaolinit seperti diperlihatkan pada tabel berikut ini :                  

(2)

Tabel 2.1 Plastisitas mineral-mineral lempung (Attewel, 1976; Lambe & Whitman, 1969)

Sumber :Panduan Geoteknik 1

Kadar air yang tinggi pada halloysit, yang terdapat pada pipa-pipanya tidak berpengaruh pada sifat-sifat teknisnya tetapi menghasilkan batas cair semu yang tinggi.

Nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan kaolinit pada Gambar 2.1

                 

(3)

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.1 Batas-batas Atterberg Kaolinit dan Halloysit

Batas cair yang tinggi pada montmorillonit adalah sebagai akibat dari banyaknya lapisan-lapisan air di antara partikel-partikel lempung. Batas-batas cair illit dan

montmorillonit dibandingkan pada Gambar 2.2

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.2 Batas Cair Illit dan Montmorillonit

Mineral-mineral tersebut juga terpengaruh oleh sifat-sifat kimia air pori. Contohnya ion-ion yang berbeda pada air pori montmorillonit memiliki pengaruh yang

besar seperti terlihat pada Gambar 2.3

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.3 Batas Cair Ca – Na Sodium

Jadi suatu sedimen yang terendapkan pada suatu lingkungan marin didaerah batu gamping, maka kandungan kation montmorillonit dapat berubah dari Na ke Ca                  

(4)

dan pada kadar air yang tidak berubah yang semula mendekati batas plastis setelah mengalami perubahan kation mendekati batas cair (Panduan Geoteknik, 2001).

Sedangkan untuk perilaku swelling (pengembangan) dari mineral lempung, dapat dilihat dari gambar dibawah ini :

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.4 Perilaku Pengembangan Beberapa Mineral Lempung

Nilai-nilai permeabilitas dari mineral-mineral lempung dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Permeabilitas Relatif Mineral-mineral Lempung

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Tanah lempung yang memiliki mineral dengan sifat-sifatnya tersebut akan dijadikan tanah dasar (subgrade) dari suatu konstruksi bangunan, dimana bagian terpenting dari konstruksi jalan adalah jenis tanah yang digunakan sebagai tanah dasar (subgrade), karena tanah inilah yang akan mendukung beban di atasnya, baik beban statis ataupun beban dinamis.

2.2 Tanah sebagai Lapisan Tanah Lunak

Lapisan tanah yang disebut sebagai lapisan tanah lunak adalah lempung (clay) atau lanau (silt) yang mempunyai harga penetrasi standar SPT (N) yang lebih kecil dari 4 atau tanah organic seperti gambut yang mempunyai kadar air yang sangat tinggi. Lapisan tanah lunak ini umumnya sebagian besar terdiri dari                  

(5)

butiran-butiran yang sangat kecil. Selain itu pada lapisan tanah lunak , semakin muda umur akumulasinya maka akan semakin tinggi letak muka airnya dimana pada lapisan muda ini kurang mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.

Sifat – sifat yang umumnya dimiliki oleh tanah lunak antara lain :

 Gaya gesernya sangat kecil;

 Kemampatan yang besar;

 Koefisien pemeabelitas yang kecil.

Jadi , apabila pembebanan konstruksi melebihi daya dukung kritisnya maka dalam jangka waktu yang lama, penurunan akan meningkat dan akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.

2.3 Tanah sebagai Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah lempung (clays) sebagian besar terdiri dari patikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clays minerals), dan mineral-mineral yang sangat halus lainnya. Dari segi mineral (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (dan mineral lempung) ialah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air. Kejelekan dari tanah berplastisitas tinggi diantaranya :

1. Susah untuk dipadatkan

2. Memiliki sifat kembang susut yang cukup tinggi

3. Bisa menimbulkan suatu keretakan pada konstruksi jalan akibat kembang susutnya

4. Jika tanah dengan sifat demikian menjadi lapisan tanah dasar (subgrade) dari

suatu konstruksi jalan dengan perkerasan kaku maka akan terjadi gaya yang cukup besar yang dapat mendorong tanah dasar tersebut keatas dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap konstruksi perkerasan jalan.

                 

(6)

Daya dukung tanah dasar merupakan faktor penting yang sangat menentukan tebal perkerasan, komposisi dan kinerjanya. Kekuatan tanah dasar tergantung pada kondisi tanah tersebut baik pada saat konstruksi maupun selama umur rencana perkerasan. Tipe tanah, kepadatan dan kadar air adalah faktor-faktor yang sangat menentukan daya dukung tanah sebagai tanah dasar (subgrade) dari suatu konstruksi. Untuk mempermudah mempelajari dan membicarakan sifat-sifat tanah yang akan dipergunakan sebagai tanah dasar, tanah itu dikelompokan berdasarkan sifat plastis dan distribusi ukuran partikelnya. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun dari pemeriksaan (Hardiyatmo, 2010). Berikut ini akan dijelaskan mengenai klasifikasi tanah.

2.4 Pozzolan

Pozzolan pada dasarnya merupakan bahan alami atau buatan yang sebagian besar kandungannya terdiri dari unsur-unsur silikat dan aluminat atau keduanya. Kandungan minimum dan maksimum unsur oksida yang harus ada pozzolan dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Pozzolan

Kandungan Kimia Kelas Campuran Mineral

N F C

SiO2 + Fe2O3+ Al2O3 minimum % 70 70 50

SO3 maksimum % 4 5 5 Kadar Air maksimum % 3 3 3 Hilang Karena Pembakaran maksimum % 10 6 6

Sumber : google.com

Pada dasarnya pozzolan dapat dibagi dua yaitu pozzolan alami dan pozzolan buatan. Pozzolan alami juga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu dari batuan alam dan dari tumbuh-tumbuhan tertentu, setelah dibakar dengan suhu tertentu dapat menghasilkan abu , dimana abunya dapat bersifat seperti pozzolan misalnya abu sekam padi. Sedangkan pozzolan buatan oleh manusia melalui proses pembakaran misalnya pembakaran tanah liat, sisa-sisa pembakaran bata atau                  

(7)

genteng, sisa pembakaran batu bara atau terak dari tungku peleburan besi yang didinginkan dengan cepat (Muchtaranda dan Rawiyana, 2004).

2.5 Abu Gergaji Kayu

Sumber : google.com

Gambar 2.1Abu Gergaji Kayu

Abu gergaji kayu (wood ash) merupakan limbah industri penggergajian kayu yang dapat dipakai sebagai material pozollan, yaitu material yang banyak mengandung silika dan alumina. Jumlah ketersediaan abu gergaji kayu per tahunnya dimulai dari tahun 2002 hingga tahun 2006 sangat besar seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Jumlah Ketersediaan Abu Gergaji (2002-2006)

Sumber : Departemen Kehutanan (2006)                  

(8)

Namun tidak semua abu gergaji yang ada telah termanfaatkan, sehingga bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menjadi masalah lingkungan yang serius.

Umumnya sebagian limbah abu gergaji ini hanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal abu gergaji kayu merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai kalor yang relatif besar. Dengan mengubah abu gergaji menjadi stabilisator tanah, maka akan meningkatkan nilai ekonomis bahan tersebut, serta mengurangi pencemaran lingkungan. Untuk memanfaatkan abu gergaji kayu sebagai stabilisator tanah maka dilakukan proses pembakaran/pengabuan abu gergaji kayu.

Dalam proses pengabuan, bahan-bahan organic yang terkandung dalam kayu akan terbakar sedangkan bahan-bahan anorganik akan tertinggal.Bahan anorganik yang tersisa ini ditimbang dan dinyatakan sebagai kadar abu. Besarnya kadar abu dalam suatu kayu umumnya lebih kecil daripada 1 % dari berat kayu keringnya, jarang lebih besar. Secara garis besar proses penghasilan abu gergaji kayu (wood ash) sebagai berikut :

Sumber : Departemen Kehutanan Indonesia

Gambar 2.3 Proses Penghasilan Abu Gergaji Kayu (wood ash)                  

(9)

2.5.1 Pemanfaatan Abu Gergaji Kayu

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, abu gergaji kayu (wood ash) yang dahulunya hanya digunakan sebagai bahan bakar tungku yang dapat mencemarkan lingkungan, kini mulai dimanfaatkan dalam industri bahan bangunan seperti :

1. Telah dilakukan percobaan pemanfaatan arang abu gergaji kayu jati untuk proses pembuatan briket bioarang menghasilkan bahan bakar padat yang mengandung karbon serta memiliki nilai kalori yang tinggi (Angga,Kartika : 2008)

2. Telah dicobakan pemanfaatan abu gergaji sebagai bahan baku pembuatan sodium lignosulfonat SLS untuk meningkatkan kekuatan beton, dimana kuat tekan beton yang diperoleh relatif besar (Khairat, Yelmida, Amun Amri : 2009).

2.5.2 Sifat Visual Abu Gergaji Kayu

Abu Gergaji Kayu adalah material (umumnya berupa bubuk) yang tersisa setelah pembakaran kayu. produsen utama abu kayu adalah industri kayu dan pembangkit listrik tenaga biomassa.Umumnya, 6-10% massa kayu yang dibakar menghasilkan abu. Komposisi kayu dipengaruhi oleh jenis kayu yang dibakar. Kondisi pembakaran juga memengaruhi komposisi abu dan jumlah abu yang tersisa; temperatur yang tinggi akan mengurangi jumlah abu yang dihasilkan.Abu kayu mengandung kalsium karbonat sebagai komponen utamanya, mewakili 25-45% massa abu kayu. Kalium terdapat pada jumlah kurang dari 10%, dan fosfat kurang dari 1%. Terdapat juga besi, mangan, seng, tembaga, dan beberapa jenis logam berat. Namun, komposisi abu kayu sangat bergantung pada jenis kayu dan kondisi pembakaran seperti temperatur.

                 

(10)

Abu kayu umumnya dibuang ke lahan pembuangan, namun alternatif pengolahan yang ramah lingkungan dapat menjadi suatu hal yang sangat menarik. Sejak lama diketahui bahwa abu kayu dapat digunakan sebagai pupuk karena mengandung berbagai macam mineral, namun tanpa nitrogen. Keberadaan kalsium karbonat dapat digunakan untuk menurunkan tingkat keasaman tanah. Kalium hidroksida dapat dibuat dari abu kayu, yang dapat dipakai sebagai bahan pembuat sabun. Abu serbuk gergaji kayu sebenarnya memiliki sifat yang sama dengan kayu, hanya saja wujudnya yang berbeda. Kayu adalah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil pemotongan pohon – pohon dihutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut dan dilakukan pemungutan, setelah diperhitungkan bagian – bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Limbah serbuk grgaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya, yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk, dan dibakar yang kesemuanya berdampak negative terhadap lingkungan. Oleh karena itu, penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi bahan additif dalam stabilisasi tanah.

                 

(11)

2.5.3 Komponen Penyusun Abu Gergaji Kayu

Menurut Tarun et al.(2003) komposisi kimia abu kayu adalah senyawa silikat (SiO2) sebesar (4%-60%), Al2O3 sebesar (5-20%) Fe2O3 sebesar (1%-9%), CaO sekitar (2%-37%), MgO

sebesar (0,7%-5%), TiO2 sebesar (0%-1,5%), K2O sebesar (0,4%-14%), SO3 sebesar (0,15-15%), LOI (0,1%-33%). Besar kecil kandungan senyawa tersebut tergantung dari jenis kayu yang dibakar, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian pada tabel 2.3 sebagai berikut :

Tabel 2.3 Komposisi kimia abu beberapa jenis kayu (Taipale dan Vesterinen, 2003) Jenis

Kayu

Presentase dalam abu %

CaO K2O P2O5 MgO Fe2O3 SO3 SiO2 Na2O Al2O3 TiO2

Birch 46 15 14.9 11.6 1.3 2.6 0.9 8.6 - - Cemara 42 15.2 1 16 5.5 4.5 4.6 3 Spruce 36.7 29.6 1 10 8.5 4.2 1 3.2 Willow 30.8 26.5 4.8 5.1 0.2 2.1 0.43 0.3 0.3 0.02 Abu Cemara 41.8 12.3 5.2 11.8 1.9 1.9 8.3 0.2 2 1

Sumber : Materrials Handbook Thirteeath Edition,2003                  

(12)

Penelitian yang dilakukan oleh Suyono et al.(1991) mengenai kandungan kimia abu kayu (Wood Ash) dibandingkan dengan abu sekam padi (Rice Hush Ash) dan kapur (Lime) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Komposisi kimia abu kayu, abu sekam padi dan kapur (Suyono, et al., 1991).

Sumber : Materrials Handbook Thirteeath Edition,2003

2.5.4 Reaksi Kimiawi antara Abu Kayu dan Tanah

Sebagaimana dijelaskan pada tabel 2.4, bahwa kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam abu gergaji kayu beraneka ragam. Dan senyawa kimia yang paling dominan ada 2 jenis antara lain :

1. SiO2 60% , unsur kimia yang diperoleh adalah Silica. 2. CaO 23.5 % , unsur kimia yang diperoleh ialah Kalsium.

Jika kedua unsur kimia tersebut bercampur dan terhidrasi maka akan membentuk pozzolan yang disebut kalsium silika semen (cementing agent) dimana pozzolan ini berguna untuk menjadi bahan Komposisi Kimia Abu Kayu Abu Sekam Padi Kapur

SiO2 60% 96,31% 35,57% CaO 23,5% 0,30% 60,51% MgO 3,32% 0,28% 3,67% Na2O 0,16% 0,06% 0,04% Fe2O3 0,19% 0,08% 0,01% Al3O3 1,04% 0,96% 0,07% K2O 9,60% 0,96% 0,01% P2O3 2,34% 0,88%, 0,01%                  

(13)

pengganti semen dalam tanah lunak nantinya. Berikut reaksi kimia pencampuran silika dan kalsium.

Keterangan : C adalah CaO , S adalah SiO2 dan H adalah H2O

Sumber : Wikipedia

Gambar 2.3 Reaksi Kimiawi Abu Gergaji Kayu (wood ash) 2.6. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah bertujuan meningkatkan kuat dukung tanah dengan peningkatan kohesi tanah dan kepadatan tanah. Cara stabilisasi yang sering digunakan yaitu dengan menambahkan bahan tambah tertentu agar kualitas tanah dapat ditingkatkan sehingga tanah menjadi layak dipakai. Ada berbagai macam bahan yang dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi pada tanah. Namun, pada penelitian ini digunakan abu gergaji kayu (wood ash) sebagai bahan stabilisasi.

Penggunaan abu gergaji kayu (wood ash) dapat digunakan sebagai stabilisator tanah. Campuran abu gergaji kayu pada tanah liat lunak berfungsi untuk meningkatkan nilai daya dukung dari tanah liat yang biasanya memiliki kemampuan dukung yang rendah dalam memikul beban. Abu gergaji kayu merupakan limbah industri penggergajian kayu yang dapat dimanfaatkan.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui peningkatan strength yang terjadi antara campuran abu gergaji kayu (tanah + abu gergaji kayu) dengan campuran tanpa abu gergaji kayu (wood ash), dimana komposisi abu gergaji kayu yang dipakai bervariasi berdasarkan persentase berat abu gergaji kayu serta waktu perawatannya.                  

(14)

Apabila suatu tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan, indeks konsistensi yang tidak sesuai, permeabilitas yang terlalu tinggi, sifat pengembangan yang besar atau mempunyai sifat-sifat yang tidak diinginkan maka tanah tersebut perlu distabilisasi. Umumnya stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan cara fisik, mekanis, kimiawi(Ingles dan Metcalf,1972 ; Kezdi,1979;Bowles,1984; Witerkorn dan Pamukcu, 1991; Suryolelono, 1999).

Stabilisasi mekanis yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan cara perbaikan struktur dan perbaikan sifat-sifat mekanis tanah, sedangkan

Stabilisasi kimiawi yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan jalan mengurangi atau menghilangkan sifat-sifat teknis tanah yang kurang menguntungkan dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia seperti semen, kapur atau pozzolan.

2.7. Kajian Penelitian Yang Berkaitan Dengan Stabilisasi Subgrade dan Abu Gergaji Kayu.

2.7.1. Stabilisasi Subgrade Jalan Raya Tanon Sragen Yang Terendam Air Dengan Menggunakan Abu Sekam Padi (Wiqoyah, Qunik; Afandi, Irfan) Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan Setyadi, 2011, menunjukkan bahwa Tanah daerah Tanon Sragen merupakan tanah lempung organik yang sangat sensitif terhadap kadar air. Stabilisasi dalam hal ini merupakan perbaikan tanah yang memungkinkan untuk menjadikan tanah tersebut lebih baik bagi konstruksi. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mencari alternatif solusi perbaikan kerusakan subgrade akibat terendam air, dengan memanfaatkan potensi alam berupa abu sekam padi sebagai bahan stabilisasinya.Variasi abu sekam padi pada penelitian ini adalah 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% dari berat tanah kering udara.Uji yang dilakukan meliputi sifat fisis tanah campuran yaitu : uji berat jenis, uji kadar air, uji Atterberg limits, dan uji analisa ukuran butiran tanah, sedangkan uji sifat mekanis meliputi : uji standard Proctor, uji CBR Unsoaked dan CBR Soaked. Hasil                  

(15)

penelitian menunjukkan bahwa tanah yang distabilisasi dengan abu sekam padi mengalami penurunan nilai kadar air, nilai berat jenis (specific gravity), nilai batas cair, dan nilai plastisitas indeks, penurunan terbesar pada penambahan abu sekam padi 10%. Nilai CBR unsoaked dan nilai CBR soaked juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai CBR tanah asli. Nilai CBR unsoaked termasuk pada kategori good, sedangkan nilai CBR soaked termasuk pada kategori poor.

2.7.2. Pengaruh Penambahan Abu Pembakaran Serbuk Kayu Terhadap Sifat Mekanik Dan Sifat Fisik Beton (Yusnita,Indra Satria Luhur).

Serbuk kayu merupakan limbah dari perindustrian kayu, yang sejauh ini banyak dimanfaatkan sebagai media tanaman. Beberapa peneliti juga telah memanfaatkan serbuk kayu untuk membuat papan partikel. Dalam penelitian ini, peneliti memanfaatkan abu pembakaran serbuk kayu sebagai bahan tambahan dalam campuran beton. Pengujian dilakukan terhadap sifat fisik dan sifat mekanik dari beton tersebut. Benda uji dibuat dengan komposisi campuran beton 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil, pada variasi penambahan abu pembakaran serbuk kayu terhadap semen sebesar 5%, 10%, dan 15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan abu pembakaran serbuk kayu dapat meningkatkan kekuatan tekan beton sebesar 9,54% dari beton normal pada penambahan abu pembakaran serbuk kayu sebesar 15%. Sedangkan unttuk sifat fisiknya penyerapan air dan porositan dengan menggunaka abu pembakaran serbuk kayu yaitu mulai dari 4,94% hingga 14,53% dan mulai dari 4,16% hingga 14,89%, lebih tinggi dari beton normal.

                 

Gambar

Tabel 2.1  Plastisitas mineral-mineral lempung  (Attewel, 1976; Lambe & Whitman, 1969)
Gambar 2.1  Batas-batas Atterberg Kaolinit dan Halloysit
Gambar 2.4  Perilaku Pengembangan Beberapa Mineral Lempung
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Pozzolan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosisterbaik kombinasi pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam meningkatkan populasi Azotobacter, kandungan N, dan hasil

Ruang publik dapat dilihat dari posisi warga masyarakat sebagai pihak yang disentuh atau merespon kekuasaan dari 3 ranah kekuasaan, yaitu dalam lingkup kekuasaan negara (state),

Dengan demikian, menolong masyarakat untuk membuat koneksi antara pengalaman personal dan politik merupakan bagian terpenting dalam peningkatan kesadaran, dan tentu

Pada periode berikutnya antara abad XVI M hingga abad XX M justru Pulau Kampai kembali menjadi lokasi pusat aktivitas maritim di pesisir timur Sumatera Utara,

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alchan et al (2016) yang mengatakan dalam penelitiannya bahwa adanya pengaruh yang signifikan

Indikasi : luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal., Indikasi : luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal., cedera tumpul ginjal yang memberikan

Alternatif strategi yang digambarkan pada matriks SWOT bagi perusahaan menunjukan pada kolom SO, WO dan WT, dimana pengembangan Teknologi Informasi menjadi

Identifikasi masalah dilakukan dengan menganalisa data primer dan data sekunder untuk mengetahui berbagai masalah dan kendala peternak yang berkaitan dengan