• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Nangka

Nangka memiliki nama botani Artocarpus heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan Coronel (l992), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit (Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Javanese), Langka (Filipina), Khanun (Thailiand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka (Jawa), anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa atau malasa (Lampung), dan nama lainnya.

Verheij dan Coronel (1992), mengklasifikasikan Nangka sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus :Artocarpus

Species :Artocarpus heterophyllus

Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20-30 m, diameter batang mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Daun tunggal, tersebar, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik hingga jorong (memanjang). Ukuran daun 5-25 cm x 3.5-12 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin. Kayu nangka telah banyak digunakan di Srilangka, India, dan Eropa (Verheij dan Coronel 1992).

Isrianto (1997) menyatakan bahwa kayu Nangka memiliki berat jenis rata-rata 0.61, sehingga masuk dalam kelas kuat II. Kayu yang masuk dalam kelas kuat II-III baik digunakan untuk tujuan struktural. Kandungan bagian teras Nangka termasuk besar, semakin besar persentase bagian teras maka kayu tersebut memiliki keawetan alami yang semakin baik.

(2)

Secara mikroskopis kayu Nangka memiliki pori berdiameter kecil, sel serabut yang panjang dan dinding sel serabut yang tebal. Dilihat dari sifat fisis dan anatomi kayu Nangka baik untuk bahan baku mebel, kayu konstruksi dan alat musik.

Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia, kayu Nangka mempunyai kadar ekstraktif yang tinggi dimana kadarnya lebih dari 4 %. Komponen kimia dalam kayu nangka tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komponen kimia kayu Nangka Komponen Kimia (Chemical component)

Selulosa (Cellulose), % 56.47

Lignin (Lignin), % 28.76

Pentosan (pentosan), % 18.64

Kelarutan dalam (Solubility in) :

- air dingin (cold water), % 12.29 - air panas (hot water) , % 14.41 - Alkohol-benzen (alcohol-benzene), % 10.78 - NaOH (sodium hydroxida), 1%, % 24.70 Kadar air (moisture content), % 7.65

Kadar abu (ash content), % 0.78

Kadar silika (Silica content), % 0.37 Sumber : Sri Komarayati dan Poedji Hastoeti (1993).

2.2 Fumigasi Amonia

Fumigasi amonia merupakan proses tradisional untuk menggelapkan dan memperkaya warna dari kayu Oak. Fumigasi amonia tidak hanya mudah, tapi juga kecil kemungkinan untuk terjadi kesalahan dan sangat aman. Fumigasi merupakan proses dimana gas amonia bereaksi dengan kayu yang memiliki tanin alami. Fumigasi amonia dipengaruhi oleh seberapa banyak kandungan tanin dalam kayu dan warna hasil fumigasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi dari amonia dan lama waktu kayu tersebut difumigasi (Wood Web 2001).

Fumigasi amonia memiliki beberapa keuntungan diantaranya proses fumigasi lebih efisien dalam pengaplikasiannya karena gas amonia bereaksi

(3)

sendiri dengan tanin dalam kayu dan warna hasil fumigasi dengan amonia lebih seragam. Hasil fumigasi sangat nyata pada kayu yang bersifat porous dimana kayu yang bersifat porous akan terlihat lebih gelap bila diberistainpada saat finishing. Fumigasi akan memberikan warna yang lebih merata dan corak kayu akan tetap terlihat alami (Eagen 2008).

Amonia yang digunakan dalam proses fumigasi amonia ini umumnya berkonsentrasi 26-30%. Waktu fumigasi mempengaruhi warna yang dihasilkan, semakin lama kayu tersebut difumigasi makin gelap warna yang akan diperoleh. Waktu yang umumnya digunakan untuk fumigasi adalah 12-72 jam. Suhu dalam ruang fumigasi tidak hanya membantu mempercepat proses fumigasi namun juga mempengaruhi warna yang dihasilkan. Semakin panas suhu (> 80-82 ˚C ) dalam ruang fumigasi maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap (Dresdner 2007).

Muhtar (2008) melakukan fumigasi amonia pada lima jenis kayu yaitu Nangka, Mahoni, Pasang, Akasia dan White oak. Perubahan warna yang paling signifikan terjadi pada kayu Nangka. Penelitian tersebut juga menggambarkan bahwa semakin lama waktu fumigasi, perubahan warna yang terjadi pada kayu yang bereaksi dengan amonia akan semakin baik dan volume amonia dua liter memberikan kontribusi perubahan yang paling signifikan terhadap rata-rata pergeseran indeks nilai warna RGB (Red, Green, Blue). Rodel (1997) menyatakan hal serupa dimana jangka waktu fumigasi yang dibutuhkan suatu kayu tergantung pada volume dari ruang fumigasi, jumlah amonia yang digunakan dan jenis kayu yang difumigasi.

Rodel (1997) menyatakan bahwa kayu yang akan difumigasi sebaiknya berasal dari satu pohon, karena pohon yang berbeda walaupun masih dalam satu jenis kayu akan memiliki kadar tanin yang berbeda pula karena perbedaan dari kondisi tumbuh. Amonia bereaksi dengan tanin sehingga mengubah warna alami kayu dari dalam bukan menambahkan lapisan warna pada permukaan kayu. Flexner (1999) menyatakan bahwa umumnya bila fumigasi amonia dilakukan pada kayu dengan arah orientasi radial dapat menyebabkan perbedaan warna pada jari-jarinya dimana jari-jari kayu tidak menjadi gelap ketika difumigasi, dan dapat menimbulkan efek “tiger stripes”.

(4)

Dalam fumigasi amonia ini, hal yang harus diperhatikan adalah keselamatan dalam penggunaan amonia. Dalam melakukan fumigasi ini sebaiknya digunakan masker dengan filter amonia atau respirator, kacamata pelindung dan penutup muka, selain itu dibutuhkan pula sarung tangan karet.

Ruang untuk fumigasi amonia harus yang kedap udara. Ruang fumigasi hanya ruang sederhana yang terdiri dari lembaran polythene dan kayu. Amonia bersifat korosif terhadap logam, sehingga dalam fumigasi amonia ruang fumigasi dan wadah untuk amonia sebaiknya berasal dari bahan plastik.

2.3 Amonia

Amonia merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia NH3dan memiliki bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam air disebut pula Amonium hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Amonia memiliki titik didih pada suhu -33 °C dan titik leleh -77.7 °C, sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi (Anonim 2008).

Amonia memiliki berat molekul 17.03, tekanan uap 400 mmHg (-45.4°C), kelarutan dalam air 31gr/100gr (25 °C), berat jenis 0.682 (-33.4 °C), berat jenis uap 0.6, dan memilik suhu kritis 133 °C. Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2008).

Amonia dapat diubah menjadi nitrit dan nitrat, oleh bakteri yang terdapat dalam tanah sehingga amonia bertindak sebagai penyubur tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk urea, sebagai bahan peledak, dan digunakan pula dalam bidang farmasi (Harwoodet al.2007).

Reaktivitas amonia stabil pada suhu kamar, tetapi dapat meledak oleh panas akibat kebakaran dan larut dalam air. Amonia membutuhkan kehati-hatian dalam penanganan dan penyimpanannya. Dalam penyimpanannya amonia harus diletakkan pada tempat dingin, kering, berventilasi dan jauh dari populasi. Hindarkan pula dari asam, oksidator, halida, etoksi, logam alkali dan kalium klorat.

(5)

2.4 Tanin Sebagai Pemberi Warna Alami Kayu

Kayu memiliki warna alami yang bervariasi. Umumnya bagian gubal memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan terasnya. Bagian teras lebih disukai karena memiliki variasi warna yang lebih banyak dan corak alami. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna alami pada kayu disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Perkembangan bahan-bahan kimia dalam sel xilem kayu biasanya ditandai dengan perubahan warna dimana bagian gubal umumnya memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan terasnya (Pandit dan Ramdan 2002).

Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavonoid, stilbena, tanin dan antosianin merupakan golongan zat warna ekstraktif kayu. Flavonoid merupakan senyawa yang menyebabkan kayu teras berwarna merah, kuning, coklat atau biru (Hilis, 1987 dalam Herawati, 2005). Sjostrom (1981) menyatakan bahwa fenolik yang terdapat dalam kayu teras, kulit dan sedikit di dalam xilem memiliki fungsi sebagai fungisida dan juga meningkatkan pewarnaan kayu.

Tanin merupakan senyawa organik komplek dan kristalnya berbentuk amorf, dapat larut dalam air dengan membentuk cairan berwarna. Larutan ini akan membentuk endapan bila direaksikan dengan besi atau logam-logam lain. Ekstrak tanin merupakan campuran polifenol yang sangat komplek dan biasanya bergabung dengan karbohidrat. Sampai saat ini masih terdapat kekurang jelasan mengenai rumus kimia tanin, rumus yang ada hanyalah sebuah pendekatan (Santoso 1998).

Fengel dan Wegener (1993) membagi tanin menjadi dua yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis adalah ester asam galat dan monosakarida terutama glukosa. Tanin terhidrolisis lebih jarang terdapat dalam kayu. Tanin terkondensasi penyusun komponen utamanya adalah katekin (flavan-3-ol) dan leukoantosianidin (flavan-3,4 diol). Senyawa-senyawa tersebut masuk dalam kelompok flavonoid. Sejumlah flavonoid menentukan warna masing-masing kayu seperti fisetin, morin, dan santal, yang lain seperti butein, sulfuretin, rangsindapat menyebabkan noda-noda warna dalam pulp kayu tropika. Kebanyakan komponen ekstraktif dari kayu-kayu berwarna seperti kayu merah (Pterocarpus, Baphia, Caesalpinia spp., Haematoxylon brasiletto), kayu

(6)

biru (Haematoxylon campechianum), kayu kuning (Chlorophora tinctoria)adalah flavonoid dan senyawa-senyawa sejenisnya. Tanin sering terdapat dalam kayu sebagai senyawa leuko tak berwarna dan warnanya harus ditimbulkan. Warna dan tingkatnya dapat dipengaruhi oleh perlakuan lebih lanjut dengan asam, alkali, atau garam-garam logam (Fengel and Wegener, 1993).

Verheij dan Coronel (1992) menyatakan bahwa tanin yang terdapat dalam kayu nangka adalah jenismorin. Tanin ini yang memberikan warna kuning sitrun pada kayu nangka. Morin dapat diekstrak dengan menggunakan air panas atau alkohol. Warna kuning darimorindapat digunakan untuk mewarnai bahan katun. Kulit kayu nangka mengandung 3.3 % tanin.

Dari struktur Robinetin, Kaempferol, Quercetin dan Morin, posisi 3 selalu terglikolisis oleh glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa-glukosa, atau ramnosa-glukosa. Pada posisi 5 kadang-kadang terglikolisasi oleh glukosa sedangkan posisi 7 hampir tidak pernah terglikolisis (Hemingway, 1988 diacu dalam Muhtar,2008).

2.5 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah proses mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad 2005 diacu dalam Muhtar 2008).

Harwood et al.(2007) membagi warna menjadi dua kelompok yaitu warna-warna pokok (primary colors) dan warna-warna turunan (secondary colors). Warna-warna pokok adalah warna yang apabila kita kombinasikan maka akan menghasilkan warna putih. Warna-warna tersebut terdiri dari warna merah (red),

hijau (green), dan biru (blue). Warna turunan merupakan warna yang dihasilkan dari kombinasi dua warna utama. Termasuk dalam warna turunan adalah Kuning, Cyan, dan Megenta. Kombinasi yang terjadi untuk masing-masing warna turunan adalah sebagai berikut :

(7)

Kuning = merah + hijau Cyan = hijau + biru Magenta = biru + merah

Masing-masing warna turunan merupakan warna pelengkap (complementary color) dari salah satu warna pokok. Warna kuning merupakan warna pelengkap untuk biru, cyan pelengkap untuk merah, dan magenta pelengkap untuk hijau. Bila warna pokok dan warna pelengkap digabungkan akan menghasilkan warna putih.

Monitor dan kartu grafik komputer menggunakan model warna RGB (red, green dan blue), yaitu suatu model warna yang didasarkan pada pembentukan warna melalui ketiga warna pokoknya, yaitu merah, hijau dan biru untuk mempresentasikan suatu warna. Dalam hal ini warna didefinisikan dengan jumlah relatif dari intensitas ketiga warna tersebut yang diperlukan untuk membentuk suatu warna. Kekuatan intensitas setiap komponen warna pokok dapat berkisar dari 0% sampai 100% dimana intensitas dengan nilai nol (0%) berarti ketiadaan suatu warna maupun kecerahan pada suatu piksel sehingga tampak sebagai titik hitam pada monitor. Demikian sebaliknya jika nilai intensitas penuh (100%) untuk ketiga warna pokok berarti semua komponen warna akan saling menetralkan pada suatu piksel sehingga tampak suatu titik putih pada monitor (Ahmad 2005 diacu dalam Muhtar 2008).

Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga komponen warna tersebut. Normalisasi perlu dilakukan terutama bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap komponen warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai untuk setiap komponen warna dapat dibandingkan satu sama lainya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang berbeda. Model warna RGB dapat dinormalisasi dengan rumus sebagai berikut:

Indeks warna merah (I Red) = Indeks warna hijau (I Green = Indeks warna biru (I Blue) =

Referensi

Dokumen terkait

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

2013.. Tren berolah raga telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini, salah satunya adalah melakukan fitness. Setiap melakukan latihan, banyak orang membawa

Musik Instrumen dan naraasi 1 menit Motion tween Scene 2 6 Hidrokarbon Menampilkan halaman permainan kimia karbon yang mana akan muncul lima pertanyaan yang

Komunikasi Verbal yang dilakukan guru An-Namiroh 1 Pekanbaru menggunakan bahasa Indonesia yang meliputi: Bahasa yang Singkat dan Jelas yaitu penyampaian pesan

Sebaliknya ketika sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang rendah maka akan berpengaruh dengan rendahnya tingkat penggunaan; (2)

T ermome ermometter ada er adallah ah aallaatt yang d yang diigunakan un gunakan unttuk mengukur suhu dengan uk mengukur suhu dengan ttepa epatt dan

Function tersebut berguna untuk mengambil data, menampilkan data yang telah diambil dan membandingkan produk yang telah dipilih oleh user.. Function Product

Jadi, Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan