• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. topografi Indonesia yang kasar dan tidak rata dengan intensitas gempa bumi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. topografi Indonesia yang kasar dan tidak rata dengan intensitas gempa bumi dan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Posisi Indonesia, berdasarkan susunan lempeng tektonik dan pergerakannya, menyebabkan Indonesia berada pada zona dengan aktivitas seismik signifikan (Nakamura, 1979). Aktivitas seismik tersebut menghasilkan topografi Indonesia yang kasar dan tidak rata dengan intensitas gempa bumi dan volkanisme yang intensif (Hamilton, 1979). Intensitas gempa bumi dan volkanisme yang tinggi disebabkan karena terbentuknya cincin gunungapi (Ring of Fire) dan jalur subduksi yang sebagian besar pusat gempanya berada di dasar samudra sehingga menyebabkan Indonesia menjadi salah satu wilayah yang rawan terhadap bencana alam seperti tsunami (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Peta potensi bahaya tsunami di Indonesia terbitan BMKG (bmkg.go.id) Daerah berpotensi bahaya tsunami

(2)

Kejadian tsunami di Indonesia tercatat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi dan sebagian kecil lainnya disebabkan oleh letusan gunungapi (Diposaptono dan Budiman, 2005). Gelombang yang dihasilkan tsunami akan menyerang wilayah pesisir dan dapat menghasilkan perubahan geomorfologi signifikan karena gelombang tsunami mempunyai energi tinggi yang akan mengerosi, mentransportasi, dan mendeposisikan apa saja yang dilalui hanya dalam beberapa saat (Paris et al., 2007).

Pulau Jawa, sebagai pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia, mempunyai wilayah pesisir yang berdekatan dengan sumber-sumber penyebab tsunami. Hal ini menyebabkan bagian selatan dari Pulau Jawa mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bahaya tsunami. Sumber penyebab tsunami tersebut antara lain Gunungapi Krakatau di Selat Sunda dan zona subduksi di selatan Jawa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa wilayah pesisir selatan Jawa pernah mengalami kejadian tsunami, meskipun data tersebut masih sedikit dan terbatas. Kurangnya catatan tersebut menyebabkan pencarian endapan tsunami (tsunamite) untuk melengkapi catatan menjadi penting untuk dilakukan dalam rangka memperpanjang rekaman kejadian tsunami untuk keperluan mitigasi.

Indikasi terjadinya peristiwa geologi berenergi tinggi tampak pada stratigrafi kuarter dari lubang bor tangan yang diambil di sebuah rawa dekat pantai di daerah Malingping dan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Peristiwa geologi energi tinggi yang mungkin terjadi di daerah pesisir adalah tsunami dan badai. Namun melihat kondisi oseanografi Indonesia, terutama

(3)

wilayah Indonesia bagian barat, peristiwa badai sangat jarang dan hampir tidak mungkin terjadi (Maxcia, 2007). Oleh karenanya, satu-satunya kemungkinan yang dapat menjelaskan proses energi tinggi tersebut adalah peristiwa tsunami. Endapan tsunami tersebut menarik untuk diteliti mengingat belum adanya rekaman tsunami yang tercatat di daerah Lebak.

I.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik granulometri pada endapan tsunami?

2. Bagaimana karakteristik perbandingan kandungan material organik dan material karbonat pada endapan tsunami?

3. Bagaimana karakteristik mineralogi pada endapan tsunami?

4. Bagaimana karakteristik kandungan fosil foraminifera pada endapan tsunami?

I.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui karakteristik endapan paleotsunami di daerah pesisir pantai Lebak, Selatan Pulau Jawa dengan menggunakan analisis granulometri, analisis Loss on Ignition, analisis foraminifera, dan analisis mineralogi.

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah :

1. Mengetahui nilai distribusi ukuran butir, mean, sortasi, skewness, dan kurtosis untuk menentukan karakteristik granulometri endapan tsunami.

(4)

2. Mengetahui perbandingan kadar kandungan material organik dan material karbonat pada endapan tsunami.

3. Mengetahui kandungan mineralogi, baik mineral berat dan mineral ringan, pada endapan tsunami.

4. Mengetahui kandungan foraminifera pada endapan tsunami.

I.4. Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian berada di sekitar Jalan Malingping – Binuangeun, mencakup dua kecamatan, yaitu Kecamatan Malingping dan Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Koordinat lokasi penelitian berada pada 105o54’0”E – 106o2’0”E dan 6o46’0”S – 6o50’0”S.

Lokasi penelitian mempunyai morfologi berupa dataran pesisir dengan kelandaian rendah dengan beberapa pematang pantai (beach ridge) dan rendahan di antara pematang pantai (swale) yang sejajar dengan garis pantai. Pada salah satu lokasi rendahan diantara pematang pantai (swale) terdapat bagian yang tergenang air dan menjadi rawa (back-barrier marsh setting). Lokasi ini dianggap memiliki potensi dalam menyimpan dan mengawetkan endapan tsunami sehingga fokus pengambilan sampel dilakukan di daerah tersebut.

Untuk mencapai lokasi penelitian, ditempuh dengan menggunakan mobil dari Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, selama kurang lebih 11 jam menuju Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Proses penelitian dan pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan mobil dan pada

(5)

beberapa lokasi dilakukan dengan berjalan kaki. Lokasi penelitian dan kesampaian daerah dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Peta lokasi penelitian dan kesampaian daerah berdasarkan citra SRTM 30 meter dan citra LANDSAT (Google Earth)

I.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini antara lain :

1. Penelitian hanya didasarkan pada sampel lubang inti bor nomor 270215 – 02, 280215 – 03, dan 280215 – 08 dengan masing-masing total kedalaman

(6)

82 cm, 82 cm dan 69 cm. Ketiga sampel tersebut merupakan sampel yang paling baik dan dianggap mewakili keseluruhan daerah penelitian.

2. Penelitian tidak membahas waktu kejadian tsunami karena tidak melakukan dating untuk menentukan umur endapan.

3. Penelitian tidak membahas lingkungan swale secara khusus dan detil. Pembahasan dan penentuan swale sebagai lingkungan yang baik dalam pengendapan dan preservasi endapan tsunami hanya didasarkan pada studi literatur penelitian paleotsunami yang telah ada sebelumnya.

4. Analisis foraminifera hanya difokuskan pada kandungan fosil foraminifera bentonik untuk mengetahui dan memperkirakan kedalaman asal sedimen. 5. Analisis mineralogi hanya untuk mengetahui kandungan mineralogi

endapan dan tidak digunakan untuk mengetahui sumber sedimen (provenance) karena pengambilan data yang terbatas.

6. Pada analisis mineralogi, mineral berat tidak dipisahkan dengan mineral ringan karena keterbatasan bahan (larutan bromoform).

7. Penelitian tidak secara khusus membahas dan menentukan sumber kejadian paleotsunami yang ada di daerah penelitian.

I.6. Peneliti Pendahulu

Penelitian yang membahas mengenai karakteristik endapan tsunami yang pernah melanda beberapa lokasi di Indonesia antara lain :

(7)

1. Kenny, D.Y. (2008) melakukan penelitian mengenai karakteristik endapan tsunami di daerah Pulaubater, Desa Pagaraman, Pulau Babi, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang melanda pada tanggal 12 Desember 1992. Hasil penelitian menunjukkan tsunami Flores 1992 memiliki ukuran butir lanau – pasir kasar dengan 2 pola pengasaran dan 1 pola penghalusan, sortasi buruk, kandungan foraminifera plangtonik dan bentonik melimpah dengan kedalaman asal batimetri maksimal 70 meter, dan mengandung mineral berat yang berasal dari litologi di sekitar daerah penelitian.

2. Atmoko, P.W. (2008) melakukan penelitian mengenai karakteristik endapan tsunami di daerah Jantang, pantai barat Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Hasil penelitian menunjukkan tsunami Aceh 2004 memiliki ukuran butir pasir halus – pasir sedang dengan 17 pola pengasaran, sortasi sedang – sangat buruk, nilai skewness dengan kisaran antara very coarse-skewed – near-symmetrical, dan nilai kurtosis dengan kisaran antara platykurtic – leptokurtic. Endapan tsunami dipisahkan oleh bidang erosional dengan lapisan di bawahnya. Berdasarkan analisis foraminifera bentonik, endapan tsunami Aceh 2004 berasal dari laut dengan kedalaman antara 0 – 60 meter.

3. Sunandar, F. (2008) melakukan penelitian mengenai karakteristik endapan tsunami akibat letusan Gunung Krakatau 1883 di daerah Pantai Gubug

(8)

Garam, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan endapan tsunami terdiri dari lapisan pasir berukuran pasir halus – pasir kasar, sortasi sedang – buruk, mengandung fragmen cangkang, lapisan abu vulkanik, dan lapisan batuapung. Lapisan endapan tsunami juga mengandung foraminifera bentonik yang berasal dari kedalaman 30 meter dan memiliki kandungan mineral berat yang didominasi piroksen. Secara lateral, endapan tsunami akibat letusan Gunung Krakatau 1883 memiliki pola fining landward.

4. Napitupulu, C.I. (2009) melakukan penelitian mengenai karakteristik endapan tsunami daerah Widarapayung, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah yang melanda pada tanggal 17 Juli 2006. Hasil penelitian menunjukkan tsunami Cilacap 2006 memiliki ukuran butir pasir halus dengan 3 pola penghalusan, sortasi buruk, terdapat kontak erosional dan rip-up clast di bagian bawah endapan, mengandung fosil foraminifera bentonik yang berasal dari kedalaman mulai dari 50 meter.

5. Yudhita, C. (2009) melakukan penelitian mengenai karakteristik endapan paleotsunami di daerah Cikembulan, Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan endapan paleotsunami di Pangandaran memiliki ukuran butir pasir sangat halus – pasir sedang dengan 2 pola pengasaran dan 2 pola penghalusan, sortasi buruk, mengandung fosil foraminifera bentonik yang berasal dari kedalaman hingga 150 meter.

(9)

Endapan paleotsunami di daerah penelitian ditemukan berada di antara endapan fluvial dan endapan rawa.

Sedangkan untuk penelitian mengenai tsunami yang pernah dilakukan di sekitar daerah penelitian antara lain :

1. Rahayu (2007) melakukan analisis terhadap potensi bahaya tsunami di daerah Selat Sunda, meliputi Provinsi Lampung dan Provinsi Banten. Analisis potensi bahaya tsunami dilakukan dengan menggunakan simulasi tsunami berdasarkan kejadian tsunami masa lalu. Hasilnya adalah peta potensi bahaya tsunami di wilayah Selat Sunda berdasarkan distribusi ketinggian gelombang tsunami dari skenario simulasi yang dilakukan.

2. Yudhicara dan Budiono (2008) melakukan kajian terhadap katalog tsunami yang dipublikasikan oleh Soloviev dan Go (1974) mengenai tsunamigenik di Selat Sunda. Yudhicara dan Budiono (2008) melakukan kajian dari masing-masing penyebab tsunami berdasarkan kondisi geologi dan tektonik regional Selat Sunda. Dari hasil kajian tersebut, dihasilkan peta potensi tsunamigenik di Selat Sunda yang disebabkan oleh semua kemungkinan seperti tersebut di atas.

I.7. Keaslian Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan peneliti – peneliti pendahulu dapat dilihat pada Tabel 1.1.

(10)

10 Tabel 1.1. Perbedaan penelitian dengan peneliti pendahulu

Peneliti Tahun

Penelitian

Bahasan Penelitian

Lokasi

Penelitian Sumber Data Metode Hasil Penelitian

Rahayu, R. 2007 Analisis Potensi

Bahaya Tsunami Selat Sunda

Data aktivitas seismik tentang sejarah gempa bumi dan parameter patahan Simulasi tsunami berdasarkan program simulasi Nakamura (1996)

Peta Potensi Bahaya Tsunami Selat Sunda

Yudhicara dan

Budiono 2008

Kajian Terhadap Katalog Tsunami oleh Soloviev dan

Go (1974) Selat Sunda Katalog Tsunami oleh Soloviev dan Go (1974) Kajian ulang potensi tsunami terhadap semua kemungkinan penyebab tsunami Peta Potensi Tsunamigenik Selat Sunda Kenny, D.Y. 2008 Karakteristik Endapan Tsunami Flores 1992 Daerah Pulaubater, Ds. Pagaraman, Pulau Babi, Kec. Maumere, Kab. Sikka, Flores, Prov. N.T.B. Pengambilan data lapangan  Penelitian lapangan  Granulometri  Bentuk butir  Foraminifera  Mineralogi Karakteristik Endapan Tsunami Flores 1992 Atmoko, P.W. 2008 Karakteristik Endapan Tsunami Aceh 2004 Daerah Jantang, Pantai Barat Aceh

Pengambilan data lapangan  Penelitian lapangan  Granulometri  Bentuk butir  Foraminifera  Mineralogi Karakteristik Endapan Tsunami Aceh 2004

(11)

11 Tabel 1.1. Perbedaan penelitian dengan peneliti pendahulu (lanjutan)

Peneliti Tahun

Penelitian

Bahasan Penelitian

Lokasi

Penelitian Sumber Data Metode Hasil Penelitian

Sunandar, F. 2008 Karakteristik Endapan Tsunami Akibat Letusan Gunung Krakatau 1883 Pantai Gubug Garam, Kab. Lampung Selatan, Prov. Lampung Pengambilan data lapangan  Penelitian lapangan  Granulometri  Foraminifera  Mineralogi Karakteristik Endapan Tsunami Akibat Letusan Gunung Krakatau 1883 Napitupulu, C.I. 2009 Karakteristik Endapan Tsunami Cilacap 2006 Daerah Widarapayung, Kab. Cilacap, Prov. Jawa Tengah Pengambilan data lapangan  Penelitian lapangan  Granulometri  Foraminifera  Mineralogi Karakteristik Endapan Tsunami Cilacap 2006 Yudhita, C. 2009 Karakteristik Endapan Paleotsunami Daerah Cikembulan, Kab. Pangandaran, Prov. Jawa Barat

Pengambilan data lapangan  Penelitian lapangan  Granulometri  Bentuk butir  Foraminifera  Mineralogi Karakteristik Endapan Paleotsunami Wicaksono, M.D.S. 2015 Karakteristik Endapan Paleotsunami Daerah Malingping-Wanasalam, Kab. Lebak, Prov. Banten Pengambilan data lapangan  Penelitian lapangan  Granulometri  LOI  Foraminifera  Mineralogi Karakteristik Endapan Paleotsunami

(12)

12

I.8. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan informasi mengenai kejadian bencana tsunami yang terjadi pada masa lampau serta menambah kelengkapan data mengenai kejadian tsunami yang sebelumnya belum tercatat. Hasil penelitian ini kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut dalam kegiatan penataan wilayah pantai dengan memerhatikan potensi bencana tsunami yang mungkin terjadi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu geologi terutama di bidang tsunami geologi dan sedimentologi endapan kuarter.

Gambar

Gambar 1.1. Peta potensi bahaya tsunami di Indonesia terbitan BMKG (bmkg.go.id)
Gambar 1.2. Peta lokasi penelitian dan kesampaian daerah berdasarkan citra SRTM 30 meter dan
Tabel 1.1. Perbedaan penelitian dengan peneliti pendahulu
Tabel 1.1. Perbedaan penelitian dengan peneliti pendahulu (lanjutan)

Referensi

Dokumen terkait

Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Sosiologi Kelas X IIS 1 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2016/2017,

Hasil penelitian sebagai berikut terdapat 43 leksem yang berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam padi; 28 leksem dikategorikan sebagai verba; 15 leksem dikategorikan

OCB , dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan memiliki nilai r-hitung > r-tabel (0.361) maka seluruh

Dalam hal ini pada hakikatnya penge- lolaan keuangan organisasi mahasiswa in- tra kampus ini harus diawasi sesuai dengan aturan maupun AD/ART UKM namun kare- na rasa kepercayaan

Aplikasi dari konstruksi hijau pada tahap perencanaan terlihat pada beberapa desain konstruksi yang memperoleh award sebagai desain bangunan yang hemat energi,

Secara garis besar kerangka pemecahan masalah dari suatu penelitian yang dilakukan dapat dilihat dalam paradigma yang dipakai yaitu model proses Waterfall

Pengendalian gulma secara kimia dilakukan di dua tempat yaitu pada gawangan dan piringan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM). Secara umum organisasi

Apabila dilihat dari berat jenis aniline dengan asetat anhidrida yang tidak begitu jauh yaitu 1,022 gr/mL untuk aniline dan asetat anhidrida 1,081 gr/mL, sehingga tidak