2.1 Blocking Protein
Pengecatan IHC, protein blocking diterapkan sebelum menggunakan antibodi untuk mendeteksi antigen spesifik dalam jaringan. Prinsip dari protein blocking ini adalah larutan protein (blocking agent) yang ditambahkan akan mengikat protein non spesifik yang terdapat dalam jaringan sehingga membatasinya untuk berikatan dengan antibodi. Protein blocking berperan dalam meminimalisir protein non spesifik yang berkompetisi dalam mengikat antibodi yang terdapat dalam jaringan (Bancroft & Gamble, 2008). Proses protein blocking pada prosedur IHC dapat dilakukan dengan mengingkubasi preparat selama 30-60 menit pada suhu kamar (20-250C) atau 40C menggunakan blocking agent (Latja, 2007). Umumnya ada beberapa blocking agent untuk protein blocking, yaitu : a. Normal Serum
Pada proses protein blocking, normal serum dikatakan sebagai blocking agent yang baik, akan tetapi harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan
blocking agent yang lain (Masruro,2016). Tujuan aplikasi normal serum pada
protein blocking adalah untuk mengikat ikatan non spesifik. Sebelum
b. Protein Solution
Penggunaan protein Solution jauh lebih ekonomis dan dapat bekerja dengan baik pada antibodi monoklonal. Akan tetapi protein Solution tidak dapat mengikat epitop nonspesifik sebaik normal serum (Masruro, 2016). Beberapa protein Solution yang dapat digunakan sebagai blocking agent yaitu Bovine serum
albumin (BSA) 0,1 %, gelatin dan susu skim.
c. Commercial Mixes
Banyak ragam Commercial mixes yang terdapat dipasaran. Blocking agent tersebut biasanya terbuat dari protein tunggal atau protein bebas (Masruro, 2016).
2.2Telur
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein hewani. Telur mempunyai cangkang, selaput cangkang, putih telur (Albumin) dan kuning telur. Cangkang dan putih telur terpisah oleh selaput membran, kuning telur albumin terpisah oleh membran kuning telur (Agustina , 2014). Protein telur merupakan salah satu dari protein yang berkualitas baik, dan dianggap mempunyai nilai biologi yang tinggi dan dapat dipilah menjadi protein putih telur dan protein kuning telur (Bakhtra et al, 2017).
2.3Kandungan Telur Ayam Kampung
Tabel 2. Komposisi gizi telur ayam kampung utuh per 100 gram (Muharlien,
Kandungan protein dalam putih telur ayam kampung per 100 gram adalah sebanyak 10,2 gram (Muharlien, 2010).
2.4Kandungan Telur Bebek
Komposisi gizi telur bebek utuh per 100 gram dapat dilihat pada table 3 Tabel 3. Komposisi gizi telur bebek utuh per 100 gram (Azwar, 2004)
Komposisi Telur utuh
Air (%) 70,8
Protein (g) 13,1
Lemak (g) 14,3
Karbohidrat (g) 0,8
Kandungan protein dalam putih telur bebek per 100 gram adalah sebanyak 11,0 gram (Azwar, 2004).
2.5Imunohistokimia (IHC)
Prinsip imunohistokimia adalah bahwa antibodi akan berikatan secara spesifik dengan antigen. Antibodi akan “mencari” lokasi antigen, dan berikatan
dengan antigen. Tempat antigen dapat ditentukan apabila kita dapat mengetahui Dimana ikatan antibodi-antigen. Bila kandungan protein (antigen) yang terdapat di dalam sel-sel (tumor) diketahui, diagnosis dapat ditentukan, dan selanjutnya untuk merencanakan pengobatan dan meramalkan prognosis (Hastuti et al., 2011).
2.6Metode Pengecatan IHC
Metode atau sistem deteksi dalam pengecatan IHC yang dapat digunakan untuk melokalisasi dan menampilkan antigen dalam jaringan (Bancroft & Gamble, 2008) yaitu :
2.6.1 Metode Avidin-Biotin Complex (ABC)
Berikut merupakan gambaran metode Avidin-Biotin Complex (ABC) :
Pengecetan IHC salah satunya dengan metode Avidin-Biotin Complex (ABC) menggunakan enzym peroksidase yang berikatan dengan ikatan bioton-avidin. Avidin akan berikatan dengan biotin pada antibodi sekunder. Sedangkan peroksidase pada ikatan ABC akan bereaksi dengan H2O2 yang diberikan bersama kromogen sehingga menimbulkan visualisasi warna pada sel yang mengandung antigen, dimana proses awal terjadinya antigen berikatan dengan antibodi primer, kemudian antibodi primer berikatan dengan antibodi sekunder yang berlabel biotin, biotin yang berada pada antibodi sekunder akan diikat oleh ABC yang mengandung peroksidase, dan peroksidase pada rangkaian avidin biotin akan bereaksi dengan substrat H2O2 atau Kromogen (Hedegaard, 2016).
2.7Tahapan Dasar IHC
Pada proses pengecatan IHC terdapat beberapa prosedur, yang salah satunya adalah sebagai berikut :
2.7.1 Prosesing Jaringan
2.7.2 Antigen Retrival
Proses antigen retrieval bertujuan untuk mengembalikan struktur protein atau antigen yang rusak pada saat fiksasi. Proses ini dapat dilakukan dengan cara enzymatik, Heat Induced Epitope Retrieval (HIER) maupun campuran keduanya. (Masruro, 2016). Beberapa larutan yang digunakan dalam proses antigen retrieval adalah sodium Citra, EDTA, Tris, urea, sukrosa dan larutan komersial yang disediakan oleh kit (Platero, 2009).
2.7.3 Endogenus Blocking
Proses endogenous blocking merupakan sesuatu yang sangat penting. Tingkat kerentanan dari enzym untuk proses denatursi dan inaktivasi selama proses fiksasi sangat bervariasi. Beberapa enzym seperti peroksidase yang terdapat pada parafin section dan frozen section tidak akan mengalami denaturasi saat proses fiksasi sehingga diperlukan proses endogenous blocking untuk menghindari terjadinya false positif (positif paslu). Larutan yang biasa digunakan untuk endogenous blocking adalah H2O2 (Dabbs, 2014).
2.7.4 Protein Blocking
Pada pengecatan IHC, protein blocking diterapkan sebelum menggunakan antibodi untuk mendeteksi antigen spesifik dalam jaringan. Proses protein blocking pada prosedur IHC dapat dilakukan dengan mengingkubasi preparat selama 30-60 menit pada suhu kamar (20-250C) atau 40C menggunakan blocking agent (Latja, 2007).
2.8Estrogen Reseptor
Estrogen reseptor (ER) merupakan grup protein yang ditemukan di dalam
sel yang dapat mengaktifkan transkripsi. ER mempunyai struktur yang terdiri : 6 domain yaitu A-F, 2 transcriptional activation domain (AF-1 dan AF-2), yaitu
Zinc-finger containing domain (C Domain) (Quzwain, 2016). Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker payudara dapat terjadi melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi sel-sel payudara yang menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA yang menimbulkan mutasi (Nihayah & Prastyo, 2018). Receptor estrogen (ER) terdiri dari 2 subtipe yaitu receptor estrogen α (ERα) dan receptor estrogen β (ERβ). Kedua reseptor ini berbeda dalam lokalisasi dan konsentrasinya di dalam tubuh (Arina, 2013). Receptor
Gambar 3. Struktur ER (Quzwain, 2015)
Gambar 4. Mekanisme Aktivasi Transkripsi ER (Quzwain, 2016)
2.9Hasil Pengecatan ER
antibodi primer, kemudian antibodi primer berikatan dengan antibodi sekunder yang berlabel biotin, biotin yang berada pada antibodi sekunder akan diikat oleh Avidin-Biotin Complex (ABC) yang mengandung peroksidase, dan peroksidase
pada rangkaian avidin biotin akan bereaksi dengan substrat H2O2 / kromogen (Petersen dan Pedersen, 2016). Selanjutnya preparat hasil pengecatan ER dibaca pada mikroskop perbesaran 400x sebanyak 100 sel. Intensitas yang didapat selanjutnya dicocokan dengan AJCP (American Journal Of Clinical Pathologi) 2015 (East et al, 2015).
2.10 Kerangka Teori
2.11 Kerangka Konsep
Gambar 6. Kerangka Konsep Penelitian 2.12 Hipotesis