Studi Kasus di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar
Kabupaten Lombok Barat
TESIS
Tesis ini merupakan tugas akhir yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Sosiologi
SUPARMAN JAYADI S251608028
PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
vii
MOTTO
“J
angan pernah mengeluh,
kerja keras dengan sungguh tidak akan menghianati hasil
”
viii
PERSEMBAHAN
Untukmu:
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamiin.. Atas izin Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa),
peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir (Tesis) yang berjudul “Pemaknaan
Simbol-Simbol Tradisi Perang Topat Representasi Integrasi Sosial Masyarakat Suku Sasak:
Studi Kasus di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat”.
Penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan serta arahan dari
pembimbing, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan
hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar pada Program Pascasarjana.
2. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Kepala Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dr. Argyo Demartoto, M.Si., dan Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si selaku Dosen
Pembimbing I dan II, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan
perhatian yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
5. Bapak-bapak Dosen Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pendalaman
ilmu kepada penulis.
6. Staf karyawan Program Studi Magister Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan demi
kelancaran tugas-tugas penulis.
7. Pemangku Pura dan Amangku Kemaliq Lingsar, serta penganut Hindu etnis Bali
dan Islam Sasak di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat
yang telah bersedia serta memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan
penelitian.
8. Bapak saya Darim serta ibu Suwarni dan kakaku Sudirman, selalu mendoakan
yang terbaik serta memberikan kasih sayang, nasehat, selalu menelpon disela
x
9. Bapak Lalu Darmawan, MA (UIN Mataram), Prof. Al Makin, M.Phil,. Ph.D dan
Inayah Rohmaniyah, MA,.M.Hum,.Ph.D (UIN Sunan Kalijaga) mereka selalu
membimbing serta mensupport untuk segera menyelesaikan penulisan Tesis ini.
10.Bapak Drs. Indardjo, M.Si memberikan dorongan serta semangat bagi penulis
selama dalam proses menyelesaikan tesis.
11.Teman-teman Lingkaran Studi Kentingan (LSK): Adi Rahman, Ahmad Mujahid
Ar-Rozy, Nurrohmawati Wahyucahyani, Purwito Zanuar Rahmadi, Ratih
Rahmawati dan Wahyu Hidayat yang telah memberikan motivasi serta semangat
kepada penulis, buat SR yang selalu nemanin garapan sampai lembur diperpus
selama proses tesis ini hingga dapat terselesaikan.
12.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Sosiologi angkatan 2016,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kerja
sama dan kekompakannya.
Semoga bimbingan, motivasi, bantuan serta dorongan yang telah diberikan
kepada penulis dapat sebagai amal kebaikan semua serta mendapatkan pahala
yang lebih baik di sisi Allah SWT.
Karya ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan dan penyempurnaan tesis. Akhirnya, semoga
karya sederhana ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan berarti bagi
semua pihak.
Surakarta, 5 Juli 2018
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ORIGINALITAS TESIS ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
1. Pemaknaan Simbol-simbol Tradisi Perang Topat ... 09
2. Representasi Integrasi Sosial Masyarakat Suku Sasak ... 15
B. Penelitian Terdahulu ... 27
C. Landasan Teori ... 33
xii
5. Keadaan Pendidikan ... 71
6. Keadaan Sosial Budaya dan Agama ... 72
B. Hasil Penelitian ... 78
1. Tradisi Perang Topat di Desa Lingsar ... 78
a. Sejarah Tradisi Perang Topat ... 78
b. Tujuan Pelaksanaan Tradisi Perang Topat ... 80
c. Waktu Pelaksanaan Tradisi Perang Topat ... 82
d. Tempat Pelaksanaan Tradisi Perang Topat ... 85
e. Pantangan Pelaksanaan Tradisi Perang Topat ... 91
f. Pelaksanaan Tradisi Perang Topat ... 93
2. Makna Simbol-simbol Tradisi Perang Topat Representasi Integrasi Sosial Masyarakat Suku Sasak ... 124
a. Ritual Mendaq ... 124
b. Ritual Nghilahang Kaoq ... 127
c. Kegiatan Nampah Kaoq ... 130
d. Kegiatan Perang Topat ... 133
xiii
3. Aspek pendorong dan Penghambat Makna Simbol-simbol Tradisi
Perang Topat Representasi Integrasi Sosial Masyarakat
Suku Sasak ... 149
a. Aspek Pendukung ... 149
b. Aspek Penghambat ... 155
C. Pembahasan ... 162
BAB V PENUTUP ... 179
A. Kesimpulan ... 179
B. Implikasi ... 179
1. Implikasi Teoritis ... 179
2. Implikasi Metodologis ... 180
3. Implikasi Empiris ... 182
C. Saran ... 182
DAFTAR PUSTAKA ... 184
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jumlah Penduduk di Indonesia Berdasarkan Agama
Badan Pusat Statistik Tahun 2010 ... 2
2.1 Penelitian terdahulu ... 27
3.1 Nama-nama informan kunci ... 41
3.2 Nama-nama informan utama ... 44
3.3 Nama-nama informan pendukung ... 46
3.4 Jenis Kegiatan Penelitian ... 48
4.1 Batas wilayah Desa Lingsar ... 67
4.2 Jumlah penduduk Desa Lingsar tahun 2016 ... 69
4.3 Mata pencaharian penduduk Desa Lingsar tahun 2016 ... 70
4.4 Sarana dan prasarana pendidikan tahun 2016 ... 72
4.5 Proses pelaksanaan tradisi Perang Topat ... 94
4.6 Tradisi Perang Topat di Desa Lingsar ...121
4.7 Makna simbol-simbol dalam tradisi Perang Topat ...147
4.8 Aspek pendukung dan penghambat pemaknaan simbol-simbol tradisi Perang Topat ...160
4.9 Proses interaksi simbolik tradisi Perang Topat representasi integrasi sosial ...173
xv
4.9 Kegiatan upacara Mempurwa Daksina ... 76
4.10 Banner tradisi Perang Topat ... 84
4.11 Tempat pelaksanaan tradisi Perang Topat ... 87
4.12 Pancoran empat Kemaliq Lingsar ... 89
4.13 Pelinggih Gde Bagus Balian Lingsar ... 90
4.14 Kegiatan pembersihan penganut Hindu dan Islam ... 96
4.15 Arah menuju tempat ritual ...101
4.16 Kegiatan ritual mendaq ...102
4.17 Ritual ngilahang kaoq ...104
4.18 Kegiatan nyerahan kaoq ...109
4.19 Praktik tradisi Perang Topat ...112
4.20 Kebon odeq serta perlengkapan lainnya ...116
4.21 Peralatan sesembahan kebon odeq ...119
4.22 Kegiatan ritual sesembahan nghilahang kaoq ...129
4.23 Kepala hewan Kerbau ...132
4.24 Tarian Gendang Beleq Merah dan Putih ...134
4.25 Tari Baris Bateq Lingsar ...136
4.26 Penganut Hindu dan Islam Sasak menuju Pura Gaduh dan Kemaliq Lingsar ...137
4.27 Kegiatan ritual beteteh penganut Islam Sasak ...142
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nama-nama Informan Kunci
2. Nama-nama Informan Utama
3. Nama-nama Informan Pendukung
4. Pedoman Wawancara
5. Transkip Hasil Wawancara
6. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas FISIP UNS
7. Surat Penelitian KESBANGPOLDAGRI Nusa Tenggara Barat
8. Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Lingsar
xviii
GLOSARIUM
Abah-abah : Hiasan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan upacara ritual Mendaq, Ngilahang dan Beteteh dalam tradisi Perang Topat di Pura Lingsar.
Adat : Suatu kebiasaan yang dilakukan masyarakat suku Sasak dan Bali antar penganut Hindu dan Islam dalam melaksanakan upacara ritual agama dan tradisi Perang Topat yang terdapat nilai, norma dan hukum menjadi pegangan bersama.
Arwah : Roh-roh gaib ornag-orang terdahulu yang sudah meninggal dunia dipersilahkan untuk melinggih di tempat yang sakral untuk dipersembahkan oleh pengnaut Hindu.
Beteteh : Ritual yang dilakukan oleh kedua penganut Hindu dan Islam Sasak di Desa Lingsar disebut sebagai ritual penutup dari serangkaian kegiatan tradisi Perang Topat.
Dewa Siwa : Salah satu dari tiga dewa dalam keyakinan agama Hindu sebagai pelebur, memusnahkan segala sesuatu yang ada di dunia fana mengembalikan keasalnya.
Gendang Beleq : Kesenian tradisi lokal masyarakat Lombok yang menggunakan gendang besar (beleq) sebagai alat musik tradisional dalam melaksanakan upacara tradisi daerah. Terdapat dua buah gendang besar disebut gendang nine (perempuan) dan mame (laki-laki).
Haid : Selalu terjadi pada perempuan yang sudah berumur 10 tahun ke atas. Menandakan bahwa perempuan tersebut meranjak kemasa remaja. Bagi perempuan yang sedang Haid atau menstruasi tidak diperbolehkan untuk melaksanakan uapcara ritual dan kegiatan tradisi Perang Topat.
Integrasi : Terjadinya proses internalisasi antar kelompok yang memiliki unsur budaya dan etnis yang berbeda. Terdapat hubungan antar keduanya dalam keserasian fungsi kebutuhan budaya sebagai minoritas dapat melakukan adaptasi dengan mayoritas dan saling mempertahankan kebudayaannya masing-masing.
xix
Jero : Tokoh agama yang dipercayai masyarakat penganut agama Hindu sebagai pemimpin dalam melakukan sesembahan doa kepada Sanghyang Widhi.
Jimat : Benda yang diyakini memiliki kekuatan mistik dapat melindunginya dari ancaman luar roh-roh jahat.
Kain Hitam Putih : Makna dari kain warna hitam dan putih sebagai simbol hitam itu buruk, jahat, jelek dan putih itu baik dan bagus.
Kebon odeq : Kebon odeq diartikan sebagai dunia kecil yang selalu dibawa saat melaksanakan upacara ritual mendaq, ngilahang kaoq dan beteteh yang terdiri dari kebon odeq laki-laki dan perempuan.
Kemaliq : Kemaliq itu tempat suci sama halnya dengan Musolla bagi penganut Islam Sasak sebagai tempat untuk melakukan ibadah solat, berdoa atau menyampaikan hajat kepada Allah SWT.
Kerbau : Hewan Kerbau dijadikan sebagai simbol dewa siwa untuk penganut Hindu serta sakral bagi penganut Islam Sasak dalam melaksanakan upacara ritual dan tradisi Perang Topat.
Lalang : Kata lalang diartikan sebagai jarak hari ketika setelah melaksanakan upacara mendaq, ngilahang kaoq dan Perang Topat.
Leluhur : Para arwah orang-orang terdahulu atau nenek moyang.
Makna : Makna merupakan suatu kumpulan ide atau konsep di interpretasikan individu terwujud pada suatu bentuk simbol, lambang, dan bahasa yang beragam makna dapat diketahui pada interaksi sosial.
Mangku : Tokoh masyarakat agama Hindu untuk menjaga, merawat dan mengantarkan umat Hindu dalam melaksanakan upacara sesembahan ritual kepada Sanghyang Widhi di Pura.
Mempurwa Daksina : Kegiatan upacara ritual yang dilakukan oleh perempuan membawa al-Quran melakukan tiga kali puteran diiringi kedua penganut Hindu dan Islam Sasak secara bersama untuk mengelilingi Pura Gaduh dan Kemaliq Lingsar.
xx
Miaq Pesaji : Membuat sanganan, jajan, ketupat serta lainnya untuk perlengkapan sesembahan dalam melakukan kegiatan upacara ritual dan tradisi Perang Topat.
Momot : Plastik kosong yang akan terisi air suci setelah melakukan upacara ritual sebagai bentuk keberhasilan yang dapat dijadikan simbol keberkahan.
Nampah Kaoq : Kegiatan penyembelihan Kerbau yang dijadikan sebagai pesaji sesembahan dalam melaksakan ritual serta tradisi Perang Topat dan hidangan bersama antar kedua penganut.
Nare : Tempat menaruh sesajian yang akan dibawa untuk persembahan di Pura Gaduh dan Kemaliq Lingsar.
Ngilahang Kaoq : Kegiatan upacara ritual mengelilingi Pura Gaduh dan Kemaliq Lingsar dengan menggunakan Kerbau oleh kedua penganut Hindu dan Islam Sasak.
Odalan : Melakukan upacara ritual sesembahan yang dilakukan penganut Hindu etnis Bali.
Pantangan : Larangan yang harus dihindari seperti tidak diperbolehkan memakan daging Babi bagi kedua penganut Hindu dan Islam Sasak serta perempuan yang sedang Haid.
Pedanda : Tokoh agama yang dipercaya oleh masyarakat agama Hindu sebagai pimpinan agama. odalan dalam istilah penganut Hindu etnis Bali.
Pesaji : Hidangan sebagai alat sesembahan berupa, ketupat, jajan tradisional, buah-buahan, air suci dan lain-lain.
Piring Cangkir : Piring khas dijadikan sebagai tempat sesajian dalam melakukan sesembahan.
xxi
Puje Wali : Melakukan tradisi untuk mendoakan, serta mengenang jasa dan merawat peninggalan para wali terdahulu.
Pure : Tempat suci untuk melakukan ibadah sesembahan penganut Hindu.
Representasi : Representasi merupakan suatu proses melakukan perekaman ide, kajian ilmu dan pengetahuan atau makna yang terkandung didalamnya.
Ritual : Serangkaian kegiatan dilakukan sebagai upacara sesembahan kepada para arwah leluhur.
Sanghyang Widhi : Tuhan Yang Maha Esa bagi penganut Hindu
Sanganan : Hidangan dibuat sendiri maupun secara bersama-sama untuk persembahan.
Sasih keenam : Dalam perhitungan Sasak sasasih keenam disebut tanggal keenam waktu pelaksanaan tradisi Perang Topat bagi penganut Islam Sasak.
Sasih kepitu : Dalam perhitungan etnis Bali sasasih kepitu atau disebut ketujuh waktu pelaksanaan tradisi Perang Topat bagi penganut Hindu.
Sedekah : Memberikan sesuatu dengan harapan mendapatkan keberkahan dari pemberian tersebut.
Semeton : Ucapan kepada seorang laki-laki yang dianggap sebagai saudara. Kebiasaan ini diucapkan dalam aktivitas sehari-hari oleh masyarakat suku Sasak.
Sesembahan : Melakukan pemujaan terhadap Pencipta dengan penuh harapan dan keberkahan yang diinginkan.
Simbol : Simbol merupakan gagasan atau wacana dari pemikiran yang memiliki makna tidak dapat memberikan informasi secara langsung.
Tradisi : Kebiasaan masyarakat sejak dahulu sebagai bagian dari kehidupan seperti kedua penganut Hindu dan Islam Sasak dalam melaksanakan tradisi Perang Topat.
Tuan Guru : Tokoh agama yang dianggap sebagai panutan masyarakat karena memiliki pengetahuan agama Islam yang luas. Tokoh tersebut sering dipanggil saat pelaksanaan kegiatan ibadah keagamaan.
xxii
Suparman Jayadi. S251608028. Pemaknaan Simbol-Simbol Tradisi Perang Topat Representasi Integrasi Sosial Masyarakat Suku Sasak: Studi Kasus Di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Tesis. Pembimbing I: Dr. Argyo Demartoto, M.Si, Pembimbing II: Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Tradisi Perang Topat sebagai simbol kearifan lokal masyarakat hingga kini masih dilakukan oleh kedua penganut Hindu dan Islam Sasak di Desa Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Tujuan penelitian untuk menganalisis pemaknaan simbol-simbol dalam tradisi perang topat representasi integrasi sosial. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus ini. melakukan teknik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Informan terdiri dari informan kunci Kepala Desa Ligsar, Ketua Pura Lingsar dan Amangku Kemaliq Lingsar, sedangkan informan utama penganut Hindu dan Islam Sasak di Desa Lingsar dan informan pendukung dari panitia pelaksana, tamu undangan dan pengunjung upacara tradisi Perang Topat. Teknik analisis data menggunakan 4 kategori dari Robert E. Stake. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna normatif hubungan spiritual kedua penganut Hindu dan Islam Sasak sebagai simbol kerukunan serta toleransi antar agama dan budaya melalui kegiatan ritual mendaq, ngilahang kaoq dan beteteh atau ngelukar. Makna interaktif hubungan sosial kedua penganut melalui kegiatan nampah kaoq dan Perang Topat dimaknai sebagai simbol kebersamaan, persaudaraan, dan perdamaian. Tradisi Perang Topat sebagai kearifan lokal dan icon budaya daerah adalah aspek pendorong, sedangkan aspek penghambat adanya pengklaiman budaya sebagai milik sekelompok orang atau penganut dan dianggap sebagai bentuk perbuatan eksklusif.
xxiii
Suparman Jayadi. S251608028. The Interpretation of Symbols in Perang Topat Tradition as the Representation of Sasak Ethnic Community Social Integration: A Case Study in Lingsar Village of Lingsar Sub District of Lombok Barat Regency. Thesis. Counselor: Dr. Argyo Demartoto, M.Si, Co-Counselor: Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. Master of Sociology Study Program of Faculty of Social and Political Sciences of Surakarta Sebelas Maret University.
ABSTRACT
Perang Topat Tradition as the symbol of local wisdom is still implemented by Sasak Hindu and Islam adherents in Lingsar Village of Lombok Barat Regency until today. The objective of research was to analyze the interpretation of symbols in Perang Topat tradition as the representation of social integration. This qualitative research with case study approach collected data through direct observation, in-depth interview, and documentation methods. Informants consisted of key informants including Head of Lingsar Village, Chief of Lingsar Temple, and Amangku Kemaliq of Lingsar, while main informants including Sasak Hindu and Islam adherents in Lingsar Village, and supporting informants including organizing committee, invited guest and visitor of Perang Topat traditional rite. Data analysis was carried out
using Robert E. Stake’s 4 categories. The result of research showed that normative
meaning included the spiritual relation between Sasak Hindu and Islam adherents, as of concord and tolerance between religions and cultures through mendaq, ngilahang kaoq and beteteh or ngelukar rite. The interactive meaning included social relation between two adherents through nampah kaoq and Perang Topat activities interpreted as the symbol of togetherness, fraternity, and peace. Perang Topat tradition as local wisdom and icon of local culture was supporting aspect, while the inhibiting aspect
was a group of people or adherents’ claim of culture and an assumption that it was a
form of polytheism (infidelity).