BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Notoatmodjo dalam Lestari (2015) menyebutkan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan mengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, yaitu proses melihat dan mendengar. Selain itu proses pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal maupun informal.
Mubarak (2011) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah segala pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia, hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses mengingat dan mengenal kembali obyek yang telah dipelajari melalui panca indra pada suatu bidang tertentu secara baik.
2. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Mubarak (2011) menyebutkan bahwa pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (Recall) materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja yang dipelajari untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya (Lestari, 2015).
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya secara luas.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Budiman dan Riyanto (2013), beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:
a. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan individu. Seseorang dengan pendidikan tinggi akan semakin mudah menerima informasi sehingga diharapkan memiliki pengetahuan yang luas.
b. Informasi yang diperoleh seseorang dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan peningkatan pengetahuan.
c. Budaya mempengaruhi pengetahuan seseorang. Status social
ekonomi menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan, sehingga social ekonomi mempengaruhi pengetahuan.
d. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah cara memperoleh kebenaran dengan mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah di masa lalu.
f. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola piker seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik)
4. Sumber Pengetahuan
Menurut Lestari (2015) Upaya-upaya serta cara-cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yaitu:
a. Orang yang memiliki otoritas
Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau yang dianggapnya lebih tahu. Pada zaman modern ini, orang yang ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan pengetahuan melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi resmi mengenai
kesaksian otoritas tersebut, seperti buku-buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya.
b. Indra
Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber internal
pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah hanyalah pengalaman-pengalaman konkrit kita yang terbentuk karena persepsi indra, seperti persepsi penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencicipan dengan lidah.
c. Akal
Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang busa dibangun oleh manusia tanpa harus atau tidak bisa mempresepsinya dengan indra terlebih dahulu.
Pengetahuan dapat diketahui dengan pasti dan dengan sendirinya karena potensi akal. d. Intuisi
Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-data yang langsung dirasakan.
B. Kanker Serviks
a. Pengertian
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang tidak normal/ terus menerus dan tak terkendali yang berasal dari lapisan epitel/lapisan terluar permukaan serviks, dapat merusak jaringan sekitar serviks dan dapat menjalar ke tempat yang lebih jauh (Departemen Kesehatan RI, 2009; Samadi, 2011). Kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia (Pusat Data dan Informasi,
2015).
b. Penyebab
Kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks (Anwar et al., 2011). HPV dibagi menurut risiko dalam menimbulkan kanker serviks yaitu sebagai berikut (Samadi, 2011).
i. Risiko rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44, disebut tipe
non-onkogenik. Jika terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger ayam.
ii. Risiko tinggi: tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahua ataupun tidak diobati, bisa menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hamper semua kasus kanker serviks (99%).
Tipe HPV yang dapat menyebabkan kanker dan sering dijumpai di Indonesia adalah tipe 16 dan 18. Infeksi HPV menyebabkan terjadinya displasia atau perubahan
menjadi lesi prakanker. Displasia dapat terjadi dalam waktu 2-3 tahun setelah infeksi. Apabila displasia tidak diketahui dan tidak diobati dalam waktu 3-17 tahun, displasia dapat berkembang menjadi kanker serviks (Departemen Kesehatan RI, 2009).
a. GejalaTanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak menimbulkan gejala, dan kalaupun ada hanya berupa keputihan berulang dan bercak perdarahan (Anwar et al., 2011).
Samadi (2011) menyebutkan gejala klinis kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa tahapan/stadium kanker serviks, yaitu sebagai berikut.
i. Gejala awal
a. Perdarahan per vagina, berupa perdarahan pascasenggama atau perdarahan spontan di luar masa haid.
b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati.
2. Gejala lanjut
Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan kemih, nyeri di kandung kemih dan rectum/anus. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker tersebut menekan/mendesak ataupun menginvasi organ sekitarnya.
3. Kanker telah menyebar/metastasis
Timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran di paru-paru, liver, atau tulang.
4. Kambuh/residif
Bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul, menjalar ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing/obstruksi ureter.
4. Faktor risiko
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks: (Mansjoer et al, 2007; Anwar, 2011; Samadi, 2011)
a. Perilaku seksual
Risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali pada wanita dengan mitra seksual multiple atau mempunyai mitra seksual/suami risiko tinggi, yaitu suami yang
mempunyai mitra seksual multiple juga.
b. Aktivitas seksual dini
Wanita dengan aktivitas seksual dini (<16 tahun) mempunyai risiko lebih tinggi karena pada usia itu terkadang epitel atu lapisan dinidng vagina dan serviks masih belum terbentuk sempurna. Hal ini menyebabkan gampangnya timbul lesi/luka mikro di vagina atau serviks sehingga gampang pula terjadi infeksi, termasuk infeksi oleh virus HPV.
c. Wanita Perokok d. Frekuensi persalinan
e. Tingkat sosial ekonomi yang rendah Tingkat social ekonomi berkaitan dengan asupan gizi serta status imunitas.
f. Riwayat terpapar infeksi menular seksual (IMS) Riwayat IMS meningkatkan risiko kanker serviks karena HPV bisa ikut tertularkan bersamaan dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin.
1. Prognosis
Faktor yang menentukan prognosis adalah (Kuriawati, 2009): a. Umur penderita
b. Keadaan fisik umum c. Stadium klinis
d. Ciri histologik sel tumor
e. Kemampuan ahli yang mengobati f. Sarana pengobatan yang ada
Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data Internasional adalah sebagai berikut (Hanifa, 2007).
Tabel 2.1. AKH-5 Tahun
Tingkat AKH-5 tahun
Stadium 0 Hampir 100%
Stadium 1 70 – 85%
Stadium 2 40 – 60%
Stadium 3 30 – 40%
Stadium 4 <10%
Sumber: UICC /clinical Oncology; Springter-Verlag, New York, Heidelberg, Berlin; 1973, p:218
1. Pencegahan
Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan:
terinfeksi HPV seperti tidak berganti-ganti pasangan seksual dan tidak melakukan hubungan seksual pada usia dini.
b. Menghindari faktor risiko lain yang dapat memicu terjadinya kanker seperti paparan asap rokok, menindak lanjuti hasil
pemeriksaan Pap smear dan IVA dengan hasil positif, meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang dan banyak mengandung vitamin C, A, dan asam folat.
c. Melakukan skrining atau penapisan untuk menentukan apakan telah terinfeksi HPV atau mengalami lesi prakanker yang harus dilanjutkan dengan pengobatan yang sesuai.
d. Melakukan vaksinasi HPV.
c. Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Metode IVA
Semua wanita yang telah melakukan hubungan seksual aktif, terutama yang telah berusia 30-50 tahun dianjurkan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks minimal 5 tahun sekali, bila memungkinkan 3 tahun sekali (Departemen Kesehatan RI, 2009). Metode IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim (Rasjidi, 2009).
Deteksi dengan metode IVA sangat cocok diaplikasikan di Negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasive, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan, atau paramedik. Dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes dan fasilitas lebih mudah dan murah. Hasilnya dapat diketahui pada saat pemeriksaan, sehingga apabila diperlukan pengobatan dapat segera dilakukan atau dirujuk jika perlu (Departemen Kesehatan RI, 2009; Samadi, 2011).
1. Alat dan Bahan a. Spekulum b. Lampu
c. Larutan asam asetat 3-5% d. Kapas lidi
e. Sarung tangan
f. Larutan klorin untuk dekontaminasi peralatan 2. Metode Pemeriksaan
a. Memastikan identitas, memeriksa status dan kelengkapan informed consent klien
b. Klien diminta untuk menanggalkan pakaian dari pinggang hingga lutut dan menggunakan kain yang sudah disediakan
c. Klien diposisikan dalam posisis litotomi
d. Tutup area pinggang hingga lutut klien dengan kain
e. Gunakan sarung tangan
g. Masukkan speculum dan tampakkan serviks hingga jelas terlihat
h. Bersihkan serviks dari cairan, darah, dan secret dengan kapas lidi bersih
i. Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut: i. Jika terdapat kecurigaan kanker, klien dirujuk, pemeriksaan IVA dilanjutkan. Jika pemeriksa adalah dokter ahli biopsy dan ginekologi, lakukan biopsi.
ii. Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo Kolumnar (SSK). Jika SSK tidak nampak, maka dilakukan pemeriksaan mata telanjang tanpa asam asetat, lalu diberi kesimpulan sementara. Klien disarankan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya lebih cepat atau Pap Smear maksimal 6 bulan lagi.
iii. Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh permukaan serviks.
iv. Tunggu hasil IVA 1 menit, perhatikan apakah ada bercak putih atau tidak
v. Jika tidak (IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus kembali untuk mengulangi pemeriksaan IVA
vi. Jika ada (IVA positif), tentukan metode tata laksana yang akan dilakukan.
x. Keluarkan speculum
xi. Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam tempat sampah, sedangkan untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
xii. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan pemeriksaan lagi, serta rencana tata laksana jika diperlukan. (Departemen Kesehatan RI, 2015)
j. Hasil Pemeriksaan IVA
Kriteria pemeriksaan IVA atau hasil pemeriksaan IVA, dikelompokkan sebagai berikut (Samadi, 2011).
ii. Normal
iii. Radang/ Servisitis/ Atipik adalah gambaran tidak khas pada mulut rahim akibat infeksi, baik akut maupun kronis pada mulut rahim.
iv. IVA positif/ ditemukan bercak putih: berarti ditemukan lesi prakanker
v. Curiga kanker serviks
Program deteksi dini kanker serviks yang lain, yaitu: (Samadi, 2011) i. Pap Smear
Pemeriksaan sitologis dari apusan sel-sel yang diambil dari leher rahim. Slide diperiksa oleh teknisi sitology atau dokter ahli patologi untuk melihat perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia, atau kanker.
ii. Pemeriksaan SSBC/LBC (Sitologi Serviks Berbasis Cairan/Liquid Base Cytology)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan pap smear. Hasil pengambilan sel-sel mulut rahim “dilarutkan” lebih dahulu pada suatu cairan, kemudian diambil
endapannya, baru kemudian dibuat hapusan dan dibaca di bawah mikroskop. Hasil keakuratan teknik ini lebih tinggi dan biaya lebih mahal.
4. Motivasi 1. Pengertian
Hasibuan (2014) Menyebutkan motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang berarti bergerak atau menggerakkan. Sedangkan Uno (2007) menyebutkan bahwa istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya tingkah laku tertentu. Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu. dengan demikian, motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
Walgito (2014) dan Schunk (2008) mengemukakan bahwa motivasi mempunyai 3 aspek yaitu:
a. Dorongan dalam diri Yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan atau karena keadaan mental seperti berpikir dan ingatan.
b. Perilaku yang timbul dan terarah
Yaitu usaha dan kegigihan untuk memenuhi kebutuhan.
c. Goal atau tujuan Yaitu harapan atau cita-cita yang hendak dicapai.
2. Klasifikasi Motivasi
Motif dibedakan dua macam berdasarkan sudut sumber yang menimbulkannya, yaitu (Uno, 2007)
1. Motif intrinsik
Motif intrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhan.
2. Motif ekstrinsik
Motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya timbul minat yang positif terhadap kegiatan IVA karena melihat manfaatnya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Lestari (2015): 1. Faktor fisik
Motivasi yang ada didalam diri individu yang mendorong untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan alam. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan kondisi seseorang, meliputi: kondisi fisik lingkungan,
keadaan atau kondisi kesehatan, umur, dan sebagainya.
2. Faktor intrinsik
Motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya timbul hingga puas dengan apa yang sudah dilakukan.
3. Fasilitas (sarana dan prasarana) Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala yang memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang dibutuhkan untuk hal yang diinginkan.
4. Situasi dan kondisi
Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga mendorong memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu.
5. Program dan aktifitas
Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program) rutin dengan tujuan tertentu.
6. Media
Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang di dapat dari perantara sehingga mendorong atau menggugah hati seseorang untuk melakukan sesuatu.
7. Umur
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berfikir logis dan bekerja sehingga motivasi seseorang kuat dalam melakukan
sesuatu hal.
5. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan dan Dewi, 2011; Notoatmodjo, 2012).
Pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor internal mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut baginya dan keluarganya. Sehingga dengan adanya pengetahuan tentang kanker serviks ini maka akan menimbulkan kesadaran dari ibu untuk melakukan deteksi dini kanker serviks khususnya pemeriksaan IVA sebagai kebutuhan dengan melihat manfaat dari pemeriksaan IVA ini sehingga menimbulkan ketertarikan untuk melakukannya (Notoatmodjo, 2012).
Menurut beberapa ahli psikologi, pada diri seseorang terdapat penentu tungkah laku yaitu motivasi sebagai penggerak tingkah laku. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak mencapai suatu tujuan tertentu dalam hal ini adalah untuk
melakukan pemeriksaan IVA. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu
mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya. Semakin dekat dengan tujuan makan semakin kuat motivasi dapat menimbulkan semangat untuk
mempercepat pencapaian kepuasan (Uno, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hartati, Runiari, dan Parwati pada tahun 2014 mengenai motivasi WUS melakukan pemeriksaan IVA menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan WUS tentang kanker serviks dengan motivasi untuk melakukan pemeriksaan IVA. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Ningrum dan Fajarsari pada tahun 2012 dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu Mengikuti Deteksi Dini Kanker Melalui Metode IVA di Kabupaten Banyumas” disimpulkan bahwa pengetahuan dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap pemeriksaan IVA.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan WUS mengenai kanker serviks dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap deteksi dini kanker serviks khususnya pemeriksaan IVA. Dengan adanya pengetahuan, WUS akan mengetahui dan
memahami tentang kanker serviks dan deteksi dini kanker serviks, mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan nyata, dan menganalisis kemanfaatan dari deteksi dini kanker serviks, sehingga akan timbul kesadaran dan motivasi melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks.
6. Kerangka Konsep
Keterangan: : Area yang diteliti : Area yang tidak diteliti Bagan 2.1 Kerangka Konsep