• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 TANAH EKSPANSIF

Tanah ekspansif mempunyai kemampuan kembang-susut yang sangat besar sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada struktur di atasnya (Lee, 1983). Tanah ekspansif digunakan untuk tanah atau batuan kelempungan yang mengalami perubahan volume yang besar sebagai respon langsung terhadap kadar air. Tanah ekspansif memiliki kecenderungan untuk mengembang apabila kadar air pada tanah bertambah dan sebaliknya akan menyusut apabila kadar air berkurang. Meskipun potensi pengembangan (expansion potential) dipengaruhi oleh berbagai faktor (struktur tanah dan fabric, kondisi lingkungan dan lain-lain), mineral lempung merupakan faktor utama yang menentukan perilaku tersebut. Tanah yang mengandung kaolinite berplastisitas rendah akan cenderung memperlihatkan potensi kembang susut yang lebih kecil dibandingkan tanah yang mengandung manmorilonite berplastisitas tinggi. Secara kasat mata, pada saat musim kemarau, tanah lempung ekspansif mengalami retak-retak fabricpolygonal yang terbentuk pada permukaan tanah dan retakan tersebut membentuk rongga-rongga kedalaman berkisar antara ± 90 – 120 cm (Robert Olshansky, 2002).

Pada umumya tanah ekspansif merupakan tanah jenis lempung walaupun tidak secara keseluruhan ditentukan oleh mineral-mineral lempung. Pada batas cair suatu lempung berkurang berurutan dari montmorillonit, atapulgit, illit, halloysit, kaolinit seperti diperlihatkan pada tabel 2.1 berikut ini :

                 

(2)

Tabel 2.1 Plastisitas mineral-mineral lempung

Sumber :Attewel, 1976; Lambe & Whitman, 1969                

(3)

2.1.1. Sifat-sifat tanah

Kadar air yang tinggi pada halloysit, yang terdapat pada pipa-pipanya tidak berpengaruh pada sifat-sifat teknisnya tetapi menghasilkan batas cair semu yang tinggi.Nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan kaolinit pada gambar 2.1.

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.1 Batas-batas Atterberg Kaolinit dan Halloysit

Batas cair yang tinggi pada montmorillonit adalah sebagai akibat dari banyaknya lapisan-lapisan air di antara partikel-partikel lempung. Batas-batas cair illit dan montmorillonit dibandingkan pada gambar 2.2

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.2 Batas Cair Illit dan Montmorillonit

Mineral-mineral tersebut juga terpengaruh oleh sifat-sifat kimia air pori. Contohnya ion-ion yang berbeda pada air pori montmorillonit memiliki pengaruh yang besar seperti terlihat pada

Jadi suatu sedimen yang terendapkan pada suatu lingkungan marin didaerah batu gamping, maka kandungan kation montmorillonit dapat berubah dari Na ke Ca dan pada kadar air yang tidak berubah yang semula mendekati batas plastis setelah mengalami perubahan kation mendekati batas cair (Panduan Geoteknik, 2001).

                 

(4)

Sedangkan untuk perilaku swelling (pengembangan) dari mineral lempung, dapat dilihat dari gambar 2.3 dibawah ini :

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Gambar 2.3 Perilaku Pengembangan Beberapa Mineral Lempung Nilai-nilai permeabilitas dari mineral-mineral lempung dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini :

Tabel 2.2 Permeabilitas Relatif Mineral-mineral Lempung

Sumber : Panduan Geoteknik 1

Tanah lempung yang memiliki mineral dengan sifat-sifatnya tersebut akan dijadikan tanah dasar (subgrade) dari suatu konstruksi bangunan, dimana bagian terpenting dari konstruksi jalan adalah jenis tanah yang digunakan sebagai tanah dasar (subgrade), karena tanah inilah yang akan mendukung beban di atasnya, baik beban statis ataupun beban dinamis.

2.2 Tanah sebagai Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah lempung (clays) sebagian besar terdiri dari patikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral lempung (clays minerals), dan mineral-mineral yang sangat halus lainnya. Dari segi mineral-mineral (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (dan mineral lempung) ialah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air.

               

(5)

Kejelekan dari tanah berplastisitas tinggi diantaranya : 1. Susah untuk dipadatkan.

2. Memiliki sifat kembang susut yang cukup tinggi.

3. Bisa menimbulkan suatu keretakan pada konstruksi jalan akibat kembang susutnya.

4. Jika tanah dengan sifat demikian menjadi lapisan tanah dasar (subgrade) dari suatu konstruksi jalan dengan perkerasan kaku maka akan terjadi gaya yang cukup besar yang dapat mendorong tanah dasar tersebut keatas dan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap konstruksi perkerasan jalan.

Daya dukung tanah dasar merupakan faktor penting yang sangat menentukan tebal perkerasan, komposisi dan kinerjanya. Kekuatan tanah dasar tergantung pada kondisi tanah tersebut baik pada saat konstruksi maupun selama umur rencana perkerasan. Tipe tanah, kepadatan dan kadar air adalah faktor-faktor yang sangat menentukan daya dukung tanah sebagai tanah dasar (subgrade) dari suatu konstruksi. Untuk mempermudah mempelajari dan membicarakan sifat-sifat tanah yang akan dipergunakan sebagai tanah dasar, tanah itu dikelompokan berdasarkan sifat plastis dan distribusi ukuran partikelnya. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun dari pemeriksaan (Hardiyatmo, 2010). Berikut ini akan dijelaskan mengenai klasifikasi tanah.

2.3 Klasifikasi Tanah

Pengklasifikasian tanah pula dapat diklasifikasikan secara umum sebagai tanah kohesif dan tidak kohesif, atau juga dapat disebut sebagai tanah berbutir halus atau tanah berbutir kasar. Tetapi istilah ini terlalu umum, sehingga memungkinkan terjadinya identifikasi yang sama untuk tanah-tanah yang hampir sama sifatnya itu. Disamping itu, klasifikasi di atas tidak cukup lengkap untuk menentukan tanah itu sesuai untuk suatu bahan konstruksi atau tidak.

                 

(6)

Sejumlah sistem klasifikasi telah digunakan pada akhir-akhir ini, dan dalam laporan ini sistem klasfikasi yang digunakan adalah sistem klasifikasi dari beberapa Sistem Klasifikasi tanah yang sering digunakan saat ini terdapat dua sistem yang memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas-batas Atterberg yaitu, Sistem AASHTO dan USCS.

2.3.1 Sistem AASHTO

AASHTO (American Association of State Highway and Transportasi

Officials) dulunya disebut Bureau of Public Roads. Sistem ini dipakai

hampir secara eksklusif oleh beberapa departemen transportasi negara bagian di America Serikat dan Federal Highway Adminstration (Administrasi Jalan Raya Federal) dalam spesifikasi pekerjaan tanah untuk lintas transportasi.

Sistem ini mengklasifikasikan tanah dalam delapan kelompok, A-1 sampai A8, dengan menggunakan data tanah sebagai berikut : Analisa Ukuran Butir, Batas Cair dan Batas Plastis.

Berdasarkan sistem ini, tanah diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kelompok A-1, A-2 dan A-3 adalah tanah berbutir yang tidak lebih dari 35% bahan lolos saringan No.200.

2. Kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah berbutir halus yang lebih dari 35% bahan lolos saringan No.200.

3. Kelompok A-8 adalah tanah gambut tidak diperlihatkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini :

               

(7)

Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya (Sistem AASTHO)

Sumber : Mekanika Tanah 1 (Braja M Das, 1998

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisa ayakan

(% lolos)

No. 10 Mask 50

No. 40 Mask 30 Mask 50 Min 51

No. 200 Mask10 Mask 25 Mask 25 Mask 35 Mask 35 Mask 35 Mask 35 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No. 40

Batas cair (LL) Maks 41 Min 41 Maks 40 Maks 10 Indeks Plastisitas (PI ) Maks 10 Maks 10 Min 10 Maks 10 Tipe material yang paling Pasir

Dominan Halus

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Maks 6 NP

Batu pecah, Kerikil kerikil dan pasir yang berlanau

dan pasir atau berlempung

Klasifikasi Umum Tanah Berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 )

Klasifikasi Kelompok A-1 A-3 A-2

A-7 A-7-5* A-7-6^ Analisis ayakan (% lolos)

No. 10 No. 40

No. 200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang lolos

Ayakan No. 400

Batas cair (LL) Mask 40 Min 41 Mask 40 Min 41 Indeks plastisitas(PI) Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Tipe material yang

paling dominan

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

Sum ber : Mekanika Tanah 1 (Braja M Das, 1998) *Untuk A-7-5, PILL-30

^Untuk A-7-6, PI >LL-30

Klasifikasi Umum Tanah lanau – lempung

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) Klasifikasi Kelompok A-4 A-5 A-6

Tanah berlanau Tanah berlempung

                 

(8)

2.3.2 Sistem USCS

Sistem USCS (Unified Soil Classification System) diperkenalkan oleh Cassagrande pada tahun 1942, kemudian disempurnakan lagi tahun 1952 atas kerjasama Unified States Bureau of Reclamation. Saat ini sistem USCS banyak dipakai oleh para ahli Rekayasa Teknik Sipil. Sistem Unified membagi tanah dalam 2 kelompok, yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus.

a. Tanah berbutir kasar, yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200. Simbol kelompok ini adalah G (untuk tanah berkerikil) dan S (untuk tanah berpasir). Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W (untuk tanah bergradasi baik) dan P (untuk tanah bergradasi buruk).

b. Tanah berbutir halus, yaitu tanah yang lebih dari 50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200, simbol kelompok ini adalah C (untuk lempung anorganik, clay) dan O (untuk lanau organik), Plastisitas dinyatakan dalam L (rendah) dan H (tinggi).

Pada tabel 2.4 dijelaskan tentang klasifikasi tanah Sistem USCS dibawah ini :                

(9)

Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified

Sumber : Mekanika Tanah 1, Braja M Das, 1998

Agar dapat mengklasifikasikan tanah, dibutuhkan data kadar air tanah asli, batas cair (LL), batas plastis (PL), dan indeks plastisitas (PI), serta berat jenis (Gs). Data-data tersebut didapatkan dari pengujian:

a. Kadar Air

b. Berat Jenis (Specific Gravity)

c. Konsistensi Tanah (Atterberg Limits) d. Analisa Ukuran Butir dan Hidrometer

Sedangkan untuk mengetahui sifat dan perilaku tanah, sebelum dan sesudah ditambah abu marmer, didapatkan dari pengujian :

a. Pemadatan (Proctor Standar)

b. Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compresion Test) c. California Bearing Ratio

d. Swelling                  

(10)

2.4 Kajian Penelitian Yang Berkaitan Dengan Abu Marmer

2.4.1 Stabilisasi Tanah Lempung Cikopo Cikampek Menggunakan Limbah Marmer (Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, Oleh

ILMI, Martiany Nurul, Bandung)

Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang terbentuk karena pelapukan batuan. Akibat dari pembentukan tanah secara kimiawi, maka tanah mempunyai struktur dan sifat-sifat yang berbeda. Sifat-sifat tanah yang kurang baik, tidak menguntungkan bagi berdirinya suatu struktur. Sifat-sifat tersebut diantaranya plastisitas yang tinggi, kemampatan yang besar, potensi kembang-susut yang besar (ekspansif), yang terdapat pada tanah yang berbutir halus seperti lempung. Guna mengatasi permasalahan yang ada pada tanah lempung maka diadakan penelitian dengan menggunakan limbah pabrik marmer sebagai bahan stabilisasinya. Sampel tanah lempung diambil dari daerah Cikopo Cikampek. Bahan yang digunakan untuk stabilisasi tanah lempung Cikopo Cikampek adalah limbah marmer. Limbah marmer diperoleh dari daerah Cipatat - Padalarang. Mengingat jumlah limbah marmer banyak dan tidak termanfaatkan.Karakteristik tanah lempung antara satu tempat dengan tempat lain berbeda, suatu usaha untuk mengetahui karakteistik fisik tanah dan karakteristik mekanik (daya dukung) tanah diantaranya melakuakan proses percobaan index properties dan uji CBR (California Bearing Ratio). Dalam penelitian ini, pada sampel tanah dilakukan percobaan index properties ( meliputi uji kadar air, atterberg limit, sieve analysis dan hydrometer analysis), compaction test, dan uji CBR soaked. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh kaidah fisik sampel tanah asli, kadar air optimum (OMC) yang akan digunakan untuk pengujian CBR. Hasil penelitian menunjukkan bahan stabilisasi limbah marmer dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik pada tanah lempung Cikopo Cikampek. Pada sifat fisik : kadar air, berat jenis dan batas-batas

               

(11)

Atterberg mengalami penurunan setelah distabilisasi. Sedangkan pada sifat mekanik tanah lempung baik mengalami perbaikan diantaranya sifat kembang susut (swelling dan shrinkage) dan nilai CBR.

2.4.2 Pengaruh Penggunaan Limbah Pecahan Batu Marmer sebagai Alternatif Pengganti Agregat Kasar pada Kekuatan Beton. (Thesis

Universitas Dr. Soetomo, Oleh Safrin Zuraidah dan Rahmat Arif Jatmiko, Surabaya)

Peneitian ini dilakukan untuk mencari alternatif pengganti agregat kasar (batu pecah) dalam beton dengan menggunakan limbah batu marmer yang ditinjau terhadap kuat tekan beton, dengan campuran menggunakan agregat kasar pecahan batu kapur 0%, 50%, 75% dan 100%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan pecahan batu marmer dalam pembuatan beton menghasilkan kuat tekan rata – rata menurun sampai 40,70%. dibandingkan dengan beton yang menggunakan batu kali sebagai agregat kasar.

2.5 Abu Marmer

Marmer adalah batuan kristalin kasar yang berasal dari batu gamping atau dolomit.Marmer yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral kalsit. Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Dimana marmer menjadi bahan material yang cukup memiliki seni tinggi dengan harga yang tidak murah. Indonesia memiliki banyak potensi akan batu marmer salah satu daerahnya ialah Cipatat, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat.

Abu marmer adalah salah satu sisa/limbah hasil dari pabrikasi marmer. Abu marmer dihasilkan oleh proses pemotongan atau penghancuran batu marmer. Abu marmer yang dihasilkan cukup melimpah karena setiap harinya pabrikasi marmer dilakukan. Abu marmer dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut :

                 

(12)

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.4 Abu Marmer

Secara garis besar proses pembuatan abu marmer yang seperti dilakukan pada

gambar 2.5 sebagai berikut :

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.5 Proses Penghasilan Abu Marmer

2.5.1 Pemanfaatan Abu Marmer

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, abu marmer yanghanya limbah pabrikasi marmerkini mulai dimanfaatkan. Beberapa contoh pemanfaatan abu marmer antara lain :

1. Pada perkembangannya dalam pembuatan paving stone dapat ditambahkan bahan pembantu yang dapat memperbaiki sifat yang dihasilkan, ataupun untuk mengurangi jumlah pemakaian Semen, supaya lebih ekonomis. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut digunakan limbah marmer sebagai bahan pengikat paving stone. Limbah marmer berupa serbuk berwarna putih kemerahan, apabila limbah marmer dicampur dengan air maka akan mengeras, karena berupa serbuk maka dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (Sri Utami, 2010).

Batu

Marmer

Pemotongan

atau

Penggilingan

Marmer

Abu

Marmer

               

(13)

2. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Kabupaten Timor Tengah Selatan Kecamatan Fatumnasi di Desa Tunua terdapat penambangan batu marmer pada gunung batu Naitapan yang proses penambangan menghasilkan limbah berupa serbuk gergajian batu marmer yang belum dimanfaatkan secara optimal dan tepat sehingga menimbulkan dampak negatif yang merusak lingkungan sekitar. Batu marmer dimanfaatkan sebagai bahan bangunan alternatif yakni sebagai agregat halus pengganti pasir dalam pembuatan bata beton (Naatonis, 2009)

2.5.2 Komponen Penyususn

Adapun beberapa kandungan kimia pada marmer dapat dilihat pada tabel 2.5 di bawah ini:

Tabel 2.5 Komposisi Kandungan Marmer

Unsur Kimia Kandungan (%)

Silikon Dioksida (SiO2) 0,13

Alumunium Dioksida (AlO3) 0,31

Feri Oksida (FeO3) 0,04

Kalsium Oksida (CaO) 55,07

Magnesium Oksida (MgO) 0,36

Kalium Oksida (K2O) 0,01

Sulfur Trioksida (SO3) 0,08

Unsur Lainnya 44

Sumber :Martiani Nurul Ilmi (PT. Multi Marmer Alam)

Dari tabel di atas menunjukan bahwa kandungan Kalsium Oksida adalah kandungan terbesar 55,07%.

2.6 Proses Reaksi Kimia Saat Pencampuran 2.6.1 Reaksi Mekanis Abu Marmer dengan Tanah

Mekanisme reaksi yang terjadi pada abu marmer dengan tanah, dimana senyawa Na2O.Al2O3.(SiO2)4H2O termasuk garam rangkap yang bila direkasikan akan membentuk ion-ion senyawa tersebut. Setelah dicampurkan dengan CaO, maka terjadilah rekasi membentuk Na2O.H2O (Larut) dan CaO.Al2O3(SiO2)4H2O (Padat).

                 

(14)

Proses kimia dapat dilihat gambar 2.6pada adalah sebagai berikut :

Sumber : Diamond & Kinter dalam Ingles dan Metcalf Gambar 2.6 Reaksi Mekanis Abu Marmer dengan Tanah

Fungsi abu marmer dalam stabilisasi tanah merupakan sebagai stabilisator, didalam proses stabilisasi abu marmer bekerja sebagai berikut :  Menurunkan plastisitas

 Menurunkan sifat kembang susut

 Perbaikan material : subgrade untuk mengurangi daya perkembangan sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah

Proses stabilisasi dengan menggunakan abu marmer berfungsi hampir sama dengan stabilisasi menggunakan semen, namun perbedaanya :  Lebih ekonomis

 Lebih cocok untuk tanah yang berbutir halus (lempung, plastisitas tinggi) dan tidak efektif untuk tanah yang berbutir kasar

Pada tanah lempung basah, abu marmer dapat mengubah plastisitas tanah dengan cepat dan juga meningkatkan kelecakan (workability) sehingga akan meningkatkan daya dukung tanah. Pada dasarnya penambahan kadar kapur dapat meningkatkan kekuatan, namun penambahan yang berlebihan juga akan mengurangi kekuatan, maka dari itu penggunaan kapur harus efektif.

2.7 Stabilisasi Tanah

Dalam pembangunan perkerasan jalan, stablisasi tanah didefinisikan sebagai perbaikan material jalan lokal yang adadengan cara stabilisasi mekanis atau dengan cara menambahkan suatu bahan tambah (additive) ke dalam tanah. Dalam perencangan perkerasan jalan, kualitas setiap lapisan pembentuk perkerasan harus memenuhi syarat tertentu. Karena sebagai subgrade jalan tanah

Na2O.Al2O3.(SiO2)4H2O+CaO Na2O.H2O+CaO.Al2O3(SiO2)4H2O

               

(15)

harus dapat menahan geseran, ataupun lendutan berlebihan yang dapat menyebabkan retaknya lapisan di atasnya dan mencegah deformasi permanen yang berlebihan akibat memadatnya material penyusun. Selain itu upaya dalam stabilisasi adalah memperbaiki kapasitas daya dukung tanah dasar (subgrade), sehingga mengurangi tebal komponen perkerasan campuran tanah dengan bahan tambah juga dapat di gunakan untuk mengendalikan sifat tanah yang merugikan (Hardiyatmo, 2010).

Pada penelitian ini digunakan metode stabilisasi dengan cara menambahkan variasi abu marmer 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Penelitinan yang kami lakukan adalah Stabilisasi untuk usaha sebagai perbaikan kemampuan tanah sebagai pendukung konstruksi yang berada di atasnya agar dapat mampu menopang beban yang diberikan, dengan menggunakan bahan alternative yaitu stabilisasi dengan menggunakan campuran Abu Marmer dengan persentase 5%, 10%, 15%, dan 20%, dengan waktu peram 0, 3, 7 dan 14 hari.

2.8 Pengembangan Tanah (Swelling)

Swelling adalah gaya / tekanan pengembangan tanah dengan satuan

kg/cm2. Penilaian pengembangan (Swelling) tanah yang umum dipakai ialah merendam tanah yang telah dipadatkan dalam tabung CBR selama 4 hari. Selama waktu itu pula dipermukaan benda uji dipasang arloji pengukur (dial gage) untuk mengukur besar pengembangan tanah seperti terlihat pada gambar 2.7. Cara lainnya ialah memadatkan tanah dalam tabung Proctor dan merendamnya serta mengukur besarnya swelling.

                 

(16)

Sumber : Riza f. dan Hendro, Tinjauan Gaya Pengembangan Tanah Terhadap Retaknya Perkerasan Kaku

Gambar 2.7 Alat Uji CBR Laboratorium

Sumber: Jhon D Nelson dan Debora J Miller,1991, Expansive Soil Halaman 53 Gambar 3.5

Gambar 2.8 Hubungan Antara Persentasi Butiran Lempung dan Aktivitas

Swelling Potensial atau kemampuan mengembang tanah

dipengaruhi oleh nilai aktivitas tanah. Setiap tanah lempung memiliki nilai aktivitas yang berbeda-beda. Gambar diatas mengindentifikasikan tingkat aktivitas tanah dalam empat kelompok, yaitu:

Low : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial ≤ 1,5%

Medium : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial > 1,5% dan ≤ 5% High : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial > 5% dan ≤ 25% Very High : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial > 25%

               

Gambar

Tabel 2.1  Plastisitas mineral-mineral lempung
Gambar 2.1 Batas-batas Atterberg Kaolinit dan Halloysit
Tabel 2.2  Permeabilitas Relatif Mineral-mineral Lempung
Tabel 2.3  Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya (Sistem AASTHO)
+5

Referensi

Dokumen terkait

• mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.. • konsistensi antara nilai

Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik lain yang lebih jauh atau tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu satu

Terdapat dua jenis pengukuran profitabilitas yang digunakan dapat mengevaluasi sebuah pusat laba, sama halnya dalam mengevaluasi perusahaan secara keseluruhan. Pertama adalah

giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi di Indonesia yang meliputi penyertaan langsung, pembelian saham, pembelian obligasi korporasi

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan pengujian secara statistik terhadap data empirik yang telah diperoleh dari lapangan dapat dikatakan

Indikasi : luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal., Indikasi : luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal., cedera tumpul ginjal yang memberikan

Hal-hal yang dapat mendukung industri ini antara lain adalah kerjasama yang optimal antara perusahaan- perusahaan pemain dan pemerintah lokal maupun sentral,

Mahasiswa harus melaksanakan praktik mengajar terbimbing disetiap jenjang kelas sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah dengan mengajarkan 5 mata pelajaran wajib